Sihir dan Perdukunan


Sihir dan Perdukunan

Segala puji hanya kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan umat, Nabi besar Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tiada lagi Nabi sesudahnya.
Akhir-akhir ini banyak sekali tukang-tukang ramal yang mengaku dirinya sebagai tabib, dan mengobati orang sakit dengan jalan sihir atau perdukunan. Mereka kini banyak menyebar di berbagai negeri; orang-orang awam yang tidak mengerti sudah banyak menjadi korban pemerasan mereka.
Maka atas dasar nasihat (loyalitas) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kepada hamba-hambaNya, saya ingin menjelaskan tentang betapa besar bahayanya terhadap Islam dan umat Islam adanya ketergantungan kepada selain Allah dan bahwa hal tersebut bertolak belakang dengan perintah Allah dan Rasu-lNya.
Dengan memohon pertolongan Allah Ta'ala saya katakan bahwa berobat dibolehkan menurut kesepakatan para ulama. Seorang muslim jika sakit hendaklah berusaha mendatangi dokter yang ahli, baik penyakit dalam, pembedahan, saraf, maupun penyakit luar untuk diperiksa apa penyakit yang dideritanya. Kemudian diobati sesuai dengan obat-obat yang dibolehkan oleh syara, sebagaimana yang dikenal dalam ilmu kedokteran. Dilihat dari segi sebab dan akibat yang biasa berlaku, hal ini tidak bertentangan dengan ajaran tawakkal kepada Allah dalam Islam. Karena Allah Ta'ala telah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya. Ada di antaranya yang sudah diketahui oleh manusia dan ada yang belum diketahui. Akan tetapi Allah Ta'ala tidak menjadikan penyembuhannya dari sesuatu yang telah diharamkan kepada mereka.
Oleh karena itu tidak dibenarkan bagi orang yang sakit, mendatangi dukun-dukun yang mendakwakan dirinya mengetahui hal-hal ghaib, untuk mengetahui penyakit yang dideritanya. Tidak diperbolehkan pula mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, karena sesuatu yang mereka katakan mengenai hal-hal yang ghaib itu hanya didasarkan atas perkiraan belaka, atau dengan cara mendatangkan jin-jin untuk meminta pertolongan kepada jin-jin tersebut sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Dengan cara demikian dukun-dukun tersebut telah melakukan perbuatan-perbuatan kufur dan sesat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan dalam berbagai haditsnya sebagai berikut :
Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab 'Sahih Muslim', bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Barangsiapa mendatangi tukang ramal (arraaf) kepadanya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari."

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Barangsiapa yang mendatangi dukun (kahin) dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR Abu Daud).

Dikeluarkan oleh empat Ahlus Sunan dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan lafaz, "Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam."
Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Bukan termasuk golongan kami yang melakukan atau meminta tathayyur (menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda,burung dan lain-lain),yang meramal atau yang meminta diramalkan, yang menyihir atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR Al-Bazzaar, dengan sanad jayyid).
Hadits-hadits yang mulia di atas menunjukkan larangan mendatangi peramal, dukun dan sebangsanya, larangan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang ghaib, larangan mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, dan ancaman bagi mereka yang melakukannya.
Oleh karena itu, kepada para penguasa dan mereka yang mempunyai pengaruh di negerinya masing-masing, wajib mencegah segala bentuk praktek tukang ramal, dukun dan sebangsanya, dan melarang orang-orang mendatangi mereka.
Kepada yang berwenang supaya melarang mereka melakukan praktek-praktek di pasar-pasar, mall-mall atau di tempat-tempat lainnya, dan secara tegas menolak segala yang mereka lakukan. Dan hendaknya tidak tertipu oleh pengakuan segelintir orang tentang kebenaran apa yang mereka lakukan. Karena orang-orang tersebut tidak mengetahui perkara yang dilakukan oleh dukun-dukun tersebut, bahkan kebanyakan mereka adalah orang-orang awam yang tidak mengerti hukum, dan larangan terhadap perbuatan yang mereka lakukan.
Rasulullah 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang umatnya mendatangi para peramal, dukun dan tukang tenung. Melarang bertanya serta membenarkan apa yang mereka katakan. Karena hal itu mengandung kemungkaran dan bahaya besar, juga berakibat negatif yang sangat besar pula. Sebab mereka itu adalah orang-orang yang melakukan dusta dan dosa.
Hadits-hadits Rasulullah tersebut di atas membuktikan tentang kekufuran para dukun dan peramal. Karena mereka mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib, dan mereka tidak akan sampai pada maksud yang diinginkan melainkan dengan cara berbakti, tunduk, taat, dan menyembah jin-jin. Padahal ini merupakan perbuatan kufur dan syirik kepada Allah subhanahu wa Ta'ala. Orang yang membenarkan mereka atas pengakuannya mengetahui hal-hal yang ghaib dan mereka meyakininya, maka hukumnya sama seperti mereka. Dan setiap orang yang menerima perkara ini dari orang yang melakukannya, sesungguhnya Rasulullah 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berlepas diri dari mereka.
Seorang muslim tidak boleh tunduk dan percaya terhadap dugaan dan sangkaan bahwa cara seperti yang dilakukan itu sebagai suatu cara pengobatan, semisal tulisan-tulisan azimat yang mereka buat, atau menuangkan cairan timah, dan lain-lain cerita bohong yang mereka lakukan.
Semua ini adalah praktek-praktek perdukunan dan penipuan terhadap manusia, maka barangsiapa yang rela menerima praktek-praktek tersebut tanpa menunjukkan sikap penolakannya, sesungguhnya ia telah menolong dalam perbuatan bathil dan kufur.
Oleh karena itu tidak dibenarkan seorang muslim pergi kepada para dukun, tukang tenung, tukang sihir dan semisalnya, lalu menanyakan kepada mereka hal-hal yang berhubungan dengan jodoh, pernikahan anak atau saudaranya, atau yang menyangkut hubungan suami istri dan keluarga, tentang cinta, kesetiaan, perselisihan atau perpecahan yang terjadi dan lain sebagainya. Sebab semua itu berhubungan dengan hal-hal ghaib yang tidak diketahui hakikatnya oleh siapa pun kecuali oleh Allah Subhanahhu wa Ta'ala.
Sihir sebagai salah satu perbuatan kufur yang diharamkan oleh Allah, dijelaskan di dalam surat Al-Baqarah ayat 102 tentang kisah dua Malaikat:
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir'. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarkan ayat (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di Akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui." (Al-Baqarah:102)
Ayat yang mulia ini juga menunjukkan bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu sihir, sesungguhnya mereka mempelajari hal-hal yang hanya mendatangkan mudharat bagi diri mereka sendiri, dan tidak pula mendatangkan sesuatu kebaikan di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ini merupakan ancaman berat yang menunjukkan betapa besar kerugian yang diderita oleh mereka di dunia ini dan di Akhirat nanti. Mereka sesungguhnya telah memperjualbelikan diri mereka dengan harga yang sangat murah, itulah sebabnya Allah berfirman :
"Dan alangkah buruknya perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir itu, seandainya mereka mengetahui."
Kita memohon kepada Allah kesejahteraan dan keselamatan dari kejahatan sihir dan semua jenis praktek perdukunan serta tukang sihir dan tukang ramal. Kita memohon pula kepadaNya agar kaum muslimin terpelihara dari kejahatan mereka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan pertolongan kepada kaum muslimin agar senantiasa berhati-hati terhadap mereka, dan melaksanakan hukum Allah dengan segala sangsi-sangsinya kepada mereka, sehingga manusia menjadi aman dari kejahatan dan segala praktek keji yang mereka lakukan. Sungguh Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia!

Keteguhan Prinsip dan Fleksibilitas dalam Islam


Keteguhan Prinsip dan Fleksibilitas dalam Islam
Apakah yang menyebabkan Islam memiliki resistensi tinggi menghadapi tantangan zaman yang menyebabkannya senantiasa survive dan estabilish sehingga cocok untuk setiap zaman dan menembus batas teritorial ?. Tidak lain karena Islam memiliki karakteristik teguh dalam prinsip dan fleksibel dalam mensikapi perkembangan sehinga ia menjadi sebuah harmoni keseimbangan yang indah. Islam telah menempatkan masing-masing dari keduanya dalam posisi yang benar, maka ia menjaga keteguhan prinsip pada hal-hal yang kekal dan lestari serta memberikan keleluasaan dan fleksibilitas serta kelenturan dalam hal-hal yang menerima perubahan dan perkembangan aktual.
Karakteristik ini tidak terdapat pada risalah samawi lainnya maupun pada ajaran agama yang lain di dunia karena syari'at samawi selain Islam hanya diperuntukkan serta cocok untuk suatu zaman tertentu tidak pada yang lainnya, sehingga biasanya mewakili kekerasan prinsip atau bahkan kejumudan dan sikap statis yang kaku. Sejarah mencatat tokoh-tokoh agama samawi dengan sikapnya yang tidak menerima perkembangan sains, dan anti terhadap gerakan ilmiah, serta apatis terhadap hal-hal yang baru dalam bidang pemikiran hukum atau manajemen.
Keteguhan prinsip dalam Islam akan kita dapati pada hal-hal yang penting yang sifatnya kekal dan tidak akan pernah berubah selamanya yaitu :

  1. Rukun Iman yang kesemuanya berkaitan dengan aqidah (keyakinan)
  2. Rukun Islam yang merupakan pondasi utama amal Islami
  3. Hal-hal yang diharamkan secara tegas seperti sihir, membunuh, zina, riba dan lain sebagainya.
  4. Nilai-nilai utama keluhuran budi pekerti seperti kejujuran, amanah, 'iffah (menjaga kesucian diri), sabar, malu dan sebagainya.
  5. Syari'at Islam yang Qoth'i dalam pernikahan, talak, warisan, hudud, qishash dan sebagainya yang kesemuanya tetap dengan dalil-dalil qoth'i.
Oleh karena itu kita dapati contoh dalam sejarah, ketika Rasulullah Sallallahu'alaihi wasallam ditawari sebuah kompromi dalam masalah aqidah dengan menyembah Allah selama setahun dan setahun berikutnya menyembah berhala, Allah menjawabnya dengan menurunkan surat Al Kafirun yang menjelaskan akan keteguhgan prinsip dalam hal keyakinan yang tak bisa ditawar-tawar lagi.
Ini berbeda pada saat Rasulullah mengadakan perjanjian di Hudaibiyyah. Kita dapat melihat sikap fleksibilitas Rasulullah tampak jelas dalam gambaran yang paling indah. Hal itu tampak pada ucapan beliau di hari itu :
"Demi Allah, tidaklah kaum Quraisy mengajakku hari ini kepada suatu garis kerjasama dimana mereka memintaku untuk menyambung silaturahmi kecuali saya memberikannya kepada mereka."
Penerimaan beliau Sallallahu'alaihi wasallam untuk menulis naskah perjanjian damai : "Dengan nama-Mu ya Allah" (Bismikallahumma) sebagai ganti "Dengan nama-Mu Ya Allah yang maha pengasih lagi Maha Penyayang" (Bismillahirrahmanirrahiim) yang merupakan pengatasnamaan yang ditolak oleh kaum Quraisy.
Juga penerimaan beliau untuk menghapus kata Rasulullah setelah namanya yang mulia, pada saat Ali Radiallahu anhu justru menolak untuk menghapusnya sampai Rasulullah sendiri yang menghapusnya. Serta pada penerimaan beliau terhadap sarat-sarat yang diajukan oleh Quraisy pada perjanjian tersebut.
Rahasia dari fleksibilitas dalam hal ini serta keteguhan prinsip dalam sikap sebelumnya adalah ; bahwa sikap-sikap pertama berkaitan dengan prinsip dan aqidah, maka kompromi dalam hal ini tidak dapat diterima, sementara pada sikap yang terakhir adalah berkaitan dengan urusan parsial, politik temporal ataupun penampilan lahir simbolis, maka beliau bersikap longgar dan fleksibel.
Adapun wilayah fleksibilitas dalam Islam mencakup hal-hal berikut :

  1. Wilayah kekosongan hukum, yaitu wilayah yang dibiarkan oleh nash ntuk diserahkan pada ijtihad para penguasa muslim, ulama dan para ahli ijtihad. Seperti kewajiban Syura dalam Islam, bagaimanakah mekanisme syura itu diserahkan kepada ijtihad berdasarkan maslahat umat, 'Urf (adat) dalam batasan yang tidak bertentangan dengan syari'at.
  2. Wilayah Nash interpretatif, yang menampung lebih dari satu penafsiran. Maka didisitu terdapat keluasan bagi orang yang menginginkan tarjih (preferensi), perbandingan (komparasi) serta pendapat yang paling dekat kepada kebenaran.
Perubahan fatwa dengan perubahan zaman, kondisi, dan Adat Istiadat
Dari sini para peneliti dari ulama fiqih belum menemukan di berbagai masa suatu kenaifan atau keberatan apapun dalam menyatakan keharusan berubahnya fatwa dengan perubahan zaman, tempat tradisi dan kondisi.
Ibnu 'Abidin, salah seorang ulama abad ketiga belas, menyebutkan dalam risalahnya, bahwa kebanyakan hukum berbeda-beda dengan perbedaan zaman karena perubahan tradisi generasinya, atau karena terjadinya kebutuhan darurat, atau karena kerusakan generasi zaman itu, dimana kalau hukum itu tetap seperti semula niscaya mengakibatkan kesulitan dan berbahaya bagi manusia, dan niscaya akan menyalahi kaidah-kaidah syari'ah yang dibangun berdasarkan keringanan, kemudahan, dan mencegah bahaya dan kerusakan.

Aurat dan Jilbab


Aurat dan Jilbab

Rasulullah bersabda: ?Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.? (HR. Muslim)
Wanita-wanita yang digambarkan Rasul dalam hadis di atas sekarang banyak sekali kita lihat. Bahkan itu sudah menjadi sesuatu yang mentradisi dan dianggap lumrah. Mereka adalah wanita-wanita yang memakai pakaian tapi telanjang. Sebab pakaian yang mereka kenakan tak dapat menutupi apa yang Allah perintahkan untuk ditutupi.
Budaya barat adalah penyebab fenomena ini. Sebab pakaian yang ?tak layak? tersebut bukanlah merupakan budaya masyarakat Islam dan tidak pula dikenal dalam tradisi masyarakat kita. Namun itu adalah hal baru yang lantas diterima tanpa dikritisi. Tidak pula itu diuji dengan pertanyaan, bolehkah ini menurut agama, atau baikkah ini bagi kita dan pertanyaan lain yang senada. Boleh jadi karena perasaan rendah diri yang akut dan silau terhadap kemajuan barat dalam beberapa hal akhirnya banyak di antara kita yang menerima budaya barat dengan mata tertutup (atau sengaja menutup mata).
Namun di sana kita juga melihat fajar yang mulai terbit. Kesadaran untuk kembali kepada budaya kita sendiri (baca: budaya berpakaian islami) mulai tumbuh. Betapa sekarang kita banyak melihat indahnya kibaran jilbab di mana-mana. Di kampus, di sekolah, di pasar dan bahkan di terminal-terminal. Malah di beberapa negara barat (Inggris dan Jerman misalnya) muslimah-muslimah pemakai jilbab tak lagi sulit ditemukan.
Jelasnya saat ini sudah tak ada lagi larangan untuk mengenakan busana dan pakaian yang menutup aurat. Permasalahannya, apakah jaminan kebebasan ini kemudian segera disambut oleh para muslimah kita dengan segera kembali mengenakan pakaian takwa itu atau tidak. Yang pasti alasan dilarang oleh si ini dan si itu kini tak berlaku lagi.

AURAT WANITA DAN HUKUM MENUTUPNYA
Aurat wanita yang tak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain (selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Yang menjadi dasar hal ini adalah:
1. Al-Qur?an surat Annur:
?Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ?Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkkan khumur (Ind: jilbab)nya ke dadanya???
Keterangan :
Ayat ini menegaskan empat hal:
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak. Para ulama mengatakan bahwa ayat ini juga menunjukkan akan haramnya menampakkan anggota badan tempat perhiasan tersebut. Sebab jika perhiasannya saja dilarang untuk ditampakkan apalagi tempat perhiasan itu berada. Sekarang marilah kita perhatikan penafsiran para sahabat dan ulama terhadap kata ??kecuali yang biasa nampak?? dalam ayat tersebut. Menurut Ibnu Umar RA. yang biasa nampak adalah wajah dan telapak tangan. Begitu pula menurut ?Atho,? Imam Auzai dan Ibnu Abbas RA. Hanya saja beliau (Ibnu Abbas) menambahkan cincin dalam golongan ini. Ibnu Mas?ud RA. mengatakan maksud kata tersebut adalah pakaian dan jilbab. Said bin Jubair RA. mengatakan maksudnya adalah pakaian dan wajah. Dari penafsiran para sahabat dan para ulama ini jelaslah bahwa yang boleh tampak dari tubuh seorang wanita adalah wajah dan kedua telapak tangan. Selebihnya hanyalah pakaian luarnya saja.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab. Ini menunjukkan bahwa kepala dan dada adalah juga termasuk aurat yang harus ditutup. Berarti tidak cukup hanya dengan menutupkan jilbab pada kepala saja dan ujungnya diikatkan ke belakang. Tapi ujung jilbab tersebut harus dibiarkan terjuntai menutupi dada.
2. Hadis riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata: ?Hai Asma, seseungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini,? sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR. Abu Daud dan Baihaqi).
Keterangan :
Hadis ini menunjukkan dua hal:
a. Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
b. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.
Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa. Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat solat saja namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
Selain kedua dalil di atas masih ada dalil-dalil lain yang menegaskan akan kewajiban menutup aurat ini:
1. Dari Al-Qur?an:
a. ?Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu melakukan tabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyyah dahulu?? (Qs. Al-Ahzab: 33).
Keterangan:
Tabarruj adalah perilaku mengumbar aurat atau tidak menutup bagian tubuh yang wajib untuk ditutup. Fenomena mengumbar aurat ini adalah merupakan perilaku jahiliyyah. Bahkan diriwayatkan bahwa ritual haji pada zaman jahiliyyah mengharuskan seseorang thawaf mengelilingi ka?bah dalam keadaan bugil tanpa memandang apakah itu lelaki atau perempuan.
Konteks ayat di atas adalah ditujukan untuk istri-istri Rasulullah. Namun keumuman ayat ini mencakup seluruh wanita muslimah. Kaidah ilmu ushul fiqh mengatakan: ?Yang dijadikan pedoman adalah keumuman lafadz sebuah dalil dan bukan kekhususan sebab munculnya dalil tersebut (al ibratu bi umumil lafdzi la bikhususis sabab).
b. ?Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin: ?Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.? Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.? (Qs. Al-Ahzab: 59).
Keterangan:
Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian kurung), bukan berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda keimanan mereka.
2. Hadis Rasulullah, bahwasanya beliau bersabda:
?Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mrip ekor sapi untk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.? (HR. Muslim)
Keterangan:
Hadis ini menjelaskan tentang ancaman bagi wanita-wanita yang membuka dan memamerkan auratnya. Yaitu siksaan api neraka. Ini menunjukkan bahwa pamer aurat dan ?buka-bukaan? adalah dosa besar. Sebab perbuatan-perbuatan yang dilaknat oleh Allah atau Rasul-Nya dan yang diancam dengan sangsi duniawi (qishas, rajam, potong tangan dll) atau azab neraka adalah dosa besar.
SYARAT PAKAIAN PENUTUP AURAT WANITA
Pada dasarnya seluruh bahan, model dan bentuk pakaian boleh dipakai, asalkan memenuhi syarat-syarat berikut
1. Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Tidak tipis dan tidak transparan
3. Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh (tidak ketat)
4. Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.
5. Tidak berwarna dan bermotif terlalu menyolok.Sebab pakaian yang menyolok akan mengundang perhatian laki-laki. Dengan alasan ini pula maka maka membunyikan (menggemerincingkan) perhiasan yang dipakai tidak diperbolehkan walaupun itu tersembunyi di balik pakaian.(Wallahu a?lam bi ashshowab)

Menjawab Keraguan Seputar Jilbab


Menjawab Keraguan Seputar Jilbab

Menghias perbuatan maksiat adalah pekerjaan setan. Sehingga perbuatan dosa bisa nampak indah, yang haram menjadi suram dan yang maksiat kelihatan memikat. Begitu pula dalam masalah jilbab dan busana takwa ini. Banyak syubhat dan keraguan yang bisa jadi sengaja dihembuskan untuk menghalangi para wanita muslimah memperindah penampilannya dengan busana takwa.
Tulisan ini akan mengupas tentang beberapa hal yang menimbulkan keraguan dan kebimbangan seputar jilbab, sekaligus menjawabnya insya Allah. Hal-hal tersebut antara lain:
  1. Jilbab adalah budaya Arab
    Ada sementara orang yang mengatakan bahwa jilbab adalah budaya dan tradisi pakaian wanita arab pada masa awal pertumbuhan Islam. Sekarang, setelah berlalu lebih dari 14 abad, budaya dan tradisi pun berubah. Cara orang berpakaian pun sudah tak seperti dulu. Karena jilbab adalah pakaian wanita arab saat itu, maka bukan saatnya lagi untuk dikenakan saat ini. Apalagi bagi orang yang tinggal di negara-negara non arab yang tentunya mempunyai budaya dan tradisi sendiri.
    Dari sini paling tidak ada dua hal yang perlu dijawab. Pertama, benarkah jilbab adalah tradisi berpakaian wanita arab pada awal pertumbuhan Islam? Kedua, benarkah jilbab hanya khusus untuk wanita arab dan tak wajib bagi muslimah non arab untuk mengenakannya?
    Imam Hakim meriwayatkan sebuah hadis yang menggambarkan saat-saat setelah turunnya ayat perintah menutup aurat, yaitu Surat Annur ayat 31:
    (dan hendaklah mereka menutupkan khumur- jilbab- nya ke dada mereka?). Riwayat lain menerangkan: ?Wanita-wanita (ketika turun ayat tersebut) segera mengambil kain sarung mereka, kemudian merobek sisinya dan memakainya sebagai jilbab.? (HR. Hakim).
    Imam Bukhari juga meriwayatkan hal senada:
    ?Bahwasannya ?Aisyah RA. Berkata: "Ketika turun ayat (dan hendaklah mereka menutupkan "khumur" -jilbab- nya ke dada mereka?) maka para wanita segera mengambil kain sarung, kemudian merobek sisinya dan memakainya sebagai jilbab.? (HR. Bukhari).
    Kedua hadis ini menunjukkan kepada kita bahwa pada saat turunnya ayat tersebut para shohabiyyah (wanita dari kalangan sahabat) sedang tidak mengenakan "khumur" (jilbab) dan memang mereka belum biasa mengenakannya. Buktinya, saat itu mereka harus merobek kain sarung mereka untuk dialih-fungsikan menjadi jilbab. Jika mereka sudah biasa memakainya tentunya jilbab itu telah tersedia dan tak perlu lagi untuk menyulap kain sarung mereka menjadi jilbab ?darurat.? Dari sini jelaslah bahwa jilbab bukanlah merupakan budaya dan tradisi wanita arab pada awal pertumbuhan Islam, tetapi suatu hal yang disyariatkan oleh Islam dan dilaksanakan oleh seluruh shohabiyyah. Hingga akhirnya pakaian tersebut mentradisi dan menjadi budaya Islam. Dengan ini, berarti pertanyaan pertama telah terjawab.
    Sedang pertanyaan kedua, yakni apakah jilbab hanya untuk orang arab saja, maka ini terjawab dengan keuniversalan Islam. Islam adalah agama yang diperuntukkan bagi seluruh manusia, melampaui batas waktu dan geografi. Allah berfirman:
    ?Dan Kami tidak mengutus kamu melainkan kepada manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.? (Qs. Saba?:28). Karena jilbab (busana penutup aurat) adalah bagian dari syariat Islam maka ia juga diperuntukkan bagi seluruh wanita muslimah di manapun ia berada hingga hari kiamat kelak.
  2. Jilbab hanya wajib bagi istri-istri Rasulullah
    Orang yang mengatakan bahwa jilbab (dikenal juga dengan sebutan hijab) hanyalah wajib bagi istri-istri Rasulullah berdalil dengan ayat 33 surat Al-Ahzab. Sebab konteks ayat tersebut ditujukan kepada mereka. Karenanya larangan untuk tabarruj dan kewajiban mengenakan jilbab hanyalah wajib bagi mereka saja.
    Pernyataan ini terjawab dengan dua hal:
    1. Para ahli tafsir memberikan komentar atas ayat tersebut bahwa meninggalkan tabarruj juga diperintahkan kepada seluruh wanita mukminah. Imam Al-Jashshas berkata: ?Semua hal yang tersebut dalam ayat ini adalah petunjuk-petunjuk Allah bagi istri-istri rasulullah untuk menjaga mereka, dan semua itu juga ditujukan bagi wanita-wanita mukminah.? (lihat, Ahkamu Al-Qur?an karya Al-Jashshos). Imam Ibnu Katsir berkomentar: ?Ini adalah hal-hal yang diperintahkan Allah kepada istri-istri Nabi, dan seluruh wanita mukminah dalam hal ini harus mengikuti mereka.? (lihat, Tafsir Ibnu Katsir).
    2. Sebutlah misalnya bahwa, benar ayat surat Al-Ahzab: 33 tersebut khusus untuk istri-istri Rasulullah, namun ada ayat lain yang dengan jelas mengatakan bahwa kewajiban berjilbab itu diperuntukkan bagi seluruh wanita mukminah. Yaitu Firman Allah:
      ?Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkkan khumur (Ind: jilbab) nya ke dadanya?? (Qs.Annur: 31 ? lihat tulisan sebelumnya)
  3. Jilbab adalah sekedar simbol
    Sementara itu ada yang mengatakan bahwa jilbab hanyalah sebuah simbol. Sedang yang penting bagi seorang muslim adalah baiknya budi pekerti dan bersihnya hati. Dari pada berjilbab tapi kelakuannya berantakan, bukankah lebih baik tidak berjilbab tapi bertingkah laku baik.
    Kelihatannya kata-kata ini baik, namun sebenarnya rancu. Sebab dalam diri seorang muslim hendaknya tertanam keyakinan bahwa apapun yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya adalah baik dan seharusnya dilakukan. Baik itu simbol atau bukan. Tidaklah hanya karena suatu hal dianggap simbol lantas kita boleh meninggalkannya. Bahkan lebih dari itu, di sana ada hal-hal yang tak bisa dilogikakan namun kita tetap wajib melakukan. Misalkan wudlu karena keluar angin. Mengapa yang harus dibasuh adalah muka, tangan, kepala dan kaki. Bukankah yang lebih pantas untuk dibasuh adalah tempat keluarnya angin tersebut. Karena alasan ini pula sayyidina Umar RA. berujar tatkala mencium hajar aswad: ?Sesunguhnya aku tahu kau hanyalah sebuah batu yang tak bisa mendatangkan faedah dan tidak pula menyebabkan bahaya, namun karena aku melihat Rasulullah menciummu maka aku menciummu.?
    Sikap menerima seperti inilah yang diperintahkan Allah dalam firman-Nya:
    ?Tidaklah patut bagi seorang mukmin dan tidak pula bagi seorang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, kemudian ia memilih yang lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.? (Qs. Al-Ahzab: 36).
    Maka seorang muslim seharusnya memandang bahwa berjilbab juga termasuk akhlak dan perilaku yang baik. Sebab yang baik bagi seorang muslim adalah yang baik menurut Allah dan yang buruk adalah yang buruk menurut-Nya. Karenanya, menanggapi komentar di atas seharusnya seorang muslim berkata: ?Lebih baik berjilbab dan mempunyai akhlak yang baik dari pada berperilaku baik tapi tidak berjilbab.? Atau: ?Sayang sekali, perilakunya baik tapi kok tidak berjilbab.?
SIAPAKAH YANG MEMIKUL TANGGUNG JAWAB INI?
Permasalahan jilbab ini bukanlah hanya tanggung jawab para muslimah saja. Tapi setiap muslim ikut bertanggung jawab dalam hal ini. Setiap muslim berkewajiban untuk bersama-sama menciptakan situasi yang kondusif untuk pelaksanaan syariat Allah tersebut. Seorang ayah bertanggung jawab atas istri dan anak-anak putrinya. Seorang ibu bertanggung jawab atas dirinya dan anak-anak wanitanya. Dan setiap kita bertanggung jawab atas keluarga kita. Jika kita melalaikan tanggung jawab ini, secara sadar atau tidak kita telah menjerumuskan diri kita dan orang-orang yang kita cintai dalam jurang api neraka.
Rasulullah bersabda:
?Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.? (HR. Muslim).
Allah berfirman:
?Wahai orang-orang yang beriman, selamatkanlah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kejam dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya dan melaksanakan apa yang diperintahkan.? (Qs. Attahrim: 6). Wallahu a?lam bishshowab.

Seputar Pakaian dan Perhiasan


Seputar Pakaian dan Perhiasan

Islam memperkenankan kepada setiap Muslim, bahkan menyuruh supaya geraknya baik, elok dipandang dan hidupnya teratur dengan rapi untuk menikmati perhiasan dan pakaian yang telah diciptakan oleh Allah swt.
Adapaun tujuan pakaian dalam pandanagan Islam ada dua macam; yaitu, guna menutup aurat dan berhias. Ini adalah merupakan pemberian Allah kepada umat manusia seluruhnya, dimana Allah telah menyediakan pakaian dan perhiasan, kiranya mereka mau mengaturnya sendiri.
Maka berfirmanlah Allah swt, yang artinya:
"Hai anak cucu Adam ! sungguh kami telah menurrunkan untuk kamu kamu pakain yang dapat meutupi aurat-auratmu dan untuk perhiasan."
(Q. S. Al-A'raf: 26)
Barang siapa yang mengabaikan salah satu dari dua perkara diatas, yaitu berpakaian untuk menutup aurat atau berhias, maka sebenarnya orang tersebut telah menyimpang dari ajaran Islam dan mengikuti jejak syaitan. Inilah rahasia dua seruan yang di canangkan Allah kepada umat manusia, sesedah Allah mengumandangkan seruan-Nya yang terdahulu itu, daiman dalam dua seruan-Nya itu Allah melrang keras kepada mereka telanjang dan tidak malu berhias, yang justeru keduanya itu hany mengikuti jejak syaitan belaka.
Untuk itulah Allah berfirman:
"Hai anak cucu Adam ! jangan sampai kamu dapat diperdayakan oleh syaitan, sebagaimana mereka telah dapat mengelurkan kedua orang tuamu (Adam dan Hawa) dari syorga, mereka dapat menaggalkan pakaian kedua orang tuamu itu supaya kelihatan kedua auratnya."
(Q. S. Al-A'raf: 27)
"Hai anak cucu Adam ! pakailah perhiasanmu di tiap-tiap masjid dan makanlah dan minumlah tetapi jangan berlebih-lebihan (boros)."
(Q. S. Al-A'raf: 31)
Islam mewajibkan keapda setiap Muslim supaya menutup aurat, dimana setiap manusia yang berbudaya sesuai dengan fitrahnya kan malu kalau auratnya itu terbuka. Sehingga dengan demikian akan berbedalah manusia dari binatang yang telanjang.
Seruan Islam untuk menutup aurat ini berlaku bagi setiap manusia, kendati dia seorang diri terpencil dari masyarakat, sehingga kesopanannya itu merupakan kesopanan yang dijiwai oleh agama dan moral yang tinggi.
Bahaz Bin Hakim dari ayahnya dari datuknya menceritakan, kata datuknya itu:
"Ya, Rasulullah ! Aurat kamu untuk apa harus kami pakai, dan apa yang harus kami tinggalkan? Jawab Nabi: Jagalah auratmu itu kecuali terhadap istrimu atau hamba sahayamu. Aku bertanya lagi: Ya, Rasulullah ! bagaiman kalau suatu kaum itu bergaul satu sama lain? Jawab Nabi: Kalau kamu dapat supaya tidak seorangpun yang melihatnya, maka janganlah dia melihat. Aku bertanya lagi: bagaimana kalau kami sendirian? Jawab kami: Allah tabaraka wa Ta'ala, lebih berhak (seseoarang) malu kepada-Nya."
(HR. Ahmad, avu Daud, Termizi, Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi)



Islam Agama Bersih dan Cantik
Sebelum Islam mencenderung kepada masalah perhiasan dan gerak yang baik, terlebih dahulu Islam mengerahkan kecenderungannya yang lebih besar kepada masalah kebersihan adalah merupakan dasar pokok bagi setiap perhiasan yang baik dan pemandangan yang elok.
Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut:
"Menjadi bersihlah kamu, karena sesungguhnya Islam itu bersih."
(HR. Ibnu Hiban)
Dan Sabdanya pula:
"Kebersiahan itu dapat mengajak oarang kepada iman. Sedang iman itu akan bersama pemiliknya ke Syorga."
( HR. Thabarani)
Rasulullah s.a.w. sangat menekankan tentang masalah kebersihan pakaian, badan rumah, dan jalan-jalan. Dan lebih serius lagi, yaitu tentang kebersihan gigi, tangan dan kepala.
Ini bukan suatu hal yang mengherankan, karena Islam telah meletakkan suci (bersih) sebagai kunci bagi para peribadatannya yang tertinggi yaitu shalat. Oleh karena itu tidak akan diterima sembahyangnya seorang muslim sehingga badannya bersih, pakaiannya bersih dan tempat yang dipakai pun dalam keadaan bersih. Ini belum termasuk kebersihan yang diwajibkan terhadap seluruh badan atau pada anggota badan. Kebersihan yang wajib ini dalam Islam dilakukan dengan mandi dan wudhu'.
Kalau miliu bangsa Arab itu dikelilingi oleh suasana pedesaan padang pasir dimana orang-orangnya atau kebanyakan mereka itu telah merekat dengan meremehkan urusan kebersihan dan berhias, maka Nabi muhammad s.a.w. waktu itu memberikan beberapa bimbingan yang cukup dapat membangkitkan, serta nasihat-nasihat yang jitu, sehingga mereka naik dari sifat-sifat primitif menjadi bangsa yang modern dan dari bangsa yang sangat kotor menjadi bangsa yang cukup necis.
Pernah ada seoarang laki-laki datang kepada Nabi, rambut dan jenggotnya morat-marit tidak terurus, kemudian Nabi mengisyaratkan, seolah memerintah supaya rambutnya itu diperbaiki, maka orang tersebut kemudian memperbaikinya, dan setelah itu dia kembali lagi menghadap Nabi.
Maka kata Nabi:
"Bukankah ini lebih baik dariapada dia datang sedang rambut kepalanya morat-marit seperti syaitan?"
(HR. Imam Malik)
Dan pernah juga Nabi melihat seorang laki-laki kepalanya kotor sekali.
Maka sabda Nabi:
"Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang dengan itu dia dapat meluruskan rambutnya?"
Pernah juga Nabi melihat seorang yang pakainnya kotor sekali, maka apa kata Nabi:
"Apakah orang ini tidak dapat mendapatkan sesuatu yang dapat dipakai mencuci pakainnya?" (HR. Abu Daud)
Dan pernah ada seorang laki-laki datang kepad Nabi, pakainnya sangat menjijikan, maka tanya Nabi kepadanya:
"Apakah kamu mempunyai Uang? Orang tersebut menjawab: Ya! Saya punya: Nabi bertanya lagi: Dari mana uang itu? Orang itupun kemudian menjawab: dari setiap harta yang Allah berikan kepadaku. Maka kata Nabi: Kalau Allah memberimu harta, maka sungguh Dia (lebih senang) menyaksikan bekas nikmat-Nya yang diberikan kepadamu dan bekas kedermawaan-Nya itu."
(HR. Nasa'i)
Maslah kebersihan ini lebih ditekankan lagi pada hari-hari berkumpul, mislnya: Pada hari Jum'at dan hari raya.
Dalam hal ini Nabi pun pernah bersabda:
"Seyognyalah salah seorang diantara kamu jika ada rezeki memakai dua pakaian untuk hari Jum'at, selain pakaian kerja."
(HR. Abu Daud)


Emas dan Sutera, Haram untuk Orang Laki-laki
Kalau Islam telah memberikan perkenan bahkan menyerukan kepada ummatnya supaya berhias dan menentang keras kepada siapa yang mengharamkannya, Yaitu seperti apa yang dikatakan Allah dalam Al-qur'an, yang artinya:
"Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah dikeluarkan untuk hamba-Nya dan begitu juga rezeki-rezeki yang baik (halal)."
(Q. S. Al-A'raf: 32)
Maka dibalik itu Islam telah mengharamkan kepada orang laki-laki dua macam perhiasan, dimana kedua perhiasan tersebut justru paling manis buat kaum wanita. Dua macam perhiasan itu adalah:

  1. Berhias dengan emas.
  2. memakai kain sutera asli.
Ali bin Abi Talib r.a. berkata:
"Rasulullah s.a.w. mengambil sutera, ia letakkan disebelah kanannya, dan ia mengambil emas kemudian diletakkan disebelah kirinya, lantas ia berkata: Kedua ini haram buat orang laki-laki dari ummatku."
(HR. Ahmad, Abu Daud, Nasa'I, Ibnu Hibban dan Ibnu Majjah)
Tetapi Ibnu majjah menambah:
"Halal buat orang-orang perempuan."
Dan Sayyidina Umar pernah juga berkata:
"Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: jangan kamu memakai sutera, karena barang siapa memakai didunia, nanti di akhirat tidak lagi memakainya."
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan tentang maslah pakaian sutera Nabi pun pernah juga bersabda:
"Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang (nanti di akhirat) tidak ada sedikitpun bahagian baginya."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dan tentang masalah emas, Nabi, pernah melihat seorang laki-laki memakai cincin emas di tangannya, kemudian oleh Nabi dicabutnya cincin itu dan dibuang ke tanah.
Kemudian beliau bersabda:
"Salah seorang diantara kamu ini sengaja mengambil bara api kemudian ia letakkan di tangannya. Setelah Rasulullah pergi, kepada si laki-laki tersebut dikatakan: Ambillah cincinmu itu dan manfaatkanlah. Maka jawabnya: Tidak ! Demi Allah saya tidak mengambil cincin yang telah di buang oleh Rasulullah."
(HR. Muslim)
Dan seperti cincin, menurut apa yang kami saksikan di antara orang-orang kaya, yaitu mereka memakai pena emas, jam emas, gelang emas, kaling rokok emas, mulut(?)/gigi emas dan seterusnya.
Adapaun memakai cincin perak, buat orang laki-laki jelas telah dihalalkan oleh Rasulullah s.a.w. Sebagaimana tersebut dalam hadis riwayat Bukhari, bahwa Rasulullah sendiri memakai cincin perak, yang kemudian cincin itu pindah ke Abubakar, kemudian pindah ke tangan Umar dan terkahir pindah ke tangan Usman sihingga akhirnya jatuh ke sumur Aris (di Quba').
Tentang logam-logam lain seperti besi dan sebagainya tidak ada satupun nas yang mengharamkannya, bahkan yang ada adalah sebaliknya, yaitu Rasulullah pernah menyuruh kepada seorang laki-laki yang hendak kawin dengan sabdanya:
"Berilah (si perempauan itu) maskawin, walaupun denagn satu cincin dari besi."
(Riwayat Bukhari)
Dari Hadis inilah, maka Imam Bukhari beristidlal halalnya memakai cincin besi.
Memakai pakaian sutera dapat diberikan keringanan (rukhshah) apabila ada suatu keperluan yang berhubungan dengan masalah kesehatan, yaitu sebagaimana pernah Rasulullah mengizinkan Abdur-rahman bin 'Auf dan az-Zubair bin Awwam untuk memakai sutera karena ada luka dibagian badannya.




Hikmah diharamkannya Emas dan Sutera Terhadap Laki-laki
Di haramkannya dua perkara tersebut terhadap laki-laki, Islam bermaksud kepada suatu tujuan pendidikan moral yang tinggi; sebab Islam sebagai agama perjuangan dan kekuatan, harus selalu melindungi sifat keperwiraan laki-laki dari segala macam bentuk kelemahan, kejatuhan dan kemerosotan. Seorang laki-laki yang oleh Allah telah diberi keistiwaan susunan anggotanya yang tidak seperti susunan keanggotaan wanita, tidak layak kalau dia meniru wanita-wanita ayu yang melabuhkan pakainnya sampai ketanah dan suka bermegah-megah dengan perhiasan dan pakaian.
Dibalik itu ada tujuan sosial. Yakni, bahwa diharamkannya emas dan sutera bagi laki-laki adalah salah satu bagian dari pada program Islam dalam rangka memberantas hidup bermewah-mewahan. Hidup bermewah-mewahan dalam pandangan Al-qur'an adalah sama dengan suatu kemerosotan yang akan menghancurkan sesuatu umat. Hidup bermewah-mewahan adalah merupakan manifestasi kejahatan sosial, dimana segolongan kecil bermewah-mewahan dengan cincin emas atas biaya golongan banyak yang hidup miskin lagi papa. Sesudah itu dilanjutkan dengan suatu sikap permusuhan terhadap setiap ajakan yang baik dan memperbaiki.
Dalam hal ini Al-qur'an telah menyatakan:
"Dan apabila kami hendak menghancurkan suatu desa, maka kami perbanyak orang-orang yang bergelimang dalam kemewahan, kemudian mereka itu berbuat fasik didesa tersebut, maka akan terbuktilah atas desa tersebut suatu ketetapan, kemudian kami hancurkan desa tersebut dengan sehancur-hancurnya."
(Q. S. Al-Isra': 16)
Dan firman Allah pula:
"Kami tidak mengutus di suatu desa, seorang pun utusan (Nabi) melainkan akan berkatalah orang-orang yang bergelimang dalam kemewahan itu: Sesungguhnya kami tidak percaya dengan kerasulanmu itu."
(Q. S. Saba': 34)
Untuk menerapkan jiwa Alqur'an ini, Maka Nabi Muhammad s.a.w. telah mengharamkan seluruh bentuk kemewahan dengan segala macam manifestasinya dalam kehidupan seorang Muslim.
Seabagaimana diharamkannya emas dan sutera terhadap laki-laki, maka begitu juga diharamkan untuk semua laki-laki dan perempuan menggunakan bejana emas dan perak. Sebagaimana akan tersebut nanti.
Dan di balik itu semua, dapat pula ditinjau dari segi ekonomi, bahwa emas adalah standart yang international. Oleh karena itu tidak patut kalau bejana atau perhiasan buat orang laki-laki.


Hikmah dibolehkannya untuk Wanita
Dikecualikannya kaum wanita dari hukum ini adalah untuk memenuhi perasaan, sesuai dengan tuntutan sifat kewanitaannya dan kecenderungan fitrahnya kepada suka berhias; tetapi dengan syarat tidak boleh berhias yang dapat menarik kaum pria dan membangkitkan syahwat.
Untuk itu maka dalam hadis Nabi di terangkan:
"Siapa saja perempuan yang memakai wangi-wangian kemudian melewati suatu kaum supaya mereka itu mencium baunya, maka perempuan tersebut dianggap berzina; dan tiap-tiap mata ada zinanya."
(HR. Nasai, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu hibban)
Dan firman Allah yang mengatakan:
"Dan janganlah perempuan-perempuan itu memukul-mukulkan kakinya ditanah, supaya diketahui apa yang mereka sembunyikan dari perhiasannya." (Q. S. An-Nur: 31)


Pakaian Wanita Islam
Islam mengharamkan perempuan memakai pakaian yang membentuk dan tipis sehingga nampak kulitnya. Termasuk diantaranya ialah pakaian yang dapat mempertajam bagian-bagian tubuh khususya tempat-tempat yang membawa fitnah, seperti: tetek, paha, dan sebagainya.
Dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada dua golongna dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (1) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan bisa masuk shorga, dan tidak akan mencium bau shorga, padahal bau shorga itu terciun sejauh perjalanan demikian dan demikian."
(HR. Muslim, Babul Libas)
Mereka dikatakan berpakaian, karena memang mereka itu melilitnya pakaian pada tubuhnya, tetapi pada hakikatnya pakaiannya itu tidak berfungsi menutup aurat, karena itu mereka dikatakan telanjang, karena pakainnya terlalu tipis sehingga, dapat memperlihatkan kuli tubuh, seperti kebanyakan pakaian perempuan sekarang ini.
Bukhtun adalah salah satu macam daripada unta yang mempunyai kelasa (punuk) besar; rambut orang-orang perempuan seperti punuk unta tersebut karena rambutnya ditrik keatas.
Dibalik keghaiban ini, Rasulullah seolah-olah melihat apa yang terjadi di zaman sekarang ini yang kini di wujudkan dalam bentuk penataan rambut, dengan berbagai macam mode dalam salon-salon khusus, yang biasa disebut salon kecantikan, dimana banyak sekali laki-laki yang bekerja pada pekerjaan tersebut dengan upah yang sangat tinggi.
Tidak cukup sampai disitu saja, banyak pula permpuan yang merasa kurang puas dengan rambut asli pemberian Allah s.w.t. Untuk itu mereka belinya rambut palsu yang disambung dengan rambutnya yang asli, supaya tampak lebih menyenangkan dan lebih cantik, sehingga dengan demiakian dia akan menjadi permepuan yang menarik dan memikat hati.
Satu hal yang sangat mengherankan, justeru persoalan ini sering di kaitkan penjajahan politik dan kejatuha moral, dan ini dapat di buktikan oleh suatu kenyataan yang terjadi, dimana para penjajah politik itu dalam usahanya untuk menguasai rakyat sering menggunakan sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat dan untuk dapat mengalihkan pandangan manusia, dengan di berinya kesenangan yang kiranya dengan kesenangannya itu, manusia tidak mau lagi memperhatikan persoalannya yang lebih umum.


Laki-laki Menyerupai Perempuan dan Perempuan Menyerupai Laki-laki
Rasulullah s.a.w. pernah mengumumkan, bahwa perempuan dilarang memakai pakaian laki-laki dan laki-laki dilarang memakai pakaian perempuan. (Lihat hadits riwayat Ahmad dll) Disamping itu beliau melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. (Lihat hadits riwayat Bukhari) Termasuk diantaranya, ialah tentang bicaranya, geraknya, cara berjalannya, pakainnya dan sebagainya.
Sejahat-jahat bencana yang akan mengancam kehidupan manusia dan masyarakat, ialah karena sifat yang abnormal dan menentang tabiat. Sedang tabiat ada dua: tabiat laki-laki dan tabiat perempuan. Masing-masing mempunyai keistinewaan tersendiri. Maka jika ada laki-laki yang berlagak seperti perempuan dan perempuan yang bergaya seperti laki-laki, maka ini berarti suatu sikap yang tidak normal dan meluncur ke bawah.
Rasulullah s.a.w. pernah menghitung orang-orang yang dilaknt didunia ini dan di sambutnya juga oleh Malaikat, diantaranya ialah memang laki-laki yang oleh Allah dijadikan betul-betul laki-laki, tetapi dia menjadikan dirinya seorang perempuan; dan yang kedua yaitu perempuan yang memang dicipta oleh Allah sebagai perempuan betul-betul, tetapi kemudian dia menjadikan dirinya sebagai laki-laki dan menyerupai seorang laki-laki. (Lihat dalam hadits riwayat Thabarani)
Justeru itu pulalah, Maka Rasulullah s.a.w. melarang laki-laki memakai pakaian yang dicelup dengan 'ashfar (wenter berwarna kuning yang biasa di pakai untuk mencelup pakain-pakain wanita di zaman itu).
Ali r.a. mengatakan:
"Rasulullah s.a.w. pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakain sutera dan pakaian yang di celup dengan 'ashfar."
(Hadis Riwayat Thabarani)
Ibnu Umar pun pernah meriwayatkan:
"Bahwa Rasulullah s.a.w. pernah melihat aku memakai dua pakaian yang di celup dengan 'ashfar, maka sabda Nabi: Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu jangan kamu pakai dia."


Pakaian Untuk Berfoya-foya dan Kesombongan

Ketentuan secara umum dalam hubungannya dengan masalah menikmati hal-hal yang baik, yang berupa makanan, minuman ataupun pakaian, yaitu tidak boleh berlebih-lebihan dan untuk kesombongan.
Berlebih-lebihan, yaitu melewati batas ketentuan dalam menikmati yang halal. Dan yang disebut kesombongn, yaitu erat sekali dengan masalah niat, dan hati manusia itu berkait dengan masalah yang dzahir. Dengan demikian apa yang disebut dengan kesombongan itu ialah bermaksud untuk bermegah-megah dan menunjuk-nunjukan serta menyombongkan diri terhadap orang lain. Padahal Allah sama sekali tidak suka terhadap orang yang sombong.
Seperti Firmannya:
"Allah tidak suka kepada setiap orang yang angkuh dan sombong."
(Q. S. Al-Hadid: 23)
Dan Rasulullah s.a.w. juga bersabda:
"Barang siapa melabuhkan kainnya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya nanti di hari kiamat."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Kemudian agar setiap Muslim dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan kesombongan, maka Rasulullah s.a.w melarang untuk berpakaian yang berlebih-lebihan, dimana hal tersebut akan dapat menimbulkan perasaan angkuh, membanggakan diri pada orang lain dengan bentuk-bentuk lahiriah yang kosong itu.
Di dalam Hadisnya, Rasulullah s.a.w. bersabda sebagai berikut:
"Brang siapa memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan nanti di hari kiamat."
(Riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasa'i, dan Ibnu Majjah, dengan sanad yang kepercayaan)
Ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar tentang pakaian apa yang harus dipakainya? Maka jawab Ibnu Umar: Yaitu pakaian yang kiranya kamu tidak akan di hina oleh orang-orang bodoh dan tidak dicela oleh kaum failosofis.
(HR. Thabarani)

Asuransi Dalam Pandangan Islam


Asuransi Dalam Pandangan Islam

Dalam Ensikloped Indonesia di sebutkan bahwa asuransi ialah jaminan atau perdagangan yang di berikan oleh penanggung (misalnya kantor asuransi) kepada yang bertanggung untuk risiko kerugian sebagai yang ditetapkan dalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecuriam, kerusakan dan sebagainya ataupun mengenai kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang tertanggung membayar premi sebanyak yang di tentukan kepada penanggung tiap-tiap bulan.
A. Abbas Salim memberi pengertian, bahwa asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa hal itu sama dengan orang yang bersedia membayar kerugian yang sedikit pada masa sekarang agar dapat menghadapi kerugian-kerugain besar yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang.
Misalnya, dalam asuransi kebakaran seseorang mengasuransikan rumahnya, pabriknya atau tokonya kepada perusahaan asuransi. Orang tersebut harus membayar premi kepada perusahaan asuransi. Bila terjadi kebakaran, maka perusahaan akan mengganti kerugian-kerugian yang disebabkan oleh kebakaran itu.
Di Indonesia kita kenal ada beramcam-macam asuransi dan sebagai contoh di kemukakan dibawah ini, di antaranya:

  1. Asuransi Beasiswa

    Asuransi beasiswa mempunyai dasar dwiguna. Pertama jangka pertanggungan dapat 5-20 tahun, disesuaikan denagn usia dan rencana sekolah anak, kedua, jika ayah (tetanggung) meninggal dunia sebelum habis kontrak, pertanggungan menjadi bebas premi sampai habis kontrak polisnya. Tetapi jika anak yang di tunjuk meninggal, maka alternatifnya ialah mengganti dengan anak yang lainnya, mengubah kontrak kepada bentuk lainnya, menerima uangnya secara tunai, bila polisnya telah berjalan tiga tahun lebih, atau membatalkan perjanjian (sebelum tiga tahun belum ada harga tunai). Pembayaran beasiswaa dimulai, bila kontrak sudah habis.
  2. Asuransi Dwiguna

    Asuransi Dwiguna dapat diambil dalam jangka 10-15-25-30 tahun dan mempunyai dua guna:

    1. Perlindungan bagi keluarga, bilamana tertanggung meninggal dunia dalam jangka waktu tertanggungan.
    2. Tabungan bagi tertanggung, bilamana tertanggung tetap hidup pada akhir jangka pertanggungan.
  3. Asuransai Jiwa
    Asuransi jiwa adalah asuransi yang bertujuan menanggung orang terhadap kerugian finansial yang tidak terduga yang disebabkan orang meninggal terlalu cepat atau hidupnya terlalu lama. Jadi ada dua hal yang menjadi tujuan asuransi jiwa ini, yaitu menjamin hidup anak atau keluarga yang ditinggalkan, bila pemegang polis meninggal dunia atau untuk memenuhi keperluan hidupnya atau keluarganya, bila ditakdir akan usianya lanjut sesudah masa kontrak berakhir.
  4. Asuransi Kebakaran
    Asuransi kebakaran bertujuan untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh kebakaran. Dalam hal ini pihak perusahaan menjamin risiko yang terjadi karena kebakaran. Oleh karena itu perlu dibuat suatu kontrak (perjanjian) antara pemegang polis (pembeli asuransi) dengan perusahaan asuransi.
    Perjanjian dibuat sedemikian rupa, agar kedua belah pihak tidak merasa dirugikan.
    Demikianlah diantara macam asuransi yang kita kenal di Indonesia ini. Kalau kita perhatikan tujuan dari semua macam asuransi itu maka pada prinsipnya pihak perusahaan asuransi memperhatikan tentang masa depan kehidupan keluarga, pendidikannya dan termasuk jaminan hari tua. Demikian juga perusahaan asuransi turut memikirkan dan berusaha untuk memperkecil kerugian yang mungkin timbul akibat terjadi resiko dalam melaksanakan kegiatan usaha baik terhadap kepentingan pribadi atau perusahaan.




Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam
Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakt di Indonesia ini dan di perkirakan ummat Islam banyak terlibat didalamnya, maka perlu juga dilihat dari sudut pandang agama Islam.
Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang memberi rezekinya."
(Q. S. Hud: 6)
"??dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)???"
(Q. S. An-Naml: 64)
"Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya."
(Q. S. Al-Hijr: 20)
Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.

Orang yang melibatkan diri kedalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk mengahdapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak ada dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah perbedaan pendapat dan sukar dihindari dan perbedaan pendapat tersebut, juga mesti dihargai.
Perbedaan pendapat itu terlihat pada uraian berikut:

  1. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa
    Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth'i (mufti Mesir").
    Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:

    1. Asuransi sama dengan judi
    2. Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
    3. Asuransi mengandung unsur riba/renten.
    4. Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
    5. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
    6. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
    7. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
  2. Asuransi di perbolehkan dalam praktek seperti sekarang
    Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari'ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:

    1. Tidak ada nash (al-Qur'an dan Sunnah) yang melarang asuransi.
    2. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
    3. Saling menguntungkan kedua belah pihak.
    4. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
    5. Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)
    6. Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta'awuniyah).
    7. Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.
  3. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan
    Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo).
    Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).
    Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar.
Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas dilalui. Jalan alternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi menurut ketentuan agama Islam.
Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:
"Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yagn tidak meragukan kamu."
(HR. Ahmad)
Asuransi menurut ajaran agama Islam yang sudah mulai digalakkan dalam masyarakat kita di Indonesia ini, sama seperti asuransi yang sudah ada selama ini pada PT. Asuransi Bumi Putera, Asuransi Jiwasraya, dan asuransi lainnya. Macamnya sama tetapi sisitem kerjanya berbeda yaitu dengan system mudharabah (bagi hasil).
Kita lihat dalam asuransi Takaful berdasarkan Syariah, ada beberapa macam, diantaranya:

  1. Takaful Kebakaran
    Asuransi takaful kebakaran memberikan perlindungan tehadap harta benda seperti toko, industri, kantor dan lain-lainnya dari kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran, kejatuhan pesawat terbang, ledakan gas dan sambaran petir.
  2. Takaful pengankutan barang
    Asuransi bentuk ini memberikan perlindungan terhadap kerugian atas harta benda yang sedang dalam pengiriman akibat terjadi resiko yang disebabkan alat pengankutannya mengalami musibah atau kecelakaan.
  3. Takaful keluarga
    Asuransi takaful kelurga ini tercakup didalamnya, takaful berencana, pembiayaan, berjangka, pendidikan, kesehatan, wisata dan umroh dan takaful perjalanan haji.

    Dana yang terkumpul dari peserta, diinvestasikan sesuai prinsip syariah. Kemudian hasil yang diperoleh dengan cara mudharabah, dibagi untuk seluruh peserta (pemegang polis) dan untuk perusahaan. Umpamanya 40% untuk peserta dan 60% untuk perusahaan.
    Sebagaimana telah disinggung diatas, bahwa macam suransi konvensional sama saja dengan asuransi yang berlandaskan syariah. Namun dalam pelaksanaanya ada perbedaan mendasar yaitu bagi hasil (mudharabah) pada asuransi yang berlandaskan syariah dan tidak demikian pada asuransi konvesional.
Disamping itu ada alasan lain lagi yang perlu jadi bahan pertimbangan, terutama oleh golongan (ulama) yang menghramkan asuransi konvensional, disebabkan oleh tiga hal yaitu:

  1. Gharar (ketidakpastian)
    Dalam asuransi konvensional ada gharar (ketidak pastian), karena tidak jelas akad yang melandasinya. Apakah akad Tabaduli (jual beli) atau akad Takafuli (tolong menolong). Umpamanya saja sekiranya terjadi klaim, seperti asuransi yang diambil sepuluh tahun dan pembayaran premi (Rp. 1.500.000,- per tahun. Kemudian pada tahun ke-5 dia meninggal dunia, maka pertanggungan yang diberikan sebesar Rp. 15.000.000.-. Hal ini berarti, bahwa uang yang Rp. 7.500.000,- (pembayaran premi Rp. 7.500.000,-selama lima tahun) itu adalah gharar, dan tidak jelas dari mana asalnya. Berbeda dengan asuransi takaful, bahwa sejak awal polis dibuka, sudah diniatkan 95% premi untuk tabungan dan 5% diniatkan untuk tabarru (derma/sumbangan).
    Jika terjadi klaim pada tahun kelima, maka dan yang Rp. 7.500.000,- itu tidak gharar, tetapi jelas sumbernya, yaitu dari dana kumpulan terbaru/derma.
  2. Maisir (judi atau gambling)
    Mengenai judi jelas hukumnya, yaitu haram sebagaimana di firmankan Allah dalam surat al-Maidah: 90.

    Dalam asuransi konvensional, judi timbul karena dua hal:

    1. Sekiranya seseorang memasuki satu premi, ada saja kemungkinan dia berhenti karena alasan tertentu. Apabila berhenti dijalan sebelum mencapai masa refreshing pheriod, dia bisa menerima uangnya kembali (biasanya 2-3 tahun) dan jumlahnya kira-kira 20% dan uang itu akan hangus. Dalam keadaan seperti inilah ada unsur judinya.
    2. Sekiranya perhitungan kematian itu tepat, dan menentukan jumlah polis itu juga tepat, maka pearusahaan akan untung. Tetapi jika salah dalam perhitungan, maka perusahaan akan rugi. Jadi jelas disini unsur judi (untung-untungan).
    Dalam asuransi takaful berbeda, karena sipenerima polis sebelum mencapai refreshing period sekalipun, bila dia mengambil dananya (karena seasuatu hal), maka hal itu di bolehkan. Perusahaan asuransi ialah sebagai pemegang amanah. Malahan kalu ada kelebihan/ untung, maka pemegang polispun ada menerimanya.
  3. Riba (rente)
    Dalam asuransi konvensioanal juga terjadi riba, karena dananya di investasikan (diputar). Sedangakn masalah riba (rente) dipersoalkan oleh para alim ulama. Ada ulama mengharamkannnya, ada yang membolehkannya dan adapula yang mengatakan syubhat. Jalan yang ditempuh oleh asuransi takaful adalah cara mudhrabah (bagi hasil). Dengan demikian, tidak ada riba (rente) dalam asurasni takaful.
Agar asuransi takaful yang berlandaskan syariah Islamiah dapat berjalan dan berkembang dalam masyarakat kita di Indonesia ini, maka asuransi takaful itu perlu dimasyarakatakan dan manajemennya hendaknya dilaksankan dengan baik dan rapi, sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat luas. Masyarakat sebenarnya ingin bukti nyata mengenai suatu gagasan, ingin mendapat jaminan, ketenangan selama masih hidup dan ingin pula jaminan untuk anak turunan sesudah meninggal dunia.
Apabila asuransi takaful yang berlandaskan syariah Islamiah sudah mewujudkan kehendak anggota masyarakat, maka orang yang senang bergelimang dengan hal-hal yang syubhat dan dihadapkan pada ketentuan hukum yang bertolak belakang, akan berkurang.
Sumber: Masail Fiqhiyah; Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, M Ali Hasan

Tata Cara Wudhu Menurut Al-Qur'an & As-Sunnah


Tata Cara Wudhu Menurut Al-Qur'an & As-Sunnah

Telah banyak tulisan-tulisan tentang tuntunan shalat yang beredar di tengah-tengah masyarakat. Namun, sedikit sekali yang memperhatikan keshahihan dan akurasi dalilnya. Inilah salah satu motivasi mengapa tulisan ini diterbitkan. Yakni menyampaikan tata cara shalat yang benar sesuai tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih.
Tulisan ini adalah terjemahan dari salah satu bahasan dalam buku "Syarhu Arkaanil Islaam" (Penjelasan Rukun-rukun Islam) yang ditulis oleh seorang penuntut ilmu dan diberi pengantar oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin. Sebagai catatan, koreksian tidak saja dilakukan pada tulisan ini, tetapi juga terhadap naskah aslinya yang berbahasa Arab. Di antaranya ada yang salah cetak bahkan dalam penempatan dalil. Mudah-mudahan tulisan ini menuntun kita semua bisa menegakkan shalat sebagaimana yang diteladankan Rasulullah SAW. Aamiin.
Edisi yang kami siapkan di antaranya ialah:
Tata Cara Wudhu
Hukum Shalat
Keutamaan Shalat
Peringatan Bagi Orang Yang Meninggalkan Shalat
Syarat-Syarat Shalat
Rukun-Rukun Shalat
Hal-Hal Yang Wajib Dilaksanakan Pada Waktu Shalat
Sunnah-Sunnah Shalat
Hal-Hal Yang Diperbolehkan Pada Waktu Shalat
Hal-Hal Yang Dimakruhkan Dalam Shalat
Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
Sujud Sahwi
Tata Cara Shalat
Shalat Berjama'ah
Hadirnya Wanita Di Masjid Dan Keutamaan Shalat Wanita Di Rumahnya.
Shalat Jum'at
Shalat Sunat Rawatib
Shalat Witir
Tata Cara Shalat Orang Sakit



Kita mulai dari kajian pertama ini, yaitu:
Tata Cera Wudhu

  • Apabila seorang muslim mau berwudhu, maka hendaknya ia berniat di dalam hatinya, kemudian membaca "Bismillahirrahmanirrahim," sebab Rasulullah SAW bersabda, "Tidak sah wudhu orang yang tidak menyebut nama Allah" (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al-Albani di dalam kitab Al-Irwa'). Dan apabila ia lupa, maka tidaklah mengapa. Jika hanya mengucapkan "Bismillah" saja, maka dianggap cukup.
  • Kemudian disunnahkan mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali sebelum memulai wudhu.
  • Kemudian berkumur-kumur (memasukkan air ke mulut lalu memutarnya di dalam dan kemudian membuangnya).
  • Lalu menghirup air dengan hidung (mengisap air dengan hidung) lalu mengeluarkannya.
  • Disunnahkan ketika menghirup air di lakukan dengan kuat, kecuali jika dalam keadaan berpuasa maka ia tidak mengeraskannya, karena dikhawatirkan air masuk ke dalam tenggorokan. Rasulullah bersabda, "Keraskanlah di dalam menghirup air dengan hidung, kecuali jika kamu sedang berpuasa." (Riwayat Abu Daud dan dishahihkan oleh Albani dalam shahih Abu Dawud)
  • Lalu mencuci muka. Batas muka adalah dari batas tumbuhnya rambut kepala bagian atas sampai dagu dan mulai dari batas telinga kanan hingga telinga kiri. Dan jika rambut yang ada pada muka tipis, maka wajib dicuci hingga pada kulit dasarnya. Tetapi jika tebal maka wajib mencuci bagian atasnya saja, namun disunnahkan mencelah-celahi rambut yang tebal tersebut. Karena Rasulullah selalu mencelah-celahi jenggotnya di saat berwudhu. (Riwayat Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa')
  • Kemudian mencuci kedua tangan sampai siku, karena Allah berfirman : "dan kedua tanganmu hingga siku." (Surah Al-Ma'idah : 6).
  • Kemudian mengusap kepala beserta kedua telinga satu kali, dimulai dari bagian depan kepala lalu diusapkan ke belakang kepala lalu mengembalikannya ke depan kepala. Setelah itu langsung mengusap kedua telinga dengan air yang tersisa pada tangannya.
  • Lalu mencuci kedua kaki sampai kedua mata kaki, karena Allah berfirman: "dan kedua kakimu hingga dua mata kaki." (Surah Al-Ma'idah : 6). Yang dimaksud mata kaki adalah benjolan yang ada di sebelah bawah betis. Kedua mata kaki tersebut wajib dicuci berbarengan dengan kaki. Orang yang tangan atau kakinya terpotong, maka ia mencuci bagian yang tersisa yang wajib dicuci. Dan apabila tangan atau kakinya itu terpotong semua maka cukup mencuci bagian ujungnya saja.
  • Setelah selesai berwudhu mengucapkan : (Imam Muslim meriwayatkan, "Asyhadu anlaa ilaa ha illallaaha wahdahulaa syariikalahu, wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluhu," [Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya], dalam riwayat Imam Tirmidzi ada tambahan, "Allaahummaj 'alnii minattawwaabiina waj 'alnii minal mutatpahiriina." [Ya, Allah, jadikanlah diriku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah diriku termasuk orang-orang yang membersihkan diri])
  • Ketika berwudhu, wajib mencuci anggota-anggota wudhunya secara berurutan, tidak menunda pencucian salah satunya hingga yang sebelumnya kering. Hal ini berdasar hadits yang diriwayatkan Ibn Umar, Zaid bin Sabit dan Abu Hurairah, bahwa Nabi senantiasa berwudu secara berurutan, kemudian beliau bersabda, "Inilah cara berwudu di mana Allah tidak akan menerima shalat seseorang, kecuali dengan wudu seperti ini." (Catatan: Sementara, ulama Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa berwudu secara berurutan hukumnya sunnah, atas dasar hadits riwayat Ibn Abbas, "Nabi berwudu, maka ia membasuh muka dan kedua belah tangannya, lalu kedua kakinya, kemudian barulah ia menyapu kepalanya dengan sisa air wudunya.").
  • Boleh mengelap anggota-anggota wudhu seusai berwudhu.
Sunnah Wudhu:

  1. Disunnatkan bagi setiap muslim menggosok gigi (bersiwak) sebelum memulai wudhunya, karena Rasulullah bersabda, "Sekiranya aku tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintah mere-ka bersiwak (menggosok gigi) setiap kali akan berwudhu." [Riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa'].
  2. Disunnatkan pula mencuci kedua telapak tangan tiga kali sebelum berwudhu, sebagaimana disebutkan di atas, kecuali jika setelah bangun tidur, maka hukumnya wajib mencucinya tiga kali sebelum berwudhu. Sebab, boleh jadi kedua tangannya telah menyentuh kotoran di waktu tidurnya sedangkan ia tidak merasakannya. Rasulullah bersabda, "Apabila seorang di antara kamu bangun tidur, maka hendaknya tidak mencelupkan kedua tangannya di dalam bejana air sebelum mencucinya terlebih dahulu tiga kali, karena sesungguhnya ia tidak mengetahui di mana tangannya berada (ketika ia tidur)." (Riwayat Muslim).
  3. Disunnatkan keras di dalam meng-hirup air dengan hidung, sebagaimana dijelaskan di atas.
  4. Disunnatkan bagi orang muslim mencelah-celahi jenggot jika tebal ketika membasuh muka (sebagaiman dijelaskan di muka).
  5. Disunnatkan bagi orang muslim mencelah-celahi jari-jari tangan dan kaki di saat mencucinya, karena Rasulullah bersabda, "Celah-celahilah jari-jemari kamu." (Riwayat Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud).
  6. Mencuci anggota wudhu yang kanan terlebih dahulu sebelum mencuci anggota wudhu yang kiri. Mencuci tangan kanan terlebih dahulu kemudian tangan kiri, dan begitu pula mencuci kaki kanan sebelum mencuci kaki kiri.
  7. Mencuci anggota-anggota wudhu dua atau tiga kali, namun kepala cukup diusap satu kali usapan saja.
  8. Tidak berlebih-lebihan dalam pemakaian air, karena Rasulullah berwudhu dengan mencuci tiga kali, lalu bersabda, "Barangsiapa mencuci lebih (dari tiga kali) maka ia telah berbuat kesalahan dan kezhaliman." (Riwayat Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa')
Hal-hal Yang Membatalkan Wudhu:
Wudhu seorang muslim batal karena hal-hal berikut ini :

  1. Keluarnya sesuatu dari qubul atau dubur, baik berupa air kecil atau- pun air besar.
  2. Keluar angin dari dubur (kentut).
  3. Hilang akalnya, baik karena gila, pingsan, mabuk atau karena tidur yang nyenyak hingga tidak menya-dari apa yang keluar darinya. Adapun tidur ringan yang tidak menghilangkan perasaan, maka tidak membatalkan wudhu.
  4. Menyentuh kemaluan dengan tangan dengan syahwat, apakah yang disentuh tersebut kemaluannya sendiri atau milik orang lain, karena Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu."(Riwayat Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani).
  5. Memakan daging unta, karena ketika Rasulullah ditanya: "Apakah kami harus berwudhu karena makan daging unta? Nabi menjawab : Ya." (Riwayat Muslim). Begitu pula memakan usus, hati, babat atau sumsumnya adalah membatalkan wudhu, karena hal tersebut sama dengan dagingnya. Adapun air susu unta tidak membatalkan wudhu, karena Rasulullah SAW pernah menyuruh suatu kaum minum air susu unta dan tidak menyuruh mereka berwudlu sesudahnya (Muttafaq 'alaih). Untuk lebih berhati-hati, maka sebaiknya berwudhu sesudah minum atau makan kuah daging unta.
Hal-hal yang haram dilakukan oleh yang tidak berwudhu:
Apabila seorang muslim berhadats kecil (tidak berwudhu), maka haram melakukan hal-hal berikut ini:

  1. Menyentuh mushaf Al-Qur'an, karena Rasulullah mengatakan di dalam suratnya yang beliau kirimkan kepada penduduk negeri Yaman, "Tidak boleh menyentuh Al-Qur'an selain orang yang suci." (Riwayat Ad-Daruqutni dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa'). Adapun membaca Al-Qur'an dengan tidak menyentuhnya, maka hal itu boleh dilakukan oleh orang yang berhadats kecil.
  2. Mengerjakan shalat. Orang yang berhadats tidak boleh melakukan shalat kecuali setelah berwudhu terlebih dahulu, karena Rasulullah bersabda, "Allah tidak menerima shalat yang dilakukan tanpa wudhu." (Riwayat Muslim). Boleh bagi orang yang tidak berwudhu melakukan sujud tilawah atau sujud syukur, karena keduanya bukan merupakan shalat, sekalipun lebih afdhalnya adalah berwudhu sebelum melakukan sujud.
  3. Melakukan thawaf. Orang yang berhadats kecil tidak boleh melakukan thawaf di Ka`bah sebelum berwudhu, karena Rasulullah telah bersabda, "Thawaf di Baitullah itu adalah shalat." (Riwayat Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Al-Irwa'). Dan juga karena Nabi berwudhu terlebih dahulu sebelaum melakukan thawaf (Muttafaq 'alaih).
Catatan Penting:
Untuk berwudhu tidak disyaratkan mencuci qubul atau dubur terlebih dahulu, karena pencucian keduanya dilakukan sehabis buaang air, dan hal tersebut tidak ada hubungannya dengan wudhu.
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi washahbihi wa sallam.
Referensi:
1. Al-Qur'an Al-Karim dan Al-Hadits Kutubus-Sittah.
2. Diadaptasi dari "Tuntunan Shalat Menurut Al-Qur'an & As-Sunnah," Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin.
3. Al-Adzkaarun Nawawiyyah, Muhyiddin Abi Zakaria bin Syaraf An-Nawawi.
4. Fiqhus-Sunnah, Sayyid Sabiq.
5. Shalat Empat Mazhab, 'Abdul Qadir Ar-Rahbawi.

Pengaruh Ajaran Yahudi terhadap Umat Islam dalam Ibadah dan Keyakinan


Pengaruh Ajaran Yahudi terhadap Umat Islam dalam Ibadah dan Keyakinan


Allah SWT berfirman yang artinya, "Tidak akan rela orang Yahudi dan Nashrani kepada engkau (Muhammad) sehingga engkau turuti faham ajaran mereka."
Dari Abi Sa'id Al-Khudry R.A. bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Kamu sekalian akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal sehasta demi sehasta, sehingga walau pun mereka masuk ke lobang biawak pun niscaya kamu menuruti jejaknya." Kami bertanya, "Ya Rasulullah, orang Yahudi dan Nashranikah?" Jawab Nabi, "Siapa lagi?"
Dari ayat serta hadits di atas jelas bahwa kebanyakan dari umat Islam banyak yang mengikuti ajaran-ajaran Yahudi, walau kebanyakan dari mereka tidak merasa bahwa mereka telah mengikuti ajaran Yahudi tersebut, bahkan sebagiannya menyakini bahwa itu adalah dari ajaran Islam.
Sedangkan Nabi Muhammad SAW melarang keras umatnya untuk mengikuti ajaran faham Yahudi, walaupun hanya dalam bab keduniaan. Sebagai contoh, ketika orang Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Muharram maka Nabi Muhammad menganjurkan ummatnya untuk puasa pada tanggal 9 dan 10 nya, atau tanggal 10 dan 11 nya. Ketika Yahudi shalat menghadap Baitul Maqdis Nabi segera meminta kepada Allah untuk shalat menghadap ke Baitullah di Mekkah, ketika Yahudi memelihara kumis dan mencukur jenggot Nabi justru memelihara jenggot dan mencukur kumis dan lain sebagainya. Nabi selalu berusaha untuk berbeda dengan Yahudi bahkan dalam masalah memakai sandal pun Nabi berbeda dengan Yahudi. Sabdanya: "Berbedalah kalian dengan Yahudi, berbedalah kalian dengan Yahudi. Dan barang siapa menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari kaum itu!!"
Maka di sini akan kami uraikan sebagian dari ajaran-ajaran dari Yahudi yang masuk kedalam Agama Islam yang menurut sebagian Ummat Islam ini ajaran dari Nabinya.
Membangun kuburan
Kuburan dibangun ada kalanya berbentuk sebuah gedung berkubah dan mewah dengan kelambu yang berhias, lalu mereka (Yahudi) mengadakan upacara dzikir yang kemudian diikuti oleh orang Islam dengan membaca Qur'an, Shalawat dan menyajikan sajian-sajian yang khas dalan kuburan yang mirip gedung itu. Sehingga kuburan berubah menyerupai sebuah Mesjid. Seperti Mesjid Tajmahal misalnya yang dibangun untuk kuburan seorang istri raja. Orang-orang jauh pun berdatangan menziarahi kuburan itu untuk meminta berkah, ada kalanya membakar kemenyan atau mereka berthawaf mengelilingi kuburan itu. Sabda Rasulullah SAW: "Allah melaknat Yahudi dan Nashroni karena mereka menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka sebagai masjid."(H.R. Bukhari dan Muslim).
Sabda Nabi SAW: "Janganlah kamu shalat di atas kuburan dan jangan duduk di atasnya." (H.R. Muslim).
Sebagian umat Islam membangun Batu Nisan berukir di atas kuburuan dengan tulisan nama dan tanggal kematiannya, dan ada kalanya dilengkapi dengan doa-doa bagi si mayit.
Dari Jabir R.A. "Sesungguhnya Nabi SAW. melarang melabur putih kuburan atau menuliskan di atasnya ataupun menambah-nambah di atasnya." (H.R. Abu Daud).
Sebagian dari orang Yahudi Farsi, menuruti upacara jahiliyyah dengan menyembelih kurban di kuburan imamnya, lalu jejaknya itu, diikuti oleh sebagian umat Islam sebagai pengantar pahala.
Dari Anas R.A. Sabda Rasulullah SAW. "Tidak ada sembelihan di kuburan dalam Islam." (H.R. Abu Daud).
MENJUAL BARANG HARAM
Orang Yahudi telah mengakui keharaman binatang-binatang yang tercantum dalam Taurat tetapi mereka memakan hasil penjualannya, lalu sebagian umat Islam menuruti jejaknya dengan jual beli barang-barang yang haram.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW. bersabda: "Allah melaknat orang Yahudi karena diharamkan lemak atas mereka, tetapi mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya. Dan sesungguhnya, jika Allah mengharamkan atas satu kaum suatu barang maka Dia mengharamkan pula harganya." (H.R. Ahmad dan Abu Daud).
DONGENG ISRAILIYAT
Kebanyakan dongeng-dongeng Israiliyat di bawa oleh orang Yahudi yang masuk Islam. Dongeng Israiliyat itu terbagi dua:
Dongeng-dongeng dari luar Bani Israil yang disadur jadi dongeng Israil.
Dongeng tentang Nabi-Nabi yang berlebih-lebihan atau ada kalanya menghina Nabi sendiri. Sebagai contoh:
Dongeng Bumi
Bumi itu berbentuk semacam benda pipih dikelilingi oleh gunung Qol, bumi mengambang di atas air, air terletak di atas batu karang yang besar dan cekung yang berada di atas tanduk sapi betina dan sapi betina berdiri di atas punggung ikan Nun, ikan Nun di atas titik hitam lalu pada titik hitam itulah berhenti segala makhluk.
Dongeng Nabi-Nabi:
Nabi Sulaiman ingin menunjukkan kekayaan lalu ia bermaksud menjamu seluruh ikan di samudra, setelah makanan terkumpul datanglah ikan Nun yang menghabiskan semua jamuan itu sehingga Nabi Sulaiman menginsafi dirinya.
Nabi Idris mendoakan malaikat penghela matahari dengan rantai besar yang tampak letih. Doa Nabi Idris dikabulkan Allah, sehingga pekerjaan malaikar jadi lebih ringan, malaikat berterima kasih pada Nabi Idris lalu dibawanya meninjau surga, Nabi Idris masuk surga dan tidak mau kembali.
Bersumpah dengan menjunjung Al-Qur'an
Semula orang-orang Yahudi bersumpah dengan menjunjung Taurat lalu orang-orang Islam yang terpengaruh Nasraniyah dan memasuki gerakan itu bersumpah dengan menjunjung Al-Qur'an dan akhirnya tersebar cara penyembahan ini. Dalam Islam, bersumpah dengan menjunjung Al-Qur'an tidak pernah dilakukan pada masa sahabat, tabi'in atau tabi'ut tabi'in. Tidak ada dalil yang menyuruh bersumpah dengan menjunjung Al-Qur'an.
Mengadakan ulang tahun untuk peristiwa yang dianggap penting
Dulu ada seorang Yahudi pernah datang pada Umar bin Khattab lalu berkata: "Wahai Amirul mukminin ada satu ayat dalam Al-Qur'an yang kalian biasa membacanya, jika sekiranya ayat itu turun pada kami bangsa Yahudi, niscaya kami jadikan hari turunnya itu, bagian dari hari besar kami." (HSR Bukhari).
Kini sebagian Umat Islam merayakan segala sesuatu yang dianggap penting yang semuanya tidak ada contohnya dari Nabi saw dan para sahabatnya. Seperti 17 Agustus, Nuzulul Qur'an, Isra' mi'raj, perayaan satu muharram, milad partai dsb.
SEPENGGAL TENTANG FIRQAH-FIRQAH YAHUDI
FREEMASONRY
Freemasonry menurut bahasa adalah: berarti tukang-tukang batu tebal. Ia adalah sebuah organisasi Yahudi Internasional bawah tanah yang sangat sulit untuk dilacak karena organisasinya teratur dan rapih. Konon presiden Indonesia ke empat Abdurrahman Wahid adalah satu anggota freemasonry sebagai kader elitnya (lihat buku Abdul Qadir Jaelani dengan judul "membuka kedok Gus Dur").
Menurut buku "Kabut-Kabut Freemasonry" salah seorang yang disebut pendirinya ialah: Herodes Agrida I meninggal 44 M. ia dibantu dua orang Yahudi Heram Abioud dan Moab Leomi. Dalam gerakannya Freemasonry menggunakan tangan-tangan cendikiawan dan hartawan Goim (sebutan dari bangsa lain diluar Yahudi) tetapi di bawah kontrol orang Yahudi pilihan.
Freemansory terbagi dalam tiga tingkatan:
Majelis rendah atau Freemansory Simbolis
Fremansory Majelis Menengah
Fremansory Majelis Tinggi
Dalam penerimaan keanggotaan Freemasonry tidak mempersoalkan agama calon anggota bahkan calon anggota disumpah sesuai dengan agama yang dianutnya. Freemasonry dibuat dan diadakan kenaikan pangkat sampai pangkat 33 bagi Groyun. Orang-orang terkenal dibujuk rayu agar menjadi anggota dan diberi tugas menyebarkan faham Freemasonry. Mereka tertarik pada Freemasonry, karena mereka menganggap bahwa organisasi itu bergerak dibidang kemanusiaan, dibalik itu mereka mananamkan "Pengembangan Agama" atau "Polotisme" yang mengatakan semua agama itu sama, baik dan benar. Lebih jauh Freemasonry dengan secara halus membawa anggotanya memahami Atheisme.
Pada abad ke XVII M. Freemasonry timbul ke permukaan di Eropa mereka punya gedung pertemuan badan penerbitan majalah sendiri "Suara Fremasonry" di Inggris dan Prancis, mereka mengadakan seminar resmi dan diundangnya pejabat-pejabat dan orang-orang ternama.
Dari Eropa mereka meluaskan gerakannya ke seluruh dunia hingga mudah diterima, Sekulerisme, Komunisme, Sosialisme, Darwinisme, Freedisme, Kapitalisme bahkan sekte agama yang disimpangkan dari induknya, misal: Bahairah, Ahmadiyah, Gerakan persatuan agama Sun Mon, Gerakan anak tuhan, Mor mon, Saksi Yehova, Gerakan Satan Nudisme dsb. Di samping mereka menciptakan aliran-aliran faham yang saling bertentangan. Dengan menaiki tangga Freemasonry itu bangsa Yahudi berusaha menguasai seluruh dunia dan bangsa lain tunduk di telapak kakinya.