Antara Kebaikan dan Kejahatan
Allah berfirman (yang artinya), "Dan tidaklah sama 
kebaikan dan kejahatan.Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, 
maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah 
telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak 
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan 
melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika 
syaitan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada 
Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." 
(Fushshilat: 34-36). 
Tidaklah Allah menciptakan manusia melainkan 
Allah juga menciptakan setan untuk mengujinya. Secara fitrah, manusia akan 
selalu cenderung pada kebaikan. Tetapi, untuk selalu sejalan dengan fitrahnya, 
sangatlah sulit. Karena, ketika manusia hendak memilih kebaikan, akan selalu ada 
bisikan-bisikan yang menghalanginya, dan menganjurkan yang sebaliknya. Seperti 
yang pernah disabdakan oleh Rasulullah saw. bahwa di dalam hati manusia ada dua 
bisikan; bisikan malaikat dan bisikan setan. Bisikan malaikat adalah kebaikan 
dan bisikan setan adalah kejahatan. Adapun, bisikan mana yang akan diikuti oleh 
manusia, tergantung pada keadaan hati manusia itu. Jika hatinya bersih, ia akan 
mendengar bisikan malaikat, namun jika hatinya kotor dan berpenyakit, dia akan 
lebih sering menuruti bisikan setan. Dari situ, timbullah dua akibat, yaitu 
kebajikan dan kejahatan. Kebaikan dan kejahatan itu pun beragam. Ada yang erat 
kaitannya dengan Allah langsung, dan ada yang berhubungan dengan sesama 
hamba.
Pada kesempatan ini, kita tidak akan membahas kebaikan dan 
kejahatan yang dilakukan manusia berkaitan dengan Allah, akan tetapi kita akan 
membahas antara kebaikan dan kejahatan yang terjadi antar hamba Allah. 
Bagaimanakah sebaiknya kita menghadapi kejahatan yang dihadapkan kepada kita? 
Marilah kita simak keterangan ayat berikut.
Allah berfirman, "Dan tidak 
sama antara kebaikan dan kejahatan…." Menurut Syech Abdurrahman As-Sa'dy, 
maksudnya adalah tidaklah sama antara antara perilaku kebaikan, dan ketaatan 
dalam rangka menggapai ridha Allah dengan perbuatan kejahatan dan maksiat yang 
dibenci dan tidak diridhi Allah. Tidak sama antara berbuat baik terhadap makhluk 
Allah dan berbuat jahat kepadanya, baik bentuk perilakunya, sifatnya, dan 
balasan yang akan diterima.
Pada kenyataannya, memang benar apa yang 
telah dikhabarkan Alquran bahwa manusia terlalu banyak berbuat zalim, baik pada 
Allah, pada dirinya sendiri, maupun pada orang lain. Hingga tidak kita pungkiri 
bahwa terkadang kita juga didzalimi oleh orang lain, atau ada orang lain yang 
berbuat jahat kepada kita. Dalam menghadapi kejahatan yang dilakukan seseorang 
kepada kita, Alquran memberikan petunjuk, "Tolaklah (balaslah) kejahatan itu 
dengan kebaikan," maksudnya adalah jika ada orang yang berbuat jahat kepada 
kita, balaslah kejahatannya itu dengan kebaikan. Jika ada orang yang jahat 
kepadamu dengan perbuatannya, dengan perkataannya, atau dengan sesuatu yang 
lain, maka balaslah hal itu dengan kebaikan. Jika ia memutus hubungan denganmu, 
cobalah jalin hubungan baik dengannya. Jika ia menzalimi, maafkanlah ia. Jika 
berbicara tentang kamu, janganlah engkau hiraukan. Tetapi, maafkanlah ia, dan 
sambutlah ia dengan perkataan yang baik. Apabila ia menjauhimu dan tidak 
menghiraukanmu, tetaplah berkata yang lembut dan mengucapkan salam kepadanya. 
Jika engkau mampu membalas kejahatan dengan kebaikan, niscaya engkau akan 
mendapatkan faedah yang sangat besar. Demikianlah apa yang dikatakan oleh Syech 
Abdurrahman Nashir As-Sa'dy. Lalu, apakah faedah yang besar itu? Allah 
berfirman, "…maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan 
seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia." Ibnu Katsir mengomentari 
ayat ini, yaitu apabila engkau berbuat baik kepada orang yang telah berlaku 
jahat terhadapmu, maka kebaikanmu itu akan membawanya untuk bisa condong 
kepadamu, menyukaimu, dan bersikap lunak padamu, sehingga dia akan menjadi 
seperti teman yang setia dan sangat dekat kepadamu, dengan kasih sayang dan 
kebaikan untukmu. 
Demikian apa yang dianjurkan oleh Allah kepada kita, 
bagaimana kita membalas kejahatan seseorang yang menimpa kita. Namun, hal itu 
sangatlah berat untuk dilaksanakan. 
Hingga diterangkan pada ayat 
selanjutnya, "Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada 
orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang 
mempunyai keberuntungan yang besar." Menurut Ibnu Katsir, tidak akan mampu 
menerima dan mengamalkan wasiat tersebut kecuali orang yang sabar, karena hal 
itu sangat memberatkan jiwa. Dan yang dimaksud dengan keberuntungan yang besar 
adalah kebahagiaan di dunia dan akherat bagi yang mampu mengamalkannya. 
Betapa berat dan sulit hal tersebut untuk dilakukan. Karena, watak 
seseorang akan cenderung membalas kejahatan dengan kejahatan. Namun, jika 
seseorang mengetahui besarnya nilai kesabaran dan besarnya pahala yang akan 
diterima, mengetahui bahwa membalas kejahatan dengan kejahatan tidak ada 
manfaatnya sedangkan permusuhan hanya akan menambah kekerasan, menyadari bahwa 
membalas kejahatan dengan kebaikan bukan berarti kehinaan dan kerendahan 
martabat akan tetapi bersikap rendah diri dihadapan Allah, maka hal tersebut 
akan menjadi ringan baginya, dan dia akan melakukannya dengan lapang bahkan 
menikmatinya. 
Ali bin Abi Thalhah mengatakan bahwa berkenaan dengan ayat 
ini Ibnu Abbas berkata, "Allah memerintahkan kita untuk bersabar ketika marah, 
lemah lembut menghadapi kebodohan, dan memaafkan perlakuan buruk (kejahatan). 
Barang siapa mampu mengamalkannya, maka Allah akan menghindarkannya dari godaan 
setan, dan akan menjadikan musuhnya tunduk padanya seperti teman yang setia 
padanya."
Kejahatan, bagaimanapun juga berasal dari setan. Dan setan nada 
dua macam, setan dari golongan manusia, dan setan dari golongan jin. Setelah 
Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berbuat kebaikan kepada sesamanya meskipun 
telah mendapat perlakuan jahat, kemudian pada ayat selanjutnya Allah 
memerintahkan untuk berlindung kepada-Nya apabila setan datang menggoda. Karena, 
untuk menghadapi setan yang berwujud manusia dimungkinkan dengan berbuat baik 
padanya, maka dia akan berubah baik kepada kita. Adapun setan dari golongan jin, 
tidak cara berkelit dan menghindar darinya apabila ia datang menggoda kecuali 
dengan meminta perlindungan kepada-Nya. Jika seseorang menyerahkan urusannya 
kepada Allah dan berlindung kepada-Nya, makar setan tidak akan berarti baginya. 
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam jika menegakkan salat mengucapkan, 
"A'uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim, min hamzihi, wa nafkhihi, wa 
naftsihi." Artinya, "Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang 
terkutuk, dari godaan, tiupan, dan hembusannya."
Ada beberapa ayat lain 
yang senada dengan ayat di atas, diantaranya; "Jadilah engkau pema'af dan 
suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang 
yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah 
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." 
(Al-A'raf: 199-200). Dan, "Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih 
baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan katakanlah". Ya Rabbku 
aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung 
(pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan mereka kepadaku". (Al-Mu'minun: 
96-98).
Untuk lebih jelasnya, marilah kita lihat contoh dari sebagian 
salafus saleh dalam mensikapi kejahatan yang dihadapkan pada mereka.
Di 
dalam kitab "Asybaluna Al-Ulama'," disebutkan bahwa budak Abu Dzarr mengetahui 
bahwa tuannya tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, akan tetapi ia akan 
membalasnya dengan kebaikan. Setiap ia marah tentang sesuatu, ia pasti akan 
memaafkan pelakunya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan kecintaannya kepada 
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, selain merupakan bentuk pengamalan 
firman Allah, "Sesungguhnya, kebaikan itu menghapuskan kejahatan." 
Budak 
itu ingin Abu Dzarr membebaskannya agar ia menjadi orang yang merdeka. Ia 
beranjak menuju kambing milik Abu Dzarr, lalu membiarkan kambing itu memakan 
makanan untuk kuda, hingga makanan itu habis. Tatkala Abu Dzarr datang, ia tidak 
mendapati makanan untuk kudanya. Ia bertanya kepada budaknya, "Apa yang 
terjadi?" Budaknya menjawab, "Saya melepaskan kambing ke tempat makanan kuda, 
hingga ia memakannya sampai habis." Abu Dzarr bertanya lagi, "Mengapa engkau 
lakukan itu?" Budaknya menjawab, "Saya ingin membuat engkau marah." Lalu, 
sesudah memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap apa yang ada di 
dalam hatinya, Abu Dzarr berkata, "Aku akan kumpulkan pahala dengan kemarahanku. 
Engkau sekarang merdeka karena Allah."
Memang berat, membalas kejahatan 
dengan kebaikan. Suatu hal yang bertentangan dengan watak dasar manusia. Namun, 
barang siapa mampu mengamalkannya, ia akan mendapat keberuntungan yang besar. 
Dan, tidak mampu menerima dan mengamalkan hal itu kecuali orang-orang yang 
sabar. Ya Allah, karuniakanlah kepada kami kesabaran, dan kuatkanlah pertahanan 
kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang zalim
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar