Membedakan Informasi Dusta dari yang Terpercaya


Membedakan Informasi Dusta dari yang Terpercaya

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yang telah memberikan nikmat Iman dan Islam kepada kita. Aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah. Tiada sekutu baginya. Dialah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah. Semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepadanya, kepada shahabat dan kepada kerabatnya.
Amma ba'du,
Wahai kaum Muslimin rahimakumullah!
Allah SWT telah berfirman, yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu orang fasik membawa berita, periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (Q. S. Al-Hujuraat: 6)
Allah SWT telah begitu tegas memberikan panduan kepada kaum muslimin di dalam menyikapi suatu informasi (berita): telitilah berita yang dibawa atau disiarkan oleh orang-orang fasik. Artinya, jangan mudah percaya begitu saja kepada suatu berita, kabar, opini, atau informasi yang disebarkan oleh orang-orang fasik.
Siapakah orang-orang yang disebut fasik itu?
Kata fasik berasal dari kata dasar al-fisq, yang berarti "keluar" (khuruj). Para ulama mendefinisikan fasik sebagai "orang yang durhaka kepada Allah SWT karena meninggalkan perintah-Nya atau melanggar ketentuannya." Orang fasik adalah orang yang melakukan dosa besar dan sering melakukan dosa kecil.
Jika tidak cermat, memang tidak mudah bagi kita untuk memahami arti kata fasik. Karena di dalam Al-Qur'an, kata fasik muncul dalam berbagai konteks. Kategori fasik bisa terjadi akibat dosa besar atau dosa kecil. Adapun kategori kafir hanya terjadi akibat tidak beriman atau dosa besar yang memang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam, seperti syirik akbar, meyakini bolehnya meninggalkan shalat fardhu lima waktu dan dosa-dosa lain yang memenuhi syarat untuk menjadikan pelakunya kafir. Jadi, orang fasik belum tentu kafir, tetapi orang kafir sudah tentu adalah fasik. Sebagian ulama mazhab Syafi'i menyatakan bahwa seseorang dapt dikatakan tidak fasik (adil) apabila kebaikannya lebih banyak dari kejahatannya dan tidak terbukti bahwa ia sering berdusta.
Kaum Muslimin rahimakumullah!
Tigkat penerimaan atau kepercayaan kita terhadap suatu informasi, antara berita atau informasi mengenai masalah agama, yaitu yang bersumber Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan kabar berita masalah lainnya, tidaklah sama. Mengapa dikatakan tidak sama? Bukankah sama-sama kabar/berita/informasi?
Islam memiliki mekanisme yang cukup rapi, terpercaya dan meyakinkan di dalam konsep penyampaian berita/informasi. Islam menempatkan identifikasi "kefasikan" dan "keadilan" sebagai hal yang penting. Para ulama ahli hadits telah melakukan suatu penelitian dan penilaian terhadap sifat, keadaan dan perilaku seseorang yang meriwayatkan sebuah hadits. Al-Mawardi meriwayatkan sebuah hadits Nabi SAW, "Umumkanlah orang fasik dengan kondisi yang ada padanya agar masyarakat mewapadainya." Imam Thabrani juga meriwayatkan sebuah hadits dengan sanad hasan, "Sampai kapan kamu enggan menyebut tentang orang pendusta (fajir)? Umumkanlah sampai masyarakat mengetahuinya."
Para imam hadits tidak sembarang dalam menerima setiap sanad (isnad) yang disebutkan orang, tetapi mereka menyeleksi setiap perawi yang ada dalam sanad dengan ketat. Para perawi hadits itu, diteliti kecerdasannya, akhlaknya, guru-gurunya, dan juga murid-muridnya. Jika tidak jelas, hadits yang bersumber dari perawi tersebut ditolak. Para perawi hadits disyaratkan harus jujur, kuat hafalan (dhabit), adil, dan disiplin.
Berdasarkan seleksi para pakar hadits itulah, mereka kemudian membuat kategorisasi hadits dan membaginya ke dalam tiga kelompok:

  1. Hadits Mutawatir, yakni hadits yang diriwayatkan banyak sahabat, banyak tabi'in, dan seterusnya, yang dipastikan mereka tidak mungkin bersepakat berbohong. Hadits tingkat ini dapat diyakini kebenaran secara pasti (tidak diragukan), bahwa kabar atau berita itu berasal dari Nabi SAW.
  2. Hadits Masyhur, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang sahabat, tetapi tidak sampai mencapai derajat mutawatir, lalu diriwayatkan oleh generasi sesudahnya dengan derajat mutawatir.
  3. Hadits Ahad, yaitu hadits yang seluruh perawinya, mulai generasi sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in, tidak mencapai derajat mutawatir.
Kemudian, macam hadits yang ketiga yaitu hadits ahad, dikelompokkan lagi menjadi tiga macam, yaitu:

  1. Hadits Sahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil (tidak fasik), sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai kepada Nabi SAW, tidak mempunyai cacat, dan tidak bertentangan periwayatan orang yang lebih terpercaya.
  2. Hadits Hasan, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi kurang ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai Nabi SAW, tidak mempunyai cacat, dan tidak bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih terpercaya. Jadi bedanya dengan hadits sahih terdapat pada ketelitian perawi.
  3. Hadits Dha'if, yakni hadits yang tidak memenuhi syarat sahih maupun hasan. Adapun hadits dha'if ini banyak jenisnya, yaitu: maudhu' (palsu), mursal, munqathi', mu'allaq, mudallas, mudraj, munkar, dan mubham.
Saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Ternyata di dalam agama Islam untuk menerima suatu hadits atau kabar yang diterima dari Rasulullah SAW, memiliki syarat-syarat yang sangat berat. Ini merupakan suatu mekanisme yang sangat berharga bagi agama yang lurus ini, dimana agama-agama lain di dunia tidak memiliki mekanisme sumber-sumber berita keagamaan yang dapat dipercaya. Kalau kita bertanya kepada ummat Nashrani misalnya, mengapa kitab injil yang saudara yakini kebenarannya itu, terjadi perbedaan (bias) di antara kitab-kitab Injil yang ada di dunia? Bagaimana bisa berbeda? Bisakah menelusuri siapa-siapa saja yang telah meriwayatkan ayat-ayat yang ada dalam kitab Injil? Menelusuri siapa yang meriwayatkan berita saja tidak mampu, bagaimana mungkin berita itu layak dipercayai, apalagi diyakini menjadi suatu keyakinan!? Tetapi di dalam Islam, siapa saja yang ingin membuktikan Al-Qur'an, dimana pun Anda berada, pasti kalimat dan maknanya sama, baik Al-Qur'an cetakan Belanda maupun Al-Qur'an Indonesia. Dan lebih menakjubkan lagi, jika kita kumpulkan anak-anak remaja yang hafal Al-Qur'an, barapa banyak mereka, sungguh melimpah ruah, apalagi orang-orang dewasa. Mereka hafal Al-Qur'an karena dibimbing oleh gurunya yang hafal, gurunya dari guru gurunnya dan seterusnya sambung-menyambung hingga dari Rasulnya Muhammad SAW. Begitulah sekelumit di antara tanda-tanda kebenaran kabar berita yang dibawa Muhammad SAW hingga hari ini, dismping seabreg tanda-tanda lainnya, jika kita mau memaparkannya.
Kaum Muslimin rahimakumullah!
Demikianlah kajian dakwah jumat yang singkat ini, semoga dapat bermanfaat untuk kita semua sebagai bahan renungan bagi kita bahwa nilai kabar mengenai agama kita hingga hari ini, detik ini adalah suatu kabar yang dapat diyakini dengan pasti kebenarannya. Sehingga dengannya keyakinan kita bertambah mantap, bertambah yakin dan bertambah kuat keimanan kita, amin.

Amanah


Amanah

Khutbah Pertama:
Allah SWT berfirman, yang artinya;
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh." (Q. S. 33:72)
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Q. S. An-Nisaa': 58)
Dan dalam hadits Rasulullah SAW;
"tidak ada iman bagi orang yang tidak ada amanah baginya."
Dan hadits tanda orang munafiq yang tiga:
"Apabila bicara ia bohong, apabila berjanji ia menyalahi, apabila diberi amanah ia berkhianat."
Saudara sekalian!
Sesungguhnya perkara amanah adalah sesuatu yang besar. Langit, bumi dan gunung-gunung merasa khawatir dan takut untuk memikulnya, yang akhirnya dipikul oleh manusia????. Agar orang-orang yang menunaikannya (amanat) naik derajatnya ke derajat mu'minin muttaqin, dan turun orang yang menyia-nyiakannya ke asfalassafiliin (derajat yang paling rendah).
Saudara sekalian!
Sesungguhnya amanah itu ada didalam ibadah dan mu'amalat ..Adapun amanah didalam ibadah adalah anda menunaikan -wahai kaum muslimin- dengan apa yang diwajibkan Allah kepadamu dengan ikhlash kepada-Nya dan mengikuti Rasul-Nya SAW tanpa adanya penambahan dan pengurangan, menjunjung tinggi segala perintah, menjauhi segala larangan, kamu takut kepada Allah secara sembunyi dan terang terangan, kamu takut kepadanya dihadapan manusia dan dalam kesendirian, karena Allah mengetahui kedipan mata dan apa yang disembunyikan hati, kamu menyembah Allah seolah olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihatnya maka sesungguhnya Dia melihatmu, kamu mengaplikasikan dua kaliamat syahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa ramadhan, berhaji ke baitullah dan ber'umrah, dan kamu menunaikan apa yang diwajibkan kepadamu dihadapan Tuhanmu karena ingin mendapatkan keridhaannya dan karena takut kemarahan dan kemurkaannya.
Maka siapa yang seperti itu maka sesungguhnya dia telah menunaikan amanah dihadapan Tuhannya dan mendapatkan keni'matan yang abadi dengan izin Allah.
Dan adapun amanah didalam mu'amalat maka ruang lingkupnya sangatlah banyak, sebagiannya adalah bahwa kamu ber-mu'amalah dengan manusia sebagaimana kamu menginginkan orang lain mempergaulimu seperti itu dari nasehat dan tutur kata, dan kamu memelihara hak-hak mereka yang berhubungan dengan harta ataupun bukan, dari tiap sesuatu yang diberi amanah kepadanya baik secara lapaz maupun 'urf (kebiasaan).
Amanah juga ada antara seseorang dan istrinya, maka diwajibkan kepada masing-masing memelihara yang lain pada harta dan rahasianya, maka janganlah menceritakan kepada seseorang tentang hal itu.
Dalam sebuah hadits yang shahih dari nabi saw bersabda:
"Sesungguhnya sejahat-jahat manusia kedudukannya disisi Allah pada hari qiyamat adalah seorang laki laki yang berkumpul (bersetubuh) dengan istrinya, dan kemudian salah satu dari keduanya membuka rahasia yang lainnya."
Amanah juga ada antara seseorang dengan temannya, ia bercerita kepadanya tentang rahasianya yang ia ketahui bahwasanya ia tidak ingin orang lain mengetahui tentang hal itu kemudian ia berkhianat kepadanya, tidak menunaikan sesuatu yang diamanahkan kepadanya, membuka rahasianya, serta menceritakannya kepada orang lain.
Amanah juga ada dalam jual beli, sewa-menyewa, maka tidak boleh bagi pedagang mengkhianati pembeli dengan mengurangi takaran atau timbangan, atau menambah harga atau menyembunyikan aib, atau menyamarkan aqad. Pembeli pun tidak boleh mengkhianati penjual dengan mengurangi harga, atau mengingkari, tidak mau membayar hutang padahal dia mampu (mumaathalah).
Orang yang menyewakan juga tidak boleh mengkhianati penyewa denga cara mengurangi harga atau mengingkarinya atau suatu mu'amalah yang merugikan penyewa baik itu berupa rumah, tempat, alat, atau yang ditunggangi (dikendarai).
Amanah juga terdapat dalam perwakilan dan kekuasaan, maka wajib atas wakil melakukan yang terbaik dan ia tidak boleh berkhianat kepada orang yang mewakilkan kepadanya (muwakkil) maka ia menjual barang milik muwakkil dalam perdagangannya lebih murah dari nilainya karena berkolusi dengan pembeli. Atau ia membelikan barang untuk muwakkil didalam pembeliannya lebih mahal dari harga semestinya karena berkolusi dengan penjual.
Dan didalam kekuasaan, setiap orang yang berkuasa atau sesuatu yang khusus atau umum, maka ia diberi amanah yang wajib ditunaikannya Maka seorang qadhi adalah amin (orang yang diberi amanah), amir (penguasa) adalah amin, pemimpin-pemimpin kantor dan direktur adalah amin. Mereka wajib melakukan segala hal yang berhubungan dengan kekuasaan mereka dengan yang lebih baik untuk kekuasaan mereka dan pada apa yang mereka diberi kekuasaan sebatas kemampuan mereka.
Pengurus pengurus anak yatim, mesjid dan orang-orang yang diberi wasiat, mereka semua adalah amin, wajib melaksanakan amanah dengan yang lebih baik.
Ketahuilah bahwasanya sebagian dari amanah ada yang berhubungan dengan kebudayaan pendidikan dan pengajaran. Maka wajib atas orang yang melaksanakan itu, baik itu pembuat-pembuat manhaj, kepala-kepala bagian dan para pembimbing memelihara amanah dalam hal yang demikian itu dengan memilih manhaj yang benar serta pengajar pengajar yang baik, membekali para pelajar dengan ilmu dan amal, agama dan dunia, ibadah dan akhlak.
Dan sebagian dari amanah adalah memelihara ujian dari permainan dan menganggap remeh, memelihara ujian dalam membuat soal yang sesuai kemampuan siswa, pemikiran dan keilmuan. Karena soal-soal itu kalau ternyata diatas kemampuan mereka menyusahkan dan menghancurkan mental mereka serta menyia-nyiakan seluruh tahun ajaran mereka, dan kalau ternyata lebih rendah (mudah) dari kemampuan mereka maka soal soal itu memudharatkan pada keilmuan mereka secara umum . Dan sebagian dari memelihara ujian ketika menjawab pertanyaan pertanyaan adalah agar pengawas ujian tersebut cerdik dan tidak membiarkan satu kesempatan pun untuk bermain (menyontek) dan tidak berkolosi dengan anak kerabatnya dan tidak pula kepada anak temannya karena mereka disini adalah sama, semuanya sama sama berada dalam tanggung jawab pengawas. Memelihara ujian ketika mengoreksi jawaban adalah dengan mengoreksi lembaran jawaban dengan cermat dengan tidak melewati batas yang telah ditentukan dalam peraturan sehingga tidak menzdalimi seseorang atas yang lainnya dan menempati seseorang kecuali ditempat yang semestinya. Sesungguhnya kita terhadap amanah didalam ujian pada tiga tempat tadi (menulis soal, mengawas, dan mengoreksi) maka semua itu untuk kemashlahatan semua umat, kemashlahatan ilmu, dan untuk kemashlahatan pelaksana ujian dengan menunaikan amanah atas mereka dan melepaskan tanggung jawab mereka dan untuk kebaikan siswa agar mendapatkan derajat keilmuan dan tidak adalah bagian mereka hanya ada pada kartu yang mereka bawa atau gelar yang tak ada maknanya dan juga adalah kemashlahatan ilmu sekiranaya kuat dan bertambah tambah kebenaran.Ketika melaksanakan ujian kita tidak mementingkan banyaknya siswa yang lulus, karena mutu lebih penting dari jumlah. Kalau mereka sedikit pada tahun ini mereka akan bertambah banyak pada tahun berikutnya sekiranya mereka selalu bersungguh sungguh dan menyiapkan diri untuk menghadapai ujian. Semoga Allah selalu memberi taufik kepada saya dan kalian semua untuk menunaikan amanah dan melepaskan taanggung jawab. Dan semoga Allah memelihara kita dari menyia nyiakannya dan meremehkannaya sesungguhnya Dia maha pemurah lagi mulia.
Khuthbah yang kedua:
Sega la puji bagi Allah sebagai pujian yang baik, banyak, saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah berilah rahmat dan kesejahteraaan atas hamba-Mu dan rasul-Mu pemimpin kami Muhammad dan atas keluarganya dan shahabatnya sekalian.
Amma ba'du;
Sesungguhnya setiap kita ditanya tentang apa yang ada dibawah tanggung jawabnya dan setiap orang dari kita telah memikul amanah kepemimpinan ini. Ibu dan bapak adalah pemimpin, dan anak-anak adalah amanah dipundak keduanya dari sisi makanan, pakaian, pendidikan, dan keadilan dalam mu'amalah dan pemberian.
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka."
Istri istri adalah amanah dipundak suaminya:
"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf."
Seorang pembantu, amanah ada dipundaknya dengan memelihara harta dan menunaikan pekerjaan. Kalian semua adalah pemimpin dan setiap orang akan ditanya tentang tanggung jawabnya.
Amanah juga ada pada imamah yang kecil dan besar, adapun imamah yang kecil yaitu imam didalam shalat. Sebuah amanah besar yang wajib dilaksanakan dengan ikhlash lilaahi ta'ala dan wajib pula mengikuti sunnah dan mencontoh petunjuk Rasulullah SAW dan shahabatnya yang mulia, dan mengajarkan orang lain kebaikan dan menunjukkannya kepadanya.
Adapun imamah yang besar yaitu khilafah dan penguasa kaum muslimin. Ini adalah amanah yang besar Setiap orang, yang memegang jabatan ini akan ditanya. Maka menyebarkan agama, berdakwah dan mengajarkan orang lain kebaikan termasuk tanggung jawab khalifah dan penguasa yang palin genting serta merupakan kewajiban dan kefardhuan yang palilng utama. Karena sesungguhnya padanya ada kemampuan dan kekuasaan yang lebih banyak dari semua orang.
Untuk Dakwah ini harus ada persiapan materi dan tentara. Ini adalah manhaj para nabi as. Dengan berdakwah kepada Allah dan mendorong orang lain untuk masuk kedalam agama Islam. Jika mereka menolak, mereka harus membayar pajak dari tangan dalam keadaan hina. Jika mereka masih enggan membayar pajak, maka (jawabannya) adalah pedang, maka jihad dijalan Allah. Karena agama datang untuk semua manusia. Ini adalah tanggung jawab yang paling penting dan yang paling besar atas seeorang penguasa muslim. Dia adalah amanah yang ada dipundaknya dia akan ditanya tentang hal itu pada hari qiyamah apabila menyia-nyiakannya, dan seperti itu juga wajib atasnya membela sunnah Nabi SAW dan memeliharanya, serta menolak ahli bid'ah, hal-hal yang baru (dalam agama), dan kebathilan kebathilan, memelihara agama dan syari'at dari hal-hal yang baru dan mempertahankan negara Ialam dari berbagai peperangan, apakah itu peperangan pemikiran atau peperangasn tentara, menegakkan had-had, melaksanakan segala hukum atas yang besar maupun yang kecil tanpa ada kolosi dan tanpa penjilatan (mengambil muka), maka ia memotong tangan pencuri apapun kedudukannya, malaksanakan qishahs dalam luka, merajam pelaku zinah dan melaksanakan segala apa yang diperintahkan Allah diantara semua orang.
Dan sebagian dari amanah adalah agar orang yang memegang perkara kaum muslimin melaksanakan tugasnya dengan memelihara harta kaum muslimin dan penarikan pajaknya dengan jalan yang syar'i, apakah itu dari jalan ganimah atau zakat atau pajak atau harta yang terpendam dibumi baik yang nampak atau tidak, dan agar ia bersungguh-sungguh kedalam baitul mal harta yang haram dari jalan cukai dan pajak. Kemudian membelanjakannya dijalan yang syar'i. Dimulai dari hal yang terpenting dengan mewujudkan mashlahat Islam dan kaum muslimin.
Dan sebagian dari amanah adalah agar memilih orang-orang tepat untuk menduduki jabatan penting dari orang yang sudah terbukti keshalehannya, taqwanya serta kecerdasan akalnya. Dan seperti itu pula dalam memilih penasehat dan orang yang dipercaya hal itu, harus didasari agama dan akhlak yang lurus (mulia). Adapun orang yang memillih seseorang karena kerabatnya atau yang lain dari hal itu padahal ada orang yang lebih berhak maka sesungguhnya ia telah berkhianat kepada Allah, rasul-Nya dan seluruh mu'minin. Dan sungguh Allah memuji orang-orang yang beriman karena bahwasanya mereka terhadapi amanah dan janji selalu memelihara.
Allah SWT berfirman;
"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu, mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (Q. S. 8:27)
Saya mendengar beberapa bulan yang lalu seorang penjabat disalah satu negara Islam, ia berbicara tentang riwayat hidupnya, maka iapun mengatakan tentang dirinya bahwasanya ia ketika merantau keluar negri untuk belajar dan menetap lebih dari sepuluh tahun sampai berhasil mendapatkan syahadah 'aliyahnya kemudian pulang untuk mengabdi dinegri ini, dan ia pun selalu naik pangkat (jabatan) sampai mendapatkan jabatannya saat ini. Lalu seorang penyiar bertanya kepadanya tentang buku-buku yang pernah dibacanya atau yang sedang dibacanya, ia pun menjawab; sesungguhnya ia sejak kecil sampai sekarang tidak pernah membaca buku kecuali buku-buku yang berbahasa Inggris saja dan ia tidak pernah membaca buku-buku berbahasa arab maksudnya hampir tiga puluh tahun tidak pernah membaca buku berbahasa Arab, saya memperkirakan dan saya mendengarkannya bahwa ia akan mengecualikan Al-Qur'an atau sedikit dari sirah nabi, tetapi sayang ia tidak melakukannya.
Ketika ditanya tentang apa saja yang jadi perhatiannya di sarana-sarana informasi (yang ada) ia pun menjawa bahwa ia tidak pernah menyaksikan kecuali berita-berita Amerika saja. Aku pun berkata; bagaimana orang ini memerintah dan orang-orang yang sepemikiran dengannya menjadikan bahasanya dan negrinya sesuatu yang asing, keasingan bagi Al-Qur'an dan Sunnah nabinya saw. Bahkan ia merasa lebih tinggi sampai-sampai atas sarana informasi yang berbicara dengan bahasanya, memukul beduk untuknya dan orang-orang yang sepertinya, berseruling dengan ketidakbenaran, maka ia tidak mau mendengarkannya. Bagaimana diberi amanah orang yang seperti ini untuk memegang jabatan. Sesungguhnya pemberian jabatan adalah amanah dan ia adalah beban yang tidak mungkin kecuali untuk orang-orang yang bertaqwa telah diriwayatkan dalam shahih Jami' bahwasanya Nabi SAW bersabda;
"Sungguh berkeinginan seseorang agar jatuh dari bintang kartika dan bahwasanya ia tidak memegang apapun dari urusan orang banyak."
Sesungguhnya dasar dalam kekuasaan adalah keadilan, dan tiada keadilan kecuali dari orang bertaqwa yang shaleh. Dan diriwayatkan dalam Shahih Jami' bahwasanya Nabi SAW besabda: "jika kamu kehendaki saya akan ceritakan tentang pemerintahan: pertamanya adalah celaan, yang kedua penyesalan, yang ketiga azab pada hari qiyamat bagi yang tidak adil."
Dan Rasulullah SAW telah menceritakan bahwa sebagian dari tanda-tanda hari qiyamat adalah ketika amanah sudah disia-siakan, dan sebagian dari disia-siakannya amanah adalah diserahkannya jabatan (perkara) kepada yang bukan ahlinya.
Saudara saudara sekalian!
Sesungguhnya seorang wali (penjabat) yang shaleh dari penjabat amirul mu'minin Umar bin Khaththab ra membaca satu sya'ir yang didalamnya ada pujian dan angan-angan dengan meminum arak (minuman keras). Ketika Umar mendengar hal tersebut iapun memanggilnya, mencelanya serta mencopot jabatannya. Penjabat itu berkata; "Hai amirul mu'minin, demi Allah tidak pernah satu haripun saya meminum arak hanyasanya itu adalah sya'ir yang saya katakan saja." Umar menjawab: "Dengan sebab apa yang kamu katakan maka tidak akan pernah jabatan apapun untukku setelah hari ini."

Tiga Perkara yang Menyelamatkan dan yang Mencelakakan


Tiga Perkara yang Menyelamatkan dan yang Mencelakakan

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yang telah memberikan nikmat Iman dan Islam kepada kita. Aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah. Tiada sekutu baginya. Dialah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah. Semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepadanya, kepada shahabat dan kepada kerabatnya.
Amma ba'du,
Wahai umat manusia! Bertaqwalah kalian kepada Allah Ta'ala. Tempuhlah jalan selamat dan keselamatan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, yang artinya:
"Tiga perkara yang menyelamatkan dan tiga perkara yang menyesatkan. Adapun perkara yang menyelamatkan adalah taqwa kepada Allah dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan, dan berkata haq dalam keadaan ridha dan marah, dan sederhana dalam keadaan kaya dan fakir. Adapun perkara yang mencelakakan adalah hawa nafsu yang dituruti, dan kekikiran yang dita'ati, dan bangga akan diri sendiri, dan hal ini merupakan yang paling berbahaya."
Alangkah indahnya ucapan beliau yang mencakup segala jalan kebaikan, memperingatkan dari segala jurang-jurang kehancuran.
Adapun taqwa kepada Allah dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan, maka itu adalah pokok segala perkara. Dengannya kebaikan dapat dicapai, dan kejahatan dapat ditepis. Ia adalah selalu merasa takut kepada Allah selamanya, dan mengetahui dekatnya Zat Maha Raja yang Maha Mengetahui. Sehingga seseorang merasa malu kepada Tuhannya jika Ia melihatnya berada dalam larangan-Nya, dan mendapatinya tidak berada dalam perkara-perkara yang mendekatkannya kepada ridha-Nya.
Sedangkan berkata haq dalam keadaan ridha mau marah, maka sesungguhnya hal itu merupakan pertanda kejujuran dan keadilan dan taufik. Merupakan suatu bukti yang paling nyata akan keimanan dan penguasaan seorang hamba atas amarah dan nafsunya. Sesungguhnya tidaklah selamat dari nafsu itu kecuali orang-orang yang jujur. Sehingga kemarahan dan nafsu tidak mengeluarkannya dari kebenaran, dan tidak menjerumuskannya ke dalam kebatilan. Bahkan kejujuran mencakup seluruh keadaannya dan meliputinya.
Begitu juga kesederhanaan dalam keadaan miskin dan kaya, sesungguhnya ia merupakan tanda kekuatan akal dan manajemen yang baik. Dan merupakan kepatuhan dan perwujudan dari petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa, yang terdapat dalam firmannya yang berarti:
"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak pula kikir, dan teguh berada diantara hal-hal yang demikian." (Q. S. Al-Furqaan: 67)
Jadi, tiga perkara ini mencakup seluruh seluruh kebaikan yang berkaitan dengan hak Allah, dan hak pribadi, dan hak para hamba. Dan pelakunya akan mendapatkan kemenangan dengan kemulian, petunjuk dan bimbingan.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah!
Adapun tiga perkara yang mencelakakan, adalah hawa nafsu yangdituruti. Firman Allah yang berarti:
"Dan siapakah yang lebih sesat dari orang yang menuruti hawa nafsunya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun?" (Q. S. Al-Qashash: 50)
Sesungguhnya hawa nafsu membuat jatuh pengikutnya ke dalam jurang yang paling rendah. Hawa nafsu mendorong jiwa ke dalam syahawat-syahawat berbahaya yang menghancurkan.
Adapun kekikiran yang ditaati, dan manusia itu tabiatnya menuruti kekikirannya. Firman Allah Ta'ala yang artinya:
"Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka ia termasuk orang-orang yang beruntung." (Q. S. Al-Hasyr: 9)
Barangsiapa yang menuruti kekikirannya, ia termasuk orang yang merugi. Karena sesungguhnya kekikiran itu menyebabkan kebakhilan dan mencegah hak-hak yang lain, dan menyeru kepada madharrat, pemutusan hubungan, dan kedurhakaan. Kekikiran menyeru pengikutnya memutuskan hubungan, maka mereka memutuskannya. Dan mengajak mereka untuk enggan memberikan hak-hak yang wajib atas mereka, maka mereka mematuhinya. Dan memikat mereka dengan muamalat yang buruk seperti mengurangi hak, curang, dan riba, maka mereka melakukannya. Jadi ia menyeru kepada segala perilaku yang hina dan mencegah dari segala perilaku yang baik.
Sedangkan rasa bangga akan diri sendiri adalah penghancur yang paling berbahaya dan perkara yang paling jelek. Karena rasa bangga akan diri sendiri adalah pintu takabbur, sombong dan tipu daya. Ia merupakan sarana menuju kecongkakan, kesombongan, dan penghinaan atas makhluk, yang merupakan kejahatan besar.
Jadi tiga perkara yang menghancurkan ini: Hawa nafsu yang situruti, kekikiran yang ditaati, dan bangga akan diri sendiri; siapa yang menghimpunnya maka ia termasuk orang-orang yang celaka. Dan siapa yang bersifat dengannya maka ia akan mendapatkan murka dari Allah dan berhak mendapatkan azab yang menghinakan.
Berbahagialah orang yang hawa nafsunya mengikuti apa-apa yang diridhai Allah. Dan bahagialah orang yang dijaga dari kekikiran dirinya, sehingga ia termasuk orang-orang yang beruntung, dan mengenal dirinya lalu tunduk pada kebenaran dan baik perilakunya terhadap orang-orang beriman. Semoga Allah mencurahkan akhlaq yang mulia kepada kita semua, dan menjaga kita dari segala akhlaq yang buruk dan bahayanya.

Di Antara Tanda Datangnya Kiamat: Padang Rumput Tumbuh Subur di Jazirah Arab


Di Antara Tanda Datangnya Kiamat: Padang Rumput Tumbuh Subur di Jazirah Arab

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat iman dan Islam kepada kita. Aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah, kecuali Allah. Tiada sekutu bagi-Nya. Dialah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah. Semoga selawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah saw, keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti jalan hidupnya.
Wahai kaum muslimin rahimakumullah!
Dari Abi Hurairah ra diriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda yang artinya:
"Kiamat tidak akan terjadi sampai harta banyak dan melimpah, sampai-sampai seseorang mengeluarkan zakat hartanya namun ia tak menemukan orang yang menerimanya, dan sampai tanah Arab kembali dipenuhi kebun-kebun dan sungai-sungai." (HR Muslim)
Kaum Muslimin yang berbahagia!
Baru-baru ini telah tersiar berita suatu kejadian yang cukup unik. Diberitakan oleh TV Arab Saudi dan diberitakan kembali oleh Nuansa Pagi RCTI (Selasa, 15 Januari 2002), bahwa pada Hari Minggu, tanggal 13 January 2002 yang lalu, di Arab Saudi yang merupakan daerah gurun pasir yang sangat panas yang pada waktu itu matahari bersinar sepanjang hari, telah terjadi suatu fenomena alam yang langka, yaitu turunnya salju dengan lebatnya. Tepatnya di darah Tabuk 1500 km dari Riyad (Ibu kota Arab Saudi). Ketebalan salju mencapai 20 cm, dan di Yordania suhu mencapi titik beku ( 0 derajat celcius). Ternyata tahun-tahun terakhir ini di Jazirah Arab yang notabene gurus pasir panas, turunnya salju ini telah sering terjadi, tetapi hal ini ditutup-tutupi atau tidak dipublikasikan secara luas. Ada apa gerangan dengan terjadinya fenomena alam tersebut....?
Bagi umat Islam yang telah memahami ajaran Islam, turunnya salju di Arab Saudi, bukanlah merupakan hal yang aneh. Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengabarkan kepada kita dengan sabdanya pada kurang lebih 1400 tahun yang lampau yang mengindikasikan akan datangnya fenomena tersebut. Ketika para sahabat menanyakan kepada Rasulallah saw mengenai kapan datangnya hari kiamat. Rasulallah saw menjawab bahwa pengetahuan mengenai datangnya hari kiamat hanya ada pada sisi Allah SWT. Tetapi Allah telah memberitahukan tanda-tandanya kepada Rasulallah saw, antara lain sebagaimana dalam hadits tersebut.
Dari Hadist Rasulallah saw di atas ada beberapa informasi yang didapat:

  1. Harta banyak dan melimpah.
  2. Dahulu kala dataran/jazirah Arab pernah menjadi padang rumpur yang subur dan dipenuhi dengan sungai-sungai.
  3. Nanti, dataran Arab sekalai lagi akan menjadi padang rumput dan dipenuhi dengan sungai-sungai, sebagai salah satu tanda datangnya hari kiamat.
Kaum Muslimin yang berbahagia!
Mencermati apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw, jauh-jauh hari sebelum terjadinya turun salju di Arab Saudi dewasa ini sebagaimana diberitakan di atas, para ilmuwan dari King Abdul Aziz University (Arab Saudi) bekerja sama dengan para ilmuan Barat dan manca negara telah melakukan penelitian ilmiah mengenai fenomena-fenomena alam yang diterangkan dalam Alquran dan Hadis. Salah satunya mengkaji mengenai Hadis Rasulallah saw di atas.
Kajian ini antara lain dilakukan bersama dengan seorang orientalis bernama Profesor Alfred Kroner, seorang ahli ilmu bumi (geologi) terkemuka dunia, dari Department Ilmu Bumi Institut Geosciences, Johannes Gutenburg University, Mainz, Germany.
Ketika ditanyakan kepada Prof. Korner oleh para Ilmuan King Abdul Aziz sebagaimana diterangkan dalam Islam dan Sains hal. 25-26:
Bagaimana Nabi Muhammad saw bisa mengetahui bahwa dahulu kala jazirah/dataran Arab merupakan padang rumput yang subur dan dipenuhi oleh sungai-sungai yang mengalir?
(Karena Prof Korner tidak beriman kepada Alquran dan Hadis), ia menjawab dengan tuduhan bahwa bisa saja Nabi Muhammad saw mengetahui hal tersebut dari kitab-kitab lama seperti Zabur, Taurat dan Injil yang sering menceritakan bahwa dulu di dataran Arab merupakan padang rumput yang subur dengan banyaknya cerita tentang para pengembala ternak, cerita-cerita tentang kebun anggur dan cerita-cerita tentang pemilik perkebunan yang subur yang sering diceritakan dalam kitab-kitab tersebut. Atau bisa jadi Nabi Muhammad saw menconteknya dari ilmuan-ilmuan dari Roma pada saat itu.
Menanggapi tuduhan Prof. Korner tersebut, Ilmuan King Abdul Aziz, menjawab OK, Anda bisa saja menuduh seperti itu, tapi apakah keadaan dataran Arab yang subur dahulu kala itu bisa dibuktikan secara ilmiah pada masa Nabi Muhammad saw hidup 1400 tahun yang lalu?....
Prof. Korner menjawab pada masa itu belum dapat dibuktikan karena sains dan teknologinya tidak memungkinkan.
Apakah hal itu benar-benar terjadi dan dapat dibuktikan secara ilmiah dengan teknologi canggih dewasa ini?...
Prof. Korner menjawab ya!..dahulu dataran Arab dipenuhi dengan kebun-kebun yang subur dan sunga-sungai yang mengalir, dan secara ilmiah keadaan tersebut dapat dibuktikan. Prof Korner menjelaskan bahwa dahulu selama Era Salju (Snow Age), kemudian Kutub Utara icebergs perlahan-lahan bergerak ke arah selatan sehingga relatif berdekatan dengan Semenanjung Arab, pada saat itu iklim dataran Arab berubah dan menjadi salah satu daerah yang paling subur dan hijau di muka bumi.
Kaum Muslimin rahimakumullah!
Ini merupakan fakta sains yang tidak bisa dibantah.
Pertanyaan selanjutnya oleh Ilmuan King Abdul Aziz, bagaimana Nabi Muhammad saw dapat mengetahui juga bahwa sekali lagi dataran Arab itu akan menjadi daerah yang subur dipenuhi kebun-kebun dan sungai-sungai sebagai tanda datangnya hari kiamat, padahal pada masa itu 1400 tahun yang lalu teknologinya belum memungkinkan untuk mengetahui hal tersebut dan informasi tersebut satu pun tidak diterangkan baik dalam kitab-kitab terdahulu maupun dalam penelitian ilmuan-ilmuan Roma?
Prof. Korner menjawab dengan malu-malu, bahwa Nabi Muhammad saw dapat mengetahui informasi itu pasti dari sesutu yang mengetahui betul mengenai alam ini (cuma Prof. Korner mengelak untuk mengatakan secara terus terang) bahwa sebenarnya informasi itu datangnya dari Tuhan, Allah SWT yang paling tahu tentang alam ini, karena Dia-lah yang telah menciptakan dan mengaturnya.
Apakah informasi yang dikabarkan Nabi Muhammad saw 1400 yang lalu bahwa sekali lagi dataran Arab itu akan menjadi daerah yang subur dipenuhi kebun-kebun dan sungai-sungai benar-benar akan terjadi?
Prof. Korner menjawab dengan tegas ya!... karena sebenarnya proses itu sekarang sedang terjadi. Era Salju Baru (New Snow Age) sebenarnya telah dimulai, sekali lagi sekarang salju di kutub Utara sedang merangkak/bergeser perlahan-lahan ke arah selatan mendekati Semenanjung Arab. Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta dan sains karena tanda-tanda itu nampak dengan jelas di dalam badai salju yang menghujani bagian utara Eropa dan Amerika setiap musim salju tiba. Dan sekarang terbukti bahwa salju telah beberapa kali turun di dataran Arab sebagaimana diberitakan TV Arab Saudi dan RCTI di atas.
Saudara kaum muslimin yang dimulyakan Allah!
Kejadian di atas merupakan salah satu bukti yang telah dijanjikan Allah SWT bahwa firman-Nya yang disampaikan melalui Nabi Muhammad saw dalam Alquran dan Hadis adalah benar datang dari Tuhan pencipta alam semesta ini, yaitu Allah SWT, sebagaiman dalam firman-Nya, "Alquran ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Alquran setelah beberapa waktu lagi." (Shad: 87-88)
Wahai umat manusia di dunia, apalagi yang yang menghalagi kita untuk beriman bahwa: "Tiada Tuhan selaian Allah, dan Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah" ... padahal kebenarannya telah terbukti dan hari kiamat telah makin dekat akan tiba?
Sesungguhnya masih banyak lagi kebenaran tentang fenomena alam yang diterangkan dalam Alquran dan hadis yang dikabarkan 1400 tahun yang lalu yang baru terbukti secara ilmiah melalui penelitian sains dan teknologi canggih selama bertahuan-tahun sampai sekarang ini. Seperti kejadian manusia yang diterangkan secara rinci dalam Alquran yang baru terbukti secara ilmiah oleh ilmu kedokteran yang canggih dewasa ini, keterangan tentang tata surya, kejadian gunung-gunung, kejadian laut dan keberadaan mata air tawar di dasar laut asin yang dalam, keterangan tentang saraf manusia, dan masih banyak lagi.
Alquran merupakan mukjizat terbesar yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw dibandingkan dengan mukjizat-mukjizat lain yang diberikan Allah kepada para nabi Allah SWT yang lain. Mukjizat merupakan salah satu bukti yang diberikan Allah untuk membuktikan kepada umat manusia bahwa seseorang yang diutus itu benar-benar merupakan nabi dan untusan Allah SWT.
Mukjizat diberikan Allah SWT disesuaikan dengan tarap berfikir masyarakat pada masa seorang nabi diutus Allah SWT kepada masyarakat terebut. Seperti mukjizat nabi-nabi beriktu ini: Dengan kekuasaan Allah SWT Nabi Ibrahim as tidak mempu dibakar api; Nabi Musa as dapat membelah laut merah dengan tongkatnya; Nabi Isa as dapat menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang buta dll. Mukjizat-mukjizat tersebut dapat dengan mudah dilihat dan diketahui oleh masyarakat pada masa itu tanpa harus melakukan penelitian dan pengetahuan yang canggih karena dapat disaksikan dengan mata telanjang oleh orang-orang yang menyaksikannya. Tetapi, mukjizat tersebut hanya bisa disaksikan pada masa itu saja dan tidak dapat dibuktikan kembali oleh masyarakat masa sekarang, masyarakat sekarang hanya bisa mengetahui informasi tersebut dari firman-friman Allah SWT dalam Kitab-kita-Nya. Nabi-nabi terdahulu diutus Allah terbatas hanya untuk masyarakatnya saja yang hidup pada masa itu saja.
Sementara Nabi Muhammad saw merupakan nabi terakhir yang diutus Allah SWT untuk semua umat manusia di dunia sampai akhir zaman, sehingga mukjizatnya yang terbesar berupa Alquran dapat dibuktikan oleh siapa saja kapan saja dan dimana saja sampai hari akhir, asalkan manusia mau mempelajari, mengkaji dan menelitinya.
Demikianlah, semoga dakwah yang singkat ini menjadikan bahan renungan buat kita bersama untuk lebih mantap keyakinan dan keteguhan kita di dalam memeluk Dien yang lurus, yaitu agama Islam yang sempurna, amin ya Rabbal 'alamin.

Sikap Positif dalam Menghadapi Krisis Kehidupan


Sikap Positif dalam Menghadapi Krisis Kehidupan

Kaum Muslimin Yang Berbahagia.

Kembali kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan dalam kehidupan kita, kenikmatan yang sedemikian banyak hingga kita tidak mampu menghitungnya. Kehadiran kita pada pagi ini bersamaan dengan sekitar tiga sampai empat juta jamaah haji yang sedang menyempurnakaan pelaksanaan rukun Islam yang kelima merupakan kenikmatan tersendiri dalam rangka memperkokoh ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad saw, kepada para keluarga, sahabat dan pengikut-pengikutnya sebagaimana telah diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang kita kenang pada hari-hari ini.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Sekalian Yang Dimuliakan Allah.
Kehidupan kita di Indonesia hingga hari ini masih dihantui oleh berbagai persoalan yang terasa sangat sulit untuk menghadapi dan mengatasinya, baik di bidang sosial, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan maupun budaya. Bila kita memandangnya dari sisi ajaran Islam yang murni, maka kita bisa merasakan dan

harus kita akui bahwa kesulitan dalam menghadapi dan mengatasinya karena terjadi kesenjangan yang begitu besar antara pengakuan kita sebagai muslim dengan realitas kehidupan yang kita jalani, karenanya keindahan Islam sebagai suatu ajaran agama tidak nampak lagi karena terhalang oleh "kabut" sikap dan prilaku umat Islam yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam

, dalam kaitan ini benarlah apa yang dikatakan oleh Syekh Muhammad Abduh, seorang ulama dari Mesir:
"Islam itu terhalang oleh (sikap dan prilaku) umat Islam."
Oleh karena itu, mengambil momentum pelaksanaan ibadah haji dan hari raya Idul Adha tahun ini yang sedemikian agung, ada banyak hal yang harus kita miliki untuk menyikapi dan menghadapi serta mengatasi berbagai krisis yang melanda negeri kita.
Pertama, memiliki rasa optimisme yang tinggi akan hari esok yang lebih baik. Krisis ekonomi yang berkepanjangan harus dihadapi dengan rasa optimisme yang tinggi, yakin kepada Allah Swt Yang Maha Pemberi rizki bahwa Dia sebenarnya telah menyediakan rizki itu kepada setiap makhluknya. Kalau krisis ekonomi yang melanda negeri kita terasa begitu sulit untuk diatasi hingga banyak orang yang takut tidak mendapatkan rizki hingga akhirnya begitu banyak kasus menghalalkan segala cara dalam memperolehnya, sebenarnya bukan tidak ada yang bisa kita peroleh, tapi persoalannya seringkali karena banyak orang yang sudah tidak yakin terlebih dahulu akan kemungkinan memperoleh rizki yang halal dan baik, hal ini karena apa yang dihadapi oleh

Siti Hajar bersama anaknya, Ismail sebenarnya jauh lebih sulit. Sejarah menyebutkan bahwa ketika Siti Hajar dan Ismail yang masih bayi ditempatkan di Makkah yang tandus, gersang dan tak ada kehidupan, membuat Siti Hajar harus bertanya beberapa kali pada suaminya, Nabi Ibrahim as: "Mengapa engkau tinggalkan aku disini?". Nabi Ibrahim as tidak mau menjawab pertanyaan ini, bahkan ketika ia sudah berjalan meninggalkan isteri dan anaknya, iapun tidak mau menoleh karena tidak tega meninggalkan isteri dan anaknya itu. Tapi ketika Siti Hajar bertanya: "Apakah Allah yang memerintahkan engkau untuk menempatkan aku disini?". Maka dengan jelas dan tegas Nabi Ibrahim as menjawab: "Ya" dan Siti Hajar menerima keputusan itu. Ini menunjukkan bahwa keyakinan kepada Allah sebagai Maha Pemberi Rizki merupakan sesuatu yang sangat prinsip dalam kehidupan ini

, apalagi dalam krisis ekonomi di negeri kita yang berkepanjangan. Jangan anggap kalau tidak ada IMF kita akan mengalami kesulitan yang lebih parah lagi dan jangan anggap kalau tidak berhutang kita tidak mungkin bisa hidup layak. Allah SWT telah menyediakan rizki untuk setiap makhluknya, jangankan manusia; binatang saja telah tersedia rezekinya dari Allah SWT:
"Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata." (11: 6).
Meskipun demikian, yakin kepada Allah sebagai yang Maha Pemberi Rezeki saja belum cukup, karenanya sikap Kedua, yang harus kita miliki sebagaimana yang dilakukan Siti Hajar adalah berusaha untuk mencari makan atau mendapatkan rezeki agar bisa melangsungkan kehidupan dengan baik. Bagi kita, jangankan rezeki yang belum nampak di depan mata, makanan yang sudah nampak di depan mata kitapun belum tentu menjadi rezeki kita, kita masih harus berusaha untuk mengambilnya dan memasukkannya ke mulut, mengunyah dan menelannya. Karena itu Siti Hajar berjalan dan berlari dari bukit shafa ke bukit Marwa, inilah yang dalam ibadah haji disebut dengan sa'i. Secara harfiyah, Sa'i artinya usaha, shafa artinya suci dan Marwa artinya ideal. Ini berarti, seorang muslim apalagi yang sudah berhaji harus berusaha untuk mendapatkan rezeki secara halal dan baik, jangan sampai mengemis apalagi mencuri, Karena itu mencari rezeki harus berangkat dari hati yang suci dan tidak akan mengorbankan nilai-nilai idealisme keislaman yang sudah kita yakini kebenarannya.
Usaha mencari rezeki tidak harus membuat kita menjauh dari Allah SWT dengan segala nilai yang diturunkan-Nya, di satu sisi kita memang harus berusaha mencari rezeki, tapi kedekatan kita kepada Allah jangan sampai diabaikan, karena itu jamaah haji sebelum melakukan sa'I harus terlebih dahului tawaf mengelilingi ka'bah. Ka'bah adalah lambang dari adanya Allah dan orang yabng tawaf berarti orang yang selalu berusaha untuk dekat kepada Allah, ia tidak mau keluar dari garis dan ketentuan hidup yang datang dari Allah SWT, karena itu Allah SWT memuliakan siapa saja yang dekat kepada-Nya. Itu sebabnya, di dekat Ka'bah ada hijir Ismail yang artinya pangkuan Ismail, disitulah Ismail dahulu dipangku dan diasuh oleh ibunya Siti Hajar, seorang budak yang dinikahi oleh Ibrahim, tapi meskipun ia seorang budak yang dimata manusia berkedudukan rendah, Allah SWT memuliakannya karena ia dekat kepada Allah sehingga tempat ia mengasuh, mendidik dan membesarkan anaknya diabadikan disitu, suatu tempat yang sangat mulia, dimana para jamaah haji disunnahkan salat sunah disitu meskipun tidak semuanya bisa berkesempatan untuk shalat di situ karena tempatnya yang tidak terlalu luas. Setelah berusaha sebaik mungkin, maka seorang muslim harus bertawakkal atau berserah diri dan menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT. Di sinilah manusia akan memperoleh sesuatu sesuai dengan tingkat usahanya, Allah berfirman, yang artinya:
"Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya." (53:39).
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Berbahagia.
Ketiga, sikap yang harus kita miliki dalam menghadapi krisis kehidupan adalah semangat berkorban dan menunjukkan realisasi pengorbanan sesuai dengan tingkat kemampuan kita masing-masing. Kesulitan-kesulitan hidup jangan sampai membuat kita terlalu banyak alasan untuk tidak mau berkorban bagi kemaslahatan atau kebaikan orang lain. Nabi Ibrahim as telah menunjukkan semangat pengorbanannya yang tiada tara. Ketika kita menginginkan kehidupan yang baik, harus ada pihak-pihak yang berkorban, karena dalam suatu masyarakat ada orang yang memiliki kelebihan dan ada yang memiliki kekurangan, yang berlebih harus mau berkorban untuk yang berkurang meskipun sebenarnya pengorbanannya itu juga untuk kepentingan dirinya sendiri. Saat ini banyak sekali anggota masyarakat kita yang tidak memiliki pekerjaan, tidak memiliki sumber penghasilan yang jelas, bahkan tidak sedikit dari mereka yang sudah tidak jelas dari segi pekerjaan, lemah juga dari sisi keimanan sehingga melakukan tindakan-tindakan kriminal berupa pencurian, pencopetan, perampokan, perampasan, pemerasan hingga pembunuhan, ini yang bisa kita rasakan dimana-mana dan angka-angka kriminitas semakin menunjukkan peningkatan, baik kualitas maupun kuantitas. Meskipun demikian, pengorbanan tidak selalu harus kita pahami dalam bentuk mengeluarkan sesuatu untuk orang lain yang membuat seolah-olah kita menjadi rugi secara materi, sebenarnya bisa juga berkorban yang membuat kita menjadi beruntung, misalnya harta yang kita miliki harus kita gunakan untuk mengembangkan usaha dan membuka lapangan kerja yang sebanyak-banyaknya sehingga membuat kita menjadi beruntung. Karena itu, harta bukan untuk menunjukkan kemewahan yang justeru akan mengakibatkan timbulnya kecemburuan sosial dan akhirnya merugikan kita sendiri, apalagi jangan sampai dengan harta dan anak membuat kita menjadi lupa kepada Allah Swt dengan segala syari'at yang telah diturunkan untuk kita semua, bila demikian jadilah kita orang-orang yang rugi:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta dan anak membuat kamu lupa dari mengingat Allah. Barangsiapa berbuat demikian, maka ia termasuk orang-orang yang rugi." (63:9).
Sikap keempat dalam menghadapi krisis kehidupan adalah selalu mempertahankan nilai-nilai idealisme sebagaimana ibrahim yang mempertahankan nilai-nilai kebenaran sejak beliau masih muda hingga sudah tua, ini bisa kita ambil pelajarannya saat Nabi Ibrahim as yang ingin menegakkan nilai-nilai tauhid dengan menghancurkan berhala-berhala yang mengakibatkan Nabi Ibrahim dihukum mati dengan cara dibakar dan akhirnya Allah Swt menyelamatkannya meskipun ia dianggap sebagai orang yang zalim oleh penguasa yang zalim, saat itu Nabi Ibrahim masih berusia sangat muda sebagaimana diceritakan di dalam Alquran, yang artinya:
"Mereka berkata: "siapakah yang melakukan perbuatan (menghancurkan patung) ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim". Mereka berkata: "kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." (21: 59-60).
Selanjutnya bandingkan dengan Nabi Ibrahim ketika diperintah untuk menyembelih Ismail, Ibrahim saat itu sudah sangat tua, sudah kakek-kakek karena sudah lama ia ingin punya anak dari perkawinannya dengan Siti Sarah tapi ia belum juga punya anak dan iapun akhirnya kawin dengan Siti Hajar dan dikaruniai anak yang diberi nama Ismail. Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa Nabi Ibrahim adalah seorang yang harus kita teladani dalam mempertahankan idealismenya pada kebenaran, beliau taat sejak muda hingga tua. Karena itu sejak muda hingga tua seharusnya kita selalu menunjukkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, tapi sayangnya dalam kehidupan kita sekarang begitu banyak kita dapati orang yang memiliki idealisme kebenaran pada saat masih muda, tapi justeru sikap dan tingkah lakunya bertentangan dengan nilai-nilai yang diperjuangkannya itu pada saat sudah tua, atau tidak sedikit orang yang ketika masih muda jauh dari nilai-nilai Islam, tapi ketika sudah tua, tidak lagi punya pengaruh dan potensi yang besar baru mau memperjuangkan kebenaran, akhirnya tidak bisa maksimal lagi.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Id Rahimakumullah.
Kelima, diantara sikap yang harus kita tunjukkan dalam menghadapi krisis kehidupan adalah memiliki persatuan, kesatuan dan kebersamaan untuk mengatasi persoalan-persoalan umat dan bangsa, ini merupakan sikap penting yang harus kita miliki, karena problematika yang kita hadapi tidak mungkin bisa kita atasi sendirian. Karena itu, amat kita sayangkan sikap dan prilaku yang cenderung pada perpecahan, pertentangan hingga permusuhan diantara sesama umat, apalagi tokoh-tokoh umat dalam situasi yang justeru menuntut persatuan, kesamaan dan kebersamaan. Padahal kita semua sudah tahu bahwa selemah apapun keadaan dan potensi kita, bila persatuan, kesatuan dan kebersamaan masih ada, kekuatanlah yang akan kita peroleh. Sementara sehebat dan sebesar apapun potensi umat ini, kelemahan dan keterpurukan yang semakin sulit diatasilah yang kita peroleh bila persatuan, kesatuan dan kebersamaan tidak kita miliki lagi dan inilah yang kita rasakan sekarang. Oleh karena itu, momentum ibadah haji setiap tahun seharusnya menyadarkan kita akan hakikat persatuan itu, karena seluruh jamaah haji berkumpul di tempat dan pada waktu yang sama, dengan gerakan yang sama, menyerukan yang sama hingga memakai pakaian yang sama, Bersatu di bawah nilai-nilai yang datang dari Allah Swt merupakan salah satu kenikmatan yang sangat berarti, Allah Swt berfirman, yang artinya:

"Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat-nikmat Allah orang-orang yang bersaudara." (3:103).
Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa ketika krisis kehidupan terjadi, sebagai muslim yang harus kita lakukan adalah semakin mendekatkan diri kita pada kehidupan yang islami sehingga satu-demi satu persoalan bisa kita hadapi dan kita atasi, sedangkan bila kita semakin jauh dari nilai-nilai Islam, maka krisis kehidupan bukan hanya semakin panjang tapi juga semakin menimbulkan persoalan-persoalan baru. Oleh karena itu, marilah kita tutup khutbah kita pada hari dengan sama-sama berdo'a dengan harapan Allah mudahkan segala urusan yang kita hadapi dan dicarikan jalan keluar dari berbagai persoalan yang menyelimuti kehidupan kita:

"Ya Allah Ya Tuhan kami, ampunilah kami, ampunilah dosa-dosa orang tua kami, sayangi mereka sebagaimana mereka telah menyayangi kami sejak kami masih kecil. Ya Allah, ampuni juga dosa kaum muslimin dan muslimat baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia."

"Ya Allah ya Tuhan kami, telah banyak dosa dan kezaliman yang kami lakukan, ampunilah kami ya Allah, betapa hinanya kami manakala Engkau tidak mengampuni kami."

"Ya Allah ya Tuhan kami, tunjukkan kepada kami yang benar itu benar dan berikan kekuatan kepada kami untuk bisa melaksanakannya. Ya Allah ya Tuhan kami, tunjukkan kepada kami yang bathil itu bathil, yang salah itu salah dan beikan kekuatan kepada kami untuk bisa menjauhinya."

"Ya Allah Ya Tuhan kami, jadikanlah jamaah haji kami yang kini telah menunaikannya di Tanah Suci, haji yang mabrur, sa'i yang diterima, dosa yang diampuni, amal shaleh yang diterima dan usaha yang tidak mengalami kerugian ."
"Ya Allah, baikkanlah kesudahan segala urusan kami, jauhkanlah dari kehampaan dan kehinaan di dunia dan siksa di akhirat."

"Ya Allah rukunkan dan damaikanlah semua pemimpin umat Islam, tolonglah Islam dan kaum muslimin, tolonglah kalimat-Mu untuk tetap tegak sampai hari kiamat."

"Ya Allah, jauhkanlah kami dari kesulitan ekonomi, bencana, wabah, perbuatan keji dan munkar serta melanggar aturan, serangan dan ancaman yang bermacam-macam, keganasan dan segala ujian, baik yang nampak maupun yang tersembunyi dari nagara kami Indonesia khususnya dan negeri-negeri Islam pada umumnya. Sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu."

"Ya Allah, anugerahkanlah kami kehidupan di dunia yang baik dan akhirat yang baik serta hindarkan kami dari azab neraka."

Waktu adalah Kehidupan


Waktu adalah Kehidupan

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yang telah memberikan nikmat Iman dan Islam kepada kita. Aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah. Tiada sekutu baginya. Dialah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah. Semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepadanya, kepada shahabat dan kepada kerabatnya.
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Tak terasa. Hari berganti hari, pekan berganti pekan, bulan berganti bulan, ternyata sudah tiba lagi di penghujung tahun. Sepertinya, tahun 1422 H baru kemarin kita jumpai. Tapi rasamnya tiba-tiba sekarang kita bertemu dengan tahun 1423 H. Begitulah waktu. Ia berjalan sesuai dengan karakteristiknya. Berlalu sesuai dengan tabiatnya yakni cepat terlewat tanpa terasa dan tidak pernah dapat kembali.
Imam Hasan al-Bashri pernah berkata, "Tidaklah sebuah hari itu berlalu kecuali setiap terbit matahari ada seruan: Hai anak cucu Adam, Aku adalah ciptaan yang baru, aku menjadi saksi atas perbuatanmu, maka berbekallah dariku, karena sesungguhnya aku, jika telah berlalu, tidak akan kembali sampai datang hari kiamat nanti."
Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna juga mengungkapkan, "Waktu adalah kehidupan. Kehidupan manusia adalah waktu yang dilaluinya dari mulai ia lahir sampai ia meninggal dunia". Karena itu, menurut Yusuf Qaradhawi, menyia-nyiakan waktu, walau hanya seperseribu detik sekalipun, sama sama halnya dengan menyia-nyiakan kehidupan. Bagi seorang muslim sedetik saja ia tidak dapat memanfaatkan waktunya maka ia akan kehilangan sebagian dari kehidupannya.
Ungkapan bijak itu masih senada dengan hikmah yang dilontarkan Imam Hasan al-Bashri ketika ia mengatakan, "Hai anak cucu adam, sesungguhnya engkau adalah kumpulan dari hari-harimu. Maka setiap kali hari itu berlalu maka berlalu juga sebagianmu."
Kaum muslimin yang berbahagia!
Allah SWT dalam Al-Qur'an banyak bersumpah dengan waktu atau masa. Seperti, Demi masa dalam surat Al-'Ashr, Demi waktu fajar, Demi waktu Dhuha, Demi waktu malam dan lain-lain. Sebuah sumpah yang dinisbatkan dengan sesuatu menunjukkan bahwa sesuatu itu sangat penting. Tentunya sumpah-sumpah Allah dalam Al-Quran di atas menunjukkan betapa pentingnya masalah waktu.
Dengan cara itu, Allah secara implisit memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk memperhatikan dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli tafsir (mufasirin), bahwa tujuan Allah swt. bersumpah dengan makhluknya, adalah agar mendapatkan perhatian tentang masalah tersebut dan ditadabburi manfaat apa yang akan dihasilkan darinya.
Rasulullah SAW pun menguatkan dengan bersabda:
"Tidak akan lewat tapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, kecuali setelah ditanya empat perkara yakni tentang jatah umurnya yang ia habiskan di dunia, masa mudanya yang telah ia lewatkan, hartanya dari mana didapatkan dan bagaimana dikeluarkan, tentang ilmunya sejauhmana ia amalkan."
(HR. Al-Bazzar dan At-Thabrani).
Dalam riwayat lain Nabi SAW bersabda:
"Seorang yang memiliki akal sehat akan membagi waktunya menjadi empat bagian yakni waktu ketika ia bermunajat kepada Rabbnya, waktu ia berintrospeksi, waktu mentafakkuri ciptaan Allah Swt, dan waktu ia makan dan minum."
Seorang muslim sejati, ketika ia memulai harinya, akan membukanya dengan shalat dan ketika ia mengakhirinya akan ia tutup dengan shalat pula. Ia membukanya dengan shalat subuh dan menutupnya dengan shalat Isya. Tidak ada sedikitpun waktunya terbuang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat karena ia sadar waktu yang dilaluinya kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
Karenanya amat Islam hendaknya janganlah ikut-ikutan seperti ummat-ummat yang lainnya, dimana jika merayakan hari ulang tahunnya, mereka melakukannya dengan hura-hura dan penuh hal-hal yang berlebihan yang sangat boros, apalagi ditambah dengan berbagai kemaksiatan.
Dengan bertambahnya tahun, secara angka usia seorang manusia memang bertambah. Tapi secara jatah umur, sebetulnya kesempatan hidupnya makin berkurang. Oleh karena itu berkurang pula kesempatan yang dia miliki untuk mempersiapkan diri menghadap Allah kelak. Apakah akan dia gunakan untuk beribadah kepada Allah atau justru bermaksiat kepada-Nya. (lihat! Q. S. Al-Insyiqaq: 6).
Dengan demikian, pergantian tahun bagi seorang muslim merupakan momentum untuk bermuhasabah dan merencanakan masa depan selanjutnya layaknya seorang akuntan dalam sebuah perusahaan yang menghitung untung rugi perusahaannya selama satu tahun.
Namun demikian bagi seorang muslim bermuhasabah tidak harus menunggu selama satu tahun karena sesuai dengan substansi akidahnya ia akan berusaha untuk bermuhasabah setiap hari dan setiap saat. Umar bin Khattab berkata, "Hisablah diri-diri kalian sebelum kalian dihisab."
Bila telah datang waktu malam Umar RA selalu bertanya, "Apa yang telah aku kerjakan pada hari ini." Dan ia menjadikan kebiasaan itu sebagai muhasabah hariannya. Tidak hanya memuhasabahi amalannya akan tetapi juga merencanakan masa depannya.
Masa depan ini pun, bagi seorang muslim yang paling hakiki adalah kehidupan di akhirat. Masa depan duniawi yang juga harus menjadi cita-citanya hanyalah perantara yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan akhirat.
Dalam menyikapi waktu, Yusuf Qaradhawi menasehatkan tiga hal. Pertama, memandang masa lalu sebagai bahan introspeksi sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah, karena itu berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (Q. S. Ali Imran: 137)
Kedua, merencanakan masa depan. Di antara karakteristik masa depan adalah ghaib dan terjadi dengan tiba-tiba walaupun orang-orang mengira kejadiannya akan terjadi beberapa tahun lagi. Firman Allah SWR, "Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yag telah diperbuatnya untuk hari esok." (QS. Al Hasyr:18).
Ketiga, lebih memaksimalkan diri pada masa sekarang atau yang sedang terjadi, Rasulullah SAW bersabda: "Seandainya akan tiba hari kiamat dan di tangan kalian terdapat bibit korma, maka bila kamu sanggup sebelum datangnya kiamat untuk menanamnya maka tanamlah."
Artinya dalam beramal sholeh setiap muslim harus maksimal dalam menuntaskan pekerjaannya. Ia juga harus senantiasa optimis karena setiap amalnya itu akan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah. Sekalipun menurut hitungan manusiawi hasil pekerjaannya akan hancur lantaran sebentar lagi akan datang kiamat, minimal ia sudah mendapatkan kebaikan lantaran telah memanfaatkan waktu untuk berbuat baik.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Oleh karena itu wahai kaum muslimin rahimakumullah! Marilah kita bersama-sama untuk merenungkan kehidupan ini, merenungkan usia kita masing-masing. Sudah siapkah bekal yang telah kita persiapkan untuk menghadapi kehidupan esok yang lebih cerah. Semoga Allah senantiasa memberikan pertolongan kepada kita, untuk selalu ingat dan bersyukur kepadanya, amin.

Tanda-Tanda Dekatnya Kehancuran Suatu Negeri


Tanda-Tanda Dekatnya Kehancuran Suatu Negeri

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat Iman dan Islam kepada kita. Aku bersaksi, tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah. Tiada sekutu baginya. Dialah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah. Semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepadanya, kepada sahabat dan kepada kerabatnya.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah!
Marilah kita berlomba-lomba menuju taqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, agar kita selamat di dunia dan akhirat. Taqwa yang bukan hanya ucapan, namun taqwa yang tergambar dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan serta amal shalih yang kita kerjakan.
Kaum Muslimin yang berbahagia!
Semua kehidupan di dunia ini pasti akan ada akhirnya. Karena dunia itu bersifat fana dan sementara. Semua pasti akan musnah, semuanya pasti akan berakhir. Hanya kehidupan akhiratlah yang akan kekal dan abadi. Begitu pula negara. Sekuat apapun negara itu, sepandai-pandainya seorang pemimpin dalam sebuah negara; pasti suatu saat negara itu akan berkahir, kemudian diganti dengan kaum-kaum berikutnya dan negara-negara yang baru.
"Itu adalah sebahagian dari berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad); diantara negeri-negeri itu ada yang masih kedapatan bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah."
(Huud: 100)
Beberapa tanda-tanda dekatnya keruntuhan sebuah negara adalah:

  1. Penguasa Yang Dzalim
    Sudah menjadi sunnatullah bahwa dalam suatu negeri senantiasa ada penguasa-penguasa jahat yang suka membikin makar.
    "Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri pembesar-pembesar yang jahat agar mereka melakukan tipu-daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya."(Al-An'aam: 123).
    Dengan jabatan yang disandangnya, para penguasa itu membuat aturan-aturan yang menguntungkan diri dan keluarganya, walaupun kadang-kadang harus mengorbankan rakyat. Aturan monopoli, proteksi, tata-niaga dipakai sebagai alasan untuk menyedot keuntungan pribadi sebesar-besarnya. Sedangkan untuk merealisasikan keinginannya, tidak segan-segan para penguasa jahat itu melakukan penggusuran, pembunuhan, pemberangusan dengan bungkus demi pembangunan dan kebaikan nasional. ... mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anakmu yang perempuan... (Al-Baqarah: 49).
    Untuk mengamankan posisinya, penguasa jahat itu membentuk tentara yang tangguh serta benteng-benteng yang kokoh. dan kaum Fir'aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu (Al-Fajr: 10-12). ... merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah... (Al-Hasyr: 2).
    Bila terdapat penguasa dzalim yang menindas rakyat dan terjadi pemusatan kekuasaan yang menyengsarakan wilayah regional, maka saat itulah dekatnya negeri itu dengan hukuman dari Allah SWT. ... Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka, mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman... (Al-Hasyr: 2). Kemudian runtuhlah kekuasaan negeri itu diganti dengan kekuasaan rakyat yang sebelumnya dalam keadaan tertindas. Kemudian Kami menghukum mereka, maka Kami tenggelamkan mereka di laut disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami itu. Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya... (Al-Araaf: 137).
  2. Orang Kaya yang Durhaka
    Bila orang-orang kaya dalam sebuah negeri mulai mengingkari ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya negeri itu mulai memasuki usia tua. Orang-orang kayanya hanya membanggakan banyaknya harta yang ditumpuk serta keturunan-keturunannya. Tidak sedikitpun mereka memikirkan nasib orang-orang miskin yang menderita di sekelilingnya. Mereka berkata: ...Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diadzab (Saba: 34).
    Peringatan dari para ulama yang bersih dan ikhlas, bagi orang-orang kaya ini malah menjadi gangguan yang harus disingkirkan. Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya (Saba: 34). Kalaupun mereka mengeluarkan harta untuk kerja sosial, maka harta itu diperoleh dari memeras harta rakyat juga. Bahkan peristiwa pemberian sumbangan yang dilakukannya harus dipublikasikan ke seluruh penjuru negeri. Padahal jumlah harta yang dia berikan kepada orang-orang miskin bisa jadi tidak ada setengah persen dari keseluruhan hartanya. Bila orang-orang kaya dalam sebuah negeri sudah melakukan kedurhakaan semacam itu, maka balasan dari Allah akan turun kepada negeri itu. Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu. Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya (Al-Israa: 16). Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya; maka itulah tempat kediaman mereka yang tiada ia diami (lagi) sesudah mereka; kecuali sebahagian kecil... (Al-Qashash: 58).
  3. Mengusir Orang-Orang Salih
    Keberadaan orang-orang shalih di sekitar penguasa atau masyarakat yang jahil dirasakan seperti duri yang manusuk daging tubuhnya. Sehingga penguasa atau masyarakat jahil itu merasa gerah dan marah, kemudian berupaya keras mengeluarkan duri itu dari dalam tubuhnya. Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-Rasul mereka, Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami (Ibrahim: 13).
    Bila penguasa atau masyarakat sudah berani mengusir orang-orang shalih atau mengisolasi mereka, maka sesungguhnya negeri itu sangat dekat dengan datangnya kehancuran. Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka, Kami pasti akan membinasakan orang-orang dzalim itu, dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka... (Ibrahim: 13-14). Dan betapa banyaknya negeri-negeri yang (penduduknya) lebih kuat dari (penduduk) negerimu yang telah mengusirmu itu. Kami telah membinasakan mereka; maka tidak ada seorang penolongpun bagi mereka (Muhammad: 13).
  4. Masyarakat yang Suka Bermaksiat dan Ingkar Nikmat
    Adakalanya, membanjirnya berbagai kemudahan dan kenikmatan hidup dalam sebuah negeri tidak selalu menjadikan penduduknya bisa bersyukur. Alamnya yang subur, laut yang luas dan kaya, barang tambang yang melimpah, margasatwa yang beraneka ragam; semua itu malah membuat mereka takabur. Mereka eksploitasi habis-habisan segala kekayaan itu hanya untuk dipakai berfoya-foya dan berbuat maksiat. Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezqinya datang kepadanya melimpah-ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah... (An-Nahl: 112).
    Gaya hidup masyarakat yang tidak bisa bersyukur atas nikmat Allah Ta'ala menjadi hedonis (foya-foya), konsumeris (boros) dan akhirnya menjurus kepada kehidupan yang serba permissive (serba boleh). Kemaksiatan menjalar di mana-mana dan dianggap sebagai sebuah kewajaran, hukum rimba sudah menjadi ketentuan dan saling memeras telah mentradisi. Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang dzalim... (Al-Anbiyaa: 11). Bila kondisi masyarakat telah separah itu, maka saat-saat kehancuran negeri itu telah dekat. ...karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat (An-Nahl: 112). ... maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami adzab mereka dengan adzab yang mengerikan (Ath-Thalaq: 8).
  5. Terjadinya Penyimpangan Seksual
    Deviasi seksual (penyimpangan seksual) bisa terjadi bila seseorang menjadi budak dari syahwatnya. Segala cara dipakai untuk memenuhi dorongan syahwatnya yang menggebu-gebu. Diantara bentuk-bentuk deviasi seksual adalah lesbian, homoseks, free seks, prostitusi dan yang lain-lain. Peristiwa deviasi seksual pernah terjadi pada masa Nabi Luth, yaitu berhadapan dengan kaumnya yang mengidap penyakit homoseksual. Nabi Luth berkata: "Hai kaumku, inilah puteri-puteri (negeri)ku! Mereka lebih suci bagimu, maka bertaqwalah kepada Allah..." (Huud: 78). Mereka menjawab, "Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki." (Huud: 79).
    Bila deviasi seksual telah menjamur bahkan telah dilegalkan oleh hukum dan dilindungi masyarakat, maka saat-saat kehancuran negeri itu telah dekat. Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar bertubi-tubi (Huud: 82).
  6. Hilangnya Amar Maruf Nahi Munkar
    Bila tidak ada lagi amar maruf nahi munkar dalam sebuah negeri, maka itu adalah tanda akan turunnya adzab Allah SWT kepada seluruh penduduknya. Tidak adanya amar maruf nahi munkar bisa dikarenakan banyak sebab. Diantaranya, manusia sudah terlanjur senang bergelimang dosa dan menganggap aneh perbuatan yang baik. Sehingga perbuatan maruf menjadi sesuatu yang janggal dalam kehidupan, sebaliknya perbuatan yang munkar merupakan tradisi yang digemari. Bisa juga manusia meninggalkan beramar maruf nahi munkar karena takut akibat yang bakal ditimbulkannya bisa mengancam jiwa dan keluarganya. Bisa jadi dia akan diintimidasi, dikucilkan, dimusuhi, dicekal, dipenjara, diputus mata-pencahariannya; bahkan sampai dibunuh. Sehingga manusia enggan melakukan amar maruf nahi munkar. Jika amar maruf nahi munkar telah hilang dari sebuah negeri, tidak ada lagi suasana dialogis dan kompromi, semua masalah diselesaikan dengan tekanan dan kekerasan; maka sudah dekat kehancuran negeri tersebut. Dan Kami tidak membinasakan sesuatu negeripun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan untuk menjadi peringatan. Dan Kami sekali-kali tidak berlaku dzalim (Asy Syuara [26]: 208). Itulah beberapa tanda-tanda dekatnya kehancuran suatu negeri. Bagimanakah dengan wilayah kita? Mari kita bersama-sama menjaganya.
Peringatan Sebelum Kehancuran
Ketika sebuah negeri telah tersebar kemaksiatan, menjamur penyimpangan seksual, orang kayanya berbuat durhaka serta pemimpinnya adalah orang yang dzalim; maka negeri itu telah memasuki usia tua. Negeri itu dekat dengan masa kehancuran. Akan tetapi dengan kasih-sayang-Nya, Allah Taala tidak serta merta melenyapkan negeri itu. Tetapi diberi-Nya peringatan penduduk negeri itu dalam berbagai macam bentuk peringatan. Bisa berupa penderitaan, bencana ataupun rasa takut. Tetapi bila pemimpin dan penduduk negeri itu tetap bertahan dalam kedzalimannya, maka Allah SWT akan menimpakan adzab-Nya yang sangat pedih kepada mereka. Jikalau Allah menghukum manusia karena kedzalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluq yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai pada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktu (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya (An-Nahl: 61).

Keutamaan Air Zam-Zam.


Keutamaan Air Zam-Zam.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah saw beserta keluarga dan segenap sahabatnya serta seluruh kaum Muslimin yang mengikutinya. Amma ba'du.
Wahai kaum Muslimin,
Bertakwalah kepada Allah, dan ketauhilah sesungguhnya sebaik-baik penampilan seorang Muslimin berpegang teguh pada sunnah Rasulullah, akhlak dan keutamaan beliau. Dan disaat pelaksanaan haji seperti sekarang ini, bagi yang melaksanakannya, minum air zam zam adalah perbuatan yang menunjukkan kesempurnaan iman seseorang. Baru saja sebagian kaum muslimin Indonesia melaksanakan ibadah haji ke negeri dimana tempat turunnya wahyu Ilahi. Di negeri itulah dapat diperoleh air zam-zam. Manusia paling utama ialah orang yang mengamalkan tuntutan Rasulullah saw dan mengikuti jejak beliau. Barangsiapa berpegang teguh kepadanya dan mengamalkan petunjuk-petunjuknya, maka ia akan selamat dari segala fitnah dan sampai ketepi tujuan yang abadi dalam keadaan ridha dan bahagia. Para sahabat Rasul saw sangat gemar meminum air zam zam, dan mereka saling berebut meminumnya sepuas-puasnya, hingga Allah SWT memberi kemanfaatan yang banyak kepada mereka oleh sebab air zam zam. Dan perbuatan mereka ini semata-mata mengikuti jejak dan petunjuk Rasulullah saw.
Wahai hamba Allah,
Ketahuilah, bahwa dalam hal meminun air zam zam ada tatacara yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim. Ia harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada jika hendak minum air yang penuh berkah ini. Ada sebuah riwayat yang diceritakan oleh Muhammad bin 'Abdu 'r-Rahman bin Abu Bakar, dia bercerita: Saya sedang berada di hadapan sahabat 'Abdu 'l-Lah bin 'Abbas ra., tiba-tiba datang seorang lelaki. Sahabat Ibnu 'Abbas bertanya, "Dari mana engkau datang?" Dia menjawab, "Dari telaga zam zam." lbnu 'Abbas bertanya, "Apakah engkau meminumnya sebagaimana mestinya?" Dia bertanya, "Bagaimana caranya?" Ibnu 'Abbas berkata, "Apabila engkau meminum air zamzam, menghadaplah ke arah kiblat, sebutlah nama Allah, bernapaslah tiga kali padanya dan minumlah hingga kenyang. Jika telah selesai bersyukurlah kepada Allah dengan memuji-Nya, karena Rasulullah saw. pernah bersabda:"Tanda antara kita dengan orang-orang munafik ialah, bahwa mereka tidak pernah minum air zamzam sekenyang-kenyangnya."
Wahai kaum Muslimin rahimakumullah!
Sesungguhnya tata cara yang paling baik ialah memakai etika yang baik lagi suci seperti telah disebutkan tadi, apabila seseorang hendak meminum air zam zam. Yakni, etika yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah saw secara lengkap. Sebab, sunnah Rasulullah saw adalah bagaikan mutiara paling berharga yang di dalamnya terkandung akhlak mulia dan utama, yang dapat mengangkat jiwa seseorang ke arah kesempurnaan dan mengantarkannya meraih apa yang dicita-citakannya. Kami memohon taufik kepada Allah dan kami berserah diri kepada-Nya. Hanya kepada-Nya-lah kami memohon perlindungan.
Allah SWT telah berfirman yang artinya:
"Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka."
(An-Nisa': 80).

Mendahulukan Cinta Kepada Allah dan Rasul-Nya daripada Lainnya


Mendahulukan Cinta Kepada Allah dan Rasul-Nya daripada Lainnya

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Salawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW beserta keluarga dan segenap sahabatnya serta seluruh kaum Muslimin yang mengikutinya. Amma ba'du.
Wahai kaum Muslimin Rahimakumullah!
Marilah kita bersama untuk berusaha selalu meningkatkan takwa kita kepada Allah SWT dan juga selalu berusaha untuk mencapai kecintaan, yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi dari yang lainnya.
Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang samar bagi setiap orang yang memiliki mata hati, bahwa Allah SWT sangat mencela orang yang benci kepada apa yang dicintai-Nya dan mencintai apa yang dibenci-Nya. Allah SWT berfirman, yang artinya:
"Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur'an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka."
(Q. S. Muhammad: 9)
"Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya; Sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka."
(Q. S. Muhammad, 47:28)
Kesimpulannya, wajib bagi setiap Muslim yang berakal sehat dan beroleh taufik, untuk menyintai apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, dan membenci apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, ia akan memperoleh kebahagiaan dan keberuntungan yang besar. Dan tak perlu disangsikan lagi, bahwa seseorang layak dikatakan memiliki iman yang kuat dan benar, manakala ia mencintai apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, dan membenci apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya.
Kaum Muslimin rhimakulullah!
Seorang Mu'min belum bisa dikatakan sebagai Mu'min sejati, kecuali jika ia telah mendahulukan cinta kepada Rasul SAW melebihi cintanya kepada istri, anak-anak dan semua orang. Karenanya, telah dijelaskan di dalam Hadits Shahihain,
dan Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
"Tidak layak seseorang dikatakan beriman, sehingga saya lebih dicintai olehnya daripada dirinya, anak-anaknya, kedua orang tuanya dan semua orang."
Dalam hal ini patut diingat, bahwa cinta yang sejati dan benar, menuntut seseorang agar bersedia mengikuti dan menyesuaikan diri dengan apa yang disenangi oleh kekasihnya dan menjauhi apa yang dibenci olehnya. Karenanya, Allah SWT berfirman, yang artinya:
"Katakanlah, 'Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. . ."
(Q. S. At-Taubah: 24)
Dan Allah berfirman:
''Katakanlah, 'Jika kamu (benar-benar) menyintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(Q. S. Ali Imran: 31)
Sebab turunnya ayat ini adalah, bahwa para sahabat Nabi SAW berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya
kami menyintai Tuhan kami dengan kecintaan yang amat mendalam." Maka, Allah sangat berkenan menjadikan tanda
kecmtaan ini dengan menurunkan ayat tersebut. Kemudian, di dalam Hadits Shahihain disebutkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau pernah bersabda:
"Ada tiga jenis manusia yang di dalam dirinya terdapat manisnya iman. Yaitu, hendaknya Allah dan Rasul-Nya
lebih dicintai daripada selain keduanya, hendaknya mencintai seseorang hanya semata-mata karena Allah, dan
hendaknya membenci kekufuran sesudah Allah menyelamatkannya dari kekufuran itu, sebagaimana ia
tidak suka dilemparkan ke dalam api neraka."
Barangsiapa menyintai Allah dan Rasul-Nya dengan kecmtaali sejati dan keikhiasan hati yang paling dalam, maka ia dituntut untuk dengan sepenuh hati menyintai Allah dan Rasul-Nya, dan membenci apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya. Kemudian, ia berkewajiban mewujudkan kecintaan dan kebenciannya melalui seluruh anggota tubuhnya sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan. Apabila anggota tubuhnya melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ketentuan tadi, maka hal ini menunjukkan ketiadaan rasa cinta yang sejati di dalam dirinya. Dan ketika itu, seseorang diharuskan memohon ampunan dan taubat kepada Allah dari perbuatan
tersebut seraya berusaha menyempurnakan kembali cinta yang semestinya.
Wahai hamba Allah, ketahuilah sesungguhnya perbuatan maksiat timbul karena mendahulukan kepada hawa nafsu individual ketimbang cintanya kepada Allah dan Basul-Nya. Demikaan pula semua perbuatan bid'ah, hal ini muncul sebagai akibat didahulukannya kepentingan hawa nafsu ketimbang syari'at yang mulia. barang siapa cintanya, pemberiannya dan pencegahannya hanya untuk kepentingan hawa nafsunya, hal ini menunjukkan kurangnya keimanan yang wajib ada dalam dirinya. Ketika itu, seseorang
diharuskan bertaubat dari perbuatannya, kemudian kembali kepada sunnah Rasul SAW, mendahulukan cinta kepada Allah
dan Rasul-Nya serta semua yang diridhai Allah dan Rasul-Nya daripada kepentingan hawa nafsu dan segala keinginannya.
Setiap Mu'min sejati, wajib menyintai Allah dan orang-orang yang dicintai oleh-Nya seperti, para Malaikat, Rasul, Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan Shalihin pada umumnyanya. Karenanya dikatakan, bahwa salah satu tanda keimanan yang meresap dalam sanubari adalah, hendaknya seseorang menyintai orang lain hanya semata-mata karena Allah. Barangsiapa mencintai dan membenci karena Allah, memberi dan mencegah karena Allah, maka ia telah beroleh keimanan yang sempuma. Allah SWTberfirman:
"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat kembalinya."
(Q. S. An-Nazi'at:40-41)
Kaum Muslimin yang berbahagia!
Demikian ulasan singkat tentang cinta kepada Allah dan Rasulnya, semoga kita termasuk orang-orang yang cinta kepada Allah dan Rasulnya atau paling tidak orang yang sedang berjuang keras menuju ke sana, amin.

Membaikan dan Mengiklaskan Niat


Membaikan dan Mengiklaskan Niat

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Salawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW beserta keluarga dan segenap sahabatnya serta seluruh kaum Muslimin yang mengikutinya. Amma ba'du.
Wahai kaum Muslimin Rahimakumullah!
Marilah kita bersama untuk berusaha selalu membaikkan niat, mengikhiaskannya serta memikirkannya sungguh-sungguh lerlebih dahulu sebelum memulai sesuatu perbuatan. Niat adalah asas segala perbuatan sehingga kedua-duanya berkaitan dalam hal kebaikan dan keburukan, serta kesempumaan dan kerusakannya sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
"Sesungguhnya setiap perbuatan bergantung pada niatnya, dan bagi setiap orang ganjaran sesuai dengan niat yang menyertai perbuatannya itu. "
Oleh sebab itu, hendaklah kita jangan mengucapkan sesuatu, menginginkan sesuatu atau pun ber-azam melaksanakan sesuatu kecuali menjadikan niat kita semata-mata demi mendekatkan diri (taqarrub)
kepada Allah, serta mengharapkan pahala yang telah ditetapkan oleh-Nya atas setiap amalan yang diniatkan tersebut, sesuai dengan luas karunia-Nya. Dalam hal ini, ketahuilah bahwa tiada sesuatu
patut dijadikan sarana bertagarrub kepada Allah kecuali yang telah disyariatkan-Nya melalui Rasul-Nya, baik hal-hal yang diwajibkan fara-idh) maupun yang dianjurkan (nowafit).
Adakalanya niat yang tulus dapat berpengaruh pada sesuatu yang netral (mabah) sehingga berubah menjadi amal yang dapat mendekatkan seseorang kepada Tuhannya, mengingat bahwa berbagai cara atau sarana dapat memperoleh penilaian yang sama dengan tujuan. Contohnya, seseorang makan sesuatu sambil menyertakan niat "demi menguatkan tubuhnya untuk melaksanakan berbagai ketaatan kepada Allah", atau pun mendatangi istrinya "guna mendapatkan seorang anak yang kelak beribadah kepada Allah." Niat seperti ini hanyalah dianggap tulus apabila benar-benar mengamalkannya. Misalnya: Seseorang menuntut ilmu seraya mengaku bahwa ia berniat akan mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. Apabila ia tidak melaksanakan niatnya itu nada saat telah memiliki kemampuan untuk itu, maka niatnya yang dahulu tidaklah dapat disebut sebagai niat yang tulus. Demikian pula, seseorang mencari kekayaan duniawi seraya mendakwakan bahwa hal itu semata-mata agar terlepas dari keharusan mengharapkan pemberian orang lain, atau pun dengan itu ia akan bersedekah kepada kaum fakir miskin serta sanak kerabat. Jika kelak, setelah memiliki kemampuan, ia tidak melaksanakan niatnya di masa lalu, maka niatnya itu tidak berfaedah. Demikian pula, niat yang (dianggap) baik, tidak akan menghapus dosa kemaksiatan; seperti halnya air tidak
dapat mensucikan suatu benda yang najis zatnya sejak semula. Karena itu, seseorang yang menyetujui pergunjingan atas diri seorang Muslim seraya mendakwakan bahwa hal itu demi menggembirakan hati kawannya semata-mata, ia tetap akan termasuk dalam kelompok orang yang bergunjing. Dan barangsiapa tidak mau memerintahkan yang ma'ruf dan melarang yang munkar seraya mendakwakan bahwa ia tidak ingin menyinggung perasaan orang lain, maka ia ikut menanggung dosanya. Dan bila niat
yang buruk menyertai perbuatan yang baik, niscaya akan merusakkannya dan menjadikannya sebagai keburukan. Sebagai contoh: seseorang mengerjakan amal-amal saleh, tetapi dengan itu ia berniat dan bertujuan semata-mata untuk dapat mengumpulkan harta yang banyak dan kedudukan yang tinggi.
Maka marilah kita bersungguh-sungguh, agar niat kits dalam mengerjakan ketaatan adalah semata-mata demi mencari keridhaan Allah. Di samping itu, jika kita mengerjakan hal-hal yang mubah, niatkanlah hal itu demi memudahkan dan meningkatkan ketaatan Anda kepada Allah SWT.
Maka ketahuilah, adakalanya terkumpul beberapa niat dalam satu perbuatan. Dalam hal ini, si pelaku kebaikan akan memperoleh pahala yang sempuma bagi setiap niatnya. Misalnya, bemiat untuk bermunajat kepada Allah ketika membaca AI-Quran serta demi menyimpulkan berbagai ilmu pengetahuan, mengingat AI-Quran adalah sumber ilmu. Juga bemiat agar dengan bacaannya
itu banyak para pendengar dan penyimak akan ikut beroleh manfaat, di samping niat-niat baik lainnya. Misalnya pula, dalam perbuatan-perbuatan yang mubah seperti makan, Anda bemiat untuk melaksanakan perintah Allah, sebagaimana firman-Nya, yang artinya:
"Makanlah di antara rizki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu dan janganlah melampaui batas dengannya yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan barangsiapa ditimpa kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia."
(Q. S. 20: 81)
Kita dapat pula berniat untuk meningkatkan ketahana tubuh demi melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Allah SWT, juga dapat berniat untuk berkesempatan mengucapkan syukur kepada Allah sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
"Makanlah olehmu dari rizki yang dianugerahkan Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya."
(Q. S. 34:15)
Demikianlah kita dapat memperbanyak contoh lainnya, baik dalam hal-hal yang wajib, sunnah maupun mubah. Bersungguh-sungguhlah dalam hal ini.
Kaum Muslimin yang berbahagia!
Selanjutnya, niat dapat mengandung satu dari dua makna:
pertama, menunjukkan tujuan sebenarnya yang telah mendorong kita untuk berazam (membersitkan niat di hati), bekerja atau pun berucap. Dengan makna itu, kerapkali niat untuk berbuat
sesuatu menjadi lebih utama daripada perbuatannya sendiri bila perbuatan tersebut baik; ataupun menjadi lebih buruk daripadanya bila perbuatan tersebut buruk.
Rasulullah saw. pernah bersabda:
"Niat seorang Mukmin lebih utama daripada amalnya. "
Perhatikanlah betapa beliau menyebut si Mukmin secara khusus.
Makna kedua, niat adalah gerak-hati Anda untuk melakukan sesuatu pada saat Anda hendak melakukannya. Niat dalam pengertian ini pasti lebih penting daripada perbuatan itu sendiri.
Akan tetapi, seseorang ketika berniat dan berazam untuk melakukan sesuatu, pasti tidak terlepas daripada salah satu dari ketiga keadaan di bawah ini:
Pertama, bila ia ber-azam lalu berbuat.
Kedua, bila ia ber-azam, tetapi tidak berbuat kendati ia memiliki kemampuan untuk itu. Kedua keadaan seperti ini telah dijelaskan dalam hadis yang .dirawikan oleh Abdullah bin Abbas
dari Rasulullah SAW:
"Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan nilai segala perbuatan kebaikan maupun keburukan. Maka barangsiapa berniat melaksanakan suatu kebaikan lalu tidak melaksanakannya, niscaya Allah SWT akan mencatat pahalanya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan sempurna. Dan bila seseorang berniat melakukan sesuatu kebaikan lalu ia melaksanakannya, niscaya Allah SWT. akan mencatat pahalanya di sisi-Nya sebagai perbuatan sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus, bahkan berlipat-lipat ganda banyaknya. Dan
bila seseorang berniat melakukan suatu kejahatan lalu ia tidak melaksanakannya, Allah SWT. akan mencatat pahalanya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan-sempurna, dan bila bemiat melakukan suatu kejahatan kemudian ia melaksanakannya pula, maka Allah akan mencatatnya di sisi-Nya sebagai satu kejahatan."
Ketiga, bila ia ber-azam untuk melakukan sesuatu yang ia sendiri tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya. Misalnya ia berkata: "Seandainya aku mampu, pasti aku akan melakukannya." Bagi orang seperti ini disediakan ganjaran seperti yang disediakan bagi si pelaku, baik dalam hal kebaikan ataupun kejahatan.
Hal ini berdasarkan hadis Nabi SAW:
"Manusia terbagi atas empat golongan. Seseorang dikaruniai ilmu dan harta oleh Allah lalu ia membelanjakan hartanya sesuai dengan ilmunya, maka seorang lainnya berkata, 'Seandainya
Allah SWT. memberiku seperti yang diberikan kepada orang itu, niscaya aku pun berbuat seperti yang diperbuatnya. ' Kedua orang tersebut sama-sama akan memperoleh pahala. Sebaliknya, sese-
orang dikaruniai harta oleh Allah, tetapi tidak dikaruniai ilmu, lalu ia bertindak ceroboh dengan hartanya disebabkan kebodohannya, lalu seorang lainnya berkata, 'Seandainya Allah memberiku
harta seperti dia niscaya aku pun akan berbuat seperti perbuatannya. ' Kedua orang itu sama-sama berdosa."
Kaum Muslimin rahimakumullah!
Dengan merenungi itu semua, marilah kita selalu berusaha membaikkan dan mengiklaskan niat kita pada setiap pekerjaan atau setiap langkah untuk menuju suatu kegiatan, untuk beribadah kepada Allah SWT serta meniti jalan menuju kepada kecintaan, kasih sayang dan keridhoan-Nya. Dan Allah tidak menyia-nyiakan setiap yang diusahakan oleh hambanya, semoga Allah senantiasa menolong kita, amin.

Menguatkan Keyakinan


Menguatkan Keyakinan

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah saw beserta keluarga dan segenap sahabatnya serta seluruh kaum Muslimin yang mengikutinya. Amma ba'du.
Wahai kaum Muslimin Rahimakumullah, bertakwalah kepada Allah dan tingkatkanlah keyakinannya kepada-Nya agar keyakinan itu tertanam kukuh dalam jiwa dan memenuhinya. Disaat seperti itu orang yang benar-benar kuat keyakinannya akan berkata seperti Imam Ali kw, ?Sekiranya tabir penutup kegaiban tersingkap, tidaklah sedikit pun aku bertambah keyakinan.?
Ini menunjukan kuat dan kokohnya iman sehingga menjadi laksana gunung terjal yang tinggi menjulang, takkan terguncangkan oleh berbagai keraguan dan kebimbangan, sehingga tiada sedikitpun wujud keraguan dan kebimbangan mampu bersemayam dihati. Kalaupun hal itu datang dari luar, telinga takkan mengacuhkanya, tidak pula hati akan perpulang kepadanya. Setanpun tidak akan mampu mendekati orang yang memiliki keyakinan seperti ini, bahkan ia akan lari ketakutan dan menghibur dirinya dengan keselamatan, seperti pernah diriwayatkan dalam sabda Rasulullah saw:
?Setan takut pada bayangan Umar. Karena itu setiap kali Umar melintasi suatu lorong, pasti setan memilih lorong lainnya.?
Keyakinan dapat dikuatkan dan dibaikkan dengan beberapa hal, antara lain:
Pertama (yang merupakan pokok dan sumber utama), berusaha mendengarkan dan menyimak dengan tekun ayat-ayat dan riwayat-riwayat yang mengungkapkan tentang keagungan Allah serta Kemampuan, Kebesaran, Keperkasaan dan Kemandirian-Nya dalam soal Penciptaan, Kekuasaan dan Kekuatan-Nya, tentang kebenaran para Rasul dan kesempurnaan mereka serta mukjizat-mukjizat yang diberikan Allah kepada mereka guna mendukung kerasulan mereka, tentang berbagai hukuman dan akibat buruk bagi kaum penentang. Juga riwayat-riwayat tentang hari kiamat, termasuk yang bersangkutan dengan pahala yang diberikan kepada pelaku kebajikan dan hukuman yang ditimpakan kepada para pelaku kejahatan. Semua ini pada hakikatnya sudah cukup disyaratkan oleh firman Allah SWT:
?Tidak cukupkah bagi mereka bahwa kami telah menurunkan kepadamu al-kitab (Alquran) sedang ia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam Al-Qur?an itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.? (29: 51)
Kedua, memperhatikan dan merenungkan gejala-gejala pada kerajaan lelangit dan bumi, keajaiban-keajaiban dan keindahan-keindahan tiada tara yang ditebarkan Allah pada semua itu seperti diisyaratkan oleh firman-Nya:
?Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehinga jelaslah bagi mereka bahwa itu adalah haq. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagimu) bahwa sesunguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?? (41: 53)
Ketiga, mendasari setiap perbuatan dengan konsekwensi keimanannya secara lahir dan batin, terus menerus dalam hal itu seraya berdaya upaya semampunya seperti diisyaratkan dalam firman Allah SWT:
?Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhoan Kami, benar-benar akan Kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.? (29: 69)
Kaum Muslimin yang berbahagia!
Diantara buah keyakinana adalah perasaan tentram akan terlaksananya janji Allah, kepercayaan hati akan jaminan-Nya, pemusatan himmah seseorang pada-Nya, penghindaran diri dari segala yang memalingkan dari-Nya, kembali kepada-Nya dalam setiap keadaan, serta penyaluran seluruh daya dan tenaga dalam mencari keridhoan-Nya.
Secara umum, keyakinan adalah pokok utama sedangkan segala macam kedudukan yang mulia, akhlak terpuji dan amal-amal sholeh adalah cabang-cabang serta buah-buahnya. Akhlak dan amal seseorang selalu mengikuti keyakinan dirinya baik dalam hal kuat atau lemahnya serta sehat dan sakitnya. Telah berkata Lukman a.s.:
?Tiada amal baik dapat dilaksanakan kecuali dengan keyakinan, tiada seorang hamba mampu beramal kecuali sekedar keyakianannya, dan tiada akan terkurang amalnya sampai berkurang pula keyakinannya.?
Karena itulah Rasulullah saw bersabda, ?Keyakinan adalah keseluruhan keimanan.?
Adapun keadaan keyakinan kaum Muslimin secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga macam tingkatan (keadaan keyakinan), yaitu:
Pertama, tingkatan kaum kanan (ashabul yamin), yakni kepercayaan yang pasti dan kuat namun masih disertai kemungkianan timbulnya keraguan dan guncangan apabila datang ahal-hal yang dapat mempengaruhinya. Keadaan seperti ini biasa disebut keimanan (iman).
Kedua, tingkatan orang-orang yang didekatkan (muqarrabin), yakni berkuasanya iman atas hati secara penuh sedemikian rupa sehinga tidak terjadi sesuatu yang berlawanan dengannya. Keadaan seperti ini biasa disebut keyakinan (yakin).
Ketiga, tingkatan para Nabi dan pewaris mereka yang sempurna, yakni kaum yang tulus (as-shiddiqun), yaitu beralihnya sesuatu yang ghoib menjadi benar-benar hadir dengn jelas di depan penglihatan mereka. Keadaan seperti ini biasa disebut ?penyingkapan dan pandangan langsung.?
Diantara masing-masing keadaan keyakinan itu terdapat perbedaan derajat yang cukup besar. Masing-masing mempunyai keutamaan meskipun sebagian dari mereka lebih utama dari yang lainnya. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan sungguh Allah adalah Maha Pemurah, Maha Pelimpah karunia yang Agung.
Kaum Muslimin yang berbahagia!
Dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa keyakinan adalah merupakan sesuatu yang penting dan pokok yang harus dipunyai setiap Muslim. Oleh karena itu marilah kita tingkatkan dan kuatkan keyakinan kita. Semoga kita termasuk orang-orang yang keyakinannya semakin meningkat, teguh dan kokoh, amin.
Sumber: Disadur dari kitab terjemahan Jalan Menuju Kebahagiaan, Allamah Sayyid Abdullah Haddad