MENUTUP RAMBUT BAGI WANITA



MENUTUP RAMBUT BAGI WANITA


Pertanyaan:

Ada sebagian orang  mengatakan  bahwa  rambut  wanita  tidak termasuk  aurat  dan  boleh dibuka. Apakah hal ini benar dan bagaimana dalilnya?
 
Jawab:
Telah menjadi suatu ijma' bagi kaum Muslimin di semua negara dan  di  setiap  masa  pada  semua  golongan  fuqaha, ulama, ahli-ahli hadis dan ahli tasawuf, bahwa  rambut  wanita  itu termasuk perhiasan yang wajib ditutup, tidak boleh dibuka di hadapan orang yang bukan muhrimnya.

Adapun sanad  dan  dalil  dari  ijma'  tersebut  ialah  ayat Al-Qur'an:
 
"Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan  perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, ..." (Q.s. An-Nuur: 31).
 
Maka,  berdasarkan  ayat  di atas, Allah swt. telah melarang bagi  wanita  Mukminat  untuk  memperlihatkan  perhiasannya. Kecuali  yang  lahir  (biasa  tampak). Di antara para ulama, baik dahulu maupun sekarang, tidak ada yang mengatakan bahwa rambut  wanita  itu  termasuk  hal-hal  yang  lahir;  bahkan ulama-ulama yang  berpandangan  luas,  hal  itu  digolongkan perhiasan yang tidak tampak.

Dalam  tafsirnya,  Al-Qurthubi mengatakan, "Allah swt. telah melarang kepada kaum  wanita,  agar  dia  tidak  menampakkan perhiasannya   (keindahannya),  kecuali  kepada  orang-orang tertentu; atau perhiasan yang biasa tampak."

Ibnu Mas'ud berkata, "Perhiasan yang  lahir  (biasa  tampak) ialah   pakaian."  Ditambahkan  oleh  Ibnu  Jubair,  "Wajah" Ditambah pula oleh Sa'id Ibnu Jubair dan  Al-Auzai,  "Wajah, kedua tangan dan pakaian."

Ibnu  Abbas,  Qatadah  dan Al-Masuri Ibnu Makhramah berkata, "Perhiasan (keindahan) yang lahir itu ialah celak, perhiasan dan cincin termasuk dibolehkan (mubah)."

Ibnu Atiyah berkata, "Yang jelas bagi saya ialah yang sesuai dengan arti ayat tersebut, bahwa wanita diperintahkan  untuktidak  menampakkan  dirinya dalam keadaan berhias yang indah dan supaya berusaha  menutupi  hal  itu.  Perkecualian  pada bagian-bagian  yang  kiranya berat untuk menutupinya, karena darurat dan sukar, misalnya wajah dan tangan."

Berkata Al-Qurthubi, "Pandangan Ibnu  Atiyah  tersebut  baik sekali, karena biasanya wajah dan kedua tangan itu tampak di waktu biasa  dan  ketika  melakukan  amal  ibadat,  misalnya salat, ibadat haji dan sebagainya."

Hal  yang  demikian  ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah r.a. bahwa ketika Asma' binti  Abu Bakar  r.a.  bertemu dengan Rasulullah saw, ketika itu Asma' sedang  mengenakan  pakaian  tipis,  lalu  Rasulullah   saw. memalingkan muka seraya bersabda:

"Wahai Asma'! Sesungguhnya, jika seorang wanita sudah sampai masa haid, maka tidak layak lagi bagi dirinya menampakkannya, kecuali ini ..." (beliau mengisyaratkan pada muka dan tangannya).

Dengan demikian, sabda Rasulullah saw. itu menunjukkan bahwa rambut  wanita   tidak   termasuk   perhiasan   yang   boleh ditampakkan, kecuali wajah dan tangan.

Allah  swt.  telah  memerintahkan  bagi  kaum wanita Mukmin, dalam  ayat  di  atas,  untuk  menutup  tempat-tempat   yang biasanya  terbuka  di  bagian dada. Arti Al-Khimar itu ialah "kain  untuk  menutup  kepala,"  sebagaimana   surban   bagi laki-laki,   sebagaimana  keterangan  para  ulama  dan  ahli tafsir. Hal ini (hadis  yang  menganjurkan  menutup  kepala) tidak terdapat pada hadis manapun.

Al-Qurthubi  berkata,  "Sebab  turunnya  ayat tersebut ialah bahwa pada masa itu kaum wanita jika menutup  kepala  dengan akhmirah  (kerudung), maka kerudung itu ditarik ke belakang, sehingga dada, leher dan telinganya  tidak  tertutup.  Maka, Allah swt. memerintahkan untuk menutup bagian mukanya, yaitu dada dan lainnya."

Dalam riwayat Al-Bukhari, bahwa Aisyah r.a.  telah  berkata, "Mudah-mudahan wanita yang berhijrah itu dirahmati Allah."

Ketika turun ayat tersebut, mereka segera merobek pakaiannya untuk menutupi apa yang terbuka.

Ketika Aisyah r.a. didatangi oleh Hafsah, kemenakannya, anak dari saudaranya yang bernama Abdurrahman r.a. dengan memakai kerudung (khamirah) yang tipis di  bagian  lehernya,  Aisyah r.a.   lalu   berkata,   "Ini   amat   tipis,   tidak  dapat menutupinya."


WANITA BERHIAS DI SALON KECANTIKAN

Pertanyaan:

Apakah boleh wanita Muslimat menghias (mempercantik) dirinya di  tempat-tempat  tertentu,  misalnya  pada  saat ini, yang dinamakan salon kecantikan, dengan alasan keadaan masa  kini bagi wanita  sangat penting untuk tampil dengan perlengkapan dan cara-cara berhias seperti itu yang bersifat modren?

Selain itu, bolehkah wanita memakai rambut palsu atau  tutup kepala yang dibuat khusus untuk itu?
 
Jawab:

Agama  Islam  menentang kehidupan yang bersifat kesengsaraan dan menyiksa diri, sebagaimana yang telah dipraktekkan  oleh sebagian  dari pemeluk agama lain dan aliran tertentu. Agama Islam pun menganjurkan bagi  ummatnya  untuk  selalu  tampak indah   dengan   cara   sederhana   dan  layak,  yang  tidak berlebih-lebihan. Bahkan Islam menganjurkan di  saat  hendak mengerjakan  ibadat,  supaya  berhias diri disamping menjaga kebersihan dan kesucian tempat maupun pakaian.

Allah swt. berfirman:

 "... pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid ..." (Q.s.Al-A'raaf: 31)
 
Bila Islam sudah menetapkan hal-hal yang  indah,  baik  bagi laki-laki  maupun  wanita, maka terhadap wanita, Islam lebih memberi  perhatian  dan   kelonggaran,   karena   fitrahnya, sebagaimana  dibolehkannya memakai kain sutera dan perhiasan emas, dimana hal itu diharamkan bagi kaum laki-laki.

Adapun hal-hal  yang  dianggap  oleh  manusia  baik,  tetapi membawa  kerusakan  dan  perubahan  pada tubuhnya, dari yang telah diciptakan oleh Allah swt, dimana perubahan itu  tidak layak  bagi  fitrah  manusia,  tentu  hal  itu pengaruh dari perbuatan setan yang hendak memperdayakan. Oleh karena  itu, perbuatan tersebut dilarang. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.:

"Allah melaknati pembuatan tatto, yaitu menusukkan jarum ke kulit dengan warna yang berupa tulisan, gambar bunga, simbol-simbol dan sebagainya; mempertajam gigi, memendekkan atau menyambung rambut dengan rambut orang lain, (yang bersifat palsu, menipu dan sebagainya)." (Hadis shahih).

Sebagaimana riwayat Said bin Musayyab, salah seorang sahabat Nabi  saw.  ketika Muawiyah berada di Madinah setelah beliau berpidato,  tiba-tiba  mengeluarkan  segenggam  rambut   dan mengatakan,  "Inilah  rambut  yang dinamakan Nabi saw. azzur yang artinya  atwashilah  (penyambung),  yang  dipakai  oleh wanita  untuk menyambung rambutnya, hal itulah yang dilarang oleh Rasulullah saw. dan  tentu  hal  itu  adalah  perbuatan orang-orang Yahudi. Bagaimana dengan Anda, wahai para ulama, apakah kalian tidak melarang  hal  itu?  Padahal  aku  telah mendengar   sabda  Nabi  saw.  yang  artinya,  'Sesungguhnya terbinasanya orang-orang Israel itu  karena  para  wanitanya memakai itu (rambut palsu) terus-menerus'." (H.r. Bukhari).

Nabi  saw.  menamakan  perbuatan  itu  sebagai  suatu bentuk kepalsuan, supaya tampak hikmah sebab  dilarangnya  hal  itu bagi kaum wanita, dan karena hal itu juga merupakan sebagian dari tipu muslihat.

Bagi wanita yang menghias rambut atau lainnya di salon-salon kecantikan,  sedang  yang  menanganinya (karyawannya) adalah kaum laki-laki. Hal itu jelas  dilarang,  karena  bukan saja bertemu  dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, tetapi lebih dari itu, sudah pasti itu haram, walaupun dilakukan di rumah sendiri.

Bagi  wanita  Muslimat  yang tujuannya taat kepada agama dan Tuhannya, sebaiknya berhias diri di rumahnya  sendiri  untuk suaminya,  bukan  di  luar  rumah atau di tengah jalan untuk orang lain. Yang  demikian  itu  adalah  tingkah  laku  kaum Yahudi yang menginginkan cara-cara moderen dan sebagainya.



APAKAH WANITA ITU JAHAT DALAM SEGALANYA?

Pertanyaan:

Dalam buku Nahjul Balaghah karangan Amirul-Mukminin Ali  bin Abi Thalib r.a terdapat suatu keterangan:
"Wanita itu jahat dalam segalanya. Dan yang paling jahat dari dirinya ialah kita tidak dapat terlepas dari padanya."
Apakah  arti yang sebenarnya (maksud) dari kalimat tersebut? Apakah  hal  itu  sesuai  dengan  pandangan  Islam  terhadap wanita? Saya mohon penjelasannya. Terima kasih.
 
Jawab:

Ada dua hal yang nyata kebenarannya, tetapi harus dijelaskan lebih dahulu, yaitu:

Pertama,   yang   menjadi   pegangan   atau    dasar    dari masalah-masalah agama ialah firman Allah swt. dan sabda Nabi saw, selain dari dua ini, setiap  orang  kata-katanya  boleh diambil  dan  ditinggalkan.  Maka,  Al-Qur'an dan As-Sunnah, kedua-duanya adalah sumber yang kuat dan benar.

Kedua, sebagaimana telah  diketahui  oleh  para  analis  dan cendekiawan  Muslim,  bahwa semua tulisan yang ada pada buku tersebut  di  atas  (Nahjul  Balaghah),  baik  yang   berupa dalil-dalil   atau  alasan-alasan  yang  dikemukakan,  tidak semuanya tepat. Diantara hal-hal  yang  ada  pada  buku  itu ialah  tidak menggambarkan masa maupun pikiran serta cara di zaman Ali r.a.

Oleh sebab itu, tidak dapat dijadikan dalil dan tidak  dapat dianggap  benar, karena semua kata-kata dalam buku itu tidak ditulis oleh Al-Imam Ali r.a.

Didalam penetapan ilmu agama, setiap ucapan  atau  kata-kata dari  seseorang,  tidak  dapat  dibenarkan, kecuali disertai dalil  yang  shahih  dan  bersambung,   yang   bersih   dari kekurangan atau aib dan kelemahan kalimatnya.

Maka,  kata-kata  itu tidak dapat disebut sebagai ucapan Ali r.a. karena tidak bersambung dan tidak mempunyai sanad  yang shahih.  Sekalipun  kata-kata  tersebut mempunyai sanad yang shahih, bersambung, riwayatnya adil dan  benar,  maka  wajib ditolak,  karena hal itu bertentangan dengan dalil-dalil dan hukum  Islam.  Alasan  ini  terpakai  di  dalam  segala  hal (kata-kata) atau fatwa, walaupun sanadnya seterang matahari.

Mustahil  bagi  Al-Imam  Ali r.a. mengatakan hal itu, dimana beliau sering  membaca  ayat-ayat  Al-Qur'an,  di  antaranya adalah:

"Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang, yang kemudian darinya Allah lantas menciptakan istrinya, dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan wanita yang banyak ..." (Q.s.An-Nisa': 1)
    
 "Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan firman-Nya): 'Bahwa sesungguhnya Aku tiada mensia-siakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun wanita, (karena) sebagian darimu adalah keturunan dari sebagian yang lain ..." (Q.s. Ali Imran: 195).
    
 "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Allah menjadikannya diantara kamu rasa kasih dan sayang ..." (Q.s. Ar-Ruum: 21).
 
Masih  banyak  lagi  di antara ayat-ayat suci Al-Qur'an yang mengangkat dan memuji derajat kaum  wanita,  disamping  kaum laki-laki. Sebagaimana Nabi saw. bersabda:

 "Termasuk tiga sumber kebahagiaan bagi laki-laki ialah wanita salehat, kediaman yang baik dan kendaraan yang baik pula." (H.r. Ahmad dengan sanad yang shahih).
    
"Di dunia ini mengandung kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatan itu adalah wanita yang salehat." (H.r. Imam Muslim, Nasa'i dan Ibnu Majah).
    
"Barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah wanita yang salehat, maka dia telah dibantu dalam sebagian agamanya; maka bertakwalah pula kepada Allah dalam sisanya yang sebagian."

Banyak  lagi  hadis-hadis dari Nabi saw. yang memuji wanita; maka mustahil bahwa Ali r.a. berkata sebagaimana di atas.

Sifat wanita itu berbeda dengan sifat  laki-laki  dari  segi fitrah;  kedua-duanya  dapat  menerima  kebaikan, kejahatan, hidayat. kesesatan dan sebagainya.

Firman Allah swt. dalam Al-Qur'an,

 "Jiwa dan penyempurnaannya (ciptaannya); maka Allah mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (Q.s. Asy-Syams: 7-10)
 
Mengenai fitnah yang ada pada wanita disamping  fitnah  yang ada   pada   harta  dan  anak-anak,  dimana  hal  itu  telah diterangkan di dalam Al-Qur'an dan dianjurkan supaya  mereka waspada dan menjaga diri dari fitnah tersebut.

Dalam  sabda Rasulullah saxv. diterangkan mengenai fitnahnya kaum wanita, yaitu sebagai berikut,

 "Setelah aku tiada, tidak ada fitnah yang paling besar gangguannya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita." (H.r. Bukhari).

Arti dari hadis di atas menunjukkan bahwa wanita  itu  bukan jahat,  tetapi  mempunyai  pengaruh yang besar bagi manusia, yang dikhawatirkan lupa pada kewajibannya, lupa kepada Allah dan terhadap agama.

Selain  masalah  wanita, Al-Qur'an juga mengingatkan manusia mengenai fitnah yang disebabkan dari harta dan anak-anak.

Allah swt. berfirman dalam Al-Qur'an:

 "Sesungguhnya harta-harta dan anak-anakmu adalah fitnah (cobaan bagimu); dan pada sisi Allah-lah pahala yang besar." (Q.s. At-Taghaabun: 15)
    
"Hai orang-orang yang beriman!Janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu mengingat kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian' maka mereka termasuk orang-orang yang merugi." (Q.s. Al-Munaafiquun: 9).
 
Selain dari itu (wanita,  anak-anak  dan  harta  yang  dapat mendatangkan fitnah), harta juga sebagai sesuatu yang baik.

Firman Allah swt.:

"Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenismu sendiri dan menjadikan bagimu dan istri-istrimu itu, anak-anak dan cucu; dan memberimu rezeki dari harta yang baik-baik ..." (Q.s. An-Nahl: 72)
 
Oleh  karena  itu,  dianjurkannya  untuk waspada dari fitnah kaum wanita, fitnah  harta  dan  anak-anak,  hal  itu  bukan berarti  kesemuanya  bersifat  jahat,  tetapi  demi mencegah timbulnya fitnah yang dapat  melalaikan  kewajiban-kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah swt.

Allah   swt.  tidak  mungkin  menciptakan  suatu  kejahatan, kemudian dijadikannya sebagai suatu kebutuhan dan  keharusan bagi setiap makhluk-Nya.

Makna  yang  tersirat  dari suatu kejahatan itu adalah suatu bagian yang amat sensitif,  realitanya  menjadi  lazim  bagi kebaikan secara mutlak. Segala bentuk kebaikan dan kejahatan itu berada di tangan (kekuasaan) Allah swt.

Oleh  sebab  itu,  Allah  memberikan  bimbingan  bagi   kaum laki-laki  untuk menjaga dirinya dari bahaya dan fitnah yang dapat  disebabkan  dan  mudah   dipengaruhi   oleh   hal-hal tersebut.

Diwajibkanjuga   bagi   kaum   wanita,   agar   waspada  dan berhati-hati dalam menghadapi tipu muslihat yang  diupayakan oleh  musuh-musuh Islam untuk menjadikan kaum wanita sebagai sarana perusak budi pekerti, akhlak yang luhur dan  bernilai suci.

Wajib  bagi  para  wanita  Muslimat  kembali  pada kodratnya sebagai wanita yang saleh, wanita hakiki, istri salehat, dan sebagai ibu teladan bagi rumah tangga, agama dan negara.


Tidak ada komentar