Kekuasaan adalah Amanat dari Allah


Kekuasaan adalah Amanat dari Allah
Kemerdekaan mempunyai makna yang luas, artinya bahwa bangsa Indonesia memiliki kebebasan untuk mengatur sendiri berbagai, segi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk kehidupan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Kalau pada masa penjajahan belanda umat Islam diatur oleh bangsa lain, sejak tahun 1945, semua diatur oleh umat Islam sendiri dengan leluasa. Tak ada lagi pembatasan untuk mengamalkan apa yang diyakini dalam hati.
Bagi umat Islam, apa makna kemerdekaan ditinjau dari sudut syariat? Kemerdekaan adalah salah satu nikmat yang diberikan Allah SWT. Nikmat itu hendaklah dipandang sebagai suatu amanat atau titipan dari Allah SWT kepada kita. karena itu Al-Qur'an dalam surat An-Nisa ayat 58 mengingatkan:

"Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang layak menerimanya. Apabila kamu mengadili diantara manusia, bertindaklah dengan adil, Sungguh Allah mengajar kamu dengan sebaik-baiknya, karena Allah Maha Mendengar, Maha Melihat"
Kalau ada diantara kita yang memegang amanat, dalam bentuk kekuasaan, atau kewenangan; apakah sebagai lurah,camat, bupati, gubernur, atau jabatan lain, maka semua itu hakikatnya memegang amanah yang harus disampaikan kepada yang berhak.
Dalam arti yang lebih luas, kemerdekaan itu amanah yang diberikan Allah sebagai karunia-Nya kepada segenap manusia sebagai individu dn sebagai warga negara RI. Karena itu, adalah menjadi kewajiban untuk memelihara kemerdekaan ini dengan cara sebaik-baiknya. Dengan demikian, inilah makna kita pandai menyukuri nikmat dari Allah dalam bentuk kemerdekaan. Dalam Al-Qur'an surat Ibrahim ayat 7 disebutkan:

Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan: "Jika kamu bersyukur, Aku akan memberi tambahan (karunia) kepadamu; tetapi jika kamu tidak bersyukur, sungguh adzab-Ku dasyat sekali"
Maksud ayat diatas, memerintahkan manusia agar pandai menyukuri nikmat Allah; antara lain nikma0t kemerdekaan. Artinya mensyukuri nikmat disini bukan hanya mengucapkan lafadh 'alhamdulillah' seperti biasa diucapkan, tapi harus menggunakan nikmat itu sesuai perintah-Nya. Kemerdekaan harus digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup bangsa Indonesia baik spirritual maupun material.
Sebagai disebutkan dalam ayat tadi, arti kufur nikamt dapat dipahami; orang yang mendapat karunia Allah, tapi menggunakn nikmat itu tidak sesuai dengan jalan yang diperintahkan-Nya. Dengan kata lain, telah menyimpang dari ajaran Allah SWT, atau menyalahgunakan nikmat.
Peran umat Islam dalam bernegara adalah menjalankan prinsip-prinsip yang dijalankan Al-Qur'an, yaitu prinsip Islam dalam bermasyarakat dan bernegara. Prinsip-prinsip tersebut dapat disimak dalam surat An-Nisa ayat 59:

"Hai orang-orang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasulullah dan mereka yang memegang kekuasaan diantara kamu. Jika kamu berselisih mengenai sesuatu kembalikanlah kepada Allah dan Rosul-Nya, kalau kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Itulah yang terbaik dan penyelesaian yang tepat."
"Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah," yaitu menjalankan perintah Allah yang telah diwahyukan-Nya melalui Al-qur'an. "Taatlah pula kepada Rosulullah saw, yang telah membimbing kita melalui ajaran-ajaranya", yang disebut sunah Rosulullah, adalah yang merupakan penjelasan terhadap Al-Qur'an. "Dan kepada orang-orang yang berwenang di antara kamu", artinya umat Islam wajib taat kepada kalangan kita yang kebetulan memegang otoritas baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang lain.
Tetapi prinsip ketaatan dalam Islam ini bersifat tanpa reserve. Artinya, pemimpin itu harus ditaati hanya selama dia menjalankan perintah Allah. Kalau dalam menjalankan kekuasaanya tidak cocok dengan perintah Allah dan Rosul-Nya, tidk ada keharusan untuk taat kepadanya. Dalam haditsnya, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya ketaatan itu dalam hal-hal yamg ma'ruf (baik)".
Kalau kita diminta, baik langsung ataupun tidak langsung untuk bersikap taat dalam hal-hal yang munkarat, maka tidak harus menaatinya. Bahkan wajib melawnya, sebagai bukti penentangan.
Kecuali hal di atas, tugas umat Islam sangat penting adalah mengentaskan kemiskinan, terutama dikalangan umat Islam sendiri. Ajaran Islam telah menawarkan berbagai konsep pengentasan kemiskinan dan konsep itu saya namakan lembaga-lembaga sosial Islam. Yang sudah dikenal adalah: zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, wasiat, qurban dan aqiqah. Semua lembaga itu mengajarkan agar seluruh umat Islam berperan serta mengentaskan kemiskinan, Salah satu pesan Al-Qur'an surat Adz-Dzariyat ayat 19: "Dan dlam harta mereka (selalu ingat) akan hak (orang miskin) yang meminta, dan yang (karena suatu alasan) tak mau meminta".
Jadi inilah yang dimaksud Zakat. Zakat sebenarnya adalah hak bagi orang miskin. Kemudian infaq dan shodaqoh, dan sebagainya adalh merupakan hal yang sangat dianjurkan. Itulah beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagi perwujudan sikap syukur kepada Allah yang telah menganugerahkan nikmat yang tiada ternilai harganya untuk umat Islam Indonesia, yaitu kemerdekaan.

Menyambut Ramadhan


Menyambut Ramadhan
Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan dinaungi oleh bulan yang agung lagi penuh keberkatan. Bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan yang Allah telah menjadikan puasanya suatu fardhu (kebajikan yang diharuskan) dan berjaga (untuk beribadah) di malam harinya suatu tathawwu' (kebijkan yang sangat dianjurkan). Barang siapa mendekatkan dirinya kepada Allah dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di bulan yang lain. Dan barang siapa menunaikan suatu fardhu di dalam bulan Ramadhan samalah dia dengan orang yang mengerjakan tujuh puluh fardhu di bulan yang lain.
Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedang sabar itu imbalanya adalah surga. Ramadhan itu bulan memberikan pertolongan dan bulan Allah menambah rezeki orang-orang yang beriman. Barang siapa memberi makanan berbuka kepada seseorang yang berpuasa, adalah yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya sehingga dia terbebas dari neraka, dan baginya pahala seperti pahala orang yang mengerjakan puasa itu tanpa sedikitpun berkurang.
Para sahabat berkata:"Ya Rasulullah, tidak semua di antara kami memiliki makanan berbuka puasa itu untuk orang yang berpuasa." Maka Rasulullah bersabda: "Allah memberikan pahala kepada orang tersebut meskipun hanya memberikan sebutir korma, atau seteguk air, atau sehirup susu."
Ramadhan adalah bulan yang permulaanya rahmat, pertengahnya ampunan, dan akhirnya bebas dari neraka. Barang siapa meringankan beban pembantu atau karyawanya, Allah pasti mengampuni dosanya dan membebaskanya dari neraka. Karena itu banyakkanlah yang empat perkara di bulan Ramadhan; dua perkara yang kamu lakukan untuk menyenangkan Tuhanmu dan dua perkara lagi untukmu yang sangat kamu butuhkan. Dua perkara yang untuk menyenangkan Allah, adalah mengakui dengan sesungguhnya tidak ada Tuhan selai Allah dan mohon ampun kepada-Nya. Dua perkara lagi yang sangat kamu butuhkan, adalah mohon surga dan berlindung dari neraka.
Barang siapa memberi minum kepada orang yang berpuasa, Allah pasti memberi minum kepadannya dari air kolamku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga ia masuk kedalam surga.

Islam & Persatuan Bangsa


Islam & Persatuan Bangsa
Kita sekarang ini ditengah-tengah gelombang perobahan, yang sedang berjalan. Gelombang itu suatu saat mengalami pasang naik dan saat yang lain mengalami pasang surut.
Jika pengemudi dan awak serta penumpang kapal, kurang sabar dalam menghadapi benturan-benturan gelombang, maka terjadilah kepanikan pada semua penumpang kapalnya.
Pergantian kepemimpinan nasional Indonesia yang berlangsung dengan singkat, khidmat dan sederhana tanpa adanya upacara-upacara sebagaimana mestinya, merupakan suatu perobahan besar dan luar biasa. Dan terasa lebih besar lagi, karena perobahan tersebut tanpa terjadi pertumpahan darah.
Sejak itu, angin kebebasan mulai nampak dan terasa. Kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul serta pembebasan hak-hak rakyat yang selama ini terbelenggu sudah ditetapkan dengan undang-undang. Dalam derap langkah kebebasan tersebut, juga tak lepas dari ekses-ekses. Ada yang memahaminya kebebasan itu demi kebebasan, sehingga bisa merugikan atau bahkan melanggar kebebasan orang lain.
Munculnya partai-partai, yang diantara sebagaian dari partai-partai tersebut ada yang tegas-tegas memilih Islam sebagai azasnya, dan ada pula yang menyatakan berakidah Islam. Keadaan ini tidak perlu dirisaukan benar karena pada akhirnya nanti akan terjadi seleksi secara alamiah.
Langkah awal yang perlu dilakukan sekarang adalah dilakukanya upaya yang sungguh-sungguh untuk mengejawantahkan ajaran Islam ke dalam kehidupan pribadi para aktivis partai, sehingga para politisi muslim yang tampil adalah orang-oarng yang memiliki integritas pribadi yang tinggi, jujur, ikhlas, pekerja keras, bersih dan berani menyatakan al-haq dimana dan kapan pun.
Disamping itu, umat Islam secara keseluruhan harus mampu mentransformasikan nilai-nilai Islam kedalam kehidupan bermasyarakat, sehingga mereka mampu memecahkan problem-problem aktual yang dihadapi oleh rakyat, bangsa dan negara.
Terakhir sesama umat Islam harus mampu menjaga ukhuwah Islamiyah diantara mereka, serta menjaga hubungan baik diantara sesama muslim, dan jagan memandang adanya perbedaan golongan ataupun partai.
Selama perjuangan kita itu disertai dengan niat yang ikhlas berdasarkan iman dan taqwa, maka tidak ada perbedaan yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam Indonesia. Persatuan umat Islam adalah modal pokok bagi persatuan dan kesatuan bangsa ini. Selama ini sejarah telah berbicara bahwa umat Islam senantiasa berdiri di barisan paling depan dalam menciptakan, memelihara dan memperkuat persatuan bangsa.

Wujud Kasih Sayang Rasulullah


Wujud Kasih Sayang Rasulullah
Akhlak Rasulullah saw.
Sebagaimana kita yakini, bahwa Nabi Muhammad saw, adalah Nabi dan Rasul terakhir yang diutus Allah swt kepada segenap umat manusia di kolong jagat raya ini. Beliau diutus dengan tugas menyampaikan risalah Islam sekaligus sebagai rahmatan lil'alamin (sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta) yang penuh dengan contoh teladan utama. Wujud dari rahmatan lil'alaminnya itu ialah bahwa segala peraturan yang dibawanya, bukan hanya untuk kebahagiaan bangsanya (Arab) saja, tetapi juga untuk seluruh umat manusia secara umum. Norma-norma dan peraturan - peraturan itu diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan, sedangkan akhlaknya berfungsi sebagai uswah hasanah (suri teladan yang baik) yang patut dicontoh oleh setiap pribadi muslim khususnya, dan oleh setiap umat manusia pada umumnya (QS Al Ahzab, 33:21)
Di dalam semua fase kehidupannya, beliau terkenal berbudi pekerti baik. tak ada perbuatan yang dituduhkan kepadanya sebagai celaan. Karena budi pekerti dan akhlaknya yang baik itu, sejak mudanya beliau telah mendapatkan gelar kehormatan dari kaumnya sebagai Al - Amin (yang jujur dan sangat dapat dipercaya).
Kehidupan dan pribadi beliau yang baik itu dijadikan Allah sebagai pola kehidupan yang harus ditiru oleh setiap manusia. Aisyah, istri Rasulullah, ketika ditanya tentang apa dan bagaimana akhlak dan budi pekerti Rasulullah, beliau menjawab bahwa akhlak Rasulullah adalah Al Quran. Oleh karenanya, maka rumah tangga yang baik, adalah yang berpola kepada rumah tangga Rasulullah.
Kepemimpinan yang baik dan ideal, adalah yang berpola kepada kepemimpinan Rasulullah. Ibadah yang baik dan benar berpola kepada yang dilakukan dan dicontoh oleh Rasulullah.
Ajaran Islam Bermuara Pada Akhlak
Risalah Islam yang dibawa Rasulullah, amal dan ajarannya demikian luas dan dalam. Tidak saja meliputi kehidupan umat manusia, tetapi juga menjangkau seluruh kehidupan isi jagat raya ini. Meskipun amalan dan ajarannya telah 14 abad dikaji dan dibahas oleh para cerdik cendikiawan, namun hingga kini keluasan dan kedalamannya masih belum terajuk oleh ilmu dan teknologi. Dan bila kita bertanya apa sebenarnya yang dikehendaki oleh ajaran Islam yang demikian luas dan dalam ini dari makhluk manusia ? maka jawabannya cukup sederhana saja, yakni bahwa Islam menghendaki agar manusia menjadi orang yang baik. dan orang yang baik itu ternyata ada pada akhlak yang mulia dan terpuji.
Maka untuk maksud dan tujuan itulah Muhammad Rasulullah saw, diutus kepermukaan bumi ini, sesuai dengan penegasannya :
"Bahwasanya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak atau budi pekerti yang mulia"
Bahkan dalam salah satu sabdanya yang lain, beliau pernah menegaskan, bahwa orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling mulia dan paling baik akhlaknya. Dengan demikian jelas bahwa semua ajaran dan amalan Islam bermuara pada akhlak yang mulia. Islam memandang bahwa akhlak yang mulia dan utama adalah sebagian dari iman, bahkan merupakan buahnya yang manis. Untuk itulah syariat Islam menggariskan perilaku perbuatan yang bernilai akhlak, dengan perintah - perintahnya.
Syariat Islam membina akhlak yang positif, sedangkan dengan larangan-larangannya, ia menjauhkan nilai-nilai negatif pada akhlak. Itulah sebabnya syari'at Islam selalu mengajak kepada amar bil-ma'ruf dan nahyi 'anil-munkar, memerintahkan kepada yang baik dan mencegah dari yang buruk. Oleh karenanya, bila manusia hidup dalam naungan syari'at, ia akan terdidik kehidupannya dalam nilai-nilai yang baik, serta senantiasa akan menghindari nilai-nilai buruk.
Wujud Kasih Sayang Rasulullah
Seluruh perilaku hidup Rasulullah saw sehari - harinya, merupakan contoh teladan bagi umat manusia. Beliaulah satu -satunya figur manusia yang memiliki pribadi dan akhlak yang mulia dan utama. Pribadi dan akhlaknya merupakan tumpuan yang memperteduh segala makhluk dunia dalam mencari rachmat Ilahi. Kehidupannya merupakan wujud citra yang paling tinggi dalam seluruh aspek kehidupan manusia, tutur bahasanya merupakan puncak segala budi bahasa, risalahnya adalah ujung segala cita-cita yang mulia.
Beliaulah insan kamil manusia paling sempurna dalam lingkungan kemanusiaan, merupakan himpunan dari segala keutamaan, Beliaulah Khatamul Anbiya wal-Mursalin.
Untuk mengetahui sejauh mana kelembutan, kehalusan dan kemuliaan akhlak beliau, terutama sifat kasih sayangnya yang mendalam dituturkan dalam sebuah riwayat sebagai berikut :
Pada suatu hari dimusim panas, beliau pergi kepasar untuk membeli qamis (baju panjang) yang terbuat dari kain wool kasar sebagai pengganti bajunya yang sudah usang. Beliau membawa uang sebanyak 8 dirham. Ketika sedang berjalan dilihatnya ada seorang jariah (budak wanita) di tepi jalan sedang menangis tersedu. Beliau hampiri anak itu, seraya menegur dengan kasih sayang : "Kenapa engkau menangis nak ?", budak wanita tadi menjawab "Aku disuruh majikanku kepasar untuk belanja makanan, aku dibekali uang 2 dirham namun uang itu hilang" jawabnya sambil terus menangis. "Sudah jangan menagis lagi, ini uang 2 dirham, ambilah sebagai pengganti uangmu yang hilang, pergilah belanja", "Terima kasih" kata budak wanita itu, seraya pergi meninggalkan Rasulullah. Rasulullah berpikir bahwa uangnya sudah berkurang 2 dirham, kini tinggal 6 dirham sudah pasti dengan uang tersebut tidak dapat lagi kain wool kasar, paling hanya untuk qamis kain katun. Kemudian beliau meneruskan perjalanan ke pasar dan membeli qamis seharga 4 dirham, dengan demikian masih tersisa 2 dirham, kemudian pulang.
Ditengah perjalanan pulang, Rasulullah mendengar seorang tua berseru ditepi jalan "Siapakah yang akan memberiku pakaian, semoga ia akan diberi Allah pakaian yang indah di sorga" Rasulullah mendekati orang tua itu dan melihat bahwa pakaian yang dipakainya sudah tidak layak lagi untuk dipakai. Maka beliau memberikan qamis yang baru dibelinya itu kepadanya. Selanjutnya Beliau pergi lagi ke pasar membeli pakaian seharga 2 dirham sesuai sisa uangnya, yang tentu kualitasnya lebih rendah dari sebelumnya kemudian beliau pulang dengan rasa puas.
Namun ditengah perjalanan pulang, bertemu dengan budak perempuan tadi dan sedang menangis pula "Apalagi yang engkau tangisi" kata Rasulullah "Uangmu yang hilang telah kuganti, dan engkau sudah belanja" budak itu menjawab "Aku terlalu lama pergi sehingga aku takut pulang, karena majikanku pasti memarahiku", "Oh, engkau jangan kuatir, pulanglah, aku akan mengantarmu sampai kerumah dan bertemu majikanmu" kata Rasulullah.
Budak perempuan itu lalu berjalan menuju rumah majikannya, sementara Rasulullah mengikutinya dari belakang. Setelah sampai, Rasulullah melihat kesekelilingnya sepi dan sunyi, maka beliau dengan suara yang keras berseru menyampaikan salam "Assalamu'alaikum warahmatullah". Tetapi tidak ada jawaban, diulanginya sampai tiga kali, baru ada jawaban dari dalam "Wa alaikumssalam warahmatullahi wa barakatuh". Apakah kalian tidak mendengar salamku " kata Rasulullah maka penghuni rumah menjawab "Kami mendengar ya Rasulullah, namun sengaja kami belum menjawabnya, sampai engkau mengulanginya 3 kali, agar doa yang engkau ucapkan kepada kami lebih banyak keberkatannya", "Baiklah kalau begitu, dan ini aku mengantarkan budak kalian pulang, ia tadi kehilangan uang belanjanya 2 dirham, dan aku telah menggantinya. dan aku harap agar kalian tidak memarahinya karena terlambat pulang" demikian Rasulullah menjelaskan.
"Ya Rasulullah" kata wanita pemilik budak itu, "karena engkau telah menolongnya dan telah melindunginya, maka budak ini sejak saat ini kami merdekakan, semoga senantiasa dalam lindungan Allah, berkat kasih sayangmu"
Tidak dapat dibayangkan betapa gembira dan terharunya hati Rasulullah setelah mendengar pernyataan itu, demikian pula sibudak itu.
Beliau sambil pulang menuju rumah, berseloroh dalam hatinya "Alangkah penuh berkahnya uang 8 dirham ini. Yang kehilangan uang dapat diganti, yang tak berpakaian dapat pakaian, yang ketakutan dapat tertolong, dan seorang budak dapat dimerdekakan, dan aku sendiri dapat membeli qamis"
Apa yang dikerjakan Rasulullah saw, ini patut menjadi cermin bagi kehidupan muslim dalam kesehariannya, lebih-lebih disaat krisis moneter yang sedang dialami oleh kita bangsa Indonesia ini.
Wallahun a'lam bishshawab.

Ijtihad dalam Islam


Ijtihad dalam Islam
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebebenar-benarnya, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kepada tali (agama) Allah, dan jangan-lah kalian bercerai berai". (Ali-Imran: 102-103)

Di tengah-tengah maraknya kebangkitan Islam diberagai belahan dunia, gerakan dan semangat keilmuan merebak di mana-mana. Dalam hal ini, kalangan generasi muda tak ketinggalan ikut mengambil peranan. Semuanya adalah pertanda baik, tapi terkadang sebagian mereka terjerumus ke dalam dua bahaya besar :
Pertama, sebagian mereka dengan mudahnya berfatwa, sementara bahan dan piranti yang mereka miliki sedikit sekali. Ibnul Qayim berkomentar: "Tidak lah seorang mufti atau hakim disebut berkapasitas untuk mengeluarkan fatwa atau untuk menentukan hukum secara benar kecuali ia harus memahami dan mengerti dua hal:
  1. Memahami kondisi sosiologis masyarakat setempat, berbagai hal pendukung terjadinya kondisi tersebut serta berbagai persoalan penting yang berkaitan dengan mereka.
  2. Memahami hukum yang sesuai dengan kondisi tersebut. Dengan kata lain, menerapkan hukum Allah yang ditetapkanNya untuk jenis masyarakat tersebut sebagaimana yang ada dalam Al-Qur'an atau dalam hadis Nabi."
Bila ia benar-benar mengeluarkan segenap kemampuannya pada dua hal tersebut dalam arti yang sebenarnya maka ia tergolong mujtahid. Dengan demikian, minimal ia akan mendapat-kan satu dari dua macam pahala yang dijanjikan baginya.
Kedua, sebagian mereka jika sampai pada kesimpulan hukum (ijtihad) masalah tertentu, ia menganggap bahwa kesimpulan yang dimilikinya itu merupakan kebenaraan akhir dan mutlak, sedang yang lain salah semua. Pada tahap berikutnya, hal itu akan mendorong egonya untuk memaksa-kan pendapat kepada orang lain. Orang yang mendukung pendapatnya dianggap sebagi sahabat karib, sedangkan yang berbeda pendapat dengannya dianggap musuh bodoh, dan ahli taklid.
Di atas itulah fenomena yang pada galibnya terjadi dalam menyikapi persoalan ijtihad. Makalah singkat ini berupaya mengetengahkan manhaj Ahlus Sunnah dan para salafus Shalih dalam soal ijtihad. Sebelum sampai pada isi pokok pembahasan, perlu kiranya kita menggaris bawahi dua hal penting:
  1. Sesungguhnya perbedaan pendapat di kalangan para ulama dulu tidaklah atas dasar hawa nafsu tetapi semua itu berdasarkan dalil dan ijtihad.
  2. Bahwa para ulama adalah orang-orang yang paling dekat dan paling takwa kepada Allah.
Pengaruh takwa ini tampak jelas dalam kehati-hatian mereka dalam berfatwa. Sofyan berkata: "Aku hidup di masa fuqaha. Mereka enggan ber-fatwa kecuali pada situasi yang sangat dibutuhkan".
Perpecahan dan Perbedaan Adalah Tercela
Meskipun ijtihad -yang biasanya lebih berpeluang melahirkan perbeda an pendapat yang berdasarkan atas dalil diperbolehkan, tetapi pada hakekatnya Islam sangat menganjurkan persatuan dan mencela perpecahan.

Kebahagiaan dalam Islam


Kebahagiaan dalam Islam
"Siapa saja yang beramal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman maka Aku akan hidupkan mereka dalam kehidupan yang baik."
( An-Nahl: 97 )

Nabi bersabda, "Sungguh Allah tidak mendzalimi orang mukmin, diberikan kebaikan di dunia, dan di akhirat kelak mendapat balasan, sementara orang kafir Allah berikan rizkinya, karena kebaikannya di dunia, tetapi tidak mendapatkan apa-apa diakhirat kelak (bahkan neraka tempatnya)" (HR. Ahmad Muslim).
Menurut Ibnu Hazm, seorang ulama Andalusia, bahwa manusia seluruhnya sedang menuju ke satu arah yaitu mengusir kegelisahan. Gelisah bodoh, maka belajar, gelisah miskin, dia bekerja, gelisah tidak berperan dalam masyarakat, maka dia mencari jabatan, status sosial dll. Namun seluruh upaya tersebut, tidak membawa kebahagiaan, baik ilmu, harta, maupun jabatan. Hanya satu jalan yang dapat membawa kebahagiaan seseorang, yaitu apabila dia menjadikan Islam sebagai Way of Life, dan menjadikan seluruh sepak terjangnya di jalan Allah.

Kekuatan Tak Terkalahkan


Kekuatan Tak Terkalahkan
"Allah telah menetapkan 'Aku dan Rasul-Rasul-KU pasti menang' Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa" ( Al-Mujadilah: 21 )

Orang sering mengandalkan kekuatan dirinya atau kekuatan senjatanya. Tapi ummat Islam diperintahkan, agar menggantungkan kekuatan yang ada sesuai dengan tujuan tersebut.
Terlalu banyak contoh sejarah ummat Islam yang menang, sementara kekuatan mereka jauh lebih kecil dari kekuatan musuh. Tetapi sebaliknya, ketika mereka besar jumlah personil dan persenjataannya, tetapi kalah karena faktor pembakangan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta berebut duniawi.
Perhatikan sejarah perang Badr yang diabadikan Allah dalam Al-Qur'an surat Al-Aufal, maka disana akan kita dapatkan banyak pelajaran yang berharga buat kita.

Kematian Merupakan Sunnatullah


Kematian Merupakan Sunnatullah
"Tiap-tiap jiwa itu akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." ( Al-Imran: 185 )

Mati adalah pintu yang pasti dimasuki oleh setiap mahluk yang bernyawa tanpa terkecuali, karena itu bukan matinya yang menjadi masalah, namun bagaimana mati yang mulia itu bisa kita peroleh.
Hidup dan mati sekedar ujian agar diketahui siapa dari kita yang amalnya lebih baik. Mati yang mulia adalah mati yang dipersembahkan untuk Allah. Tak heran apabila ada pejuang-pejuang Islam yang siap mati di medan laga karena mereka rindu berjumpa dengan Allah dan surga Firdaus dengan bidadarinya menanti kedatangan mereka (lihat Attaubah:111-112)

Ibadah Haji


Ibadah Haji
"Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan Haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus ( pertanda jauhnya perjalanan) yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka menyaksikan berbagi manfaat bagi mereka dan supaya menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian dari padanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir" ( Al-Haj: 27-28 )

Setiap muslim selalu pasrah kepada Allah SWT seperti yang dicontohkan oleh nabi Ibrahim yang pasrah kepada Allah ketika diperintah menyembelih anaknya Ismail. Demikian pula Ismail pasrah dan tegar menyerahkan dirinya disembelih oleh ayahnya atas perintah Allah, sambil berharap agar menjadi orang yang sabar. Itulah pendidikan yang dicontohkan oleh ibunya Hajar, yang ditinggal oleh suaminya Ibrahim di tempat yang tandus bersama Ismail yang mungil, dan karena keteguhannya serta kepasrahannya, Allah bukakan air zam-zam sebagi makanan, minuman, sekaligus obat dan di abadikan buat umat Islam dunia yang mengunjungi rumah Allah yang dibagun pondasinya oleh Ibrahim AS. Maka, umat Islm diperintahkan untuk berhaji dan berkorban meneladani nabi Ibrahim kekasih Allah SWT.
Memang hidup penuh pengoraban, jangan hidup kalau tidak mau berkorban. tetapi seebaik-baik pengorbanan apabila kita persembahkan kepada Allah semata, kita pun sudah meneken kontrak untuk itu dan selalu kita nyatakan dalam kehidupan sehari-hari: "Bahwa sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya kupersembahkan kepada-Mu ya Allah"

Harkat Wanita


Harkat Wanita
"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS: An-Nisa :1)

Allah SWT menjadikan sepasang manusia pria dan wanita sebagaimana Allah menciptakan ciptaan lainnya berpasangan pula. Ada siang, ada malam, ada bumi ada langit dst. Masing-masing diciptakan berbeda sesuai dengan kodratnya, dan yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara mereka ( QS : Al-Hujurat:13 dan Al-Imran:195 ). Karena itu peran masing-masing diatur oleh Islam agar tidak melebihi porsinya yang berarti hilang keseimbangannya. Kalau dalam abad kegelapan atau jahiliyah, wanita tidak mendapat tempat yang layak seperti diceritakan oleh (QS : An-Nahl:58-59). Islam telah mengangkat harkat wanita dan menjadikannya pendamping pria.

Menyongsong Tahun Baru Hijriyah


Menyongsong Tahun Baru Hijriyah
"Dan katakanlah! Beramallah maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui hal yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS: At-Taubah:105)

Tidak terasa umur kita bertambah satu tahun lagi. Itu berarti jatah hidup kita berkurang dan semakin mendekatkan kita kepada rumah masa depan, kuburan. Pelajaran yang terbaik dari perjalanan waktu ini adalah menyadari sekaligus mengintrospeksi sepak terjang kita selama ini. Kita punya lima hari yang harus kita isi dengan amal baik. Hari pertama, yaitu masa lalu yang telah kita lewati apakah sudah kita isi dengan hal-hal yang dapat memperoleh ridho Allah? Hari kedua, yaitu hari yang sedang kita alami sekarang ini, harus kita gunkan untuk yang bermanfaat baik dunia maupun akhirat. Hari ketiga, hari yang akan datang, kita tidak tahu apakah itu milik kita atau bukan. Hari keempat, yaitu hari kita ditarik oleh malaikat pencabut nyawa menyudahi kehidupan yang fana ini, apakah kita sudah siap dengan amal kita? Hari kelima, yaitu hari perhitungan yang tiada arti lagi nilai kerja atau amal, apakah kita mendapatkan rapor yang baik, dimana tempatnya surga, atau mendapat rapor dengan tangan kiri kita, yang menunjukan nilai buruk tempatnya di neraka. Pada saat itu tidak ada lagi arti penyesalan. Benar sekali kata seorang ulama besar Tabi'in, bernama Hasan Al-Basri, "Wahai manusia sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari, setiap hari berkurang, berarti berkurang pula bagaianmu."
Umar bin Khatab berkata, "Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab."

Pentingnya Sunnah Nabi SAW


Pentingnya Sunnah Nabi SAW
"Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Quran) dan Al-Hikmah (Assunah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (QS. Al-Baqoroh:129)

Doa Ibrahim itu dikabulkan Allah dan diutuslah Nabi Muhammad saw yang membacakan ayat-ayat Allah, mengajarkan Al-Quran dan menjelaskan serta mencontohkan Sunnah yang dijadikan acuan bagi ummat Islam (lihat QS Al-Ahzab:21). Maka beruntunglah orang muslim yang mengikuti jejak Rasulullah saw dan merugilah orang yang meninggalkan ajaran Rasulullah saw kemudian mencontoh ajaran Barat dan Timur.
Islam telah sempurna sebagai agama dan Nabi Muhammad telah usai menyampaikan amanat ajarannya sebagai penutup para Nabi (lihat QS. Al-Maidah:3). Maka sungguh celaka orang yang menambah-nambahi ajaran Nabi yang suci itu, merekalah tergolong tukang bid'ah. Benar sekali perkataan Ibnu Abbas, "Apabila disuatu masyarakat beredar satu bid'ah, maka pada saat itu akan mati satu sunnah, sebaliknya, Jika suatu sunnah dihidupkan di suatu masyarakat, maka satu bid'ah akan tenggelam.
Marilah kita menghidupkan sunnah Rasulullah saw dan meninggalkan bid'ah (lihat QS. Yusuf:108)

Praktek Sunnah


Praktek Sunnah
"Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi diantara kamu dengan berlindung (kepada kawanya) maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih" (QS. An-Nur:63)

Praktek sunnah di negara kita belum mendapat sambutan luas, masih terbatas. hal itu terjadi karena kurangnya memahami pentingnya sunnah dalam kehidupan setiap muslim. Lebih rancu lagi ada anggapan bahwa yang namanya sunnah boleh ditinggalkan, ini menurut istilah fiqih untuk memudahkan perbedaannya dengan yang wajib. Sehingga kecenderungan orang, yang namanya sunnah diremehkan bahkan ditinggalkan sama sekali. Padahal kalau kita lihat praktek sahabat dan para ulama terpercaya, mereka berlomba menjalankan sunnah-sunnah Rasulullah saw. Sebab untuk memperoleh kasih sayang Allah (Mahabbah) kita harus mengikuti Rasulullah saw, termasuk ajaran sunnah-sunnahnya (Lihat QS. Al-Imran:31).
Imam Syafii berkata, "Umat Islam sepakat bahwa barang siapa sampai kepadanya kejelasan sunnah Rasulullah saw, tidak boleh dia tinggalkan karena berpegang dengan ucapan seseorang lain." Benar sekali kata Imam Malik bahwa akhir umat ini tidak akan berjaya, kecuali bila berpegang dengan apa yang dipegang oleh generasi pertama. Marilah kita kembali kepada sunnah Rasulullah saw, dan memulai hidup kembali sesuai dengan tuntunan tersebut agar kita sukses di dunia dan akhirat (QS. Al-Ahzab:71)

Persaudaraan Islam


Persaudaraan Islam
"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat Rahmat." (QS. Al-Hujarat:10)

Allah SWT banyak menekankan arti persaudaraan sesama muslim dalam banyak ayat. Bahkan agar saling memintakan apapun satu sama lain (QS. Al-Hasyr:10) karena banyak saudara seorang muslim merasa kuat, aman dan mendapat perhatian. Dalam persaudaraan terdapat pula hak dan kewajiban minimal ada 6 seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah saw.
Hak seorang muslim terhadap muslim lainya ada enam (dalam riwayat lain disebutkan ada 5): 1. Apabila diberi salam hendaknya dijawab.
2. Apabila diundang hendaknya dipenuhi.
3. Apabila diminta nasihat hendaknya memberi nasihat.
4. Apabila bersin dan mengucapkan hamdallah, hendaknya dijawab yarhamukallah.
5. Apabila sakit hendaknya dikunjungi.
6. Apabila dia wafat hendaknya diantar sampai kuburan. (HR. Muslim).
Ada beberapa hal yang dapat merusak persaudaraan itu, diantaranya sombong, egois, senang memperolok atau mengejek, berbangga diri karena keturunannya, kemaksiatan karena lali terhadap Allah, meninggalkan hukum Allah dsb. Kondisi ummat Islam umumnya dan Indonesia khusunya menuntut persaudaraan lebih urgent. Namun demikian kita jangan termakan propaganda kaum salibis yang sedang gencar menyebarkan dakwah persaudaraan kepada ummat Islam dalam rangka menyeret ummat Islam ke dalam ajaran mereka. Naudzubillahi mindzalik.

Taubat Kepada Allah


Taubat Kepada Allah
"Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, maka memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mngampuni dosa selain daripada Allah ? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui" (QS. Al-Imran:135)

Manusia disebut manusia karena dia tempat lupa dan dosa. Dan sebaik-baik manusia adalah mereka yang apabila melakukan perbuatan dosa baik besar ataupun kecil, baik merugikan orang lain ataupun merugikan dirinya sendiri, maka dia segera kembali kepada Allah. Caranya, dengan meninggalkan perbuatan dosa tersebut, menyesali atas perbuatan itu dan tidak mengulangi lagi perbuatan itu, hal ini disebut taubat kepada Allah. Dan apabila menyangkut hak orang lain, maka dia harus mengembalikannya.
Ayat di atas adalah ayat yang paling berat bagi Syaitan, pasalnya dia bekerja 24 jam untuk menjerumuskan anak manusia itu, namun tiba-tiba dia beristighfar, maka Allah pun mengampuni dosanya. Oleh karena itu Syaitan bekerja keras agar manusia sibuk dengan kemaksiatan dan lalai kepada Allah. Tapi orang yang sadar atas jebakan tersebut, dia tidak akan rela, maka dia akan selalu ingat kepada Allah dan memperbanyak istighfar. Bayangkan Nabi Muhammad saw, manusia suci itu, beristighfar setiap hari tidak kurang 70 sampai 100 kali, bagaimana dengan kita? "Bertaubatlah wahai kaum mukmin agar kita selamat" (QS. An-Nur:31)

Pentingnya Tauhid


Pentingnya Tauhid
"Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah (saja), dan Jauhilah thoghut,' maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)" (QS. An-Nahl:36)

Nilai suatu ilmu bergantung sejauh mana kandungannya. Semulia-mulia ilmu adalah ilmu tauhid, karena kandungannya menyangkut informasi tentang Allah SWT. Seluruh ajaran Islam dibangun diatas tauhid, sehingga kalau disimpulkan isi Al-Quran itu seluruhnya berkisar tentang 5 hal;
  1. Informasi tentang rububiyah Allah SWT dan Asma' dan Sifatnya.
  2. Permintaan agar segala ibadah hanya ditujukan kepada Allah SWT semata.
  3. Perintah dan larangan yang harus dipatuhi sebagai hak-hak tauhid.
  4. Informasi kepastian atas balasan orang yang menjalankan ketentuan di atas baik di dunia maupun di akhirat kelak.
  5. Informasi kepastian atas balasan bagi orang-orang yang tidak mematuhi ketentuan di atas. Baik kesengsaraan di dunia apalagi di akhirat.
Atas dasar itu para rasul diperintah Allah SWT untuk menyeru kepada manusia agar mentauhidkan Allah SWT demi kebahagiaan mereka juga di dunia ataupun di akhirat.

Arti Ibadah


Arti Ibadah
"Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai mati mendatangimu,"(Al-Hijr:99).
"Dan tidaklah aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat:56)

Allah menciptakan kita bukan untuk sia-sia, tetapi karena tujuan mulia yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah adalah kata yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhoi Allah SWT. Kita menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangannya-Nya adalah ibadah. Kita berbuat kebaikan kepada sesama muslim bahkan sesama manusia atau kepada binatang sekalipun karena Allah adalah ibadah. Jadi Ibadah itu artinya luas bukan hanya ibadah mahdhoh (murni) saja seperti shalat, puasa, zakat dan haji, seperti dalam penjelasan Nabi saw bahwa cabang-cabang keimanan itu lebih dari enam puluh atau lebih dari tujuh puluh cabang. Paling utama adalah Lailaha illallah dan paling rendah adalah menyingkirkan duri di jalanan. Tapi ibadah itu tidak berarti positif dunia maupun akhirat sampai memenuhi dua kriteria:
  1. Kriteria pertama, ibadah itu harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah.
  2. Kriteria kedua, ibadah itu harus dilakukan sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.
Satu syarat saja tidak diterima Allah, sampai betul memenuhi kedua persyaratan itu (lihat surat Al-Kahfi:110 dan Al-Mulk:2)

Amal yang Dapat Membangun Kecintaan Kita kepada Allah


Amal yang Dapat Membangun Kecintaan Kita kepada Allah
"Ketahuilah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik" (QS. At-Taubah:24)

Kita semua mengaku mencintai Allah. Pengakuan saja tidak cukup, perlu pembuktian. Di antara kita harus menjalankan dan mencintai amal yang dicintai Allah SWT, bahkan apa yang dicintai Allah, harus lebih kita utamakan daripada apa yang kita cintai dan yang dicintai oleh orang dekat kita seperti ayat di atas.
Ibnul Qoyyim, seorang ulama abad VII, menjelaskan ada sepuluh amal yang dapat membangun kecintaan kita kepada Allah:
  1. Membaca Al-Quran dan memahaminya.
  2. Mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan sunnah-sunnah sesudah selesai menjalankan kewajiban.
  3. Selalu berdzikir dalam segala kondisi, dengan lidah, hati, dan amal perbuatan.
  4. Mengutamakan apa yang dicintai Allah terutama jika bersinggungan dengan hawa nafsu kita.
  5. Mengingat dan menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah yang mulia (Asmaullah Al-Husna) sambil meresapinya.
  6. Memperhatikan karunia dan pemberian Allah baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
  7. Menundukan hati sepenuhnya kepada Allah SWT.
  8. Menyendiri di waktu malam untuk sholat tahajjud, membaca Al-Quran dan bermunajat kepada Allah SWT.
  9. Bergaul dengan para ulama dan orang-orang sholeh, serta mengambil buah baik dari pembicaraan mereka.
  10. Menghindari segala macam hal yang dapat mempengaruhi hubungan hati kita kepada Allah SWT (lihat QS. Al-Baqarah:165)

Ganjaran Bersedekah


Ganjaran Bersedekah
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir, seratus biji, Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (Karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui" (QS. Al-Baqarah:261)

Kebaikan yang dikerjakan oleh setiap muslim akan diganjar Allah 10 kali lipat sampai 700 kali lipat. Tidak terkecuali bersedekah dan berinfak di jalan Allah SWT. Bersedekah termasuk ibadah yang bermanfaat bagi si pelaku dan objek yang menerima sedekah tersebut. Bersedekah itu tidak mengurangi harta, bahkan harta yang disedekahi akan membawa berkah. Hal itu dipraktekan oleh Rasulullah saw seperti yang diriwayatkan oleh Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah saw itu senang bersedekah tetapi beliau tidak mau menerima sedekah. Banyak orang masuk Islam karena pemberian dari Rasulullah saw. Tetapi Annas bin Malik melaporakan bahwa mereka masuk Islam di pagi hari disebabkan oleh dunia, di sore hari mereka telah berubah, dan justru mengeluarkan hartanya di jalan Allah SWT.
Nabi Muhammad saw mengingatkan bahwa manusia senang membanggakan hartanya, sementara yang dia dapat menikmatinya hanya sedikit; barang yang dipakai akan usang, makanan yang dimakan menjadi sari dan kotoran, dan yang disedekahkan di jalan Allah , itu saja yang tertinggal dan bermanfaat (HR. Muslim).
Alangkah beruntungnya orang yang mengerti terhadap amanat harta yang diembanya, sehingga dia tidak berkeberatan untuk menyalurkannya di jalan Allah, itulah harta yang berkah.

BERIMAN KEPADA YANG GHOIB


BERIMAN KEPADA YANG GHOIB
" ( Orang- orang bertaqwa itu ) yang beriman kepada yang ghoib dan mendirikan sholat serta menginfakkan rezki yang Kami berikan kepada mereka" (Q.S Al Baqoroh:3)

Penjelasan:
Beriman adalah ungkapan keyakinan dan kepercayaan terhadap sesuatu. Ghoib adalah segala sesuatu yang tidak tampak oleh panca indra manusia. Beriman kepada yang ghoib menurut seorang ulama bernama Abul Aliyah, "Beriman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan Rasul-rasul, surga dan perjumpaan dengan Allah SWT diakhirat serta hidup sesudah mati, semua itu ghoib." Sedangkan ulama lain bernama Atho` berkata, "Orang yang beriman kepada Allah SWT berarti dia beriman kepada yang Ghoib."
Kehidupan kita memang untuk ujian, banyak hal yang Allah SWT berikan kepada kita melalui kitab suci Al Qur`an dan informasi-informasi Rasulullah SAW dan kita hanya diminta, sebagai orang yang beriman, untuk meyakininya sedangkan kita tidak pernah melihatnya dan tidak bisa membuktikannya secara empiris sampai kita mengalaminya nanti. Karena informasi itu dari Allah SWT melalui Rasul-rasul-Nya, maka kita beriman dan meyakini kebenarannya. Berbeda dengan orang atheis yang menolak hal seperti itu. Diantara yang harus kita yakini terhadap hal-hal ghoib ini adalah;
  • Beriman kepada akan terjadinya hari kiamat ( lihat Q.S Al Qiyamah )
  • Beriman kepada hari Akhirat. Termasuk beriman kepada hari akhirat adalah ;
    • Beriman kepada kebangkitan sesudah mati ( lihat Q.S Al Anbiya: 104, dan Al Mukminun: 15-16 ). Rasulullah SAW bersabda, "Manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat tanpa alas kaki dan telanjang." ( H.R. Bukhori dan Muslim )
    • Beriman kepada perhitungan dan pembalasan sesuai dengan perbuatannya ( lihat Q.S Al Ghosiyah: 25-26, Al An`am: 160 dan Al Anbiya : 47 )
    • Beriman kepada syurga dan neraka. Syurga sebagai tempat yang menyenangkan bagi orang-orang yang bertaqwa ( lihat Q.S.Al Bayyinah: 7-8 dan Al Ahzab:17 ).Sedangkan neraka sebagai tempat penyiksaan bagi orang-orang kafir dan dzalim yang ingkar kepada Allah SWT dan tidak mentaati rasul-rasul-Nya ( lihat Q.S Al Imran:131, Al Kahfi:29 dan Al Ahzab:64-66 ).
Termasuk beriman kepada hari kemudian adalah beriman kepada fitnah dan pertanyaan di kuburan ( H.R Bukhori dan Muslim ). Dan beriman terhadap adanya siksa kubur atau kenikmatan di dalamnya ( lihat Q.S Al An`am:93 dan Ghofir:46 ). Dan Rasulullah SAW memperingnatkan kita agar selalu berlindung dari adzab kubur (H.R Muslim ).
Paling tidak ada 3 keuntungan bagi orang yang beriman kepada yang Ghoib, yaitu;
  • Mendorong untuk beramal sholeh dengan harapan pahala dihari kemudian.
  • Merasa takut untuk bermaksiat karena pedihnya siksaan dihari itu.
  • Hiburan bagi orang beriman kalau tidak memperoleh kenikmatan dunia karena akan mendapatkannya yang jauh lebih baik dari dunia dan seisinya.

Maulid Nabi


Maulid Nabi
"Maka demi Tuhannmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (wahai Muhammad) hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya" (QS. An-Nisa':65)

Rasulullah SAW membimbing ummatnya agar mentaatinya dan mengikuti jalannya. Hanya dengan itu kita selamat. Beliau bersabda, "Kalian harus berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku, berpeganglah dengan sunnah itu dan gigitlah dengan gigi gerahammu sekuat-kuatnya, serta jauhilah perbuatan baru (dalam agama), karena setiap hal yang baru dalam agama itu tergolong bid'ah dan setiap yang bid'ah itu sesat" (HR. Abu Dawud dan At-Turmudzi).
Atas dasar itu kita diperintahkan hanya mengikuti dan tidak boleh membelakangi ajarannya (QS: Al-Hasyr:7, Al-Ahzab: 21).
Dan agama Islam ini telah sempurna sehingga tidak perlu ditambah-tambah (QS: Al-Maidah: 3). Resiko setiap amalan ibadah yang tidak ada dasar contoh dari Nabi SAW, pasti tertolak. Rasulullah SAW memperingatkan keras, "Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu hal baru dalam agama yang tidak ada petunjuk dari kami, maka tertolak" (HR: Bukhari dan Muslim).
Kita wajib mencintai Rasulullah SAW seperti diperintahkan Allah SWT dalam Al-Qur'an Surah At-Taubah:24 dan Al-Ahzab:6. Bahkan kita harus mencintai beliau melebihi cinta kita kepada diri kita, bapak kita, anak kita, dan seluruh manusia (HR: Bukhari dan Muslim). Kenapa demikian?
Karena cinta kepada Nabi Muhammad SAW sebagai prasyarat cinta kepada Allah SWT (QS: Al-Imran: 31). Bagaimana kita mencintai Rasulullah SAW?
1. Mentaati Rasulullah SAW dan mengikuti ajarannya (Al-Imran:31).
2. Mengagungkan dan menghormati Rasulullah SAW baik dengan hati, lisan, dan fisik kita sesuai dengan petunjuk beliau dan contoh yang diberikan oleh para sahabat (QS: Al-A'raaf:157, Al-Fath:9.
3. Banyak menyebutnya, berharap untuk bisa melihatnya dalam mimpi, dan rindu bertemu dengan beliau di surga nanti (QS: Al-Ahzab: 56). "Barangsiapa bersalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bersalawat (memberi rahmat) kepadanya sepuluh kali lipat."Demikian sabda beliau.
4. Mencintai keluarga, kerabat, isteri, dan sahabatnya (QS: At-Taubah:100, Al-Fath:10, dan Al-Hasyr 8-10).
Tapi apabila ungkapan cinta itu berlebihan, maka akibatnya justru merusak dan tidak baik. Apalagi sampai menempatkan Nabi SAW seperti Tuhan, naudzu billahi min dzalik.
Perhatikan bait-bait syiir yang biasa dibaca dalam acara maulidan itu:
Ya akramal khalqi man lii aludzu bihi
Siwaaka inda hululil haaditsil amami
Fainna min juudika dunya wa dhorrotiha
Wa min ulumika ilmul lauhi wal qalam
Artinya:
Wahai makhluk yang paling mulia, siapa lagi yang akan gantungkan perlindungan kepadanya
Selain kepadamu ketika terjadi peristiwa besar
Sungguh kedermawananmu itu dunia dan akhirat
Dan ilmumu mencakup ilmu lauhul mahfudh dan pena
Pujian diatas jelas menempatkan Nabi SAW seperti Tuhan yang memiliki segala yang ghaib. Padahal Nabi SAW adalah seorang manusia yang mendapatkan kehormatan sebagai Rasulullah dan tidak tahu yang ghaib kecuali diberitahu oleh Allah SWT (QS: Al-An'am: 50 dan An-Naml: 65).
Makanya seluruh rangkaian pembelaan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pro peringatan maulid yang mengemukakan 21 alasan kenapa mereka mengadakan maulid, dengan tegas mereka mengatakan perbuatan tersebut bukan sunnah. (lihat pembelaan Muhammad Alawi bin Abbas Al-Maliki dalam muqaddimah mukhtashar fissirah Nabawiyyah, oleh Abdurrahman bin Al Daiba', hal. 4).
Berhubung peringatan maulid Nabi tersebut tidak ada dasarnya dalam agama Islam, maka tidak sepantasnya dipertahankan, dan masa reformasi ini, termasuk bidang ini yang harus direformasi. Wallahu A'lam.

Hawa nafsu

Hawa nafsu
 
"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sungguh beruntunglah orang yang mensucikannya dan merugilah orang yang mengotorinya"
(QS. Asy-Syams:7-10)

Allah SWT menciptakan mahluknya dengan berbagai model. Ada Malaikat yang diberi akal, tapi tidak diberi hawa nafsu, sehingga mereka selalu berbuat kebaikan sesuai perintah Allah. Ada juga binatang yang punya hawa nafsu, tapi tidak mempunya akal. Dan manusia diciptakan Allah sebagai mahluk yang paling sempurna (lihat QS. Attin:4).
Selain bentuk manusia yang bagus, juga lengkap dengan akal dan hawa nafsunya. Tujuannya adalah sebagai ujian, maka apabila manusia mengikuti akalnya sehingga ia hidup sesuai dengan petunjuk Allah, sehingga mereka menjadi mulia melebihi Malaikat. Tapi sebaliknya jika mereka hanya mengikuti hawa nafsunya dan membelakangi petunjuk Allah, niscaya mereka lebih rendah dari binatang.
Jadi, tiada jalan yang terbaik bagi manusia melainkan dia harus bergantung kepada Allah dengan cara mengikuti petunjuk-Nya, agar selamat di dunia dan akhirat. Apalagi jebakan-jebakan yang telah disiapkan oleh iblis dan kaki tangannya untuk menjerat manusia agar jauh dari petunjuk Allah dan tersesat dalam kehidupan yang penuh fatamorgana ini, menambah kecilnya keselamatan manusia dari kesengsaraan api neraka.
Untuk itu nasehat Al-Quran yang berharga menjadi pegangan kita agar kita tidak tenggelam bersama hawa nafsu yang intinya untuk kepentingan perut dan yang dibawahnya (lihat QS. Al-Kahfi:28). Bagaimana kita merubah dari hawa nafsu ammarah bissu' (cenderung ketidakbaikan), hawa nafsu lawwamah (jiwa yang selalu goyang) menjadi nafsu muthmainah (jiwa yang tentram). Semua harus melaksanakan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Hanya dengan hal tersebut kita akan selamat.

Ghibah


Ghibah
"Janganlah sebagian kamu mengunjing (ghibah) sebagian yang lain, sukakah seorang diantaramu memakan saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujarat:12)

Setiap muslim berkewajiban untuk menjaga lidahnya, hendaknya dia berkata baik sehingga bermaslahat bagi dirinya dan pendengarnya atau dia diam (HR. Muttafaq Alaih). Karena setiap kata yang keluar dari lisan seseorang akan dicatat sebagai kebaikan atau keburukan sesuai apa yang dia bicarakan (lihat QS. Qaf:18). Maka dari itu. Nabi saw selalu menganjurkan setiap muslim untuk menjaga lidahnya, karena banyak orang tergelincir ke neraka karena terlalu mengumbar lidahnya yang tidak bertulang itu. "Barang siapa dapat menjaga antara kumis dan jenggotnya (yakni lidah) dan antara kedua kakinya (yakni kemaluannya), maka aku jamin surga" demikian sabda Rasulullah saw (HR. Muttafaq Alaih).
Terlalu banyak bukti bahwa diantara sumber konflik antar pemerintah, masyarakat dan individu disebabkan oleh pernyataan-pernyataan yang sarat dengan tendensi buruk, yang berakibat menyinggung bahkan melukai perasaan pihak lain. Ghibah salah satu penyakit masyarakat yang dapat memperkeruh suasana. Rasulullah saw pernah mendefinisikan ghibah itu, yaitu Anda menyebut saudara / kawan Anda dengan sesuatu yang tidak disukainya. Kemudian beliau ditanya, kalau hal itu memang ada pada orang itu? beliau menjawab, "Kalau pernyataan itu memang ada pada orang itu berarti Anda telah melakukan ghibah, kalau tidak ada berarti Anda berbohong" (HR. Muslim). Memang sebaik-baik orang Islam adalah yang dapat menjaga lisan dan tangannya, sehingga tidak mengganggu pihak lain (HR. Muttafaq Alaih). Dan sepantasnya kita membersihkan diri dari ghibah, karena itu sifat orang beriman (lihat QS. Al-Qashosh:55 dan Al-Mukminun:3)

Fastabiqul Khairat


Fastabiqul Khairat
"Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang mendzalimi diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah, yang demikian itu adalah karunia yang amat besar." (QS. Fathir:32)

Allah SWT membagi umat Islam ke dalam tiga bagian. Masing-masing sesuai dengan kadar perbuatannya. Mereka yang amal buruknya lebih banyak disebut telah mendzalimi dirinya sendiri. Gambaran mereka disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam masalah sholat, seperti orang yang sholatnya tidak tepat waktu, bahkan sering mengakhirkan sholatnya sampai hampir masuk waktu sholat lainnya. Kelompok kedua, adalah umat Islam yang antara amal kebaikan dan keburukannya seimbang. Disebutkan oleh Ibnu Taimiyah sebagai orang yang melaksanakan kewajibannya, tanpa mempedulikan sunnah-sunnah, seperti mereka mengerjakan sholat wajib tepat waktu dan berjamaah hanya saja tidak menambah dengan sholat-sholat sunnah. Adapun yang ketiga adalah mereka yang amal baiknya lebih banyak dari amal buruknya. Mereka disebut telah melaksanakan ajaran Islam dengan baik pada setiap kesempatan dan mereka inilah yang dinamai 'Saabiqun Lilkhairaat. Permisalannya seperti orang yang sholat wajib tepat waktu, berjamaah dan menambah dengan sholat-sholat sunnah. Tentunya kita umat Islam hendaknya berupaya untuk menjadi kelompok ketiga tersebut agar kualitas umat Islam tidak seperti buih laut. Kelihatannya mayoritas secara kuantitas, tetapi kualitas pemahaman dan aplikasi Islamnya sangat rendah.
Maka dari itu marilah kita memenuhi panggilan Al-Quran 'Fastabiqul Khairaat' (QS. Al-Baqarah:148). Hal itu berarti kita harus menyingsingkan baju menggunakan setiap potensi dan peluang untuk kepentingan Islam guna menggapai surga yang lebarnya seluas langit dan bumi, disediakan bagi mereka yang bertakwa (QS. Al-Imran:123)

Mencintai Allah


Mencintai Allah
"Katakan (wahai Muhammad) apabila bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluarga besarmu, harta yang kamu cari, perdagangan yang kamu khawatir kebangkrutannya dan rumah tinggal yang disenanginya, lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya dan berjuang di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." (QS. At-Taubah:24)

Pendahuluan
Alhamdulillah kita telah dijadikan sebagai hamba-hamba muslim yang berserah diri kepada-Nya dengan menyatakan Laailaha illallah wa anna Muhammad Rasulullah. Hanya saja kenyataannya masih banyak dari kita yang belum konsekuen dengan pernyataannya. Kita menyatakan mencintai Allah, kenyataannya lebih mencintai hawa nafsu kita, sehingga tidak sedikit ajaran Allah yang kita langgar. Bahkan lebih dari itu menuhankan kebendaan dengan cara mencintainya melebihi cinta kita kepada Allah. Oleh karena itu Allah mensinyalir hal tersebut dalam Al-Quran surat Al-Baqarah:165, "Sungguh orang beriman lebih mencintai Allah daripada yang lainnya."
Definisi cinta menurut terminologi bahasa adalah kecenderungan atau keberpihakan. Sementara menurut terminologi syara' adalah keberpihakan kepada yang dicintai sehingga mengikuti apa yang dia kehendaki dan meninggalkan apa yang tidak dia sukai, baik secara terang-terangan atau tersembunyi.
Hal-hal yang dapat memalingkan cinta kita kepada Allah, seperti yang disitir Allah dalam Al-Quran surat Al-Imran, "Dihiasi bagi manusia cinta kepada hawa nafsunya daripada wanita, anak-anak, kumpulan emas dan perak, kuda berwarna (kendaraan), peternakan, pertanian, itulah isi dari kehidupan dunia, dan Allah memiliki tempat kembali yang labih baik"
Di atas disebutkan enam bagian yang apabila dicintai oleh manusia melebihi cintanya kepada Allah atau mengikuti kehendak mereka sampai mengangkangi kehendak Allah, maka berarti telah menuhankan hal-hal tersebut, ini sangat berbahaya. Lebih tegas lagi Allah memperingatkan dalam surat At-Taubah:24, "Katakan (wahai Muhammad) apabila bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluarga besarmu, harta yang kamu cari, perdagangan yang kamu khawatir kebangkrutannya dan rumah tinggal yang disenanginya, lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya dan berjuang di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya."
Bagaimana Kita Mencintai Allah
Dalam upaya mencintai Allah, kita harus mengenalnya dengan baik sesuai dengan informasi Al-Quran dan Rasulullah saw, baik kaitannya dengan rububiyah-Nya atau uluhiyah-Nya atau asma' dan sifat-sifat-Nya, baru kemudian mengenal hukum-hukum-Nya, baik perintah maupun larangan. Seorang dikatakan mencintai Allah apabila memenuhi empat syarat:
1. Berbuat sesuai dengan kehendak Allah, dengan menjalankan perintah-perintah-Nya.
2. Meninggalkan seluruh larangan-Nya baik secara dhohir maupun batin.
3. Mencintai orang-orang yang dicintai Allah, yaitu kaum beriman.
4. Membenci mereka yang dibenci Allah, yaitu kaum kafir, fasik dan munafik.

Apa saja yang menghantarkan kita mencintai Allah.
Menurut Ibnul Qayyim, seorang ulama' abad ke-7, ada sepuluh hal yang menyebabkan orang mencintai Allah SWT:
1. Membaca Al-Quran dan memahaminya dengan baik.
2. Mendekatkan diri kepada Allah melalui media sholat sunnah sesudah sholat wajib.
3. Selalu menyebut dan berdzikir dalam segala kondisi dengan hati, lisan, dan perbuatan.
4. Mengutamakan kehendak Allah disaat berbenturan dengan keinginan hawa nafsu.
5. Menanamkan di dalam hati asma' dan siaft-sifat Allah SWT, dan memahami maknanya.
6. Memperhatikan karunia dan kebaikan Allah kepada kita, baik nikmat dhohir maupun nikmat batin.
7. Menunduk hati dan diri ke kehariban Allah.
8. Menyendiri bermunajat dan membaca kitab suci-Nya, diwaktu malam saat orang sedang lelap tidur.
9. Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang sholeh, serta mengambil hikmah dan ilmu mereka.
10. Menjauhkan segala sebab-sebab yang dapat menjauhkan kita daripada Allah.

Penyeimbang Cinta Kepada Allah
Untuk mencintai Allah diperlukan penyeimbang. Digambarkan oleh para ulama bahwa cinta itu bagaikan badan burung, sehingga ia tidak bisa terbang kecuali dengan dua sayap. Dua sayap itulah penyeimbang cinta kita kepada Allah, yaitu rasa harap di satu sisi dan rasa cemas di sisi lain. Rasa harap akan menimbulkan khusnudzan (berbaik sangka) kepada Allah. Bila kita mengerjakan kebaikan, kita berharap amalan kita itu diterima sebagai amal shaleh yang berpahala. Sementara rasa cemas akan mendorong kita melakukan kebaikan, karena rasa cemas itu kita khawatir jangan-jangan amalan baik kita tidak diterima Allah karena ada faktor X-nya. Maka apabila ada rasa cemas pada diri seseorang ketika dia mengerjakan hal-hal wajib, tercermin di dalam benaknya jangan-jangan amalan itu tidak diterima atau kurang sempurna, maka dia terdorong untuk mengerjakan sunnah-sunah dst. Rasa cemas itu juga yang dapat mencegah seseorang untuk tidak melakukan maksiat dan dosa. Dengan demikian burung yang berbadan cinta, bersayap rasa harap sebelah kanan dan rasa cemas di sebelah kiri, maka burung itu akan terbang melayang ke langit bersujud dihadapan sang maha perkasa dan bijaksana. Wallahu a'lam.

Mewaspadai Jahiliyyah


Mewaspadai Jahiliyyah
"Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin." (QS. Al-Maidah:50)

Pendahuluan
Kejahiliyyahan tidak hanya terdapat pada masyarakat Arab sebelum Islam, tetapi ada pada setiap masyarakat, tempat dan masa, yang berarti bahwa itu dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan dalam situasi serta kondisi yang bagaimanapun juga.
Menurut Ibnu Taimiyah, seperti yang dikutip oleh Muhammad Qutb, jahl itu bermakna "Tidak memiliki atau tidak mengikuti ilmu." Karena itu, orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang yang haq (benar) adalah jahil, apalagi kalau tidak mengikuti yang haq itu. Atau tahu yang haq tapi perilakunya bertentangan dengan yang haq, meskipun dia sadar atau paham bahwa apa yang dilakukannya memang bertentangan dengan yang haq itu sendiri.
Didalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman tentang jahiliyyah yang penggunaannya untuk tiga hal. Hal ini menjadi penting untuk kita pahami agar dengan demikian kita menyadari bahwa jahiliyyah itu tidaklah semata-mata bodoh dalam arti tidak punya ilmu, apalagi sekedar bodoh secara intelektual.
1. Jahiliyyah Dalam Ketuhanan
Kata jahiliyyah digunakan untuk menggambarkan kebodohan menusia terhadap konsep ketuhanan yang benar. Manusia yang tidak mengetahui hakikat uluhiyah merupakan manusia yang jahil. Tuhan dalam Islam adalah sesuatu yang tidak bisa dibuat, tidak bisa dilihat dengan pandangan mata, tidak ada sesuatu yang bisa menyamainya, bahkan Tuhan itu justeru yang mencipta segala sesuatu, bukan dicipta oleh sesuatu. Dalam kaitan ini Allah SWT berfirman yang artinya: Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada satu kaum yang tetap menyembah berhala mereka. Bani Israil berkata: "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)." Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui/jahil." (QS: Al-A'raaf 138).
Ayat lain yang terkait dengan masalah ini adalah firman Allah yang artinya: Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". (QS: Al-Baqarah 67)
Dalam Islam, Ketuhanan merupakan maslah yang paling mendasar, bila pada masalah ini manusia sudah menyimpang dari nilai-nilai Islam, maka tidak akan mungkin terwujud kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Karena itu, menjelaskan bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang benar yang harus disembah dan diabdi oleh setiap manusia adalah menjadi misi yang diemban oleh semua Nabi. Karena itu, bila manusia mengabaikan misi para Rsul ini, kehancuran hidup dunia dan akhirat tidak bisa dielakkan lagi sebagaimana sejarah telah mencatatnya, Allah berfirman yang artinya: Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus para Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu", maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk, ada orang yang sudah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (Rasul-rasul). (QS:An-Nahl 36)
2. Jahiliyyah Dalam Hukum
Dalam masalah hukum, Allah SWT juga menggunakan kata jahiliyyah untuk hukum-hukum selain dari hukum Allah atau hukum yang bertentangan dengan hukum-Nya. Itu sebabnya seorang muslim jangan menggunakan hukum yang lain kecuali hukum Allah atau jangan gunakan hukum yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah. Dalam pelaksanaan hukum, manusia sebenarnya mencari keadilan dan manusia tidak akan memperoleh keadilan itu kecuali apabila hukum-hukum Allah ditegakkan. Karena itu, amat aneh apabila manusia ingin mendapatkan keadilan yang hakiki, tapi hukum-hukum lain, yakni hukum yang bertentangan dengan hukum Allah diperjuangkan penegakkannya. Hukum yang datang dari Allah memberikan keadilan bagi umat manusia, baik dalam masalah pribadi, keluarga maupun masyarakat, negara dan bangsa. Allah berfirman yang artinya: "Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin." (QS: Al-Maidah 50).
Sebagai sebuah contoh, ketika beberapa orang sahabat datang kepada Rasulullah SAW untuk meminta komentar atas terjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan para pembesar masyarakat tapi mereka dibiarkan saja dengan kesalahan dan dosa yang mereka lakukan, maka Rasulullah SAW menegaskan: "Seandainya anakku, Fatimah mencuri, akan aku potong tangannya". Disamping itu, ketika Ali bin Abi Thalib mengajukan ke pengadilan seorang Yahudi yang mencuri baju besinya kepada Khalifah Umar bin Khattab, maka di pengadilan itu, Umar justeru membebaskan orang Yahudi dari segala tuduhan, karena kesalahan yang dilakukannya tidak bisa dibuktikan secara hukum. Tegasnya amat banyak contoh dalam sejarah yang menggambarkan betapa bila hukum-hukum Allah ditegakkan, manusia akan mendapatkan keberuntungan, bahkan tidak hanya bagi kaum muslimin, tapi juga mereka yang non muslim. Sementara ketika hukum-hukum jahiliyyah yang tegak, maka yang menderita bukan hanya mereka yang jahiliyyah, kita yang taat kepada Allah juga bisa merasakan akibat buruknya. Hanya persoalannya, begitu banyak manusia yang "bodoh" sehingga tidak bisa membedakan mana yang haq dan bathil dan akibatnya tidak bisa menjatuhkan pilihannya kepada yang haq itu.
Oleh karena itu, siapa saja yang tidak mau berhukum kepada hukum Allah, akan dimasukkan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, Allah berfirman yang artinya: "Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS: Al-Maidah 44).
3. Jahiliyyah Dalam Akhlak
. Kata jahiliyyah juga digunakan oleh Allah SWT untuk menamakan akhlak atau prilaku yang tidak sejalan dengan nilai-nilai yang datang dari Nya, misalnya saja penampilan seorang wanita yang tidak Islami, sikap sombong, pembicaraan yang tidak bermanfaat, perzinahan dll. Allah SWT berfirman dalam kaitan menceritakan kasus yang terjadi pada Nabi Yusuf yang artinya: Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu akan cenderung (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh." (QS: Yusuf 33
Pada ayat lainnya, Allah SWT juga berfirman yang artinya: Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyyah dahulu. (QS: Al-Ahzaab 33). Terdapat juga firman lain yang artinya: Ketika orang-orang kafir menanamkan kedalam hati mereka kesombongan (yaitu) jahiliyyah lalu Allah SWT menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu'min. (QS: Al-Fath 26). Dan ayat yang menggambarkan kejahiliyyahan dalam bentuk pembicaraan yang tidak bermanfaat adalah firman Allah yang artinya: Dan apabila mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang yang jahil." (QS: Al-Qashash 55).
Kejahiliyyahan dalam akhlak telah membawa dampak negatif yang sangat besar sejak masa lalu hingga hari ini dan hari kiamat nanti. Terjadi kerusakan dibidang perekonomian, kemasyarakatan hingga lingkungan hidup yang didiami oleh manusia dan manusia mengalami akibat dari semua itu. Allah berfirman yang artinya: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan menusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS: Ar-Rum 41).
Dalam kehidupan kita di dunia ini, tiga persoalan di atas merupakan sesuatu yang tidak terpisah-pisah, yakni aqidah, syari'ah, dan akhlak. Karena itu, apabila pada tiga sisi ini tidak sejalan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya dalam diri kita, itu berarti telah terjadi kejahiliyyahan pada diri kita yang tentu saja harus kita jauhi, karena kejahiliyyahan merupakan sesuatu yang tercela dan itu sebabnya Rasulullah SAW bertugas membebaskan manusia dari segala unsur kejahiliyyahan.

Aqidah Islamiyah


Aqidah Islamiyah
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69)

Pendahuluan
Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal yang menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya dibanding dengan makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya (Menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh Al-Bukhari di At-Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad di Al-Musnad 5/178-179). Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani di Al-Mu'jamul Kabir 8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yang menerima disebut mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi adalah kepalanya lebih dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga.
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman.
Dalam syariat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama : Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua : Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yang pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua, pertama : Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. Kedua : Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi 110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya."
Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an"
Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.
Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah
Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :
  1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang benar.
  2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
  3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
  4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr."
  5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
  6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari). Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.
  7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
Faedah Mempelajari Aqidah Islamiyah
Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya tidak diragukan lagi. Berbeda dengan filsafat yang merupakan karya manusia, tentu banyak kelemahannya. Makanya seorang mu'min harus yakin kebenaran Aqidah Islamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan tindakannya yang akan menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara ruh dan jasad, antara siang dan malam, antara bumi dan langit dan antara ibadah dan adat serta antara dunia dan akherat. Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah Islamiyah adalah :
  1. Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya kekuasaan, harta, pimpinan maupun lainnya.
  2. Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka.
  3. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki, terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh tawakkal kepad Allah (outer focus of control).
  4. Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap segala ketentuan Allah.
  5. Aqidah Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya, antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT.
Oleh :

Tazkiyah Penyejuk Hati


Tazkiyah Penyejuk Hati
"Dan jiwa serta apa yang disempurnakannya, maka diilhamkan kepadanya keburukan dan ketakwaannya (potensi buruk & potensi baik), Sungguh beruntung orang yang membersihkannya dan merugi orang yang mengotorinya." (Al-Syams: 7-10)

Pendahuluan
Setiap orang bertanggung jawab untuk mencari rizki (baca: dunia) dalam memenuhi kebutuhannya. Tapi tak jarang yang tidak tahu batas sehingga kelewatan (kebablasan) tidak tahu waktu dan tidak mengenal batasan halal dan haram. Dia mengira bahwa kebahagiaan itu terletak pada berapa banyak materi atau harta yang dia punyai. Seperti anggapan umumnya orang bahwa apabila seseorang mempunyai rumah yang mewah, mobil yang wah, perusahaan yang mentereng dan simpanan uang di bank yang menumpuk, istri yang cantik, serta kekayaan lainnya, maka orang tersebut bisa disebut bahagia. Kenyataannya banyak orang kaya seperti gambaran tersebut di atas bahkan lebih, terkadang disebut milyarder, bisa jadi status sosial orang tersebut pengusaha, pejabat atau lainnya, ternyata kehidupannya menderita, sehingga tidak jarang ia terkena penyakit stress oleh berbagai terpaan masalah. Masalah bisa timbul dari persoalan perusahaannya, kadangkala dari persoalan keluarganya dikarenakan istri serong dan anak yang membandel, atau karena sebab-sebab lain. Dalam kondisi seperti itu ternyata harta tidak bisa selalu memecahkan masalah. Memang harta tidak menjamin seseorang akan bahagia. Hanya harta di tangan orang yang sholeh saja yang bisa membahagiakan, demikian pesan Rasulullah saw kepada Amru bin Ash.
Adakalanya orang menyangka bahwa jabatan atau kedudukan sosial itu bisa menghantarkan seseorang kepada kehormatan yang dapat membahagiakan. Untuk tujuan tersebut banyak orang siap menyuap dan berbuat apa saja agar menduduki jabatan tertentu, dengan asumsi bahwa tempat tersebut terhomat dan 'basah'. Biasanya cara perolehan jabatan seperti ini banyak menimbulkan masalah dibelakang hari, terutama menjadi lahan subur bagi para penjilat dan kelompok 'oportunis'. Bisa diduga bahwa karir tersebut akan berakhir dengan kekecewaan-kekecewaan, sebab dibangun dengan landasan yang rapuh dan berkhianat terhadap amanat jabatan tersebut. Memang jabatan tak selamanya membawa kebahagiaan, bahkan tanggung jawabnya berat dikemudian hari. Apabila kamu lemah, jangan kamu memangku jabatan, karena itu adalah amanat dan itu akan menjadi penyesalan di hari kiamat kelak. Demikian petuah Rasulullah saw kepada Abu-Dzar Al-Ghifari suatu saat.
Lain lagi dengan anggapan sebagian manusia berhidung belang, bahwa kebahagiaan itu terdapat pada pelampiasan nafsu kepada wanita sebanyak mungkin dan secantik mungkin. Banyak wanita lemah iman jatuh kepangkuannya. Dia bagaikan orang minum air laut, semakin diminum semakin haus. Tiada hentinya dia mengarungi lautan perzinaan dan banyak dari mereka yang berakhir dengan mengidap penyakit berbahaya. Demikian akibat menyalahi aturan Allah. Model pemuda seperti ini pernah datang kepada Rasulullah saw dan menyatakan bersedia memasuki pelataran Islam, dengan satu syarat agar dia diperbolehkan berzina, karena dia merasa paling suka sama perempuan. Kemudian Rasulullah saw membisiki telinga pemuda tadi seraya bertanya, "Relakah engkau ibumu dizinahi orang?" Dia jawab, "Tidak", "Relakah engkau saudaramu dizinahi orang?" Dia jawab, "Tidak". "Kenapa kamu rela menzinahi, sementara mungkin itu ibunya orang, atau saudara orang, atau tantenya orang lain." Karuan saja pemuda itu bergumam, "Sungguh saya kelewatan." Sejak itu dia berkata bahwa tidak ada perbuatan yang saya benci kecuali berzina. Memang pelampiasan nafsu birahi pada bukan tempatnya (kecuali kawin sah) adalah kenistaan dan tak jarang menghancurkan kehidupan.
Dan ada berbagai macam cara orang mencari kebahagiaan ternyata tidak didapatkan. Siapa hidup di dunia ini tidak ingin hidup bahagia. Ibnu Hazm, seorang ulama yang hebat dari Andalusia, Spanyol, pernah mengatakan bahwa seluruh manusia berjalan ke satu arah yaitu mengusir ketakutan untuk mencapai kebahagiaan; takut miskin bekerja keras mencari harta agar kaya, takut bodoh mencari ilmu agar pintar, takut hina mencari kedudukan agar terhormat, dll. Tetapi semua jalan itu sepanjang perjalanan manusia tidak bisa membahagiakan kecuali Addin (Agama Islam). Bukan saja kebahagiaan dunia tapi juga menembus sampai akhirat.
Kebahagiaan yang tidak dibangun di atas landasan Addin adalah kebahagiaan nisbi/semu. Sementara kebahagiaan yang dibangun di atas landasan Addin adalah kebahagiaan hakiki.
Bagaimana cara membangun kehidupan bahagia yang hakiki..?......,Bersambung

Tazkiyah Penyejuk Hati


Tazkiyah Penyejuk Hati
"Dan jiwa serta apa yang disempurnakannya, maka diilhamkan kepadanya keburukan dan ketakwaannya (potensi buruk & potensi baik), Sungguh beruntung orang yang membersihkannya dan merugi orang yang mengotorinya." (Al-Syams: 7-10)

Lanjutan...........

Pusat Kebahagiaan:
Pusat kebahagiaan itu terletak di hati. Apabila hati seseorang itu dipenuhi dengan cahaya keimanan sesuai dengan petunjuk Allah dan RasulNya, jaminan dia akan bahagia di dunia dan akherat, Allah SWT berfirman dalam QS: An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasn kepad mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
Sebaliknya bagi mereka yang berpaling dari jalan Allah SWT dan mengikuti jalan lain dengan konsepsi syaitan dan konco-konconya, maka pasti cepat atau lambat akan mendapat kesengsaraan dunia apalagi di akherat, Allah SWT berfirman dalam QS: Thaahaa 124-126 yang artinya : "Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia : Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat? Allah berfirman : Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan."
Allah SWT hanya menerima hati yang bersih tulus ikhlas kehidupannya dengan berbagai variasinya dipersembahkan hanya untukNya seperti dalam QS: Asy-Syu'araa 89 yang artinya : "Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih."
Karena hati ini sebagai penggerak dan penentu kebahagiaan seseorang, maka harus diperhatikan seperti yang disinyalir Rasulullah SAW: "Ketahuilah bahwa dalam jasad manusia terdapat segumpal darah, kalau dia baik, seluruh jasadnya baik, namun apabila dia rusak, maka seluruh jasadnya rusak, itulah hati." (HR: Bukhari).
Sebagian ulama salaf menggambarkan bahwa hati ini seperti rumah yang mempunyai pintu dan jendela. Apabila penjagaan pintu dan jendela tidak ketat, bisa dipastikan seisi rumah akan dikuras oleh maling. Pintu dan jendela tersebut adalah mata, telinga, mulut, dan seluruh anggota tubuh. Sedangkan malingnya adalah syaitan dan kroninya. Kita berkewajiban untuk menjaga hati kita dan mengisinya dengan tazkiyah sesuai petunjuk Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. Perlu diketahui hati itu bekerja sesuai dengan fungsinya sebagaimana anggota tubuh kita bekerja sesuai dengan fungsinya. Hati itu hidup, awalnya, tapi proses berikutnya kalau tidak dijaga dan diisi dengan tazkiyah, maka dia bisa sakit bahkan mati. Rasulullah SAW menggambarkan hati dalam sabdanya :"Permisalan petunjuk dan ilmu yang ditugaskan Allah kepadaku bagaikan air hujan yang turun ke bumi. Diantaranya mengenai tanah yang subur dapat menahan air buat menusia dan menumbuhkan pepohonan. Ada yang mengenai tanah tandus, dapat menahan air tetapi tak dapat menghidupkan pepohonan. Tanah pertama seperti hatinya mukmin yang menyerap ilmu Islam serta mengaplikasikan sikonnya. Tanah kedua hatinya orang munafik yang bisa menyerap ilmu Islam tetapi tak menjalankannya. Tanah ketiga seperti hatinya orang kafir yang tidak mengindahkan ajaran Islam apalagi mengamalkannya." (HR: Bukhari).
Tazkiyah :
Tazkiyah secara bahasa berasal dari akar kata zakaa berarti berkembang. Zakaa suatu pohon yang tumbuh dan berbuah. Tazkiyah adalah pengembangan dan pembersihan. Menurut epistomologi syara', tazkiyah berarti perawatan, pengembangan dan pembersihan hati dari berbagai intrik syirik. Al-Qur'an menyebutnya dalam banyak ayat, diantaranya dalam QS: An-Nur 21 yang artinya : "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmatNya kepada kamusekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Juga dalam QS: Al-Jum'ah 2 yang artinya : "Dialah yang mengutus kepada kamu yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata."
Rasulullah SAW selalu berdoa seperti berikut yang artinya:"Ya Allah berikan ketakwaan kepada jiwaku dan bersihkanlah, sesungguhnya Engkau sebaik-baik yang membersihkannya. Engkaulah penolong dan pemiliknya." (HR: Muslim dan Ahmad).
Syariat Islam ini isinya adalah tazkiyah nufus (pembersihan jiwa) sehingga mereka pantas sebagai penduduk surga yang bersih. Tak ubahnya seperti pakaian yang bersih kita letakkan di almari, sementara yang kotor harus dicuci, dijemur dan disetrika. Perhatikan perintah sholat di bawah ini, tujuannya agar orang terhindar dari kekejian dan kemungkaran seperti dalam QS: Al-Ankabut 45 yang artinya : "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaan dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Rasulullah SAW bersabda yang artinya : "Bagaimana menurut kalian kalau ada orang yang mandi di sungai depan rumahnya sehari lima kali, masihkah ada daki yang tersisa? Mereka menjawa : Tidak ada kotoran lagi yang menempel. Beliau melanjutkan : Demikian itu sholat lima waktu, yang karena sholat itu, Allah menghapus dosa-dosa." (HR: Bukhari, Muslim, Turmudzi, dan Nasa'i).
Perintah zakat disebutkan seperti dalam QS: At-Taubah 103 yang artinya : "ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Perintah haji disebutkan sebagai berikut seperti dalam QS: Al-Baqarah 197 yang artinya : "(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafatsa, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya, sebai-baik bekal adalah taqwa dan bertakwalah kepadaKu hai orang-orang yang berakal."
Demikian pula sederetan syariat Allah lainnya bertujuan agar manusia bersih jiwanya. Itulah rahasia dimana Allah tidak menjadikan di dalam diri manusia dua hati, yaitu apabila hati seseorang diisi dengan cinta kepada Allah, seluruh cinta-cinta yang lain keluar dan terikat dengan itu, sebaliknya hati yang diisi cinta selain Allah seperti harta, perempuan, jabatan, dan lain-lain, maka cinta kepada Allah akan terbang. Tak heran ungkapan seorang ulama bernama Ibnu Taimiyah yang artinya :< i>"Di dunia ini ada surga, siapa yang tidak memasukinya, dia tidak akan memasuki surga akherat."
Juga yang artinya: < i>"Apa yang akan diperbuat kepadaku oleh musuh-musuhku? Surga itu milikku ada di dadaku. Kemana saja saya menuju dia bersamaku tidak terpisah. Bila aku dipenjara itu adalah khalwat bagiku, bila dibunuh aku mati syahid dan bila aku diusir kepergianku darmawisata."
Bagaimana cara membersihkan jiwa?

  1. Kita harus Mengenal Diri kita.
  2. Mengisi Diri kita melewati pembersihan (tazkiyah) dengan tiga tahapan:
    1. Pembersihan Aqidah
    2. Pembersihan Dengan Menjalankan Perintah Allah SWT dan Meninggalkan LaranganNya
    3. Menjalankan Sunnah-sunnah Rasulullah SAW
Bagiaman penjelasan cara membersihkan jiwa di atas...?......,Bersambung...

Tazkiyah Penyejuk Hati


Tazkiyah Penyejuk Hati
"Dan jiwa serta apa yang disempurnakannya, maka diilhamkan kepadanya keburukan dan ketakwaannya (potensi buruk & potensi baik), Sungguh beruntung orang yang membersihkannya dan merugi orang yang mengotorinya." (Al-Syams: 7-10)

Lanjutan...........
Bagaimana cara membersihkan jiwa?

  1. Kita harus Mengenal Diri kita.
  2. Mengisi Diri kita melewati pembersihan (tazkiyah) dengan tiga tahapan:
  1. Pembersihan Aqidah
  2. Pembersihan Dengan Menjalankan Perintah Allah SWT dan Meninggalkan LaranganNya
  3. Menjalankan Sunnah-sunnah Rasulullah SAW
Mengenal Diri : Lihat lampiran terpisah.
Adapun tiga tahapan yang harus dilalui oleh seseorang muslim yang ingin mendapatkan kebahagiaan dan ketentraman hidupnya adalah :
I. Tazkiyah Melalui Pembersihan Aqidah
Seluruh isi Al-Qur'an mengandung ajaran aqidah yang lengkap terdiri dari empat bagian :

  1. Pemberitahuan tentang Allah, Nama dan SifatNya disebut dengan Tauhid Ilmiyah Teoritis.
  2. Ajakan agar penghambaan (baca: ibadah) hanya tertuju kepada Allah SWT semata disebut dengan Tauhid Amaliyah Praktis.
  3. Penjelasan tentang perintah dan larangan yang harus ditaati sebagai konsekwensi logis penerimaan tauhid disebut dengan Hak-hak Tauhid.
  4. Keterangan positif tentang hasil yang akan diperoleh pelaku tauhid di dunia maupun di akherat dan akibat buruk bagi yang menolak atau ragu-ragu terhadap tauhid di dunia sebagai kesengsaraan dan di akherat ke dalam api neraka.
Begitu bersih jiwa orang yang beraqidah Islam yang benar sehingga dapat membuahkan kebaikan setiap saat. Digambarkan indah sekali seperti dalam QS: Ibrahim 24-25 yang artinya : "Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhanna. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat."
Berbeda dengan orang yang rusak aqidahnya seperti umumnya musyrikin, maka Allah SWT menyebut mereka jiwanya kotor, seperti dalam QS: At-Taubah 28 yang artinya : "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dan karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana."
Hal itu terjadi karena mereka banya mendzalimi dirinya karena tidak mengindahkan ajakan Sang Pencipta dirinya, seperti dalam QS: Lukman 13 yang artinya : "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedhaliman yang besar."
Akibatnya mereka berjalan diatas kesesatan, seperti dalam QS: An-Nisa' 116 yang artinya : "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya."
Disini rahasia Rasulullah SAW mencurahkan perhatian selama tiga belas tahun saat berada di Mekkah menggembleng para sahabat agar aqidahnya murni dari intrik-intrik syirik apapun bentuknya.
Ibnul Qayyim menggambarkan indah sekali keimanan mereka yang beraqidah itu, ringkasnya, "Mereka adalah manusia yang hatinya dipenuhi dengan pengertian terhadap Allah sampai meluap rasa cinta, rasa takut (baca:khusyu'), pengagungan dan selalu merasa dikontrol Allah SWT (baca: muraqabah). Rasa cintanya telah merasuki seluruh bagian tubuhnya sampai tulang sumsumnya sampai pada tingkat melalaikan cinta selain dari padaNya. Tandanya, ia banyak ingat dan menyebut Allah. Seluruh harap dan cemasnya ditujukan kepadaNya serta selalu bertawakkal dan mengembalikan segala urusannya kepada Allah setelah melakukan berbagai upaya dan sebab yang dibenarkan. Tak jarang ia bertaubat dan tunduk patuh ke keharibaanNya. Apabila dia meletakkan punggungnya di pembaringannya, jiwanya melayang ke hadirat Ilahi sambil menyebut-nyebut nama dan sifat baikNya. Dia menyaksikan asman dan sifatNya telah menerangi cahaya hatinya. Badannya diatas tempat tidur, sementara jiwanya berdarma wisata dan sujud di keharibaan Tuhannya yang dia cintai penuh khusyu' dan rendah diri. Hanya Allah jualah yang memenuhi seluruh kebutuhan manusia dan seluruh makhluk, seperti dalam QS: Ar-Rahman 29 yang artinya : "Semua yang ada di langit, di bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan."
Allah SWT yang mengampuni dosa hambanya, menyelesaikan segala persoalannya, membahagiakan orang yang sedih, menolong yang lemah, memberi kekayaan dan mencukupkan orang muslim. Dialah yang mematikan dan menghidupkan, membahagiakan dan mencelakakan, menyesatkan, dan memberi petunjuk, memberi kekayaan pada segolongan manusia dan menjadikan miskin pada segolongan yang lain, mengangkat derajat suatu kaum dan menghinakan kaum yang lain, dan lain-lain
Begitu pentingnya aqidah ini sehingga harus kita pelajari secara global kemudian terinci dari sumber yang terpercaya. Ini masalah agama (baca: Diin) tidak boleh kita ambil dari sembarang orang, tetapi harus dari yang terpercaya ilmu dan amalnya. Seperti sinyalemen Imam Malik dan Ibnu Sirin, yang artinya: "Ilmu ini, ilmu, hendaknya kamu ambil ilmu agamamu dari orang yang benar-benar kamu percayai."
Tentunya dalam kesempatan yang terbatas ini, kami tidak mengungkapkan poin-poin dalam aqidah, tetapi sebatas pembuka dan perangsang belaka agar diketahui pentingnya hal tersebut.
II. Tazkiyah Dengan Menjalankan Perintah Allah SWT dan Meninggalkan LaranganNya
Sebelum seseorang melakukan atau meninggalkan sesuatu, hendaknya dia tahu betul bahwa hal tersebut memang diperintah sehingga harus dikerjakan atau dilarang sehingga harus ditinggalkan. Sementara yang sering terjadi, ada orang yang menjalankan kewajiban tetapi pada saat yang lain dia melakukan penggaran. Contohnya: Berapa banya orang yang menjalankan sholat di masjid, tetapi kalau pergi ke kantor dia melakukan korupsi. Kita harus konsekwen kalau kita mau selamat, kerjakan yang diperintahkan, tinggalkan yang dilarang. Dalam hadits Qudsi, Allah SWT pernah mengatakan yang artinya : "Allah Ta'ala berfirman: Barangsiapa memusuhi waliku, maka Aku proklamirkan perang kepadanya. Tidaklah seorang hamba mendekat kepadaKu dengan sesuatu yang lebih baik bagiKu daripada yang Kuwajibkan kepadanya. Sementara hambaKu mendekat kepadaKu dengan mengerjakan sunnah-sunnah, sampai Aku mencintainya. Bila Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya untuk mendengarkan, matanya untuk melihat, tangannya untuk berkreasi dan kakinya untuk berjalan. Apabila dia meminta kepadaKu, pasti Kuberikan. Apabila berlindung denganKu, pasti Kulindungi dia. Tidaklah Aku ragu mengerjakan sesuatu seperti ragunya Aku mengambil nyawa orang mukmin karena tak menyukai mati, sementara Aku tak suka menyakitinya." (HR: Bukhari dan lain-lain).
Kewajiban mengerjakan perintah Allah tidak bisa ditawar-tawar atau apa lagi ada anggapan pengecualian bagi orang-orang tertentu. Demikian pula kesalahan besar bagi orang yang mengerjakan Sunnah yang banyak tapi pada saat yang sama dia meninggalkan kewajiban seperti orang yang mengeluarkan sedekah tapi dia tidak bayar zakat sebagai orang mampu yang berkewajiban membayar zakat. Dalam menjalankan kewajiban ini ummat Islam terbagi menjadi tiga bagian seperti dalam QS: Faathir 32 yang artinya : "Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar."
Menurut Ibnu Taimiyah seperti halnya sholat maka orang yang mendzalimi dirinya adalah suka mengundurkan waktu sholatnya. Sementara orang yang ekonomis yaitu orang yang mengerjakan tepat waktu dan sabikun bil khairat adalah orang yang mengerjakan sholat tepat waktu berjamaah dan mengerjakan sunnah rawatib.
Umar bin Khattab ra berpendapat: "Sebaik-baik perbuatan mengerjakan yang diwajibkan Allah dan menginggalkan apa yang dilarang Allah serta berbai niat terhadap Allah SWT."
Namun Syaukani rahimahullah menekankan bahwa meninggalkan larangan Allah lebih utama daripad mengerjakan kewajiban karena adanya hadits Nabi yang artinya : "Jika aku perintahkan sesuatu kepada kalian, kerjakan semampunya. Dan jika aku melarang sesuatu, janganlah kalian dekati." (HR:Muslim).
Ada pula orang yang mempunyai kewajiban menafkahi anak dan isteri, sehingga untuk itu dia mati-matian mencari rizqi. Anehnya sering ia meninggalkan kewajiban lainnya seperti sholat, dan lain-lain. Tak jarang pula dia mencarinya dengan jalan tidak benar seperti riba, korupsi, dan lain sebagainya.
Orang yang menjalankan kewajiban dengan benar, menjalankan sholat, berpuasa dibulan Ramadhan, mengeluarkan zakat jika mampu, menunaikan haji bila berkecukupan, dan menjalankan tanggung jawab sesama manusia, berarti ia telah setengah langkah menuju keselamatan, sementara setengah berikutnya berjalan hal-hal yang dilarang Allah SWT seperti dalam QS: Al-Baqarah 187 yang artinya : "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu, mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larang Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia, supaya mereka bertakwa."
Serta ancaman bagi pelanggarnya seperti dalam QS: An-Nisa' 14 yang artinya : "Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar ketetuan-ketentuanNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan."
Yang perlu diingat selalu bahwa Allah SWT sayang kepada hambanya, maka segala sesuatu yang membahayakan atau merugikan mereka pasti dilarang sedangkan yang baik dibolehkannya. Meskipun sebagian orang tidak tahu apa hikmah pelarangan dan kebolehan sesuatu itu. Untuk hak menghalalkan dan mengharamkan hanya milik Allah seperti dalam QS: Al-A'raaf 157 yang artinya : "(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung."
Dan larangan keras bagi siapa saja yang berbicara halal dan haram tanpa dasar dari Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW seperti dalam QS: An-Nahl 116 yang artinya : "Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secar dusta, ini halal dan ini haram, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidaklah beruntung."
Semua larangan sudah dirinci oleh Al-Qur'an seperti dalam QS: Al-Maidah 3 yang artinya : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekek, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari itu orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepadaKu. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni'matKu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa, karena kelaparan tanpa sengaja berbuat,sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Juga seperti dalam QS: An-nisa' 23 yang artinya : "Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusukan kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu isterimu (mertua), anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri-isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Dan seperti dalam QS: Al-An'am 119 yang artinya : "Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas."
Sedangkan Rasulullah SAW sudah menjelaskan batasan-batasan larangan Allah dalam sabda-sabdanya diantaranya : "Dari Nu'man bin Basyir ra berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Dan diantara keduanya ada yang samar-samar (syubhah), banyak manusia tidak mengetahuinya. Maka barangsiapa menjaga dirinya dari hal syubhah itu, berarti telah bersih agama dan kehormatannya, sementara orang yang terlibat dengan syubhah, terjatuh ke dalam yang haram. Taoh ubahnya seperti penggembala yang menggembalakan kambingnya di sekitar kebon orang, lambat laun ia akan memasukinya. Ketahuilah setiap raja meletakkan batasan larangan. Ingatlah bahwa larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkannya. Sungguh dalam tubuh manusia ada segumpal darah, kalau baik, seluruh badan baik, tetapi kalau rusak, seluruh badan rusak, itulah hati." (HR: Bukhari dan Muslim)
Diantara larangan yang disebut-sebut Rasulullah SAW, larangan menyekutukan Allah, melawan orang tua, berdukun, menyihir, menipu, berbohong, bersaksi palsu, menyembah kuburan, sombong, dengki, bersumpah selain Allah, riya', karena manusia dalam beribadah, tidak khusyu' dalam sholat, mendahului imam saat sholat berjamaah, berzina, minum khamer, makan binatang buas, berjudi, menyetubuhi isteri saat sedang menstruasi, makan riba, mencuri, menyogok, menyerobot tanah orang, bersumpah palsu, mengumpat, mendengarkan musik-musik, mengagungkan gambar yang bernyawa, menggunakan emas, dan sutra bagi pria, menyerupai wanita, sedang menyerupai pria, menadu domba, meratapi orang mati, menato badan, dan lain sebagainya. Semua larangan itu harus kita tinggalkan agar kita mendapat manisnya iman. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, pasti Allah menggantinya dengan yang lebih baik.
III. Tazkiyah Dengan Menjalankan Sunnah Rasulullah SAW
Istilah Sunnah yang dimaksud seperti istilah ahli fiqih yakni amalan taat selain yang wajib apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak terkena sangsi apa-apa.
Agar kita sampai derajat waliullah yang mendapat perlindungan dari Allah seperti tertera dalam hadits qudsi terdahulu. Dimana Allah mencintai hamba yang senantiasa menjalankan Sunnah Rasulullah SAW. Bagaimana kita tidak bahagia di dunia dan apalagi di akherat, kalau kita dicintai dan dilindungi Allah SWT seperti dalam QS: Al-Imran 31 yang artinya : "Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Diantara Sunnah Rasulullah SAW yang perlu kita amalkan adalah:
1. Sunnah-Sunnah Sholat

Dalam riwayat yang yang artinya: "Dari Abdullah bin Umar ra berkata : Aku hafal dari Rasulullah SAW, dua rakaat sebelum dhuhur, dua rakaat sesudah dhuhur, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sebelum subuh." (HR: Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud). Riwayat Muslim dari Aisyah menambah : "Sebelum dhuhur empat rakaat."
Anjuran itu diperkuat oleh sabda Nabi SAW yang artinya : "Dari ummu Habibah binti Abi Sofyan ra, dari Nabi SAW: Siapa yang shalat sehari semalam dua belas sujud (baca: rakaat) selain yang wajib, dibangunkan rumah di surga." (HR: Muslim).
Shalat Sunnah Tahajjud atau Qiyamul Lail
yang artinya : "Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda : Sebaik-baik shalat sesudah yang wajib adalah qiyamul lail." (HR: Muslim).
Juga yang artinya : "Dari Aisyah ra berkata : Rasulullah SAW shalat antara selesai shalat isya sampai subuh sebelas rakaat, beliau salam setiap dua rakaat dan witr satu." (HR: Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).
Shalat Sunnah Dhuha
Yang artinya : "Dari Abu Hurairah ra berkata : Kekasihku berwasiat kepadaku tiga hal : Puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat dhuha, dan shalat witr sebelum tidur." (HR: Bukhari dan Muslim).
Shalat Sunnah Tahiyyatul Masjid
Yang artinya : "Dari Abi Qatadah ra berkata bahwa Nabi SAW bersabda : Apabila anda masuk masjid janganlah duduk sampai melaksanakan shalat dua rakaat." (HR: Bukhari, Muslim, dan Malik).
Demikian sunnah-sunnah muakkad dan masih tersisa sejumlah sunnah yang tidak tergolong muakkad seperti sunnah sesudah wudhu, dan lain-lain.
2. Sunnah-Sunnah Berpuasa
Puasa Sunnah di Bulan Muharram
Yang artinya : "Nabi SAW pernah ditanya : Puasa apa yang paling baik sesudah Ramadhan? Beliau menjawab : Bulan Allah Muharram." (HR: Muslim).

Selesai