ADIL (KEADILAN)
ADIL (KEADILAN)
Di antara nilai-nilai
kemanusiaan yang asasi yang dibawa oleh Islam dan dijadikan sebagai pilar
kehidupan pribadi, rumah tangga dan masyarakat adalah "Keadilan."
Sehingga Al Qur'an menjadikan keadilan di antara manusia itu sebagai hadaf (tuluan)
risalah langit, sebagaimana firman Allah SWT:
"Sesungguhnya Kami
telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah
Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia
dapat melaksanakan keadilan." (Al Hadid: 25)
Tiada penekanan akan nilai keadilan yang lebih besar dari pada perkara ini
(bahwa Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan Kitab-Nya) untuk mewujudkan
keadilan.
Maka dengan atas nama keadilan kitab-kitab diturunkan dan para rasul diutus.
Dengan keadilan ini pula tegaklah kehidupan langit dan bumi. Dan yang dimaksud
dengan keadilan adalah hendaknya kita memberikan kepada segala yang berhak akan
haknya, baik secara pribadi atau secara berjamaah, atau secara nilai apa pun,
tanpa melebihi atau mengurangi, sehingga tidak sampai mengurangi haknya dan
tidak pula menyelewengkan hak orang lain. Allah SWT berfirman:
"Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca
(keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah
timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu." (Ar-Rahman: 7-9)
Islam memerintahkan kepada seorang Muslim untuk berlaku adil terhadap diri
sendiri, yaitu dengan menyeimbangkan antara haknya dan hak Tuhannya dan hak-hak
orang lain.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada Abdullah bin 'Amr ketika mengurangi
haknya sendiri, yaitu dengan terus menerus puasa di siang hari dan shalat di
malam hari.
"Sesungguhnya untuk tubuhmu kamu punya hak (untuk beristirahat), dan
sesungguhnya bagi kedua matamu punya hak dan kepada keluargamu kamu punya hak,
dan untuk orang yang menziarahi kamu juga mempunyai hak." (HR. Muttafaqun
'Alaih)
Islam juga memerintahkan bersikap adil dengan/terhadap keluarga, isteri,
atau beberapa isteri, anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan. Allah SWT
berfrman:
"Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau
empat Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah)
seorang saja ..." (An-Nisa': 3)
Rasulullah SAW bersabda:
"Bertaqwalah kamu kepada Allah dan bersikap adillah terhadap
anak-anakmu." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
Ketika Basyir bin Sa'ad Al Anshari menginginkan agar Nabi SAW
menyaksikannya atas pemberian tertentu, ia mengutamakan pemberian itu untuk
sebagian anak-anaknya. Maka Nabi SAW bertanya kepadanya:
"Apakah semua anak-anakmu kamu beri mereka itu seperti ini?" Basyir
berkata, "tidak!," Nabi bersabda, "Mintalah saksi selain aku
untuk demikian itu, sesungguhnya aku tidak memberikan kesaksian terhadap suatu
penyelewengan." (HR. Muslim)
Islam memerintahkan kepada kita agar kita berlaku adil kepada semua
manusia. yaitu keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dicintai, dan
keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dibenci. Sehingga perasaan cinta
itu tidak bersekongkol dengan kebathilan, dan perasaan benci itu tidak mencegah
dia dari berbuat adil (insaf) dan memberikan kebenaran kepada yang berhak. Allah
SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapak dan kaum kerabatmu ." (An-Nisa':
135)
Allah SWT memerintahkan kepada kita agar berlaku adil, sekalipun terhadap
kaum yang kita musuhi, sebagaimana dalam firman-Nya:
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa,
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan." (Al Maidah: 8)
Betapa banyak sejarah politik dan hukum dalam Islam yang menggambarkan
keadilan kaum Muslimin terhadap orang-orang Muslimin dan keadilan para da'i
terhadap rakyat.
Islam memerintahkan kepada kita untuk berlaku adil dalam perkataan kita,
sehingga saat kita marah tidak boleh keluar dari berkata benar, dan di saat
kita senang tidak boleh mendorong kita untuk berbicara yang tidak benar, Allah
SWT berfirman:
"Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil,
kendatipun dia adalah (kerabat (mu)É" (Al
An'am: 152)
Islam juga memerintahkan kepada kita untuk bersikap adil dalam memberikan
kesaksian, maka seseorang tidak boleh memberi kesaksian kecuali dengan sesuatu
yang ia ketahui, tidak boleh menambah dan tidak boleh mengurangi, tidak boleh
merubah dan tidak boleh mengganti, Allah SWT berfirman:
"Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu
dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah ..." (Ath Thalaq: 2)
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah." (Al
Maidah: 8)
Islam juga memerintahkan untuk bersikap adil dalam hukum, sebagaimana
firman Allah SWT:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh) kamu apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil ..."
(An-Nisa': 58)
Banyak hadits yang menjelaskan tentang keutamaan "Imam dan Adil,"
dia adalah termasuk tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari
tidak ada naungan selain naungan-Nya. Dia juga termasuk tiga orang yang doanya
tidak ditolak.
Selain lslam memerintahkan untuk berlaku adil dan mendorong ke arah sana,
Islam juga mengharamkan kezhaliman dengan keras dan memberantasnya dengan kuat,
baik kedhaliman terhadap diri sendiri apalagi terhadap orang lain. Terutama
kezhaliman orang-orang yang kuat terhadap orang yang lemah, kezhaliman
orang-orang kaya terhadap yang miskin dan kezhaliman pemerintah terhadap
rakyatnya. Semakin manusia itu lemah, maka menzhaliminya semakin besar pula
dosanya. Rasulullah SAW pernah memberikan wasiat kepada Mu'adz:
"Hati-hatilah terhadap doa orang yang dianiaya, karena tidak ada hijab
(halangan) antara doa itu dengan Allah." (HR. Muttafaqun'Alaih)
Rasulullah SAW juga bersabda:
"Doa orang yang dianiaya itu akan diangkat oleh Allah ke atas awan,
dan dibuka untuknya pintu-pintu langit, kemudian Allah berfirman, "Demi
kemuliaan-Ku, sungguh akan Aku tolong kamu walaupun setelah beberapa
saat." (HR. Ahmad dan Tarmidzi)
Di antara jelasnya bentuk keadilan adalah sebagaimana yang ditegaskan
Islam. yang dalam istilah sekarang disebut "Keadilan Sosial" yang
berarti keadilan dalam membagi kekayaan (negara). Dan membuka berbagai
kesempatan yang memadai untuk anak-anak ummat Islam, ummat yang satu, dan
memberi kepada orang-orang yang bekerja buah amalnya (upahnya) dari jerih payah
mereka, tanpa dicuri oleh orang-orang yang berkemampuan dan orang-orang yang
mempunyai pengaruh. Mendekatkan sisi- sisi perbedaan yang nampak antara
individu dan golongan, antara golongan yang satu dengan yang lain, dengan
memberikan batas dari monopoli orang-orang kaya di satu sisi dan berusaha untuk
meningkatkan pendapatan orang-orang fakir di sisi lain.
Ini semua jauh-jauh telah diperhatikan oleh Islam, sehingga Al Qur'an
ketika diturunkan di Mekkah pun tidak melupakan permasalahan tersebut, bahkan
memberikan perhatiannya yang sangat dalam lingkup yang luas.
Maka barangsiapa yang tidak memberi makan kepada orang-orang miskin, ia
termasuk ahli Neraka Saqar. Allah SWT berfirman:
"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (Neraka)? Mereka menjawab,
"Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan tidak
(pula) memberi makan orang miskin." (Al
Muddatstsir: 42-44)
Tidak cukup juga kamu hanya memberi makan orang miskin, tetapi kamu juga
harus ikut mendakwahkan kepada orang lain untuk memberi makan orang miskin dan
menyerukan kepada orang lain untuk memperhatikan kepentingan dan keperluan
mereka. Allah SWT berfirman:
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang
menghardik anak yahm, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." (Al Maa'un: 1-3)
Al Qur'an mengumpulkan sikap orang yang menelantarkan orang miskin bersama
kekufuran kepada Allah, yang menjadikan wajibnya seseorang untuk memperoleh
adzab yang pedih dan masuk ke neraka Jahim, sebagaimana firman Allah SWT:
"(Allah berfirman), "Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke
lehernya, kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian
belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya
dahulu dia tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia tidak
mendorong untuk memberi makan orang miskin." (Al
Haqqah: 30-34)
Masyarakat jahiliyah itu tercela dan dimurkai oleh Allah karena mereka
menelantarkan orang-orang lemah dan hanya mementingkan orang-orang yang kuat
untuk memakan harta waris dan mencintai harta mereka.
"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak
yatim dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu
memakan harta warisan dengan cara mencampuradukkan (yang halal dan yang
bathil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan."
(Al Fajr: 17-20)
Islam telah memperhatikan masyarakat lemah. Sebagai realisasinya Islam
menentukan hukum dan sarana untuk menyediakan kerja yang sesuai bagi setiap
orang yang tidak mendapatkan kerja, gaji (upah) yang adil untuk setiap pekerja
(karyawan), makanan yang cukup untuk setiap yang kelaparan, pengobatan yang
cukup untuk setiap orang yang sakit, pakaian yang pantas untuk setiap yang
telanjang dan mencukupi secara penuh untuk setiap yang membutuhkan, seperti
makanan pakaian dan tempat tinggal serta segala sesuatu yang harus dipenuhi,
sesuai kondisinya, tanpa berlebihan dan tanpa mengurangi. Islam memperhatikan
orangorang yang berada di bawah tanggung jawabnya. Inilah definisi Imam Nawawi
dalam kitabnya "Al Majmu."
Untuk memenuhi kebutuhan di atas maka Islam mewajibkan hak-hak harta di
dalam harta orang-orang kaya yang mana awal dan akhirnya adalah zakat sebagai
rukun Islam yang ketiga, yang harus dilaksanakan oleh seorang Muslim dengan
penuh ketaatan dan keikhlasan. Jika ia menolak maka harus diambil secara paksa.
Dan kalau ada kelompok kuat yang membelanya maka harus diperangi dengan pedang.
Zakat itu diambil dari orang-orang kaya untuk diberikan kepada orang-orang
fakir, dengan demikian maka dari ummat untuk ummat.
Menurut pendapat yang arjah (lebih unggul) bahwa orang fakir itu diberi
zakat untuk mencukupi kebutuhan selama hidup. Dalam batas yang umum selama
hasil zakat itu memungkinkan, dengan demikian pada tahun mendatang ia akan
menjadi pemberi, bukan pemungut, ia berada di atas bukan lagi di bawah.
Telah disusun beberapa buku tentang masalah ini yang telah sepantasnya
untuk ditelaah12), dan di
dalam kitab kami yang berfudul "Ash-Shahwah Al lslamiyah wa humumul wathan
Al 'Arabi wal lslami" terdapat garis-garis besar yang ditekankan pada
pembahasan pilar-pilar keadilan sosial dalam Islam, sangat baik jika anda
jadikan sebagai referensi.
Post a Comment