Kepuasan Intelektual, Apresiasi Rasa, dan UlulAlbab Menuju Taqwa

Kepuasan Intelektual, Apresiasi Rasa, dan UlulAlbab Menuju Taqwa 

Marilah kita buka tulisan ini dengan menyajikan sekelumit kalkulasi di dalam bidang ilmu hidrodinamika, khususnya dalam hal masalah bagaimana prosesnya angin membentuk ombak pada permukaan laut melawan viskositas. Singkatnya terjadinya ombak oleh tiupan angin. Dalam sebuah buku tentang terjadinya ombak, saya balik-balik halamannya, lalu saya dapatkan kalkulasi sebagai berikut: 
Kalkulasi itu antara lain seperti berikut. Gaya-gaya eksternal p'yy dan p'xy yang bekerja pada permukaan air dinyatakan oleh persamaan: 
p'yy/gre = (a^2nk^2@+@^2)A-i(s^2+2nkma)C / g^k(A-iC) 
dan seterusnya, dan seterusnya, kalkulasi tentang terjadinya ombak oleh tiupan angin itu mengambil tempat 2 halaman. Kalkulasi itu akhirnya menghasilkan kesimpulan-kesimpulan berikut: Pada kecepatan bertiup 1,5 km per jam, angin itu menyebabkan permukaan laut diliputi oleh kerut-kerut air yang kecil-kecil, katakanlah ombak sehalus rambut. Saya masih ingat waktu kecil ketika bermain-main sampan layar, saya yang sedang memegang kemudi di bagian belakang sampan berteriak jagako kepada teman yang bertugas mengimbangi kemiringan sampan, yang berdiri dipinggir sampan pada sisi yang berlawanan dengan layar. Biasanya sampan mempunyai cadik/kengkeng, semacam tangkai yang menganjur keluar kiri kanan sampan untuk keseimbangan sampan. Tetapi waktu saya masih anak-anak dalam soal sampan layar mempunyai nilai tersendiri: Anak-anak/remaja yang melayarkan sampan layar yang memakai cadik dicap penakut. Teriakan jagako itu saya ucapkan untuk memperingatkan teman tadi agar siap siaga akan datangnya angin, karena melihat kerutan kecil air laut yang melaju ke arah sampan layar kami itu. Setelah membalik-balik buku tentang terjadinya ombak itu (hidrodinamika) itu barulah saya ketahui, angin sebagai penyebab kerut-kerutan kecil pada muka laut itu kecepatannya sekitar 1,5 km per jam. 
Kembali kepada kesimpulan perhitungan di atas, apabila kecepatan angin di bawah 750 m per jam tidak membawa kesan pada permukaan laut. Tiupan angin itu tetap ditampung oleh layar sampan, dan sampan tetap melaju, namun permukaan laut tidak dipengaruhinya. Pada kecepatan 3 km per jam ke atas akan terjadilah apa yang disebut dengan gravity waves dan inilah yang dalam istilah sehari-hari disebut dengan gelombang. 
*** 
Pada pihak yang lain saya masih teringat bait permulaan dari sebuah nyanyian jenis seriosa, kalau tidak salah judul nyanyian itu Nyiur. Bait permulaan itu berbicara juga tentang terjadinya ombak oleh tiupan angin. Apa yang masih tersimpan dalam ingatan saya, mudah-mudahan tidak salah, sebagai berikut: 
Tofan dahsyat membadai tepi.
Ombak membuih tinggi.
Siang malam tiada henti.
Daya menggempar sunyi. 
Kata-kata dalam bait itu mengandung pesona. Diri kita seakan-akan berada di tengah-tengah amukan ombak. Merasakan kedahsyatan topan yang menggempur kesunyian. Lebih dahsayat rasanya ketimbang berlayar dengan sampan layar waktu masih anak-anak ditiup angin. Permulaan bait dalam nyanyian Nyiur di atas itu dapat membawa kita ke tengah-tengah suasana kedahsyatan alam oleh topan. Ini berbeda dengan kesan intelektual dalam menghitung dengan persamaan-persamaan dan rumus-rumus dalam hidrodinamika itu. Suatu keadaan alam terjadinya ombak oleh angin memberikan kepuasan hasrat intelek kita dengan hidrodinamika, yang juga memberikan apresiasi oleh rasa kita dengan bait permulaan dari nyanyian Nyiur tersebut. 
Namun kepuasan intelektual kita dan apresiasi oleh rasa kita, yang berupa output berolah-akal itu (berpikir dan merasa), belumlah cukup. Itu baru merupakan sasaran antara. Yaitu untuk mencapai sasaran selanjutnya yang lebih jauh yaitu kepribadian yang bersikap UlulAlab, maka unsur pikir itu harus didahului oleh dzikir. Dan dengan sikap UlulAlbab ini insyaAllah dapat mengantar kita kepada sasaran maksimal, yaitu derajat Taqwa. 
Dan bagaimanakh sikap yang disebut UlulAlbab itu? Bacalah S. Ali 'Imran ayat 191 seperti berikut: Alladziena yazkuruna Llaha qiyaman wa qu'udan wa 'ala junubihim wa yatafakkaruna fie khalqi ssamawati walardhi, rabbana ma khalaqta hadza bathilan subhanaka faqina 'adzaba nnar. artinya: Yaitu mereka yang dzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, atau duduk, atau berbaring, dan berpikir tentang kejadian (benda-benda) langit dan bumi, kemudian berucap: Ya Maha Pengatur kami, tidaklah Engkau ciptakan semuanya ini dengan percuma, maka peliharalah kami dari azab neraka. WaLlahu a'lamu bishshawab. 

Tidak ada komentar