BEBERAPA RENUNGAN TENTANG FIQIH HADITS
BEBERAPA RENUNGAN TENTANG FIQIH HADITS
Dalam suasana itu
ketika seni menggambar sudah ada sejak masa kenabian, terdapat sebagian
hadits-hadits yang mengharamkan. Tidak heran jika hadits-hadits itu bersikap
keras dalam masalah tersebut, meskipun kekerasan di dalam membuat gambar itu
lebih banyak daripada kekerasan mengambilnya, karena sebagian gambar yang
diharamkan untuk membuatnya diperbolehkan untuk menggunakannya. Dalam hal ini
untuk penggunaan yang sepele, seperti untuk gorden, bantal dan lainnya sebagaimana
yang kita baca dalam haditsnya 'Aisyah.
Dan di antara hadits
yang diriwayatkan mengenai larangan menggambar adalah hadits yang diriwayatkan
oleh Shahihain dari Ibnu Abbas, marfu', "Setiap pelukis itu di neraka,
yang akan menjadikan nyawa untuk setiap gambar yang ia buat, lalu akan
menyiksanya di neraka Jahanam."
Di dalam riwayat Imam
Bukhari dari Sa'id bin Abil Hasan ia
berkata, "Aku pernah berada di sisi Ibnu Abbas ra, tiba-tiba datang
kepadanya seorang laki-laki maka orang itu berkata, "Wahai Ibnu Abbas,
sesungguhnya aku ini adalah seseorang yang sumber ma'isyah saya dan kerajinan
tanganku, dan sesungguhnya aku tukang membuat lukisan-lukisan ini." Maka
Ibnu Abbas berkata, "Saya tidak akan berbicara denganmu kecuali dengan apa
yang pernah saya dengar dari Rasulullah SAW beliau bersabda. "Barangsiapa
melukis suatu gambar, sesungguhnya Allah akan menyiksanya, sehingga akan
diberikan nyawa padanya, sementara dia tidak bisa meniupkan ruh ke dalamnya
selama-lamanya. Maka orang itu kemudian merasa sakit hati. Berkata Ibnu Abbas,
"Celaka kamu, jika kamu tetap tidak mau kecuali harus membuat juga, maka
buatlah gambar pohon, dan segala sesuatu yang tidak bernyawa."
Imam Muslim
meriwayatkan dari Hayyan bin Hushain, ia berkata, "Berkata kepadaku Ali
bin Abi Thalib RA, "Saya akan menyampaikan sesuatu kepadamu sebagaimana
Rasulullah SAW telah menyampaikan sesuatu padaku, yaitu hendaklah kamu tidak
membiarkan gambar kecuali kamu menghapusnya. dan tidak membiarkan kuburan yang
ditinggikan kecuali kamu ratakan."
Imam Muslim juga
meriwayatkan dari 'Aisyah ra, ia berkata, Jibril pernah berjanji kepada
Rasulullah SAW bahwa ia akan datang pada suatu saat yang ditentukan. Maka
tibalah saat yang ditentukan itu, tetapi Jibril belum juga tiba. Saat itu Nabi
memegang tongkat, maka tongkat itu dilemparkan oleh Nabi dari tangannya, seraya
berkata, "Allah dan para utusan-Nya tidak akan mengingkari janji,"
kemudian Nabi berpaling, ternyata ada anak anjing di bawah tempat tidur, maka
Nabi berkata, "Wahai 'Aisyah, kapan anjing ini masuk?" Aisyah
berkata, "Demi Allah saya tidak tahu, maka Nabi memerintah untuk
mengeluarkan anak anjing itu, sehingga datanglah Jibril. Maka Rasulullah SAW
berkata, "Engkau telah berjanji kepadaku, maka aku duduk menunggumu,
tetapi kamu tidak kunjung datang!" Jibril berkata, "Telah mencegahku
anjing yang ada di rumahmu, sesungguhnya kami tidak akan masuk rumah yang di
dalamnya ada anjing dan gambar (patung)" (HR. Muslim)
Dengan demikian maka
kita mengetahui sesungguhnya ada sejumlah hadits yang membahas tentang
menggambar dan gambarnya. Bahkan sedikit, sebagaimana anggapan sebagian ulama
yang menulis tentang demikian itu, sungguh telah diriwayatkan oleh sejumlah
para sahabat, di antaranya adalah Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, 'Aisyah,
Ali, Abu Hurairah yang kesemuanya adalah shahih.
Telah terjadi ikhtilaf
(beda pendapat) di kalangan fuqaha' mengenai masalah menggambar ini berdasarkan
hadits-hadits tersebut, dan yang paling keras adalah Imam Nawawi yang telah
mengharamkan setiap gambar yang bernyawa, baik manusia atau binatang, baik yang
berbentuk atau tidak, baik dijadikan sebagai profesi atau tidak. Tetapi beliau
memperbolehkan gambar yang dijadikan sebagai profesi untuk dipergunakan,
meskipun pekerjaan menggambarnya tetap haram, seperti orang yang menggambar di
gorden, bantal atau yang lainnya.
Akan tetapi para
fuqaha' salaf sebagian ada yang mengatakan bahwa pengharaman itu khusus untuk
gambar yang berbentuk, yang ada bayangannya, inilah yang dinamakan patung,
karena ini mirip dengan berhala-berhala. Dan ini pula yang dianggap mengungguli
ciptaan Allah SWT, karena makhluk yang dicipta oleh Allah itu berbentuk. Allah
SWT berfirman,
"Dialah yang
membentuk (memberi rupa) kamu di dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya."
(Ali Imran: 6)
Pendapat ini sebagaimana
disebutkan oleh Imam Khaththabi, kecuali yang berlebihan, seperti gambar-gambar
yang diperjualbelikan berjuta-juta dan lain sebagainya.
Dikecualikan dari
gambar yang berbentuk adalah mainan anak-anak seperti boneka yang berbentuk
orang, kucing, anjing atau kera, karena itu tidak dimaksudkan untuk diagungkan,
dan anak-anak biasanya bermain-main dengan itu.
Dasar dari hal itu
adalah hadits 'Aisyah ra, bahwa ia pernah bermain-main dengan boneka
teman-temannya, dan Nabi merasa gembira dengan kedatangan mereka.
Termasuk yang
dikecualikan adalah patung-patungan atau gambar yang dibuat dari manisan atau
permen dan diperjualbelikan pada musim-musim tertentu, kemudian setelah itu
dimakan.
Termasuk juga yang
dikecualikan adalah patung-patung yang sudah dirusak bentuknya seperti dipotong
kepalanya, sebagaimana tersebut di dalam hadits Jibril as, ia berkata kepada
Rasulullah SAW "Perintahkan agar kepala patung itu dipenggal sehingga
seperti bentuk pohon"
Adapun patung-patung
setengah badan yang dipasang di alun-alun atau di tempat lainnya yaitu patung
raja-raja dan para pemimpin, itu tidak keluar dari lingkup larangan, karena
masih tetap diagungkan.
Cara Islam di dalam
mengabadikan sejarah para pembesar dan para pahlawan itu berbeda dengan cara
Barat. Islam mengabadikan mereka dengan penyebutan yang baik, dan sirah
(perjalanan hidup) yang baik yang di sampaikan oleh generasi masa lalu kepada
generasi kini untuk dijadikan sebagai teladan dan uswah. Dengan demikian para
Nabi, sahabat, Imam, pahlawan dan orang-orang rabbani disebut-sebut oleh lesan
kita, meskipun tidak di gambar atau dijadikan patung kemudian di pasang di
jalan-jalan.
Karena berapa banyak
patung-patung yang tidak dikenal oleh manusia, siapakah sebenarnya tokoh yang
dipatungkan itu. Seperti contohnya patung "Ladzu Ghali" di jantung
Kairo Mesir. Dan berapa banyak patung-patung yang dilewati oleh manusia tetapi
justru dilaknat oleh manusia itu sendiri.
GAMBAR FOTOGRAFI
<< Kembali ke Daftar Isi
>>
Tidak diragukan lagi,
bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan menggambar dan melukis yang dilarang
adalah tertuju pada gambargambar yang dipahat atau dilukis, sebagaimana yang
telah kami terangkan.
Adapun fotografi yang
diambil dengan kamera, itu termasuk barang baru yang di masa Rasulullah SAW
belum ada, juga di masa salafus shalih. Apakah itu juga termasuk larangan yang
dimuat dalam hadits-hadits tersebut di atas?
Bagi para ulama yang
mengharuskan larangan itu pada patung-patung yang berbentuk, maka ini tidak
termasuk yang diharamkan, terutama yang tidak utuh sempurna (satu badan).
Adapun pendapat ulama
lainnya, apakah fotografi itu disamakan dengan lukisan ataukah tidak--karena
alasan untuk mengungguli ciptaan Allah--di sini tidak ada, sebagaimana yang
dikatakan oleh ahli ushul.
Sesungguhnya pendapat
yang jelas dalam hal ini adalah apa yang difatwakan oleh Syaikh Muhammad Bakhit
(Mufti Mesir) dalam risalahnya "Al Jawaabusy-Syafi fi lbaahatit-Tashwir Al
Futugrafi." Bahwa sesungguhnya fotografi itu adalah pengambilan gambar
yang sudah ada. Dia tidak termasuk membuat gambar yang dilarang, karena yang
dilarang adalah membuat gambar yang semula belum ada atau belum dibuat
sebelumnya untuk mengungguli ciptan Allah SWT. Hal ini tidak ada pada
pengambilan gambar dengan alat kamera."
Ini sebagaimana telah
menjadi ketetapan suatu hukum, bahwa esensi gambar itu mempunyai pengaruh di
dalam menentukan hukum haram dan tidaknya. Dan tidak ada seorang Muslim pun
yang tidak setuju haramnya gambar yang esensinya bertentangan dengan masalah
aqidah atau syari'at dan akhlaq. Seperti gambar-gambar wanita telanjang atau
setengah telanjang, menampakkan bagian-bagian tubuh wanita yang merangsang,
melukis dan menggambarnya di berbagai tempat yang merangsang syahwat dan
membangkitkan keinginan terhadap dunia, sebagaimana yang kita lihat di
majalah-majalah, surat-surat kabar dan gedung-gedung film. Semua itu tidak
diragukan keharamannya dan keharaman menggambarnya, keharaman mengedarkan
gambar-gambar tersebut, keharaman memasangnya di rumah-rumah, kantor-kantor,
majalah-majalah, dan dinding, serta keharaman melihat gambar tersebut.
Termasuk foto yang
diharamkan adalah foto-foto atau gambar orang-orang kafir, orang-orang zhalim
dan orang-orang fasik, dan wajib bagi seorang Muslim untuk memusuhi mereka dan
membenci mereka karena Allah. Maka tidak halal bagi seorang Muslim untuk
menggambar atau mengambil gambar seorang pemimpin yang mengingkari wujudnya
Allah atau orang musyrik yang menyekutukan Allah. Atau orang Yahudi atau
Nasrani yang mengingkari kenabian Muhammad SAW. Atau orang-orang yang mengaku
Islam tetapi tidak berhukum pada apa yang diturunkan Allah. Atau orang yang
menyebarkan kemaksiatan dan kerusakan di masyarakat.
Termasuk juga
gambar-gambar yang melambangkan
kekafiran seperti simbol-simbol, berhala-berhala dan lain-lainnya.
KESIMPULAN HUKUM TENTANG GAMBAR (LUKISAN) DAN PARA
PELUKISNYA
<< Kembali ke Daftar Isi
>>
Di sini bisa kita simpulkan mengenai hukum lukisan dan para pelukisnya
secara ringkas sebagai berikut:
A. Jenis lukisan
(gambar) yang paling berat dosanya adalah gambar sesuatu yang disembah selain
Allah. Ini menjadikan pelukisnya (pemahatnya) menjadi kafir
apabila dia mengetahui tujuannya. Dalam hal ini gambar yang berbentuk itu lebih
berat lagi dosanya dan pengingkaran kita terhadap-Nya. Juga setiap orang yang
menyebarkan gambar itu atau mengagungkannya dengan cara apa pun, maka ia masuk
ke dalam dosa itu sejauh keikutsertaannya.
B. Tingkat yang kedua dalam besarnya dosa adalah orang yang menggambar
sesuatu yang tidak untuk disembah, tetapi dimaksudkan untuk mengungguli ciptaan
Allah SWT. Ini mendekati kekufuran dan dia berkait erat dengan niat orang yang
menggambar.
C. Satu tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang berbentuk yang
tidak disembah, tetapi diagungkan. Seperti gambar raja-raja, para pemimpin dan
selain mereka dari tokoh-tokoh yang diabadikan dengan patung dan dipasang di
lapangan dan tempat-tempat lainnya. Di sini sama antara yang utuh satu badan
atau setengah badan.
D. Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang berbentuk untuk
setiap yang bernyawa, yang tidak disucikan dan diagungkan. Ini disepakati
haramnya, kecuali mainan anak-anak atau yang dipakai untuk permen.
E. Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang tidak berbentuk,
berupa lukisan-lukisan yang diagungkan. Seperti lukisan para pengusaha,
pemimpin dan lainnya, terutama yang ditempel atau digantung. Semakin kuat
haramnya apabila mereka itu adalah orang-orang zhalim, fasik dan kafir, karena
mengagungkan mereka berarti merobohkan Islam.
F. Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang tidak berbentuk,
mempunyai nyawa yang tidak diagungkan, tetapi sekedar untuk kemewahan. Seperti
hiasan dinding, ini hukumnya makruh.
G. Adapun gambar-gambar yang tidak bernyawa seperti pohon, kurma, lautan,
kapal, gunung-gunung, awan dan sejenisnya dari pemandangan alam maka tidak
berdosa bagi orang yang menggambarnya atau memasangnya, selama tidak mengganggu
ketaatan atau tidak untuk kemewahan yang dimakruhkan.
H. Adapun fotografi, pada dasarnya boleh, selama foto itu tidak diharamkan.
Kecuali kalau sampai mengkultuskan seseorang, terutama dari orang-orang kafir
atau fasik, Komunis dan para artis yang melecehkan nilai-nilai ajaran Islam.
I. Terakhir, sesungguhnya patung-patung dan lukisan-lukisan yang diharamkan
atau dimakruhkan, apabila diubah bentuknya atau dihinakan, maka berubah dari
lingkup haram dan makruh ke lingkup halal. Seperti gambar-gambar di kain keset
yang diinjak-injak oleh kaki dan sandal.
BEBERAPA MODEL PENAKWILAN
<<
Kembali ke Daftar Isi >>
Di antara para ulama, ada sebagian yang mencoba menakwilkan hadits-hadits
shahih tentang haramnya gambar dan mengambilnya agar mereka bisa mengatakan itu
semua diperbolehkan, sampai yang berbentuk sekalipun.
Sebagaimana yang diceritakan oleh Abu 'Ali Al Farisi di dalam tafsirnya,
dari orang yang memahami bahwa kata-kata "Al Mushawwirin" dalam hadits
tersebut maksudnya adalah orang-orang yang membuat gambar yang berbentuk, yang
menyerupai ciptaan Allah SWT. Ini dikemukakan oleh Abu Ali Al Farisi di dalam
kitabnya Al Hujjah. Pendapat ini berlebihan dan tidak kuat.
Sebagaimana juga orang yang menyandarkan kepada apa yang diperbolehkan bagi
Sulaiman AS, yang disebutkan dari dalam Al Qur'an sebagai berikut,
"Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dan
gedung-gedung yang tinggi, dan patung-patung. . ." (Saba':
1 3)
Mereka yang berpendapat
demikian ini tidak menyertakan nasakhnya dalam syari'at kita bahwa dia telah
dimansukh (dihapus). Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Ja'far An-Nahhas, dan
setelah itu diceritakan juga oleh Makky dalam tafsirnya "Al Hidayah ila
Bulughin-Nihaayah."
Seperti juga orang
(ulama) yang memahami larangan di sini sekedar makruh, dan sesungguhnya
kekerasan hukum itu teriadi ketika manusia masih dekat dengan masa jahiliyah,
padahal sekarang kondisinya telah berubah.
Pendapat ini bathil,
karena saat ini masih banyak orang yang beragama Watsani, bahkan berjuta-juta
jumlahnya. Memang pendapat ini pernah dikatakan oleh ulama sebelum mereka,
tetapi dicounter oleh Imam Ibnu Daqiq Al 'Id, bahwa pendapat ini tidak benar
karena dia menghilangkan alasan yang dikemukakan oleh syari' (hadits), yaitu
mereka telah mengungguli ciptaan Allah SWT. Ibnu Daqiq mengatakan, "Alasan
ini berlaku secara terus-menerus secara umum, tidak dibatasi oleh masa, dan
bukan wewenang kita untuk mengalihkan makna nash-nash yang jelas dengan makna yang
bersifat khayalan." 27)
Yang jelas bahwa
pendapat ini tidak bisa memberi kepuasan kepada akal seorang Muslim, selain itu
tidak sesuai dengan peradaban Islam dan kehidupan yang Islami, meskipun hal itu
dilakukan oleh sebagian manusia di sebagian negara, sebagaimana yang kita lihat
di Istana Merah di Granada, Andalusia (Spanyol).
ALTERNATIF UMUM BAGI PERADABAN ISLAM
<<
Kembali ke Daftar Isi >>
Akan tetapi budaya
Islam tidak menghendaki adanya gambar-gambar manusia dan binatang, terutama
yang berbentuk dan telanjang. Yang dikehendaki adalah yang selain itu (yang
tidak bernyawa) dan sesuai dengan aqidah tauhid, bukan yang berbentuk dan
identik dengan patung-patung yang disembah, dengan segala macamnya dan
tingkatannya.
Dari sinilah maka seni
Islam itu beralih kepada bentuk lain yang juga sangat indah dan menarik,
seperti yang nampak pada lukisan-lukisan kaligrafi dan hiasan-hiasan yang
dibuat oleh seniman Muslim. Sebagaimana terlihat di masjid-masjid, mushaf,
gedung-gedung, rumah-rumah dan tempat lainnya di dinding, atap, pintu dan
jendela. Bahkan kadang-kadang di lantai dan pada alat-alat perkakas rumah
tangga, sprei, sarung bantal, pakaian dan gagang pedang. Dengan menggunakan
bahan-bahan dari batu, marmer, kayu, semen, kulit, kaca, kertas, besi, tembaga
dan bahan tambang lainnya, yang
beraneka ragam.
Termasuk lukisan/hiasan
yang menarik adalah kaligrafi Arab dengan berbagai model, tsuluts, naskh,
riq'ah, farisi, diwani, kufi dan lainnya. Kaligrafi itu ditulis oleh para
khathath (ahli khat) yang ahli, sehingga terlihat sangat indah dan menarik.
Seni kaligrafi dan
hiasan itu banyak dipergunakan untuk penulisan mushaf Al Qur'an dan ornamen di
masJid-masjid, sebagaimana yang masih bisa kita lihat di Masjid Nabawi, Masjid
Qubbatus-Sakhrah (Palestina) Masjid Jami' Al Umawi di Damascus Syiria, Masjid
Sultan Ahmad dan Maslid As-Sulaimaniyah di Istanbul Turki, Masjid Sultan Hasan dan Jami' Muhammad Ali di Kairo dan masih
banyak lagi masjid di seluruh penjuru dunia Islam yang lainnya.
Terlihat juga seni
Islam di bangunan-bangunan megah. Ada ahli sejarah yang mengatakan,
"Sesungguhnya seni bangunan itu sebaik-baik yang menampilkan tentang seni
Islam, dan ini telah terbukti di berbagai tempat, seperti yang ada di India,
ada satu tempat yang merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang menggambarkan
keindahan arsitektur Islam, itulah "Taj Mahal."
Demikianlah,
dilarangnya melukis dan memahat (makhluk hidup) tidak menjadi penyebab
terpuruknya dunia seni Islam. Bahkan menjadikan seni Islami memiliki
ciri khas yang menarik dan keindahan tersendiri.
Post a Comment