Tata Cara Khutbah pada Shalat Jumat



Tata Cara Khutbah pada Shalat Jumat




Khutbah Jumat itu memang memerlukan rukun yang harus terpenuhi, agar bisa sah secara aturan. Bilamana salah satu rukun itu tidak terpenuhi, memang akan membuat khtbah itu rusak, alias tidak sah.
Yang paling pokok untuk diketahui bahwa khutbah Jumat itu terdiri dari dua bagian. Yaitu khutbah pertama dan khutbah kedua, di mana keduanya dipisahkan dengan duduk di antara dua khurbah.
Selain itu yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa khutbah Jumat itu dilakukan sebelum shalat Jumat. Berbeda dengan khurtbah Idul fitri atau Idul Adha yang justru dilantunkan setelah selesai shalat Id.
Adapun rukun khutbah Jumat, para ulama mencoba mengumpulkannya dari berbagai dalil, lalu didapat paling tidak ada lima perkara.
1. Rukun Pertama: Hamdalah
Khutbah jumat itu wajib dimulai dengan hamdalah. Yaitu lafaz yang memuji Allah SWT. Misalnya lafaz alhamdulillah, atau innalhamda lillah, atau ahmadullah. Pendeknya, minimal ada kata alhamd dan lafaz Allah, baik di khutbah pertama atau khutbah kedua.
2. Rukun Kedua: Shalawat kepada Nabi SAW
Shalawat kepada nabi Muhammad SAW harus dilafadzkan dengan jelas, paling tidak ada kata shalawat. Misalnya ushalli 'ala Muhammad, atau as-shalatu 'ala Muhammad, atau ana mushallai ala Muhammad.
Namun nama Muhammad SAW boleh saja diucapkan dengan lafadz Ahmad, karena Ahmad adalah nama beliau juga sebagaimana tertera dalam Al-Quran.
3. Rukun Ketiga: Washiyat untuk Taqwa
Yang dimaksud dengan washiyat ini adalah perintah atau ajakan atau anjuran untuk bertakwa atau takut kepada Allah SWT. Dan menurut Az-Zayadi, washiyat ini adalah perintah untuk mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sedangkan menurut Ibnu Hajar, cuukup dengan ajakan untuk mengerjakan perintah Allah. Sedangkan menurut Ar-Ramli, washiyat itu harus berbentuk seruan kepada ketaatan kepada Allah.
Lafadznya sendiri bisa lebih bebas. Misalnya dalam bentuk kalimat: takutlah kalian kepada Allah. Atau kalimat: marilah kita bertaqwa dan menjadi hamba yang taat.
Ketiga rukun di atas harus terdapat dalam kedua khutbah Jumat itu.
4. Rukun Keempat: Membaca ayat Al-Quran pada salah satunya
Minimal satu kalimat dari ayat Al-Quran yang mengandung makna lengkap. Bukan sekedar potongan yang belum lengkap pengertiannya. Maka tidak dikatakan sebagai pembacaan Al-Quran bila sekedar mengucapkan lafadz: (ثم نظر) tsumma nazhar.
Tentang tema ayatnya bebas saja, tidak ada ketentuan harus ayat tentang perintah atau larangan atau hukum. Boleh juga ayat Quran tentang kisah umat terdahulu dan lainnya.
5. Rukun Kelima: Doa untuk umat Islam di khutbah kedua
Pada bagian akhir, khatib harus mengucapkan lafaz yang doa yang intinya meminta kepada Allah kebaikan untuk umat Islam. Misalnya kalimat: Allahummaghfir lil muslimin wal muslimat (Ya Allah, ampunilah orang-orang muslim laki dan wanita). Atau kalimat Allahumma ajirna minannar (Ya Allah, selamatkan kami dari api neraka).
Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,




NABI  IBRAHIM  DAN  ANAK CUCUNYA
MELAKSANAKAN  KHITAN  

 Direktur Pustaka Tazkia Az-Zahra


               Nabi Ibrahim atau Abraham dalam agama Kristen  dikenal sebagai bapak  orang yang beriman  sedangkan didalam agama Islam, Ibrahim dikenal sebagai  bapak para Nabi.  Juga Ibrahim merupak an nenek moyang  dari Bani Ismail yang dikenal sebagai bangsa Arab dan nenek moyang bani Israel / bangsa Israel. Akhir-akhir ini  kaum Misionaris  Kristen, dan kaum Liberalis, pluralis menyatakan bahwa Ibrahim membawa  tiga  agama; yaitu  Yahudi, Nasrani dan Islam. Pandangan seperti ini dibantah oleh al-Qur’an  ( QS. 3 : 67  dan 2 : 132 ), yaitu  Ibrahim bukanlah Yahudi dan bukan pula Nasrani melainkan yang lurus dan seorang muslim juga tidak termasuk orang musyrik.

Mana diantara dua agama, Kristen atau Islam yang mengikuti millah Ibrahim, dan  siapakah  yang konsisten mengikuti syariat nabi Ibrahim, antara lain tentan ibadah haji, qurban, khitan.  Yang  masih menjalankan syariat Ibrahim  adalah umat Islam bukanlah kaum Kristen.  Mari kita kaji tentang perintah untuk melaksanakan khitan  dibawah ini.

SIAPAKAH  YANG MENGIKUTI  AJARAN  YANG DIBAWA  NABI  IBRAHIM


Dalil-dalil  disyareatkannya  Khitan


·         Rasulullah  Saw  bersabda  :

“ Fitrah  itu  ada  lima :  khitan, mencukur  bulu  disekitar   kemaluan, memotong  kumis,  memotong  kuku,  dan  mencabut  bulu  ketiak  “.( HR.Bukhari  dan  Muslim)

·         “ Dan  ingatlah  ketika  Ibrahim as  diuji  Tuhannya  dengan  beberapa  kalimat
       ( perintah  dan  larangan )  lalu  beliau  menunaikannya.” ( QS. Al-Baqarah : 124 )

Dalam  hadits     lain  yang  mewajibkan  khitan  terdapat  didalam  Shahih  Bukhari  dan  Shahih  Muslim  yang  bersumber  dari  Abu  Hurairah  ra :

·           Nabi  Ibrahim  berkhitan  dalam  usia  80  tahun  dengan  memakai  kampak 


·         Kitab  Taurat  ( Kejadian  17  : 9 – 14  ). >  Nabi  Ibrahim  dan  anak  cucunya 
      melaksanakan  khitan  :

17:9 Lagi firman Allah kepada Abraham: "Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun-temurun.
17:10 Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat;
17:11 haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu.
17:12 Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun: baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu.
17:13 Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan uang harus disunat; maka dalam dagingmulah perjanjian-Ku itu menjadi perjanjian yang kekal.
17:14 Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya: ia telah mengingkari perjanjian-Ku.

·         Kitab Taurat  (  Kejadian  21 : 4 )  >  Nabi  Ishak  melaksanakan  khitan:

21:4 Kemudian Abraham menyunat Ishak, anaknya itu, ketika berumur delapan hari, seperti yang diperintahkan Allah kepadanya

·         Kitab  Taurat  (  Imamat  12 :  1-3 )  >  Nabi  Musa  melaksanakan khitan  :

12:1 TUHAN berfirman kepada Musa, demikian:
12:2 "Katakanlah kepada orang Israel: Apabila seorang perempuan bersalin dan melahirkan anak laki-laki, maka najislah ia selama tujuh hari. Sama seperti pada hari-hari ia bercemar kain ia najis.
12:3 Dan pada hari yang kedelapan haruslah dikerat daging kulit khatan anak itu.

·         Injil  Karangan  Lukas   1  : 59 – 60  >   Nabi  Yahya  melaksanakan khitan.

1:59 Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya,
1:60 tetapi ibunya berkata: "Jangan, ia harus dinamai Yohanes."
·         Injil  Karangan  Lukas  2  :  21  >  Yesus  melaksanakan  khitan

2:21 Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya

SANGSI  BAGI   ORANG  YANG  TIDAK  DISUNAT  ANTARA  LAIN  :

·         Bagi  orang  yang  tidak  disunat  /  tidak   dikerat  kulit  khatannya  sangsinya   adalah   orang  tersebut  harus  dilenyapkan  karena  telah  mengingkari / melanggar  perjanjian Ku ( Kitab  Kejadian  17  : 14 ).

·         Dalam  Injil  Barnabas  23  :  14 – 15.

  Maka  dari  itu,  Allah  telah  memfirmankan   kepada Ibrahim  dengan  kebenaran  sunat .  Dan  menetapkan  perjanjian  ini,  friman-Nya “ Manusia  yang  tidak  menyunat  tubuhnya  akan  kucerai-beraikan  dia  dari  kalangan  keluarga-Ku  untuk  selama-lamanya “.

·         Yesus  menjawab  :    Sungguh  kukatakan  kepadamu  bahwa  anjing  lebih  mulia  dari  seorang  yang  tidak  bersunat  “.(  Injil  Barnabas  22  :  2  )

Berdasarkan  dalil-dalil  tersebut  diatas  jelaslah  bahwa  syareat   khitan  dimulai  sejak  zaman  nabi  Ibrahim  as  dan  dilanjutkan  oleh  anak  cucu-nya,  termasuk  Nabi  Isa 
(  menurut  Kristen  disebut   Yesus ) ,  juga  dikhitan.  Kenapa  umat  kristen  sekarang tidak  melaksanakan  khitan, malah  di  ganti  dengan  pembaptisan  ? Padahal Yesus sendiri  di khitan. Karena  mereka bukan pengikut Yesus, melainkan  mengikuti  ajaran  Paulus  yang  membatalkan   khitan.



Dekonstruksi Khilafah, Skenario Jahat di Balik Runtuhnya Khilafah


Dekonstruksi Khilafah, Skenario Jahat di Balik Runtuhnya Khilafah

 Bani Utsman, kurang lebih selama dua abad kekuasaan mereka, telah dipimpin oleh delapan sultan, sebelum akhirnya mereka melakukan ekspansi ke sebagian negeri Arab. Turki Utsmani sama dengan para pendahulu mereka, seperti Turki Saljuk dan kabilah Hun. Mereka berasal dari keturunan Mongol, atau Thurani. Mereka mulai merambah ke Eropa pada abad ke-5 M. Mereka lahir dan dibesarkan di Asia Tengah dan Utara. Etnis yang sama juga dimiliki bangsa Bulgaria, yang telah merambah ke Eropa Timur, dan menetap di sana selama dua abad, ke-7 dan ke-9 M. Turki Utsmani adalah etnis Asia terakhir yang telah merambah dan mendiami Eropa, bahkan merupakan negara Mongol yang paling penting dan kuat, yang pernah lahir dalam sejarah. 

Sejarah Turki Utsmani dimulai dengan peristiwa agung, yang notabene menunjukkan kepahlawanan dan kesatriaan mereka. 

Pada pertengahan abad ke-13 M, Turki Utsmani merupakan salah satu kabilah kecil di Asia Tengah, yang telah dikalahkan oleh Mongol —di bawah pimpinan Artoghul, kepala suku Turki Utsmani— menyusuri Asia Tengah, berdekatan dengan Ankara.

Ketika mereka menyaksikan dua kelompok berperang, yaitu Kekaisaran Romawi dengan Dinasti Saljuk Rum, yang berpusat di Iconium di bawah pimpinan Sultan ‘Alauddin, maka para pemuka kabilah kecil ini tak punya pilihan lain, kecuali melibatkan diri dalam peperangan ini, karena dorongan naluri berperang mereka demi melindungi pihak yang lemah, sehingga Artoghûl dan sekutunya (Sultan ‘Alâ’uddîn) yang lemah tersebut menuai kemenangan. Kabilah kecil dan tokohnya, Arthaghul, inilah yang merupakan cikal bakal Turki Utsmani. Dialah bapak Utsman, yang namanya kemudian digunakan untuk menyebut negara yang dibangunnya. 

Setelah Artoghul meninggal dunia pada tahun 1288 M, anak tertuanyalah yang kemudian menggantikannya. Dialah Utsman. Utsman dikenal sebagai pemimpin yang mempunyai keberanian luar biasa untuk mengalahkan kabilah dan trah yang berdekatan. Inilah yang mendorong Sultan ‘Alauddin untuk mengangkatnya menjadi pemimpin dan menjadikannya sebagai penguasa yang independen di semua wilayah yang telah ditaklukkannya. 


Pada tahun 1300 M, Mongol telah menyerang Daulah Saljuk di Asia Kecil, dan berhasil menghancurkannya. Sultan Alauddin kemudian meninggal, lalu tiap emir melepaskan diri dengan wilayahnya sendiri-sendiri; Utsman pun akhirnya memisahkan diri dan mempunyai kekuasaan tersendiri. Dari sanalah kekuasaannya sedikit demi sedikit berkembang hingga beliau mendengar penaklukan Bursa, ketika beliau tengah terbaring menjelang kematiannya. Utsman memberikan perhatian besar pada strukturisasi tentara dan pemerintahan sehingga namanya menjulang, dan negaranya pun menjadi besar. Namanya begitu dikenal dan disebut-sebut di kalangan para pemimpin sehingga dia disebut sebagai pendiri negaranya. Karena itu, negaranya dinisbatkan kepada dirinya. 

Pada tahun 1336 M, Utsman meninggal, kemudian digantikan oleh puteranya, Ourkhan, yang memang telah dilatih dengan berbagai kegiatan peperangan dan pemerintahan, hingga berhasil menguasai Bursa, dan menjadikannya sebagai ibokuta bagi negara baru ini. Dengan manuver inilah, keluarga Utsman telah mendekati Konstantinopel, ibukota Bizantium.

Sebelum perang di antara kedua pemerintahan ini berlangsung —yang satu negara muda, kuat, dan berambisi untuk mengembangkan kekuasaannya; sedangkan yang satu lagi negara tua, yang mulai merosot dan sebelum sampai ke Konstantinopel, Ourkhan terlebih dulu menduduki Izmir. Dia melihat pentingnya dilakukan sejumlah pembenahan, yang kelak akan mempunyai pengaruh langsung bagi kemenangan yang akan diraih Turki Utsmani, pertama-tama di Asia Kecil, kemudian di Eropa. Dia menaklukkan Nicomedia (Izmit) dan Nicaea (Iznik) serta negeri-negeri Asia dan Bizantium yang lain. Setelah itu, selama 20 tahun, dia mengokohkan pilar-pilar pemerintahannya, memperbaiki urusan internal negara, serta mendirikan angkatan bersenjata baru, yang dikenal dengan Inkisyâriyah. Angkatan bersenjata inilah yang dalam kurun waktu cukup lama menjadi penopang kekuatan negara Utsmani, baik dalam peperangan maupun penaklukan. 

Ketika Muhammad II bin Murad II naik tahta, dia segera merealisasikan cita-cita kaum Muslim sejak zaman permulaan Islam untuk menaklukkan Konstantinopel hingga cita-cita itu benar-benar berhasil diwujudkan pada tahun 857 H/1453 M. Akhirnya, dia dikenal dengan nama Muhammad al-Fatih (Muhammad sang Penakluk), dan tak lama kemudian Islâm bûl —atau yang kini dikenal dengan Istambul— itu menjadi ibukota negara Utsmani, dan menjadi titik tolak untuk melakukan penaklukan ke seluruh Eropa, setelah sebelumnya penaklukan telah terhenti, dengan meninggalnya Abdurrahman al-Ghafiqi, di bagian Selatan Prancis. Tak lama kemudian, Muhammad al-Fatih bertolak untuk menundukkan Murrah, Serbia, dan Bosnia. Beliau juga melakukan tekanan terhadap Italia, Hungaria, dan Jerman. Akhirnya, Tharabzun dan Cremia di kawasan Asia pun tunduk kepadanya. Setelah itu, dia kembali untuk menaklukkan Jerman dan beberapa bagian wilayah Italia, namun dia meninggal dunia sebelum bisa merealisasikan rencananya untuk menaklukkan Rodesia.

Dia kemudian digantikan oleh putranya, Yazid II, yang telah berhasil mewujudkan kemenangan armada laut Utsmani yang pertama, melawan armada Bunduqiyah (Italia). Kekuasaannya kemudian diserahkan kepada anaknya, Salim I. Dialah yang kemudian menjadi sultan Utsmani yang paling besar dan mendapatkan kemenangan serta penaklukan paling banyak. Dia menyerang Sultan Safawi, Shah Ismail, yang telah berusaha menyebarkan mazhab Syiah, dan mengembangkan kekuasaan Persia hingga ke Irak. Dia berhasil dikalahkan di Galadiran, berdekatan dengan Tibriz. Sultan Salim I kemudian menduduki Diyarbakar dan Kurdistan, yang merupakan langkah awal untuk menaklukkan Syam dan Mesir, seiring dengan kemenangannya di Maraj Dabiq dan Raidaniyah. Pada saat itu, Kekhilafahan Islam secara syar‘î telah berpindah ke tangannya, setelah Khalifah al-Mutawakkil Alallah, Khalifah Abbasiyah terakhir di Mesir, menyerahkan tampuk kekhilafahan kepadanya. Sultan Salim I pun resmi menjadi khalifah kaum Muslim di seluruh dunia sejak tahun 923 H/1517 M. Dia kemudian meninggal setelah 8 tahun berkuasa. Syarif Makkah juga telah menyerahkan kunci-kunci dua tanah suci, Makkah dan Madinah, kepadanya. 

Setelah itu, dia digantikan oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni (926-974 H/1520-1566 M). Era kepemimpinannya dianggap sebagai era Kekhilafahan Utsmani yang paling jaya berkat kebangkitan sains yang diikuti penemuan ilmiah dan geografis Eropa, sementara Khilafah Utsmani telah meninggalkan jauh negara-negara Eropa, di bidang militer, sains, dan politik. Sulaiman juga telah berhasil menaklukkan Belgrade dan mengambil Rodesia dari pasukan berkuda Santo (Karel Agung) Yohana. Dia menuai kemenangan atas Hongaria dalam pertempuran Mouhackz, serta berhasil menaklukkan Armenia dan Irak, hingga armada laut Khilafah Utsmaniah disegani di seluruh perairan laut; mulai dari Laut Putih, Laut Merah, hingga Samudera Hindia —meskipun kekuatannya belum bisa mengalahkan pasukan berkuda Santo Yohana, penguasa kepulauan Malta. Kepulauan ini merupakan pemberian Charles V, ketika mereka diusir oleh tentara Khilafah Utsmaniah dari Rodesia pada tahun 1522 M. 

Para ahli sejarah sepakat, bahwa zaman Sulaiman al-Qanuni merupakan zaman kejayaan dan kebesaran Khilafah Utsmaniyah. Hanya dalam waktu 3 abad, kabilah kecil ini berhasil melebarkan sayap kekuasaannya dari Laut Merah, Laut Tengah, dan Laut Hitam. Penaklukannya terbentang dari Makkah hingga Budapest di satu sisi dan dari Baghdad hingga ke Aljazaer di sisi lain. Dua pantai, utara dan selatan, Laut Hitam pun jatuh ke tangannya. Sebagian besar Kerajaan Austria dan Hongaria pun jatuh ke tangannya. Kekuasaan mereka sampai di bagian utara Afrika dari arah negeri Syam hingga perbatasan Marokesh. Setelah Sulaiman al-Qanuni meninggal dunia pada tahun 974 H/1566 M, negara mulai mengalami kemerosotan terus-menerus.

Realitas Politik Dalam Dan Luar Negeri Khilafah Ustmaniah Menjelang Keruntuhannya


Politik dalam negeri di sini, maksudnya adalah penerapan hukum-hukum Islam oleh negara di dalam negeri, ketika negara menerapkan hukum-hukum Islam di dalam wilayah yang tunduk di bawah kekuasaannya; mengatur muamalah, menegakkan hudûd, menerapkan sanksi hukum, menjaga akhlak, menjamin pelaksanaan syiar-syiar dan ibadah, serta mengurus seluruh urusan rakyat sesuai dengan hukum-hukum Islam. Semua ini dilaksanakan dengan tatacara yang telah dijelaskan oleh Islam. 

Dalam hal ini, ada dua faktor utama yang menyebabkan kemunduran Khilafah Utsmaniah. Pertama, faktor buruknya pemahaman Islam. Kedua, faktor kesalahan dalam menerapkan Islam. Sebenarnya, buruknya pemahaman dan kesalahan dalam menerapkan Islam ini bisa diperbaiki ketika Khilafah Utsmaniah dipegang oleh orang yang kuat dengan keimanannya yang tinggi, namun sayangnya kesempatan ini tidak dimanfaatkan dengan baik. Sulaiman, yang dijuluki al-Qânûni, karena jasanya mengadopsi undang-undang (al-qânûn) sebagai sistem yang diterapkan dalam Khilafah Utsmaniah, yang ketika itu juga seorang khalifah yang sangat kuat, justru menyusun undang-undang berdasarkan mazhab tertentu, yaitu mazhab Hanafi, dengan kitab Multaqâ al-Abhur (Pertemuan Berbagai Lautan)-nya yang ditulis Ibrahim al-Halabi (w. 1549 M). Padahal, Khilafah Islam bukanlah negara mazhab. Dengan kata lain, semua mazhab Islam seharusnya mempunyai tempat di dalam negara dan bukan hanya satu mazhab. Dengan tidak dimanfaatkannya kesempatan emas ini untuk melakukan perbaikan, pemahaman Islam yang buruk dan penerapan Islam yang salah selama ini tidak pernah diperbaiki. Sebagai contoh, dengan diadopsinya undang-undang oleh Sultan Sulaiman, seharusnya penyimpangan dalam pengangkatan khalifah bisa dihindari, namun justru kasus ini tampak tak tersentuh oleh undang-undang. Dampaknya, setelah berakhirnya kekuasaan Sulaiman al-Qanuni, yang diangkat menjadi khalifah justru orang-orang yang tidak mempunyai kelayakan, atau lemah. Sebut saja kasus Sultan Musthafa I (1026 H/1617 M), Utsman II (1026-1031 H/1617-1621 M), Murad IV (1023-1049 H/1622-1640 M), Ibrahim bin Ahmad (1049-1058 H/1639-1648 M), Muhammad IV (1058-1099 H/1648-1687 M), Sulaiman II (1099-1102 H/1687-1690 M), Ahmad II (1102-1106 H/1690-1694 M), Musthafa II (1106-1115 H/1694-1702 M), Ahmad III (1115-1143 H/1703-1730 M), Mahmud I (1143-1167 H/1703-1727 M), Utsman III (1168-1171 H/1758-1761 M), Musthafa III (1171-1187 H/1757-1773 M), dan Abdul Hamid I (1187-1203 H/1773-1788 M). Inilah yang kemudian mendorong pihak militer, Inkisyâriyah —yang dibentuk oleh Sultan Ourkhan— kala itu melakukan kudeta; masing-masing pada tahun 1525, 1632, 1727 dan 1826 M. Akhirnya, Inkisyâriyah dibubarkan tahun 1241 H/1785 M. Di samping itu, kemajemukan rakyat, baik dari segi agama, etnik, maupun mazhab memerlukan penguasa yang kuat, baik secara intelektual maupun yang lain. Jadi wajar, tampilnya penguasa yang lemah ini pada akhirnya memicu terjadinya gerakan sparatisme, seperti yang dilakukan oleh kaum Druz yang dipimpin oleh Fakhruddin bin al-Ma‘ni. 

Inilah yang juga menyebabkan politik luar negeri Khilafah Islam, yaitu dakwah dan jihad yang bertujuan untuk melakukan penaklukan, telah terhenti sejak abad ke-17 M. Berhentinya penaklukan ini juga menyebabkan jumlah pasukan Inkisyâriyah semakin membesar, melebihi pasukan dan pegawai pemerintah biasa, sementara pemasukan negara semakin merosot. Kenyataan ini menyebabkan ekonomi Khilafah Utsmaniah terpuruk, ditambah banyaknya praktik suap dan korupsi. Para wali dan pegawai tinggi memanfaatkan jabatan mereka untuk menumpuk kekayaan dan menjilat Sultan. Ditambah dengan menurunnya pendapatan pajak yang dipungut dari komoditas dari Timur Jauh yang melintasi wilayah Utsmaniah, setelah ditemukannya jalur utama yang aman, sehingga komoditas tersebut bisa diekspor langsung ke Eropa. Semua ini menyebabkan mata uang Utsmaniah tertekan, sementara sumber pendapatan negara, seperti bahan tambang, tidak mampu menutupi kebutuhan uang yang terus meningkat. 

Pada paruh kedua abad ke-16 M, telah terjadi krisis moneter, ketika emas dan perak diusung ke negeri Laut Putih Tengah dari Dunia Baru (Amerika) melalui kolonial Spanyol. Mata uang Utsmaniah ketika itu benar-benar terpuruk; inflasi melambung. Mata uang Barah diluncurkan oleh Khilafah Utsmaniah pada tahun 1620 M tetap tidak berhasil menyelesaikan inflasi. Kemudian, dikeluarkan pula uang Qisry pada abad ke-17 M. Faktor-faktor ekonomi inilah yang menjadi sebab pasukan Utsmaniah di Yaman melakukan pemberontakan pada paruh kedua abad ke-16 M. Dengan kehidupan pejabat yang korup seperti itu, akhirnya negara harus menanggung utang sebesar 300 juta lira. 

Dengan tidak dijalankannya politik luar negeri sesuai dengan hukum Islam, yaitu dakwah dan jihad, mafhûm jihad sebagai metode untuk mengemban ideologi Islam ke luar negeri hilang dari benak kaum Muslim, termasuk para khalifahnya. Ini terlihat dengan jelas pada tindakan Sultan Abdul Hamid Khan ketika meminta syaikh al-Azhar agar membacakan Shahîh al-Bukhâri di al-Azhar supaya Allah memenangkan Sultan atas Rusia dalam peperangan yang berlangsung pada bulan Rajab tahun 1203 H. Sultan kemudian meminta Pasha (Gubenur) di Mesir kala itu agar memilih sepuluh ulama dari berbagai mazhab untuk membaca Shahîh al-Bukhâri setiap hari. 

Sementara itu, di luar negeri, sejak penaklukan Konstantinopel pada abad ke-15, Eropa-Kristen telah melihatnya sebagai awal dari masalah ketimuran (al-mas’alah as-syarqiyyah), hingga abad ke-16 M, saat terjadinya penaklukan sebagian besar wilayah Balkan, seperti Bosnia dan Albania, serta Yunani dan kepulauan Ionia. Masalah ketimuran inilah yang mendorong Paus Paulus V (1566-1572 M) menyatukan negeri-negeri Eropa yang sebelumnya terlibat dalam konflik antaragama, antara sesama Kristen, yaitu Protestan dan Katolik. Konflik ini baru bisa diakhiri setelah diselenggarakanya Konferensi Westavalia tahun 1667 M. Pada saat yang sama, penaklukan Khilafah Utsmaniah pada tahun-tahun tersebut telah terhenti. Memang, setelah kekalahan Khilafah Utsmaniah atas Eropa (Paus Paulus V, Spanyol, Hungaria dan Perancis) dalam Perang Lepanto tahun 1571 M, Khilafah nyaris hanya mempertahankan wilayahnya. Kelemahan Khilafah Utsmaniah pada abad ke-17 M itu juga dimanfaatkan oleh Austria dan Venesia untuk memukul Khilafah. Melalui Perjanjian Carlowitz (1699 M), wilayah Hongaria, Slovenia, Kroasia, Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia lepas; masing-masing ke tangan Venesia dan Habsburg. Bahkan, Khilafah Utsmaniah terpaksa harus kehilangan wilayahnya di Eropa, setelah kekalahannya dengan Rusia dalam Perang Crimea pada abad ke-18 M, dan semakin tragis setelah dilakukannya Perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin (1887 M). 

Menghadapi kemerosotan tersebut, Khilafah Utsmaniah sebenarnya telah melakukan reformasi (ishlâh) sejak abad ke-17 M, yang diteruskan pada abad-abad berikutnya. Namun, lemah pemahaman Islam justru telah menyebabkan reformasi ini gagal. Sebab, ketika itu para penguasa Khilafah Utsmaniah tidak bisa membedakan antara hadhârah dan madaniyah; antara sains/teknologi dan tsaqâfah. Kelemahan para penguasa ini dimanfaatkan untuk membentuk struktur baru dalam negara, yang ketika itu dikenal dengan shadr al-a‘zham (perdana menteri). Struktur seperti ini tidak dikenal dalam sejarah Khilafah Islam, kecuali setelah terpengaruh dengan tradisi demokrasi Barat yang mulai merasuk ke tubuh Khilafah Islam. Pada saat yang sama, para penguasa dan juga syaikh al-Islâm ketika itu mulai membuka diri terhadap demokrasi melalui fatwa-fatwa syaikh al-Islâm yang penuh kontroversi. Bahkan, dibentuknya Dewan Tanzimat tahun 1839 M semakin mengokohkan tsaqâfah Barat, setelah disusunnya beberapa undang-undang, seperti Undang-undang Acara Pidana (1840 M), dan Undang-undang Dagang (1850 M), ditambah dengan dirumuskannya Konstitusi 1876 oleh Gerakan Turki Muda, yang berusaha untuk membatasi fungsi dan kewenangan khalifah. 

Di dalam negeri, ahli dzimmah —khususnya orang Kristen— yang mendapatkan hak istimewa pada zaman Sulaiman al-Qanuni, pada akhirnya menuntut persamaan hak dengan kaum Muslim. Bahkan, kemudian hak-hak istimewa inilah yang akhirnya dimanfaatkan untuk melindungi para provokator dan mata-mata asing dengan jaminan perjanjian. Masing-masing, antara Khilafah Utsmaniah dan Bizantium (1521 M) serta Prancis (1535 M) dan Inggeris (1580 M). Dengan hak-hak istimewa ini, populasi orang-orang Kristen dan Yahudi di dalam negeri meningkat. Inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh kaum misionaris yang mulai melakukan gerakannya secara intensif di Dunia Islam sejak abad ke-16 M. Malta dipilih sebagai pusat gerakan mereka. Dari sanalah, mereka menyusup ke wilayah Syam pada tahun 1620 M, dan tinggal di sana hingga tahun 1773 M. Di tengah kemunduran intelektual yang dihadapi oleh Dunia Islam, mereka mendirikan berbagai pusat kajian, sebagai kedok gerakan mereka. Pusat-pusat kajian ini kebanyakan milik Inggeris, Prancis, dan Amerika. Gerakan inilah yang digunakan oleh Barat untuk mengemban intellectual leadership mereka di Dunia Islam, disertai dengan serangan-serangan mereka terhadap pemikiran Islam. Serangan ini memang sejak lama telah dipersiapkan oleh para Orientalis Barat, yang sejak abad ke-14 M telah mendirikan center of the Oriental Studies (pusat kajian ketimuran). 

Jadi, gerakan misionaris dan orientalis itu jelas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari imperialisme Barat di Dunia Islam. Untuk menguasai dunia Islam, Islam —meminjam istilah Imam al-Ghazali— sebagai asas harus dihancurkan, dan Khilafah Islam sebagai penjaganya harus diruntuhkan. Untuk meraih tujuan yang pertama, serangan misionaris dan orientalis diarahkan untuk menyerang pemikiran Islam; sedangkan untuk meraih tujuan yang kedua, mereka sengaja menghembuskan paham nasionalisme, dan menciptakan stigma terhadap Khilafah Utsmaniah, dengan sebutan the Sick Man (orang yang sakit). Supaya kekuatan Khilafah Utsmaniah lumpuh, sehingga dengan mudah bisa dijatuhkan dengan sekali pukulan, maka dilakukan upaya intentif untuk memisahkan wilayah Arab dan wilayah lain dari Khilafah Utsmaniah. Dari sinilah, lahir gerakan-gerakan patriotisme dan nasionalisme di Dunia Islam. Bahkan, gerakan-gerakan keagamaan juga tak luput dari eksploitasi, seperti kasus Gerakan Wahabi di Hijaz. Sejak pertengahan abad ke-18 M, gerakan ini telah dimanfaatkan oleh Inggris, melalui agennya, Ibn Sa‘ud, untuk menyulut pemberontakan di beberapa wilayah Hijaz dan sekitarnya, yang sebelumnya tidak berhasil dilakukan oleh Inggris melalui gerakan kesukuan. Meskipun demikian, laju gerakan ini di beberapa wilayah akhirnya berhasil dibendung oleh Khilafah Utsmaniah melalui Muhammad Ali Pasha, Gubernur Mesir yang —ternyata juga agen Prancis— didukung oleh Prancis. Sementara itu, di wilayah Eropa, wilayah-wilayah yang telah dikuasai oleh Khilafah terus diprovokasi agar melakukan pemberontakan, sejak abad ke-19 M hingga abad ke-20, seperti kasus Serbia, Yunani, Bulgaria, Armenia dan terakhir Krisis Balkan. Begitulah, akhirnya Khilafah Utsmaniah kehilangan banyak wilayahnya, dan yang tersisa akhirnya hanya Turki.

Konspirasi Barat Dan Yahudi Menghancurkan Khilafah


Seperti telah dimaklumi, nasionalisme dan sparatisme yang telah dipropagandakan oleh negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, dan Rusia sengaja dilakukan untuk menghancurkan Khilafah Islam. Keberhasilan mereka menggunakan sentimen kebangsaan dan sparatisme di Serbia, Hongaria, Bulgaria, dan Yunani mendorong mereka untuk menggunakan cara yang sama di seluruh wilayah Khilafah Islam. Hanya saja, usaha ini lebih difokuskan di wilayah Arab dan Turki. Sementara itu, kedutaan besar Inggris dan Prancis di Istambul dan daerah-daerah basis Khilafah Islam yang lain —seperti Baghdad, Damaskus, Beirut, Kaero dan Jeddah— telah menjadi pengendalinya. Untuk menyukseskan misinya, telah dibangun dua markas, Beirut dan Istambul. Markas Beirut memainkan peranan jangka panjang, yaitu mengubah putra-putri umat Islam agar menjadi kafir serta mengubah sistem Islam menjadi sistem kufur. Sedangkan markas Istambul memainkan peranan jangka pendek, yaitu memukul Khilafah Islam dengan telak. 

Kedutaan-kedutaan negara Eropa juga mulai aktif menjalin hubungan dengan orang Arab. Di Kairo, dibentuk Partai Desentralisasi yang diketuai oleh Rafiq al-‘Adzim. Di Beirut, Komite Reformasi dan Forum Literal dibentuk. Inggris dan Prancis mulai menyusup di tengah orang-orang Arab yang cenderung memperjuangkan nasionalisme. Tanggal 18 Juni 1913 M, pemuda-pemuda Arab telah mengadakan kongres di Paris, dan mengumumkan nasionalisme Arab. Dokumen yang ditemukan di Konsulat Prancis di Damaskus telah membongkar rencana pengkhianatan mereka kepada Khilafah Utsmaniah yang didukung oleh Inggris dan Prancis. 

Sementara itu, di Markas Istambul, negara-negara Eropa tidak hanya puas dengan merusak putra-putri umat Islam di sekolah-sekolah dan universitas-universitas melalui propaganda. Mereka ingin memukul Khilafah Islam dari jarak dekat dengan telak. Caranya adalah dengan mengubah sistem pemerintahan Islam dan hukum Islam dengan sistem pemerintahan ala Barat dan hukum-hukum kufur. Kampanye mulai dilakukan oleh Rasyid Pasha, menteri luar negeri zaman pemerintahan Abdul Majid I, pada tahun 1839 M. Tahun yang sama, Honourable Script —yang dikenal dengan dengan Khalkhanah— yang dijiplak dari perundang-undangan Eropa diperkenalkan. Pada tahun 1855 M, negara-negara Eropa, khususnya Inggris, telah memaksa Khilafah Utsmaniah untuk melakukan amandemen UUD, sehingga dikeluarkanlah Hemayun Script pada tanggal 11 Pebruari 1855 M. Midhat Pasha, salah seorang anggota Free Masonry, pada tanggal 1 September 1876 M diangkat menjadi Perdana Menteri. Midhat membentuk panitia Ad Hoc untuk menyusun UUD, sebagaimana yang dikehendaki oleh Inggris. Komisi ini berhasil menyusun UUD berdasarkan Konstitusi Belgia. Inilah yang dikenal dengan Konstitusi 1876. Namun, konstitusi ini ditolak oleh Sultan Abdul Hamid II, dan Sublime Port pun tidak bersedia melaksanakannya, karena dinilai bertentangan dengan Islam. Medhat Pasha pun akhirnya dipecat sebagai Perdana Menteri. Pada tahun 1908 M, Turki Muda yang berpusat di Salonika —pusat komunitas Yahudi Dunamah— melakukan pemberontakan. Khalifah dipaksa oleh Turki Muda, yang menjalankan hasil keputusan Konferensi Berlin, untuk mengumumkan UUD yang diumumkan oleh Turki Muda di Salonika, dan tanggal 17 Nopember 1908 merupakan tanggal pembukaan parlemen yang pertama dalam Khilafah Utsmaniah. Bekerjasama dengan syaikh al-Islâm, Sultan Abdul Hamid II akhirnya dipecat dari jabatannya, dan dibuang ke Salonika. Sejak saat itulah, sistem pemerintahan Islam telah berakhir.

Namun, Inggris tampaknya belum puas sebelum menghancurkan Khilafah Utsmaniah secara total. Perang Dunia I tahun 1914 M dimanfaatkan oleh Inggris untuk menyerang Istambul dan menduduki Gallipoli. Dari sinilah kampanye Dardanelles yang terkenal itu mulai dilancarkan. Pendudukan Inggris di kawasan ini juga dimanfaatkan untuk mendongkrak popularitas Mustafa Kemal Pasha, yang sengaja dimunculkan sebagai pahlawan dalam Perang Ana Forta, tahun 1915 M. Kemal Pasha, seorang agen Inggris, keturunan Yahudi Dunamah dari Salonika itu akhirnya menjalankan agenda Inggris, yakni melakukan revolusi kufur untuk menghancurkan Khilafah Islam. Pada tahun 1919 M, dia menyelenggarakan Konggres Nasional di Sivas, yang berhasil menelorkan Deklarasi Sivas. Deklarasi ini mencetuskan kemerdekaan Turki dan negeri-negeri Islam yang lain dari penjajah, sekaligus melepaskan negeri-negeri tersebut dari Khilafah Utsmaniah. Irak, Syria, Palestina, Mesir, dan lain-lain kemudian mendeklarasikan konsensus kebangsaan sehingga masing-masing menjadi negara merdeka. Pada saat itulah, sentimen kebangsaan semakin mengental, seiring dengan lahirnya Pan-Turkisme dan Pan-Arabisme; masing-masing menuntut kemerdekaan dan hak menentukan nasib sendiri atas nama bangsanya, bukan atas nama umat Islam.

Perseteruan Antara Mustafa Kemal Dan Khalifah


Sejak tahun 1920 M, Kemal Pasha telah menjadikan Ankara sebagai pusat aktivitas politiknya. Setelah Inggris berhasil menguasai Istambul, Inggris menciptakan kevakuman politik, dengan menawan banyak pejabat negara, dan menutup kantor-kantor dengan paksa sehingga bantuan Khalifah dan pemerintahannya mandeg. Instabilitas terjadi di dalam negeri, sementara opini umum menyudutkan Khalifah dan sebaliknya memihak kaum nasionalis. Situasi seperti ini dimanfaatkan oleh Kemal Pasha untuk membentuk Dewan Perwakilan Nasional, yang menobatkan dirinya sebagai ketuanya. Karena itu, pada saat itu ada dua pemerintahan; pemerintahan Khilafah di Istambul, dan pemerintahan Dewan Perwakilan Nasional yang berpusat di Ankara. Meski kedudukannya semakin kuat, Kemal Pasha tetap tidak berani membubarkan Khilafah. Dewan Perwakilan Nasional hanya mengusulkan draft yang mengatur pemisahan antara Khilafah dengan kesultanan (pemerintahan). Namun, setelah perdebatan panjang di Dewan Perwakilan Nasional, draft Kemal Pasha ini ditolak. Kemal Pasha pun mencari alasan untuk membubarkan Dewan Perwakilan Nasional ini. Caranya adalah dengan melibatkan Dewan Perwakilan Nasional ini dalam berbagai kasus pertumpahan darah. Setelah krisis memuncak, Dewan Perwakilan Nasional ini diusulkan agar mengangkat Kemal Pasha sebagai ketua Parlemen, yang diharapkan bisa menyelesaikan kondisi kritis tersebut. 

Setelah resmi dipilih menjadi ketua parlemen, Kemal Pasha mengumumkan kebijakannya; mengubah sistem khilafah dengan republik, yang dipimpin seorang presiden yang dipilih melalui pemilihan umum. Pada tanggal 29 Oktober 1923 M, Kemal Pasha dipilih oleh Parlemen menjadi presiden Turki yang pertama. Namun, karena track record Kemal Pasha yang dikenal buruk di mata kaum Muslim, ambisinya untuk membubarkan Khilafah Islam ini tidak mulus. Mustafa Kemal Pasha dianggap murtad, dan rakyat pun mendukung Sultan Abdul Majid, serta berusaha mengembalikan kekuasaannya. Ancaman ini tidak menyurutkan langkah Kemal Pasha. Justru sebaliknya, dia melancarkan serangan balik, dengan melakukan penyesatan politik dan pemikiran, bahwa siapa saja yang menentang sistem republik adalah pengkhianat bangsa, dan harus dihukum mati. Akhirnya, berbagai teror dilakukan oleh Kemal Pasha untuk mempertahankan sistem pemerintahannya. Pada saat yang sama, Khalifah digambarkan sebagai sekutu asing sehingga harus dienyahkan. 

Setelah situasinya kondusif, Kemal Pasha mengadakan sidang Dewan Perwakilan Nasional, dengan draft keputusan yang sudah di tangan. Tepat pada tanggal 3 Maret 1924 M, Kemal Pasha mengumumkan pemecatan Khalifah, pembubaran sistem khilafah dan menjauhkan Islam dari negara. Inilah titik klimaks revolusi kufur yang dilakukan oleh Kamal Attaturk, la‘natu Allâh ‘alayh.


Kesimpulan


Dari uraian di atas, bisa disimpulkan, bahwa faktor utama yang menyebabkan kemunduran dan hancurnya Khilafah Utsmaniah tak lain adalah buruknya pemahaman keislaman umat Islam dan kesalahan dalam menerapkan Islam pada waktu itu. Dari kedua faktor inilah, persoalan-persoalan derivat lainnya lahir dan berkembang. Akhirnya, berbagai konspirasi yang dilakukan oleh negara-negara imperialis Barat dengan mudah mendapatkan tempat. Inilah yang juga menjadi pintu masuknya orang-orang non-Muslim, termasuk mata-mata asing, di dalam negeri, sehingga gerakan misionaris bergerak dengan leluasa di negeri-negeri Islam, sembari menyebarkan racun nasionalisme dan patriotisme. Dari sinilah, gerakan-gerakan nasionalisme dan patriotisme, yang menuntut kemerdekaan negeri mereka, yang notabene akan menyebabkan wilayah mereka terlepas dari Khilafah Islam itu bermunculan. Karena faktor yang sama, usaha mulia dan brilian Sultan Abdul Hamid II melalui Pan-Islamisme-nya pun kandas di tangan para anggota Free Masonry, yang notabena adalah putra-putri umat Islam. 

Lepasnya wilayah Islam, satu persatu dari negara induk menyebabkan lemahnya kekuasaan Khilafah Utsmaniah sehingga yang tersisa hanya Turki. Dengan mundurnya taraf pemikiran politik umat dan penguasa pada saat itu, upaya Inggris, Prancis, dan Rusia untuk menyeret Khilafah Utsmaniah dalam Perang Dunia I pun tak terbendung. Kekalahan pihak Jerman-Utsmaniah ini menyebabkan Khilafah Utsmaniah tunduk pada syarat-syarat yang ditetapkan oleh negara pemenang perang. Akhirnya, tinggal sekali pukulan telak, institusi yang telah rapuh ini telah cukup untuk diruntuhkan. Eksekusi itu diserahkan pada Markas Istambul, dengan Mustafa Kemal Attaturk sebagai eksekutornya. 

Menjemput Fajar kebangkitan Umat


Menjemput Fajar kebangkitan Umat


Sudah 25 tahun sejak 1401 Hijriah ditandaskan sebagai awal kebangkitan umat. Sudahkah umat di ambang kemenangan?

DR. Yusuf al Qardhawy, ulama Qatar yang telah menjadi milik umat Islam internasional memberikan beberapa ukuran tentang kebangkitan umat. Dalam sebuah tulisannya, Qardhawi berpendapat, ciri khusus kebangkitan umat kontemporer adalah sebuah kebangkitan yang tidak saja bermodal semangat. Apalagi hanya ungkapan verbal dan slogan. Kebangkitan yang benar adalah kebangkitan yang didasarkan pada komitmen Islam dan adab-adabnya. Bahkan pada sunnah-sunnahnya pula. 

Abad 15 Hijriah oleh para pakar Islam disebut-sebut sebagai abad kebangkitan Islam. Seperempat abad sudah, sejak dicetuskan tahun 1401, kebangkitan umat terus berjalan. Dinamika terus terjadi, terlebih pasca peristiwa 11 September 2001. Sebuah studi yang dilakukan oleh American Jews Committee memperkirakan jumlah Muslim di Amerika saat ini sekitar 6,7 juta jiwa. Dr. Tom W. Smith, seorang ahli penelitian yang terlibat dalam studi tersebut mengatakan, sejak peristiwa 11 September 2001, populasi Muslim mengalami peningkatan yang luar biasa. Bahkan ada yang menyebutkan, sepanjang tahun 2002 saja, sebanyak 33 ribu mualaf tercatat di berbagai Islamic Center di seluruh Amerika.

Adakah peningkatan jumlah populasi Muslim di jantung kapitalis, Amerika itu bisa dijadikan indikasi sebuah langkah kebangkitan? Ustadz Anis Matta, tokoh yang banyak mencermati perkembangan dunia Islam mengatakan, ada beberapa indikasi yang bisa ditangkap sebagai simbol kebangkitan. Misalnya fenomena maraknya jilbab, bank dan lembaga keuangan Islam yang menjamur tidak saja di negara Islam tapi juga di negara-negara sekuler sekalipun. “Ini belum lagi ditambah fenomena masjid sebagai tempat ibadah yang ramai dibanding tempat ibadah umat lainnya di seluruh dunia. Begitu juga dengan buku-buku Islam yang mendominasi hampir seluruh pasar dunia,” ujar Anis Matta yang juga tercatat sebagai Sekjen Partai Keadilan Sejahtera ini.

Anis menambahkan, hal yang ia sebut di atas hanya beberapa simbol saja dari gejala sosial yang menghendaki kebangkitan umat. “Banyaknya non-Muslim yang menjadi Muslim, baik di Eropa maupun di Amerika juga benar-benar menjadi fakta sosial-politik tentang kebangkitan umat,” ujarnya lagi. 

Tapi buru-buru Anis mengatakan, sebaiknya dalam hal ini jangan digunakan pendekatan sudut pandang sukses atau gagal. “Yang harus kita kembangkan adalah memandang fenomena ini sebagai proses pertumbuhan. Apakah pertumbuhan ini cepat atau lambat. Jika cepat apa penyebabnya, jika lambat apa penghambatnya?”

Dengan segala indikasi positif yang terjadi, Anis berharap tidak melenakan umat untuk terus melakukan konsolidasi. “Peradaban Islam yang sedang naik ini belum terlalu tinggi naiknya, sedangkan peradaban Barat yang sedang berkuasa belum terlalu jauh pula turunnya. Peradaban Barat itu memiliki banyak pilar, sebagian pilar sudah runtuh tapi sebagian lagi masih kukuh,” ungkap Anis.

Lebih lanjut Anis menyebutkan, pilar-pilar yang rapuh dan runtuh dari peradaban Barat adalah aspek spiritual, moral dan juga kemanusiaan. “Orang-orang Barat sendiri sudah tidak terlalu yakin dengan nilai-nilai kemanusiaan mereka sendiri. Bahkan mereka percaya bahwa Barat itu imperialis yang sadis dan tidak manusiawi. “Sementara itu ada aspek lain seperti kekuatan ekonomi, sistem pertahanan dan militernya, juga teknologi yang mereka punya masih cukup kuat untuk dibuat bertahan,” katanya lagi.

Di lain pihak, peradaban Islam yang sedang merayap naik mengalami kebalikan dari itu semua. “Pertumbuhan spiritual umat Islam ini luar biasa dahsyat, perbaikan moralnya pun begitu cepat. Tapi pada saat yang sama, secara kasat mata, kekuatan di bidang ekonomi, politik, pertahanan dan teknologi belum nampak sama sekali,” ujar Anis.

Harapan tentang sebuah kebangkitan juga diungkapkan oleh Ustadz Ihsan Arlansyah Tandjung. Ustadz yang dikenal mendalami masalah-masalah tentang Zionis dan Yahudi ini mengatakan masa depan umat Islam sangat cerah. Namun tentang kebangkitan, Ihsan Tandjung sedikit berbeda dalam terminologi penyebutan. “Saya lebih setuju jika disebut kebangkitan umat bukan kebangkitan Islam. Sebab, jika kita sebut kebangkitan Islam, seolah-olah Islam pernah jatuh lalu kini bangkit lagi. Al Islam ya’ lu wala yu’la alaihi, tidak ada yang menandingi ketinggian Islam,” tegasnya pada SABILI.

Selanjutnya Ihsan Tandjung mengatakan, meski optimis atas masa depan Islam, umat harus pula realistis dengan kondisi sekarang. “Umat ini masih banyak tertinggal dibanding umat lain. Bahkan kepemimpinan dunia saat ini bukan orang-orang beriman yang memegangnya, tapi di tangan orang-orang yang tidak mau ruku’ dan sujud kepada Allah. Kepemimpinan dipegang oleh para kafir harbi yang memiliki jiwa permusuhan terhadap Islam,” tandasnya lagi.

Untuk mengawali sebuah kebangkitan umat, Ihsan Tandjung mengatakan sudah banyak acuan tahapan yang telah dirumuskan oleh para ulama. “Salah satunya apa yang telah dirumuskan oleh asy Syahid Imam Hasan al Banna dalam arkanul baiahnya,” terang Ihsan.

Dalam arkanul baiah ada satu bahasan tersendiri yang mengupas rukun-rukun beramal umat Islam, arkanul al amal. Ada tujuh tahapan yang harus ditempuh oleh kaum Muslimin untuk mewujudkan peradaban Islam. Membina pribadi Muslim menempati urutan pertama dalam grand design perjuangan Islam. Kemudian mencetak keluarga Muslim, selanjutnya irsyadul mujtama’ atau membimbing masyarakat. Setelah tiga tahapan tersebut, tahrirul wathan atau membebaskan negeri dari dominasi pihak-pihak asing harus menjadi langkah selanjutnya. Setelah memerdekakan negeri, langkah selanjutnya adalah islahul hukumah, memperbaiki umat dan pemerintahan yang ada. Tahap keenam adalah mengembalikan Khilafah Islamiyah dan ketujuh mewujudkan peran umat Islam sebagai soko guru peradaban serta rahmatan lil alamin.

Ihsan Tandjung juga menambahkan, selain ketujuh tahapan yang dirumuskan Imam Hasan al Banna, setidaknya ada tiga kekuatan pula yang harus dimiliki oleh umat Islam. Pertama, umat harus memiliki kekuatan akidah yang sempurna. Kemudian mampu membangun kekuatan ukhuwah atau persaudaran dan yang juga menentukan adalah kekuatan shilah, atau persenjataan. “Persenjataan ini harus diartikan seluas-luasnya. Senjata ekonomi, politik, keuangan bahkan senjata dalam arti sesungguhnya,” tukasnya.

Menurut Ihsan Tandjung, hingga saat ini dirinya belum melihat seluruh kompenen kaum Muslimin punya agenda mewujudkan tiga kekuatan tersebut. “Saya melihat sebagian umat Islam masih terlalu senang bersibuk-sibuk dengan kelompoknya saja,” katanya prihatin. 

Soal centang perenangnya berbagai gerakan Islam, dirasakan juga oleh Habib Rizieq Shihab, dari Front Pembela Islam. Setelah melakukan evaluasi terhadap gerakannya selama ini, Habib Rizieq yang baru saja keluar dari rumah tahanan Salemba ini menyimpulkan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan adalah merapatkan barisan. “Kita tidak boleh membuat jarak sedikitpun antar gerakan dan aktivis Islam. Mulai dari NU, Muhammadiyah, Hidayatullah, aktivis Tarbiyah, MMI, Hizbut Tahrir sampai pada unsur gerakan yang kecil-kecil harus bersatu. Sinergikan semua kekuatan, dengan pembagian tugas dan peran masing-masing. Jika sudah demikian, insya Allah akan terjadi kejutan-kejutan yang luar biasa di ke mudian hari,” kiat Habib Rizieq bersemangat.

Jika sudah kokoh barisan dan sinergi kekuatan, Habib Rizieq menitipkan pesan agar potensi dakwah yang dimiliki oleh berbagai gerakan dan aktivis Islam mampu sosialisasi sampai jauh ke bawah. “Selama ini sepertinya kita belum benar-benar sampai ke bawah. Saya pernah ke Tanjung Pinang, ada seorang ibu yang selalu memasang nomor undian. Dia bertanya kepada saya, apakah itu termasuk judi. Dalam hati saya sangat prihatin dengan keadaan ini,” katanya pedih.

Habib Rizieq mengatakan, ibu yang ia temui di Tandjung Pinang itu adalah gambaran umum masyarakat Islam Indonesia sekarang ini. “Banyak orang yang sama sekali belum tersentuh oleh dakwah,” katanya lagi.

Habib Rizieq membayangkan, seharusnya kader-kader dakwah tidak segan-segan untuk turun ke sawah, pantai, pasar-pasar, menyapa tukang becak, ke pabrik-pabrik. Tidak saja menunggu orang datang ke masjid atau mushalla untuk diberi ceramah. “Kita jangan menunggu, kumpulkan petani, nelayan, lalu makan siang bersama dengan mereka di bawah saung yang rindang sambil memberikan pengetahuan dan dakwah secara rutin dan berkesinambungan. Lihat saja tukang becak-tukang becak di Pantura (Pantai Utara, red) mereka pulang ke rumah seminggu sekali. Tiap hari tidur, makan di becak. Mandi turun ke kali. Mereka nggak ada waktu ke masjid, nggak ada waktu ikut tabligh apalagi mengaji,” ujarnya.

Untuk orang-orang seperti ini, para aktivis dan kader dakwah harus giat-giat mendekati mereka. “Sekarang sudah saatnya kita turun, merangkul dan mengajak mereka,” katanya lagi.

Jika jalan ke arah sana sudah dirintis, menurut Habib Rizieq, insya Allah akan ada kejutan-kejutan yang diberikan oleh Allah. “Wong sekarang saja kelompok-kelompok anti Islam sudah mengambil langkah-langkah yang tidak masuk akal lagi untuk membendung Islam ini, dengan kemajuan yang sekarang kita capai.”

Cara-cara irasional yang dimaksud Habib Rizieq itu adalah, tuduhan para ulama sebagai teroris, pelarangan jilbab di negara-negara besar, dan perburuan aktivis gerakan Islam.

Langkah yang sama dianjurkan pula oleh Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, kawan satu blok Habib Rizieq dalam Rumah Tahanan Salemba. “Konsentrasikan seluruh kekuatan kita untuk membenahi diri. Setelah itu perkenalkan pada dunia, apa dan bagaimana Islam yang sebenarnya. Jika orang sudah mengartikan Islam dengan sebenar-benarnya, baru kita bisa bangkit!” tegas Ustadz Abu, panggilan akrab Kiai Ngruki ini.

Masih menurut Ustadz Abu, saat ini belum saatnya umat Islam merebut kekuasan dan mengembalikan kebangkitan. “Kita belum sampai pada tahapan itu. Umat saat ini harus berjuang jangan sampai umat Islam ditindas,” katanya saat ditemui SABILI di Rutan Salemba.

Bagi ustadz yang berkali-kali dituding sebagai teroris ini, ada dua pintu yang harus dimasuki oleh umat Islam untuk meraih kemenangan. “Pintu pertama dakwah, pintu kedua jihad. Ada juga ulama yang mengatakan dakwah, amar ma’ruf nahyi munkar dan jihad. Intinya, jangan pisahkan dakwah dan jihad,” tegasnya.

Menurut Uztadz Abu, kondisi dulu dan kini sebenarnya sama belaka, tak ada yang berbeda. “Dalam menegakkan Islam, dari dulu sampai sekarang sama, dakwah wal jihad. Mungkin hanya beda saran dan taktiknya saja. Substansinya sama.”

Tapi diam-diam, ada yang merisaukan ustadz sepuh ini di tengah-tengah masa depan cerah yang menanti umat. Menurutnya, ada semacam virus yang sekarang sedang menyebar di tubuh umat Islam. Jika tak diantisipasi dan berhati-hati, virus ini akan membalik keadaan yang sudah baik menjadi buruk. “Sekarang ini saya melihat ada penyakit seperti yang disebutkan Allah, kullu hizbin bima ladaihim faarihun, mereka terlalu bangga dengan golongan dan kelompok masing-masing. Silahkan berkelompok, tapi ingat harus saling ta’awun alal birri wattaqwa. Pada cabang kita boleh berbeda, tapi pada prinsip dan pangkal kita harus selalu satu,” serunya.

Lewat SABILI, Ustadz Abu menitipkan agar setiap gerakan dakwah, apapun namanya senantiasa membentuk pribadi-pribadi tangguh, berjiwa tauhid dan tidak mau tunduk kecuali kepada Allah saja. “Teruskan pembinaan umat, jangan sampai kita diperbudak oleh kaum kafir. Lahirkan para mujahid thaifah manshurah, orang-orang yang membela agama Allah!”

Ya, benar. Kebangkitan tidak bisa ditunggu, ia harus dijemput dan diwujudkan. Kebangkitan umat atau kebangkitan umat tak bisa diharapkan akan jatuh tiba-tiba dari angkasa. Kebangkitan harus diperjuangkan dan ditebus dengan pengorbanan. Pengorbanan harta, airmata, darah juga nyawa. Dan yang pasti, seperti kata ulama-ulama bijak, tegakkan dulu Islam di hatimu, maka Islam, insya Allah akan tegak di muka bumi ini. Amin. 

Urutan Lengkap Khalifah dalam Lintasan Sejarah


Urutan Lengkap Khalifah dalam Lintasan Sejarah

Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada kaum muslimin agar mereka mengangkat seorang khalifah setelah beliau SAW wafat, yang dibai'at dengan bai'at syar'iy untuk memerintahkan kaum muslimin berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW. Menegakkan syari'at Allah, dan berjihad bersama kaum muslimin melawan musuh-musuh Allah. 

Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya tidak ada Nabi setelah aku, dan akan ada para khalifah, dan banyak (jumlahnya)." para sahabat bertanya, "Apa yang engkau perintahkan kepada kami? Nabi SAW menjawab, "penuhilah bai'at yang pertama, dan yang pertama. Dan Allah akan bertanya kepada mereka apa-apa yang mereka pimpin." (HR. MUSLIM) Rasulullah SAW berwasiat kepada kaum muslimin, agar jangan sampai ada masa tanpa adanya khalifah (yang memimpin kaum muslimin). Jika hal ini terjadi, dengan tiadanya seorang khalifah, maka wajib bagi kaum muslimin berupaya mengangkat khalifah yang baru, meskipun hal itu berakibat pada kematian. 

Sabda Rasulullah SAW : "Barang siapa mati dan dipundaknya tidak membai'at Seorang imam (khalifah), maka matinya (seperti) mati (dalam keadaan) jahiliyyah." 

Rasulullah SAW juga bersabda : "Jika kalian menyaksikan seorang khalifah, hendaklah kalian taat, walaupun (ia) memukul punggungmu. Sesungguhnya jika tidak ada khalifah, maka akan terjadi Kekacauan." (HR. THABARANI) 

sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan (kepada kita) untuk taat kepada khalifah. Allah berfirman : "Hai orang-orang yang berfirman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu." (AN NISA :59) 

Kaum muslimin telah menjaga wasiat Rasulullah SAW tersebut sepanjang 13 abad. Selama interval waktu itu, kaum muslimin tidak pernah menyaksikan suatu kehidupan tanpa ada (dipimpin) seorang khalifah yang mengatur urusan-urusan mereka. Ketika seorang khalifah meninggal atau diganti, ahlul halli wal 'aqdi segera mencari, memilih, dan menentukan pengganti khalifah terdahulu. Hal ini terus berlangsung pada masa-masa islam (saat itu). Setiap masa, kaum muslimin senantiasa menyaksikan bai'at kepada khalifah atas dasar taat. Ini dimulai sejak masa Khulafaur Rasyidin hingga periode para Khalifah dari Dinasti 'Utsmaniyyah. 

Kaum muslimin mengetahui bahwa khalifah pertama dalam sejarah Islam adalah Abu Bakar ra, akan tetapi mayoritas kaum muslimin saat ini, tidak mengetaui bahwa Sultan 'Abdul Majid II adalah khalifah terakhir yang dimiliki oleh umat Islam, pada masa lenyapnya Daulah Khilafah Islamiyyah akibat ulah Musthafa Kamal yang menghancurkan sistem kilafah dan meruntuhnya Dinasti 'Utsmaniyyah. Fenomena initerjadi pada tanggal 27 Rajab 1342 H. 

Dalam sejarah kaum muslimin hingga hari ini, pemerintah Islam di bawah institusi Khilafah Islamiah pernah dipimpin oleh 104 khalifah. Mereka (para khalifah) terdiri dari 5 orang khalifah dari khulafaur raasyidin, 14 khalifah dari dinasti Umayyah, 18 khalifah dari dinasti 'Abbasiyyah, diikuti dari Bani Buwaih 8 orang khalifah, dan dari Bani Saljuk 11 orang khalifah. Dari sini pusat pemerintahan dipindahkan ke kairo, yang dilanjutkan oleh 18 orang khalifah. Setelah itu khalifah berpindah kepada Bani 'Utsman. Dari Bani ini terdapat 30 orang khalifah. Umat masih mengetahui nama-nama para khulafaur rasyidin dibandingkan dengan yang lain. Walaupun mereka juga tidak lupa dengan Khalifah 'Umar bin 'Abd al-'Aziz, Harun al-rasyid, Sultan 'Abdul Majid, serta khalifah-khalifah yang masyur dikenal dalam sejarah. 

Adapun nama-nama para khalifah pada masa khulafaur Rasyidin sebagai berikut: 

1.Abu Bakar ash-Shiddiq ra (tahun 11-13 H/632-634 M)
2.'Umar bin khaththab ra (tahun 13-23 H/634-644 M)
3.'Utsman bin 'Affan ra (tahun 23-35 H/644-656 M)
4.Ali bin Abi Thalib ra (tahun 35-40 H/656-661 M)
5.Al-Hasan bin Ali ra (tahun 40 H/661 M) 


Setelah mereka, khalifah berpindah ke tangan Bani Umayyah yang berlangsung lebih dari 89 tahun. Khalifah pertama adalah Mu'awiyyah. Sedangkan khalifah terakhir adalah Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Hakam. Masa kekuasaan mereka sebagai berikut: 

1.Mu'awiyah bin Abi Sufyan (tahun 40-64 H/661-680 M)
2.Yazid bin Mu'awiyah (tahun 61-64 H/680-683 M)
3.Mu'awiyah bin Yazid (tahun 64-68 H/683-684 M)
4.Marwan bin Hakam (tahun 65-66 H/684-685 M)
5.'Abdul Malik bin Marwan (tahun 66-68 H/685-705 M)
6.Walid bin 'Abdul Malik (tahun 86-97 H/705-715 M)
7.Sulaiman bin 'Abdul Malik (tahun 97-99 H/715-717 M)
8.'Umar bin 'Abdul 'Aziz (tahun 99-102 H/717-720 M)
9.Yazid bin 'Abdul Malik (tahun 102-106 H/720-724 M)
10.Hisyam bin Abdul Malik (tahun 106-126 H/724-743 M)
11.Walid bin Yazid (tahun 126 H/744 M)
12.Yazid bin Walid (tahun 127 H/744 M)
13.Ibrahim bin Walid (tahun 127 H/744 M)
14.Marwan bin Muhammad (tahun 127-133 H/744-750 M) 


Setelah mereka, khalifah berpindah ke tangan Bani Umayyah yang berlangsung lebih dari 89 tahun. Khalifah pertama adalah Mu'awiyyah. Sedangkan khalifah terakhir adalah Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Hakam. Masa kekuasaan mereka sebagai berikut: 

I. Dari Bani 'Abbas 1.Abul 'Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)
2.Abu Ja'far al-Mansyur (tahun 137-159 H/754-775 M)
3.Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)
4.Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)
5.Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786-809 M)
6.Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)
7.Al-Ma'mun (tahun 198-217 H/813-833 M)
8.Al-Mu'tashim Billah (tahun 218-228 H/833-842 M)
9.Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)
10.Al-Mutawakil 'Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)
11.Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)
12.Al-Musta'in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)
13.Al-Mu'taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)
14.Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)
15.Al-Mu'tamad 'Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)
16.Al-Mu'tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)
17.Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)
18.Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M) 

II. Dari Bani Buwaih 19.Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)
20.Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)
21.Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)
22.Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)
23.Al-Muthi' Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)
24.Al-Thai'i Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)
25.Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)
26.Al-Qa'im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M) 

III. dari Bani Saljuk 

27. Al Mu'tadi Biamrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)
28. Al Mustadhhir Billah (tahun 487-512 H/1094-1118 M)
29. Al Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)
30. Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)
31. Al Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160)
32. Al Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)
33. Al Mustadhi'u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)
34. An Naashir Liddiinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)
35. Adh Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)
36. al Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)
37. Al Mu'tashim Billah ( tahun 640-656 H/1242-1258 M) 

Setelah itu kaum muslimin hidup selama 3,5 tahun tanpa seorang khalifah pun. Ini terjadi karena serangan orang-orang Tartar ke negeri-negeri Islam dan pusat kekhalifahan di Baghdad. Namun demikian, kaum muslimin di Mesir, pada masa dinasti Mamaluk tidak tinggal diam, dan berusaha mengembalikan kembali kekhilafahan. kemudian mereka membai'at Al Muntashir dari Bani Abbas. Ia adalah putra Khalifah al-Abbas al-Dhahir Biamrillah dan saudara laki-laki khalifah Al Mustanshir Billah, paman dari khalifah Al Mu'tashim Billah. Pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke Mesir. Khalifah yang diangkat dari mereka ada 18 orang yaitu : 

1. Al Mustanshir billah II (taun 660-661 H/1261-1262 M)
2. Al Haakim Biamrillah I ( tahun 661-701 H/1262-1302 M)
3. Al Mustakfi Billah I (tahun 701-732 H/1302-1334 M)
4. Al Watsiq Billah I (tahun 732-742 H/1334-1354 M)
5. Al Haakim Biamrillah II (tahun 742-753 H/1343-1354 M)
6. al Mu'tadlid Billah I (tahun 753-763 H/1354-1364 M)
7. Al Mutawakkil 'Alallah I (tahun 763-785 H/1363-1386 M)
8. Al Watsir Billah II (tahun 785-788 H/1386-1389 M)
9. Al Mu'tashim (tahun 788-791 H/1389-1392 M)
10. Al Mutawakkil 'Alallah II (tahun 791-808 H/1392-14-9 M)
11. Al Musta'in Billah (tahun 808-815 H/ 1409-1426 M)
12. Al Mu'tadlid Billah II (tahun 815-845 H/1416-1446 M)
13. Al Mustakfi Billah II (tahun 845-854 H/1446-1455 M)
14. Al Qa'im Biamrillah (tahun 754-859 H/1455-1460 M)
15. Al Mustanjid Billah (tahun 859-884 H/1460-1485 M)
16. Al Mutawakkil 'Alallah (tahun 884-893 H/1485-1494 M)
17. al Mutamasik Billah (tahun 893-914 H/1494-1515 M)
18. Al Mutawakkil 'Alallah OV (tahun 914-918 H/1515-1517 M)

Ketika daulah Islamiyah Bani Saljuk berakhir di anatolia, Kemudian muncul kekuasaan yang berasal dari Bani Utsman dengan pemimpinnya "Utsman bin Arthagherl sebagai khalifah pertama Bani Utsman, dan berakhir pada masa khalifah Bayazid II (918 H/1500 M) yang diganti oleh putranya Sultan Salim I. Kemuadian khalifah dinasti Abbasiyyah, yakni Al Mutawakkil "alallah diganti oleh Sultan Salim. Ia berhasil menyelamatkan kunci-kunci al-Haramain al-Syarifah. Dari dinasti Utsmaniyah ini telah berkuasa sebanyah 30 orang khalifah, yang berlangsung mulai dari abad keenam belas Masehi. nama-nama mereka adalah sebagai berikut: 

1. Salim I (tahun 918-926 H/1517-1520 M)
2. Sulaiman al-Qanuni (tahun 916-974 H/1520-1566 M)
3. salim II (tahun 974-982 H/1566-1574 M)
4. Murad III (tahun 982-1003 H/1574-1595 M)
5. Muhammad III (tahun 1003-1012 H/1595-1603 M)
6. Ahmad I (tahun 1012-1026 H/1603-1617 M)
7. Musthafa I (tahun 1026-1027 H/1617-1618 M)
8. 'Utsman II (tahun 1027-1031 H/1618-1622 M)
9. Musthafa I (tahun 1031-1032 H/1622-1623 M)
10. Murad IV (tahun 1032-1049 H/1623-1640 M)
11. Ibrahim I (tahun 1049-1058 H/1640-1648 M)
12. Mohammad IV (1058-1099 H/1648-1687 M)
13. Sulaiman II (tahun 1099-1102 H/1687-1691M)
14. Ahmad II (tahun 1102-1106 H/1691-1695 M)
15. Musthafa II (tahun 1106-1115 H/1695-1703 M)
16. Ahmad II (tahun 1115-1143 H/1703-1730 M)
17. Mahmud I (tahun 1143-1168/1730-1754 M)
18. "Utsman IlI (tahun 1168-1171 H/1754-1757 M)
19. Musthafa II (tahun 1171-1187H/1757-1774 M)
20. 'Abdul Hamid (tahun 1187-1203 H/1774-1789 M)
21. Salim III (tahun 1203-1222 H/1789-1807 M)
22. Musthafa IV (tahun 1222-1223 H/1807-1808 M)
23. Mahmud II (tahun 1223-1255 H/1808-1839 M)
24. 'Abdul Majid I (tahun 1255-1277 H/1839-1861 M)
25. "Abdul 'Aziz I (tahun 1277-1293 H/1861-1876 M)
26. Murad V (tahun 1293-1293 H/1876-1876 M)
27. 'Abdul Hamid II (tahun 1293-1328 H/1876-1909 M)
28. Muhammad Risyad V (tahun 1328-1339 H/1909-1918 M)
29. Muhammad Wahiddin II (tahun 1338-1340 H/1918-1922 M)
30. 'Abdul Majid II (tahun 1340-1342 H/1922-1924 M)

Sekali lagi terjadi dalam sejarah kaum muslimin, hilangnya kekhalifahan. Sayangnya, kaum muslimin saat ini tidak terpengaruh, bahkan tidak peduli dengan runtuhnya kekhilafahan. Padahal menjaga kekhilafahan tergolong kewajiban yang sangat penting. Dengan lenyapnya institusi kekhilafahan, mengakibatkan goncangnya dunia Islam, dan memicu instabilitas di seluruh negeri Islam. Namun sangat disayangkan, tidak ada (pengaruh) apapun dalam diri umat, kecuali sebagian kecil saja. 

Jika kaum muslimin pada saat terjadinya serangan pasukan Tartar ke negeri mereka, mereka sempat hidup selama 3,5 tahun tanpa ada khalifah, maka umat Islam saat ini, telah hidup selama lebih dari 75 tahun tanpa keberadaan seorang khalifah. Seandainya negara-negara Barat tidak menjajah dunia Islam, dan seandainya tidak ada penguasa-penguasa muslim bayaran, seandainya tidak ada pengaruh tsaqofah, peradaban, dan berbagai persepsi kehidupan yang dipaksakan oleh Barat terhadap kaum muslimin, sungguh kembalinya kekhilafahan itu akan jauh lebih mudah. Akan tetapi kehendak Allah berlaku bagi ciptaanNya dan menetapkan umat ini hidup pada masa yang cukup lama. 

Umat Islam saat ini hendaknya mulai rindu dengan kehidupan mulia di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Dan Insya Allah Daulah Khilafah itu akan berdiri. Sebagaimana sabda Rasulullah "...kemudian akan tegak Khilafah Rasyidah yang sesuai dengan manhaj Nabi". Kami dalam hal ini tidak hanya yakin bahwa kekhilafahan akan tegak, lebih dari itu, kota Roma (sebagai pusat agama Nashrani) dapat ditaklukkan oleh kaum muslimin setelah dikalahkannya Konstantinopel yang sekarang menjadi Istambul. Begitu pula daratan Eropa, Amerika, dan Rusia akan dikalahkan. Kemudian Daulah Khilafah Islamiyah akan menguasai seluruh dunia setelah berdirinya pusat Daulah Khilafah. Sungguh hal ini dapat terwujud dengan Izin Allah. Kita akan menyaksikannya dalam waktu yang sangat dekat (Islamuda.com)