Menanggulangi Pencemaran, dan Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Menanggulangi Pencemaran, dan Menyambut Bulan Suci Ramadhan 

Sebenarnya pencemaran itu bermacam-macam. Ada pencemaran lingkungan non fisik seperti pencemaran agama dan budaya. Ada pencemaran lingkungan fisik yang berupa zat/materi ataupun non-materi, yang berwujud getaran/gerak gelombang. Yang berupa zat/materi dapat dijumpai di darat, laut dan udara, seperti misalnya sampah, cairan beracun dari pabrik-pabrik, dan gas buang dari cerobong asap pabrik-pabrik atau knalpot motor-motor propulsi/kendaraan. Yang berupa getaran (gerak gelombang) hanya terdapat di udara, seperti gelombang panas, inilah yang disebut pencemaran thermal yang mengglobal seperti telah dijelaskan dalam seri sebelumnya. Ada pula berupa gelombang udara, yaitu pencemaran bunyi, kebisingan oleh kendaraan bermotor utamanya di jalan-jalan dan di lapangan terbang, udara jadi bising. Ada pula berupa gelombang elektro-magnet. Dalam Perang Teluk, angkatan perang Bush mencemarkan angkasa Irak dengan gelombang elektromagnet ini, sehingga sistem komunikasi elektronik Saddam Husain dengan pasukan-pasukannya di front menjadi lumpuh. Ada pula berupa partikel-partikel elektron, yaitu pencemaran yang dialami pemukiman dekat-dekat, bahkan di bawah kabel-kabel penghantar aliran listrik tegangan tinggi, sehingga para pemukim tersebut tidak bisa menerima siaran radio maupun TV, seperti yang dialami oleh sistem komunikasi elektronik Saddam Husain dengan pasukan-pasukannya di front tersebut. Ada pula pencemaran yang sekaligus berupa zat/partikel dan berupa gelombang yaitu pencemaran akibat ledakan inti atom, ini biasa disebut dengan pencemaran radiasi. 
Karena banyaknya jenis pencemaran itu, maka yang akan dibicarakan dalam seri ini hanyalah dibatasi dalam 2 jenis zat pencemar yaitu CO2 dan CFC. Mengapa ini yang dipilih, alasannya ialah kedua jenis zat pencemar tersebut menduduki rank teratas, yakni sudah mengglobal, seperti sudah dibicarakan sebelumnya dalam seri-seri yang lalu. 
Secara garis besarnya ada dua cara penanggulangan itu. Yaitu secara teknologik dan non-teknologik, yaitu pola pikir dan perilaku manusia. Yang teknologik, ialah mencari zat alternatif untuk mengganti zat yang menghasilkan pencemaran yang berbahaya itu. Sekarang sementara diupayakan untuk mengganti CFC. Hasilnya? WaLlahu a'lam bissawab. Kita tunggu saja mudah-mudahan berhasil. 
Lalu bagaimana dengan CO2? Ini yang lebih musykil, sebab seperti telah dijelaskan sebelumnya dalam seri yang lalu CO2 adalah hasil pembakaran, CO2 itu asalnya dari bahan bakar seperti kayu, atau yang fosil yaitu batubara dan minyak, yang semuanya itu disebut bahan bakar hidro-karbon. Dalam industri daya (power industries) bahan bakar hidro-karbon ini masih menduduki rank teratas. Dalam hal-hal tertentu tergantung pada kondisi setempat, dapat ditempuh alternatif lain, yaitu yang berasal dari tenaga air, angin dan matahari. Tetapi ini sangat jauh dari cukup ketimbang kebutuhan daya oleh peradaban ummat manusia. Lagi pula hanya untuk mesin-mesin yang stasioner. Tidak dapat dipakai untuk menggerakkan kendaraan, dengan pengecualian tenaga angin yang dapat dimanfaatkan untuk kendaraan air, yaitu kapal layar. Kendaraan darat tentu tidak dapat memakai tenaga angin, kecuali yang di atas es. Tenaga matahari untuk kendaraan? Masih dalam tahap bayi yang merangkak. Tenaga nuklir sebagai alternatif? Oh, harus dipikir, dipikir baik-baik tentang bahaya pencemaran radiasi, baik akibat kebocoran maupun akibat pembuangan sampah nuklir. 
Selanjutnya akan dibahas cara yang non-teknologik, yaitu pola pikir dan perilaku ummat manusia. Cara ini ialah dengan pembudayaan nilai-nilai agama. Perlu penjelasan mengenai ungkapan yang digaris bawahi itu. Penjelasan ini berupa ilustrasi. Secara konseptual Al Quran mengajarkan nilai kedisiplinan waktu, yaitu dalam S. Al 'Ashr. Wa-l'Ashr, artinya perhatikanlah waktu. Kemudian asas kedisiplinan itu diaplikasikan oleh ummat Islam dalam shalat. Yang shalat dapat memelihara/melaksanakan nilai itu, namun hanya terbatas di dalam shalat saja, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari nilai kedisiplinan ini diabaikan dengan budaya jam karet. Dalam shalat Jumat, yang datang duluan menempati shaf yang depan. Yang datang kemudian menempati shaf yang di belakangnya. Ini di dalam masjid. Tetapi tidak jarang mereka yang tertib dalam masjid, kalau antre di muka loket lalu menyerobot. Nilai tertib dalam bershaf di dalam masjid tidak dibudayakan di luar masjid. Nilai agama tersebut tidak membudaya dalam kalangan ummat Islam. 
Adapun pola pikir dan prilaku yang mesti dibudayakan dari nilai agama itu untuk menanggulangi pencemaran CO2 itu ialah nilai hemat. Hematlah akan pemakaian energi. Kalau dapat dilaksanakan dengan otot sendiri, tidak perlu minta bantuan budak tenaga. Yang menjadi masalah sekarang itu terlalu ideal. Ada budak tenaga tersedia, buat apa susah-susah. Bukankah teknologi itu tujuannya untuk mempermudah hidup. Pola pikir inilah yang harus diluruskan. Mempermudah hidup itu, ruang lingkupnya perlu dibatasi. Kalau membawa meja berisi minuman, atau membawa kopor yang berat, atau sangat dikejar waktu, maka pakailah budak tenaga, yaitu lift untuk mempermudah hidup. Tetapi kalau cuma menjinjing tas, tidak disengat waktu, maka pakailah tangga. Ingat, tenaga istrik untuk menjalankan lift itu umumnya berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Uap air itu diperoleh dari memanaskan air, dari pembakaran yang mengeluarkan CO2. Dapatkah pola pikir dan prilaku ini terlaksana? Insya Allah. Dengan latihan mental menahan diri, yaitu berpuasa. Berfirman Allah dalam S. Al Baqarah, ayat 183: Ya ayyuhalladziena amanu kutiba 'alaikumu-shshiyamu kama kutiba 'ala-lladziena min qablikum la'allakum tattaqun, artinya Hai orang-orang beriman, telah diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana pula telah diwajibkan atas mereka sebelum kamu, mudah-mudahan kamu menjadi taqwa. Bulan Ramadhan tinggal 2 pekan lagi. Marilah kita mempersiapkan diri melatih mental, antara lain menahan diri dari kebutuhan biologis, yang insya Allah menghasilkan pembudayaan nilai menahan diri dari perbuatan boros, menghemat apa saja tidak terkecuali menghemat energi, mengurangi produksi CO2. Menahan diri dari membabat hutan yang antara lain berfungsi untuk mengubah kembali CO2 menjadi oksigen, sehingga terpeliharalah ekosistem, daur CO2 - O2. WaLlahu a'lamu bishshawab. 

Tidak ada komentar