Dibalik Keharuman

Dibalik Keharuman
 

Nama para pahlawan mukmin sejati senantiasa harum sepanjang sejarah. Tapi hanya sedikit orang yang mengetahui betapa besar pajak yang telah mereka bayar untuk keharuman itu.

Masyarakat manusia pada umumnya selalu mempunyai dua sikap terhadap keharuman itu. Pertama, mereka biasanya akan mengagumi para pahlawan itu, bahkan terkadang sampai pada tingkat pendewaan. Kedua, mereka akan merasa kasihan kepada para pahlawan tersebut karena mereka tidak sempat menikmati hidup secara wajar. Yang kedua ini biasanya datang dari keluarga dekat sang pahlawan.

Apa yang dirasakan orang luar berbeda dengan apa yang dirasakan oleh sang pahlawan itu sendiri. Kekaguman, mungkin merupakan sesuatu yang indah bagi banyak orang. Tapi yang membayar harga keharuman yang dikagumi itu adalah para pahlawan. Dan harga itu tidah diketahui orang banyak. Maka seorang penyair arab terbesar, Al-Mutanabbi mengatakan: "Orang luar mengagumi kedermawanan sang pahlawan, tapi tidak merasakan kemiskinan yang mungkin dicipatakan oleh kedermawanan, orang luar mengagumi keberanian sang pahlawan tetapi mereka tidak merasakan luka yang menghantarnya menuju kematian.

Tapi ada kenyataan lain yang sama sekali terbalik. Keluarga para pahlawan seringkali tidak merasakan gaung kebesaran atau semerbak harum nama sang pahlawan. Karena ia hidup ditengah tengah mereka, setiap hari bahkan setiap saat. Bagi mereka, sang pahlawan adalah juga manusia biasa, yang mempunyai keinginan-keinginan dan kegemaran-kegemaran tertentu seperti mereka. Dan mereka harus menikmatinya. Maka merekalah yang sering menggoda pahlawan untuk tidak melulu "mendaki" langit, tapi juga sekali-kali "turun" kebumi.

Dan kedua sikap tersebut adalah jebakan. Kekaguman dan pendewaan sering menjebak para pahlawan, karena itu akan mempercepat munculnya rasa uas dalam dirinya. Sehingga karya yang sebenarnya belum sampai ke puncak, akhirnya terhenti di pertengahan jalan akibat rasa puas. Itulah sebabnya Imam Ghozali mengatakan, "Siapa yang mengatakan saya sudah berilmu, maka sesungguhnya orang itulah yang paling bodoh."

Panggilan turun kebumi adalah jebakan lain. Menjadi pahlawan memang akan menyebabkan kita meninggalkan sangat banyak kegemaran dan kenikmatan hidup. Bahkan privasi kita akan sangat terganggu. Tapi itulah pajaknya. Namun banyak orang gagal melanjutkan perjalanan menuju puncak kepahlawanan karena tergoda untuk "kembali" kehabitat manusia biasa. Seperti angin sepoi yang mengirim kantuk kepada orang yang sedang membaca , seperti itulah panggilan turum kebumi penggoda sang pahlawan untuk berhenti mendaki. Itulah sebabnya Allah menegur para mujahidin yang mencintai keluarga mereka melebihi cinta mereka terhadap Allah, rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya.

Maka para pahlawan mukmin sejati berdiri tegak di sana; diantara tipuan pendewaan dan godaan kenikmatan bumi. Mereka terus berjalan dengan mantap menuju puncak kepahlawanan : tidak ada kepuasan sampai karya jadi tuntas, dan tidak ada kenikmatan melebihi apa yang mungkin diciptakan oleh kelelahan.

Tidak ada komentar