Pemanfaatan Sains

Pemanfaatan Sains 

Apabila sains didefinisikan atau diartikan di atas paradigma filsafat positivisme (menurut pandangan deisme, agnostisisme dan atheisme), maka gunanya sains itu hanya satu, yakni untuk mensejahterakan ummat manusia, memelihara binatang dan tumbuh-tumbuhan, lingkungan hidup pada umumnya. Akan tetapi jika sains itu didefinisikan atau diartikan di atas paradigma tawhid (monotheisme yang percaya akan wahyu), maka kegunaan sains itu di samping kegunaan yang pertama seperti tersebut tadi, akan bertambah dua lagi, lalu menjadi tiga kegunaannya. Kegunaan sains yang kedua ialah untuk dipakai sebagai ILMU BANTU, sehingga dapat lebih memahamkan wahyu Allah SWT, mendalami makna ayat-ayat Al Quran. Kegunaan ketiga, untuk mendapatkan Rusydun, yaitu petunjuk kebenaran (hidayah), yang efeknya tidak langsung diterima oleh qalbu, melainkan melalui jalur fuad (rasio), baru masuk ke dalam hati. 
Kegunaan yang pertama telah diketahui orang pada umumnya, sehingga tidak memerlukan penjelasan lagi secara panjang lebar. Jadi penjelasannya pendek saja, yaitu hanya menyangkut ruang lingkup antara interaksi antara sains dan teknologi. Hasil-hasil kajian sains yaitu pengungkapan TaqdiruLlah (kita tidak lagi memakai istilah hukum alam, karena kita telah tinggalkan definisi sains yang bertumpu di atas filsafat positivisme), memberikan servis pada teknologi untuk mendapatkan disain yang efisien dan efektif. Dikatakan tadi interaksi, oleh karena di samping sains itu memberikan servis pada teknologi, maka pada pihak lain, kalau perlu, teknologi memberikan tekanan pada sains untuk lebih meningkatkan kualitas dirinya, agar dapat memberikan servis yang sangat dibutuhkan oleh teknologi. 
Contohnya pada waktu James Watt (1736 - 1819) menemukan (invented) mesin uap pada 1765 yang kemudian dipatenkan pada 1769, waktu itu belum didapatkan (discovered) oleh sains pengungkapan TaqdiruLlah untuk menjadikan mesin uap James Watt itu mencapai efisiensi yang memadai untuk mendapatkan keutungan ekonomis, mengemat bahan bakar dalam operasi mesin uap tersebut. Tekanan kebutuhan akan efisiensi mesin uap itu terhadap sains, menghasilkan lahirnya dua cabang disiplin ilmu dalam sains yaitu ilmu perpindahan kalor (heat transfer) dan termodinamika (thermodynamics). 
Penjelasan untuk kegunaan sains yang kedua sudah disajikan dalam Seri 003, yaitu bagaimana S. Yasin 80 dijelaskan dengan mempergunakan sains sebagai ILMU BANTU, yaitu ilmu fisika, kimia, botani dengan pengkhususan ilmu anatomi tumbuh-tumbuhan. 
Maka dalam Seri 006 ini akan dibahas kegunaan sains yang ketiga dengan sedikit lebih diperpanjang uraiannya. Akan kita manfaatkan ilmu termodinamika. Dalam termodinamika dikenal sebuah TaqdiruLlah yang dikenal dengan hukum termodinamika kedua, dengan perumusan Kelvin (semula orang biasa bernama William Thomson, diangkat menjadi bangsawan "nitogasak" dengan gelar Lord Kelvin karena jasanya di bidang fisika, 1824 - 1907), dan perumusan Clausius (Rudolf Julius Emanuel Clausius, 1822 - 1888). 
Dalam ulasan ini tidak perlu, karena bukan pada tempatnya, dijelaskan kedua perumusan tersebut, berhubung tulisan ini bukan kuliah termodinamika. Sudah cukup kalau dikemukakan bahwa perumusan Kelvin menjadi asas (bukan azas) mesin-mesin kalor (motor bakar, turbin gas, mesin uap, turbin uap), sedangkan perumusan Clausius menjadi asas mesin pendingin atau pompa kalor. Walaupun perumusan keduanya berbeda, namun hakekatnya sama, yaitu di alam ini terjadi aliran panas dari benda atau sistem yang suhunya lebih tinggi ke benda atau sistem yang suhunya lebih rendah. Dalam proses mengalirnya panas itu baik dalam perumusan Kelvin maupun perumusan Clausus, "entropy" (sebuah besaran dalam termodinamika) akan bertambah besar. 
Dalam waktu juta-jutaan tahun yang akan datang, insya-Allah, proses mengalirnya panas akan berhenti, entropi akan maksimum, karena pada segenap pelosok alam semesta ini suhunya sudah sama, akibat panas sudah terbagi rata, habislah persediaan tenaga. Inilah akhir alam semesta dilihat dari disiplin ilmu termodinamika. Jadi dilihat dari segi ilmu termodinamika alam semesta ini sedang mengalami proses pengurangan persediaan tenaga. Entropi makin naik, persediaan tenaga makin berkurang. Entropi makin naik, jangankan berkuran, berhentipun tidak pernah, inilah yang disebut dengan proses tidak berulang (irreversible process). 
Boltzmann (Ludwig Boltzmann, 1844 - 1906) tertarik melihat fenomena ini. Berkat kemampuannya yang tinggi dalam matematika, dia dapat menunjukkan bahwa proses penyusutan persediaan tenaga, atau prosesnya naiknya entropi, tidak lain hanya merupakan kasus khusus dari sautu prinsip yang lebih umum. Yaitu bahwa setiap transformasi fisis akan terjadi kerugian ketertiban (loss of order). Dalam hal panas penyusutan persediaan tenaga itu sebenarnya suatu kerugian dalam tertib molekuler. 
Landasan pemikiran atheisme bertitik tolak dari postulat / pokok kepercayaan, bahwa alam ini tidak ada permulaannya, tidak pernah tidak ada, jadi tidak perlu Ada yang memulainya. Atau ada pula atheisme yang berpostulat materi "muncul" dengan sendirinya dari ketiadaan. 
Marilah kita bedah kedua postulat atheisme tersebut dengan pisau ilmu termodinamika dan prinsrip Boltzmann. Kita dapat menunjukkan kepada golongan atheist itu bahwa postulat alam ini tidak ada permulaannya ditolak oleh hukum termodinamika kedua. Pertama entropi bertambah mulai dari nol hingga tak terhingga. Entropi nol artinya tidak ada aliran panas, itu artinya ada permulaan yaitu materi belum ada yang akan mempunyai suhu. Kedua kalau alam ini tidak ada permulaannya, artinya tak terhingga tuanya, maka proses termodinamis, proses mengalirnya panas, sudah sejak lama mesti berhenti, sudah sejak lama entropi mencapai maksimum, panas sudah sejak lama terbagi secara merata di lam ini. Faktanya sekarang panas belum terbagi rata. Artinya postulat atheisme alam tidak ada permulaannya ditolak oleh ilmu termodinamika. 
Adapun postulat atheisme yang menyatakan materi "muncul" begitu saja dengan sendirinya, ditolak oleh prinsip Boltzmann. Untuk transformasi fisik saja memerlukan modal pertama yang yaitu energi, apa pula transformasi dari tidak ada materi menjadi ada materi, perlu sekali modal pertama. Alhasil yang memulai alam semesta, atau yang memberikan modal pertama "munculnya" materi adalah Allah SWT sebagai Al Khaliq, Maha Pencipta. 
Entropi yang bertambah terus dari nol hingga maksimum, adalah suatu besaran yang invariant, artinya pertambahan itu berlangsung dengan tidak berubah oleh hukum Relativitas yaitu TaqdiruLlah yang diungkap oleh Einstein (Albert Einstein, lahir 1879). Ruang boleh relatif, waktu boleh relatif dan materi boleh relatif, tergantung pada kecepatan pengamat ataupun obyek yang diamati. Dengan bertambahnya kecepatan pengamat maupunyang diamati ataupun kedua-duanya, ruang menjadi susut, waktu menjadi lambat dan materi bertambah besar massanya. Namun entropi tidak terpengaruh oleh pada posisi / kecepatan pengamat dan obyek yang diamati. Dia akan bertumbuh dari nol hingga maksimum tanpa terpengaruh oleh kondisi alam. 
Maka betul-betul entropi dapat dijadikan tolok ukur untuk dapat menunjukkan adanya permulaan dan akhir ciptaan Allah SWT, adanya awal penciptaan ruang + waktu + materi (space, time and matter) oleh Allah SWT. Dan itulah manfaat sains yang ketiga, apabila sains itu didefinisikan dengan bertumpu pada paradigma Tawhid. WaLlahu a'lamu bishshawab. 

Tidak ada komentar