SYARAT-SYARAT BUSANA MUSLIMAH


Syarat-syarat Busana Muslimah


“Hai Nabi, Katakan kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita mukmin untuk mengulurkan jubah (jilbab)nya ke seluruh tubuhnya. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Islam telah memberikan tuntunan dalam hal pakaian bagi muslimah. Para ulama telah menetapkan syarat-syarat (penutup) dimana wanita muslimah harus memakainya di depan pria non-mahram pada dalil dalam Al Quran dan Sunnah. Adapun syarat-syarat bagi pakaian muslimah adalah sebagaimana yang dijelaskan sebagai berikut ini:

1.Harus menutup seluruh tubuhnya Allah Subhanahu Wata'ala berfirman:

“Hai Nabi, Katakan kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita mukmin untuk mengulurkan jubah (jilbab)nya ke seluruh tubuhnya. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat ini secara jelas menyatakan bahwa adalah merupakan suatu kewajiban untuk menutup seluruh kecantikan dan perhiasan wanita dan tidak menampakkannya kepada laki-laki yang bukan mahramnya (“asing”) kecuali yang muncul secara tak disengaja, dimana pada kasus ini tidak ada dosa terhadap mereka jika mereka segera menutupnya.

Al-Hafiz ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya: Ini berarti bahwa mereka tidak boleh menampakkan perhiasannya kepada yang bukan mahramnya, kecuali yang tidak mungkin untuk disembunyikan. Ibnu Mas’ud berkata: seperti jubah dan jilbab, yang biasa digunakan oleh Wanita Arab, sejenis pakaian luar yang menutup apapun yang dipakai wanita, kecuali apapun yang terlihat dari bagian dalam pakaian luar. Tidak berdosa bagi seorang wanita dalam hal ini sebab sulit untuk menyembunyikannya.

2.Bukan merupakan perhiasan dalam dan dari pakaian itu sendiri
Allah Allah Subhanahu Wata'ala berfirman: “… dan janganlah menampakkan perhiasannya …” [an-Nur 24:31]. Makna umum dari kalimat ini termasuk pakaian luar, sebab apabila ia berhias maka akan menarik perhatian laki-laki terhadapnya. Hal ini didukung oleh ayat dalam Surah Al Ahzab:

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah terdahulu”[al-Ahzaab 33:33].

Hal ini juga didukung oleh hadits dimana Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “ada tiga, jangan menanyakan tentang mereka kepadaku: seorang laki-laki yang meninggalkan jama’ah, tidak menuruti pemimpinnya dan mati dalam ketidaktundukan; seorang budak wanita atau pria yang melarikan diri kemudian meninggal; dan wanita yang suaminya tidak ada dan meninggalkannya, dan setelah suaminya pergi ia membuat memamerkan dirinya. Jangan tanya tentang mereka.” (Diceritakan oleh by al-Haakim, 1/119; Ahmad, 6/19; dari hadits Faddaalah bint ‘Ubayd. Isnaadnya shahih dan ada dalam al-Adab al-Mufrad).

3. Harus tebal dan tidak transparan atau “tembus pandang”
Karena pakaian yang transparan tidak dapat menutup dengan sempurna. Pakaian transparan atau tembus pandang menjadikan wanita lebih menarik dan cantik. Dengan mempertimbangkan hal ini Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Pada akhir zaman di antara ummatku akan ada wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, dengan sesuatu di kepalanya seperti punuk unta. Kutuklah mereka, karena mereka terkutuk.” Hadits lain menambahkan:”Mereka tidak akan masuk ke surga, meskipun baunya dapat tercium dari jarak begini dan begini.” (Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah).

Ibnu ‘Abd al-Barr berkata: apa yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah wanita yang memakai pakaian yang terbuat dari bahan kain yang terang yang tidak menutup. Mereka berpakaian dalam nama tetapi telanjang pada realitasnya. Ditransmisi oleh al-Suyuti di Tanweer al-Hawaalik, 3/103.


4. Harus longgar, tidak ketat sehingga membentuk bagian tubuh
Kegunaan pakaian adalah untuk mencegah fitnah (godaan), dan ini hanya dapat dicapai jika pakaian tersebut lebar dan longgar. Pakaian-pakaian yang ketat, bahkan walaupun pakaian tersebut menyembunyikan warna kulit, akan tetapi tetap menunjukkan ukuran dan bentuk tubuh atau bagian tubuh, dan menimbulkan gairah imajinasi dalam pikiran pria. Jadi pakaian harus lebar. Usaamah ibn Zaid berkata: “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memberiku sebuah kain Mesir tebal yang merupakan salah satu hadiah yang diberikan kepada beliau oleh Duhyat al-Kalbi, dan saya memberikannya kepada istri saya untuk dipakai. Beliau berkata, ‘Mengapa saya tidak melihat kamu memakai kain Mesir itu?’ Saya berkata, “Saya memberikannya kepada istri saya untuk dipakai.” Beliau berkata, ‘Beritahukan kepadanya untuk memakai sebuah gaun di bawahnya, sebab saya khawatir itu akan menggambarkan ukuran tulang-tulangnya.’” (Diriwayatkan oleh al-Diyaa’ al-Maqdisi dalam al-Ahaadith al-Mukhtaarah, 1/442, dan oleh Ahmad dan al-Bayhaqi, dengan isnad hasan).

5. Tidak menggunakan parfum dengan bakhoor atau harum-haruman
Ada banyak hadits yang melarang kaum wanita untuk memakai parfum setiap keluar dari rumah-rumahnya. Di sini kami akan mengemukakan beberapa hadits yang mempunyai isnad sahih.:


(1). Abu Musa al-Ash’ari mengatakan: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengatakan: “Siapa saja wanita yang memakai parfum kemudian melewati sekelompok orang sehingga mereka mencium baunya, adalah pelacur.”
(2). Zainab al-Thaqafiyyah meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian (wanita) keluar ke masjid, jangan ia menyentuh parfum.”
(3). Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Setiap wanita yang mengharumkan dirinya dengan bakhoor (dupa), janganlah ia shalat Isya dengan kami.”
(4). Musa ibnu Tassar mengatakan bahwa seorang wanita dilewati oleh Abu Hurairah dan wanginya tercium. Ia berkata, “Hai wanita budak al-Jabbaar, apakah kamu akan ke masjid?” Ia (wanita itu) berkata, “Ya.” Ia (Abu Hurairah) berkata, “Dan apakah kamu memakai parfum karenanya?” Ia (wanita itu) berkata, “Ya.” Ia (Abu Hurairah) berkata, “Kembalilah dan cucilah dirimu, karena saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: ‘Apabila seorang wanita menuju ke masjid dan wanginya tercium, Allah tidak akan menerima shalat apapun dari dia hingga ia pulang ke rumahnya dan mencuci dirinya.’”


Hadis-hadis ini pengertiannya umum. Bukan hanya sebagai penghalang untuk memakai parfum di tubuh, akan tetapi juga menghalangi parfum untuk digunakan pada pakaian, terutama pada hadits ketiga, dimana bakhoor (dupa) disebutkan, sebab dupa tersebut digunakan secara khusus sebagai parfum untuk pakaian. Alasan terhadap larangan/penghalang ini cukup jelas, dimana wangi/bau harum wanita tersebut dapat mengakibatkan dorongan-dorongan keinginan yang tidak sepantasnya. Para ulama juga memasukkan hal-hal lain yang harus dihindari oleh wanita yang ingin pergi ke masjid, seperti pakaian yang indah, perhiasan yang dapat dilihat, ornamen/perhiasan yang berlebih-lebihan dan bercampur dengan laki-laki. (Lihat Fathul Baari, 2/279).


Ibn Daqeeq al-‘Ied mengatakan: Hal ini menunjukkan bahwa hal tersebut dilarang bagi wanita yang ingin pergi ke masjid untuk memakai parfum, sebab hal ini dapat mengakibatkan dorongan bagi laki-laki.” Hal ini disebutkan oleh al-Manaawi in Fayd al-Qadir, dalam komentar pada hadits pertama Abu Hurairah di atas.



6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
Disebutkan dalam sahih bahwa seorang wanita yang menyerupai laki-laki dalam berpakaian atau dalam hal lain adalah terkutuk. Berikut ini adalah beberapa hadits yang kami ketahui: (1). Abu Hurairah berkata: “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengutuk laki-laki yang memakai pakaian wanita, dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.”
(2). ‘Abdullah ibnu ‘Amr berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: ‘Mereka bukan bagian dari kami, wanita-wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki menyerupai wanita.”
(3). Ibnu ‘Abbaas berkata: “Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengutuk laki-laki yang bersifat seperti wanita dan wanita yang bersikap seperti laki-laki. Beliau bersabda:, ‘Keluarkan mereka rumah-rumahmu.’” Beliau bersabda: “Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengeluarkan Begini dan begini, dan ‘Umar mengeluarkab Begini dan begini.” Menurut riwayat lain: “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.”
(4). ‘Abdullah ibnu ‘Amr berkata: “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: ‘Ada tiga orang yang tidak akan masuk syurga dan Allah tidak akan melihat mereka pada Hari Kebangkitan: seseorang yang tidak patuh kepada orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki, dan the duyooth (suami yang istrinya tidak setia, pria lemah yang tidak merasa cemburu terhadap istrinya).”
(5). Ibn Abi Maleekah – yang namanya adalah ‘Abdullah ibnu ‘Ubayd-Allaah – berkata: “Dikatakan kepada Aisyah Radiyallhahu 'Anha ‘Bagaimana jika seorang wanita memakai sandal pria?’ Beliau berkata: ‘Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengutuk wanita yang berperilaku seperti pria.’”

Hadits-hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa bagi wanita dilarang untuk menyerupai laki-laki dan sebaliknya, Hal ini biasanya juga termasuk pada pakaian dan hal-hal lain, kecuali hadits pertama yang disebutkan di atas, dimana hanya menyebutkan pakaian saja.

Abu Dawud berkata, di dalam Masaa’il al-Imaam Ahmad (hal. 261): “Saya mendengar Ahmad ditanya tentang seorang laki-laki yang memakaikan budak wanitanya dengan sebuah jubah. Dia berkata, ‘Jangan memakaikannya dengan pakaian laki-laki, jangan menjadikannya seperti laki-laki.” Abu Dawud berkata: “Saya mengatakan kepada Ahmad, Dapatkah ia memberikan sandal pria perjaka untuk dipakai? Ia berkata, Tidak, kecuali jika memakainya untuk berwudhu’. Saya berkata, Bagaimana jika untuk kecantikan? Ia berkata, Tidak. Saya berkata, Dapatkah ia (laki-laki itu) memotong rambutnya (budak wanita) menjadi pendek? Ia berkata, Tidak.”

7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
Telah disebutkan dalam Syari’at bahwa Muslim, laki-laki dan perempuan sama, tidak boleh menyerupai atau meniru orang kafir dalam ibadah, festival-festival atau berpakaian yang khusus untuk mereka. Hal ini merupakan prinsip keislaman yang penting dimana saat ini, sayangnya, diabaikan oleh kebanyakan Muslim, bahkan oleh mereka yang merasa peduli terhadap Islam dan mengajak orang lain kepada Islam. Hal yang sama juga terlihat pada ketidakpedulian mereka terhadap agamanya, atau karena mereka mengikuti tingkah laku dan keinginan mereka, atau karena penyimpangan, yang digabungkan dengan kebiasaan dan tingkah hidup modern orang-orang kafir Eropa. Ini adalah satu di antara sebab-sebab kemunduran dan kelemahan Muslim, dimana hal tersebut memungkinkan orang luar untuk menguasai dan menjajah mereka. “…Sungguh, Allaah tidak akan merubah nasib sebuah kaum selama mereka tidak merubahnya sendiri…” [Ar-Ra’d (13):11].


8. Bukan merupakan pakaian untuk ketenaran dan kesombongan
Ibn ‘Umar (rahimahullah) berkata: “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: ‘Siapapun yang memakai pakaian ketenaran dan kesombongan di dunia ini, maka Allah akan memakaikannya pakaian dari neraka pada Hari Kebangktan, dan itu akan membakar sekelilingnya.’”

Wallahu Ta’ala A’lam.
Diterjemahkan dan diadaptasi dari Hijaab al-Mar’ah al-Muslimah, p. 54-67 (www.islam-qa.com)
Tulisan ini telah dimuat di El-fata edisi 05/III/2003 dengan judul Kalau Wanita Telanjang dengan mengalami beberapa penyesuaian.

Tips Rambut Berjilbab Tetap Sehat


Tips Rambut Berjilbab Tetap Sehat


Bagi anda yang sering menutupi rambut dengan jilbab, topi atau sejenisnya kesehatan rambut harus anda perhatikan. Udara yang minimalis dalam jilbab ternyata bisa merusak rambut anda. Untuk itu simak tips berikut ini:

1. Pilihlah kerudung atau jilbab dari bahan yang mudah menyerap keringat. Seperti katun atau kaos. Bahan kain yang mudah menyerap keringat dan berpori-pori besar sangat berguna untuk memudahkan sirkulasi udara di kepala.

2. Anda suka model kerudung modern. Boleh saja anda mengkreasikan model kerudung anda hingga berlapis-lapis. Tapi ingat jangan lebih dari 4 helai ya. Semakin tebal kerudung anda, makin sulit rambut anda bernafas.

3. Hindari menggunakan lapisan kerudung dengan terlalu sering dan kencang. Selain membutat rambut sulit bernafas, hal ini juga berpotensi untuk membuat kulit kepala lembab.

4. Jika hendak menggunakan jilbab lebih baik anda mengurai rambut anda atau jangan mengikatnya terlalu kencang. Untuk menghindari rambut yang digulung sebaiknya jangan biarkan rambut anda penjang melebihi 60 cm.

5. Hindari warna gelap untuk kerudung atau jilbab. Warna gelap mudah menyerap matahari. Jika aktivitas anda lebih banyak di bawah sinar matahari lebih baik pilih warna lembut atau putih.

6. Jangan terlalu sering mengikat kerudung anda di bagian leher. Udara yang keluar masuk ke rambu anda akan semakin menipis jika anda mengikat kerudung di leher. Kerudung sebaiknya dilepas hingga bagian tepinya menjuntai agar rambut muda bernafas

Profil Pribadi Muslim


Profil Pribadi Muslim

Al-Qur'an dan sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah SAW yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki Al-Qur'an dan sunnah adalah pribadi yang saleh. Pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah SWT.
 
Persepsi (gambaran) masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda. Bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah. Padahal itu hanyalah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga dapat menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim.
Bila disederhanakan, setidaknya ada sepuluh karakter atau ciri khas yang mesti melekat pada pribadi muslim.
1. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)
Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam" (QS. 6:162). Karena aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam awal da'wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman dan tauhid.

2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: "Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat". Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al Qur'an. Allah berfirman yang artinya: "Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung" (QS. 68:4).

4. Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani)
Qowiyyul jismi merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.

Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting, maka Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah (HR. Muslim)
5. Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir)
Mutsaqqoful fikri merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas). Al Qur'an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: " pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir" (QS 2:219)

Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas.
Bisa dibayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu.
Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman Allah yang artinya: Katakanlah: "samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?"', sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran". (QS 39:9)
6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Mujahadatul linafsihi merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)" (HR. Hakim)

7. Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur'an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.

Allah SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: "Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu". Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk pandai mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur'an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.

Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur'an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.

Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.
10. Nafi'un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Nafi'un lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.

Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berfikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain" (HR. Qudhy dari Jabir).
Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al Qur'an dan sunnah. Sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.

Wanita dan dakwah.


Wanita dan dakwah.
Hukum amal dakwah wajib syarie, tidak gugur selagi tidak wujud kerajaan bertanggungjawab terhadap mempraktikkan dan mempertahankan Islam, malah setelah penubuhan negara Islam pun masih wajib untuk mempertahankan negara Islam. Sebarang kecuaian tidak melakukannya adalah dosa.
Status kewajipannya adalah Fardu `ain, bukan kifayah. Kalau kifayah pun ia masih wajib dilakukan kerana persoalan berkaitan pelaksanaan Islam dan penegakan negara Islam belum selesai.
Apa pun status kewajipan berdakwah, mukmin mestilah melakukannya, kerana jika benar ia fardu `ain dan kita tidak melakukannya kita akan berdosa, jika kita melakukannya kita telah melangsaikan kewajipan di samping mendapat ganjaran. Kalau benar ia fardu kifayah dan kita melakukannya kita akan mendapat pahala. Dalam semua keadaan melakukannya adalah laba. Dalam keadaan tertentu tidak melakukannya mungkin akan mendapat dosa.
Timbul pula persoalan samaada ada perbezaan hukum di antara lelaki dan wanita dalam berdakwah. Apakah ianya hanya wajib kepada lelaki sahaja dan tidak perempuan? Berdasarkan hakikat yang boleh dikutip daripada al-َQuran surat at-Taubah ayat 71;


Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dapat dilihat kesepaduan kerjasama antara lelaki dan wanita dalam melakukan amal dakwah ke arah Islam dan pengukuhan hukum-hukumnya.
Penjelasan di atas menunjukkan bahawa tidak syak lagi wanita Islam mempunyai peranan istimewa dan amat penting dalam melaksanakan amal dakwah bagi melengkapkan peranan kaum lelaki. Bahkan dalam sesetengah keadaan peranan mereka lebih penting, malah mengatasi peranan lelaki, terutama dalam bidang yang didominasi oleh kaum wanita. Ini kerana kaum wanita mempunyai beberapa keistimewaan tersendiri dari sudut kesediaan, kemampuan, sifat-sifat keperibadian, kejiwaan dan perasaan yang berbeza daripada kaum lelaki.
Jelas bahawa kewajipan dakwah sama sahaja antara lelaki dan wanita. Semua hujah yang mewajibkan dakwah terpakai ke atas wanita. Semua hujah wajib amal jama`ie terpakai ke atas wanita. Kewajipan wala’ `ammah dan khassah juga wajib ke atas wanita. Hakikat masa kini menunjukkan bahawa penglibatan wanita dalam dakwah dan kerja-kerja kemasyarakatan amat penting, kerana wanita adalah salah satu dari sumber kekuatan Islam. Tidak menggunakan kekuatan ini adalah satu pembaziran ke atas kekuatan yang ada. Selain dari itu masuk Islam menggunakan wanita dalam usaha menentang Islam, malah melihat wanita sebagai pintu masuk paling penting dalam usaha merosakkan Islam, oleh itu kaum wanita mesti disedarkan. Dalam hubungan ini wanitalah yang paling sesuai menyedarkan wanita.
Masyarakat Islam terawal memberikan contoh yang praktikal mengenai peranan wanita di dalam dakwah. Ummu ‘Atiyyah al-Ansariyyah umpamanya menjadikan rumahnya tempat tumpuan kaum lelaki di dalam menimba ilmu. Beliau begitu terkenal kerana keaktifannya di dalam memberi nasihat dan menyampaikan ajaran Islam di kalangan pelbagai qabilah pada zaman Nabi s.a.w. Baliau pernah diseksa dan dipenjarakan. Namun semangatnya tidak patah.
Menurut Zainab al-Ghazali di dalam bukunya yang berjudul Ila Ibnati, keadaan umat masa kini sangat memerlukan kaum wanita memainkan peranan yang aktif di dalam dakwah. Ini disebabkan penjajah Barat mengeksploitasi wanita di dalam menabur benih-benih kejahatan dan keruntuhan nilai-nilai akhlak dan kemanusiaan. Wanita Islam yang lemah pegangan agamanya serta cetek ilmunya akan terus menjadi alat propaganda syaitan di dalam melariskan kemungkaran yang ditajanya melalui media massa, sama ada media cetak mahupun media elektronik.
Menurut penelitian beliau, wanita adalah orang yang paling layak diketengahkan untuk menjalankan operasi dakwah di kalangan kaum sejenis mereka. Mereka lebih memahami tabiat, kedudukan dan permasalahan yang dihadapi kaum sejenis mereka. Dengan itu mereka lebih berupaya menembusi hati-hati mad’u dengan pendekatan yang bersesuaian serta lebih serasi dengan fitrah mereka.
Dengan penegasan oleh nas syarak mengenai kewajipan dakwah yang tidak membatasi gencer , pengamalan wanita di awal Islam, kenyataan dan amalan wanita Islam kini tiada lagi alasan bagi wanita untuk tidak terlibat dalam kerja-kerja dakwah. Alasan untuk memfokuskan usaha mendidik anak di rumah tidak boleh lagi dijadikan hujah untuk tidak terlibat dalam kegiatan dakwah di luar rumah. Dalam hubungan yang sama amatlah songsang jika ada wanita yang tidak sedia terlibat dalam kegiatan dakwah di luar rumah dengan berbagai hujah syar`ie sedangkan dalam masa yang sama mereka bekerja di luar rumah dengan menjawat jawatan-jawatan kerajaan.
Medan-medan Dakwah

Dakwah bukan terbatas pada menyampaikan ceramah di masjid-masjid, memberi tazkirah di dalam liqa’ mingguan atau memberi syarahan di dalam suatu perhimpunan. Sebaliknya dakwah merangkumi usaha-usaha membentuk tingkah laku dan gaya hidup seseorang; membentuk manusia yang memiliki akhlak mulia, tutur kata yang baik, kasih sayang yang mendalam, persaudaraan yang jujur, kegigihan dalam bekerja, sabar ketika bencana, teguh setia menanggung suka dan derita.

Jelas kepada kita, medan dakwah cukup luas dan pelbagai. Setiap orang boleh dan berhak malah wajib memainkan peranan dalam mana-mana medan dakwah. Beliau bertanggungjawab menyesuaikan diri, kemampuan, kesesuaian masa, tempat, kebolehan serta kelebihan yang dimiliki untuk kerja-kerja dakwah. Seseorang wanita tidak harus memenjarakan dirinya di dalam permasalahan keluarga dan rumah tangganya yang sempit, sehinggakan seolah-olah rumah itulah sahaja dunianya, suami dan anak-anaknya sahajalah segala-galanya dalam hidup ini. Akhirnya dia menjadi seorang ukhti yang tidak mempunyai wawasan, tidak mengendahkan masa depan agama dan dakwahnya. Lama kelamaan dia menjadi wanita biasa yang larut di dalam masyarakat, lupa pada tanggungjawab serta cita-cita untuk membangunkan rumah tangga dan masyarakat Muslim yang soleh.
Pengimbangan Antara Keluarga dan Dakwah.
Jadi, perseimbangan antara tanggungjawab dakwah dengan urusan rumah tangga amatlah dituntut. Sebagai da’iah yang memiliki kesedaran yang mendalam tentang tanggungjawab, ukhti mestilah mengatur kehidupannya secara seimbang. Rumah tangga tidak harus diabaikan kerana dakwah. Begitu juga sebaliknya dakwah tidak harus dikorbankan kerana sibuk melayani suami serta kerenah anak-anak. Ukhti mesti memahami keutamaan bagi setiap perkara, masa dan keadaan. Ketika anak-anak masih kecil, tumpuan mesti diberikan kepada mereka,didik mereka supaya menjadi pelapis yang bakal meneruskan risalah. Namun pada masa yang sama ukhti tidak boleh meninggalkan medan dakwah sepenuhnya atas alasan mendidik anak. Tindakan ini akan membawa kerugian kepada ukhti dari segi pendedahan, pengalaman dan pahala.
Dalam membuat pengimbangan antara kegiatan dakwah dan urusan rumah tangga wanita mestilah benar-benar mengetahui takat kemampuan maksimum yang boleh atau mampu diberikannya kepada kegiatan dakwah. Dia juga mesti benar-benar tahu takat maksimum urusan rumah tangga yang boleh dikongsi dengan kegiatan dakwah. Dia mesti tahu takat yang kalau dilanggar rumah tangganya akan mengalami kemudaratan. Dia juga mesti tahu takat kegiatan dakwah yang kalau ditinggalkannya akan memudaratkan dakwah. Dalam menentukan kedua-dua takat ini wanita mesti jujur terhadap dirinya, keluarganya dan dakwah yang dipikulnya. Pertimbangannya juga akan dipengaruhi bantuan dan kerjasama suami.
Kerjasama Suami.
Seperti penjelasan di atas, kegiatan dakwah adalah kewajipan lelaki dan wanita. Pengurusan rumah tangga, termasuk mendidik anak-anak juga adalah tanggungjawab bersama lelaki dan wanita, cuma sifat semula jadi wanita membuatkannya lebih berkesan dalam mengurus rumah tangga, terutama mendidik anak-anak. Oleh itu menyerahkan 100% urusan rumah tangga dan mendidik anak-anak kepada isteri di samping memintanya memainkan peranan aktif dalam kegiatan dakwah di luar rumah adalah satu ketidakadilan kepada wanita. Berdasarkan hakikat ini maka:
1. Suami mestilah peka dan sadar tentang peranan dan hak isteri dalam kegiatan dakwah dan kemasyarakatan.
2. Suami mestilah membuang sikap dan pendirian bahawa oleh kerana peranan asasi dan terpenting wanita ialah membentuk generasi Muslim maka wanita mestilah berfungsi dan berperanan dalam rumah tangga sahaja.
3. Suami mestilah membenarkan isteri terlibat dalam kegiatan dakwah dan kemasyarakatan
4. Suami mestilah memberikan kerjasama yang secukupnya bagi menjamin isteri dapat memainkan peranan yang sempurna dalam urusan rumah tangga dan kegiatan dakwah.
5. Suami mestilah sedia berkorban dan bertolak ansur dalam hal-hal mengenai hak dan kewajipan dalam rumah tangga.
6. Isteri tidak mengambil kesempatan ke atas sikap kerjasama, tolak ansur dan kesediaan suami berkorban.

Sesungguhnya kita sangat berhajat kepada ukhti Muslimat da’iah yang memahami betapa umat ini amat memerlukan dakwahnya, sumbangan tenaga serta kepakaran yang ada padanya bagi membimbing wanita-wanita Islam dan mendidik mereka agar beriltizam dengan ajaran Islam. kita sangat berhajat kepada ukhti Muslimat da’iah yang prihatin terhadap hal ehwal masyarakat dan umat Islam, yang memahami tugas yang diamanahkan kepadanya, yang bercita-cita untuk mengangkat dirinya ke martabat du’at yang berjuang dan berjihad mendaulat serta mempertahankan din yang agung ini.
Contoh-contoh Penglibatan Wanita di Dalam Masyarakat di Zaman Nabi s.a.w.
Contoh-contoh ini telah dibentangkan oleh Dr Layth Su’ud Jasim di dalam bukunya Khidmat Masyarakat, Peranan Wanita di Zaman Rasulullah s.a.w.,
Rasulullah s.a.w. meninggalkan kepada kita suatu manhaj dan sumbernya yang terpelihara. Ia menjadi asas pembinaan tamadun Islam yang menjadi agama penutup kepada agama-agama langit terdahulu. Tamadun ini mengadaptasi tabiat manhaj rabbaniy tersebut. Iaitu suatu manhaj yang sifatnya sentiasa menyumbang dan memenuhi keperluan manusia sehingga hari kiamat.
Menerusi hakikat inilah kaum wanita menjalankan aktivitinya dalam kehidupan masyarakat Islam. Ia bertindak sebagai satu komponen penting dalam sistem dan tamadun Islam. Kaum wanita turut menyertai anggota masyarakat lain dalam memperkayakan sudut-sudut amali bagi tamadun yang hebat ini. Penyertaan kaum wanita berlaku dalam paksi-paksi berikut:
Paksi Pertama : Menubuhkan dan Mengaktifkan Institusi Khidmat Kemasyarakatan
Paksi Kedua : Pembiayaan Program Institusi Kemasyarakatan

Paksi Pertama : Menubuhkan dan Mengaktifkan Institusi Khidmat Kemasyarakatan
i. Penubuhan Badan Kebajikan (Suffah Wanita)
Orang pertama yang mengeluarkan idea ini ialah Asma’ binti Yazid bin al-Sakan al-Ansariyyah. Beliau pernah menjadi wakil bagi kaum wanita menemui Rasulullah s.a.w. bagi bertanyakan tentang kewajipan wanita dalam masyarakat dan peranan mereka dalam kerja-kerja kemasyarakatan. Ini dapat difahami daripada kata-kata beliau: “Aku adalah utusan kepada seluruh kumpulan kaum wanita yang berada di belakangku. Mereka semua sependapat denganku.” Rasulullah s.a.w. memuji beliau kerana kepintaran dan keprihatinannya terhadap agama. Semua ini menunjukkan kaum wanita dibenarkan berpersatuan sendiri dan mengeluarkan pendapat dalam permasalahan-permasalahan penting, terutama yang bersangkutan dengan kaum wanita, kepentingan agama dan kepentingan dakwah.
Antara aktiviti yang mereka jalankan:
a. Menuntut ilmu
b. Aktiviti Pekerjaan
c. Aktiviti memelihara alam sekitar
d. Mengadakan Perayaan, Sambutan, Bernasyid dan Menyanyi
e. Menghadiri Perhimpunan Tergempar dan Penting

ii. Membina Rumah Tamu dan Membiayainya
Antara wanita yang memberikan sumbangan dalam pembinaan rumah tetamu dan mengeluarkan biaya terhadap tetamu negara Islam ialah Ramlah binti al-Harith bin Tha’labah yang dikenali dengan Umm Thabit. Rumah beliau mempunyai ruang yang besar dan dikelilingi dengan taman luas yang dipenuhi pohon tamar. Rasulullah s.a.w. pernah mengurung Bani Quraizah yang berjumlah 400 orang atau lebih menurut sesetengah riwayat di dalam rumah tersebut.
Delegasi-delegasi yang pernah menghuni rumah tersebut antara lain:
- Delegasi Salman yang terdiri daripada tujuh orang
- Delegasi Bani Kilab yang berjumlah 13 orang
- Delegasi Bani Murrah yang terdiri daripada 13 orang
- Delegasi Bani Fuzarah
- Delegasi Bani ‘Abd Qays
- Delegasi Bani Tamim
- Delegasi Bani Hanifah
Kesemua delegasi tersebut menjadi tetamu di rumah itu pada masa yang sama.

Paksi Kedua : Pembiayaan Program/Projek Institusi Kemasyarakatan
Allah s.w.t. menyifatkan harta sebagai paksi serta asas kehidupan masyarakat Islam. Lantaran itu Islam meletakkan antara matlamat syara’ ialah memelihara harta. Islam juga memperundangkan hukum-hukum tertentu berkaitan dengan pemeliharaan harta seperti zakat,sedekah, wasiat, waqaf dan sebagainya.
Perundangan ini tidak khusus kepada lelaki sahaja, malah turut melibatkan kaum wanita. Terlalu banyak contoh-contoh yang terkandung di dalam sirah mengenai keterlibatan wanita secara langsung di dalam memberi sumbangan material sama ada zakat, sedekah, hadiah pembebasan hamba dan lain-lain.
Institusi Khidmat Kesihatan
Dr. Lyth juga menyebutkan bahawa institusi khidmat kesihatan merupakan salah satu institusi yang berkaitan dengan masjid. Dan para sejarawan dalam bidang perubatan menganggap khemah yang didirikan oleh Rufaydah binti Ka’ab al-Aslamiyyah merupakan hospital pertama dalam Islam. Beliau mempunyai ilmu tentang perubatan dan mewakafkan dirinya untuk membantu umat Islam yang memerlukan. Ketika Sa’ad bin Mu’az r.a cedera dalam satu peperangan, Rasulullah s.a.w. membina khemah untuknya di kawasan masjid bagi memudahkan baginda sentiasa melawatnya. Semua ini membawa banyak manfaat dari aspek perundangan dan kemajuan:
1. Wanita dibolehkan mempelajari ilmu perubatan. Bahkan kadangkala hukumnya menjadi wajib dalam keadaan tertentu.
2. Keperluan untuk membina hospital-hospital atau pusat-pusat perubatan di masjid atau di kawasan sekitarnya.
3. Wanita dibolehkan bekerja di dalam sebarang bidang pengkhususan yang membawa manfaat kepada masyarakat.
4. Doktor wanita boleh mengubati pesakit lelaki sekiranya tidak wujud doctor lain atau mana-mana pakar yang lain.
5. Wanita dibolehkan mendalami ilmu kejururawatan. Contohnya Ku’aibah yang membantu saudaranya Rufaydah.
6. Doktor Muslimah atau pembantunya wajib memakai pakaian yang menutup aurat. Ia tidak bertentangan dengan tugas yang diberi.
7. Perlunya mengambil berat terhadap ketua turus tentera dengan diberikan perhatian khusus terhadapnya. Contohnya Sa’ad bin Mu’az.
8. Mengganjari doctor wanita yang cemerlang dan pakar. Rasulullah s.a.w. memberikan sejumlah harta rampasan perang Khaybar kepada Rufaydah sebagaimana ia diberikan kepada kaum lelaki.
9. Orang-orang Islam begitu maju dalam penubuhan hospital-hospital yang merangkumi pelbagai pengkhususan.

Medan Aktiviti Wanita Kini

Dari apa yang dibentangkan di atas, jelas kepada kita bagaimana wanita berperanan memberikan saham kepada masyarakat menerusi institusi dan aktivitinya tanpa merosakkan nilai dan etika yang ditetapkan syarak. Ia telah dikembangkan menerusi pelbagai usaha dalam ruang lingkup yang seimbang dan difahami dengan sebaiknya oleh wanita Islam. Mereka memberikan komitmen sebagaimana komitmen mereka terhadap amal ibadat yang lain.

Wanita hari ini mengikut segala pemikiran dan perilaku yang diimport sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sehingga akhirnya membawa kepada pelanggaran batas serta sempadan yang telah digariskan Allah dan Rasul.
Lantaran itu wanita Islam memerlukan badan atau institusi kemasyarakatan yang berkaitan dengan aspek-aspek kewanitaan. Melaluinya tenaga mereka dapat disalurkan kepada masyarakat secara tersusun menurut konsep Islam.
Saling bertukar pengaman kejayaan di kalangan institusi-institusi wanita Islam juga merupakan satu perkara yang amat diperlukan. Begitu juga tolong menolong secara berterusan bagi memberikan galakan kepada institusi yang baru muncul meneruskan khidmat baktinya.