MAKNA TEGAKNYA MASYARAKAT DI ATAS AQIDAH ISLAMI


MAKNA TEGAKNYA MASYARAKAT DI ATAS AQIDAH ISLAMI

Inilah aqidah yang tegak di atasnya masyarakat Islam. yaitu aqidah "Laa ilaaha illallah Muhammadan Rasuulullah." Makna dari ungkapan tersebut adalah bahwa masyarakat Islam benar-benar memuliakan dan menghargai aqidah itu dan berusaha untuk memperkuat aqidah tersebut di dalam akal maupun hati. Masyarakat itu juga mendidik generasi Islam untuk memiliki aqidah tersebut dan berusaha menghalau pemikiran-pemikiran yang tidak benar dan syubhat yang menyesatkan. Ia juga berupaya menampakkan (memperjelas) keutamaan-keutamaan aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan individu maupun sosial dengan (melalui) alat komunikasi yang berpengaruh dalam masyarakat, seperti masjid-masjid, sekolah-sekolah, surat-surat kabar, radio, televisi, sandiwara, bioskop dan seni dalam segala bidang, seperti puisi. prosa, kisah-kisah dan teater.
Bukanlah yang dimaksud membangun masyarakat Islam di atas dasar aqidah Islamiyah adalah dengan memaksa orang-orang non Muslim untuk meninggalkan aqidah mereka. Tidak!, karena hal ini tidak pernah terlintas dalam benak seorang Muslim terdahulu dan tidak akan terlintas di benak mereka untuk selamanya. Bukankah lslam telah mengumumkan dengan kata-kata yang jelas
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesunggahnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan sesat." (Al Baqarah: 256)
Sejarah telah membuktikan bahwa sesungguhnya masyarakat Islam pada masa-masa keemasannya adalah masyarakat yang paling toleran terhadap para penentangnya dalam aqidah. Fakta ini diperkuat oleh banyak pernyataan kesaksian orang-orang di luar islam sendiri.
Maksud dari tegaknya masyarakat, di atas aqidah Islam adalah bahwa masyarakat Islam itu bukanlah masyarakat yang terlepas dari segala ikatan, tetapi masyarakat yang komitmen dengan aqidah Islam. bukan masyarakat penyembah berhala, dan bukan masyarakat Yahudi atau Nasrani, bukan pula masyarakat liberal atau masyarakat Sosialis Marxisme, tetapi ia adalah masyarakat yang bertumpu pada aqidah tauhid atau aqidah Islam, di mana aqidah Islam itu selalu tinggi dan tidak ada yang menandingi. Islam tidak menerima jika kalian berada di masyarakat sementara kalian tidak berperan apa pun, dan tidak rela mengganti aqidah yang lain dengan aqidah Islamnya, sehingga bisa meluruskan pandangan manusia terhadap Allah, manusia, alam semesta dan kehidupan.
Bukanlah dikatakan masyarakat Islam itu masyarakat yang menyembunyikan asma"Allah" dalam arahan-arahannya, kemudian menggantinya dengan nama"Alam." Sebagai contoh terkadang kita katakan bahwa sungai-sungai adalah pemberian alam, hutan juga pemberian alam, alam itulah yang menciptakan dan yang mengembangkan segala sesuatu, bukan Allah yang menciptakan segala sesuatu, Rabb segala sesuatu dan pengatur segala sesuatu.
Sesungguhnya pandangan masyarakat Barat terhadap masalah ketuhanan dan kaitannya dengan alam semesta adalah bahwa Allah telah menciptakan alam, kemudian membiarkannya, maka tidak ada yang mengatur, tidak ada yang menguasai. Persepsi seperti ini mirip dengan persepsi yang diambil dari para filosof Yunani terhadap masalah ketuhanan, terutama Aristoteles yang tidak mengenal tuhan kecuali bagian dari dirinya, adapun pandangannya tentang alam, alam itu tidak ada yang mengatur dan tidak dikenal baik atau buruk dari tuhan. Dan yang lehih aneh dari pada itu adalah filsafat Aflathun yang tidak mengenal Tuhan sedikit pun, hingga dari dirinya.
Adapun persepsi masyarakat Islam tentang ketuhanan, maka itu tergambar dalam ayat-ayat berikut ini:
"Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebenaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Dialah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala sesuatu. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati." (Al Hadid: 14)
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mana pemahaman iman kepada Allah dan hari kemudian menjadi kendor, kemudian diganti dengan keyakinan terhadap aliran Wujudiyah, Qaumiyah atau Wathaniyah (kebangsaan atau Nasionalis), atau yang selain itu dari berhala-herhala yang disembah oleh manusia di sana sini, dari selain Allah atau bersama Allah, meskipun mereka tidak menamakan itu semua sebagai tuhan-tuhan mereka.
Bukan pula masyarakat Islam, masyarakat yang menyembunyikan nama"Muhammad" yang semestinya dianggap sebagai muwajjih yang ma'shum dan uswah yang ditaati, lalu membanggakan nama"Marx" dan"Lenin" atau yang lainnya dari para pemikir timur dan barat.
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang mengabaikan kitab Allah Al Qur'an yang semestinya menjadi sumber petunjuk. sumber perundang-undangan dan hukum, kemudian memperhatikan kitah-kilab yang lainnya dan mengkultuskannya, dan menjadikan kitab-kitab itu sebagai rujukan pemikiran, perundang-undangan dan sistem perilaku atau diambil dari kitab-kitab itu nilai dan standar kehidupan.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang Allah, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya dihina (lecehkan) sementara manusianya diam terhadap kekufuran yang nyata ini, mereka tidak mampu memberikan pengajaran kepada orang yang kafir dan murtad atau menggertak orang zindiq yang menyeleweng, sehingga orang kafir itu berani menyebarkan di berbagai media secara terang-terangan ungkapan sebagai berikut, "Sesungguhnya manusza Arab modern adalah mereka yang menyakini bahwa Allah dan agama-agama adalah sesuatuyang usang dan layak disimpan dalam museum sejarah."
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mempersilahkan aqidah lain seperti aqidah Komunis, Sosialis dan Nasionalisme ekstrim menggeser aqidah Islamiyah. Sesungguhnya merupakan suatu kesalahan jika ada seseorang mengira bahwa faham Sosialis dan yang lainnya itu bukan aqidah yang bertentangan dengan Islam, tetapi ia sekedar aliran Ekonomi atau Sosial yang mengambil cara tertentu untuk mengatur kehidupan manusia, dan tidak berkaitan langsung dengan agama sehingga dikatakan sebagai aqidah, padahal kenyataannya bahwa Sosialisme menurut pencetusnya merupakan falsafah kehidupan yang komprehensif dan aqidah yang universal yang memberi pandangan terhadap alam, sejarah, kehidupan, manusia dan Tuhan yang jelas-jelas bertentangan dengan Pandangan Islam. Oleh karena itu sebagian orang mengistilahkannya sebagai "Agama tanpa wahyu."2)
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang menjadikan masalah aqidah sebagai masalah sampingan dalam kehidupan ini, sehingga tidak dijadikan sebagai asas dari sistem pendidikan dan pengajaran, sistem pemikiran, sistem penerangan dan pengarahan' tidak pula dalam proses perubahan secara umum kecuali hanya bagian terkecil dan terbatas. Maka aqidah bukanlah pengarah dan penggerak yang pertama, dan bukan pula pengaruh yang pertama dalam kehidupan individu, keluarga maupun kemasyarakatan, akan tetapi aqidah dijadikan nomor dua dan ditempatkan di belakang, itupun kalau memang masih ada tempat.
Aqidah dalam kehidupan masyarakat Islam pertama yang telah dibina oleh Rasulullah SAW dan diwarisi oleh para sahabat dan tabi'in adalah merupakan motivasi, pengarah dan hal pertama yang mewarnai dalam kehidupan mereka, dan akhirnya dia menjadi ikatan pemersatu.
Aqidah merupakan sumber persepsi dan pemikiran. Aqidah juga merupakan asas keterikatan dan persatuan, asas hukum dan syari'at, sebagai motor penggerak dalam berharakah, ia juga merupakan sumber keutamaan dan akhlaq. Aqidah itulah yang telah mencetak para pahlawan (pejuang) di medan jihad dan untuk mencari syahid serta menempa setiap jiwa untuk berkurban dan itsar.
Demikianlah aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Islam yang pertama dan demikianlah hendaknya pengaruh aqidah dalam setiap masyarakat yang menginginkan menjadi masyarakat Islam, saat ini dan di masa yang akan datang.
Sesungguhnya aqidah Islamiyah dengan segala rukun dan karakteristiknya adalah merupakan dasar yang kokoh untuk membangun masyarakat yang kuat, karena itu bangunan yang tidak tegak di atas aqidah Islamiyah maka sama dengan membangun di atas pasir yang mudah runtuh.
Lebih buruk dari itu apabila bangunan yang mengaku Islam, ternyata berdiri di atas fondasi selain aqidah Islam, meskipun telah ditulis di papan nama dengan nama Islam, maka sesungguhnya itu merupakan pemalsuan di dalam materi dasar bangunan yang tidak menutup kemungkinan bangunan itu akan berakibat ambruk seluruhnya dan menimpa orangorang yang ada di dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridlaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim." (At-Taubah: 109)
Sungguh kita telah melihat masyarakat Komunis pada masa-masa kejayaannya dan ketika berkuasa, mereka telah menjadikan aqidah Marxisme dan falsafahnya yang materialisme dalam undang-undang mereka secara terang-terangan. Mereka telah menyatakan bahwa tidak ada tuhan dan kehidupan adalah materi dalam aturan undang-undang mereka, dalam pendidikan dan pengajaran mereka dalam kebudayaan dan pers mereka, dan dalam seluruh sistem, lembaga dan sikap kebijakan politik mereka.
Inilah perhatian setiap masyarakat yang berideologi, maka sudah semestinya jika masyarakat Islam menjadi cermin yang akan memproyeksikan aqidah dan keimanannya serta pandangannya terhadap alam, manusia dan kehidupan dan pandangannya terhadap Sang pencipta yang memberikan kehidupan.
2) Lihat Kitab saya 'Min Ajli Shahwatin Islamiyah'

 


MASYARAKAT ISLAM DALAM MENGHADAPI BAHAYA KEMURTADAN
<< Kembali ke Daftar Isi >>

Bahaya besar yang dihadapi oleh masyarakat Islam adalah ancaman terhadap aqidahnya, oleh karena itu murtad dari agama atau kufur setelah beriman merupakan bahaya terbesar bagi masyarakai Islami. Dan ini pula yang selalu diupayakan oleh musuh-musuh Islam untuk kemudian dapat mengacaukan barisan kaum Muslimin dengan kekuatan dan persenjataan serta berbagai bentuk makar dan tipu daya yang lain. Allah SWT berfirman:
"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat, mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup" (Al Baqarah: 217)
Dewasa ini masyarakat Islam menghadapi serangan-serangan yang keras dan serbuan-serbuan yang gencar yang bertujuan untuk mencabut nilai-nilai Islam dari akarnya. Di antaranya ini dilakukan melalui serangar missionaris kristen yang bekerja sama dengan imprealis barat. Mereka terus melakukan aktifitasnya di dunia Islam terutama di wilayah minoritas Muslim yang bertujuan untuk mengkristenkan kaum Muslimin di dunia Sebagaimana diumumkan dalam muktamar "Colorado" pada tahun 1978 yang membahas tidak kurang dari empat puluh agenda seputar Islam dan kaum Muslimin berikut strategi untuk menyebarkan agama nasrani di kalangan kaum Muslimin dengan dana seribu juta dolar. Selain itu telah didirikan lembaga "Zwemmer" untuk mencetak para spesialis dalam hal mengkristenkan kaum Muslimin.
Serangan juga dilakukan oleh kaum Komunis yang telah menjelajah negara-negara Islam secara keseluruhan, baik di Asia, Afrika maupun di Eropa. Mereka bekerja dengan segenap kemampuan untuk memadamkan Islam dan mengusirnya dari kehidupan ini secara total, kemudian mendidik generasi-generasi yang tidak lagi memahami Islam baik banyak atau sedikit.
Serangan lain juga dilakukan oleh kelompok sekuler anti agama yang secara terus menerus melakukan aktivitasnya sampai saat ini di tengah-tengah kehidupan kaum Muslimin. Kadang-kadang mereka bergerak secara terang-terangan dan kadang-kadang secara sembunyi. Mereka ingin menghilangkan ajaran Islam yang sebenarnya kemudian mengganti dengan Islam yang penuh khurafat, barangkali inilah yang merupakan serangan paling buruk dan paling berbahaya.
Kewajiban masyarakat Islam agar tetap bisa terpelihara keberadaan mereka' adalah berupaya memerangi kemurtadan dari mana saja sumbernya dan dalam bentuk apa pun. Masyarakat Islam hendaknya tidak memberi kesempatan kepada mereka sehingga tidak sampai menyebar/menjalar seperti menjalarnya api di daun-daun yang kering.
Itulah yang pernah dilakukan oleh Abu Bakar RA dan para sahabat yang lainnya, ketika memerangi orang-orang yang murtad, pengikut nabi-nabi palsu, yaitu Musailamah, Sajjah, Al Asady dan A1 'Anasy, hampir saja mereka melepaskan Islam dari ayunannya.
Merupakan suatu bahaya besar jika masyarakat Islam diuji dengan munculnya orang-orang yang murtad dan keluar dari agama. Kemurtadan menjadi menyebar luas, sementara kita tidak mendapatkan orang dapat menghadapi dan memberantasnya. Inilah yang diungkapkan oleh salah seorang ulama tentang kemurtadan yang ada saat ini dengan ungkapan: "Suatu kemurtadan yang tidak ada Abu Bakar di dalamnya."
Kita harus memberantas kemurtadan secara individu dan membatasinya' sehingga tidak menjalar baranya menjadi kemurtadan secara kolektif yang terstruktur' karena api unggun itu berasal dari api yang kecil.
Karena itulah para Fuqaha, bersepakat untuk memberikan hukuman pada orang yang murtad, meskipun mereka berbeda pendapat tentang batasan hukumannya. Adapun jumhur berpendapat mereka harus dibunuh, dan inilah pendapatnya madzahib empat, bahkan delapan imam.
Selain itu ada beberapa hadits shahih dari sejumlah sahabat, antara lain dari Ibnu Abbas, Abu Musa, Mu'adz, Ali. Utsman, Ibnu Mastud, Aisyah, Anas, Abu Hurairah, dan Mubawiyah bin Haidah RA.
Dalam haditsnya Ibnu Abbas RA dikatakan:
"Barangsiapa menukar mengganti agamanya maka bunuhlah ia." (HR. Al Jamaah kecuali Muslim)
Dalam haditsnya Ibnu Mas'ud dikatakan:
"Tidak halal darah seorang Muslim yang bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah, kecuali (halal) dengan salah satu dari tiga: jiwa manusia dibalas dengan jiwa pula, duda yang bezina, orang yang meninggalkan agamanya dan orang yang berpisah dari jama 'ah." (HR. Al Jamaah)
Dalam riwayat lain disebutkan sebagai berikut:
"Seseorang yang kafir setelah Islam, atau berzina setelah menikah, atau membunuh jiwa yang tidak bersalah." (HR. Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah)
Al 'Allamah Ibnu Rajab mengatakan: Hukuman bunuh untuk keseluruhan dari tiga hal tersebut itu telah menjadi konsensus kaum Muslimin.3)  
Sahabat Ali RA pernah melaksanakan hukuman murtad kepada suatu kaum yang mengakui ketuhanannya, maka beliau membakar mereka dengan api. Yakni setelah mereka diperintah untuk bertaubat, tetapi mereka menolak, maka Ali RA melemparkan mereka ke dalam api.
Ibnu Abbas RA dalam hadits lain menolak hukum tersebut:
"Janganlah kamu sekalian menyiksa (menghukum) dengan siksa Allah (yaitu membakar)" dan Ibnu Abbas berpendapat bakwa yang wajib mereka itu dibunuh, bukan dibakar, maka khilaf (perselisihan) Ibnu Abbas di sini adalah dalam wasilah (sarana) bukan masalah mabda' (prinsip)."
Demikian juga Abu Musa dan Mu'adz pernah melaksanakan hukuman dengan membunuh terhadap orang Yahudi di Yaman yang Islam kemudian murtad, Mu'adz mengatakan, "Ini adalah hukuman Allah dan Rasul-Nya." (Muttafaqun 'Alaih).
Abdur Razzaq pernah meriwayatkan bahwa sesungguhnya Ibnu Mas'ud pernah menangkap suatu kaum yang murtad dari Islam yaitu dari penduduk Iraq' maka Ibnu Mas'ud berkirim surat kepada Umar untuk memberi tahu tentang mereka' dan Umar membalas suratnya dengan mengatakan:
"Tawarkan kepada mereka agama yang haq (benar) dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, apabila mereka menerimanya maka lepaskanlah. Tetapi jika mereka tidak mau menerima maka bunuhlah mereka."Akhirnya sebagian dan mereka ada yang menerima, lalu dilepaskan, tetapi sebagian yang lainnnya tidak menerima, lalu dibunuh." (HR.Abdur Razzaq dalam kitab Mushannifnya)
Diriwayatkan dari Abi Amr Asy-Syaibani bahwa sesungguhnya Mustaurid Al 'Ajli telah masuk agama Nasrani setelah ia Islam, maka 'Utbah bin Firqid mengirimkannya kepada Ali, lalu Ali RA meminta kepadanya agar bertaubat, tetapi ia menolak maka Ali RA membunuhnya (diriwayatkan oleh Abdur Razzaq).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa Nabi SAW pernah menerima taubatnya sekelompok dari orang-orang yang murtad dan memerintahkan untuk membunuh sekelompok lainnya. Disebabkan kemurtadan mereka akan membawa bahaya untuk Islam dan kaum Muslimin. Seperti perintah beliau untuk membunuh Miqyas bin Khababah pada peristiwa Fathu Makkah ketika ia murtad dan membunuh seorang Muslim serta mengambil hartanya dan ia tidak mau bertaubat."abi juga memerintahkan untuk membunuh kaum 'Uraniyyiin ketika mereka murtad dan berbuat kejahatan. Demikian juga Nabi SAW memerintahkan untuk membunuh Ibnu Khaththal ketika ia murtad dan mencaci maki serta membunuh seorang Muslim, dan memerintahkan untuk membunuh Abi Sarah ketika ia murtad dan mencaci maki Nabi serta membuat kebohongan. Ibnu Taimiyah memisahkan antara dua jenis: bahwa kemurtadan yang murni (tidak disertai dengan kejahatan) itu diterima taubatnya, sedangkan kemurtadan yang disertai dengan memerangi/memusuhi Allah dan Rasul-Nya serta berusaha membuat kerusakan di bumi ini, maka dia tidak diterima taubatnya sebelum ia mampu.4)
Ada yang mengatakan: Belum pernah ada riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah membunuh orang yang murtad, sehingga apa yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah bertentangan dengan pendapat ini dan seandainya itu benar maka dosa ini belum pernah muncul di masa Nabi, sebagaimana Nabi belum pernah memberikan sanksi kepada seseorang yang berbuat seperti perbuatan kaumnya Nabi Luth, karena memang belum pernah ada di masa beliau SAW
Meskipun Jumhur ulama mengatakan dibunuhnya orang yang murtad, tapi ada riwayat dari Umar bin Khaththab yang bertentangan dengan itu.
Abdur Razzaq, Al Baihaqi dan Ibnu Hazm meriwayatkan bahwa Anas pernah kembali dari"Tustar," maka ia datang menghadap Umar RA, lalu Umar bertanya, "Apa yang diperbuat oleh enam orang dari kelompoknya Bikr bin Wail yaitu orang-orang yang murtad dari Islam' lalu bergabung dengan orang-orang musyrik?" Anas menjawab, "wahai Amirul Mukminin, mereka itu kaum yang murtad dari Islam lalu bergabung dengan orang-orang musyrik, mereka dibunuh dengan peperangan," maka Umar membaca Istrja' (Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun). Anas berkata, "Apakah tidak ada jalan lain kecuali dibunuh?." Umar bertanya, "Ya, saya dulu menawarkan kepada mereka untuk masuk Islam (kembali), jika mereka menolak maka mereka saya penjara."5)
Ini juga merupakan pendapatnya Ibrahim An-Nakha'i dan Ats-Tsauri yang mengatakan, Pendapat inilah yang kami ambil." Di tempat lain ia mengatakan'"Ditangguhkan sesuatu yang saya harap taubatnya."
Menurut pendapat saya, bahwa ulama telah membedakan tentang masalah bid'ah. ada yang mughallazhah (berat) dan ada yang mukhaffafah (ringan), sebagaimana ulama juga memisahkan tentang orang-orang yang berbuat bid'ah' ada yang mengajak dan ada yang tidak mengajak (mempengaruhi orang lain), demikian juga harus kita bedakan tentang masalah kemurtadan, antara yang berat ada pula yang ringan dan tentang orangorang yang murtad, ada yang mengajak kemurtadannya dan ada yang tidak mengajak.
Maka apabila kemurtadan itu berat seperti murtadnya Salman Rusydi dan dia mengajak ke arah kemurtadannya, baik dengan lesan atau penanya, maka yang lebih baik bagi orang seperti ini adalah diperberat hukumannya, dan mengambil pendapat jumhur ulama dan zhahirnya hadits. Karena demi memberantas kejahatan dan menutup terbukanya pintu fitnah, jika tidak maka mungkin mengambil pendapatnya Imam An-Nakhasi dan Tsauri yang diriwayatkan dari Umar Al Faruq.
Sesungguhnya orang murtad yang mengajak kepada kemurtadannya itu tidak sekedar kufur terhadap Islam, tetapi tindakannya tersebut merupakan pernyataan perang terhadap Islam dan ummatnya. la termasuk orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi. Dan peperangan itu sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah ada dua macam, peperangan dengan tangan dan peperangan dengan lesan. Peperangan dengan lesan dalam masalah agama bisa jadi lebih kejam dari pada peperangan dengan tangan, oleh karena itu Nabi SAW membunuh orang yang memeranginya dan memerangi ajarannya dengan lesan sedangkan beliau membiarkan sebagian orang yang memeranginya dengan tangan.
Demikian juga kerusakanr kerusakan itu ada yang diakibatkan oleh tangan dan bisa juga oleh lesan. Kerusakan dalam agama yang disebabkan oleh ucapan lesan itu berlipat ganda dari kerusakan dengan tangan. Maka telah menjadi suatu ketetapan bahwa memerangi Allah dan Rasul-Nya dengan lesan itu merupakan kesalahan yang lebih berat, dan membuat kerusakan di bumi dengan lesan itu lebih kejam.6)
Pena merupakan salah satu dari dua lesan, sebagaimana dikatakan oleh para ahli hikmah dalam mutiara kata. Bahkan mungkin pena lebih tajam dari pada lesan dan lebih kejam. Terutama pada zaman kita sekarang ini karena memungkinkan tersebarnya tulisan dalam lingkup yang luas.
Selain orang yang murtad itu dihukum dengan perlakuan yang keras tidak terhormat dari jamaah Muslimah (kaum Muslimin), dia juga kehilangan dukungan, cinta dan bantuan dari kaum Muslimin. Allah SWT berfirman:
"Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpm, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka." (Al Maaidah: 51)
Bagi orang-orang yang berakal. ini lebih keras dari pembunuhan fisik.
 
3) Lihat Syarah Hadits ke-14 dari iJami'ul Ulum wal Hikam'
4) Ash-Sharimul Maslul, karya Ibnu Taimiyah. hal 368
5) Riwayat AWur-Razzaq dalam Al Mushannif: 1/165-166
6) As-Sharimul Masiul, Ibnu Taimiyah hal 385

Tidak ada komentar