PEMBAGIAN SYIRIK YANG TERPILIH



PEMBAGIAN SYIRIK YANG TERPILIH:
Barangkali pembagian yang mencakup seluruh pembagian-pembagian diatas, ialah pendapat yang membagi kesyirikan menjadi dua, syirik besar dan kecil.
Syirik besar; Yakni menjadikan sekutu atau tandingan bersama Allah ta'ala dalam Dzat, nama dan sifat-sifat -Nya. Atau menyamakan makhluk dengan Allah azza wa jalla pada sebagian hak yang di miliki oleh Allah Shhubhanahu wa ta’alla semata[1].
Bisa juga didefinisikan secara ringkas, yang dimaksud dengan syirik besar ialah seseorang menjadikan sekutu bagi Allah Shhubhanahu wa ta’alla dalam hak rububiyah -Nya, atau uluhiyah      -Nya atau nama dan sifat-sifat -Nya[2].
Dan hal itu bila dikaitkan dengan tauhid maka terbagi lagi menjadi dua:
a.     Syirik yang berkaitan dengan Dzat yang disembah, nama, dan sifat-sifat -Nya serta perbuatan -Nya. Sama dengan ungkapan syirik dalam rububiyah, asma dan sifat-sifat -Nya. Adapun definisi syirik dalam rububiyah, seperti dikatakan oleh:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, beliau menjelaskan, "Adapun jenis kedua, yaitu syirik dalam rububiyah. Sesungguhnya Allah ta'ala adalah penguasa yang mengatur, pemberi dan yang menahan, pemberi mara bahaya dan manfaat, yang merendahkan dan yang mengangkat, memuliakan dan menghinakan. Maka barangsiapa bersaksi bahwa ada selain Allah Shhubhanahu wa ta’alla yang memberi dan mencegah, atau memberi mara bahaya dan manfaat, atau yang memuliakan dan menghinakan, maka dirinya telah terjatuh dalam syirik rububiyah"[3].
Dalam kesempatan lain beliau mengatakan, "Adapun yang pertama syirik dalam rububiyah yaitu menetapkan adanya pelaku (yang menciptakan dan mengurusi makhluk) selain Allah Shhubhanahu wa ta’alla, seperti halnya orang yang beranggapan bahwa binatang mampu menciptakan perbuatannya sendiri. Atau berasumsi bahwa gugusan bintang, atau benda alam, akal, ruh, malaikat, dan seterusnya mampu menciptakan perbuatannya sendiri. Pada hakekatnya dalam ucapan mereka terkandung peniadaan kejadian dan fenomena alam pada selain Allah…"[4].
Atau dengan bahasa ringkas orang yang menyekutukan Allah Shhubhanahu wa ta’alla bersama yang lain dalam hal khasais (kekhususan) rububiyah, atau mengingkari sedikit diantaranya, atau menyamakan dengan yang lain, atau menyerupakan yang lain bersama -Nya, maka itu terhitung syirik kepada Allah Shhubhanahu wa ta’alla, baik dalam masalah Dzat, perbuatan atau sifat-sifat -Nya.
Dan jenis syirik ini terbagi menjadi besar dan paling besar, dan keduanya tidak ada ampunan bagi pelakunya[5]. Dan hal itu terbagi menjadi dua:
1.     Syirik ta'thil (Pengosongan) dan ini merupakan kesyirikan yang paling jelek. Seperti kesyirikan yang dilakukan oleh Fir'aun tatkala mengatakan dengan sombongnya:
﴿ قَالَ فِرۡعَوۡنُ وَمَا رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢٣ [ الشعراء: 23 ]
"Fir'aun bertanya: "Siapa Tuhan semesta alam itu?". (QS asy-Syu'araa: 23).

Allah Shhubhanahu wa ta’alla berfirman dengan menukil ucapan Fir'aun tatkala berkata kepada Haman:

﴿ وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَٰهَٰمَٰنُ ٱبۡنِ لِي صَرۡحا لَّعَلِّيٓ أَبۡلُغُ ٱلۡأَسۡبَٰبَ ٣٦ أَسۡبَٰبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ فَأَطَّلِعَ إِلَىٰٓ إِلَٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّي لَأَظُنُّهُۥ كَٰذِباۚ وَكَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِفِرۡعَوۡنَ سُوٓءُ عَمَلِهِۦ وَصُدَّ عَنِ ٱلسَّبِيلِۚ وَمَا كَيۡدُ فِرۡعَوۡنَ إِلَّا فِي تَبَاب ٣٧ [ غافر: 36-37 ]
"Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang Tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan Sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta". Demikianlah dijadikan Fir'aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan Dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya Fir'aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian". (QS Ghaafir: 36-37).

         Kenapa kita katakan bahwa peniadaan (ta'thil) semacam ini termasuk syirik, karena syirik dan ta'thil merupakan dua perkara yang kaitannya sangat erat (dua sejoli). Setiap mu'athil (pelaku ta'thil) adalah musyrik dan setiap musyrik pasti mu'athil[6]. Akan tetapi, kesyirikan tidak melazimkan untuk melakukan pokok ta'thil, bahkan, bisa jadi pelaku syirik menetapkan adanya Allah dan sifat-sifat yang dimilikiNya. Akan tetapi, dia menta'thil hak tauhid yang dimiliki Allah. Dan pokok kesyirikan serta pondasi yang dibangun diatasnya adalah ta'thil, dan ini terbagi menjadi tiga kelompok:
a.     Menta'thil hasil ciptaan dari kreator dan penciptanya, diantara contoh nyata dalam hal ini ialah syirik yang dilakukan oleh orang-orang Atheis yang membuat pernyataan tentang keberadaan alam semesta yang berdiri sendiri serta mempunyai keabadian. Bahwa alam semesta memang sudah ada dengan sendirinya, dan sentiasa akan terus ada, adapun kejadian-kejadian yang ada di alam semesta hanyalah terjadi akibat adanya sebab dan akibat yang menjadikan ada bentuk dan wujudnya, mereka menamakan dengan ilmu metafisika dan jiwa (psikologi)[7], diantara hasil dari ilmu tersebut ialah ilhad (atheis) mengingkari adanya pencipta untuk alam semesta dan isinya.
b.     Menta'thil pencipa yakni Allah Shhubhanahu wa ta’alla dari ke maha sucian yang dimiliki -Nya, yaitu dengan cara menta'thil nama-nama dan sifat-sifat -Nya serta perbuatan  -Nya. Diantara potret kesyirikan jenis ini adalah yang dilkaukan oleh orang yang menghilangkan nama-nama       –Nya sifat dan perbuatan -Nya dari kalangan ghulat (ekstrim) Jahmiyah, Qaramithah, yang sama sekali tidak mau menetapkan bagi -Nya satu nama dan sifat pun. Jutsru mereka menjadikan makhluk lebih baik dari segi nama dan sifat bila dibanding Allah azza wa jalla, sebab kesempurnaan dzat itu terwujud dengan kesempurnaan nama dan sifat-sifat yang dimilikinya.
Masuk dalam kategori ini ialah kesyirikan dengan cara mengingkari adanya risalah yang diemban oleh para Rasul, dan mengingkari adanya takdir, serta kesyirikan tidak adanya pembuat syariat, yang menghalalkan dan mengharamkan selain Allah azza wa jalla.
c.     Menta'thil dengan enggan berinteraksi bersama Allah Shhubhanahu wa ta’alla dengan baik dari perkara yang telah diwajibkan atas hamba yang merupakan hakekat tauhid. Diantara yang terjatuh dalam jenis kesyirikan ini ialah kelompok wihdatul wujud (bersatunya Rabb dengan ciptaanya), yang mengatakan, tidak ada bedanya antara pencipta dan makhluk, dua hal yang sejatinya satu bentuk. Maha suci Allah Shhubhanahu wa ta’alla dari apa yang mereka katakan, justru yang benar Allah suci dari penyerupaan bersama makhluk -Nya.
2.     Syirik andaad (membuat tandingan) tanpa menta'thilnya. Yaitu kesyirikan orang yang menjadikan tandingan bersama Allah Shubhanahu wa ta’alla, tanpa harus menghilangkan nama-nama dan sifat-sifat -Nya serta rububiyah -Nya. Diantaranya adalah:
a.     Syiriknya orang Nashrani yang menjadikan Allah Shhubhanahu wa ta’alla itu ada tiga. Yang dikenal dengan konsep trinitas, mereka menjadikan al-Masih sebagai Ilah, dan ibunya sebagai Ilah.
b.     Syiriknya orang Majusi[8] , yang menyandarkan seluruh kejadian baik pada cahaya dan seluruh kejadian buruk pada kegelapan.
c.     Syiriknya orang Qodariyah[9], yang menyatakan kalau binatang mampu menciptakan gerak perbuatannya sendiri, bahwa perilaku binatang tersebut terjadi tanpa melalui masyi'ah (kehendak) dan kemampuan Allah Shubhanahu wa ta’alla terlebih dahulu. Oleh karenanya orang Qodariyah mirip dengan keyakinannya orang Majusi.
d.     Kesyirikan orang yang mendebat Nabi Ibrahim dalam masalah siapa rabbnya. Sebagaimana kejadiannya diabadikan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam firman -Nya:

﴿ أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِي حَآجَّ إِبۡرَٰهِ‍ۧمَ فِي رَبِّهِۦٓ أَنۡ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلۡمُلۡكَ إِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِ‍ۧمُ رَبِّيَ ٱلَّذِي يُحۡيِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۠ أُحۡيِۦ وَأُمِيتُۖ قَالَ إِبۡرَٰهِ‍ۧمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأۡتِي بِٱلشَّمۡسِ مِنَ ٱلۡمَشۡرِقِ فَأۡتِ بِهَا مِنَ ٱلۡمَغۡرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِي كَفَرَۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ ٢٥٨ [البقرة: 258]
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah Dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS al-Baqarah: 258).

Disini orang tersebut menjadikan dirinya sebagai tandingan bersama Allah ta'ala. Mengklaim bisa menghidupkan dan mematikan,  sebagaimana Allah Shubhanahu wa ta’alla menghidupan dan mematikan. Maka nabi Ibrahim melazimkan untuk membantah ucapannya agar dapat mendatangkan matahari dari selain arah yang Allah Shubhanahu wa ta’alla terbitkan. Karena rotasi matahari bukan hanya sekedar perindahan biasa seperti disangka oleh tukang debat, tapi, sebuah kepastian untuk membukam persangkaan mereka jika memang benar.
e.     Syiriknya Fir'aun manakala mengucapkan:

﴿ وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَأُ مَا عَلِمۡتُ لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرِي٣٨   [ القصص: 38 ]
"Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku". (QS al-Qashash: 38).

        Serta penukilan yang Allah Shubhanahu wa ta’alla kisahkan tentang ucapan pembesar terhadap kaumnya:

﴿ وَقَالَ ٱلۡمَلَأُ مِن قَوۡمِ فِرۡعَوۡنَ أَتَذَرُ مُوسَىٰ وَقَوۡمَهُۥ لِيُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَيَذَرَكَ وَءَالِهَتَكَۚ ١٢٧ [ الأعراف: 127 ]
"Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir'aun (kepada Fir'aun): "Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?". (QS al-A'raaf: 127).

Dalam salah satu qiro'ah dengan bacaan: (( وَيَذَرَكَ وَإلاِهَتَكَۚ. [10]
f.      Masuk dalam kategori jenis ini ialah kesyirikan yang banyak dilakukan oleh orang yang menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan bintang-bintang dilangit. Dimana mereka menjadikan bintang-bintang tersebut sebagai tuhan yang ikut mengatur alam semesta ini, sebagaimana banyak dilakukan oleh sekte Shabi'ah dan para pengikutnya.
g.     Masuk juga dalam kelompok ini, kesyirikan orang yang menyandarkan nikmat pada selain Allah azza wa jalla. Seperti disebutkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam firman -Nya:

﴿ وَلَئِنۡ أَذَقۡنَٰهُ رَحۡمَة مِّنَّا مِنۢ بَعۡدِ ضَرَّآءَ مَسَّتۡهُ لَيَقُولَنَّ هَٰذَا لِي وَمَآ أَظُنُّ ٱلسَّاعَةَ قَآئِمَة ٥٠ [ فصلت: 50 ]
"Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah Dia berkata: "Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang". (QS Fushshilat: 50).

h.     Termasuk jenis kesyirikan ini ialah para penyembah matahari, penyembah api dan yang lainnya. Dan diantara mereka ada yang menyangka bahwa sesembahannya adalah tuhan yang hakiki. Sebagian lagi mengira bahwa sesembahannya merupakan tuhan terbesar. Ada pula yang menyangka sesembahannya adalah termasuk bagian dari tuhan. Yang apabila mengkhususkan ibadah padanya dan meninggalkan dunia untuk berkhidmah padanya serta memutus kenikmatan dunia niscaya tuhannya akan menolong dan membantu serta memperhatikannya. Diantara mereka juga ada yang mengira bahwa sesembahan yang berada dibawah, yang dekat dengan dirinya akan mengantarkan pada sesembahan yang berada diatasnya, yang diatasnya akan mengantarkan pada sesembahan yang berikutnya, terus seperti itu hingga sesembahan-sembahan tersebut sampai kepada Allah ta'ala. Terkadang dijumpai tuhan dan wasilahnya menjadi banyak, bisa pula menjadi sedikit.[11]
Dari apa yang telah kami paparkan dimuka tadi, menghasilkan pada sebuah kesimpulan, bahwa jenis kesyirikan ini terbagi menjadi dua macam:
A.    Masuk dalam jenis kesyirikan tauhid Rububiyah. Dan ini terkumpul dari dua sisi:
1.     Dengan metode ta'thil, yaitu bisa dengan cara mengingkari seperti ucapannya Fir'aun, sebagaimana diabadikan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla didalam firman -Nya:

﴿ قَالَ فِرۡعَوۡنُ وَمَا رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢٣ [ الشعراء: 23 ]
"Fir'aun bertanya: "Siapa Tuhan semesta alam itu?". (QS asy-Syu'araa: 23).

Dan keyakinan seperti ini banyak diadopsi pada zaman sekarang oleh komunisme, sosialisme, nasionalisme serta yang lainnya dari pemikiran-pemikiran yang merusak yang senantiasa berubah-ubah. Bisa pula melalui cara menghilangkan ciptaan dari sang penciptanya. Seperti ucapan orang yang mengatakan tentang sudah adanya terlebih dahulu alam semesta ini sebelum yang lainnya.
Atau dengan cara menghilangkan interaksi pada Pencipta yang harus di kerjakan oleh seorang hamba, yang merupakan bagian inti dari tauhid. Seperti ucapan tentang Wihdatul wujud. Atau dengan cara menta'thil Pencipta dari perbuatannya, seperti kelompok yang mengingkari Allah mengutus para Rasul, kelompok yang mengingkari takdir, yang mengingkari hari kebangkitan dan kiamat, serta yang lainnya.
2.     Dengan metode menjadikan sekutu, adakalanya dengan persangkaan ada yang mengurusi di alam semesta ini selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, seperti kesyirikan kaumnya nabi Ibrahim, ash-Sha'ibah, orang sufi yang mengatakan adanya penolong, pemuka dan penguasa yang merubah dan mengatur alam semesta ini, sebagaimana yang mereka klaim.
Adakalanya dengan memberikan kekuasaan pada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, dalam menentukan halal dan haram. Seperti perbuatan orang Nashrani. Dan sebagian para pemimpin yang ada pada umat ini serta yang ada pada hukum-hukum bikinan manusia.
Atau dengan persangkaan adanya pengaruh dialam semesta ini dari bintang yang besar dan kecil, seperti yang dilakukan oleh ash-Sha'ibah kaumnya nabi Ibrahim, para wali dan jampi-jampi.
B.     Masuk dalam kesyirikan tauhid Asma dan sifat. Dan itu terkumpul dari dua sisi pula:
1.     Dengan metode ta'thil, yaitu dengan cara menta'til pencipta untuk mendapatkan kesempurnaan yang suci. Seperti yang dilakukan oleh kelompok Jahmiyah ekstrim, dan Qaramithah yang mengingkari nama dan sifat-sifat Allah Shubhanahu wa ta’alla.
2.     Dengan metode membuat tandingan. Yaitu dengan cara:

a.      Menyematkan sifat-sifat Pencipta kepada para makhluk. Hal tersebut, dengan cara menyamakan dalam nama dan sifat. Seperti kesyirikan yang terjadi pada orang yang menyematkan keluasan ilmu yang hanya dimiliki oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla, dan masuk dalam kategori ini ialah ilmu perbintangan, dukun dan paranormal. Dan mengaku ada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla yang mengetahui perkara ghaib, seperti kesyirikan orang yang meragukan kemampuan Allah Shubhanahu wa ta’alla yang maha sempurna, yaitu dengan mengkau bahwa ada selain -Dia yang turut campur mengurusi ciptaan -Nya. Takut akan terkena musibah atau mendapat mara bahaya atau mencari manfaat dari selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, atau istighosah kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, atau memberi nama pada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla tempat untuk meminta tolong, atau praktek sihir dan perdukunan dan yang lainnya.
b.     Atau dengan menyematkan sifat-sifat makhluk kepada Pencipta azza wa jalla. Seperti orang Yahudi yang terkutuk, yang menyerupakan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk. Begitu pula Nashrani dengan ucapannya yang menyatakan dengan kenabian dan bapak dan  lain sebagainya dari sifat-sifat makhluk kepada Allah azza wa jalla.
             Dan masuk dalam kategori kesyirikan ini setiap orang yang menyerupakan dan menyamakan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan makhluk -Nya dari kalangan umat ini.
             Dari semua yang kita sebutkan tadi termasuk dalam kategori syirik besar, yang terbagi menjadi besar dan terbesar. Dan tidak ada dari jenis kesyirikan ini yang pelakunya diampuni menurut kesepakatan para ulama.[12]

c.     Syirik dengan makna khusus. Yaitu syirik dalam Uluhiyah dan Ibadah.
Yang dimaksud disini ialah syirik dalam peribadatan kepada Allah azza wa jalla. walaupun pelakunya meyakini bahwasannya Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak memiliki sekutu dalam Dzat      -Nya, sifat dan perbuatan -Nya. Inilah yang dinamakan dengan syirik dalam ibadah, yang paling banyak terjadi serta paling banyak menyebar dikalangan kaum muslimin, bila dibanding dengan jenis kesyirikan yang sebelumnya (syirik dalam rububiyah, nama dan sifat serta perbuatan -Nya. Pent).
Dan Kesyirikan ini muncul dari orang-orang yang punya keyakinan bahwasannya tidak ada Ilah yang berhak disembah melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla. Mengakui bahwa tidak ada yang mampu memberi mara bahaya tidak pula memberi manfaat, dan meyakini tidak ada yang memberi rizki, tidak pula ada yang mampu mencegah kecuali Allah ta'ala. Meyakini bahwasannya tidak ada Ilah selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, tidak ada Rabb selain -Nya. Akan tetapi, dirinya tidak memurnikan dalam peribadatan dan mua'amalah (hubungannya) bersama Allah Shubhanahu wa ta’alla, namun, terkadang dirinya mengerjakan ibadah secara murni untuk dirinya sendiri, atau mempunyai tujuan ingin mendapat dunia, atau kedudukan, jabatan serta kehormatan di sisi makhluk.  Dengan membagi aktifitas ibadahnya tersebut menjadi dua, bagian untuk Allah Shubhanahu wa ta’alla, dan bagian untuk dirinya, tujuan serta hawa nafsunya, plus bagian untuk setan  dan untuk makhluk.
Inilah kondisi kebanyakan orang, sebagaimana diketahui bahwa orang yang tidak memurnikan ibadahnya kepada Allah ta'ala pada dasarnya dia belum memenuhi perintahnya -Nya, bahkan, pekerjaannya yang ia lakukan hakekatnya bukan seperti apa yang -Dia perintahkan, sehingga ibadahnya tidak sah dan tidak akan diterima, Allah ta'ala menyatakan, sebagaimana dinukil dalam hadits Qudsi:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ » [أخرجه مسلم]
"Allah berfirman: Aku tidak membutuhkan sekutu dari amal kesyirikan, barangsiapa yang melakukan suatu amalan lalu menjadikan sekutu bersama Ku, maka akan Aku tinggalkan dirinya bersama sekutunya".[13]

Kelak para pelaku kesyirikan ini akan dikumpulkan di neraka Jahanam lalu mereka saling berucap, seperti yang Allah Shubhanahu wa ta’alla kabarkan dalam firman -Nya:



﴿ تَٱللَّهِ إِن كُنَّا لَفِي ضَلَٰل مُّبِينٍ ٩٧ إِذۡ نُسَوِّيكُم بِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٩٨ [ الشعراء: 97-98 ]
"Demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam". (QS asy-Syu'araa: 97-98).

Sebagaimana diketahui, bahwa mereka sama sekali tidak menyamakan Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam masalah mencipta, memberi rizki, mematikan serta menghidupkan makhluk, kekuasaan serta kemampuan yang dimiliki -Nya, akan tetapi, mereka hanya menyamakan Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam masalah kecintaan, menyembah, tunduk dan merendahkan diri serta mengagungkan ilah yang disembahnya.[14]


[1] . Ibnu Taimiyah, al-Istiqomah 1/344. Ibnu Qoyim, Madarijus Salikin 1/339.
[2] . Hafidh Hakami, Ma'arijul Qobul 2/483. Fatawa lajnah Daimah 1/516-517. Lihat juga Iqtidho Shirotol Mustaqim, Ibnu Taimiyah 2/3,7. al-Irsyaad hal: 2,5, oleh Ibnu Sa'di.
[3] . Majmu Fatawa 1/92.
[4] . Dar'u Ta'arudh al-'Aql wa Naql, Ibnu Taimiyah 7/390.
[5] . Ibnu Qoyim, Jawabul Kaafi hal: 309.
[6] . Ibnu Qoyim, Jawabul Kafi hal: 310.
[7] . al-'Aql dan an-Nufus sebagaimana dinyatakan oleh ahli mantik, mereka mengatakan, "Sesungguhnya alam semesta sudah ada lebih dulu yang muncul darinya sebab yang mengharuskan ada dzatnya, kemudian muncul darinya akal kemudian akal kemudian akal hingga sempurna sampai sepuluh akal dan Sembilan jiwa". Mereka menjadikan akal sama kedudukannya dengan pria dan jiwa seperti wanita. Lihat pembahasannya dalam Majmu' Fatawa 17/286 oleh Ibnu Taimiyah.
[8] . Majusi adalah kelompok yang beriman pada dua unsur, cahaya abadi dan kegelapan yang kelam. Mereka berselisih tentang sebab terjadinya kedua hal tersebut. dan mereka dalam hal ini terbagi menjadi empat sekte. Zawarotiyah, Maskhiyah, Kharmadiniyah, dan Bahafaridiyah. Diantara pokok keyakinan sebagian mereka ialah bahwa manusia semuanya bersekutu dalam harta, wanita dan seluruh kelezatan dunia. Lihat perinciannya dalam kitab al-Milal wan Nihal 2/73. al-Firaq bainal Firaq hal: 276.
[9] . al-Qodariyah ialah para pengikut Ma'bad bin Khalid al-Juhani, sebagai pencetus yang mengingkari adanya takdir. Diantara pemikiran yang mereka usung ialah menafikan kemampuan seorang hamba untuk berbuat. Dia seorang yang shoduq (jujur) dalam periwayatan hadits, dan pendirinya Ma'bad hukum mati oleh Abdul Malik dan disalib hingga mati di Damaskus pada tahun 85 H. lihat al-Firaq banial Firaq hal: 18-20. Tadzhibu Tahdzibil Kamal hal: 383.
[10] . Qior'ah ini termasuk qiro'ahnya Ibnu Abbas dan Mujahid. Lihat penjelasannya oleh Thabari dalam tafsirnya 6/9/17.
[11] . Jawabul Kaafi  3141, Ibnu Qoyim.
[12] . Sesuai dengan apa yang sebutkan oleh Ibnu Qoyim dalam kitabnya Jawabul Kaafi hal: 309-314.
[13] . HR Muslim no: 2985, Ibnu Majah no: 4202, dan redaksi ini dari riwayat al-Baghawi dalam Syarh Sunah 14/325.
[14] . Madariju Salikin 1/339, Jawabul Kaafi hal: 318, keduanya oleh Ibnu Qoyim.

Tidak ada komentar