SENI LAWAK DAN HIBURAN (KOMEDI)
SENI LAWAK DAN HIBURAN (KOMEDI)
Kehidupan merupakan rihlah (suatu perjalanan) yang panjang dan terasa amat
berat. Penuh dengan kepenatan dan kesusahan. Tidak ada seorang pun yang
terlepas dari rasa sedih dan rasa sakit, meskipun ketika ia dilahirkan seakan
sudah ada masa di mulutnya, kata orang.
Al Quran telah
menyinggung yang demikian itu, yaitu dalam firman Allah SWT,
"Sunggah Krami telah menciptakan manusia dalam kesusahan." (Al Balad: 4)
Orang-orang yang beriman adalah yang paling banyak menghadapi cobaan dunia
dibanding yang lainnya, dengan melihat besarnya tanggung jawab mereka di satu
sisi, dan banyaknya orang-orang yang memusuhi mereka di sisi yang lain.
Sehingga termuat dalam satu atsar, "Orang yang beriman itu berada
dalam lima tantangan; orang Muslim (lainnya) yang menghasudnya, munafik yang
membencinya, kafir yang memeranginya, syetan yang menyesatkannya dan nafsu yang
menentangnya."
Tersebut juga dalam sebuah hadits, "Bahwa orang yang berat cobaannya
adalah para Nabi, kemudian yang mirip dengan mereka (meniti jalan seperti
mereka)."
Karena itu semua manusia memerlukan tempat berteduh di sepanjang
perjalanannya untuk meringankan kepenatan dan megusir kelelahan.
Di tempat itu mereka bisa tertawa, bergembira dan bersuka ria. Tidak
senantiasa diliputi oleh kesusahan, kesedihan dan kesengsaraan, sehingga
merenggut kehidupannya dan mengotori kebersihannya.
Di antara bentuk hiburan itu adalah lagu-lagu (nasyid), dan masalah ini
telah kita bicarakan di muka.
Di antara sarana hiburan yang lainnya adalah seni lawak atau komedi. Artinya
segala sesuatu yang dapat memancing tawa dari manusia, mengusir kesusahan dalam
hatinya, menghapus kelesuan pada wajahnya dan sirnalah kesedihan dalam
hidupnya.
Tetapi apakah agama menyambut seni semacam komedi ini? Apakah menghalalkan
ataukah mengharamkannya?
Tawa dan Gembira dalam Kehidupan Kaum Muslimin
Kamu dapat melihat perjalanan fitrah manusia. Sesuai dengan kemampuan
mereka sendiri-sendiri, dan sesuai dengan keluwesan agama mereka, mereka telah
berhasil membuat berbagai sarana dan alat hiburan.
Di antaranya adalah "An-Nukat" (teka-teki humor). Dalam hal ini
orang-orang Mesir sangat pandai dan terkenal di seluruh dunia dengan beragamnya
kreasi mereka dalam berbagai bidang kehidupan. Seperti dalam bidang siyasiyah
(anekdot politik), biasanya menjadi media untuk mengkritik pemerintah dan rezim
yang berkuasa, terutama di waktu-waktu terjadinya penindasan dan tekanan
politik.
Manusia sangat sering mengadakan pertemuan antara mereka untuk menghibur
diri mereka dengan tawa dan bergembira. Yang dengan demikian mereka dapat
menghilangkan kepenatan. Bahkan dalam dunia lawak ini kita bisa menyebutkan
nama-nama yang sudah terkenal, seperti Juha, Abu Nawas atau yang lainnya. Terlepas
dari apakah tokoh-tokoh tersebut nyata atau fiktif, tetapi yang jelas nama-nama
tersebut sudah sangat terkenal.
Ada lagi orang yang membuat lawakan dengan spontanitas, ini yang sekarang
sering dilakukan oleh para pelawak, seperti Asy'ab (dulu) atau seperti Syaikh
Abdul Aziz Al Busyri sekarang ini di Mesir.
Di Mesir juga ada majalah-majalah khusus tentang ini, yang paling terkenal
adalah majalah "Al Ba'kukah." Serupa atau disamakan dengan itu adalah
"Al Qafasyaat" yang oleh orang-orang Mesir dinamakan "Ad
Dukhuul, fi Qaafiyah." Di sini mempergunakan majaz dan tauriyah seputar
satu pembahasan yang diungkapkan oleh dua orang (petatah-petitih).
Ada lagi bentuk permainan yang memancing tawa dan bersuka ria, seperti
mainan "Araajuuz." Ada pula yang lainnya yang dinamakan "Khayal
Adz-Dzill," yaitu mengungkapkan satu jenis dari pepatah yang bisa
mengundang tawa.
Ada pula bentuk permainan yang lain lagi, namanya Al Alghaz dan Al Ahaaji
(teka-teki silang) atau dalam bahasa umum disebut "Al Fawaaziir." Bentuk
yang lain lagi adalah kisah-kisah lucu, atau yang umumnya dinamakan Al
Khawaadiits, berisi kisah-kisah yang menghibur dan menyenangkan.
Ada lagi bentuk yang lainnya yakni Al Amtsal Asy-Sya'biyah (pepatah negeri)
yang memuat banyak pemikiran atau ungkapan yang membuat orang tertawa dan
bersuka ria. Biasanya dibuat oleh seniman setempat --yang terkenal maupun
tidak--sesuai dengan kondisi dan situasi yang melingkupinya sesuai dengan
nilai-nilai dan pemahaman.
Setiap zaman selalu ada perubahan, penambahan baru atau
pengembangan-pengembangan dari yang sudah ada. Sebagaimana hal itu kita lihat
di dalam seni "Karikatur," yang mengubah dari bentuk kata yang
diucapkan menjadi gambar yang mengungkapkan sesuatu, baik disertai tulisan atau
tidak.
Saya pernah ditanya mengenai bagaimana sikap agama terhadap semua ini (seni
lelucon atau seni lawak). Mengingat ada dari sebagian aktifis yang sangat anti
dan hampir tidak pernah tertawa, tidak pernah bergurau, sampai ada sebagian
orang mengira bahwa kecemberutan itu merupakan tabiat agama ini dan ummatnya.
Maka saya jawab, "Sesungguhnya tertawa itu termasuk tabiat manusia. Binatang
tidak dapat tertawa, karena tertawa itu datang setelah memahami dan mengetahui
ucapan yang didengar atau suatu sikap dari gerakan yang dilihat, sehingga ia
tertawa karenanya."
Oleh sebab itu manusia merupakan 'binatang' yang bisa tertawa, dan benarlah
ucapan orang yang mengatakan, "Saya tertawa, karena saya manusia." Islam
sebagai agama fithrah, tidak pernah terbayangkan darinya, bahwa ia
memerintahkan kita untuk keluar dari fithrah, dalam hal ini untuk tidak tertawa
dan bergembira. Tetapi justru sebaliknya, menyambut segala sesuatu yang membuat
kehidupan ini menjadi tersenyum bergembira. Islam juga menyukai seorang Muslim agar memiliki kepribadian
yang senantiasa optimis dan berseri. Dan tidaklah membenci kepribadian seperti
ini, kecuali yang melihat dengan kaca mata hitam yang pekat.
Uswah ummat Islam
-Rasulullah SAW- adalah orang yang menghadapi berbagai kesusahan yang beraneka
ragam. Tetapi meski demikian, beliau juga bergurau dan beliau tidak berbicara
sesuatu kecuali yang haq. Beliau juga hidup bersama para sahabatnya dengan
kehidupan yang fithri dan wajar. Beliau ikut serta bergurau dan bermain dengan
mereka, sebagaimana beliau ikut bersusah-payah dan bersedih bersama mereka.
Zaid bin Tsabit, ketika
diminta untuk menceritakan tentang keadaan Rasulullah SAW maka ia berkata,
"Saya bertetangga dengan Nabi, maka apabila turun kepadanya wahyu, beliau
memerintahkan kepadaku untuk menulisnya. Dan apabila kami mengingat dunia, maka
beliau juga mengingatnya bersama kami, dan jika kami mengingat akhirat, belian
juga mengingatnya bersama kami, dan apabila kami ingat makanan, beliau juga
ingat makanan bersama kami, ini semuanya aku ceritakan kepadamu dan Rasulullah
SAW.,"(HR. Thabrani)
Para sahabat mensifati Rasulullah SAW
bahwa beliau adalah termasuk orang yang sering bergurau. (Kanzul 'Ummal, no:
184)
Kita dapatkan bahwa
Rasulullah SAW di rumahnya juga bergurau dengan isteri-isterinya dan
mendengarkan cerita mereka. Sebagaimana diceritakan di dalam haditsnya Ummu
Dzar yang terkenal di dalam shahih Bukhari. Kita lihat juga bagaimana
perlombaan Nabi SAW dengan 'Aisyah RA di mana sesekali 'Aisyah menyalipnya dan
sesekali Nabi mendahuluinya, maka Nabi bersabda kepadanya, "Ini dengan itu
(satu-satu)."
Diriwayatkan juga bahwa
punggung Rasulullah SAW pernah ditunggangi oleh kedua cucunya Hasan dan Husain ketika masih kecil. Beliau dan
kedua cucunya menikmati tanpa rasa berat. Ketika itu ada salah seorang sahabat
yang masuk dan melihat pemandangan itu, maka sahabat itu berkata, ..Sebaik-baik
yang kamu naiki adalah yang kamu naiki berdua." Nabi SAW berkata,
"Sebaik-baik yang naik adalah keduanya."
Rasulullah SAW juga
pernah bergurau dengan nenek-nenek tua yang datang dan berkata, "Doakan
aku kepada Allah agar Allah memasukkan aku ke surga," maka Nabi SAW
berkata kepadanya, "Wahai Ummu Fulan! Sesungguhnya surga itu tidak
dimasuki orang yang sudah tua," maka wanita tua itu pun menangis, karena
ia memahami apa adanya. Maka Rasulullah SAW memahamkannya, bahwa ketika dia
masuk surga, tidak akan masuk surga sebagai orang yang sudah tua, tetapi
berubah menjadi muda belia dan cantik. Kemudian Nabi SAW membaca firman Allah
SWT:
"Sesungguhnya Kami
menciptakan mereka (wanita-wanita surga) itu dengan langsung, dan Kami jadikan
mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya." (Al Waqi'ah: 35-37)
Ada seorang laki-laki datang ingin dinaikkan unta, maka
Nabi bersabda, "Saya tidak akan membawamu kecuali di atas anak unta,"
maka orang itu berkata, "Wahai Rasulullah, apa yang dapat saya perbuat
dengan anak unta?" Ingatannya langsung ke anak unta yang masih kecil. Maka
Rasulullah SAW bersabda, "Apakah ada unta yang melahirkan kecuali unta
juga?"
Zaid bin Aslam berkata,
Ada seorang
wanita bernama Ummu Aiman datang ke Rasulullah SAW berkata, "Sesungguhnya
suamiku mengundangmu." Nabi berkata, "Siapakah dia, apakah dia orang
yang matanya ada putih-putihnya?." Ia berkata, "Demi Allah
tidak ada di matanya putih-putih!." Maka Nabi berkata. "Ya, di
matanya ada putih-putih," maka wanita itu berkata, "Tidak, demi
Allah." Nabi berkata, "Tidak ada seorang pun kecuali di matanya ada
putih-putihnya." (Az-Zubair
bin Bakar dalam "Al Fakahah wal Mizah" dan Ibnu Abid-Dunya). Yang
dimaksud dalam hadits ini adalah putih yang melingkari hitamnya bola mata.
Anas berkata, "Abu
Talhah pernah mempunyai anak bernama Abu 'Umair, dan Rasulullah SAW pernah
datang kepadanya lalu berkata, 'Wahai Abu 'Umair apa yang diperbuat oleh
Nughair (burung kecil)?' Karena anak burung pipit yang dipermainkan."
'Aisyah berkata,
"Rasulullah SAW dan Saudah binti Zam'ah pernah berada di rumahku, maka aku
membuat bubur dan tepung gandum yang dicampur dengan susu dan minyak, kemudian
aku hidangkan, dan aku katakan kepada Saudah, 'Makanlah' maka Saudah berkata,
'Saya tidak menyukainya,' Maka aku berkata, 'Demi Allah benar-benar kamu makan
atau aku colekkan bubur itu ke wajahmu, ' maka Saudah berkata, 'Saya tidak mau
mencicipinya, ' maka aku ('Aisyah) mengambil sedikit dari piring, kemudian aku
colekkan ke wajahnya, saat itu Rasulullah SAW menurunkan kepada Saudah kedua
lututnya agar mau mengambil dariku, maka aku mengambil dari piring sedikit lalu
aku sentuhkan ke wajahku, sehingga akhirnya Rasulullah SAW tertawa." (HR.
Zubair bin Bakkar di dalam kitabnya "Al Fukahah")
Diriwayatkan juga
sesungguhnya Dhahhak bin Sufyan Al Kallabi adalah orang yang berwajah buruk.
Ketika dibai'at oleh Nabi SAW maka Nabi bersabda, "Sesungguhnya aku
mempunyai dua wanita yang lebih cantik daripada si Merah Delima ini
('Aisyah),--ini sebelum turun ayat tentang hijab--, "Apakah tidak
sebaiknya aku ceraikan salah satunya untukmu, kemudian kamu menikahinya?"
Saat itu 'Aisyah sedang duduk mendengarkan, maka Aisyah berkata, 'Apakah dia
lebih baik atau engkau?" Maka Dhahhak menjawab, "Bahkan saya lebih
baik daripada dia dan lebih mulia." Maka Rasulullah SAW tersenyum karena
pertanyaan 'Aisyah kepadanya, karena ia laki-laki yang berwajah buruk. ' (HR.
Zubair bin Bakkar di dalam "Al Fukaahah")
Rasulullah SAW senang
untuk menebarkan kegembiraan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia, terutama
di dalam momen-momen seperti hari raya atau pesta pernikahan.
Ketika Abu Bakar RA
tidak setuju dengan nyanyian dua budak wanita pada hari raya di rumahnya dan
mengusir keduanya, maka Nabi berkata kepada Abu Bakar, "Biarkan keduanya,
wahai Abu Bakar, sesungguhnya hari ini adalah hari raya."
Di dalam riwayat lain
dikatakan, "Agar orang-orang Yahudi mengetahui bahwa sesungguhnya di dalam
agama kita ini ada hiburan."
Rasulullah SAW juga
pernah mengizinkan kepada orang-orang Habasyah untuk bermain dengan tombak
mereka di Masjid Nabawi pada hari-hari besar dan Nabi SAW mendorong mereka,
"Di bawahmu wahai Bani Arfidah."
Rasulullah SAW memberi
kesempatan kepada Aisyah RA untuk melihat mereka dari belakangnya, sedangkan
mereka terus bermain dan menari, dan Nabi tidak memandang demikian itu sebagai
dosa.
Pada suatu hari beliau pernah menegur suatu pesta perkawinan yang sepi-sepi
saja, tidak disertai permainan atau lagu-lagu. Beliau mengatakan, "Mengapa
tidak ada permainannya? Sesungguhnya kaum Anshar itu tertarik dengan
permainan."
Di dalam sebagian riwayat Rasulullah SAW bersabda, "Mengapa kamu tidak
mengirimkan bersamanya orang yang menyanyi dan mengatakan. 'Kami telah datang
kepadamu... kami telah datang kepadamu... (karena itu) sambutlah kami...,'
sebagai ucapan selamat kami untukmu."
Para sahabat Nabi SAW dan orang-orang yang mengikuti mereka (para tabi'in)
adalah sebaik-baik generasi, namun mereka juga tertawa dan bergembira karena
mengikuti petunjuk Nabinya. Sampai orang seperti Umar bin Khaththab yang
terkenal kerasnya, juga pernah bergurau dengan budaknya. Umar mengatakan kepada
budaknya, "Aku diciptakan oleh Pencipta orang-orang mulia, dan engkau
diciptakan oleh Pencipta orang-orang durhaka!" Ketika Umar melihat
budaknya sedih karena kata-kata itu, maka Umar menjelaskan dengan mengatakan,
"Sesungguhnya tidak ada yang menciptakan orang-orang mulia dan orang-orang
durhaka kecuali Allah 'Azza wa Jalla."
Sebagian sahabat ada yang bersenda gurau dan Rasulullah SAW pun membiarkan
dan menyetujui. Hal seperti ini terus berjalan setelah Rasul SAW wafat. Semua
itu diterima oleh para sahabat, tidak ada yang mengingkari, meskipun seandainya
peristiwa itu terjadi sekarang pasti akan diingkari oleh sebagian besar aktifis
Islam dengan pengingkaran yang keras, bahkan mungkin mereka menganggap
pelakunya tergolong orang-orang yang fasik atau menyimpang.
Di antara sahabat yang terkenal sering bergurau adalah Nu'aiman bin Umar Al
Anshari RA, yang telah diriwayatkan darinya beberapa keistimewaan yang aneh dan
menakjubkan.
Beliau termasuk orang yang ikut berbai'ah 'Aqabah yang kedua, pernah ikut
perang Badar dan Uhud, Khandaq dan seluruh peperangan yang ada.
Zubair bin Bakkar telah meriwayatkan darinya sejumlah keanehan-keanehan
yang langka di dalam kitabnya "Al Fukahah wal Marakh," di sini kita
sebutkan sebagian darinya:
Zubair bin Bakkar berkata, "Nu'aiman itu tidak masuk ke Madinah
sekejap mata pun kecuali ia membeli sesuatu darinya, kemudian membawanya ke
Rasulullah SAW kemudian ia berkata, "Ini aku hadiahkan untukmu (wahai
Rasulullah SAW)." Ketika pemiliknya datang ingin meminta uang kepada
Nu'aiman, maka orang itu dibawa kepada Nabi SAW Nu'aiman berkata, "Wahai
Rasulullah SAW berikan kepada orang ini uangnya (harga barangnya), maka Nabi
berkata, "Bukankah kamu telah menghadiahkan kepadaku?" Nu'aiman
berkata, "Demi Allah, saya tidak mempunyai uang (untuk membelinya), tetapi
saya ingin engkau memakannya, maka Rasulullah SAW tertawa, dan memerintahkan
untuk memberikan uangnya kepada pemilik (barang)nya."
Zubair bin Bakkar juga meriwayatkan kisah lainnya dari Rabi'ah bin Utsman,
ia berkata, "Ada seorang Badui masuk ke rumah Rasulullah SAW dan mengikat
untanya di halaman, maka berkata sebagian sahabat kepada Nu'aiman Al Anshari,
"Bagaimana kalau kamu sembelih unta ini, lalu kami memakannya,
sesungguhnya kami ingin sekali makan daging, maka Nu'aiman pun melakukannya,
sehingga orang Badui itu keluar dari rumah Nabi SAW dan berteriak, "Untaku
disembelih, wahai Muhammad !" Maka Nabi SAW keluar, lalu berkata,
"Siapa yang melakukan ini?," mereka menjawab, "Nu'aiman,"
maka Nabi SAW mencarinya sehingga telah mendapatkannya masuk ke rumah Dhaba'ah
binti Zubair bin Abdul Muththalib dan bersembunyi di bawah gubuk kecil yang
beratap daun kurma. Ada seorang yang memberi tahu Nabi SAW di mana Nu'aiman
bersembunyi, maka Nabi SAW mengeluarkannya dan Nabi bertanya, "Apa yang
mendorong kamu untuk berbuat demikian?" Nu'aiman berkata. "Mereka
yang memberitahu engkau wahai Rasulullah, merekalah yang menyuruh aku untuk
berbuat demikian." Setelah itu Nabi SAW membersihkan debu yang ada di
wajahnya dan tertawa, kemudian menggantinya kepada Badui itu.
Zubair bin Bakkar juga berkata, "Pamanku telah menceritakan kepadaku
dari kakekku, kakekku berkata, "Makhrumah bin Naufal telah mencapai usia
115 tahun, maka ia berdiri di masjid ingin kencing, sehingga para sahabat
berteriak, "MasjidÉ ! MasjiiiidÉÉ ! Maka Nu'aiman bin 'Amr menuntunnya
dengan tangannya, kemudian ia membungkuk dengan membawa orang itu di bagian
lain dari masjid. Setelah itu Nu'aiman berkata kepadanya, "Kencinglah di
sini, " maka para sahabat berteriak lagi dan Makhrumah berkata,
"Celaka kalian! Siapakah yang membawaku ke tempat ini?" Mereka
menjawab, "Nu'aiman." Makhrumah berkata, Sungguh jika aku beruntung
aku akan memukulnya dengan tongkatku!" Maka berita itu sampai pada
Nu'aiman, lalu Nu'aiman tinggal beberapa hari, kemudian datang kepada
Makhrumah, sedangkan Utsman sedang shalat di bagian pojok masjid. Maka Nu'aiman
berkata kepada Makhrumah, "Apakah kamu menginginkan Nu'aiman?
"Makhrumah menjawab, "Ya," maka Nu'aiman menuntunnya sehingga
berhenti di hadapan Utsman (yang sedang shalat), dan Utsman kalau shalat tidak
pernah menengok, maka Nu'aiman berkata. "Di depanmu itu Nu'aiman."
Maka Makhrumah memukulkan tongkat itu kepada Utsman sehingga Utsman pingsan,
maka para sahabat berteriak kepadanya, "Apakah engkau tega memukul Amirul
Mukminin ?." 28)
Di antara kisah yang menarik adalah ada sahabat lainnya yang juga termasuk
ahli melawak. Ia berhasil menjerumuskan Nu'aiman di dalam suatu masalah,
sebagaimana Nu'aiman menjerumuskan orang lain. Yakni dalam kisah Suwaibith bin Harmalah dengan dia.
Orang ini termasuk orang yang ikut perang Badar juga.
Ibnu Abdil Barr dalam
kitabnya "Al Istii'aab" berkata, "Suwaibith RA adalah seorang
tukang melawak, berlebihan dalam bermain-main dan ia memiliki kisah menarik
dengan Nu'aiman dan Abu Bakar As-Siddiq RA sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, ia
berkata, "Abu Bakar As-siddiq RA pernah keluar berdagang ke Bushra satu
tahun sebelum Nabi SAW wafat. Bersama Abu Bakar adalah Nu'aiman dan Suwaibith
bin Harmalah, kedua-duanya pernah ikut perang Badar. Saat itu
Nu'aiman membawa bekal makanan, maka Suwaibith berkata kepadanya, "Berilah
aku makan.
Nu'aiman berkata, "Tidak, hingga datang Abu Bakar RA," Suwaibith
berkata, "Ingat, demi Allah aku akan benar-benar marah kepadamu." Ketika
mereka berjalan melewati suatu kaum, maka Suwaibith berkata kepada kaum itu,
"Apakah kalian mau membeli budak dariku?" mereka berkata, "Ya,
mau." Suwalbith berkata, "Tetapi budakku itu doyan ngomong, dan dia
akan berkata kepadamu, "Saya merdeka," karena itu jika ia mengatakan
demikian maka biarkanlah, dan jangan kalian rusak budakku." Mereka
menjawab, "Kita beli saja dari kamu." Suwaibith berkata,
"Belilah dengan sepuluh qalaish, " maka kaum itu datang dan
meletakkan di leher Nu'aima sorban atau tali, dan Nu'aiman berkata,
"Sesungguhnya ia (Suwaibith) itu menghina kamu, karena aku adalah orang
yang merdeka dan bukan budak," mereka berkata, "Dia (Suwaibith) telah
memberi tahu kepadaku tentang engkau." Maka kaum itu membawa Nu'aiman.
Sampai saat datangnya Abu Bakar RA, maka Suwaibith memberitahu kepadanya
perihal Nu'aiman, lalu Abu Bakar mengikuti mereka dan mengganti uang sepuluh
qalaish dan mengambil kembali Nu'aiman. Ketika datang ke hadapan Nabi SAW
mereka pun menceritakannya, maka Nabi tersenyum, demikian juga para sahabatnya
karena kisah ini, selama satu tahun." (HR. Ibnu Abi Syaibah dan lbnu
Majah)
Sikap Orang-orang yang Ekstrim
Tidak diragukan bahwa di sana ada beberapa hukama' ahli sastra dan puisi
yang mencela lelucon (lawakan) dan memperingatkan akan akibatnya yang tidak
baik dan memandang bahwa itu berbahaya, tetapi sayang, mereka melupakan
sisi-sisi yang lainnya. Padahal sebenarnya apa-apa yang datang dari Rasulullah
SAW dan para sahabatnya adalah lebih berhak untuk diikuti.
Nabi SAW pernah berkata kepada Hanzhalah, yakni ketika dia merasa ada
perubahan kondisi di saat berada di rumahnya dan ketika bersama Rasulullah SAW.
Hanzhalah mengira bahwa di dalam dirinya ada kemunafikan. Maka Nabi berkata
kepadanya, "Wahai Handzalah, seandainya kamu tetap seperti ketika
bersamaku, maka pasti malaikat akan berjabat tangan denganmu di jalan-jalan,
tetapi wahai Handzalah pelan-pelan (sedikit-sedikit)." Inilah fithrah, dan
inilah kemanusiaan.
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Abi Salamah bin Abdir Rahman, ia
berkata, "Sahabat Rasulullah SAW bukanlah orang-orang yang serius
terus-menerus, bukan pula orang-orang bermalas-malas (yang tidak bergerak),
tetapi mereka itu seiring bersenandung dengan paisi-puisi (syair-syairy) dan
mengingat masa-masa jahiliyah mereka, dan apabila diinginkan dari mereka
sesuatu dari masalah-masalah agamanya berkunang-kunanglah sinar matanya,
seakan-akan seperti orang gila. "Al Mushannaf, Ibnu Abi Syaibah.
Ibnu Sirin pernah ditanya tentang kebiasaan para sahabat, "Apakah
mereka itu juga bergurau? Beliau menjawab, "Mereka tidak lain adalah
manusia biasa seperti umumnya manusia, seperti Ibnu Umar, beliau sering
bergurau dan bersenandung dengan syair." (HR. Abu Nu'aim di dalam Al
Hilyah: 2/275)
Dengan demikian maka sikap mereka, orang-orang yang mengaku aktifis atau
orang-orang yang semangat dalam beragama, yang wajah mereka selalu
cemberut--sehingga ada yang mengira bahwa sikap seperti ini dianggap inti
ajaran Islam--padahal sikap ini sedikit pun tidaklah menampakkan hakekat agama
yang sebenarnya, dan tidak sesuai dengan petunjuk Nabi SAW dan para sahabatnya.
Tetapi semata-mata berasal dari kesalahfahaman mereka terhadap Islam, atau
kembali kepada tabiat kepribadian mereka, atau karena situasi dan kondisi
pertumbuhan dan pendidikan mereka.
Yang jelas seseorang tidak boleh bodoh bahwa Islam itu tidak diambil dari
perilaku seseorang atau kelompok dari manusia baik mereka salah atau benar. Islamlah
yang semestinya menjadi hujjah atas mereka, bukan mereka yang menjadi hujjah
(dalil) atas Islam. Islam
itu diambil dari Al Qur'an dan As-Sunnah.
Batas-batas yang diperbolehkan Syar'i dalam Tertawa dan Bergurau
Sesungguhnya tertawa
dan bersenda-gurau itu sesuatu yang diperbolehkan di dalam Islam, sebagaimana
dinyatakan oleh nash-nash qauliyah maupun sikap dan perilaku Rasulullah SAW
serta perilaku para sahabat.
Yang demikian itu tidak
lain kecuali karena kebutuhan fithrah manusia untuk memperoleh hiburan yang
dapat meringankan beban dan kepenatan hidup serta keresahan-keresahan dan
permasalahan yang ada.
Berbagai jenis
permainan dan hiburan juga dapat berfungsi untuk menumbuhkan semangat jiwa,
sehingga dapat melanjutkan perjalanan untuk menempuh perjuangan yang panjang.
Sebagaimana juga orang yang mengistirahatkan kendaraannya dalam bepergian,
sehingga tidak terputus di tengah jalan.
Tertawa dan bersendau
gurau tidak diragukan kebolehannya menurut syari'at, Tetapi dia juga terikat
dengan persyaratan-persyaratan yang harus dijaga, antara lain sebagai berikut:
Pertama. Hendaklah senyum dan tawa itu tidak
menjadi sarana kebohongan dan dusta, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian
masyarakat pada setiap permulaan April yang mereka namakan "Kadzibah
April."
Karena itu Rasulullah
SAW bersabda, "Celaka bagi orang yang berbicara lalu berbohong, untuk
ditertawakan oleh manusia. Celaka baginya! Celaka baginya! Dan celaka
baginya!" (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Rasulullah SAW memang
pernah bergurau, akan tetapi tawa dan guraunya adalah benar (tidak mengandung
dusta).
Kedua. Hendaklah tidak bernada penghinaan
kepada seseorang atau meremehkan atau mengolok-olok, kecuali diizinkan dan
diridhai oleh yang bersangkutan. Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang
yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh
jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)
dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh
jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu
panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman" (Al
Hujuraat: 11)
Rasulullah SAW
bersabda:
"Cukuplah bagi
seorang dikatakan buruk jika ia menghina saudaranya (sesama muslim)." (HR.
Muslim)
Aisyah RA pernah
menyebut-nyebut di hadapan Nabi SAW salah seorang dari dharairnya (pembantunya)
bahwa ia pendek, maka Nabi SAW bersabda:
"Wahai Aisyah,
sungguh kamu telah mengatakan suatu perkataan yang kalau seandainya dicampur
dengan air laut maka akan mengotorinya," Aisyah berkata, "Apakah
engkau pernah menceritakan seseorang, yakni menirukan dalam gerakannya atau
suaranya atau lainnya, " maka Nabi SAW bersabda, "Saya tidak suka
menceritakan seseorang dan sesungguhnya bagiku demikian, demikian." (HR.
Abu Dawud dan Tirmidzi)
Ketiga. Hendaknya tidak menakut-nakuti
orang Muslim:
Abu Dawud meriwayatkan
dari Abdur Rahman bin Abi Laila,
ia berkata, Telah menceritakan
kepada kami para sahabat Muhammad SAW bahwa mereka itu pernah berjalan bersama
Nabi SAW maka ada salah seorang dari mereka berdiri, dan sebagian ada yang
berangkat mengambil tali bersama orang itu sehingga orang itu terkejut, maka
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak halal bagi seseorang menakut-nakuti
seorang Muslim."
Diriwayatkan dari
Nu'man bin Basyir RA, yang berkata, "Kami pernah berada dalam suatu
perjalanan bersama Rasulullah SAW, maka ada salah seorang yang mengantuk di
kendaraannya, kemudian ada orang lain di antara kami yang mengambil busur/anak
panah dari tempatnya sehingga orang mengantuk itu bangun dan terkejut, maka
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak halal bagi seseorang untuk menakut-nakuti
seorang Muslim" (HR. Thabrani).
Di dalam hadits lainnya
Rasulullah SAW bersabda, "Jangan ada di antara kamu yang mengambil barang
saudaranya karena main-main dan jangan pula karena serius." (HR. Tirmidzi)
Keempat. Hendaknya jangan bergurau di saat
sedang serius, dan jangan tertawa di saat kondisi mengharuskan untuk menangis,
karena segala sesuatu itu ada masanya dan segala sesuatu juga ada tempatnya,
setiap tempat ada ucapannya yang sesuai, dan hikmah (kebijaksanaan) adalah
meletakkan sesuatu pada posisinya yang sesuai.
Allah SWT membenci
orang-orang musyrik, karena mereka itu tertawa ketika mendengar Al Qur'an,
padahal seharusnya mereka menangis. Allah SWT berfirman:
"Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan (Al Qur'an) ini? Dan
kamu menertawakan dan tidak menangis? Sedang kamu melalaikan(nya)?" (An-Najm: 59-61)
Kelima, Hendaknya bergurau itu dalam batas yang logis, dengan ukuran sedang
dan tawazun. Yaitu bisa diterima oleh fithrah dan akal yang sehat serta sesuai
dengan masyarakat yang positif yang bekerja secara aktif.
Islam tidak suka berlebihan dalam segala sesuatu, sekalipun dalam beribadah,
apalagi dalam permainan dan bergurau!
Oleh karena itu Taujih Nabawi mengatakan, "Janganlah kamu memperbanyak
tawa, karena sesungguhnya memperbanyak tawa itu dapat mematikan hati." Jadi
yang dilarang adalah berlebihan dalam tertawa.
Ali RA berkata, "Campurilah perkataan itu dengan tawa, seperti kamu
mencampur makanan dengan garam."
Ini adalah perkataan yang bijaksana, membuktikan atas tidak bolehnya kita
untuk melarang dari bergurau, sebagaimana juga menunjukkan atas bahayanya
berlebihan di dalam tertawa.
Sebaik-baik perkataan adalah yang tengah-tengah, dan ini merupakan sistem
Islam dan karekteristiknya yang pokok, serta rahasia keutamaan ummatnya atas
ummat yang lainnya.29)
Seni Bermain, Kebutuhan untuk Bermain
Sebagaimana dikenal
oleh bangsa-bangsa, bahwa seni musik itu bisa membawa kenikmatan pada telinga,
seni lukis dan menggambar itu dapat membawa keindahan bagi mata, dan seni lawak
itu dapat membuat bibir mereka tertawa. Di sana masih ada berbagai seni lainnya yang
dikenal oleh manusia, yang dapat membawa suasana kehidupan menjadi indah,
menghilangkan kebosanan, ini meliputi berbagai jenis permainan yang beragam,
baik yang kita ketahui atau pun yang belum kita ketahui. Permainan dan
seni dapat mengisi kekosongan di satu sisi dan dapat memberikan beberapa
manfaat dari sisi-sisi lainnya.
Berbagai Jenis Permainan
Sebagian permainan ada yang kita kenal dewasa ini dengan jenis. "Olah
Raga Fisik," seperti berenang, lari, Ioncat, angkat besi dan bola. Ada
lagi jenis permainan yang lebih dekat pada kemiliteran, seperti memanah,
bermain tombak dan pedang serta menunggang kuda. Ada juga jenis permainan yang
sifatnya menghibur dan mengisi waktu, dan ada juga yang memakai akal, seperti
catur.
Ada jenis permainan yang cukup dilakukan oleh seorang diri dan ada yang
harus ada orang seperti gulat dan tinju, dan ada juga yang dilakukan oleh dua
kelompok, seperti tarik tambang,
sepak bola dan sebagainya. Ada permainan yang bersifat perlombaan antara dua
orang, dua grup, beberapa orang atau beberapa grup.
Ada pula permainan sihir, yang mempergunakan tukang sihir dan kecepatan
tangan atau murni sihir. Ada permainan yang menggunakan binatang, seperti
permainan dengan burung merpati, mengadu ayam, atau kambing atau sapi atau
banteng. Demikian juga
permainan monyet dan beruang dengan dilatih untuk melakukan berbagai atraksi.
Demikian juga dengan kuda, gajah dan singa.
Pada acara-acara
festifal nasional di Mesir, hari raya dan pada momen-momen penting lainnya,
masyarakat dapat melihat berbagai permainan. Dan tentu tiap-tiap negara
mempunyai jenis permainan sendiri-sendiri sebagai warisan budaya pendahulunya
atau bisa juga membuat yang baru.
Yang menjadi pertanyaan di sini adalah, bagaimana sikap Islam terhadap
semua permainan ini?
28) Lihat
dalam Kitab Ibnu Hajar Al Ishaabah dinukil dari Kirab Zubair bin Bakkar dalam
Al Fakahah wal Maraah
29) Lihat Kitab saya, Fatawa Mu'ashirah,
2/445-457. Darul Wafa'
Post a Comment