Teknologi, dari Alat Menjadi Tujuan?
Teknologi, dari Alat Menjadi Tujuan?
Secara gampangnya, teknologi adalah suatu proses yang memberikan nilai 
tambah suatu barang / komoditi. Mengubah gabah menjadi beras yang sudah punya 
nilai tambah, itulah teknologi. Di dalam kita berkomunikasi sehari-hari, 
pemakaian istilah teknologi menjadi rancu. Barang / komoditi yang telah 
mempunyai nilai tambah sebagai hasil teknologi, disebut dengan teknologi juga. 
Teknologi diartikan sekali gus sebagai proses dan output / hasil. Namun kalau 
disimak, tidak seluruhnya salah. Mesin penggiling padi misalnya adalah hasil 
teknologi, diproses dari bungkahan ataupun lembaran logam. Pada gilirannya, 
mesin penggiling padi sebagai hasil teknologi dipakai pula untuk memproses gabah 
menjadi beras. Jadi teknologi mesin penggiling padi ini adalah sekaligus hasil 
dan proses. Demikian pula truk misalnya adalah hasil teknologi. Namun truk ini 
dapat memberikan jasa, dengan jalan memproses pemindahan komoditi dari pedalaman 
ke pasar. Komoditi yang sudah di pasar mempunyai nilai tambah ketimbang komoditi 
yang masih ada di pedalaman. Jadi juga dalam hal ini teknologi truk adalah 
sekali gus pula sebagai hasil dan proses. Makin canggih teknologi, akan 
menghasilkan barang yang juga makin tinggi nilai tambahnya. Bungkahan dan keping 
logam misalnya. yang diproses dengan teknologi canggih menjadi kapal terbang 
yang tinggi pula nilai tambahnya.  
Semua luaran SMA pada dasarnya secara akademik berhak untuk melanjutkan 
ke Perguruan Tinggi. Namun keinginan untuk melanjutkan ini tidak sesuai dengan 
kenyataan, oleh karena terbatasnya daya tampung di Perguruan Tinggi. Sebab itu 
mereka harus dirank (tanpa ing, sebab kata rank hanya dalam bentuk noun dan 
ajective, bukan verb), melalui apa yang disebut dengan (U)jian (M)asuk 
(P)erguruan (T)inggi (N)egeri, nama mantannya adalah Sipenmaru (tidak ada 
hubungannya dengan nama kapal). Supaya pekerjaan anak-anak itu dapat diperiksa 
oleh komputer, maka soal-soal UMPTN harus dijawab dengan pilihan ganda, multiple 
choice. Sebabnya ialah komputer tidak mampu untuk memeriksa pekerjaan proses 
jalannya soal. Seorang anak yang salah menandai angka atau tidak menandai sama 
sekali jawaban pilihan ganda itu, belum tentu tidak tahu seluk beluknya 
memecahkan soal, artinya jalan pemecahannya betul, anak mengerti, cuma terjadi 
salah hitung. Dan sebaliknya anak yang menandai / memilih jawaban angka yang 
betul, belum tentu dapat memecahkan soal, hanya kebetulan menerka dengan 
coba-coba saja, atau mendapatkan kode jawaban dari jokinya, nama mantannya ujung 
tombak. Kesimpulannya, demi untuk dapat diperiksa oleh kompueter, akibatnya 
adalah diragukan tentang absahnya UMPTN sebagai alat seleksi. Artinya, demi 
komputer, tujuan UMPTN tidak tercapai, bahkan timbul efek sampingan yang 
akibatnya tidak menjadi sampingan lagi, karena sangat memusingkan, yaitu 
timbulnya lapangan kerja baru, joki. Maka dalam kasus UMPTN ini, teknologi sudah 
digeser dari alat menjadi tujuan.  
Bagaimana caranya supaya teknologi komputer dapat tetap menjadi alat, dan 
UMPTN mencapai hasil dan tidak timbul joki? Jawabannya adalah soal-soal bukan 
sistem pilihan ganda, proses jalannya pemecahan soal diperiksa secara tersebar 
di Perguruan-Perguruan tinggi oleh para dosen dari Perguruan Tinggi itu 
masing-masing.  
Ada 
pula hikmahnya yakni dalam UMPTN yang demikian itu terjadi pula pemerataan 
pembagian rezeki berupa honorarium memeriksa. Dan hikmahnya yang lain tidak 
mungkin timbul profesi joki, karena sangatlah sulit untuk mengkomunikasikan 
proses jalannya soal-soal yang cukup panjang, tak mungkin disampaikan dengan 
mempergunakan kode. Adapun komputer hanya dipakai dalam menyusun rank hasil 
pemeriksaan para dosen, sehingga dalam hal ini teknologi komputer sudah 
betul-betul menjadi alat dan bukan sebagai tujuan lagi.  
Walhasil penggunaan teknologi ibarat makan dan minum jangan berlebihan. 
Sebab Allah tidak mencintai orang yang berlebih-lebihan. Wa laa tusrifuw, 
innahu- laa yuhibbu lmusrifien. Artinya, janganlah berlebih-lebihan, 
sesungguhnya Dia, Allah, tidak mencintai orang yang berlebih-lebihan. (S. Al 
A'raaf, 31). WaLlahu a'lamu bishshawab.  

 
Post a Comment