APAKAH TASAWUF ITU ?


APAKAH TASAWUF ITU ?
Penamaan Sufi
Penamaan sufi tidak ditemukan secara pasti, dari kata apa asalnya. Ada perbedaan-perbedaan pendapat asal kata sufi ataupun tasawuf. Ibnu Taimiyah meneyebutkan sebagian perbedaan-perbedaan ang ada sebagai berikut;

Dikatakan bahwa lafadz sufi itu dinisbatkan ( disandarkan ) kepada ahli shofwah ( penghuni lorong dekat masjid Nabi ). Ini tidak benar karena kalau demikian maka pasti disebut shofiy.
Adapula yang berpendapat, sufi itu dinisbatkan kepada shof depan dihadapan Allah SWT. Ini pun salah, karena namanya jadi shofiy juga. Konon ada yang menisbatkan sufi kepada Shufah bin Basyar bin Thanjah, satu kabilah dari bangsa Arab, mereka bertetangga dengan Makkah dari zaman dahulu kala. Dinisbatkan orang-orang ahli ibadah ( nassak ) kepada mereka. Ini, walaupun sesuai untuk penisbatan dari segi lafadz yaitu tepat jadi "shufi" namanya, namun penisbatan itu lemah juga. Karena mereka itu tidak terkenal dan tidak populer bagi kebanyakan ahli ibadah. Dan seandainya ahli ibadah itu dinisbatkan kepada mereka maka pastilah penisbatan itu sudah ada pada zaman sahabat an tabi`in serta para pengikut mereka yang pertama. Dan lagi umumnya orang-orang yang berbicara mengenai nama sufi itu tidak mengetahui kabilah ini, dan tidak suka kalau dinisbatkan kepada kabilah yang ada dizaman jahiliyah dan tidak ada dizaman Islam.
Dan dikatakan - ini terkenal- bahwa sufi itu dinisbatkan kepada pakaian as-shuf/ bulu domba/ wool.
Asal kata sufi dari pakaian shuf ( bulu domba ) ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, karena kenyataan yang ada pada masa Ibnu Taimiyah adalah mereka memakai pakaian kasar ( bulu domba ), sebagai pengakuan untuk zuhud ( menahan diri dengan tidak cinta dunia ), dan menampakkan kesederhanaan dan kemelaratan hidup disamping menahan diri dari berhubungan dan meminta-minta pada orang, dan mencegah diri dari air dingin dan makan daging. Demikian pula mereka meninggalkan nikah. Sehingga perbuatan mereka tidak sesuai dengan zuhud ( tidak serakah ) yang disyari`atkan.
Nabi SAW telah mengingkari orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan mencegah diri dari makan daging atau nikah. Seperti hadts yang telah datang dalam kitab Shahihain ( Bukhari dan Muslim ) dari Annas bin Malik, ia berkata, "Ada satu kelompok sahabat yang datang kerumah Nabi SAW untuk menayakan kepada istri-istri beliau tentang ibadah beliau. Setelah mereka diberitahu tentang keadaan ibadah beliau, seolah-olah mereka menganggap ibadah itu masih terlalu sedikit. Kemudian mereka berkata-kata satu sama lain, lalu mereka bertanya, dimana posisi kita dibandingkan dengan Rasulullah SAW padahal Allah SWT telah mengampuni dosa beliau, baik yang teredahulu maupun yang akan datang ?" Lalu salah seorang dari mereka berkata " Saya akan puasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka." Yang kedua mengatakan, " Saya akan menjauhi wanita dan tidak akan kawin selamanya." Lalu Rasulullah SAW datang kepada mereka sembari bersabda, " Kamukah yang telah berkata begini dan begitu tadi ? Ketahuilah, Demi Allah SWT, akulah orang yang paling takut kepada Allah SWT diantara kalian dan yang pailng bertaqwa kepadaNya, tetapi aku berpuasa dan berbuka, sholat dan tidur dan kawin dengan perempuan. Maka barangsiapa yang membenci sunnahku bukanlah ia dari golonganku." ( Diriwayatkan Bukhori dan yang lainnya ). Ibnu Taimiyah dalam menguatkan shuf ( bulu domba ) sebagai sebab penamaan sufi adalah karena mereka terkenal dengan pakaian shuf ( bulu ). Itu hanyalah menyebutkan gejala mereka pada masa itu dan sebelumnya, yaitu pakaian shuf untuk menampakkan zuhud. Tetapi ada pendapat lain tentang penamaan itu menunjukkan sebagian pembicaraan mereka, yaitu pembicaraan yang kembali kepada pemkiran-pemikiran kuno seperti yang disebutkan oleh Al-Biruni Abu-Rahyan yang menisbatkan tasawub kepada kata " Shofia " Yunani yaitu hikmah ( filsafat ), mengingat karena saling dekatnya pendapat-pendapat antara pendapat orang-orang sufi dengan para filosof Yunani kuno.
Tasawuf itu adalah kasus yang lebih berbahaya ketimbang sekedar pakaian kasar, bahkan merupakan pemikiran -pemikiran buatan para filosof yang masuk ikut campur dalam islam padahal sebenarnya jauh dari islam, tetapi disampuli dengan cover yang menimbulkan mengelabuan bahwa tasawub itu termasuk dalam islam.
SEJARAH DAN FITNAH TASAWUF
Orang-orang sufi pada periode pertama menetapkan untuk merujuk kembali pada Al-quran dan As-sunah namun demikian iblis memperdayai mereka karena ilmu mereka yang sedikit sekali.

Ibnul Jauzi (wafat 597H) yang terkenal dengan bukunya Talbis Iblis menyebutkan contoh, Al-Junaid (tokoh sufi), berkata, "Madzhab kami ini terikat dengan dasar, Al Kitab dan As Sunnah." Dia ( Al-Junaid ), juga berkata,"Kami tidak mengambil tasawuf dari perkataan orang ini dan itu, tetapi dari rasa lapar, meninggalkan dunia, meninggalkan kebiasaan sehari-hari dan hal-hal yang dinggap baik. Sebab tasawuf itu berasal dari kesucian mu'amalah (pergaulan) dengan Allah SWT dan dasarnya adalah memisahkan diri dari dunia."
Komentar Ibnul Jauzi,jika seperti ini yang dikatakan para syaikh mereka, maka dari syaikh-syaikh yang lain muncul banyak kesalahan. Karena mereka menjauhkan diri ilmu
Jika memang begitu keadaannya, lanjut Ibnul Jauzi, maka mereka harus disanggah, karena tidak perlu ada sikap manis muka dalam menegakkan kebenaran. Jika tidak benar, maka kita tetap harus waspada terhadap perkataan yang keluar dari golongan mereka.
Dicontohkan suatu kasus, Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata tentang diri Sary As-Saqathy, "Dia seorang syaikh yang dikenal suka menjamu makanan." Kemudian ada yang mengabarinya bahwa dia berkata, "Tatkala Allah menciptakan huruf-huruf, maka huruf ba` sujud kepada-Nya" maka seketika itu pula Imam Ahmad berkata," Jauhilah dia!"
A. Kapan Awal Munculnya Tasawuf
Tentang kapan awal munculnya tasawuf, Ibnul Jauzi mengemukakan, yang pasti, istilah sufi muncul sebelum tahun 200 H. Ketika pertama kali muncul, banyak orang yang membicarakannya dengan berbagai ungkapan. Alhasil, tasawuf dalam pandangan mereka merupakan latihan jiwa dan usaha mencegah tabiat dari akhlak-akhlak yang hina lalu membawanya ke akhlak yang baik, hingga mendatangkan pujian didunia dan pahala diakhirat. Begitulah yang terjadi pada diri orang-orang yang pertama kali memunculkannya. Lalu datang talbis iblis ( tipuan yang mencampuradukkan yang hak dengan yang batil hingga yang batil dianggap yang hak ) terhadap mereka ( orang sufi ) dalam berbagai hal. Lalu iblis memperdayai orang-orang setelah itu daripada pengikut mereka. Setiap kali lewat satu kurun waktu, maka ketamakan iblis untuk memperdayai mereka semakin menjadi-jadi. Begitu seterusnya hingga mereka yang datang belakangan telah berada dalam talbis iblis.

Talbis iblis yang pertama kali terhadap mereka adalah menghalangi mereka mencari ilmu. Ia menampakkan kepada mereka bahwa maksud ilmu adalah amal. Ketika pelita ilmu yang ada didekat mereka dipadamkan, mereka pun menjadi linglung dalam kegelapan. Diantara mereka ada yang diperdaya iblis, bahwa maksud yang harus digapai adalah meninggalkan dunia secara total. Mereka pun menolak hal-hal yang mendatangkan kemaslahatan bagi badan, mereka menyerupakan harta dengan kalajengking , mereka berlebih-lebihan dalam membenani diri, bahkan diantara mereka ada yang sama sekali tidak mau menelentangkan badannya, terlebih lagi tidur.
Sebenarnya tujuan mereka itu bagus. Hanya saja mereka meniti jalan yang tidak benar dan diantara mereka ada yang karena minimnya ilmu, lalu berbuat berdasarkan hadits-hadits maudhu` ( palsu ), sementara dia tidak mengetahuinya.
B. Syaria`t Dianggap Ilmu Lahir Sehingga Aqidahnya Rusak
Kemudian datang suatu golongan yang lebih banyak bicara tentang rasa lapar, kemiskinan, bisikan-bisikan hati dan hal lain-lain yang yang melintas didalam sanubari, lalu mereka membukukan hal-hal itu, seperti yang dialakukan Al-Harits Al-Muhasibi ( meninggal 857 M ). Adapula golongan lain yang mengikuti jalan tasawuf, menyendiri dengan ciri-ciri tertentu, seperti mengenakan pakaian tambal-tambalan, suka mendengarkan syair-syair, memukul rebana, tepuk tangan dan sangat berlebih-lebihan dalam maslah taharah dan kebersihan. Masalah ini semakin lama semakin menjadi-jadi, karena para syaikh menciptakan topik-topik tertentu, berkata menurut pandangannya dan sepakat untuk menjauhkan diri dari ulama.

Memang mereka masih tetap menggeluti ilmu, tetapi mereka menamakannya ilmu batin, dan mereka menyebut ilmu syariat sebagai ilmu dhahir. Karena rasa lapar yang mendera perut, mereka pun membuat khayalan-khayalan yang muskil, mereka menganggap rasa lapar itu sebagai suatu kenikmatan dan kebenaran. Mereka membayangkan sosok yang bagus rupanya, yang menjadi teman tidur mereka. Mereka itu berada diantara kufur dan bid`ah.
Kemudian muncul beberapa golongan lain yang mempunyai jalan sendiri-sendiri, dan akhirnya aqidah mereka menjadi rusak. Diantara mereka ada yang berpendapat tentang adanya inkarnasi/ hulul ( penitisan ) yaitu Allah menyusup kedalam diri makhluk dan ada yang menyatakan Allah menyatu dengan makhluk/ ittihad. Iblis senantiasa menjerat mereka dengan berbagai macam bid`ah, sehingga mereka membuat sunnah tersendiri bagi mereka.
C. Perintis Tasawuf Tak Diketahui Pasti
Abdurrahman Abdul Khaliq, dalam bukunya Al-Fikrus Sufi fi Dhauil Kitab was Sunnah menegaskan, tidak diketahui secara tepat siapa yang pertama kali menjadi sufi dikalangan ummat Islam. Imam Syafi`i ketika memasuki kota mesir menyatakan, "Kami tinggalkan kota Baghdad sementara disana kaum zindiq telah mengadakan sesuatu yang baru yang mereka namakan assama` ( nyanyian )."

Kaum zindiq yang dimaksud Imam Syafi`i adalah orang-orang sufi. Dan assama` yang dimaksud adalah nyanyian-nyanyian yang mereka dendangkan. Sebagaimana dimaklumi, Imam Syafi`i masuk ke Mesir tahun 199 H. Perkataan Imam Syafi`I ini mengisyaratkan bahwa masalah nyanyian merupakan masalah baru. Sedaangkan kaum zindiq tampaknya sudah dikenal sebelum itu. Alasannya, Imam Syafi`i sering berbicara tentang mereka, diantaranya beliau menyatakan, "Seandainya seseorang menjadi sufi pada pagi hari, maka siang sebelum Dhuhur ia menjadi orang yang dungu." Dia ( Imam Syafi`i ) juga pernah berkata." Tidaklah seseorang menekuni tasawuf selama 40 hari, lalu akalnya ( masih bisa ) kembali normal selamanya."
Semua ini, menurut Abdurrahman Abdl Khaliq, menunjukkan bahwa sebelum berakhirnya abad kedua Hijriyah terdapat satu kelompok yang diakalangan ulama Islam dikenal dengan sebutan Zanadiqoh ( kaum zindiq ), dan terkadang dengan sebutan mutashawwifah ( kaum sufi ). Imam Ahmad ( 780-855 M.) hidup sezaman dengan Imam Syafi`i ( 767-820 M.) dan pada mulanya berguru kepada Iamam Syafi`i. Perkataan Imam Ahmad tentang keharusan menjauhi orang-orang tertentu yang berada dalam lingkaran tasawuf, banyak dikutip orang. Diantaranya ketika seseorang datang kepadanya sambil meminta fatwa tentang perkataan Al-Harits Al Muhasibi ( tokoh sufi, meninggal 857 M.).Lalu Imam Ahmad bin Hanbal berkata, "Aku nasihatkan kepadamu, janganlah duduk bersama mereka." ( duduk dalam majlis Al-Harits Al-Muhasibi ).
Imam Ahmad memberi nasehat seperti itu karena beliau telash melihat Majlis Al-Harits Al-Muhasibi. Dalam majlis itu para peserta duduk dan menangis_menurut mereka_untuk mengoreksi diri. Mereka berbicara atas dasar bisikan hati yang jahat.
Perlu kita cermati, kini ada kalangan-kalangan muda yang mengadakan daurah/ penataran atau halaqah/ pengajian, lalu mengadakan muhasabatun nafsi/ mengoreksi diri, atau mengadakan apa yang mereka sebut renungan, dan mereka mengangis tersedu-sedu, bahkan ada yang meraung-raung.Apakah perbuatan mereka itu ada dalam sunnah Rasulullah SAW ? Ataukah memang mengikuti kaum sufi itu ?
D. Abad Ketiga Hijriyah Sufi Mulai Berani
Semua Tokohnya dari Parsi, tampaknya Imam Ahmad bin Hanbal r.a mengucapkan perkataan tersebut pada awal abad ketiga Hijriyah. Namun sebelum abad ketiga berakhir, tasawuf telah muncul dalam hakekat yang sebenarnya, kemudian tersebar luas ditengah-tengah umat, dan kaum sufi telah berani mengatakan sesuatu yang sebelumnya mereka sembunyikan. Jika kita meneliti gerakan sufisme sejak awal perkembangannya hingga kemunculan secara terang-terangan, kita akan mengetahui bahwa seluruh tokoh pemikiran sufi pada abad ketiga dan keempat Hijriyah berasal dari Parsi ( mini namanya Iran, dulu pusat agama Majusi, kemusyrikan yang menyembah api, kemudian menjadi pusat agama Syiah ), tidak ada yang berasal dari Arab.

Sesungguhnya tasawuf mencapai puncaknya, dari segi aqidah dan hukum, pada akhir abad ketiga Hijriyah, yaitu tatkala Husein bin Manshur Al-Hallaj berani menyatakan keyakinannya didepan penguasa, yakni dia menyatakan bahwa Allah SWT menyatu dengan dirinya, sehingga para ulama yang semasa dengannya menyatakan bahwa dia telah kafir dan harus dibunuh.
Pada tahun 309 H./922 M.ekskusi ( hukuman mati ) terhadap Husein bin Manshur Al Hallaj dilaksanakan. Meskipun demikian sufisme tetap menyebar dinegri Parsi, bahkan kemudian berkembang di Irak.
E. Abad Keempat Mulai Muncul Thariqat/ Tarekat
Tersebarnya sufisme didukung oleh Abu Said Al-Muhani. Ia mendirikan tempat -tempat penginapan yang dikelola secara khusus dan selanjutnya ia ubah menjadi markas sufisme. Cara penyebaran sufisme seperti itu diikuti oleh para tokoh sufi lainnya sehingga pada pertengahan abad keempat Hijriyah berkembanglah cikal bakal thariqat/ tarekat sufiyah, kemudian secara cepat tersebar di Irak, Mesir, dan Maghrib (Maroko ).

Pada abad keenam Hijriyah muncul beberapa tokoh tasawuf, masing-masing-masing-masing mengaku bahwa dirinya keturunan Rasulullah SAW, kemudian mendirikan tempat thariqat sufiyah Ar-Rifa`i ( Rifa`iyah ); diMesir muncul Al-Bada-wi, yang tidak diketahui siapa ibunya, siapa bapaknya, dan siapa keluarganya; demikian juga Asy-Syadzali ( Syadzaliyah/ Syadziliyah ) yang muncul diMesir. Dari thariqat tersebut muncul banyak cabang thariqat sufiyah.
F. Abad ke-VI, VII,dan VIII Puncak Fitnah Sufi
Pada abad keenam, ketujuh, dan kedelapan Hijriyah fitnah sufisme mencapai puncaknya. Kaum sufi mendirikan kelompok-kelompok khusus, kemudian diberbagai tempat dibangun kubah-kubah diatas kubur an. Semua itu terjadi setelah tegaknya Daulah Fathimiyah ( kebatinan ) di Mesir, dan setelah perluasan kekuasaan kewilayah-wilayah dunia Islam. Lalu, kuburan-kuburan palsu muncul, seperti kuburan Husain bin Ali r.a di Mesir, dan kuburan sayyidina Zainab. Setelah itu mereka mengadakan peringatan Maulud Nabi SAW, mereka melakukan bid`ah-bid`ah dan khufarat-khufarat. Pada akhirnya mereka meng-ilah-kan ( menuhankan ) Al-Hakim Bi-Amrillah Al-Fathimi Al-Abidi.

Propaganda yang dialakukan oleh Daulah Fathimiyah tersebut berawal dari Maghrib ( Maroko ), mereka menggantikan kekuasaan Abbasiyah yang Sunni. Daulah Fathimiyah berhasil menggerakkkan kelompok-kelompok sufi untuk memerangi dunia Islam. Pasukan-pasukan kebatinan tersebut kemudian menjadi penyebab utama berkuasanya pasukan salib ( Kristen Eropa ) diwilayah-wilayah Islam.
Pada Abad kesembilan, kesepuluh dan kesebelas Hijriyah, telah muncul berpuluh-puluh thariqat sufiyah, kemudian Aqidah dan Syariat sufi tersebar ditengah-tengah umat. Keadaan yang merata berlanjut sampai masa kebangkitan Islam baru.
G. Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya memerangi Sufi
Sesungguhnya kebangkitan Islam sudah mulai tampak pada akhir abad ketujuh dan awakl abad kedelapan Hijriyah, yaitu tatkala Imam Mujahid Ahmad bin Abdul Hakim Ibnu Taimiyah ( 1263-1328 M.) memerangi seluruh aqidah yang menyimpang melalui pena dan lsannya, diantara yang diperangi adalah aqidah kaum sufi.

Setelah itu, perjuangan beliau dilanjutkan oleh murid-muridnya, seperti Ibnul Qoyyim ( Damaskus 1292-1350 M.), Ibnu Katsir ( wafat 774 H.), Al Hafizh Adz Dzahabi, dan Ibnu Abdil-Hadi.
Meskipun mendapat serangan, tasawuf dan aqidah-aqidah batil terus mengakar, hingga berhasil menguasai umat. Namun pada abad ke-12 H. Allah SWT mempersiapkan Imam Muhammad bin Abdul Wahab untuk umat Islam. Ia memepelajari buku-buku Syaikh Ibnu Taimiyah, kemudian bangkit dan memberantas kebatilan. Dengan sebab upaya beliau, Allah SWT merealisasikan kemunculan Kebangkitan Islam baru.
Da`wah Muhammad bin Abdul Wahhab disambut oleh orang-orang mukhlkis diseluruh penjuru dunia Islam. Namun, daulah sufisme tetap memiliki kekuatan diberbagai wilayah dunia Islam, dan simbol-simbol tasawuf masih tetap ada. Simbol-simbol tasawuf yang dimaksudkan adalah kuburan-kuburan, syaikh-syaikh atau guru-guru sesat, dan aqidah-aqidah yang rusak dan batil.

HAKIKAT GODAAN JIN & SETAN


HAKIKAT GODAAN JIN & SETAN
Jin adalah makhluk Allah yang mempunyai kemampuan mengubah diri dengan berbagai bentuk. Mereka makan, minum, kawin dan beranak-pinak. Membisikkan dan menggoda manusia. Dapat melihat manusia, tidak sebaliknya. "Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka". (Al A'raf: 27). Di antara mereka ada yang beriman, juga ada yang kafir (Al Jinn: 11 dan 14). Golongan yang kafir adalah setan. Mereka takut pada manusia. Mereka makhluk lemah. Suka mencari rahasia langit (hal ghaib), tetapi mereka diusir dengan panah api (Al Jinn: 8-9).
Apakah Jin itu ?
Jin menurut bahasa berarti: sesuatu yang tersembunyi dan halus. Sedangkan setan ialah: setiap yang durhaka dari golongan jin, manusia atau hewan. Dia dinamakan jin disebabkan tersembunyi-nya dari mata (pandangan). Jin diciptakan dari api yang sangat panas (Al Hijr: 28).
Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Setan menampakkan dirinya ketika aku shalat, atas pertolongan Allah, aku dapat mencekiknya hingga kurasakan dingin air liurnya di tanganku, jika tidak disebabkan doa saudaraku Nabi Sulaiman, pasti kubunuh dia".(HR. Al Bukhari).
Berubah Bentuk
Setan pernah menampakkan diri dalam wujud orang tua kepada kaum Quraisy sebanyak dua kali. Pertama; ketika suku Quraisy berkonspirasi untuk membunuh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di Makkah. Kedua; pada perang Badr (tahun 2 Hijriah), lihat Surat Al Anfal: 48. Jin beranak pinak dan berkembang biak (lihat surat Al Kahfi: 50).
Tempat-tempat Jin
Jin mendiami bumi sebelum adanya manusia dan kemudian tinggal bersama manusia. Tinggal di rumah bersama manusia, tidur di ranjang yang tidak ditiduri. Tempat yang paling disenangi adalah WC. Sebab, WC tempat manusia membuka aurat.
"Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari Surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya" .(Al 'Araf: 27).
Ketika kita masuk ke dalam WC, agar aurat kita terhalang dari pandangan jin, hendaknya kita membaca doa berikut: ( Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari (gangguan) setan laki-laki dan setan perempuan). (HR. At-Turmudzi). Setan suka berdiam di kubur dan tempat sampah. Oleh karena itu kuburan menjadi tempat meditasi bagi tukang sihir. Nabi SAW melarang kita tidur menyerupai setan. Setan tidur di atas perutnya (tengkurap) dan telanjang. Tidur telanjang menarik setan untuk mempermainkan aurat manusia dan menyebabkan penyakit.
Qarin
Setiap manusia disertai setan yang selalu menggodanya. Allah berfirman, artinya: "Yang menyertai dia (qarin) berkata (pula): "Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya tapi dialah (manusia) yang beradadalam kesesatan yang jauh". (Qaf: 27).
Manusia dan qarin-nya akan bersama di hari hisab. Aisyah bercerita: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dari rumah di malam hari, aku cemburu karenanya. Tak lama ia kembali dan menyaksikan tingkahku, lalu ia berkata:
"Apakah kamu telah didatangi setanmu?"
"Apakah setan bersamaku?"
"Ya, bahkan setiap manusia"
"Termasuk engkau juga?"
"Betul, tetapi Allah menolongku hingga aku selamat dari godaannya". (HR. Ahmad)

Setan makan bersama manusia yang tak berdoa ketika mau makan. Setan makan dengan tangan kiri, sendirian dan dengan jarinya. Rasulullah ` melarang makan dengan tangan kiri. Beliau menyuruh kita makan bersama-sama, mencuci tangan dan mulut sebelum dan sesudah makan. "Setan adalah pencari rahasia dan suka menjilati sisa makanan maka jauhilah. Siapa yang tidur sedang di tangannya masih tersisa bau makanan lalu tertimpa penyakit, maka jangan ada yang disalahkan kecuali dirinya sendiri".(HR. At-Turmudzi).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh kita mematikan lampu, menutup pintu, jendela, tempat-tempat penyimpanan air dan makanan dengan rapat sebelum tidur. Jika manusia tidur dan membaca doa sebelumnya, setan menjauhinya. Allah menjaga orang yang sebelum tidur membaca doa. Jika manusia tidur tanpa berdoa, setan mengikat kepalanya dengan tiga ikatan, jika ia bangun dan mengingat Allah, terlepaslah satu ikatan, jika ia berwudhu terlepas lagi satu ikatan lainnya dan jika ia shalat terlepaslah ikatan yang terakhir.
Allah akan menghisab (memperhitungkan amal) bangsa jin pada hari kiamat. Jin yang baik (shalih) masuk Surga. Allah berfirman, artinya: "(Bidadari-bidadari) yang tidak pernah disentuh oleh manusia dan tidak pula oleh jin". (Ar-Rahman: 56). Golongan jin menikahi bidadari-bidadari dari bangsa jin. Golongan jin yang ahli maksiat masuk Neraka. Allah berfirman, artinya: "Dan tetaplah atas mereka keputusan azab pada umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari jin dan manusia". (Fushshilat: 25).
Tidak Mengikuti Jejak Setan
Al Qur'an menceritakan kisah Adam bersama iblis. "Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya". (Al Kahfi: 50). Semenjak itu setan bersumpah akan menyesatkan Adam dan keturunannya. "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di muka bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan". (Al Baqarah: 168).
"Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan mungkar". (An Nur: 21). "Sesungguhnya setan itu bermaksud menimbul-kan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat". (Al Ma'idah: 91).
Mohon Perlindungan
Allah menyuruh kita agar banyak minta perlindungan dari godaan setan. Dan katakanlah: "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku dari kedatangan mereka kepadaku". (Al Mu'minun: 97-98).
Setan berangsur-angsur menarik kebinasaan Allah berfirman: "Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Ar Rahman (Al Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang mnyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar sedang mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk". (Az Zukhruf: 36-37).
Atas dasar ini diadakan diskusi-diskusi, mu'tamar-mu'tamar dan konferensi-konferensi keburukan. Tak ada kemanfaatan dari pelaksanaan dan hasil-hasilnya. Setan membisikkan bahwa syariat Islam tidak cocok di jaman ini, keras dan melanggar HAM.
Siapa yang cenderung kepada mereka menjadi musyrik. Jaman dahulu setan mencuri pendengaran berita-berita dari langit yang disampaikan para malaikat langit kepada para malaikat bumi. Setelah Nabi Muhammad SAW diutus, Allah menerangkan keadaan syetan: "Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang (setelah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diutus) barangsiapa mencoba mendengar-dengar (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya)". (Al Jinn: 9) dan (Al Mulk: 5).
Sihir
Sihir termasuk pekerjaan setan yang utama. Praktek-praktek sihir berkembang di masyarakat yang lemah iman atau tidak beragama sama sekali. Betapa banyak orang datang ke dukun/paranormal untuk minta banyak rizki, berobat dari penyakit, ingin cepat dapat jodoh, lulus dalam ujian, rujuknya wanita yang telah dicerai atau sebaliknya dan selainnya, yang hal-hal tersebut merupakan kekuasaan Allah, sedang kita hanya diperintah untuk berdoa dan berusaha. Para dukun/paranormal mempunyai mata-mata (dari setan dan manusia) yang menyebar di masyarakat untuk mencari tahu rahasia-rahasia mereka, lalu mereka menceritakan itu pada tuannya. Dan ketika seseorang mendatanginya dengan mudahnya dia menceritakan keadaan orang tersebut, lalu ia heran dan tertipu. Seakan-akan si dukun tahu hal-hal ghaib. (Dr. Jaudah Muhammad 'Awad, diterjemah ringkas oleh Asri Ibnu Tsani)

TARBIYAH IMANIYAH BAGI ANAK


TARBIYAH IMANIYAH BAGI ANAK
Selepas Ramadhan, kita mengharap dosa-dosa kita diampuni sehingga kita seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya, dan tugas kita selanjutnya adalah mendidik anak-anak kita agar terbiasa taat sejak dini, tidak seperti kita yang terlanjur berlumur dosa. Berikut penjelasannya.
Rumah tangga muslimah yang merupakan lingkup terkecil dari bangunan masyarakat Islam, adalah pondasi utama yang sangat menentukan keberhasilan dakwah Islam. Karena dakwah, secara langsung maupun tidak langsung dimulai dari lingkup keluarga. Allah berfirman, artinya: "Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dipe-rintahkanNya kepada mereka dan selalu menger-jakan apa yang diperintahkan." (At-Tahrim: 6).
Menafsirkan firman Allah, 'Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka', Ali bin Abi Thalib z mengatakan, 'Didiklah dan ajarilah mereka, lakukan keta'atan kepada Allah, jauhi kemaksiatan kepadaNya dan perintahkan keluargamu untuk senantiasa berdzikir, niscaya Allah menyelamatkan kalian dari api Neraka'.
Seorang ummi (ibu) muslimah adalah orang yang paling banyak diam di rumah dan bergaul dengan anak-anak mereka. Maka berkaitan dengan tanggung jawab ini seorang ummi muslimah mempunyai peran khusus. Rasulullah r dalam sebuah haditsnya yang panjang bersabda: "Dan seorang wanita adalah pemelihara bagi rumah tangga suaminya dan anaknya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka." (HR. Al-Bukhari).
Permasalahannya adalah bagaimana caranya agar seorang ummi (ibu) benar-benar berfungsi sebagai madrasah bagi anak-anak mereka? Jawabnya tentu dengan mempersiapkan mereka dengan ilmu syar'i yang akan mereka amalkan serta mengajak orang lain untuk mengamalkannya, ke-mudian sabar dalam melaksanakannya. Untuk itu, setiap ummi muslimah harus mem-persiapkan dirinya dengan sebaik-baiknya, terutama dalam memberikan tarbiyah imaniyah (pendidikan keimanan) kepada anak dan keluarga pada umum-nya. Di antara hal-hal yang harus diperhatikan da-lam kaitannya dengan tarbiyah imaniyah adalah sebagai berikut:
  1. Memilih pasangan hidup sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Artinya, tanggung jawab ini sudah dimulai ketika seorang muslim/muslimah beranjak membangun kehidupan baru (berumah tangga). Rasulullah r bersabda, artinya: "Seorang wanita dinikahi karena empat perka-ra; karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Pilihlah wanita yang taat pada agama, (jika tidak) engkau akan merugi." (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah z). Rasulullah r juga bersabda: "Jika datang kepada engkau seseorang yang engkau ridhai dien (agama) dan akhlaknya maka nikahkanlah dia, jika tidak maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi." (HR. At-Tirmidzi, hasan gharib). Sebuah rumah tangga yang dibangun di atas kaidah yang benar dalam memilih pasangan hidup akan membantu terwujudnya kehidupan yang selamat dan bahagia dengan idzin Allah I. Karena itu, raihlah keberuntungan itu dengan menikahi wanita yang baik agamanya.
  2. Mengingat Allah dalam setiap keadaan.
  3. Mendo'akan kebaikan untuk anak sebelum mereka dilahirkan. Dan hendaklah beberapa saat setelah kelahiran anak , sang ummi mengenalkan kalimat tauhid melalui adzan pada telinga sang bayi. Rasulullah r mencontohkan hal ini sebagaimana tersebut di dalam hadits Abi Rafi'. "Aku melihat Rasulullah r mengumandangkan adzan pada telinga Al-Hasan bin Ali ketika Fati-mah melahirkannya dengan selamat dengan adzan shalat." (HR. At-Tirmidzi. Al-Albani berkata, hasan shahih). Sehingga kalimat yang mengandung keagungan Allah inilah sebagai hal pertama yang ia dengar.
  4. Seorang anak, tanpa diperintah ataupun dilarang akan menirukan segala ucapan dan gerakan sang ummi. Seorang anak kadang kita lihat menirukan gerakan orang tuanya dalam shalat, duduk, ruku' dan sujud. Juga dia selalu berusaha mengulangi ucapan-ucapan yang ia dengar. Dan ini terjadi di saat usia mereka masih kurang dari tiga tahun maka ummi-lah yang harus pandai-pandai menjadi contoh langsung bagi anak-anak mereka.
  5. Sebagaimana kita ketahui bahwa tauhid merupakan asas pokok dalam beribadah kepada Allah, maka sudah selayaknyalah sedini mungkin kita mengenalkan kepada anak tentang keesaan Allah, rububiyah-Nya, uluhiyah--Nya serta asma' dan sifatNya, hingga mereka mampu beribadah kepada Allah sesuai dengan syari'at yang dikehen-dakiNya. Misalnya kita jelaskan tentang konsekuensi-konsekuensi tauhid lewat kisah-kisah atau kita berikan contoh-contoh yang bisa membawa anak memikirkan tentang makhluk-makhluk Allah yang menunjukkan keesaanNya. Hal itu misalnya dilaku-kan dengan melihat alam sekitar, sehingga secara bertahap akan tumbuh iman mereka kepada Allah U dengan dalil dan petunjuk.
  6. Melatih anak-anak dengan latihan-latihan ibadah seperti shalat, shiyam (puasa), shadaqah serta membiasakan mereka dengan do'a-do'a yang masyru' (diajarkan) dalam setiap keadaan, sehing-ga tumbuh iman dan tawakkal (ketergantungan) mereka kepada Allah I. Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari seorang shahabiyah Rubayyi binti Muawwid. "Rasulullah r mengirim utusan pagi hari Asyura ke kampung-kampung kaum Anshar (untuk meng-umumkan), 'Barangsiapa berbuka pada hari ini maka hendaknya ia menyempurnakan sisa harinya dengan berpuasa dan barangsiapa berpuasa pada hari ini maka hendaknya ia sempurnakan puasanya.' Rubayyi berkata, 'Adalah kami berpuasa setelah itu dan kami mempuasakan anak-anak kami, kami buatkan untuk mereka mainan yang terbuat dari bulu. Apabila di antara mereka ada yang menangis minta makan, maka kami berikan mainan tersebut hingga tiba waktu berbuka.'"
    Dalam hadits di atas terdapat dalil untuk mela-tih anak-anak berpuasa dan membiasakan mereka beribadah hingga tumbuh menjadi pemuda- pemudi yang taat.
  7. Ketika menginjak usia tujuh tahun hendak-nya sang ummi mengajarkan kepada anak-anak mereka tingkatan-tingkatan dien yaitu Islam, iman, dan ihsan, mengajarkan kepada mereka hukum-hukum thaharah dan shalat, baik rukun-rukun, kewajiban, sunnah-sunnah serta pembatal-pembatalnya, dengan menghafal dalil-dalilnya. Hal ini harus terus kita lakukan tanpa bosan-bosan selama tiga tahun dalam rangka melatih mereka. Dan itu bisa menggunakan banyak cara, baik rayuan, pemberian hadiah ataupun dalam bentuk ancaman jika diperlukan. Dan jika telah berusia 10 tahun tetapi mereka masih lalai, kita memu-kulnya dengan pukulan yang mendidik tanpa menimbulkan luka. Rasulullah r bersabda: "Perintahkan anak-anak kalian melakukan shalat ketika berumur 7 tahun dan pukullah mereka (jika meninggalkannya) ketika mereka berumur 10 tahun dan pisahkanlah mereka diwaktu tidur." (HR. Ahmad). Dan bagi anak laki-laki hendaknya mulai dilatih menunaikan shalat berjamaah bersama kaum muslimin karena hal itu wajib atas kaum laki-laki.
  8. Mengajarkan kepada anak-anak tentang sejarah Nabi r untuk diteladani. Ini perkara pen-ting yang harus diketahui setiap muslim. Lalu hendaknya dilanjutkan dengan sirah (sejarah) para sahabat dan tabi'in y. Karena Rasulullah r serta para tabi'in adalah teladan seti-ap muslim.
  9. Memilihkan tempat-tempat dan teman-teman yang membantu mereka memahami dien. Misalkan mengikutsertakan anak dalam ta'lim-ta'lim (pengajian-pengajian) atau untuk mengha-falkan surah-surah Al-Qur'anul Karim sesuai dengan kemampuan mereka. Dan hendaknya kita menjauhkan anak dari lingkungan orang yang bisa merusak dien serta aqidahnya. Karena itu, seorang ummi harus bersungguh-sungguh di dalam mengontrol dan mengawasi pergaulan anak-anak mereka. Rasulullah r bersabda: "Perumpamaan teman yang baik dengan teman yang buruk adalah seperti pembawa minyak wangi dengan seorang pandai besi." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
  10. Bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur'anul Karim sudah selayaknya kita kenalkan kepada anak-anak sedini mungkin. Kita biasakan mereka berbahasa Arab yang fasih sesuai dengan kemam-puan kita sehingga mereka menjadi fasih dalam berbahasa Arab.
  11. Hendaknya pada setiap rumah tersedia perpustakaan yang berisi kitab-kitab yang ber-manfa'at dan menjauhkan anak-anak dari bacaan-bacaan yang bisa merusak aqidah dan akhlak mereka, baik berupa televisi, majalah-majalah ataupun bacaan-bacaan lain yang penuh penyim-pangan dan kesesatan.
  12. Hendaknya disediakan pula untuk mereka kaset-kaset bacaan Al-Quranul Karim atau ceramah-ceramah yang bisa memupuk aqidah dan keimanan, sehingga mereka tumbuh menjadi seorang muslim dan muslimah yang ta'at, baik dalam ucapan maupun amalan. Wallahu a'lam.
Disarikan dari kitab Al-Mar'ah Al-Muslimah fi Manziliha, Ahmad bin Muhammad Aba Bathin, Kitab Ahkamut Tifl, Ahmad Al-I'sawiy, Majalah Al-Ashalah no. 10/1414 H. (Ummu Fatimah Al-Atsariyah).

SEBAB SEBAB KEMUNDURAN UMAT ISLAM INDONESIA


SEBAB SEBAB KEMUNDURAN UMAT ISLAM INDONESIA
Muqoddimah :
Kita semua menyadari bahwa kondisi umat Islam di Indonesia sangat memprihatinkan.Terlalu banyak masalah dan penyakit yang diidap oleh jasad besar umat Islam di Indonesia bahkan boleh dikata sampai ketingkat stadium kronis.Membutuhkan pisau bedah yang tajam dan analisis yang dalam untuk mencari solusi agar ummat Islam dapat keluar dari kemunduran dan krisis-krisis yang melandanya. Namun dari semua analisa pakar-pakar ulama` menuju kesatu arah yaitu kurangnya atau hilangnya komitmen ummat Islam untuk berpegang teguh kepada ajaran Islam itu sendiri. Betul apa yang dikatakan Imam Malik ,yang artinya "Tidak akan berjaya akhir dari ummat ini melainkan dengan apa yang dipegang (dijalankan) oleh generasi pertama".
Kalau kita berbicara ummat Islam itu berarti dengan segala kemampuannya baik bersifat perorangan, organisatoris institusi, masyarakat muslim dll.
Untuk itu kalau kita bicarakan panjang lebar tentu akan menjadi buku tersendiri, tetapi karena tulisan ini adalah makalah, tentunya kami sampaikan sesuai dengan porsi itu. Kami ungkapkan titik kelemahannya saja.semoga bermanfaat.
Lemah dalam pemahaman Islam
Kelemahan dimaksud terletak dalam cara memahami Islam itu sendiri, sehingga mengakibatkan lahirnya pemikiran atau ajaran yang rancu yang dipicu oleh hawa nafsu, kepentingan tertentu politik dll.
Dimasa lalu ummat Islam tidak berbeda dalam maslah aqidah karena itu yang pokok, tetapi perbedaan dalam masalah furu`. Namun sekarang perbedaan itu sudah menjarah aqidah yang berakibat lahirnya kelompok-kelompok yang berseberangan dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah S.a.w dengan para sahabatnya, seperti Ahmadiyah, Syiah, LDII dll.
Lemah dalam praktek Islam
Kalau saja kita merasa tidak kurangnya orang berilmu baik dikalangan akademisi maupun dikalangan masyarakat umum. Tetapi kita akan merasa fakir menemukan tokoh-tokoh Islam yang betul-betul mengaplikasikan Islam apalagi masyarakat awam. Untuk itu perlu contoh yang konkrit untuk mempraktekkan Islam, tidak cukup hanya ucapan dan kajian ilmiah saja.
Lemah dalam membangun perekonomian
Betapa hebat suatu ummat tanpa ditopang dengan perekonomian yang kokoh, maka bisa digantikan ummat itu akan mengalami peluang untuk dibeli, seperti yang kita alami sekarang. Justru yang terjadi adalah ummat Islam terjerumus oleh permainan riba dengan sistem kapitalis. Maka perekonomian kita harus kita bangun atas dasar Islam. Secara faktual masih banyak kendala seperti yang dialami oleh Bank Muammalat Islam Indonesia, misalnya, mengalami kesulitan mencari partner-partner berkredibilitas.
Lemah dalam persatuan
Persatuan adalah idaman setiap muslim tetapi bagaimana merealisasikannya, ini yang memenuhi jalan buntu. Sudah banyak usaha dilakukan untuk menjalin persatuan tetapi banyak kandas ditengah jalan atau kalaupun berhasil dalam suatu saat tapi banyak bersifat semu dan temporal. Masalahnya mereka berjalan menggalang persatuan dengan konsep yang tidak jelas. Bahwa Allah S.W.T berfirman yang artinya "Ini adalah ummat yang satu dan Aku (Allah S.W.T) adalah Tuhanmu, maka beribadahlah kepada-Ku." Sehingga syarat utama persatuan itu adalah membangun diatas Tauhid. Sebagaimana bangsa-bangsa Eropa mereka bersatu atas dasar kekafiran.
Lemah dalam politik
Untuk membangun politik Islam tidak cukup hanya dengan mengandalkan perekonomian sesaat dan landasan yang tidak Islami seperti demokrasi dan semacamnya. Tetapi berlandaskan Islam secara murni. Seperti Firman Allah S.W.T yang artinya "Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk melaksanakan amanat-amanat kepada yang berhak dan apabila kalian berhukum antar manusia, hendaknya kalian berhukum secara adil?" Dan mustahil kita mencapai keadilan kalau kita tidak melaksanakan hukum Allah S.W.T tetapi justru mengamalkan buatan manusia. Ibnu Taimiyyah menyebutkan dua syarat bagi pemimpin politik yaitu kuat dan jujur. Kuat dalam pemahaman Islam dan kuat dalam pelaksanaannya. Kedua adalah jujur yang didasarkan akan rasa takut kepada Allah S.W.T
Lemah dalam pendidikan
Sejak jaman Belanda sengaja pendidikan ummat Islam dimarginalkan agar mereka tidak kritis.Makanya, pendidikan hanya sampai tingkat dasar dan menengah,paling banter menengah atas.Adapun perguruan tinggi diisi oleh anak-anak pejabat dan kelompok yang pro Belanda. Baru tahun enampuluhan dan tujuhpuluhan tingkatan perguruan tinggi mulai dikembangkan, itupun lebih didominasi oleh kelompok abangan yang seluler. Meskipun mereka berlatar belakang muslim tapi cara berfikirnya cara berfikir Barat. Karena lemahnya tingkat pendidikan tinggi tokoh-tokoh Islam, hal itu sengaja diciptakan juga pada masa orde lama dan orde baru, sehingga para pemimpin umat Islam tidak terlalu siap mengendalikan pemerintahan dan kepentingan bangsa. Lebih-lebih lagi, banyak dari tokoh-tokoh Islam itu terkooptasi pemikiran dan arah perjuangannya serta mudah di beli oleh kepentingan politik.
Lemah dalam membangun peradaban.
Peradaban adalah hasil dari daya, cipta dan karsa manusia yang di kembangkan berdasarkan kemajuan nalar dan teknologi baik berupa fisik maupun non fisik. Dalam hal ini ummat Islam tertinggal jauh dari peradaban lain terutama IPTEK. Hal itu disebabkan oleh banyak faktor diantaranya penjajahan yang berkepanjangan, pembodohan secara sistematis, kediktatoran penguasa dan lemahnya perhatian yang diakibatkan oleh pandangan sesaat serta kejenuhan berfikir yang larut-larut. Selain juga tingkat kemalasan yang tinggi disebabkan oleh perasaan cepat puas sehingga usaha diupayakan tidak maksimal. Sebagai contoh, bagaimana orang Jepang bekerja setiap hari lebih dari 10 jam dan orang Amerika dan Eropa lebih dari 9 jam, sedangkan kita maksimal 8 jam itupun banyak korupsinya. Sehingga infra struktur relatif kurang baik, high teknologi tidak berjalan dan alat transportasi serta kominikasi terbelakang. Manajemen pemerintahan amburadul dan perangkat hukum mandul. Oleh sebab itu hampir seluruh negara Islam termasuk negara dunia ke III alias terbelakang, tidak terkecuali Indonesia. Sementara utang negara menggunung.
Lemah dalam membangun masyarakat madani
Istilah masyarakat madani mengemuka pada akhir-akhir ini. Bagi kalangan sekuler memakai madani dengan arti masyarakat yang berperadaban. Sementara kalangan Islam memahami masyarakat yang bertipologi masyarakat madinah yang di bangun oleh Rasulullah S.A.W. dalam pengertian masyarakat yang berpegang berdasarkan norma-norma Islam. Sedangkan kenyataan masyarakat kita sungguh memprihatinkan. Tak jarang justru mempraktekkan norma-norma jahiliyah. Seperti semaraknya di masyarakat kita mengadakan hari ulang tahun atau memperingati tahun Baru padahal itu merayakan budaya non Islam. Belum lagi kesenjangan yang mencolok antar warga kaya dan muslim kurang kegotong royong dalam menghalau kebejatan moral dan kemaksiatan dan cenderung materialistis.
Terlalu mencintai dunia
Titik kelemahan ummat yang sempat disampaikan oleh Nabi S.a.w adalah yang artinya "Hampir-hampir saja bangsa-bangsa mengerubuti kalian, sebagai mana orang-orang menyambuti hidangan makanan." ditanyakan "Apakah kita waktu itu sedikit wahai Rasulullah?" Beliau menjawab. "Bahkan kalian banyak, tetapi kalian seperti buih lautan. ( pada saat itu) Allah mengangkat dari hati musuh-musuh rasa takut kepada kalian dan Allah melemparkan wahn pada hati kalian". Mereka bertanya "apa itu wahn wahai Rasulullah ?" Beliau menjawab "cinta dunia dan takut mati ". (H.R Ahmad dan Abu Dawud).
Demikian itu kenyataan ummat kita, lebih mencintai dunia daripada akhirat, akibatnya mereka takut mati dan menghindar dari perjuangan menegakkan kalimat Allah S.W.T.
Lemah dibidang kekuatan
Al Qur`an jelas memerintahkan kita untuk mempersiapkan kekuatan ( lihat Q.S Al-Anfal:60) dan Rasulullah S.a.w menyuruh orangtua agar mengajarkan anak-anaknya berenang dan memanah agar badan mereka sehat. Orang mukmin yang kuat lebih baik daripada orang mukmin yang lemah. Pembantaian dan pengusiran saudara-saudara kita di Ambon, Maluku dan ditempat-tempat lain adalah bukti betapa kekuatan kita lemah dan diremehkan Untuk itu ummat mulai harus mulai mengkonsolidasi diri dan mempersiapkan kekuatan agar hak asazi mereka tidak diinjak-injak oleh musuh-musuh.
Penutup:
Tidaklah lengkap kalau kita menyebut problematika ummat tanpa menyebutkan solusinya. Secara ringkas ada 5 pilar untuk kebangkitan ummat Islam yaitu;
  1. Keadilan penguasa.
  2. Peran aktif para ulama` dan intelektual muslim.
  3. Kedermawanan para pengusaha.
  4. Doa`nya orang-orang sholeh.
  5. Kesabaran para warga miskin.
Referensi :

  1. Mengapa kaum muslimin mundur/ Al-Amir Syakib Arsalan, Bulan Bintang Jakarta, cet.5,1985.
  2. Pasang surut gerakan Islam/ Yusuf Qudhawi, media da`wah, cet.I,1407/1987
  3. "Apa kerugian dunia bila ummat Islam mundur" karangan Abul Hasan Al Nadawi Al Nuarif, Bandung, cet.II,1988
  4. An-Nasr alquwwa fil Islam karangan Sayid Sabiq, Darul Kitab Arabi, Bairut cet.II,1398H/1978

MENEPIS PERPECAHAN MENUJU PERSATUAN


MENEPIS PERPECAHAN MENUJU PERSATUAN
Menggelembungkan perut dan menikmati seluruh fasilitas dunia bukanlah gaya hidup seorang mukmin. Melainkan ia punya visi dan misi yang jelas yaitu bagaimana syariat Allah SWT bisa mengayomi permukaan bumi ini. Dengan kata lain kehidupannya adalah untuk iqomatuddin ( menegakkan Din ).
Allah SWT berfirman (yang artinya) "Dia telah mensyari`atkan bagi kamu tentang Din apa yang telah diwasiatkan-Nya kepaa Nuh dan apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah Din dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah SWT memilih kepada Din ini orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (din)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)." QS.42:13).
Iqomatuddin adalah mentauhidkan Allah SWT, iman kepada-Nya, taat kepada utusan-Nya dan menerima syariat-Nya sebagai aturan yang mengatur kehidupan kita. (Fathul Qodir 4/662). Dari ayat diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa kita sebenarnya adalah bagian dari kafilah panjang dari perjalanan sejarah manusia yang bertugas merealisasikan syariat-Nya diatas muka bumi ini.
Seiring dengan perintah iqomatuddin Allah SWT juga melarang ummat ini untuk berpecah belah. Berpecah dalam hal-hal dasar yang keterangannya sudah jelas dalam Al Qur`an dan as-Sunnah. Namun fakta memilukan terpampang didepan mata. Ummat yang sudah kehilangan kekuasaan dan kekuataanya tampak begitu mudah berpecah belah. Yang lebih mengesalkan, banyak diantara mereka yang justru bergandengan mesra dengan Yahudi maupun Nasrani. Lalaikah ummat ini akan firman Allah SWT yang artinya : "Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah SWT itu, niscaya akan terjadi kekacauan dimuka bumi ini dan kerusakan yang besar." ( QS.8:73 )
Sebab-sebab perpecahan ;
  • Melupakan sebagian ajaran Islam
    Islam merupakan sistem hidup yang integral, satu ajaran sangat terkait dengan ajaran yang lainnya. Bila kesemuanya bisa diamalkan maka akan nampaklah kesempurnaannya sebagai aturan hidup. Namun bila diambil sebagian dan dibuang sebagian tentu akan mengakibatkan kepincangan sistem tersebut.
  • Dien tidak dijadikan sebagai standar loyalitas
    Sebenarnya batasan loyalitas sudah jelas. Antara lain dalam Firman Allah SWT (yang artinya):" Sesungguhnya wali (penolong) kamu hanyalah Allah SWT, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah SWT )." (QS.5:55) Ironisnya, ummat ini ternyata mengabaikan ayat-ayat yang berbicara tentang batasan loyalitas. Mereka justru senang dengan nasionalismenya, organisasi ataupun ikatan-ikatan lain yang mengganti kedudukan Dien sebagai pengikat loyalitas.
  • Munculnya fatwa dari orang yang belum ahli
    Salah satu faktor penyubur perpecahan ummat adalah banyaknya fatwa yang dikeluarkan para da`i yang sebenarnya belum pantas menyandang gelar ulama.Sehingga mereka dengan enteng menjawab pertanyaan yang diajukan walaupun dengan modal ilmu yang sangat minim.Mereka tidak ingat bahwa orang seulama Imam Malik saja pernah menjawab hanya 3 pertanyaan dari 40 pertanyaan yang diajukan kepada beliau.
  • Kurang bijaksana dalam mensikapi fitnah
    Kebodohan yang menggelayuti ummat merupakan salah satu fitnah utama saat ini. Akibat nyata dari kebodohan ini adalah terjerumusnya mereka dalam perkara-perkara bid`ah. Celakanya ini tidak mereka sadari. Bila kondisi ummat yang semacam ini tidak difahami para da`i, tentu fitnah akan semakin merebak, artinya bila dalam menyampaikan Islam kita tidak menggunakan hikmah boleh jadi kebenaran yang kita sampaikan akan ditolak mentah-mentah oleh mereka dan perseteruan diantara ummatpun kian menguat.
SOLUSI MEWUJUDKAN PERSATUAN
Pemikir Islam terbagi dalam 2 kelompok dalam mensikapi perpecahan ummat ini ;
  • Kelompok pertama menyatakan bahwa tidak mungkin persatuan ummat tercapai tanpa adanya keepakatan untuk merujuk pemahaman Islam sesuai dengan apa yang difahami oleh salaf as saleh.
  • Kelompok kedua menyatakan bahwa persatuan sangat akan bisa terwujud bila khalifah dibawah kepemimpinan seorang khalifah sudah wujud pada diri kita.
Dua pemikiran ini sebenarnya amat baik jika dipadukan. Artinya hendaknya ummat ini kembali menapaki Islam sebagaimana pernah ditapaki oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Beliau s.a.w pernah bersabda (yang artinya)," Dan ummatku berpecah menjadi 73 golongan semuanya dineraka kecuali satu golongan". Para sahabat bertanya,"Siapakah golongan yang selamat itu ya Rasulullah SAW ?" Beliau menjawab,"Siapa saja yang menempuh apa yang aku dan para sahabatku berada diatasnya".(Hadits Hasan riwayat Tirmidzi)
Kemudian kita juga perlu menyatu dalam satu kepemimpinan, membentuk satu jamaah muslimin yang berfungsi sebagai sarana untuk iqomatuddin. Rasulullah SAW bersabda (yang artinya)" Barang siapa diantara kalian yang melihat sesuatu yang tidak disukai pada diri pemimpinnya hendaklah ia bersabar atasnya, karena barang siapa yang memisahkan diri dari jamaah sejengkal saja lalu ia mati maka ia mati sebagaimana matinya orang jahiliyah." (H.R.Bukhari )
Dua sisi inilah yang harus dikerjakan bila menginginkan persatuan ummat. Berjamaah dalam artian khusus yaitu mengajak ummat untuk kembali pada ajaran Islam yang murni. Dan berjamaah dalam artian politik yaitu menyatu dengan semua orang Islam dalam satu kepemimpinan untuk kemaslahatan dan taat pada amir selama tidak dalam kemaksiatan. Wallahu a`lam.
Referensi: Min Zodaya al muwajjahah fi masirotil amal islami al mu`ashir, I`lanul Muwaqiin, Ibnu Qoyyim Fathul Zodir, Syaukani dll.

SATUKAN ARAH PERJUANGAN


SATUKAN ARAH PERJUANGAN
Satu kenyataan yang muncul akibat tidak adanya kepemimpinan tunggal dalam tubuh Ummat Islam saat ini adalah bertebarnya pelbagai organisasi, kelompok da`wah dan yayasan Islam. Kebanyakan dari mereka muncul dalam rangka menegakkan kembali izzul Islam wal muslimin.
Namun dibalik semua itu ada fenomena yang cukup mengkhawatirkan, tercabiknya persatuan ummat.Kita sering jumpai antar kelompok saling tuding dan melecehkan. Masing-masing merasa dirinya yang paling benar. Akhirnya barometer kebenaran tidak lagi bersandar pada Al Qur`an dan As Sunnah, melainkan dari klaim kelompoknya sendiri. Apa yang bisa diharapkan dari perpecahan selain kelemahan ? Allah S.W.T berfirman (artinya) "Dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS.8:46)
Untuk itu, demi menghindari terjadinya ta`assub kelompok dan semakin memudarnya persatuan ummat, pada tempatnyalah bila masing-masing organisasi dan shaf da`wah kembali menata diri untuk melihat apakah aktivitasnya selama ini sudah pada rel yang benar ataukah masih didominasi hawa nafsu.
Paling tidak ada beberapa hal pokok yang harus disepakati oleh masing-masing shaf sebagai landasan geraknya, dan sebagai bukti bahwa jami`yyahnya tersebut berada dalam rel kebenaran yang menginginkan tegaknya Islam.
Menilai kebenaran dengan standar Al Qur`an dan As Sunnah
Rasulullah bersabda (artinya) "Telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara yang kamu tidak akan tersesat, selama kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnahku". (H.R Malik) Apabila suatu saat terjadi perselisihan maka tidak ada penyelesaian yang adil kecuali merujuk pada keduanya. Firman-Nya (artinya) "Hai orang-orang yang beriman ,ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur`an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."(QS.4:59)
Memberi loyalitas sesuai dengan komitmen keislamannya
Dalam Islam, tidak ada batasan memberi cinta dan kebencian kepada seseorang ataupun sekelompok orang kecuali karena keimanannya.Rasulullah bersabda (artinya) " Ikatan iman yang terkuat ialah memberi perwalian karena Allah dan memberi permusuhan karena Allah, dan cinta karena Allah dan benci karena Allah." (Al Jami` As Shaghir Li Suyuti dihasankan oleh Albani)
Mentolerir ikhtilaf dalam batas-batas furu`iyyah
Tidak disangkal lagi bahwa persatuan ummat adalah perintah dan perpecahan adalah larangan. Firman-Nya (artinya) " Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai?" (Q.S.3:103)
Silaturrahmi antar pemimpin shaf da`wah dan organisasi Islam serta menjalin kerja sama.
Salah satu pemicu perpecahan antar kelompok Islam adalah adanya kesalahpahaman, saling curiga dan kurang tabayyun diantara mereka. Maka solusinya adalah mengadakan pertemuan dan bermusyawarah terhadap hal-hal yang menjadi pertentangan diantara mereka untuk mencari titik temu.Firman-Nya (artinya) "Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya."(QS. 5:2)
Khotimah
Dalam hal ini masing-masing kelompok dituntut untuk selalu mengadakan tazkiyatunnafs (penyucian diri) agar tetap bisa memurnikan keikhlasan hatinya dalam berjuang mengembalikan izzul Islam wal muslimin. Bukan berjuang karena ingin menonjolkan diri dan kelompoknya saja. Bila ummat telah menyatu dan bahu membahu menghadapi monster kekufuran, tidak mustahil Din Allah akan kembali tegak dimuka bumi ini, sebagaimana pernah ditegakkan Rasulullah 14 abad yang lalu. Wallahu a`lam.

Tafsir Surat Al-Fatihah


Tafsir Surat Al-Fatihah
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda : "Demi (Allah) yang jiwaku berada di tanganNya, tidaklah Allah menurunkan satu suratpun yang semisal dengan Surat Al-Fatihah, baik itu di Taurat, Injil maupun di Al-Qur'an".
Surah Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan termasuk surah Makkiyah, menurut pendapat Abdullah bin Abbas, Qatadah, dan Abul Aliyah.
Dinamakan Al-Fatihah yang berarti 'Pembuka', karena surat ini merupakan pembuka (permulaan) dari Al-Qur'an secara tulisan.
Dinamakan juga dengan Ummul Qur'an (induk Al-Qur'an), karena seluruh Al-Qur'an berkisar pada pokok-pokok yang dikandungnya.
Dinamakan juga dengan Ash-Shalah, karena ia merupakan rukun shalat. Shalat tidak sah tanpanya. Dinamakan dengan Asy-Syifaa', yang berarti obat, karena Al-Fatihah bisa dijadikan obat untuk dua jenis penyakit, dhahir maupun batin, dan masih ada lagi beberapa nama lainnya untuk surat Al-Fatihah ini.
TAFSIR AYAT
Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jazaa'iry, dalam Aisaru At-Tafaasir-nya menjelaskan makna ayat-ayat dari surat yang mulia ini. Beliau menulis, Allah SWT memberitahukan bahwa segala macam pujian, baik itu berupa sifat keagungan atau kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Sebab, Dia-lah Rabb dari segala sesuatu, Pencipta dan Pemiliknya. Kewajiban kita adalah memujiNya.
Kemudian Allah SWT mengagungkan diriNya sendiri, bahwa Dia-lah yang menguasai segala yang ada di hari kiamat. Pada hari itu, tidak seorang pun berkuasa atas orang lain. Dia (Allah SWT)-lah satu-satunya pemilik dan Penguasa.
Selanjutnya Allah SWT mengajarkan kepada kita, suatu cara agar permintaan dan doa kita diterima/dikabulkan. Dengan kata lain, Allah SWT berfirman : "Pujilah Allah dan agungkanlah Ia, serta konsistenlah dengan hanya beribadah dan meminta pertolongan kepadaNya, bukan kepada yang lain."
Lalu dengan pengajaran dari Allah SWT, seorang hamba akan meminta kepada Allah SWT untuk dirinya dan saudara-saudaranya, agar hidayah yang Allah SWT berikan kepada mereka dilanggengkan, sehingga tidak terputus. Akhirnya, setelah mereka meminta ditunjukkan kepada 'jalan yang lurus', Allah SWT menjelaskan, yang dimaksud dengan jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang diberi nikmat, yang itu merupakan manhaj (konsep) yang lurus, yang akan mengantarkan seorang hamba kepada keridhaan Allah SWT dan jannahNya. Jalan itu adalah Islam, yang tegak berdiri di atas pondasi iman, ilmu dan amal, disertai dengan menjauhi kemusyrikan dan kemaksiatan. Jalan itu bukanlah jalannya orang-orang yang dimurkai oleh Allah SWT dan bukan pula jalan mereka yang sesat.
Ibnu Katsir r.a. menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang diberi nikmat adalah orang-orang yang disebut oleh Allah SWT dalam surat An-Nisaa' ayat 69. Mereka adalah para nabi, shiddiqiin, syuhada dan shalihiin.
Sedangkan yang dimaksud dengan orang-orang yang mendapatkan murka adalah orang-orang Yahudi. Mereka dimurkai, karena mereka tahu akan kebenaran, tetapi mereka berpaling darinya.
Adapun orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani. Mereka bodoh dan beribadah menurut kemauan mereka sendiri, tanpa ilmu. Sebenarnya, baik Yahudi maupun Nasrani, semuanya sama-sama mendapat murka dan tersesat. Hanya saja, sifat khusus 'mendapatkan murka' diperuntukkan bagi Yahudi, karena mereka tidak mau beramal, dan sifat khusus 'tersesat' disandangkan kepada orang-orang Nasrani, karena tidak mau berilmu. Maka kalau kita tidak mau berilmu atau beramal, berarti sejenis dengan Nasrani atau Yahudi. Na'udzu billah....
KANDUNGAN AYAT
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah r.a. menyatakan bahwa surat Al-Fatihah ini memuat pokok-pokok dienul Islam secara global tapi sempurna. Ada tiga hal pokok, yatiu:

  1. Tauhid
    Melalui surat ini, Allah SWT 'mengenalkan diri' kepada makhluk-makhlukNya dengan lima nama, yaitu Allah, Ar-Rabb, Ar-Rahmaan, Ar-Rahiim, dan Al-Malik. Allah
    Nama 'Allah' adalah nama yang mewakili seluruh Al-Asmaa' Al-Husna (nama-nama baik yang berjumlah 99, yang Allah SWT sifatkan kepada diriNya sendiri) dan Ash-Shifat Al-Ulya (sifat yang tinggi/mulya). Nama ini menunjukkan IlahiyahNya. Sifat Ilahiyah adalah sifat kesempurnaan yang jauh dari tasybih (penyerupaan), tamtsil (permisalan), kekurangan dan cacat. Seluruh asmaa' al-husna adalah perincian dari sifat ini. Nama 'Allah' menunjukkan bahwa Allah SWT adalah Al-Ma'luuh, yang diibadahi. Semua beribadah kepadaNya dengan penuh ketundukan dan kecintaan dan pengagungan.
    Ar-Rabb
    Ar-Rabb artinya penguasa, yang mengatur segalanya. Secara khusus, semua sifat fi'il (perbuatan) dan qudrah (kekuasaan) dan segala yang berkenaan dengan kepengaturan alam berhubungan eerat dengan nama Ar-Rabb. Allah SWT adalah Rabb segala sesuatu. Penciptanya dan yang Maha Mampu untuk melakukan apa saja. Tidak ada sesuatu pun yang keluar dari rububiyyah-Nya.
    Ar-Rahmaan
    Nama 'Ar-Rahmaan' adalah pecahan kata 'rahmah', untuk menunjukkan intensitas yang sangat. Selanjutnya, nama Ar-Rahmaan menunjukkan bahwa segala sifat ihan, kasih, sayang, lembut, derma, pemurah dan baik, ada pada Allah SWT. Sifat rahmaan Allah SWT yang dikandung oleh nama Ar-Rahmaan ini berlaku untuk semua makhluk, yang beriman maupun yang kafir. Rahmah di sini meliputi segala hal yang berkenaan dengan penghidupan/kelangsungan hidup.
    Ar-Rahiim
    Seperti halnya 'Ar-Rahmaan', Ar-Rahiim adalah pecahan kata 'rahmah'. Bedanya, sifat rahmah Allah SWT yang terkandung dalam nama ini dikhususkan untuk mereka yang berima saja, di akherat.
    Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ahzaab : 43 yang artinya : "Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman."
    Al-Malik
    Al-Malik artinya raja atau penguasa. Penguasa atas segalanya. Dikhususkannya hari pembalasan sebagai milik atau kekuasaan Allah SWT dalam surat ini, bukanlah berarti dunia tidak termasuk milik/kekuasaan Allah SWT. Sebenarnya Allah SWT yang menguasai hari dunia dan hari pembalasan. Adapun pengkhususan di sini, karena pada hari pembalasan nanti, tidak ada seorang pun yang akan mengaku-aku/mendakwakan diri sebagai pemilik/penguasanya. Juga, pada hari itu tidak ada seorang pun yang berbicara, kecuali telah mendapat ijin dariNya.
    Seorang yang membaca dan memahami makna surat ini, mau tidak mau dia telah mengitsbatkan (menetapkan) tiga jenis tauhid, rububiyah, uluhiyah, dan asma' wa ash-shifat. Ketika ia membaca : "Al-Hamdu lillahi rabbil aalamiin", berarti ia telah memuji Allah SWT. Pujian yang mencakup keagungan dan ketinggian sifat-sifat Allah SWT. Pujian yang berkenaan dengan asma' wa ash-shifat tanpa ta'wil, tamtsil dan takyif (menanyakan bagaimana hal itu bisa terjadi). Pun surat ini memuat bebarapa asma yang semuanya menunjukkan sifat seperti tersebut di atas.
    Lalu seseorang yang memuji, pastilah seseorang yang mencintai dan ridha. Orang yang membaca 'alhamdu lillah rabbil aalamiin' secara tidak langsung menyatakan cinta dan keridhaannya kepada Allah SWT. Cinta adalah asas dibangunnya tauhid uluhiyyah. Juga ayat 'Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'iin'. Seseorang yang membacanya sama saja telah berikrar, selalu akan berkonsisten dalam beribadah kepadaNya dan akan minta pertolongan hanya kepadaNya. Yang tersisa tinggallah perbuatan, yang akan membuktikan benar atau tidak pengakuan/ucapannya tersebut. Adapun tauhid rububiyah, seseorang yang mengingkarinya tidak akan membaca surat ini, kecuali hanya sebatas batang lehernya saja.
  2. Tentang hari akhir
    Ayat 'Maaliki yaumiddin' menunjukkan bahwa setelah berakhhirnya kehidupan di dunia ini, akan ada pembalasan. Di sana, hanya Allah-lah yang berkuasa dan akan menghakimi seluruh manusia dengan keputusan yang paling adil. Keputusan berkenaan dengan pembalasan atas segala amal yang telah diperbuat oleh manusia. Amal yang baik akan diabalas dengan kebaikan dan perbuatan dosa akan dibalas dengan siksaan, kecuali bagi yang mendapatkan maghfirah (ampunan) dariNya.
  3. Tentang kenabian
    Surat Al-Fatihah ini mengitsbatkan kenabian dari berbagai arah, diantaranya:
    • Eksistensi Allah SWT sebagai Rabbul aalamiin. Maka, tidaklah pantas bagi Allah SWT untuk membiarkan begitu saja hamba-hambaNya, tanpa memberitahu hal-hal yang bermanfaat bagi mereka di dunia dan di akherat. Jika Allah SWT membiarkan mereka tanpa mengutus nabi, tentulah sifat rububiyyah tidak ada padaNya.
    • Allah SWT adalah Al-Ma'luuh (yang diibadahi). Hamba-hambaNya tidak akan pernah tahu bagaimana cara beribadah kepadaNya, kecuali melalui para rasulNya.
    • Disebutkannya keberadaan hari pembalasan atas amal. Tentunya Allah SWT tidak akan mengadzab seseorang pun jika belum menyampaikan hujjah melalui lisan para rasulNya.
    • Terklasifikasikannya hamba-hambaNya menjadi orang-orang yang diberi nikmat dan orang-orang yang sesat. Klasifikasi ini sangatlah berkaitan dengan tersampaikannya kebenaran. Sebagian hambaNya mau mendengar dan mengamalkannya, sebagian yang lain mendengar tetapi tidak mau mengamalkannya, dan sebagian lagi beramal semaunya, tanpa mau mendengar kebenaran. Yang pasti, kebenaran telah disampaikan oleh para rasul Allah SWT.
MEMBACA AMIN
Disunnahkan bagi orang yang membaca surat Al-Fatihah --di dalam maupun di luar shalat--, untuk membaca 'amiin', apabila telah menyelesaikannya. Kata 'amiin' berarti 'Ya Allah, kabulkanlah.

Membentengi Umat Dari Penyimpangan


Membentengi Umat Dari Penyimpangan
(Perspektif As-Sunnah)
  1. "As-Sunnah" yang dimaksudkan di sini ialah makna umum yang disebutkan oleh para ahli hadits, yaitu semua yang datang dari Nabi SAW, berupa sabda, perbuatan dan penetapan yang bersifat tasyri' pada ummat, yang mencakup semua yang wajib dan yang dianjurkan. Bukan "Sunnah" yang menurut Ahli Fiqih yang hanya diartikan "anjuran" tanpa "diwajibkan".
  2. Beberapa kaidah yang dijadikan ukuran untuk mengetahui "penyimpangan".
    Hal-hal yang dianggap penyimpangan
  1. Segala sesuatu yang menyalahi sunnah, berupa perkataan, perbuatan atau keyakinan, meskipun hal tersebut dari ijtihad.
  2. Segala jenis pendekatan kepada Allah yang salah dilarang oleh Rasulullah SAW.
  3. Semua yang tidak mungkin disyariatkan, kecuali dengan dalil atau tauqif (ritual), tapi tak ada nashnya, maka hal tersebut bid'ah kecuali jika aslnya dari shahabat Nabi SAW.
  4. Hal-hal yang dianggap ibadah, padahal hanya kebiasaan orang-orang kafir.
  5. Hal-hal yang dianggap mustahab oleh sebagian ulama, termasuk orang-orang yang terbelakang dikalangan mereka, tapi tak ada dalilnya.
  6. Semua jenis ibadah yang hanya berlandaskan hadits lemah atau palsu.
  7. Ekstrim dalam ibadah.
  8. Semua ibadah yang sifatnya umum dari syariat, orang-orang mengkhususkannya dengan waktu, tempat, cara, atau jumlah.

Metode Rasulullah SAW Dalam Meluruskan Kesalahan


Metode Rasulullah SAW Dalam Meluruskan Kesalahan
Allah berfirman : "Sebagaimana Kami telah mengutus kepada kalian seorang Rasul dari kalian membacakan ayat-ayat Kami dan mensucikan kalian dan mengajarkan kepada kalian Al-Kitab dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mengajarkan kepada kalian apa yang tidak kalian ketahui." (QS. Al-Baqarah :151).
Keterangan :
Allah SWT telah mengutus Nabi-Nya sebagai rahmatan bagi alam semesta (QS. Al-Anbiya' : 107). Sehingga segala gerak-geriknya menjadi perhatian kita, karena keagungan akhlaknya (QS. Nur : 4). Dikarenakan dia dibimbing langsung oleh Allah SWT (QS. Al-Imran : 159). Maka jelaslah sikapnya terhadap orang kafir dan terhadap sesama mukmin (QS. Al-Fath : 29). Dan cara yang ditempuhnya diarahkan dengan membawa kabar gembira dan peringatan (QS. Al-Ahzab : 45 - 46). Dalam kaitan topik diatas kita perlu mengkaji, mencermati dan meneladani sikap Rasulullah SAW di dalam meluruskan kesalahan seseorang. Sebab kita banyak mendapatkan perbedaan yang tajam di masyarakat dalam mengkaji kesalahan seseorang. Ada yang mengkaji kesalahan tersebut dengan kekerasan seperti menampar, memukul, dan sejenisnya, ada juga yang acuh tak acuh, tak ambil peduli, padahal sikap tersebut bisa menyebabkan kesalahan semakin fatal. Disinilah diperlukan kebijaksanaan yang intinya keadilan (Adil). Permusuhan ini tentu erat kaitannya dengan pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses terus menerus dalam upaya mengembangkan kepribadian sampai ke tingkat kesempurnaan atau kematengan )lihat buku; Madkhal Ilat Tarbiyah fi Dhoil Islam, karangan Abdurrahman Al-Bani, hal. 7 - 13). Sedangkan pendidikan Islam merupakan upaya mengembangkan pemikiran, mengatur pola laku dan perasaan manusia dengan berbagai cara dan sarana berdasarkan agama Islam bertujuan mewujudkan tujuan-tujuan Islam berupa penghambaan kepada Allah dalam kehidupan pribadi dan masyarakat dalam segala aspek kehidupan (lihat buku: Ushul Tarbiyah Islamiyah, karangan Abdurrahman Amakhsi, hal. 27).
Berdasarkan ayat di atas bahwa Rasulullah SAW bertugas menyampaikan ayat-ayat Allah dan mensucikan (Tazkiyah) ummat Islam dari segala perangai busuk dan mengajarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Al-Qur'an menggunakan istilah tazkiyah (lihat juga QS. Al-Jum'ah : 12 dan Asy-Syams : 9). Yang digunakan istilah modern dengan tazkiyah. Dan hasil dari tazkiyah tersebut disebut oleh Al-Qur'an, rabbaniyyin (lihat QS. Al-Imran : 79 dan 146, dan Al-Maidah : 44 dan 63).
Diantara bentuk tazkiyah (tarbiyah) itu adalah bagaimana cara Rasulullah SAW meluruskan kesalahan seseorang atau sekelompok orang sebagai upaya pendidikan untuk membentuk karakter orang muslim menjadi baik. Di bawah ini kami bawakan beberapa contoh :
Seseorang berkata kepada Rasulullah SAW : "Allah berkehendak dan engkaupun berkehendak, wahai Rasulullah! Rasulullah SAW mengingkari perkataannya : Apakah engkau jadikan aku tandingan Allah? Tetapi katakan, Allah sendiri yang berkehendak." (HR. Ahmad, Bukhari di Al-Adab Al-Mufrad, Ibnu Majah dan Baihaqi dengan sanad hasan).
Adi bin Hatim meriwayatkan ada seseorang yang berkhutbah di hadapan Rasulullah SAW seraya berkata : "Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka dia telah berjalan yang benar dan barangsiapa bermaksiat kepada keduanya, maka sungguh dia telah sesat, sehingga Rasulullah SAW menegornya : Sungguh seburuk-buruk khatib adalah engkau. Katakan, barangsiapa bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Muslim, Abu Dawud, Nasai, Baihaqi, Ahmad dan Thabrani).
Demikian pula, ketika beliau melihat seseorang yang salah dalam melaksanakan shalat karena terlalu cepat, maka beliau tegor dan diajarinya bagaimana shalat yang benar. (HR. Bukhari dan Muslim).

IMAN DAN NILAINYA DALAM KEHIDUPAN Lanjutan.....


IMAN DAN NILAINYA DALAM KEHIDUPAN
Lanjutan.....
6. NILAI IMAN DAN HASILNYA DALAM KEHIDUPAN
Dalam ajaran Islam, Iman adalah sesuatu yang asasi sekali. Dialah yang menjadikan kehidupan seseorang mempunyai arti dan makna. Dialah yang mendorong seseorang untuk produktif (beramal shaleh) dalam hidup ini dan memberinya nilai tambah. Tanpa iman, sia-sialah hidup ini.
Individu tanpa agama dan iman, ibarat bulu yang ditiup angin, terombang-ambing kesana-kemari, tak mempunyai arah dan tujuan. Individu tanpa agama dan iman adalah manusia yang tak ada nilai dan akarnya. Pribadi yang galau dan bingung, tak tahu hakekat dirinya, atau rahasia eksistensinya. Tak tahu siapa yang memberinya kehidupan, dan untuk apa, lalu mengapa dicabutnya kembali? Manusia tanpa agama dan iman, adalah makhluk hidup yang buas. Pengetahuan dan hukum saja, tak dapat membatasi kebuasannya atau memotong kuku-kuku cengkeramannya.
Dan masyarakat tanpa agama dan iman, adalah masyarakat rimba. Meski berkilau tanda-tanda kemajuan, tapi siapa yang kuatlah yang hidup dan berkuasa, bukan siapa yang lebih mulia atau lebih bertakwa. Masyarakat yang tak berharga dan rendah nilainya, karena tujuan orang-orangnya tak lebih dari sekedar memenuhi kepuasan perut dan syahwat. Mereka hanya bersenang-senang dan makan minum seperi halnya binatang. (Dr. Yusuf Qardhawi, Al-Iman wal Hayat. Cet. 7 (1401 H), hal. 9 - 10).
Imanlah yang dapat memberikan kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Kepuasan dan kebahagiaan tidak dapat dicapai kecuali dengan ketenangan jiwa, dan ketenangan jiwa tidak dapat dicapai kecuali dengan iman yang benar. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Fath : 4 yang artinya:
"Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan Allah mempunyai tentara-tentara langit dan bumi, dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Disebutkan dalam hadits shahih : "Niscaya merasakan kenikmatan iman, orang yang rela Allah sebagi Tuhan, Islam sebagi agama dan Muhammad SAW sebagai Rasul." (HR. Muslim dan At-Turmudzi).
Jadi iman adalah sumber segala yang diperlukan manusia dalam kehidupan. Iman adalah kekuatan, iman adalah roh kehidupan, iman adalah dunia keindahan, penunjuk jalan, pelita dalam kegelapan, dan kunci rahasia kehidupan.
Dalam kehidupan modern sekarang ini, di mana arus informasi memasuki era globalisasi, tidak ada yang dapat membentengi seseorang dan melindungi dirinya, kecuali keimanannya.
Dengan kata singkat, iman adalah kebutuhan essensial bagi kehidupan manusia di segala zaman.
Adapun hasil yang dapat diperoleh karena iman, selain tersebut di atas, antara lain :
  1. Petunjuk dari Allah. (Al-An'am : 82, Al-Hajj : 54, At-Taghaabun : 11).
  2. Pertolongan dari Allah. (Al-Mu'min : 51, Muhammad : 7).
  3. Kecintaan dan kasih-sayang Allah. (Al-Baqarah : 257, Al-Hajj : 38, Maryam : 96).
  4. Jalan keluar dan rizqi dari-Nya. (Ath-Thalaaq : 3).
  5. Limpahan berkah dari langit dan bumi. (Al-A'raaf : 96).
  6. Menjadikan kaum mu'minin berkuasa di muka bumi, Islam menjadi kuat, dan keadaan menjadi aman sentaus. (An-Nur : 55).
  7. Kehidupan yang baik dan balasan pahala yang lebih baik. (An-Nahl : 97).
  8. Ketentraman dan kedamaian. (Ar-Ra'd : 28, Al-Fath : 4).
  9. Do'a para malaikat dan kaum Mu'minin. (Al-Mu'min :7 - 9).
  10. Selamat dari siksa dunia dan akhirat. (Yunus : 102-103, Maryam : 71-72).
  11. Selamat dari godaan dan tipu daya syaitan. (Fushshilat : 36).
  12. Surga yang abadi dengan segala kenikmatan yang ada di dalamnya. (At-Taubah : 72, Maryam : 60-61, Al-Hadid : 21 ).
7. PENUTUP
Dari apa yang dikemukakan tadi, sudah jelas, bahwa hanya satu jalan yang harus ditempuh oleh umat Islam, dan tidak ada pilihan lain. Yaitu jalan iman, satu-satunya jalan untuk mewujudkan apa yang kita idam-idamkan dan cita-citakan.
Jika kita menginginkan kehidupan dunia, jalannya adalah iman. Jika kita menginginkan kehidupan akhirat, jalannya adalah iman. Dan jika kita menginginkan keduanya, jalannya adalah iman. Iman yang hak adalah satu-satunya jalan untuk menggapai keduanya. Semoga Allah melimpahkan taufiq-Nya untuk kita sekalian.

T A M A T.

IMAN DAN NILAINYA DALAM KEHIDUPAN


IMAN DAN NILAINYA DALAM KEHIDUPAN
1. MUKADDIMAH
Tak diragukan lagi, bahwa siapapun ingin hidup bahagia. Masing-masing dalam hidup ini mendambakan ketenangan, kedamaian, kerukunan, dan kesejahteraan. Namun, di manakah sebenarnya dapat kita peroleh hal itu semua?
Sesungguhnya, menurut ajaran Islam, hanya iman yang disertai dengan amal shaleh yang dapat menghantarkan kita, baik sebagai individu maupun masyarakat, ke arah itu.
"Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki-laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (An-Nahl : 97).
Dengan iman, umat Islam generasi pendahulu mencapai kejayaan, berhasil merubah keadaan duni dari kegelapan menjadi terang benderang. Dengan iman, masyarakat mereka menjadi masyarakat adil dan makmur. Para umara' melaksanakan perintah Allah, para ulama beramar ma'ruf dan nahi mungkar, dan rakyat saling tolong-menolong atas kebajikan dan kebaikan. Kalimatul Haq mereka junjung tinggi, tiada yang mengikat antar mereka selain tali persaudaraan iman.
Namun, setelah redup cahaya iman di hati kita, lenyaplah nilai-nilai kebaikan diantara kita. Masyarakat kita pun menjadi masyarakat yang penuh dengan kebohongan, kesombongan, kekerasan, individualisme, keserakahan, kerusakan moral , dan kemungkaran.
"Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak merubah sesuatu ni'mat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, sehingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri?.." (Al-Anfal : 53).
Maka, apabila kita ingin mencapai apa yang telah dicapai para salaf (generasi pendahulu), apabila kita ingin mewujudkan apa yang telah dijanjikan oleh Allah SWT kepada para hambaNya yang beriman, maka hendaklah kita memperbaharui iman dan melaksanakan apa yang menjadi konsekwensinya.
Dengan memohon ma'unah Allah, makalah singkat ini mencoba menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan topik tersebut di atas.
2. PENGERTIAN IMAN :
Iman, secara etimologis, berasal dari kata aamana - yu'minu, berarti tasdiq, yaitu : membenarkan, mempercayai. Dan menurut istilah, Iman ialah : "Membenarkan dengan hati , diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan."
Imam Ahmad bin Hanbal mendefinisikannya dengan : "Qaulun wa amalun, wa niyyatun, wa tamassukun bis Sunnah." Yakni : Ucapan diiringi dengan ketulusan niat (lillah) dan dilandasi dengan berpegang teguh kepada Sunnah (Rasulullah SAW).
Sahl bin Abdullah At-Tustari ketika ditanya tentang apakah sebenarnya iman itu , beliau menjawab demikian : "Qaulun, wa amalun, wa niyyatun, wa sunnatun." Artinya : Ucapan, yang disertai dengan perbuatan, diiringi dengan ketulusan niat dan dilandasi dengan Sunnah. Kata beliau selanjutnya : "Sebab, iman itu apabila hanya ucapan tanpa disertai perbuatan adalah kufur, apabila hanya ucapan dan perbuatan tanpa diiringi ketulusan niat (lillah) adalah nifaq, sedang apabila hanya ucapan, perbuatan dan ketulusan niat, tanpa dilandasi dengan sunnah (Rasulullah SAW) adalah bid'ah. (Majmu' Fatawa Ibn Taimiyah, jilid 7, hal. 171)
Dengan demikian, iman itu bukan sekedar pengertian dan keyakinan dalam hati; bukan sekedar ikrar dengan lisan, dan bukan sekedar amal perbuatan saja tapi hati dan jiwa kosong. Imam Hasan Basri mengatakan : "Iman itu bukanlah sekedar angan-angan, dan bukan pula sekedar basa-basi dengan ucapan, akan tetapi sesuatu keyakinan yang terpatri dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan. (Ahmad Izzuddin Al-Bayanuni. Al-Iman : Khashaa'ishuhu, Alaamaatuhu, Tsamaraatuhu, Cet. 2 (1405 h), bagian 1, hal. 18).
3. POSISI DAN KEDUDUKAN IMAN DALAM DIENUL ISLAM :
Iman, dalam Dienul Islam, menempati posisi amat penting dan strategis sekali. Karena iman adalah asas dan dasar bagi seluruh amal perbuatan manusia. Tanpa iman, tidaklah sah dan diterima amal perbuatannya. Firman Allah SWT dalam Qur'an Surah An-Nisa' : 124 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shaleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun."
Juga dalam Qur'an Surah Al-Isra' : 19 yang artinya :
"Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu'min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik."
Disebutkan dalam hadits dari Al-Bara' ibn 'Azib, Radhiyallahu 'Anhu, bahwa ada seorang kafir datang dengan bertopeng sambil membawa sepotong besi, kemudian memohon kepada Rasulullah SAW, agar diperkenankan pergi bersama kaum Muslimin untuk ikut berperang. Maka beliau bersabda kepadanya : "Masuklah Islam, kemudian pergilah berperang!" Lalu iapun masuk Islam dan ikut pergi berperang sehingga terbunuh. Nabi SAW bersabda : "Dia beramal sedikit tetapi dibalas dengan pahala yang banyak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Disebutkannya iman dalam Al-Qur'an lebih dari 840 kali1, tiada lain menunjukkan posisi dan kedudukannya dalam Islam menurut Allah SWT.
4. KORELASI ANTARA IMAN DAN ISLAM :
Iman dan Islam adalah dua sejoli yang tidak boleh dipisahkan. Kedua-duanya ibarat dua sisi uang logam. Tidak ada Iman tanpa Islam, dan tidak ada Islam tanpa Iman. Tetapi, dengan demikian, bukan berarti Islam itu adalah Iman dan Iman adalah Islam.
Iman, apabila disebutkan bersama-sama dengan Islam, maka menunjukkan kepada hal-hal batiniah; seperti: Iman kepada Allah SWT, iman kepada Malaikat, iman kepada hari akhir, dan seterusnya. Dan Islam, apabila disebutkan bersama-sama dengan Iman, maka menunjukkan kepada hal-hal lahiriah; seperti: Syahadat, shalat, puasa, dan seterusnya. Dasarnya: Al-Hujurat : 14; Hadits Jibril, riwayat Al-Bukhari dan Muslim.
Namun, Iman apabila disebutkan tersendiri, tanpa dengan Islam, maka mencakup pengertian Islam dan tidak terlepas darinya; karena iman, menurut definisinya, adalah: Keyakinan, ucapan dan perbuatan. Demikian pula Islam apabila disebutkan tersendiri, tanpa dengan Iman, maka mencakup pengertian Iman dan tidak boleh dipisahkan darinya. Karena Islam, pada hakekatnya, yaitu: Berserah diri, lahir dan batin, kepada Allah SWT dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dasarnya: Al-Anfal : 2 - 3, Al-Mu'minun : 1 - 9, dan Al-Imran : 19, 85.
5. KONSEKWENSI DAN CIRI-CIRI IMAN :
Segala pengakuan ada konsekwensinya dan mempunyai ciri-ciri yang menunjukkan kebenarannya. Demikian pula iman. Adapun konsekwensi dan ciri-cirinya, antara lain:
  1. Mempercayai segala yang datang dari Allah SWT, dengan yakin, tanpa ragu-ragu lagi. ( Al-Hujurat : 15).
  2. Mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya melebihi dari yang lain. (Al-Baqarah : 165, At-Taubah : 24).
  3. Patuh dan tunduk kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. ( An-Nisa' : 69, 90, An-Nur : 51 - 52, Al-Ahzab : 36).
  4. Senantiasa berhukum kepada syariat-Nya. (An-Nisa' : 65).
  5. Amar Ma'ruf - Nahi Munkar. (At-Taubah : 71, Al-Ashr).
  6. Berda'wah dan Jihad di jalan Allah SWT. (Fushshilat : 33, Yusuf : 108, Ash-Shaf : 10 - 13).
  7. Walaa' kepada kaum Mu'minin dan Baraa' terhadap orang-orang kafir. (Al-Maidah : 55, At-Taubah : 71, Al-Mumtahanah : 4).
  8. Ridha kepada segala takdir-Nya. (Al-Baqarah : 155 - 157).     
     

Petunjuk Komunikasi, Dialog dan Debat


Petunjuk Komunikasi, Dialog dan Debat
Islam agama sempurna, mengatur segala aspek kehidupan. Salah satu hal yang penting dalam hidup ini adalah berlangsungnya komunikasi sesama manusia dengan baik. Islam mengatur itu pula, maka dalam kesempatan ini akan dikemukakan petunjuk berkomu-nikasi, dialog, debat, wawancara, adu argumentasi ataupun tukar pikiran secara Islami. Tulisan singkat ini insya Allah bisa dipegangi sebagai petunjuk dalam berkomunikasi secara umum, bahkan bisa digunakan dalam hal-hal khusus misalnya berwawancara secara langsung ataupun dalam acara-acara tertentu.
Berkomunikasi secara umum atau berdialog pun diberi bimbingan oleh Al-Quran, karena teori berdialog itu merupakan salah satu sarana da'wah untuk menyampaikan kebenaran.
Petunjuk dari Al-Quran
Ada nash-nash (teks) Al-Quran yang menuntun tentang dialog di antaranya sebagai berikut," ?dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia?" (Al-Baqarah: 83). "?.dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (An-Nahl: 125). "Dan katakanlah kepada hamba-hambaKu: 'Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar)'." (Al-Isra': 53). "Maka berbicaralah kamu berdua (Musa dan Harun i) kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (Thaahaa: 44). "Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbu-atan dan perkataan) yang tiada berguna." (Al-Mukminun: 3). "Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik." (Al-Mukminun:: 96).
Dalil dari Hadits
Nabi Muhammad ` memberi petunjuk bagaimana berdialog dan berkomunikasi yang baik. Di antaranya, "Permudahlah dan jangan kalian persulit, dan gembirakanlah dan jangan kalian buat mereka lari." (Muttafaq 'alaih). "Perkataan yang baik itu adalah sedekah." (Muttafaq 'alaih). "Bukanlah orang kuat itu karena kuat gulat, tetapi orang yang kuat itu yang menguasai diri/nafsunya ketika marah." (Muttafaq 'alaih). "Senyummu terhadap wajah saudaramu itu adalah sedekah." (At-Tirmidzi, hasan gharib). "Hikmah itu adalah harta mukmin yang hilang, di mana saja dia menemukannya maka dialah manusia yang paling berhak dengannya." (At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, hasan). "Sesungguhnya Allah itu Maha Lemah Lembut mencintai kelembutan, dan memberi atas orang yang lemah lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang keras, dan sesuatu yang tidak diberikan atas lainnya." (Muslim).
Menuntut Kebenaran
Sebagai Muslim tidak dibenarkan mengingkari kebenaran, bahkan menyembunyikannya pun tidak boleh. Sebab mengingkari kebenaran dan menyem-bunyikannya itu di samping dilarang dalam Islam, masih pula meniru sikap Ahli Kitab. Allah berfirman, artinya, "Dan sesungguhnya sebagian dari mereka (Yahudi dan Nasrani) menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui." (Al-Baqarah: 146).
Adapun orang Muslim yang benar adalah yang menuju pada kebenaran dan menghindari diri dari tipuan. Cita-citanya adalah tercapainya kebenaran, baik itu ditangannya ataupun di tangan lawan bicaranya. Hingga seorang perempuan pun menolak perkataan Umar bin Khatthab z seputar pembatasan mahar dalam khutbahnya di hadapan para pemuka mayarakat. Lalu Umar berkata, "Benarlah seorang perempuan dan telah salah lah Umar." (Dikeluarkan oleh al-Baihaqi 7/233). Riwayat ini dha'if, tetapi mengenai pentingnya tunduk pada kebenaran adalah tidak perlu diragukan lagi.
Perlu Dalil
Setiap hal yang dikemukakan memerlukan penjelasan, bukti dan dalil, bukan hanya sekadar omongan. Demikian pula dalam hal membantahnya, perlu dalil pula. Dalil itu syaratnya: harus shahih (benar) tidak boleh bohong, dan tak boleh menukil dari sumber yang tidak tsiqah (tidak terpercaya), hatta untuk mendukung perkataan yang sudah benar.
Mulailah mengemukakan dalil itu dengan yang paling kuat, kemudian yang kuat, lalu kemukakan tesa dan anti tesanya, dan jangan membantah dalil kuat dengan dalil yang lemah. Hindari memaksakan dalil sesuai ambisi/nafsu atau yang dikenal dengan "mendalili kepentingan" seperti yang dilakukan oleh kaum sesat. Allah memperingatkan masalah itu, artinya: "Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu angkuh; maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?" (Al-Baqarah: 87).
Mereka itu menerima perkataan kalau sesuai dengan keinginan mereka, dan menolaknya kalau tak sesuai dengan ambisi mereka.
Katakan Aku Tidak Tahu
Tiap orang yang berdialog, lebih-lebih pelajar perlu memperhatikan bahwa termasuk sikap ikhlas dan takut pada Allah adalah mengucapkan "aku tidak tahu" dalam hal yang ia tak tahu. Atau minta waktu untuk mengkajinya lebih dulu.
Diriwayatkan dari Imam Malik ra bahwa ia ditanya tentang 48 masalah, lalu ia jawab yang 32 masalah dengan kata-kata: "Laa adrii", aku tidak tahu. Apabila Anda berdialog maka jangan malu minta penjelasan hal yang samar dan menanyakan hal yang tak diketahui, karena kalau anda diam maka justru akan mempersulit anda sendiri nantinya.
Jauhi Marah
Marah-marah itu sifat yang tercela, yang mengakibatkan orang lain tak suka, tak simpati , hingga orang-orang akan menjauhi si pemarah. Suatu ketika datang seorang laki-laki kepada Nabi saw lalu ia berkata: "Nasihatilah saya". Nabi bersabda: "Jangan marah." Beliau ulangi berkali-kali. (Hadits Riwayat al-Bukhari). Marah itu tidak membawa kepuasan dan petunjuk dalam pertukaran pendapat. Kepuasan dan petunjuk Itu hanya bisa ditempuh dengan arif dan sabar, dua sifat mukmin yang baik untuk dijadikan gaya dialog. Terutama bila lawan dialogmu orang yang cepat marah, maka anda menghentikannya dengan ketenangan dan tuma'ninahmu.
Akui Kesalahan
Siapakah yang tak pernah bersalah, dan siapa yang ma'shum selain para nabi Allah dan rasul-rasulNya? Kesalahan itu adalah masalah thabi'i, alami. "Setiap Bani Adam itu pembuat kesalahan, dan sebaik-baik pembuat kesalahan adalah orang-orang yang sering bertaubat." (At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ad-Darimi).
Menghormati Pihak Lain
Orang-orang memperlakukan Anda sesuai dengan perlakuan Anda terhadap mereka. Perhatikanlah pembicaraan mereka maka mereka akan memperha-tikan pembicaraanmu. Bersikap merunduklah/ tawadhu'-lah kepada mereka maka mereka akan tawadhu' padamu melebihi penghormatanmu pada mereka.
Mulailah dengan pujian dan kemukakan hal-hal yang baik pada orang yang Anda ajak bicara, tapi jangan berlebihan lalu terjatuh dalam kebohongan dan kemunafikan, sebagaimana jangan sampai merendahkan diri keterlaluan sehingga jadi hina.
Menghormati pada setiap orang dengan batas-batas tertentu itu diajarkan, walaupun aqidah mereka berbeda. "Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku adil." (Al-Mumtahanah: 8).
Akhlaq umum yang sudah diatur dalam Islam mesti dipakai pula dalam berkomunikasi, berdialog, ataupun berdebat. Nabi ` telah memberi peringatan secara gamblang dan tegas: "Mencaci orang Islam itu fasiq (keluar dari ketaatan) dan membunuhnya adalah kufur." (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, An-Nasai). Mudah-mudahan tulisan singkat ini bermanfaat. Amien. 
Rujukan:

  1. Kaifa Tuhawir, Dr Thariq bin Ali Al-Habib.
  2. Adabul Hiwar fil Islam, Saefuddin Syahin.
  3. Al-Hiwaru, Adabuhu wa Dhawabithuhu fii Dhau'il Kitab was Sunnah, Yahya bin Muhammad Hasan bin Ahmad Zamzami

Iblis dan Tentaranya Menyesatkan Manusia dengan Wanita

Iblis dan Tentaranya Menyesatkan Manusia dengan Wanita
Nabi saw bersabda, "Dinding penutup antara mata jin dan aurat manusia ketika seseorang masuk jamban adalah kalau ia mengucapkan Bismillaah." (HR. Ibnu Majah dalam Kitab Thaharah 242).
Iblis dan bala tentaranya adalah sosok-sosok yang jiwanya kotor terus-menerus. Mereka selalu mengintip aurat dan kejelekan. Iblis telah mencopot pakaian Adam dan isterinya sedangkan keduanya itu di surga. Lalu di dunia ini Iblis, wadya balanya, dan partainya melepaskan pakaian taqwa dari jiwa manusia, dan mencopoti pakaian penutup aurat dari badan. Sehingga keadaan telanjang menjadi pemandangan nyata yang dianggap biasa, sedang menampakkan aurat sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan manusia tanpa ada halangannya. Tetapi kalau memang kita tetap teguh mengikuti syari'at Islam maka tidak akan terjadi yang demikian itu. Iblis tak mampu, sampai di tempat-tempat yang kamu harus buka aurat pun, iblis tak mampu melihatnya, (karena ada do'a seperti tersebut di atas). Maka segala puji bagi Allah yang telah menjadikan dzikir dan keutamaan berserah diri kepadaNya itu sebagai pencegah bagi mata barisan iblis dan partainya. (Lihat Hasan Ahmad Qathamisy, Al-Muwajahah As-Shira' ma'as Syaithan wa Hizbihi, Daru Thibah Ar-Riyadh 1415H/1995, cet I, hal 147).
Wanita
Nabi Muhammad saw bersabda, "Wanita itu menghadap ke muka dalam bentuk syetan, dan menghadap ke belakang dalam bentuk syetan (pula)." (HR. Muslim, Juz 10 Kitab Nikah, hal 177).
Mujahid berkata, "Ketika perempuan menghadap ke depan (datang) maka syetan duduk di atas kepalanya lalu menghiasinya untuk orang yang melihatnya, dan ketika perempuan itu menghadap ke belakang (pergi) syetan duduk di atas bagian belakangnya lalu ia memperindahnya untuk orang yang melihatnya." (Al-Qurthubi, Al-Jami' li Ahkaamil Quran ;12/227).
Nabi saw juga memperingatkan, "Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau. Dan sesungguhnya Allah menjadikan kamu sekalian khalifah di dunia, lalu Allah mengawasi bagaimana kamu berbuat. Maka jagalah dirimu tentang dunia dan jagalah dirimu tentang wanita. Sesungguhnya bencana/fitnah Bani Israil adalah dalam hal wanita." (HR. Muslim, Juz 17 Kitab Riqaq, hal 55).
Sabda Nabi saw pula, "Aku tidak meninggalkan fitnah/bencana yang lebih berbahaya atas kaum lelaki (selain bahaya fitnah) dari perempuan." (Al-Fath, juz 9, Hadits 5096, dan Muslim, juz 18 hal 54). Sa'id bin Al-Musayyib z berkata, "Jika syetan putus asa mengenai sesuatu maka ia kemudian pasti mendatangi sesuatu itu dari arah perempuan." Sa'id pun berkata lagi, "Tidak ada sesuatu yang lebih aku takuti di sisiku kecuali perempuan." (Siaru 'a'laamin Nublaa' Juz 4/ 237).
Kalau syetan putus asa dalam hal tertentu, maka dia akan melancarkan godaan itu dari arah perempuan. Apa yang dikatakan Sa'id bin Al-Musayyib (seorang ulama Tabi'in) tersebut dalam kenyataan kini tampak nyata. Sudah menjadi rahasia umum, ada proyek-proyek yang dilancarkan pengurusannya pakai umpan wanita. Itulah praktek syetan. Maka Sa'id yang di zaman sahabat tidak ada kebiasaan model syetan seperti sekarang pun, dia paling takut terhadap wanita.
Dan Hadits tentang wanita kadang-kadang panjang, itu tidak lain karena pengikut syetan terkutuk yang paling banyak adalah wanita. Dalam Hadits disebutkan, "Wanita itu adalah aurat, maka apabila ia keluar, maka syetan membuatnya indah (dalam pandangan laki-laki)." (Hadits Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 936, dan At-Thabrani di Al-Kabier juz 3/64, dan lihat Al-Irwaa' no. 273).
Perempuan Sebagai Salah Satu Sarana Iblis Untuk Merusak
Iblis menyodorkan fitnah pada wanita guna menyesatkan dan merusak. Al-Quran telah mengisahkan contoh-contoh adanya bencana-bencana/fitnah lewat wanita.
Godaan Syetan untuk Kaum Tsamud Lewat Wanita
Ibnu Jarir dan lain-lain dari ulama salaf (generasi Sahabat, Tabi'in, dan Tabi'ut Tabi'in) menyebutkan bahwa dua wanita dari kaum Tsamud, salah satunya Shaduq putri Al-Mahya bin Zuhair bin Al-Mukhtar, dia adalah bangsawan dan kaya. Sedang ia di bawah suami yang telah masuk Islam, lalu wanita ini menceraikan suaminya itu. Kemudian dia meng-undang putera pamannya yang bernama Mashro' bin Mahraj bin Al-Mahya, dan menyodorkan dirinya pada putera pamannya itu bila ia berani membunuh onta (Nabi Shalih).
Wanita lainnya adalah Anbarah binti Ghanim bin Majlaz dijuluki Ummu 'Utsman. Dia ini tua dan kafir, punya 4 anak perempuan dari suaminya, Dzu'ab bin Amru, salah satu pemuka kaum. Si perempuan tua ini menyodorkan ke-4 putrinya kepada Qadar ibn Salif bila ia berani membunuh onta, maka ia akan kebagian putrinya mana saja yang ia ingini. Lalu kedua pemuda (Masrhro' dan Qadar) bersegera untuk membunuh onta itu, dan berusaha mencari teman di dalam kaumnya. Maka 7 orang lainnya merespon ajakannya itu, jadi jumlahnya 9 orang. Mereka inilah yang disebutkan dalam firman Allah Ta'ala, "Dan adalah di kota itu (Kota Al-Hijr) sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan." (An-Naml: 48).
Mereka berusaha pada sisa kabilah itu dengan mempropagandakan untuk membunuh onta, mereka menyambutnya dan sepakat akan membunuh onta itu. Mereka berangkat mengintai onta. Ketika onta itu muncul dari kawanan yang mendatangi air, Mashro' bersembunyi untuk menyergapnya, lantas melemparkan panah dan menancaplah di tulang kaki onta. Dan datanglah wanita-wanita membujuk kabilah itu untuk membunuh onta, sedang wanita-wanita itu membuka wajah-wajahnya (dari kerudungnya) untuk menyemangati kabilahnya. Qadar bin Salif mendahului mereka mengeraskan (hantaman) pedangnya atas onta itu maka putuslah urat di atas tumitnya, lalu jatuh tersungkurlah onta itu ke bumi. (Tafsir At-Thabari juz 12/531-534, Al-Bidayah wan Nihayah Ibnu Katsir juz 1/127, Al-Kamil fit Taariekh Ibnul Atsir juz 1/51-52).
Wanita yang menyemangati Mashro' adalah isteri pemimpin, sedang yang menyemangati Qadar adalah isteri pejabat juga. Adapun Qadar bin Salif sendiri termasuk pemimpin, jadi mereka itu orang elit semua. Perempuan pertama telah menyodorkan dirinya kepada Mashro', sedang perempuan kedua menyodorkan puteri-puterinya kepada Qadar. Dan perempuan-perempuan kabilah itu telah keluar dengan membujuk orang-orang agar membunuh onta dengan cara membuka wajah-wajah mereka. Sungguh telah terjadi fitnah wanita itu sebagai jalan masuknya Iblis kepada para pembesar, dan Iblis bersandar bersama mereka untuk membunuh onta yang menjadi ayat Allah yang disampaikan kepada nabiNya, Shalih as.
Demikian ini tampak bagi kita, para pembesar (kaum elit) bersepakat semuanya, laki-laki maupun prempuan.
Kepala Nabi Yahya as Dipenggal Untuk Wanita Nakal
Hal itu dikatakan kepada Ibnu Umar oleh Asma' binti Abu Bakar di salah satu bagian masjidil Haram. Demikian itu ketika Ibnu Zubair putera Asma' disalib, lalu Ibnu Umar menoleh ke Asma' seraya berkata, "Jasad (anakmu) ini sebenarnya bukan apa-apa, sedang yang di sisi Allah hanyalah arwah. Maka bertaqwalah kamu kepada Allah dan bersabarlah." Lalu Asma' menjawab, "Apa yang menghalangiku (untuk bertaqwa dan bersabar), sedang kepala Yahya bin Zakaria i (saja yang lebih mulia darinya) telah dihadiahkan kepada seorang pelacur dari bani Israel." (Siaru A'laamin Nublaa' juz 2/294, Al-Muhalla juz 2/22, 'Uud al Hijaab juz 2/195, dan para perawi-nya terpercaya, khabar itu tetap untuk kisah, Al-Muwajahah hal 80).
Kenyataan dari kisah ini adalah Asma' menyebutkan dibunuhnya Yahya as itu karena (permintaan) pelacur. Di sini kita lihat puncak kekuasaan iblis atas orang-orang elit dengan dorongan syahwat seks di mana sampai membunuh seorang nabi Allah yaitu Yahya bin Zakaria i. Walaupun berbeda-beda kitab-kitab tarikh (sejarah) dalam rincian peristiwa ini hanya saja intinya adalah: Seorang raja di Damaskus masa itu ada yang menginginkan kawin dengan seorang mahramnya atau wanita yang tidak halal baginya untuk dikawini. Lalu Nabi Yahya p mencegahnya, sedangkan wanita itu menginginkan sang raja, maka ada suatu (ganjalan) yang menetap di dalam jiwa wanita dan raja itu terhadap Nabi Yahya. Maka ketika antara wanita dan raja itu terjadi percintaan, wanita itu minta agar diberi darah Yahya, sang raja akan memberikan kepadanya. Maka raja mengutus orang untuk mendatangi Nabi Yahya p dan membunuhnya, lalu menyerahkan kepala Yahya kepada wanita itu!!! (Lihat Tarikh At-Thabari ;1/586-592, Al-kamil Ibnu Atsir ;1/171, Al-Bidayah wan Nihayah ;1/49).
Demikianlah orang-orang terlaknat tidak menahan diri untuk tidak membunuh nabi-nabi Allah. Bagaimana tidak? Nabi-nabi Allah itu adalah penyuluh hidayah dan pemegang bendera kebenaran dan Tauhid, sedangkan iblis terlaknat itu pembawa bendera neraka dan panji-panji kekafiran serta syirik.