KHUSYUK DAN TUMAKNINAH DALAM SHALAT



KHUSYUK DAN TUMAKNINAH  DALAM SHALAT

     Waktu shalat adalah waktu singkat yang sangat berharga bagi seorang muslim, karena ia sedang menghadap dan bermunajat kepada Rabbnya yang Maha tinggi dan Maha Agung, oleh karena itu hendaknya setiap dari kita berusaha untuk meninggalkan segala kesibukan duniawi dan menghadapkan wajah kita kepada Allah dengan penuh khusuk dan tunduk mengharapkan keridhoan-Nya, akan tetapi banyak diantara kita yang merasakan hilangnya atau berkurangnya khusyu dalam shalat kita, dan hal itu depangaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah:
-          Karena kita tidak memahami makna doa-doa dan bacaan yang ada dalam shalat.
-          Tidak merenungi isi dan kandungan shalat kita.
-          Banyaknya beban pikiran atau urusan yang belum terselesaikan ketika kita hendak melakukan shalat.
-          Tidak menghadirkan hati dan jiwa kita ketika mulai takbirattul ikhram sehingga pikiran kita melayang kemana-mana dan memikirkan hal-hal diluar shalat.
-          Tidak menghadirkan kesadaran kita bahwa kita sedang berdiri dihadapan Allah swt yang Maha Agung.
-          Diamping itu kita juga sering tidak Tumakninah (tenang) dalam melkukan shalat, padahal itu termasuk kesalahan besar yang disebut oleh Rasulullah saw, sebagai sebuah pencurian, bahkan pencurian terbesar adalah pencurian dalam shalat. Rasulullah r bersabda:
(( أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِيْ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ، وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعَهَا وَلاَ سُجُوْدَهَا ))
“Sejahat-jahatnya pencuri adalah orang yang mencuri dalam shalatnya", mereka bertanya: “Bagaimana ia mencuri dalam shalatnya?" Beliau menjawab: "(Ia) tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya".[1].
Meninggalkan  thuma’ninah[2], tidak meluruskan dan mendiamkan punggung sesaat ketika ruku’ dan sujud, tidak tegak ketika bangkit dari ruku’ serta ketika duduk diantara dua sujud, semuanya merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin.
Bahkan hampir bisa dikatakan, tak ada satu masjid pun kecuali di dalamnya terdapat orang-orang yang tidak thuma’ninah dalam shalatnya.
Thuma’ninah adalah rukun shalat, tanpa melakukannya shalat menjadi tidak sah. Ini sungguh persoalan yang sangat serius. Rasulullah r bersabda:
(( لاَ تُجْزِئُ صَلاَةُ الرَّجُلِ حَتَّى يُقِيْمَ ظَهْرَهُ فِي الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ ))
“Tidak sah shalat seseorang, sehingga ia menegakkan (meluruskan) punggungnya ketika ruku’ dan sujud “.[3]
Tak diragukan lagi, ini suatu kemungkaran, pelakunya harus dicegah dan diperingatkan akan ancamannya.
Abu Abdillah Al Asy’ari ra. berkata: “(suatu ketika) Rasulullah saw. shalat bersama shahabatnya, kemudian beliau duduk bersama sekelompok dari mereka. Tiba-tiba seorang laki-laki masuk masjid dan berdiri menunaikan shalat. Orang itu ruku’ lalu sujud dengan cara mematuk [4], maka Rasulullah saw. barsabda:
(( أَتَرَوْنَ هَذَا؟ مَنْ مَاتَ عَلَى هَذَا مَاتَ عَلىَ غَيْرِ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ، يَنْقُرُ صَلاَتَهُ كَمَا يَنْقُرُ الْغُرَابُ الدَّمَ، إِنَّمَا مَثَلُ الَّذِيْ يَرْكَعُ وَيَنْقُرُ فِيْ سُجُوْدِهِ كَالْجَائِعِ لاَ يَأْكُلُ إِلاَّ التَّمْرَةَ وَالتَّمْرَتَيْنِ فَمَاذَا يُغْنِيَانِ عَنْهُ ))
“Apakah kalian menyaksikan orang ini?, barang siapa meninggal dunia dalam keadaan seperti ini (shalatnya), maka dia meninggal dalam keadaan di luar agama Muhammad. Ia mematuk dalam shalatnya sebagaimana burung gagak mematuk darah. Sesungguhnya perumpamaan orang yang shalat dan mematuk dalam sujudnya bagaikan orang lapar yang tidak makan kecuali sebutir atau dua butir kurma, bagaimana ia bisa merasa cukup (kenyang) dengannya". [5]
Zaid bin Wahb rahimahullah berkata: "Hudzaifah pernah melihat seorang laki-laki tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, ia lalu berkata: "Kamu belum shalat, seandainya engkau mati (dengan membawa shalat seperti ini), niscaya engkau mati di luar fitrah (Islam) yang sesuai dengan fitrah diciptakannya Muhammad ".
Orang yang tidak thuma’ninah dalam shalat, sedang ia mengetahui hukumnya, maka wajib baginya mengulangi shalatnya seketika dan bertaubat atas shalat-shalat yang dia lakukan tanpa thuma’ninah pada masa-masa lalu. Ia tidak wajib mengulangi shalat-shalatnya di masa lalu, berdasarkan hadits:
(( ِارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ))
“Kembalilah, dan shalatlah, sesungguhnya engkau belum shalat".
BAGAIMANA CARA AGAR KITA DAPAT KHUSYUK DAN TUMAKNINAH?
            Ada beberapa cara yang mungkin kita bisa tempuh agar kita bisa khusyuk dalam shalat kita, dan bisa merenungi makna dan kandungan doa-doa kita dalam shalat, serta menjauhkan godaan dan bisikan syetan yang merusak shalat kita, hal-hal tersebut diantaranya adalah:
Merasakan keagungan Allah dan menghadirkan segenap perasaan kita ketika hendak atau sedang melakukan shalat. Ketika kita mengatakan  " الله أكبر" (Allah Maha Besar), maka dibenak kita tidak ada yang lebih besar dari-Nya, dan meninggalkan seluruh urusan duniawi dibelakang kita, kita juga harus tahu bahwa tidaklah ada bagi seseorang dari pahala shalatnnya kecuali sesuai dengan apa yang ia sadari dan ia mengerti darinya, dengan kata lain jika kita lalai ditengah-tengah shalat kita dan tidak menyadari apa yang  sedang kita baca maka kita tidak akan memperoleh apa-apa dari shalat kita. Oleh karena itu ketika kita shalat hendaknya kita konsentrasi penuh untuk menjaga kesinambungan hubungan kita dengan sang Pencipta dan terus berusaha untuk memahami dan menyadari doa dan bacaan-bacaan yang kita lantunkan selama shalat.
Mengikhlaskan niat hanya untuk Allah semata. Karena semua amal perbuatan kita tergantung kepada niatnya.
Memperbanyak istighfar dan memohon ampun kepada Allah, karena dengan banyak beristighfar hati kita akan bersih dan tenang, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau beristighfar dalam sehari semalam tidak kurang dari tujupuluh kali.
Meninggalkan maksiat. Karena ia menyebabkan kegundahan dan meninggalkan noda dihati.  
Memohon perlindungan kepada Allah dari gangguan syetan dan godaanya.
Banyak berdoa kepada Allah, karena ia adalah senjata setiap muslim, mohonlah agar dimudahkan untuk menjalani ketaatan kepada-Nya dan dijauhkan dari fitnah dan cobaan baik yang nampak maupun yang tidak nampak.

Jika kita mengikuti dan mempraktekan langkah-langkah ini, insya Allah kita akan dimudahkan untuk bisa khusyuk dalam shalat dan semua ibadah kita.
Adapun Tumakninah dapat kita lakukan jika kita bisa tenang dan tidak tergesa-gesa dalam melakukan shalat, setiap gerakan dan perpindahan dari satu posisi keposisi lain kita lakukan dengan tenang dan perlahan serta tidak tergesa-gesa, terutama ketika ruku', I'tidal (bangkit dari ruku'), sujud, dan duduk diantara dua sujud. Ketika kita ruku', punggung harus lurus dengan tidak menunduk atau naik keatas, tetapi posisi punggung dan kepala rata kedepan, bahkan diriwayatkan bahwa Rasulullah ketika ruku' seandainya diatas punggung beliau ditaruh bejana berisi air ia tidak tumpah. Sedangkan ketika bangkit dari ruku' kita harus sampai berdiri tegak baru turun untuk sujud, dan tidak boleh tergesa-gesa turun sebelum kita benar-benar berdiri tegak lurus seperti ketika berdiri mebaca fatihah. Tumakninah merupakan rukun shalat yang jika kita tinggalkan maka shalat kita tidak sah dan wajib diulang.
 

[1].    Hadits riwayat Imam Ahmad, 5/ 310 dan dalam Shahihul jami’ hadits no: 997.
[2] .   Thuma’ninah adalah diam beberapa saat setelah tenangnya anggota-anggota badan, para Ulama memberi batasan minimal dengan lama waktu yang diperlukan ketika membaca tasbih. Lihat fiqhus sunnah, sayyid sabiq: 1/ 124 ( pent).
[3] . Hadits riwayat Abu Daud; 1/ 533, dalam shahihul jami', hadits; No: 7224.
[4] . Sujud dengan cara mematuk maksudnya: Sujud dengan cara tidak menempelkan hidung dengan lantai, dengan kata lain, sujud itu tidak sempurna, sujud yang sempurna adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas t bahwasanya ia mendengar Nabi r  besabda: “Jika seseorang hamba sujud maka ia sujud denga tujuh anggota badan(nya), wajah, dua telapak tangan,dua lutut dan dua telapak kakinya”. HR. Jama'ah, kecuali Bukhari, lihat fiqhus sunnah, sayyid sabiq: 1/ 124.
[5] . Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dalam kitab shahihnya: 1/ 332, lihat pula shifatus shalatin Nabi, Oleh Al Albani hal: 131.

Tidak ada komentar