Urbanisasi dan Penyakit di Kota Metropolitan

Urbanisasi dan Penyakit di Kota Metropolitan 

Dalam bulan puasa ini akan lebih afdhal apabila tulisan mengenai judul apa saja dalam seri Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu ini dimulai dari kisah yang diambil dari Al Quran. Seperti firman Allah dalam Al Quran S.Yusuf, ayat 2, kisah-kisah dalam Al Quran mendapat predikat Ahsanu lQasas, kisah-kisah yang paling berkwalitas. 
Urbanisasi dan penyakit kota ini diangkat dari dialog antara Nabiyu-Lla-h Musa 'Alaihi sSala-m dengan ummatnya Bani Israil dalam pengembaraan mereka di gurun pasir selama 40 tahun. Tujuan Allah menyuruh mereka mengembara selama 40 tahun di gurun pasir itu adalah untuk mendapatkan generasi baru yang bermental ulet, tahan uji, tahan derita, berani, berjiwa meredeka, menggantikan generasi tua yang bermental budak dan manja. Dialog yang terjadi ini, adalah belum lama setelah mereka diselamatkan Allah dari kejaran Firaun yang bernama Merne Ptah bersama bala tenteranya. 
Jadi dialog ini adalah antara Nabi Musa AS dengan generasi tua. Seperti telah diketahui oleh, baik ummat Yahudi, maupun ummat Nasrani dan ummat Islam, Bani Israil selamat dari kejaran Firaun, karena Allah memberikan mu'jizat kepada Nabi Musa AS. Laut Merah terbelah oleh pukulan tongkat Nabi Musa AS, bani Israil masuk dicelah-celah air laut yang terbelah, disusul oleh Merne Ptah dan bala tenteranya. Setelah seluruh Bani Israil keluar dari celah-celah air itu, laut kembali bertaut, lalu tenggelamlah Merne Ptah dan seluruh bala tenteranya. Dalam pengembaraanya itu Allah SWT memberi anugerah khusus kepada mereka itu seperti firman Allah dalam S.Baqarah, 57. Ada tiga jenis anugerah khusus: Al Ghama-mu, awan pelindung dari teriknya matahari, Al Manna, sebangsa lumut rasanya manis, jadi rupanya zat yang terdiri dari hidrat arang, dan AsSalwa, sejenis burung, jadi mengandung protein dan lemak. 
Dialog mulai dibuka oleh generasi tua tersebut: Ya- Muwsa- lan nashbira 'ala- tha'a-min wa-hidin, ya Musa kami sudah tidak tahan lagi dengan makanan yang dari itu ke itu saja, kemudian mereka meminta lagi agar Nabi Musa AS berdoa kepada Allah SWT untuk minta makanan yang bermacam-macam, seperti yang telah pernah mereka rasakan dahulu. Maka Nabi Musa AS menjawab: Atastabdiluwna lladzi- huwa adna- billadzi- huwa khairun, mengapa kamu inginkan pengganti yang tidak baik atas yang sudah baik. Selanjutnya Nabi Musa AS berucap lagi: Ihbithuw mishran, fainnalakum ma- saaltum, turunlah ke kota, di situ kamu akan dapatkan apa yang engkau kehendaki. Maka selanjutnya Allah SWT menginformasikan kepada kita yang membaca Al Quran, juga dalam ayat yang sama dengan ayat yang menginformasikan tentang dialog itu, yakni S. Al Baqarah, ayat 61 seperti berikut: Wa dhuribat 'alaihimu dzdzillatu walmaskanatu wa ba-u bighadhabin minaLla-hi dza-lika biannahum ka-nuw yakfuruwna bia-ya-ti Lla-hi wa yaqtuluwna nnabiyyi-na bi ghairi lhaqqi dza-lika bima- 'ashaw wa ka-nuw ya'taduwn, artinya: Dan ditimpakan kepada mereka kehinaan dan kesengsaraan, dan kenalah murka Allah disebabkan mereka itu ingkar akan ayat-ayat Allah, dan membunuh nabi-nabi dengan sewenang-wenang, demikianlah mereka itu kepala batu dan melanggar batas. 
Ada dua hal yang dapat disimak dari S.Al Baqarah, ayat 61 tersebut. Pertama kecenderungan orang desa pergi down town, turun ke kota, berurbanisasi. Mereka itu mempunyai dorongan keinginan akan kehidupan yang lebih baik, makanan yang bermacam-macam, fasilitas yang lebih menyenangkan. Nabi Musa AS memperingatakan mengapa kehidupan yang baik di gurun (baca di desa) akan diganti dengan kehidupan yang tidak baik di kota. Kita semua sudah tahu, betapa sekarang bahayanya makanan yang berjenis-jenis itu. Zat pewarna yang merusak lever. Zat penyedap yang membahayakan kesehatan, makanan kaleng dengan zat pengawet yang penyebab kanker, belum lagi yang sudah kadaluarsa. Ini dari segi makanan, belum lagi udara sehat yang bersih di desa akan ditukar dengan udara yang sudah penuh dengan zat pencemar di kota. 
Kedua, dan ini tidak kurang pentingnya yaitu secara sosiologik. Di desa masyarakat itu merupakan suatu keluarga besar. Kehidupannya intim, namun kontrol sosial ketat, sehingga mudah terhindar dari kemaksiatan. Kontrol sosial yang ketat itu merupakan salah satu sisi mata uang, sedang sisi yang lain yaitu sistem perlindungan dan jaminan sosial yang cukup berkwalitas. Lalu apa yang dialami oleh penduduk desa yang sudah berurbanisasi itu? Frusturasi, karena sangat berlawanan dengan suasana desa. Suasana keluarga besar dengan kehidupan intim dan sistem perlindungan dan jaminan sosial seperti didesa sudah tidak ada lagi dalam suasana kota. Di kota kontrol sosial boleh dikatakan sudah sangat lemah, kehidupan menjadi nafsi-nafsi, individual. Maka mudahlah terjerumus ke dalam kemaksiatan, karena lemahnya kontrol sosial. Kehidupan intim lenyap, bahkan orang bertetangga sudah kurang saling mengenal, dipagari tembok tinggi, masing-masing sibuk sendiri. Orang menjadi kesepian di tengah-tengah orang ramai. Kesepian dicoba dihilangkan dengan kehidupan malam, tetapi penyakit kesepian itu tak kunjung-kunjung hilang. 
Dan itulah penyakit di kota metropolitan, adzdzillatu walmaskanatu, kehinaan dan kesengsaraan, yakfuruwna bia-ya-tiLla-h, engkar akan ayat-ayat Allah, yaqtuluwna nnabiyyi-na membunuh nabi-nabi, karena sekarang tidak ada nabi lagi, maka ayat itu berarti membunuh ajaran yang dibawa oleh para nabi, jadi sudah lebih hebat dari hanya sekadar ingkar, 'ashaw, kepala batu dan ya'taduwn, melampaui batas. 
Maka kesimpulannya kita yang hidup dikota sekarang ini haruslah menyadari bahaya kedua penyakit itu, penyakit yang diakibatkan makanan dan penyakit sosiologik itu, yang sudah ada sejak dahulu kala sekurang-kurangnya sejak zamannya Nabi Musa AS. Itulah hikmahnya puasa, melatih diri meningkatkan keampuhan tenaga pengendali, nafsun muthmainnah (lihat seri 021), supaya kita terpelihara dari penyakit-penyakit metropolitan itu. Itulah pula hikmahnya mengapa Allah SWT mengiformasikan pula tentang puasa itu bukan hanya diwajibkan kepada ummat Nabi Muhammad SAW, tetapi juga kama- kutiba 'ala lladziena min qablikum, bahwa puasa itu telah diwajibkan pula kepada ummat nabi-nabi terdahulu, antara lain ummat Nabi Musa AS dan ummat Nabi 'isa AS. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b. 

Tidak ada komentar