Kitab Jenazah



Kitab Jenazah
1- Kematian dan hukum-hukumnya
. Sepanjang apapun usia seorang manusia, ia tetap akan meninggal dunia dan berpindah dari negeri tempat beramal menuju negeri pembalasan, dan alam kubur merupakan tempat akhirat yang pertama.
          Di antara hak seorang muslim kepada muslim yang lain adalah mengunjunginya apabila ia sakit dan mengikuti jenazahnya bila ia meninggal dunia.
1. Firman Allah Ta'ala:
﴿ قُلۡ إِنَّ ٱلۡمَوۡتَ ٱلَّذِي تَفِرُّونَ مِنۡهُ فَإِنَّهُۥ مُلَٰقِيكُمۡۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ٨ ﴾ [الجمعة: ٨] 
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. Al-Jum'ah :8)

2. Firman Allah Ta'ala:
﴿ أَيۡنَمَا تَكُونُواْ يُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ وَلَوۡ كُنتُمۡ فِي بُرُوجٖ مُّشَيَّدَةٖۗ ….. ﴾ [النساء : ٧٨] 
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (QS. An-Nisaa`:78)

. Apa yang wajib bagi orang yang sakit:
          Orang yang sakit harus beriman (percaya) terhadap qadha` Allah SWT, sabar terhadap qadar-Nya, husnuzhzhan (berbaik sangka) kepada Rabb-nya, berada di antara sifat khauf (khawatir,takut) dan raja` (mengharap), jangan mengharapkan kematian, menunaikan hak-hak Allah SWT dan hak-hak manusia, menulis wasiatnya, berwasiat untuk karib kerabatnya yang tidak mewarisinya sepertiga (1/3) hartanya atau kurang dari 1/3 dan itu lebih baik, berobat agar sembuh dengan pengobatan yang dibolehkan. Disunnahkan baginya untuk mengadukan keadaannya pada Allah, dan diperbolehkan untuk memberitahukan pada orang lain asalkan bukan mengeluh dan menunjukan ketidak ikhlasannya (atas sakit yang ia derita).
. Hukum mengharapkan kematian:
Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata: "Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah seseorang darimu mengharapkan kematian karena mudharat yang dialaminya. Dan jika harus mengharapkan kematian, hendaklah ia membaca, 'Ya Allah, hidupkan aku selama kehidupan lebih baik bagiku dan matikanlah aku apabila kematian lebih baik bagiku." Muttafaqun 'alaih.[1]
. Seorang muslim harus bersiap-siap untuk mati dan banyak mengingatnya. Dan bersiap-siap mati adalah dengan taubat dari segala perbuatan maksiat, mengutamakan akhirat, melepaskan diri dari perbuatan zalim, menghadap kepada Allah SWT dengan berbuat taat dan menjauhi yang diharamkan.
Dan di sunnahkan mengunjungi orang sakit dan mengingatkannya agar bertaubat dan berwasiat, dan berobat kepada dokter yang muslim, bukan dokter non muslim. Kecuali bila ia membutuhkannya dan aman dari hal yang tidak dinginkan.
. Disunnahkan bagi orang yang menyaksikan seseorang yang hampir meninggal dunia (menjelang sakaratul maut) agar mentalqinnya dua kalimat syahadah, lalu mengingatkannya dengan ucapan 'laailaaha illallah', berdoa untuknya dan tidak mengatakan sesuatu di hadapannya kecuali yang baik.
Tidak mengapa seorang muslim menghadiri kematian orang kafir untuk menawarkan Islam kepadanya dan berkata kepadanya, 'Katakanlah: 'laailaaha illallah'.
. Tanda-tanda husnul khatimah:
1.     Mengucapkan dua kalimat syahadah saat meninggal.
2.     Kematian seorang mukmin dengan keringat di kening.
3.     Mati syahid atau meninggal fi sabilillah.
4.     Meninggal saat bertugas jaga fi sabilillah.
5.     Meninggal karena membela dirinya atau hartanya atau keluarganya.
6.     Meninggal pada malam Jum'at atau Hari Jum'at, dan hal itu menjaganya dari fitnah (cobaan) alam kubur.
7.     Meninggal karena penyakit radang selaput dada atau penyakit TBC.
8.     Meninggal karena penyakit tha'un (penyakit menular), sakit perut, tenggelam, terbakar, atau tertimpa reruntuhan.
9.     Perempuan yang meninggal dunia di saat nifasnya karena melahirkan dan semisalnya.
. Mengingat kematian:
          Seorang muslim harus selalu ingat terhadap kematian, bukan karena dia akan meninggalkan keluarga, orang-orang tercinta, dan kenikmatan dunia, ini adalah pandangan sempit. Tetapi karena kematian berarti berpisah dari amal ibadah dan bercocok tanam untuk akhirat. Dengan ini ia bersiap-siap dan bertambah dalam amal akhirat serta menghadap kepada Allah SWT. Adapun pandangan yang pertama, maka menambahnya rasa rugi dan penyesalan. Dan apabila Allah SWT ingin mengambil (mewafatkan) seorang hamba di suatu daerah, ia menjadikan baginya suatu keperluan di daerah itu.
. Seorang muslim harus berhusnuzhann (berbaik sangka) kepada Allah SWT saat meninggal dunia, karena sabda Nabi SAW, 'Janganlah seseorang dari kamu meninggal dunia kecuali ia berbaik sangka kepada Allah SWT.' HR. Muslim.[2]
Di antara tanda-tanda kematian: diketahui meninggalnya seseorang dengan turun kedua pelipis, miring hidungnya, terpisah dua telapak tangannya, terulur kedua kakinya, melotot penglihatannya, dinginnya, dan terputus napasnya.
. Apa yang dilakukan terhadap seorang muslim apabila ia meninggal dunia:
1. Apabila seorang muslim meninggal dunia, disunnahkan memejamkan kedua matanya dan berdoa saat memejamkan matanya dengan doanya, 'Ya Allah, ampunilah fulan (dengan menyebut namanya), tinggikan derajatnya pada orang-orang yang mendapat petunjuk, luaskanlah kuburnya, terangilah ia di dalamnya, gantikanlah ia pada keturunannya yang masih tersisa, dan berilah ampunan untuk kami dan dia wahai Rabb semesta alam.' HR. Muslim.[3]
Kemudian diikat kedua rahangnya dengan pembalut, dilembutkan persendiannya dengan pelan, mengangkatnya dari tanah, melepas pakaiannya, dan menutupnya dengan pakaian yang menutupi semua badannya, kemudian memandikannya.
2. Disunnahkan bersegera membayar hutangnya, melaksanakan wasiatnya, segera mengurus jenazahnya, menshalatkannya, menguburkannya di daerah tempat ia meninggal dunia. Boleh bagi yang menghadirinya dan yang lainnya membuka wajahnya, mengecupnya dan menangisinya.
Wajib menunaikan hak-hak Allah SWT dari orang yang wafat, jika hak-hak itu seperti zakat, nazar, kafarat dan haji Islam. Dan didahulukan dari hak-hak ahli waris dan dari hutang. Hutang kepada Allah SWT lebih utama untuk dibayar, dan jiwa seorang muslim digantungkan dengan hutangnya sampai dibayar.
. Boleh bagi seorang perempuan berihdad (tidak berhias diri, sebagai tanda duka cita) karena kematian anaknya atau yang lainnya selama tiga hari, dan karena kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. Dan seorang perempuan akan menjadi istri dari suaminya yang terakhir pada Hari Kiamat.
. Diharamkan atas karib kerabat yang meninggal dan selain mereka meratapi kematian, yaitu perkara yang melebihi tangisan. Seorang mayit disiksa di dalam kuburnya karena diratapi. Dan diharamkan saat musibah memukul pipi, merobek lobang baju, mencukur dan mencabik rambut.
. Dibolehkan menginformasikan kepada orang banyak tentang kematian seseorang supaya mereka menyaksikan jenazahnya dan menshalatkannya. Dianjurkan bagi yang memberi informasi meminta orang-orang beristigfar dan memohon ampun untuknya. Diharamkan na'yu, yaitu memberi informasi tentang kematian karena membanggakan diri dan semisalnya.

. Apa yang dikatakan dan dilakukan orang yang mengalami musibah, saat mendapat musibah:
Saat karib kerabat yang meninggal dunia mengetahui kematiannya, mereka wajib bersikap sabar. Dan disunnahkan bersikap ridha terhadap qadar, mengharap pahala dan istirja' (membaca innalillahi wa inna ilaihi raaji'un).
1.       Dari Ummu Salamah r.a, istri nabi SAW, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada seorang hamba yang mendapat musibah, lalu ia membaca, 'Sesungguhnya kita adalah milik Allah SWT dan sesungguhnya kita kembali kepada-Nya. Ya Allah, berilah pahala kepadaku dalam musibahku dan gantikanlah untukku yang lebih baik darinya.' melainkan Allah SWT memberi pahala kepadanya dalam musibahnya dan menggantikan baginya yang lebih baik darinya.' HR. Muslim.[4]
2.       Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata, 'Nabi SAW bersabda, 'Tidak ada seorang muslim yang meninggalkan tiga orang anaknya yang belum baligh, melainkan Allah SWT memasukkannya ke surga dengan karunia rahmat-Nya kepada mereka.' HR. al-Bukhari.[5]
. Sabar adalah menahan diri dari keluh kesah, menahan lisan dari mengadu, dan menahan anggota tubuh dari yang diharamkan, seperti memukul pipi, merobek baju dan semisalnya.
. Hukum melakukan otopsi kepada mayat:
Boleh mengotopsi mayat seorang muslim, jika tujuannya menyelidiki tuduhan kriminalitas, atau menyelidiki penyakit menular, karena hal itu mengandung mashlahat yang berpulang pada keamanan dan keadilan dan menjaga umat dari penyakit berbahaya yang menular. Jika otopsi itu untuk tujuan belajar dan mengajar, maka seorang muslim harus dimuliakan hidup dan mati. Cukuplah dengan mengotopsi mayat non muslim, kecuali saat terpaksa dengan syarat-syaratnya.
2. Memandikan mayat
. Disunnahkan agar orang yang memandikan mayat adalah yang paling mengetahui sunnah/tata cara memandikan mayat. Ia mendapat pahala besar apabila berniat ikhlas karena Allah SWT, menutupinya, dan tidak menceritakan apa yang dilihatnya dari yang tidak disukai.

. Siapakah yang memandikan mayit?
Yang paling utama memandikan jenazah laki-laki saat terjadi perselisihan adalah yang menerima wasiatnya, kemudian bapaknya, kemudian kakeknya, kemudian kerabat terdekat dan seterusnya dari ashabahnya, kemudian karib kerabatnya. Dan yang paling berhak memandikan jenazah perempuan adalah perempuan yang menerima wasiatnya, kemudian ibunya, kemudian neneknya, kemudian kerabat terdekat dan seterusnya. Boleh bagi pasangan suami istri memandikan pasangannya yang wafat. Dan boleh memandikan jenazah laki-laki dan perempuan sebanyak satu kali yang meliputi semua badannya.
. Prosesi pemandian jenazah dihadiri yang memandikan dan yang membantunya memandikan, dan dimakruhkan selain mereka menghadirinya.
. Apabila berkumpul orang-orang Islam dan kafir dan meninggal bersamaan seperti kebakaran dan semisalnya, dan tidak bisa membedakan mereka, (cara pelaksanaannya adalah) mereka semua dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dimakamkan (semua itu dilaksanakan) dengan niat untuk orang-orang Islam dari mereka.
. Boleh bagi laki-laki dan perempuan memandikan jenazah seseorang yang berusia tujuh tahun (atau kurang dari usia itu), baik jenazah laki-laki dan perempuan. Dan apabila seorang laki-laki meninggal dunia di antara perempuan-perempuan bukan mahrahmnya, atau seorang perempuan meninggal dunia di tengah-tengah laki-laki bukan mahramnya, atau uzur memandikannya, ia dishalatkan dan dimakamkan tanpa dimandikan.
. Orang yang mati dalam peperangan fi sabilillah tidak boleh dimandikan, dan para syuhada lainnya tetap wajib dimandikan.
. Diharamkan seorang muslim memandikan non muslim, atau mengkafannya, atau menshalatkannya, atau mengikuti jenazahnya, atau menguburkannya. Tetapi ia menutupinya dengan tanah apabila tidak ada yang menutupinya dengan tanah dari karib kerabatnya. Tidak disyari'atkan bagi orang-orang Islam mengikuti jenazah keluarganya (karib kerabatnya) yang musyrik (non muslim) yang meninggal dunia.

. Tata-cara memandikan mayit yang disunnahkan:
          Apabila seseorang ingin memandikan jenazah, ia meletakkannya di atas keranda pemandian, kemudian menutupi auratnya, kemudian melepaskan pakaiannya, kemudian mengangkat kepalanya hingga jenazah tersebut berada dalam posisi hampir duduk, kemudian menekan perutnya dengan lembut dan banyak menyiram air. Kemudian ia melilit sepotong kain atau dua sarung tangan di atas tangannya dan mengistinjanya (membersihkan duburnya).
          Kemudian berniat memandikannya, dan sunat mewudhu`kannya seperti wudhu untuk shalat setelah meletakkan di tangannya sepotong kain yang lain. Jangan memasukkan air di mulut dan hidungnya, tetapi memasukkan dua jarinya yang basah di hidung dan mulutnya.
          Kemudian memandikannya dengan air dan bidara atau sabun, memulai dengan kepala dan jenggotnya, kemudian sebelah kanan dari leher hingga tumitnya (kakinya).
          Kemudian membaliknya ke sebelah kiri dan memandikan sebelah punggungnya yang kanan, kemudian memandikan bagian tubuhnya yang kiri seperti itu.
          Kemudian memandikannya yang kedua kali dan ketiga kali seperti yang mandi pertama. Jika belum bersih, ia menambah sampai bersih dalam hitungan ganjil. Dan menjadikan bersama air  pada mandi yang terakhir kapur barus atau minyak wangi. Dan jika kumisnya atau kukunya panjang digunting sebagiannya, kemudian dikeringkan dengan kain.
          Dan jenazah perempuan dijadikan rambutnya tiga kepangan dan diuraikan dari belakang.    Jika keluar dari seseorang (kotoran dan semisalnya) setelah dimandikan, hendaknya dicuci tempatnya, diwudhukan, dan ditutupi tempatnya dengan kapas.

3. Mengkafani Jenazah
. Wajib mengkafan jenazah dari hartanya. Jika ia tidak mempunyai harta, maka biayanya dibebankan kepada orang yang wajib memberi nafkah kepadanya dari ushul (ayah keatas) dan furu' (anak kebawah).
. Cara mengkafan jenazah:
          Disunnahkan mengkafani jenazah laki-laki dalam tiga lipat kain putih yang baru, diharumkan dengan wewangian yang dibakar tiga kali, kemudian diuraikan sebagian di atas sebagian yang lain, kemudian diberikan pengawet, yaitu campuran dari minyak wangi di antara lipatan. Kemudian jenazah diletakkan di atas lipatan kain bertelentang di atas punggungnya, kemudian diberikan sebagian dari pengawet di kapas di antara dua pantatnya. Kemudian diikat sepotong kain di atasnya seperti celana kecil yang menutupi auratnya, dan diberi minyak wangi beserta seluruh badannya.
          Kemudian dikembalikan ujung lipatan kain yang atas dari sisi sebelah kiri di atas bagian sebelah kanan. Kemudian dikembalikan ujung sebelah kanan di atas bagian kiri yang di atasnya. Kemudian yang kedua sama seperti itu, kemudian yang ketiga juga sama seperti itu. Dan dijadikan sisa di bagian kepalanya, atau di bagian kepala dan kedua kakinya jika lebih. Kemudian diikat lebar lipatan agar jangan terbuka, dan dibuka di dalam kubur. Perempuan sama seperti laki-laki dalam penjelasan di atas. Anak kecil dikafani satu kain dan boleh tiga kain.
Dari 'Aisyah r.a, ia berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah SAW dikafani dengan tiga lapis kain buatan Yaman berwarna putih dari kapas, tidak termasuk padanya baju dan surban." Muttafaqun 'alaih.[6]
. Wajib mengkafani jenazah dengan satu kain yang menutupi semua badannya dan disunnahkan dengan tiga kain.
. Syahid fi sabilillah dikuburkan pada pakaian yang dia syahid dengannya dan tidak dimandikan. Disunnahkan mengkafannya dengan satu kain atau lebih di atas pakaiannya.
. Apabila orang yang berihram meninggal dunia, ia dimandikan dengan air dan bidara atau sabun, tidak didekatkan wangi-wangian, tidak dipakaikan yang berjahit, kepala dan wajahnya tidak ditutup jika ia seorang laki-laki, karena ia dibangkitkan pada hari kiamat sambil bertalbiyah di atas kondisinya, dan tidak diqadha darinya ibadah haji yang tersisa dan ia dikafan dengan mengenakan kain ihram yang ia wafat dengannya.
. Apabila janin yang keguguran meninggal, dan kandungannya berusia empat bulan, ia dimandikan, dikafani, dan dishalatkan.
. Barang siapa yang uzur (tidak mungkin) memandikannya karena terbakar atau robek dan semisalnya, atau tidak ada air, ia kafani dan dishalatkan atasnya. Sah shalat terhadap sebagian anggota tubuh jenazah seperti tangan, kaki, dan semisalnya, Apabila tidak bisa mendapatkan bagian tubuh yang lain.
. Apabila keluar najis dari jenazah setelah dikafani, tidak perlu dimandikan ulang, karena menyulitkan dan memberatkan.


4. Tata-cara menshalatkan jenazah
. Menyaksikan jenazah dan mengikutinya mengandung faedah besar, yang terpenting adalah: menunaikan hak jenazah dengan menshalatkannya, memohon syafaat dan berdoa untuknya, menunaikan hak keluarganya, menghibur perasaan mereka saat mendapat musibah kematian, memperoleh pahala besar bagi pelayat, mendapatkan nasehat dan pelajaran dengan menyaksikan jenazah, pemakaman, dan yang lainnya.
. Shalat jenazah adalah fardhu kifayah, yaitu tambahan pahala orang-orang yang shalat dan syafaat kepada orang-orang wafat. Disunnahkan (dianjurkan) banyak yang menshalatkannya.  Bilamana yang menshalatkan lebih banyak dan lebih bertakwa tentu lebih utama. Dari Ibnu 'Abbas r.a, ia berkata, 'Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada seorang muslim yang meninggal dunia, lalu berdiri di atas jenazahnya empat puluh (40) orang laki-laki yang tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya melainkan Allah SWT menerima syafaat mereka padanya." HR. Muslim.[7]
. Orang yang melaksanakan shalat lebih dulu berwudhu, menghadap kiblat, dan meletakkan jenazah di antara dia dan kiblat.

. Tata-cara shalat terhadap jenazah:
          Imam disunnahkan berdiri di sisi kepala jenazah laki-laki dan di tengah jenazah perempuan. Bertakbir empat kali, terkadang lima, atau enam, atau tujuh atau sembilan. Terutama kepada para ulama, orang shalih dan taqwa, dan yang berjasa terhadap Islam. Dilakukan seperti ini sekali, dan seperti ini sekali, untuk menghidupkan sunnah.
. Melakukan takbir pertama sambil mengangkat kedua tangannya hingga kedua pundaknya, atau sampai kedua telinganya. Demikian pula takbir-takbir selanjutnya. Kemudian ia meletakkan tangan kanannya di atas punggung telapak tangan kirinya di atas dadanya, tidak membaca doa iftitah. Kemudian berta'awwudz (membaca A'udzubillahi minash-syaitaanirrajim), membaca basmalah, membaca al-Fatihah pelan-pelan dan terkadang membaca surah bersamanya.
. Kemudian bertakbir yang kedua dan membaca: 'Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad SAW dan keluarga Muhammad SAW, sebagaimana Engkau memberi rahmat kepada Ibrahim a.s dan keluarga Ibrahim a.s. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah berkah kepada Muhammad SAW dan keluarga Muhammad SAW, sebagaimana Engkau berikan berkah kepada Ibrahim a.s dan keluarga Ibrahim a.s. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia." Muttafaqun 'alaih.[8]
. Kemudian melakukan takbir yang ketiga dan berdoa dengan ikhlas  dengan doa yang diriwayatkan dalam hadits, di antaranya adalah:
. "Ya Allah, ampunilah kami yang hidup dan mati, yang hadir dan gaib, kecil dan besar, laki-laki dan perempuan. Ya Allah, siapapun yang Engkau hidupkan dari kami, maka hidupkanlah ia di dalam Islam, dan siapapun yang Engkau wafatkan dari kami maka wafatkanlah dia di atas iman. Ya Allah SWT, janganlah Engkau menghalangi kami dari pahalanya dan janganlah Engkau sesatkan kami sesudahnya." HR. Abu Daud dan Ibnu Majah.[9]
. 'Ya Allah, ampunilah dan berilah rahmat kepadanya, maafkanlah dia, muliakanlah tempatnya, luaskanlah tempat masuknya, cucilah dia dengan air, salju, dan batu es. Bersihkanlah dia dari segala kesalahan sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Gantilah kepadanya negeri yang lebih baik dari negerinya, istri yang lebih baik dari istrinya, masukkanlah ia ke dalam surga, dan lindungilah ia dari siksaan kubur (atau siksaan neraka).' HR. Muslim.[10]
. 'Ya Allah, sesungguhnya fulan bin fulan berada dalam jaminan-Mu dan ikatan perlindungan-Mu, maka peliharalah dia dari fitnah kubur dan siksaan neraka. Engkau yang paling menepati janji dan paling benar. Ampuni dan berilah rahmat kepada-Nya. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.' HR. Abu Daud  dan Ibnu Majah.[11]
. Jika yang meninggal dunia seorang anak kecil, ia menambah: 'Ya Allah, jadikanlah ia pendahulu, pahala dan simpanan bagi kami.' HR. al-Baihaqi.[12]
. Kemudian ia bertakbir yang keempat dan berdiri sebentar sambil berdoa. Kemudian ia membaca salam ke sebelah kanan. Dan jika terkadang ia membaca salam ke sebelah kiri maka tidak mengapa.
. Barang siapa yang ketinggalan takbir, ia mengqadhanya menurut tata-caranya. Dan jika ia tidak mengqadhanya dan salam bersama imam, maka shalatnya sah insya Allah SWT.
. Sunnah bahwa jenazah dishalatkan secara berjamaah dan jumlah shaf (barisan) tidak kurang dari tiga shaf (baris). Dan apabila berkumpul beberapa jenazah, disunnahkan yang berada didekat adalah jenazah laki-laki, kemudian anak-anak, kemudian perempuan, dan menshalatkan mereka satu kali shalat. Dan boleh satu kali shalat untuk satu orang jenazah.
. Doa pada shalat jenazah menurut keadaan jenazah. Laki-laki seperti doa yang telah lalu, dimu`annatskan dhamir (kata ganti) bersama jenazah perempuan, dijama'kan dhamir apabila terdiri dari beberapa jenazah. Jika semuanya perempuan, ia berdoa: allahummaghfir lahunna (ya Allah, ampunilah mereka) dan seterusnya. Jika ia tidak mengetahui yang didepan, laki-laki atau perempuan, boleh ia berdoa: Allahummaghfir lahu (Ya Allah ampunilah dia (lk), atau allahummaghfir laha (Ya Allah ampunilah dia (pr)).
. Para syuhada yang mati syahid dalam peperangan fi sabilillah, imam (pempimpin) diberi pilihan pada mereka. Jika dia menghendaki, dia menshalatkan mereka dan jika dia tidak menghendaki, dia meninggalkan shalat jenazah untuk mereka, dan shalat lebih utama. Dan mereka dimakamkan di tempat mereka meninggal dunia. Para syuhada selain mereka, seperti yang mati tenggelam, terbakar dan semisal mereka. Mereka adalah para syuhada dalam pahala akhirat, akan tetapi tetap dimandikan, dikafani, dishalatkan seperti selain mereka.
. Disunnahkan shalat terhadap jenazah muslim, baik dia seorang yang shaleh atau fasik, akan tetapi orang yang meninggalkan shalat selama-lamanya tidak dishalati.
. Orang yang bunuh diri dan khianat dari harta ghanimah, imam atau wakilnya tidak boleh menshalatkan keduanya sebagai hukuman baginya dan peringatan bagi yang lain, dan kaum muslimin tetap menshalatkannya.
. Seorang muslim yang ditegakkan atasnya had (hukuman) rajam atau qishash, dimandikan dan dishalatkan atasnya shalat jenazah.

. Keutamaan shalat jenazah dan mengiringinya sampai dikebumikan:
          Sunnah mengiringi jenazah karena iman dan berharapkan pahala hingga dishalatkan dan selesai menguburnya.
          Mengikuti/mengiringi jenazah hanya untuk laki-laki, bukan wanita. Jenazah tidak boleh diikuti suara, api, bacaan, dan tidak pula zikir.
          Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa yang mengikuti jenazah seorang muslim karena iman dan mengharap pahala, dan ia tetap bersamanya hingga dishalatkan dan selesai menguburnya, maka sesungguhnya ia pulang membawa pahala dua qirath, setiap qirath seperti bukit Uhud. Dan barang siapa yang shalat atasnya, kemudian kembali sebelum dimakamkan, maka sesungguhnya ia pulang dengan pahala satu qirath.' Muttafaqun 'alaih.[13]
. Tempat shalat jenazah:
          Menshalatkan jenazah di tempat yang disiapkan untuk shalat jenazah adalah sunnah dan itulah yang lebih utama. Dan boleh dishalatkan di dalam masjid sewaktu-waktu. Barang siapa yang ketinggalan shalat jenazah, yang utama adalah menshalatkannya setelah dimakamkan dan barang siapa yang dikuburkan dan belum dishalatkan, maka dishalatkan di atas kuburnya.
. Apabila seseorang meninggal dunia dan engkau ahli untuk melaksanakan shalat dan dikhithab untuk menshalatkannya dan engkau belum menshalatkannya, maka kamu boleh shalat di atas kuburnya.
. Hukum shalat terhadap jenazah yang ghaib:
Disunnahkan shalat terhadap jenazah yang ghaib, yang belum dishalatkan atasnya.
Dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW memberi kabar duka cita kematian an-Najasyi di hari wafatnya. lalu beliau SAW keluar bersama mereka ke mushalla dan bertakbir empat kali takbir.' Muttafaqun 'alaih.[14]
. Disunnahkan bersegera mengurus jenazah, menshalatkannya, dan pergi dengannya ke pemakaman.
          Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda, 'Bersegeralah mengurus jenazah, jika ia seorang yang shalih, maka kebaikan yang kamu dahulukan kepadanya. Dan jika ia selain yang demikian itu, maka keburukan yang kamu letakkan dari pundakmu.' Muttafaqun 'alaih.[15]
. Perempuan seperti laki-laki, apabila jenazah sudah ada di mushalla atau di masjid, sesungguhnya ia menshalatkannya bersama kaum muslimin, dan untuknya pahala seperti untuk laki-laki dalam menshalatkan dan ta'ziyah.
. Waktu-waktu yang jenazah tidak boleh dimakamkan dan tidak boleh dishalatkan:
          Dari 'Uqbah bin 'Amir al-Juhani r.a, ia berkata, 'Tiga waktu, Rasulullah SAW melarang kami melaksanakan shalat jenazah padanya dan menguburnya: saat matahari terbit hingga terangkat, saat tengah hari hingga gelincir matahari, dan saat tenggelam matahari hingga tenggelam.' HR. Muslim.[16]


5. Membawa jenazah dan menguburkannya
. Jenazah di usung oleh orang laki-laki dan bukan perempuan. Disunnahkan agar pejalan kaki berada di depan dan belakangnya, dan yang berkendaraan berada di belakangnnya. Jika pemakaman jauh atau ada kesulitan, tidak mengapa dibawa kendaraan (mobil).
. Jenazah muslim dimakamkan di pemakaman kaum muslimin, laki-laki atau perempuan, besar atau kecil. Dan tidak boleh dimakamkan di dalam masjid dan tidak boleh pula di pemakaman kaum musyrikin dan semisalnya.
. Tata-cara menguburkan jenazah:
          Kubur harus digali dalam-dalam, diluaskan, diperbaiki. Apabila telah sampai bagian bawah kubur, digalilah padanya yang mengarah kiblat satu tempat sekadar diletakkan mayit padanya, dinamakan lahad. Ia lebih utama dari pada syaqq. Dan yang memasukkannya membaca: 'Bismillah wa 'ala sunnati rasulillah' -dalam sebuah riwayat yang lain- wa 'ala millati rasulillah' (dengan nama Allah SWT dan di atas agama Rasulullah SAW). HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi.[17]
Dan meletakkannya di lahadnya di atas bagian kanannya, menghadap kiblat. Kemudian dipasang bata atasnya dan disertakan di antaranya dengan tanah. Kemudian dikuburkan dengan tanah dan diangkat kubur di atas bumi sekadar sejengkal dengan permukaan yang melengkung (seperti punuk unta).
. Diharamkan membangun di atas kubur, mengapur dan menginjaknya, shalat di sampingnya, menjadikannya masjid dan lampu-lampu atasnya, menghamburkan bunga-bunga di atasnya, thawaf (berkeliling) dengannya, menulis atasnya, dan menjadikannya sebagai hari raya.
. Tidak boleh membangun masjid di atas kubur dan tidak boleh menguburkan jenazah di dalam masjid. Jika masjid itu telah dibangun sebelum dimakamkan, kubur itu diratakan, atau digali jika masih baru dan dimakamkan di pemakaman umum. Jika masjid dibangun di atas kubur, bisa jadi masjid yang dibongkar dan bisa jadi bentuk kuburan yang dihilangkan. Dan setiap masjid yang dibangun di atas kuburan, tidak boleh dilaksanakan shalat fardhu dan shalat sunnah di dalamnya.
. Sunnah bahwa kubur digali dengan kedalaman yang menghalangi keluar bau darinya dan galian binatang buas. Dan agar bagian bawahnya berbentuk lahad seperti yang disebutkan diatas, itulah yang lebih utama. Atau Syaqq: yaitu digali di dasar kubur satu galian di tengah, diletakkan mayat padanya, kemudian dipasang bata atasnya, kemudian ditutupi.
. Sunnah menguburkan jenazah di siang hari dan boleh menguburkan di malam hari.
. Tidak boleh di masukkan ke dalam satu liang kubur lebih dari satu jenazah kecuali karena terpaksa, seperti banyaknya yang terbunuh dan sedikit yang memakamkan mereka. Didahulukan di lahad yang lebih utama dari mereka. Tidak dianjurkan bagi laki-laki menggali kuburnya sebelum ia meninggal dunia, dan tidak pula menyiapkan kafan baginya.
. Boleh memindahkan jenazah dari kuburnya ke kubur yang lain, jika ada maslahat untuk mayit, seperti kuburannya yang digenangi air atau dikuburkan di pemakaman orang-orang kafir dan semisalnya. Kuburan adalah negeri orang-orang yang sudah mati, tempat tinggal mereka, dan tempat saling ziarah di antara mereka, dan mereka telah mendahului kepadanya, maka tidak boleh menggali kubur mereka kecuali untuk kepentingan mayit.
. Laki-laki yang bertugas menurunkan jenazah di kuburnya, bukan perempuan, para wali mayit lebih berhak menurunkannya. Disunnahkan memasukkan jenazah di kuburnya dari sisi dua kaki kubur, kemudian dimasukkan kepalanya secara perlahan di dalam kubur. Boleh memasukkan mayit ke dalam kubur dari arah mana pun. Dan haram mematahkan tulang mayit.
. Perempuan tidak boleh mengikuti jenazah, karena mereka memililki sifat lemah, perasaan yang halus, keluh kesah, dan tidak tabah menghadapi musibah, lalu keluar dari mereka ucapan dan perbuatan yang diharamkan yang bertolak belakang dengan sifat sabar yang diwajibkan.
. Disunnahkan bagi keluarga mayit memberi tanda di kuburnya dengan batu dan semisalnya, agar ia memakamkan yang meninggal dari keluarganya dan ia mengenal dengan tanda itu kubur yang meninggal dari keluarganya.
. Barang siapa yang meninggal dunia di tengah laut dan dikhawatirkan berubahnya, ia dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan ditenggelamkan di air, dan jika memungkinkan tetap dan tidak berubah, maka ditunggu sampai dimakamkan di perkuburan.
. Anggota tubuh yang terpotong dari seorang muslim yang masih hidup karena sebab apapun, tidak boleh membakarnya, tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Tetapi dibalut pada sepotong kain dan dikuburkan di pemakaman.
. Dianjurkan berdiri bagi jenazah apabila sedang lewat, dan siapa yang duduk tidak ada dosa atasnya.
. Disunnahkan duduk apabila jenazah diletakkan dan saat pemakaman, dan terkadang disunnahkan bagi tokoh masyarakat atau alim ulama untuk mengingatkan yang hadir dengan kematian dan yang sesudahnya.
. Disunnahkan setelah menguburkan mayit agar orang yang hadir berdiri di atas kubur dan mendoakan ketetapan untuknya, memohon ampunan baginya dan meminta kepada orang-orang yang hadir agar memohon ampunan untuknya dan tidak mentalqinnya, karena talqin dilakukan saat menjelang wafat sebelum mati.

6. Ta'ziyah
. Disunnahkan berta'ziyah kepada yang mendapat musibah kematian sebelum dimakamkan atau sesudahnya. Dikatakan kepada yang mendapat musibah kematian seorang muslim: 'Sesungguhnya bagi Allah SWT apa yang Dia ambil dan bagi-Nya apa yang Dia beri, segala sesuatu di sisinya dengan waktu yang sudah ditentukan, maka hendaklah engkau sabar dan mengharap pahala." Muttafaqun 'alaih.[18]
. Disunnahkan ta'ziyah kepada keluarga mayit dan tidak ada batas baginya. Ia berta'ziyah kepada mereka dengan sesuatu yang bisa menghibur mereka, menahan dari duka cita mereka, dan mendorong mereka untuk sabar dan ridha dalam batas-batas syara', dan berdoa untuk mayit dan yang berduka.
. Boleh berta'ziyah di setiap tempat: di pemakaman, di pasar, di mushalla, di masjid, di rumah. Keluarga mayit boleh berkumpul dalam sebuah rumah atau satu tempat, lalu yang ingin berta'ziyah menuju mereka, memberi ta'ziyah, kemudian ia pulang.
. Keluarga mayit tidak boleh menentukan pakaian khusus untuk ta'ziyah, seperti pakaian hitam umpamanya, karena padanya mengandung sikap murka terhadap qadha dan qadar Allah SWT.
. Dibolehkan berta’ziyah kepada orang kafir tanpa mendoakan mayat mereka jika mereka tidak menampakkan permusuhan terhadap agama Islam dan orang-orang muslim.
. Disunnahkan membuat makanan untuk keluarga mayit dan mengirimnya kepada mereka, dan dimakruhkan bagi keluarga mayit untuk membuat makanan untuk manusia dan mereka berkumpul atasnya.

. Hukum menangisi jenazah:
          Boleh menangisi jenazah jika tidak disertai ratapan. Dan haram merobek pakaian, memukul pipi, meninggikan suara dan semisalnya. Dan mayit disiksa –maksudnya merasa sakit dan gelisah- dalam kuburnya bila diratapi atasnya dengan wasiat darinya.
1.      Dari Abdullah bin Ja'far r.a, bahwa Nabi SAW memberi tempo kepada keluarga Ja'far r.a selama tiga hari bahwa beliau SAW mendatangi mereka. Kemudian beliau datang kepada mereka, lalu berkata, 'Janganlah kamu menangisi saudaraku setelah hari ini.' Kemudian beliau bersabda, 'Panggilkan anak-anak saudaraku untukku.' Lalu kami dibawa, seolah-olah kami adalah anak-anak burung, lalu beliau SAW bersabda, 'Panggilkan tukang cukur untukku.' Lalu beliau menyuruhnya (agar mencukur rambut kami) lalu ia mencukur rambut kami.' HR. Abu Daud dan an-Nasa`i.[19]
2.      Dari Umar bin Khaththab r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda, 'Mayit disiksa di dalam kubur karena ratapan atasnya.'[20]

7. Ziarah Kubur
. Disunnahkan ziarah kubur bagi laki-laki karena ziarah itu mengingatkan akhirat dan kematian. Ziarah adalah untuk mengambil pelajaran, nasehat, mengucap salam dan berdoa untuk mereka, bukan untuk meminta doa mereka, atau meminta berkah dengan mereka, atau dengan tanah kubur mereka. Semua itu tidak dibolehkan.
. Diharamkan kepada semua yang hidup meminta doa yang sudah mati, istighotsah dengan mereka, meminta mereka menunaikan hajat dan menghilangkan kesusahan, berkeliling di atas kubur para nabi dan orang-orang shalih dan selain mereka, menyembelih di samping kubur mereka, dan menjadikannya masjid. Semua itu termasuk perbuatan syirik yang Allah SWT mengancam pelakunya dengan neraka.
          Dari 'Aisyah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda dalam sakitnya yang beliau tidak bangun lagi darinya, 'Allah SWT mengutuk kaum Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid.' Ia ('Aisyah) berkata, 'Kalau bukan karena alasan itu niscaya kuburnya dinampakkan, akan tetapi dikhawatirkan dijadikan sebagai masjid.' Muttafaqun 'alaih.[21]

. Yang dibaca saat memasuki pemakaman dan ziarah kubur:
 (السّلام على أهل الدّيار من المؤمنين والمسلمين, ويرحم الله المستقدمين منا والمستأخرين, وإنا شاءالله بكم للاحقون )
1.'Kesejahteraan kepada penghuni negeri (alam kubur) dari golongan mukminin dan muslimin, semoga Allah SWT memberi rahmat kepada yang terdahulu dari kami dan yang (menyusul) kemudian, dan kami –insya Allah- akan menyusul kalian.' (HR. Muslim)[22]
2. Atau membaca:
(السلام عليكم دار قوم مؤمنين, وإنا شاءالله بكم للاحقون )
'Kesejahteraan atasmu, wahai penghuni negeri kaum mukminin, dan sesungguhnya kami –insya Allah- akan menyusulmu.' (HR. Muslim)[23]
3.      Atau membaca:
(السّلام على أهل الدّيار من المؤمنين والمسلمين, وإنا إن شاء الله للاحقون, أسأل الله لنا ولكم العافية)
'Kesejahteraan atasmu, wahai penghuni negeri dari kaum mukminin dan muslimin, dan sesungguhnya kami –insya Allah- akan menyusul, aku memohon kepada Allah SWT afiyat untuk kami dan kamu.' (HR. Muslim)[24]


. Hukum ziarah kubur bagi wanita:

          Ziarah kubur bagi wanita termasuk dosa besar, tidak boleh bagi wanita melaksanakan ziarah kubur. Akan tetapi apabila ia melewati pemakaman tanpa bermaksud ziarah kubur, maka disunnahkan ia memberi salam kepada penghuni kubur dan berdoa untuk mereka dengan apa yang diriwayatkan, tanpa memasukinya.

. Keadaan-keadaan orang yang melakukan ziarah kubur:
Berdoa kepada Allah SWTI untuk yang mati dan memohon ampunan untuk mereka, mengambil nasehat dengan kondisi orang mati dan mengingat akhirat, maka ini adalah ziarah yang disyari'atkan.
Berdoa kepada Allah SWT untuk dirinya atau untuk selain dirinya seraya meyakini bahwa berdoa di samping kubur lebih utama dari pada di masjid, maka ini adalah bid'ah yang mungkar.
Berdoa kepada Allah SWT sambil bertawassul dengan jaah atau haqq (kedudukan/keutamaan) fulan, seperti ia berkata, 'Aku memohon kepadamu ya Rabb dengan Jaah fulan.' Ini diharamkan, karena ia adalah sarana menuju syirik.
Tidak berdoa kepada Allah SWT, tetapi berdoa kepada penghuni kubur, seperti ia berkata, 'Wahai Nabi Allah, atau wahai waliyullah, atau wahai fulan berilah kepadaku seperti ini, atau sembuhkanlah aku dan semisal yang demikian itu, maka ini termasuk syirik besar.
. Boleh ziarah kubur orang yang mati di luar Islam hanya untuk mengambil pelajaran, tidak boleh berdoa untuknya, tidak boleh memintakan ampun untuknya, bahkan ia mengabarkannya dengan nereka.
. Pemakaman adalah tempat mengambil nasehat dan pelajaran, tidak boleh dilakukan penghijauan, pengubinan, penerangan, dan apapun juga yang termasuk keindahan.


. Yang mengikuti jenazah setelah kematiannya:
          Dari Anas r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Yang mengikuti jenazah ada tiga, maka kembali yang dua dan yang satu tetap bersamanya. Yang mengiringinya adalah keluarganya, hartanya, dan amalnya. lalu kembali keluarga dan hartanya dan tinggallah amalnya.' Muttafaqun alaih.[25]
. Melakukan ibadah dari seorang muslim untuk muslim yang lain yang masih hidup atau sudah meninggal dunia hukumnya tidak boleh selain dalam batas-batas yang terdapat dalam syara', seperti berdoa untuknya, memintakan ampunan untuknya, melaksanakan haji dan umrah sebagai badal darinya, bersedekah untuknya, dan puasa wajib untuk orang yang sudah meninggal dan ia punya tanggungan puasa wajib seperti nazar. Adapun menyewa sekelompok orang yang membaca al-Qur`an dan menghadiahkan pahalanya untuk mayit, maka ia termasuk perbuatan bid'ah yang baru.

 1]  Muttafaqun 'Alaihi. HR. al-Bukhari no. 6351, ini adalah lafazhnya dan Muslim no. 2680
[2]  HR. Muslim 2877
[3]  HR. Muslim no 920
[4]  HR. Muslim no. 918
[5]  HR. al-Bukhari 1248
[6]  HR. al-Bukhari no. 1264, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 941
[7] HR. Muslim no. 948
[8]  HR. al-Bukhari no.3370, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 406
[9]  Shahih, HR. Abu Daud no. 3201, Shahih Sunan Abu Daud  no. 2741, dan Ibnu Majah  no. 1498, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 1217
[10]  HR. Muslim no. 963
[11]  Shahih. HR. Abu Daud no.3202, Shahih Sunan Abu Daud no. 2742, Ibnu Majah no. 1499, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan Ibnu Majah 1218
[12]  Hasan/ HR. al-Baihaqi no.6794. Lihat Ahkam al-Janaa`iz karya al-Albani  hal. 161
[13]  HR. al-Bukhari no. 47, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 945.
[14]  HR. al-Bukhari no. 1327 dan Muslim no (951), ini adalah lafazhnya.
[15]  HR. al-Bukhari no. 1315, ini adalah lafazhnya dan Muslim no. 944.
[16]  HR. Muslim no.( 831)
[17]  Shahih/ HR. Abu Daud no. 3213, Shahih Sunan Abu Daud no. 2752 dan at-Tirmidzi no. 1046, Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 836.
[18]  HR. al-Bukhari no. 7377, ini adalah lafazhnya dan Muslim no. 923
[19] Shahih/ HR. Abu Daud no. 4192, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan Abu Daud, dan an-Nasa`i no. 5227, Shahih Sunan an-Nasa`i no. 4823
[20]  HR. al-Bukhari no. 1292, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 927.
[21]  HR. al-Bukhari no.1330 dan Muslim no. 529, ini adalah lafazhnya.
[22]  HR. Muslim no. 974
[23]  HR. Muslim no. 249
[24]  HR. Muslim no. 975
[25]  HR. al-Bukhari no. 6514, ini adalah lafazdnya, dan Muslim no. 296

Tidak ada komentar