4.3 TENTANG HIBURAN

4.3  TENTANG HIBURAN

ISLAM adalah agama realis, tidak tenggelam dalam dunia khayal dan lamunan. Tetapi Islam berjalan bersama manusia di atas dunia realita dan alam kenyataan.

    Islam tidak memperlakukan manusia sebagai Malaikat yang bersayap dua, tiga dan empat. Tetapi Islam memperlakukan manusia sebagai manusia yang suka makan dan berjalan di pasar-pasar.

    Justru itu Islam tidak mengharuskan manusia supaya dalam seluruh percakapannya itu berupa zikir, diamnya itu berarti berfikir, seluruh pendengarannya hanya kepada al-Quran dan seluruh senggangnya harus di masjid.

    Islam mengakui fitrah dan instink manusia sebagai makhluk yang dicipta Allah, di mana Allah membuat mereka sebagai makhluk yang suka bergembira, bersenang-senang, ketawa dan bermain-main, sebagaimana mereka dicipta suka makan dan minum.



4.3.1  Sekadarnya Sahaja

Meningkatnya rohani sebahagian para sahabat, telah mencapai puncak di mana mereka beranggapan, bahawa kesungguhan yang membulat dan ketekunan beribadah, haruslah menjadi adat kebiasaannya sehingga mereka harus memalingkan dari kenikmatan hidup dan keindahan dunia, tidak bergembira dan tidak bermain-main. Bahkan seluruh pandangannya dan fikirannya hanya tertuju kepada akhirat melulu dengan seluruh isinya, serta jauh dari dunia dengan keindahannya.

    Marilah kita dengarkan kisah seorang sahabat yang mulia, namanya Handhalah al-Asidi, dia termasuk salah seorang penulis Nabi. Ia menceriterakan tentang dirinya kepada kita sebagai berikut. Satu ketika aku bertemu Abu Bakar, kemudian terjadilah suatu dialog:

    Abu Bakar: Apa kabar, ya Handhalah?
    Aku: Handhalah berbuat nifaq!
    Abu Bakar: Subhanallah, apa katamu?
    Aku: Bagaimana tidak! Aku selalu bersama Rasulullah s.a.w., ia menuturkan kepadaku tentang Neraka dan Sorga yang seolah-olah Sorga dan Neraka itu saya lihat dengan mata-kepalaku. Tetapi setelah saya keluar dari tempat Rasulullah s.a.w., kemudian saya bermain-main dengan isteri dan anak-anak saya dan bergelimang dalam pekerjaan, maka saya sering lupa tutur Nabi itu!
    Abu Bakar: Demi Allah, saya juga berbuat demikian!
    Aku: Kemudian saya bersama Abu Bakar pergi ke tempat Rasulullah s.a.w.
    Kepadanya, saya katakan: Handhalah nifaq, ya Rasulullah!
    Rasulullah: Apa!?
    Aku: Ya Rasulullah! Begini ceritanya: saya selalu bersamamu. Engkau ceritakan kepada saya tentang Neraka dan Sorga, sehingga seolah-olah saya dapat melihat dengan mata-kepala. Tetapi apabila saya sudah keluar dari sisimu, saya bertemu dengan isteri dan anak-anak serta sibuk dalam pekerjaan, saya banyak lupa!

    Kemudian Rasulullah s.a.w, bersabda: "Demi Zat yang diriku dalam kekuasaannya! Sesungguhnya andaikata kamu disiplin terhadap apa yang pernah kamu dengar ketika bersama aku dan juga tekun dalam zikir, niscaya Malaikat akan bersamamu di tempat tidurmu dan di jalan-jalanmu. Tetapi hai Handhalah, saa'atan, saa'atan! (berguraulah sekadarnya saja!). Diulanginya ucapan itu sampai tiga kali." (Riwayat Muslim)



4.3.2  Rasulullah s.a.w. adalah Manusia

Kehidupan Rasulullah s.a.w. merupakan contoh yang baik bagi manusia. Dalam khulwatnya ia melakukan sembahyang dengan khusyu', menangis dan lama berdiri sehingga kedua kakinya bengkak. Dalam masalah kebenaran ia tidak mempedulikan seseorang, demi mencari keridhaan Allah. Tetapi dalam kehidupannya dan perhubungannya dengan orang lain, dia adalah manusia biasa yang sangat cinta kepada kebaikan, wajahnya berseri-seri dan tersenyum, bergembira dan bermain-main, dan tidak mahu berkata kecuali yang hak.

    Ia sangat cinta kepada kegembiraan dan apa saja yang dapat membawa kepada kegembiraan itu. Ia tidak suka susah dan apa saja yang membawa kesusahan, seperti berhutang dan hal-hal yang menyebabkan orang mungkin payah; dan selalu minta perlindungan kepada Allah dari perbuatan yang tidak baik.

    Dalam doanya itu ia mengatakan: "Ya Tuhanku! Sesungyuhnya aku minta perlindungan kepadaMu dari duka dan susah." (Riwayat Abu Daud)

    Dalam salah satu riwayat diceriterakan tentang berguraunya dengan seorang perempuan tua, iaitu: ada seorang tua masuk rumah Nabi minta agar Nabi mendoakannya supaya ia masuk sorga. Maka jawab Nabi: "Sorga tidak dapat menerima orang tua!!!"

    Mendengar jawaban itu si perempuan tua tersebut menangis tersedu-sedu kerana beranggapan, bahawa ia tidak akan masuk sorga.

    Setelah Rasulullah s.a.w. melihat keadaan si perempuan tersebut, kemudian ia menerangkan maksud dari omongannya itu, iaitu: "Bahawa seorang tua tidak akan masuk sorga dengan keadaan tua bangka, bahkan akan dirubah bentuknya oleh Allah dalam bentuk lain, sehingga dia akan masuk sorga dalam keadaan masih muda belia. Kemudian ia membacakan ayat:

    “Sesungguhnya Kami ciptakan mereka itu dalam ciptaan yang lain, maka kami jadikan mereka itu perawan-perawan, yang menyenangkan dan sebaya.”[25] (al-Waqi'ah: 35-37)



4.3.3  Hati Boleh Menjadi Bosan

Begitu juga para sahabatnya yang baik-baik itu, mereka biasa bergurau, ketawa, bermain-main dan berkata yang ganjil-ganjil, kerana mereka mengetahui akan keperluan jiwanya dan ingin memenuhi panggilan fitrah serta hendak memberikan hak hati untuk beristirahat dan bergembira, agar dapat melangsungkan perjalanannya dalam menyusuri aktivitasnya. Sebab aktivitas hidupnya itu masih panjang.

    Ali bin Abu Talib pernah berkata: "Sesungguhnya hati itu boleh bosan seperti badan. Oleh kerana itu carilah segi-segi kebijaksanaan demi kepentingan hati."

    Dan katanya pula: "Istirahatkanlah hatimu sekadarnya, sebab hati itu apabila tidak suka, boleh buta."

    Abu Darda' pun berkata juga: "Sungguh hatiku akan kuisi dengan sesuatu yang kosong, supaya lebih dapat membantu untuk menegakkan yang hak."

    Oleh kerana itu, tidak salah kalau seorang muslim bergurau dan bermain-main yang kiranya dapat melapangkan hati. Tidak juga salah kalau seorang muslim menghibur dirinya dan rekan-rekannya dengan suatu hiburan yang mubah, dengan syarat kiranya hiburannya itu tidak menjadi kebiasaan dan perangai dalam seluruh waktunya, iaitu setiap pagi dan petang selalu dipenuhi dengan hiburan, sehingga dapat melupakan kewajiban dan melemahkan aktivitasnya. Maka tepatlah pepatah yang mengatakan: "Campurlah pembincangan itu dengan sedikit bermain-main, seperti makanan yang dicampur dengan sedikit garam."

    Dalam bermain-main itu, seorang muslim tidak diperkenankan menjadikan harga diri dan identitas seseorang sebagai sasaran permainannya. Seperti firman Allah:

    “Hai orang-orang yang beriman! Jangan ada satu kaum merendahkan kaum lain sebab barangkali mereka (yang direndahkan itu) lebih baik dari mereka (yang merendahkan).” (al-Hujurat: 11)

    Tidak juga diperkenankan dalam berguraunya itu untuk ditertawakan orang lain, dengan menjadikan kedustaan sebagai wasilah. Sebab Rasulullah telah memperingatkan dengan sabdanya sebagai berikut:

    "Celakalah orang yang beromong suatu omongan supaya ditertawakan orang lain, kemudian dia berdusta. Celakalah dia! Celakalah dia!" (Riwayat Tarmizi)

4.3.4  Macam-Macam Hiburan yang Halal

Ada beberapa macam permainan dan seni hiburan yang disyariatkan Rasulullah s.a.w, untuk kaum muslimin, guna memberikan kegembiraan dan hiburan mereka. Di mana hiburan itu sendiri dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi ibadah dan melaksanakan kewajiban dan lebih banyak mendatangkan ketangkasan dan keinginan.

    Hiburan-hiburan tersebut kebanyakannya bentuk suatu latihan yang dapat mendidik mereka kepada manusia berjiwa kuat, dan mempersiapkan mereka untuk maju ke medan jihad fi sabilillah.

    Di antara hiburan-hiburan itu ialah sebagai berikut:


  Perlombaan Lari Cepat

    Para sahabat dulu biasa mengadakan perlombaan lari cepat, sedang Nabi sendiri membolehkannya. Ali adalah salah seorang yang paling cepat.

    Rasulullah s.a.w. sendiri mengadakan pertandingan dengan isterinya guna memberikan pendidikan kesederhanaan dan kesegaran serta mengajar kepada sahabat-sahabatnya.

    Aisyah mengatakan: "Rasulullah bertanding dengan saya dan saya menang. Kemudian saya berhenti, sehingga ketika badan saya menjadi gemuk, Rasulullah bertanding lagi dengan saya dan ia menang, kemudian ia bersabda: Kemenangan ini untuk kemenangan itu." (Riwayat Ahmad dan Abu Daud); yakni seri.


  Lawan Bergusti

    Rasulullah s.a.w. pernah gusti dengan seorang laki-laki yang terkenal kuatnya, namanya Rukanah. Permainan ini dilakukan beberapa kali. (Riwayat Abu Daud).

    Dalam satu riwayat dikatakan: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. gusti dengan Rukanah yang terkenal kuatnya itu, kemudian ia berkata: domba lawan domba. Kemudian Nabi bergusti, dan ia berkata: berjanjilah dengan saya. untuk lain kali lagi, lantas Nabi bergusti, dan ia berkata: berjanjilah dengan saya, lantas Nabi bergusti untuk ketiga kalinya. Lantas seorang laki-laki itu bertanya: Apa yang harus saya katakan kepada keluargaku? Nabi menjawab: Katakan "domba telah dimakan oleh serigala, dan larilah domba." Kemudian apa pula yang aku katakan untuk yang ketiga? Nabi menjawab: Kami tidak dapat mengalahkan kamu untuk bergusti dengan kamu dan untuk mengalahkan kamu, kerana itu ambillah hadiahmu."

    Dari hadis ini ahli-ahli fiqih beristimbat hukum tentang dibenarkannya pertandingan lari cepat, baik dia itu dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki atau antara laki-laki dengan perempuan mahramnya atau dengan isteri-isterinya.

    Dari hadis-hadis itu pula ulama fiqih berpendapat bahawa pertandingan lari cepat, gusti dan sebagainya tidak menghilangkan kekhusyukan, kehormatan, pengetahuan, keutamaan dan lanjutnya umur. Sebab Rasulullah s.a.w. sendiri waktu bergusti dengan Aisyah sudah berumur di atas 50 tahun.


  Memanah

    Di antara hiburan yang dibenarkan oleh syara' ialah bermain memanah dan perang-perangan. Sebab di satu saat Nabi pernah berjalan-jalan menjumpai sekelompok sahabatnya yang sedang mengadakan pertandingan memanah, maka waktu itu Rasulullah s.a.w. memberikan dorongan kepada mereka dengan sabdanya: "Lemparkanlah panahmu itu, saya bersama kamu." (Riwayat Bukhari)

    Pertandingan lempar panah itu bukan sekadar hobby atau sekadar bermain-main saja, tetapi salah satu bentuk daripada mempersiapkan kekuatan sebagai yang diperintah Allah dalam firmanNya:

"Dan bersiap-siaplah kamu untuk menghadapi mereka (musuh) dengan kekuatan yang kamu sanggup."

    Dalam menafsirkan ayat ini Rasulullah bersabda: "Ketahuilah! bahawa yang dimaksud 'kekuatan' itu ialah memanah - beliau ucapkan kata-kata itu tiga kali." (Riwayat Muslim)

    Dan sabdanya pula: "Kamu harus belajar memanah kerana memanah itu termasuk sebaik-baik permainanmu." (Riwayat Bazzar, dan Thabarani dengan sanad yang baik)

    Namun begitu, Rasulullah s.a.w. memperingatkan para pemain agar tidak menjadikan binatang-binatang jinak dan sebagainya sebagai sasaran latihannya, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-orang Arab jahiliah.

    Abdullah bin Umar pernah melihat sekelompok manusia yang sedang berbuat demikian, kemudian Ibnu Umar mengatakan: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran memanah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

    Dilarangnya permainan seperti itu kerana terdapat unsur-unsur penyiksaan terhadap binatang dan merenggut jiwa binatang serta memungkinkan untuk membuang-buang harta, Tidak benar kalau permainan manusia itu dengan mengorbankan makhluk hidup yang lain.

    Justru itu pula Rasulullah s.a.w. melarang mengadu binatang [26] seperti yang dilakukan orang-orang Arab dahulu, iaitu mereka membawa dua ekor domba atau sapi kemudian diadu sampai mati atau hampir mati. Lantas mereka senang dan tertawa.

    Para ulama berkata: "Bahawa prinsip dilarangnya mengadu binatang, kerana terdapatnya unsur menyakiti dan melumpuhkan binatang tanpa faedah, tetapi hanya sekadar bermain-main."


  Main Anggar

    Yang sama dengan permainan memanah, ialah main anggar.

    Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. telah memberi perkenan kepada orang-orang Habasyah (Ethiopia) bermain anggar di dalam Masjid Nabawi, dan ia pun memberi perkenan pula kepada Aisyah untuk menyaksikan permainan itu. Dan kepada para pemain Rasulullah mengatakan: "Kerana kamu (kami melihat), hai bani Arfidah."

    Panggilan Bani Arfidah adalah suatu julukan yang biasa dipergunakan orang-orang Arab untuk memanggil penduduk Habasyah.

    Umar, kerana wataknya tidak suka bermain-main, maka dia bermaksud akan melarang orang-orang Habasyah yang sedang bermain itu, tetapi kemudian dilarang oleh Nabi. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ia berkata:

    "Ketika orang-orang Habasyah sedang bermain anggar dihadapan Nabi, tiba-tiba Umar masuk, kemudian mengambil kerikil dan melemparkannya kepada mereka. Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata kepada Umar.--biarkanlah mereka itu, hai Umar." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

    Ini merupakan suatu kelapangan dari Rasulullah s.a.w. dengan mengizinkan permainan seperti ini dilakukan di Masjidnya yang mulia itu, agar di dalam masjid dapat dipadukan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi; dan sebagai suatu pendidikan buat kaum muslimin, agar mereka suka bekerja di waktu bekerja dan bermain-main di waktu main-main. Di samping itu, bahawa permainan semacam ini bukan sekadar bermain-main saja, tetapi suatu permainan yang bermotif latihan.

    Para ulama berkata setelah membawakan hadis ini sebagai berikut: "Bahawa masjid dibuat adalah demi kepentingan urusan kaum muslimin. Oleh kerana itu apa saja yang kiranya bermanfaat untuk agama dan manusia, maka bolehlah dikerjakan di masjid."

    Kiranya kaum muslimin di zaman-zaman terakhir ini mahu memperhatikan, mengapa masjid-masjid mereka itu dikosongkan dari jiwa hidup dan kekuatan, dan dibiarkan sebagai tempat orang-orang apatis.

    Pengarahan Nabi dalam mendidik dan memberikan hiburan hati isteri-isterinya, iaitu dengan memperkenankan permainan yang mubah seperti itu. Sehingga kata Aisyah:

    "Sungguh saya saksikan Nabi membatas saya dengan selendangnya, sedang saya melihat orang-orang Habasyah itu bermain di dalam masjid, sehingga saya sendiri yang merasa bosan. Mereka itu lincah selincah gadis muda belia yang masih suka bermain." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Aisyah juga berkata:

    "Saya pernah bermain-main dengan boneka perempuan di rumah Rasulullah s.a.w., bersama kawan-kawan saya perempuan yang juga bermain-main dengan saya; dan tatkala Rasulullah s.a.w. masuk, mereka itu bersembunyi, tetapi Rasulullah s.a.w. senang melihat mereka itu bersamaku, kemudian mereka bermain-main bersamaku lagi." (Riwayat Bukhari dan Muslim)


  Menunggang Kuda (Berpacu Kuda)

    Allah s.w.t. berfirman: “Kuda, keledai dan himar adalah supaya kamu naiki dan sebagai perhiasan.” (an-Nahl: 8)

    Dan bersabda Rasulullah s.a.w.: "Kuda itu diikat jambulnya untuk kebaikan." (Riwayat Bukhari)

    Dan sabdanya pula: "Lemparkanlah (panah) dan tunggangilah (kuda)." (Riwayat Muslim)

    Dan sabdanya lagi: "Tiap-tiap sesuatu yang bukan zikrullah berarti permainan dan kelalaian, kecuali empat perkara: (1) Seorang laki-laki berjalan antara dua sasaran (untuk memanah). (2) Seorang yang mendidik kudanya. (3) Bermain-mainnya seseorang dengan isterinya. (4) Belajar berenang." (Riwayat Thabarani)

    Dan berkatalah Umar: "Ajarlah anak-anakmu berenang dan memanah; dan perintahlah mereka supaya melompat di atas punggung kuda."
Ibnu Umar meriwayatkan.

    "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah mengadakan pacuan kuda dan memberi hadiah kepada pemerangnya." (Riwayat Ahmad)

    Semua ini sebagai dorongan Nabi terhadap masalah pacuan kuda. Sebab berpacu kuda sebagaimana kami katakan di atas, adalah permainan, olahraga juga suatu latihan.

    Anas pernah ditanya: apakah kamu pernah bertaruh di zaman Rasulullah s.a.w.? Apakah Rasulullah s.a.w. sendiri juga pernah bertaruh? Maka jawab Anas: "Ya! Demi Allah, sungguh ia (Rasulullah s.a.w.) pernah bertaruh terhadap suatu kuda yang disebut sabhah (kuda pacuan), maka dia dapat mengalahkan orang lain, ia sangat tangkas dalam hal itu dan menghairankannya." (Riwayat Ahmad)

    Taruhan yang dibenarkan, atau yang dimaksud di sini ialah suatu upah (hadiah) yang dikumpulkan bukan dari orang-orang yang berpacu saja atau dari salah satunya saja, tetapi dari orang-orang lainnya.

    Adapun hadiah yang dikumpulkan dari masing-masing yang berpacu, kemudian siapa yang unggul itulah yang mengambilnya, maka hadiah semacam itu termasuk judi yang dilarang. Dan Nabi sendiri menamakan pacuan kuda semacam ini, yakni yang disediakan untuk berjudi, dinamakan Kuda Syaitan. Harganya adalah haram, makanannya haram dan menungganginya pun haram juga. (Riwayat Ahmad).

    Dan ia bersabda: "Kuda itu ada tiga macam: kuda Allah, kuda manusia dan kuda syaitan. Adapun kuda Allah ialah kuda yang disediakan untuk berperang di jalan Allah, maka makanannya, kotorannya, kencingnya dan apanya saja - mempunyai beberapa kebaikan. Adapun kuda syaitan, iaitu kuda yang dipakai untuk berjudi atau untuk dibuat pertaruhan, dan adapun kuda manusia, iaitu kuda yang diikat oleh manusia, ia mengharapkan perutnya (hasilnya), sebagai usaha untuk menutupi keperluannya. (Riwayat Bukhari dan Muslim)


  Berburu

    Hiburan/permainan yang bermanfaat; yang juga dibenarkan oleh Islam, ialah berburu. Berburu itu sendiri pada hakikatnya adalah bersenang-senang, olahraga dan bekerja, baik dengan menggunakan alat seperti tombak dan panah, atau dengan melepaskan binatang berburu seperti anjing dan burung.

    Tentang syarat dan tata-tertibnya telah kami sebutkan sesuai yang dituntut oleh Islam.

    Islam tidak melarang berburu kecuali dalam dua hal:

    a) Ketika ihram haji dan umrah. Sebab dalam keadaan demikian adalah dalam face damai secara menyeluruh, tidak boleh membunuh dan mengalirkan darah. Firman Allah:

    “Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu membunuh binatang buronan, padahal kamu sedang ihram.” (al-Maidah: 95)

    “Dan diharamkan atas kamu berburu binatang darat, selama kamu dalam keadaan ihram.” (al-Maidah: 96)

    b) Ketika berada di tanah haram Makkah, sebab tempat ini dijadikan Allah sebagai tempat perdamaian dan keamanan bagi semua makhluk hidup, yang berjalan di darat atau yang terbang di udara; ataupun tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di tempat itu. Seperti apa yang ditegaskan oleh Rasulullah s.a.w. dalam sabdanya:

    "Tidak boleh diburu binatang buronannya, dan tidak boleh dipotong pohon-pohonnya dan tidak boleh dicabut rumput-rumputnya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)


  Main Dadu

    Seluruh permainan yang di dalamnya ada perjudian, hukumnya haram. Sedang apa yang dinamakan judi, iaitu semua permainan yang mengandung untung-rugi bagi si pemain. Dan itulah yang disebut maisir dalam al-Quran yang kemudian diikuti dengan menyebut: arak, berhala dan azlam.

    Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: "Barangsiapa mengajak kawannya: mari berjudi! Maka hendaklah bersedekah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

    Maksudnya: bahawa semata-mata mengajak bermain judi sudah termasuk berdosa yang harus ditebus dengan sedekah. Di antaranya ialah permainan dadu yang apabila dibarengi dengan perjudian, maka hukumannya adalah haram, dengan kesepakatan para ulama.

    Tetapi apabila tidak dibarengi dengan perjudian, maka sementara ulama ada yang memandang haram, dan sebahagian lagi memandang makruh.

    Alasan yang dipakai oleh yang mengharamkannya, iaitu hadis yang diriwayatkan oleh Buraidah, bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bermain dadu, maka seolah-olah dia mencelupkan tangannya dalam daging babi dan darahnya." (Riwayat Muslim dan lain-lain)

    Dan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa dari Rasulullah s.a.w. bahawa ia berkata: "Barangsiapa bermain dadu, maka sungguh dia durhaka kepada Allah dan RasulNya." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Malik)

    Dua hadis tersebut cukup jelas dan bersifat umum, berlaku untuk semua orang yang bermain dadu, apakah dibarengi dengan judi ataupun tidak.

    Tetapi asy-Syaukani meriwayatkan, bahawa Ibnu Mughaffal dan al-Musayyib membolehkan bermain dadu tanpa judi. Sedang kedua hadis tersebut diperuntukkan buat orang yang bermain dadu sambil berjudi.


  Main Catur

    Di antara permainan yang sudah terkenal ialah catur.

    Para ahli fiqih berbeza pendapat tentang memandang hukumnya, antara mubah, makruh dan haram.

    Mereka yang mengharamkan beralasan dengan beberapa hadis Nabi s.a.w. Namun para pengkritik dan penyelidiknya menolak dan membatalkannya. Mereka menegaskan, bahawa permainan catur hanya mulai tumbuh di zaman sahabat. Oleh kerana itu setiap hadis yang menerangkan tentang catur di zaman Nabi adalah hadis-hadis batil (dhaif).

    Para sahabat sendiri berbeza dalam memandang masalah catur ini. Ibnu Umar menganggapnya sama dengan dadu. Sedang Ali memandangnya sama dengan judi. (Mungkin yang dimaksud, iaitu apabila dibarengi dengan judi). Sementara ada juga yang berpendapat makruh.

    Dan di antara sahabat dan tabi'in ada juga yang menganggapnya mubah. Di antara mereka itu ialah: Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Ibnu Sirin, Hisyam bin 'Urwah, Said bin Musayyib dan Said bin Jubair.

    Inilah pendapat orang-orang kenamaan dan begitu jugalah pendapat saya. Sebab menurut hukum asal, sebagaimana telah kita ketahui, adalah mubah. Sedang dalam hal ini tidak ada satu nas tegas yang menerangkan tentang haramnya. Dan pada catur itu sendiri melebihi permainan dan hiburan biasa. Di dalamnya terdapat semacam olah raga otak dan mendidik berfikir. Oleh kerana itu tidak dapat disamakan dengan dadu. Dan justru itu pula mereka mengatakan: yang menjadi ciri daripada dadu ialah untung-untungan (spekulasi), jadi sama dengan azlam. Sedang yang menjadi ciri dalam permainan catur ialah kecerdasan dan latihan, jadi sama dengan lomba memanah.

    Namun tentang kebolehannya ini dipersyaratkan dengan tiga syarat:

    1. kerana bermain catur, tidak boleh menunda-nunda sembahyang, sebab perbuatan yang paling bahaya ialah mencuri waktu.
    2. Tidak boleh dicampuri perjudian.
    3. Ketika bermain, lidah harus dijaga dari omong kotor, cabul dan omongan-omongan yang rendah.

    Kalau ketiga syarat ini tidak dapat dipenuhinya, maka dapat dihukumi haram.


  Menyanyi dan Muzik

    Di antara hiburan yang dapat menghibur jiwa dan menenangkan hati serta mengenakkan telinga, ialah nyanyian. Hal ini dibolehkan oleh Islam, selama tidak dicampuri omong kotor, cabul dan yang kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Dan tidak salah pula kalau disertainya dengan muzik yang tidak membangkitkan nafsu. Bahkan disunatkan dalam situasi gembira, guna melahirkan perasaan riang dan menghibur hati, seperti pada hari raya, perkawinan, kedatangan orang yang sudah lama tidak datang, saat walimah, aqiqah dan di waktu lahirnya seorang bayi.

    Dalam hadis diterangkan: "Dari Aisyah r.a, bahawa ketika dia menghantar pengantin perempuan ke tempat laki-laki Ansar, maka Nabi bertanya: Hai Aisyah! Apakah mereka ini disertai dengan suatu hiburan? Sebab orang-orang Ansar gemar sekali terhadap hiburan." (Riwayat Bukhari)

    Dan diriwayatkan pula: "Dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata: Aisyah pernah mengahwinkan salah seorang kerabatnya dengan Ansar, kemudian Rasulullah s.a.w. datang dan bertanya: Apakah akan kamu hadiahkan seorang gadis itu? Mereka menjawab: Betul! Rasulullah s.a.w. bertanya lagi. Apakah kamu kirim bersamanya orang yang akan menyanyi? Aisyah menjawab: Tidak! Kemudian Rasulllah s.a.w. bersabda: Sesungguhnya orang-orang Ansar adalah suatu kaum yang merayu. Oleh kerana itu alangkah baiknya kalau kamu kirim bersama dia itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang, selamat datang kami, selamat datang kamul" (Riwayat Ibnu Majah)

    "Dan dari Aisyah r.a. sesungguhnya Abubakar pernah masuk kepadanya, sedang di sampingnya ada dua gadis yang sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Idul Adha), sedang Nabi s.a.w. menutup wajahnya dengan pakaiannya, maka diusirlah dua gadis itu oleh Abubakar. Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata kepada Abubakar Biarkanlah mereka itu hai Abubakar, sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-senang)." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

    Imam Ghazali dalam Ihya'nya [27] setelah membawakan beberapa hadis tentang bernyanyinya dua orang gadis itu, permainannya orang-orang Habasyah di dalam masjid Nabawi yang didukungnya oleh Nabi dengan kata-katanya: kerana kamu, aku melihat hai Bani Arfidah, dan perkataan Nabi kepada Aisyah: engkau senang ya Aisyah melihat permainan ini; dan berdirinya Nabi bersama Aisyah sehingga dia sendiri yang bosan serta permainan Aisyah dengan boneka bersama kawan-kawannya itu, kemudian Ghazali berkata: bahawa hadis-hadis ini semua tersebut dalam Bukhari dan Muslim dan merupakan nas yang tegas, bahawa nyanyian dan permainan, bukanlah haram. Dan dari situ juga menunjukkan dibolehkannya bermacam-macam permainan:

    1. Bermain anggar sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-orang Habasyah.
    2. Permainan boleh dilakukan di masjid.
    3. Sabda Nabi kepada orang-orang Habasyah: keranamu aku melihat hai Bani Arfidah, adalah suatu perintah dan anjuran untuk bermain. Oleh kerana itu bagaimana mungkin permainan itu diharamkannya?
    4. Dilarangnya Abubakar dan Umar dengan alasan, bahawa hari itu adalah hari raya dan hari gembira, sedang bernyanyi adalah salah satu daripada jalan untuk bergembira.
    5. Berdirinya Nabi yang begitu lama sambil menyaksikan dan mendengarkan nyanyian yang disetujui Aisyah, adalah cukup sebagai bukti, bahawa metode yang baik untuk menghaluskan budi perempuan dan anak-anak dengan cara menyaksikan permainan adalah lebih baik daripada kekasaran ruhud dan berkekurangan dalam suasana terhalang dan dihalang.
    6. Perkataan Nabi kepada Aisyah yang didahului dengan kalimat bertanya: senangkah kamu untuk melihat?
    7. Perkenan untuk menyanyi dan memukul rebana dari dua anak gadis itu dan seterusnya, seperti yang dituturkan al-Ghazali dalam Kitabus Sama' (fasal mendengar). Dan dari beberapa sahabat dan tabi'in diriwayatkan, bahawa mereka itu pernah mendengarkan nyanyian, sedang mereka tidak menganggapnya suatu perbuatan dosa.


    Adapun hadis-hadis Nabi yang melarang nyanyian, semuanya ada cacat, tidak ada satupun yang selamat dari celaan oleh kalangan ahli hadis, seperti kata al-Qadhi Abubakar bin al-Arabi: "Tidak ada satupun hadis yang sah yang berhubungan dengan diharamkannya nyanyian."

    Dan berkata pula Ibnu Hazm: "Semua hadis yang menerangkan tentang haramnya nyanyian adalah batil dan palsu."

    Banyak sekali nyanyian-nyanyian dan muzik yang disertai dengan perbuatan berlebih-lebihan, minum-minum arak dan perbuatan-perbuatan haram. Itulah yang kemudian oleh ulama-ulama dianggapnya haram atau makruh.

    Sebahagian mereka ada yang ;nengatakan: bahawa sesungguhnya nyanyian itu termasuk lahwul hadis (omongan yang dapat melalaikan) sebagai yang dimaksud dalam firman Allah:

    “Di antara manusia ada yang membeli omongan yang dapat melalaikan untuk menyesatkan (orang) dari jalan Allah tanpa disedari, dan dijadikannya sebaqai permainan. Mereka itu kelak akan mendapat siksaan yang hina.” (Luqman: 6)

    Ibnu Hazm berkata: "Ayat tersebut menyebutkan suatu sifat yang barangsiapa mengerjakannya boleh menjadi kafir tanpa diperselisihkan lagi, iaitu apabila dia menjadikan agama Allah sebagai permainan. Oleh kerana itu jika dia membeli sebuah al-Quran untuk dijadikan ayat guna menyesatkan orang ramai dan dijadikannya sebagai permainan, maka jelas dia adalah kafir. Inilah yang dicela Allah s.w.t. Samasekali Allah tidak mencela orang-orang yang membeli lahwal hadis itu sendiri yang boleh dipakai untuk hiburan dan menggembirakan hati, bukan untuk menyesatkan orang dari jalan Allah."

    Selanjutnya Ibnu Hazm menolak anggapan orang yang mengatakan; bahawa nyanyian itu sama sekali tidak dapat dibenarkan, dan termasuk suatu kesesatan, seperti firman Allah.

    “Tidak ada lain sesudah hak kecuali kesesatan.” (Yunus: 32)

    Maka kata Ibnu Hazm: Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: "Sesungguhnya semua perbuatan itu harus disertai dengan niat dan tiap-tiap orang akan dinilai menurut niatnya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

    Jadi barangsiapa mendengarkan nyanyian dengan niat untuk membantu bermaksiat kepada Allah, maka jelas dia adalah fasik --termasuk semua hal selain nyanyian. Dan barangsiapa berniat untuk menghibur hati supaya dengan demikian dia mampu berbakti kepada Allah dan tangkas dalam berbuat kebajikan, maka dia adalah orang yang taat dan berbuat baik dan perbuatannya pun termasuk perbuatan yang benar. Dan barangsiapa tidak berniat untuk taat kepada Allah dan tidak juga untuk bermaksiat, maka perbuatannya itu dianggap main-main saja yang dibolehkan, seperti halnya seorang pergi ke kebun untuk berlibur, dan seperti orang yang duduk-duduk di depan sofa sekadar melihat-lihat, dan seperti orang yang mengkelir bajunya dengan warna ungu, hijau dan sebagainya.

    Namun di situ ada beberapa ikatan yang harus kita perhatikan sehubungan dengan masalah nyanyian ini, iaitu:

    1. Nyanyian itu harus diperuntukkan buat sesuatu yang tidak bertentangan dengan etika dan ajaran Islam. Oleh kerana itu kalau nyanyian-nyanyian tersebut penuh dengan pujian-pujian terhadap arak dan menganjurkan orang supaya minum arak, misalnya, maka menyanyikan lagu tersebut hukumnya haram, dan si pendengarnya pun haram juga. Begitulah nyanyian-nyanyian lain yang dapat dipersamakan dengan itu.

    2. Mungkin subyek nyanyian itu sendiri tidak menghilangkan pengarahan Islam, tetapi cara menyanyikan yang dilakukan oleh si penyanyi itu beralih dari lingkungan halal kepada I;ngkungan haram, misalnya lenggang gaya dengan suatu kesengajaan yang dapat membangkitkan nafsu dan menimbulkan fitnah dan perbuatan cabul.

    3. Sebagaimana agama akan selalu memberantas sikap berlebih-lebihan dan kesombongan dalam segala hal sampai pun dalam beribadah, maka begitu juga halnya berlebih-lebihan dalam hiburan dan menghabiskan waktu untuk berhibur, padahal waktu itu sendiri adalah berarti hidup!

    Tidak dapat diragukan lagi, bahawa berlebih-lebihan dalam masalah yang mubah dapat menghabiskan waktu untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban. Maka tepatlah kata ahli hikmah: "Tidak pernah saya melihat suatu perbuatan yang berlebih-lebihan, melainkan di balik itu ada suatu kewajiban yang terbuang."

    4. Tinggal ada beberapa hal yang seharusnya setiap pendengarnya itu sendiri yang memberitahu kepada dirinya sendiri, iaitu apabila nyanyian atau satu macam nyanyian itu dapat membangkitkan nafsu dan menimbulkan fitnah serta nafsu kebinatangannya itu dapat mengalahkan segi rohaniahnya, maka dia harus menjauhi nyanyian tersebut dan dia harus menutup pintu yang dari situlah angin fitnah akan menghembus, demi melindungi hatinya, agamanya dan budi luhurnya. Sehingga dengan demikian dia dapat tenang dan gembira.

    5. Di antara yang sudah disepakati, bahawa nyanyian yang disertai dengan perbuatan-perbuatan haram lainnya seperti: di persidangan arak, dicampur dengan perbuatan cabul dan maksiat, maka di sinilah yang oleh Rasulullah s.a.w. pelakunya, dan pendengarnya diancam dengan siksaan yang sangat, iaitu sebagaimana sabda beliau:

    "Sungguh akan ada beberapa orang dari ummatku yang minum arak, mereka namakan dengan nama lain, kepala mereka itu boleh dilalaikan dengan bunyi-bunyian dan nyanyian-nyanyian, maka Allah akan tenggelamkan mereka itu kedalam bumi dan akan menjadikan mereka itu seperti kera dan babi." (Riwayat Ibnu Majah)

    Bukan merupakan kelaziman kalau mereka itu dirombak bentuk dan potongannya, tetapi apa yang dimaksud dirombak jiwanya dan rohnya. Bentuknya bentuk manusia tetapi jiwanya, jiwa kera dan rohnya roh babi.

4.3.5  Judi adalah Kawan Arak

Sekalipun hiburan dan permainan itu dibolehkan oleh Islam, tetapi ia juga mengharamkan setiap permainan yang dicampuri perjudian, iaitu permainan yang tidak luput dari untung-rugi yang dialami oleh si pemain. Dan sudah kita sebutkan terdahulu tentang sabda Nabi yang mengatakan:

    "Barangsiapa berkata kepada rekannya mari bermain judi, maka hendaklah ia bersedekah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

    Oleh kerana itu tidak halal seorang muslim menjadikan permainan judi sebagai alat untuk menghibur diri dan mengisi waktu senggang. Begitu juga tidak halal seorang muslim menjadikan permainan judi sebagai alat mencari wang dalam situasi apapun.

    Islam, di balik larangannya ini ada terkandung suatu hikmah dan tujuan yang tinggi sekali, iaitu:

    1. Hendaknya seorang muslim mengikuti sunnatullah dalam bekerja mencari wang, dan mencarinya dengan dimulai dari pendahuluan-pendahuluannya. Masukilah rumah dari pintu-pintunya; dan tunggulah hasil (musabbab) dari sebab-sebabnya.

    Sedang judi --di dalamnya termasuk undian-- dapat menjadikan manusia hanya bergantung kepada pembahagian, sedekah dan angan-angan kosong; bukan bergantung kepada usaha, aktivitas dan menghargai cara-cara yang telah ditentukan Allah, serta perintah-perintahNya yang harus diturut.

    2. Islam menjadikan harta manusia sebagai barang berharga yang dilindungi. Oleh kerana itu tidak boleh diambilnya begitu saja, kecuali dengan cara tukar-menukar sebagai yang telah disyariatkan, atau dengan jalan hibah dan sedekah. Adapun mengambilnya dengan jalan judi, adalah termasuk makan harta orang lain dengan cara yang batil.

    3. Tidak menghairankan, kalau perjudian itu dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan antara pemain-pemain itu sendiri, kendati nampak dari mulutnya bahawa mereka telah saling merelakan. Sebab bagaimanapun akan selalu ada pihak yang menang dan yang kalah, yang dirampas dan yang merampas. Sedang yang kalah apabila diam, maka diamnya itu penuh kebencian dan mendongkol. Dia marah kerana angan-angannya tidak dapat tercapai. Dia mendongkol kerana taruhannya itu sial. Kalau dia ngomel, maka ia ngomeli dirinya sendiri kerana derita yang dialami dan tangannya yang menaruhkan taruhannya dengan membabi-buta.

    4. Kerugiannya itu mendorong pihak yang kalah untuk mengulangi lagi, barangkali dengan ulangan yang kedua itu dapat menutup kerugiannya yang pertama. Sedang yang menang, kerana didorong oleh seronoknya menang, maka ia tertarik untuk mengulangi lagi. Kemenangannya yang sedikit itu mengajak untuk dapat lebih banyak. Samasekali dia tidak ada keinginan untuk berhenti. Dan makin berkurang pendapatannya, makin dimabuk oleh kemenangan sehingga dia beralih dari kemegahan kepada suatu kesusahan yang mendebarkan.

    Begitulah berkaitnya putaran dalam permainan judi, sehingga hampir kedua putaran ini tidak pernah berpisah. Dan inilah rahasia terjadinya pertumpahan darah antara pemain-pemain judi.

    5. Oleh kerana itu hobby ini merupakan bahaya yang mengancam masyarakat dan pribadi.

    Hobby ini merusak waktu dan aktivitas hidup dan menyebabkan si pemain-pemainnya menjadi manusia yang tamak, mereka mahu mengambil hak milik orang tetapi tidak mahu memberi, menghabiskan barang tetapi tidak dapat berproduksi.

    Selamanya pemain judi sibuk dengan permainannya, sehingga lupa akan kewajibannya kepada Tuhan, kewajibannya akan diri, kewajibannya akan keluarga dan kewajibannya akan ummat.

    Tidak terlalu jauh kalau orang yang asyik hidangan hijau --menurut istilah yang mereka pergunakan-- itu akan berani menjual agamanya, harga dirinya dan tanah airnya, demi permainan judi. Kecintaannya terhadap hidangan ini akan mencabut kecintaannya terhadap barang lain, atau nilai apapun.

    Hidangan ini dapat menaburkan benih permainan judi dengan segala macam cara. Sampai pun tentang harga dirinya, keyakinannya dan bangsanya, akan rela dikorbankan demi terlaksananya pekerjaan yang sia-sia ini.

    Betapa benarnya dan indahnya susunan al-Quran yang mengkaitkan arak dan judi ini dalam satu rangkaian ayat dan hukumnya, sebab bahayanya terhadap pribadi, keluarga, tanah air dan moral adalah sama. Pencandu judi sama dengan pencandu arak, bahkan jarang sekali didapat salah satunya raja sedang yang lain tidak.

    Betapa benarnya al-Quran yang telah menjelaskan kepada kita, bahawa arak dan judi adalah salah satu daripada perbuatan syaitan; dan kemudian diikutinya dengan menyebut berhala dan azlam serta ditetapkannya kedua hal tersebut sebagai perbuatan yang najis dan harus dijauhi.

Firman Allah: "Hai orang-orang mu'min! Sesungguhnya arak dan judi dan berhala dan azlam adalah kotor, berasal dari perbuatan syaitan; oleh kerana itu jauhilah, supaya kamu beruntung, Sesungguhnya syaitan hanya bermaksud akan menjatuhkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui arak dan permainan judi serta akan menghalangi kamu dari ingat kepada Allah dan sembahyang; oleh kerana itu apakah kamu mahu berhenti?!" (al-Maidah: 90-91)



4.3.6  Undian, Salah Satu Macam Judi

Apa yang dinamakan undian (yaa nashib), adalah salah satu macam dari macam-macam judi yang ada. Oleh kerana itu tidak patut dipermudah dan dibolehkan permainan tersebut dengan dalih bantuan sosial atau tujuan kemanusiaan.

    Orang-orang yang membolehkan undian untuk maksud-maksud di atas, tak ubahnya dengan orang-orang yang mengumpulkan dana untuk tujuan di atas dengan jalan mengadakan tarian haram dan seni haram. Untuk mana kepada mereka kami sampaikan sebuah hadis yang disabdakan Nabi s.a.w.: "Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mahu menerima kecuali yang baik." (Riwayat Muslim dan Tarmizi)

    Mereka yang berbuat demikian menganggap seolah-olah masyarakat Islam telah kehilangan jiwa sosial, perasaan kasih-sayang dan nilai-nilai kebajikan. Sehingga tidak ada jalan lain untuk mengumpulkan dana, kecuali dengan berjudi dan permainan haram. Islam tidak yakin, bahawa ummatnya akan bersikap demikian. Bahkan lebih yakin akan segi sosialnya terhadap kepada orang lain. Oleh kerana itu Islam tidak memakai, melainkan cara yang suci untuk tujuan yang suci. Jalan yang suci itu berupa ajakan untuk berbuat kebajikan, membangkitkan nilai kemanusiaan dan beriman kepada Allah dan hari akhir.



4.3.7  Menonton Filem

Ramai kaum muslimin yang bertanya-tanya tentang pandangan Islam terhadap tayangan filem atau bioskop, drama, tonil/sandiwara dan seumpamanya. Apakah orang Islam dibolehkan menonton ataukah diharamkannya?

    Satu hal yang tidak diragukan lagi, bahawa filem, atau bioskop, adalah alat yang sangat vital untuk mengarahkan dan memberikan hiburan. Kedudukannya sama dengan kedudukan alat-alat yang lain, dapat dipergunakan untuk lial-hal yang baik dan yang tidak baik. Oleh kerana itu filem itu sendiri tidak apa-apa. Status hukumnya tergantung pada penggunaannya.

    Dengan demikian, kami berpendapat filem adalah halal dan baik, bahkan kadang-kadang masuk sunnat dan diperlukan apabila dipenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:

    1. bahawa subjek-subjeknya yang diketengahkan itu bersih dari kegila-gilaan, kefasikan dan semua hal yang dapat mensirnakan aqidah, syariat dan kesopanan Islam. Adapun semua pertunjukan yang dapat membangkitkan nafsu dan mencenderungkan orang kepada perbuatan dosa atau yang dapat membawa kepada perbuatan kriminal atau mengajak kepada fikiran-fikiran untuk berbuat serong, atau menjurus hukumnya adalah haram yang tidak halal bagi seorang muslim untuk menyaksikannya, atau mendukungnya.

    2. Tidak melupakan kewajiban agama atau duniawi. Diantara kewajiban-kewajiban itu ialah sembahyang lima waktu. Oleh kerana itu tidak halal seorang muslim meninggalkan sembahyang maghrib misalnya, kerana akan pergi menonton filem. Firman Allah:

    “Celakalah orang-orang yang sembahyang, iaitu mereka yang lalai terhadap sembahyangnya.” (al-Ma'un: 4-5)

    Sahun ditafsirkan dengan mengabaikan sembahyang sehingga habis waktunya. Dan al-Quran menjadikan sejumlah sebab diharamkannya arak dan judi ialah kerana arak dan judi itu dapat menghalang berzikrullah dan sembahyang.

    3. Jangan sampai terjadi persentuhan dan percampuran antara laki-laki dan perempuan lain, demi menjaga fitnah dan menolak syubhat. Lebih-lebih pertunjukan ini tidak dapat dilakukan, kecuali di tempat yang gelap. Sedang hadis Nabi mengatakan:

    "Sungguh kepala salah seorang di antara kamu ditusuk dengan jarum dari besi, lebih baik baginya daripada menyentuh perempuan yang tidak halal baginya." (Riwayat Baihaqi, Thabarani; dan rawi-rawinya adalah rawi-rawi Bukhari)

Tidak ada komentar