Hikmah Diturunkannya al-Qur’an Secara Bertahap

Hikmah Diturunkannya al-Qur’an Secara Bertahap
Dengan adanya pembagian al-Qur'an kepada Makkiy dan Madaniy diketahui bahwa ia diturunkan kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam secara bertahap. Turunnya ayat dengan cara ini memiliki hikmah yang banyak sekali, diantaranya:
  • Memantapkan hati Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam sebagaimana firman Allah Ta'ala (artinya),
    "Berkatalah orang-orang kafir, Mengapapa al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?', demikianlah, supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar)." (Q.s.,al-Furqân:32)
    Maksud "demikianlah" diatas adalah demikianlah kami menurunkannya secara bertahap.
     
  • Memudahkan manusia untuk menghafal, memahami dan mengamalkannya, sebab ia dibacakan kepada mereka sedikit demi sedikit. Hal ini sebagaimana firman Allah (artinya),
    "Dan al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian." (Q.s.,al-Isrâ`:106)
     
  • Memompa semangat untuk menerima ayat al-Qur'an yang diturunkan, sekaligus melaksanakannya sebab manusia jadi sangat merindukan turunnya ayat tersebut, apalagi bila memang kondisinya sangat membutuhkan hal itu sebagaimana yang terjadi dengan ayat-ayat tentang kisah berita bohong (Hadîts al-Ifk) dan masalah Li'ân.
     
  • Menggodok syari'at secara bertahap hingga mencapai kualitas yang sempurna sebagaimana yang terdapat di dalam ayat-ayat tentang Khamar dimana orang-orang sebelumnya dibesarkan dalam kondisi seperti itu dan sudah terbiasa dengannya. Tentunya, amat sulit bagi mereka untuk menghadapi larangan secara tegas (total), karenanya pertama kali ayat yang turun tentangnya adalah firman-Nya (artinya),
    "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:"Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". (Q.s.,al-Baqarah: 219)
    Kandungan ayat ini memberikan persiapan diri untuk menerima pengharamannya sebab hal yang masuk akal adalah tidak mungkin melakukan sesuatu yang dosanya lebih besar ketimbang manfa'atnya.
    Kemudian barulah turun tahapan kedua, yaitu firman-Nya (artinya),
    "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan." (Q.s.,an-Nisâ`:43)
    Kandungan ayat ini memberikan latihan untuk meninggalkannya pada saat-saat tertentu (sebagian waktu), yaitu waktu-waktu shalat saja.
    Kemudian turunlah tahapan terakhir (final), yaitu firman-Nya (artinya),
    "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, ( berkorban untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan,[90]. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu),[91]. Dan ta'atlah kamu kepada Allah dan ta'atlah kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang."[92] (Q.s.,al-Mâ`idah:90-92)
    Kandungan ke-tiga ayat ini adalah larangan secara tegas dan total terhadap khamar untuk setiap waktu, setelah sebelumnya jiwa dipersiapkan dahulu, lalu dilatih untuk untuk tidak melakukannya pada sebagian waktu.
(SUMBER: Ushûl Fi at-Tafsîr karya Syaikh Muhammad bin Shâlih al-'Utsaimîn, h.18-19)

Tidak ada komentar