TAFSIR SURAT AL-KAUTSAR (SUNGAI DI SURGA)


TAFSIR SURAT AL-KAUTSAR (SUNGAI DI SURGA)
Allah SWT berfirman (artinya),
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.[1] Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah.[2] Sesungguhnya orang-orang yang membeci kamu dialah yang terputus.[3]

Tafsir

Allah SWT berfirman kepada nabi-Nya, Muhammad SAW mengingatkan nikmat yang telah diberikan kepadanya:

1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu sungai yang besar di surga yang dinamakan AL-KAUTSAR. Ia adalah telaga yang panjangnya perjalanan satu bulan dan lebarnya juga perjalanan satu bulan. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Bejanannya sbanyak dan semengkilap bintang-bintang di langit. Baunya lbih harum dari minyak kasturi. Siapa yang meminum seteguk darinya, maka dia tidak akan merasa haus selamanya. Dan sungai ini adalah bagian darinikmat yang banyak, yang diberikan Allah kepadanya.

2. Setelah menyebutkan nikmat-Nyya yang diberikan kepada nabi-Nya, Muhammad SAW, Dia SWT memerintahkannya untuk mensyukuri nikmat itu dengan menjadikan shalat dan sembelihannya haya untuk Allah SWT, tidak seperti orang-orang musyrik yang bersujud dan menyembelih (binatang) untuk selain Allah, seperti patung, para wali dan lain sebagainya.

Dua macam ibadah ini secara khusus disebut karena keduanya merupakan ibadah yang paling utama dan yang paling mulia. Shalat mengandung ketundukan kepada Allah SWT, di hati dan di anggota badan. Sedangkan menyembelih adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan harta berharga ang dimiliki manusia, yaitu onta, sapi dan kambing. Padahal jiwa manusia itu secara kodrati amat mencintai harta.

3. Kemudian Allah SWT berfirman, ‘wahai Muhammad, sesungguhnya orang yang membenci dan mencelamu itulah yang terputus dari semua kebaikan, terputus amal dan nama baiknya.

Sedangkan Muhammad SAW, maka dialah yang benar-benar sempurna, yang memiliki kesempurnaan yang mungkin dicapai oleh makhluk. Karena Allah telah mengangkat derajat dan namanya dan memperbanyak pengikutnya sampai hari Kiamat.

Ya Allah, ya Rabb kami, kami memohon kepada-Mu untuk dapat menyertai nabi-Mu di surga, dan meminum dari telaganya seteguk air yang menjadikan kami tidak akan merasa haus unutk selamanya

Menggagas Fikih Iklan


Menggagas Fikih Iklan     

Seorang wanita sedang berjoged, berpakaian minim, dan dengan dada separoh terbuka, bernyanyi. begini, “.............sedotannya kuat! Semburan cepat!.” Itulah salah satu iklan sebuah produk pompa air merk ternama.
Apakah ada hubungan antara kemampuan air, dengan dada si wanita, atau tubuhnya? Jelas tak ada sama sakali. Beginilah cara iklan di TV atau di media massa kita.
Akhir-akhir ini setiap nafas kehidupan manusia mulai bayi baru lahir sampai orang yang meninggal pun tidak pernah lepas dari sasaran iklan 'yang menjanjikan'.
Alhasil, di era globalisasi dan multi informasi ini iklan telah merambah ke setiap lorong waktu, gerak nadi dan sisi kehidupan semua lapisan manusia. Iklan dengan berbagai visi dan misinya disampaikannya kepada masyarakat kelas bawah hingga kelas atas dengan meyakinkan, mulai dari tukang obat maupun pengumbar syahwat hingga calon pejabat mereka tidak segan-segan dan malu-malu berjanji, berorasi dan membeli dengan harga mahal jam tayang televisi dan radio maupun halaman koran dan majalah untuk menyampikan maksudnya.
Tak mau ketinggalan, dunia pendidikan (tak terkecuali pesantren) pun mulai bangkit dari 'ketertinggalannya' dari para penjual jamu dan obat kuat. Menebar brosur, spanduk dan berbagai publikasi lainnya tentang lembaga pendidikan yang dikelolanya, di banyak media cetak dan eloktronik. Sebagian iklan memang sungguh-sunggu memberikan informasi yang benar. Namun sebagian termasuk pembohongan publik (al-kadzib) sekaligus menyesatkan ummat.
Bagaimana pandangan fikih atas kondisi iklan, brosur, spanduk dan sejenisnya yang menyampaikan pesan dan janji kepada publik tapi tidak sesuai dengan kenyataan?
Defenisi dan Kode Etik Iklan
Kata iklan (advertising) berasal dari bahasa Yunani. . Adapun pengertian iklan secara komprehensif adalah, "Semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara nonpersonal yang dibayar oleh sponsor tertentu". Secara umum, iklan berwujud penyajian informasi nonpersonal tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau toko yang dijalankan dengan kompensasi biaya tertentu. Dengan demikian, iklan merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan.
Karena itulah semestinya para ahli periklanan sepakat untuk membuat dan menetapkan batasan dan etika beriklan agar tidak merugikan konsumen(masyarakat) hal itu dimaksudkan disamping untuk menjaga etika beriklan juga menjaga stabilitas masyarakat agar tidak rusak akibat dampak iklan yang berlebihan. Karena bagaimanapun, kampanye dan promosi gagasan atau individu pada Pemilu, Pilkada, Pendidikan adalah juga kegiatan periklanan, sehingga ia sudah seharusnya 'tunduk' pula kepada etika periklanan.
Salah satu yang perlu diingat bahwa satu landasan utama dalam penyelenggaraan periklanan adalah kenyataan sekaligus kemampuannya untuk mengidentifikasi produk-produk yang sah atau resmi, dan sudah tersedia (terbukti) di pasar atau di tengah masyarakat. Memayungi semua jenis periklanan baik politik maupun Pendidikan dalam naungan 'kode etik' periklanan umum akan membuat gagasan kebijakan publik atau ketokohan seseorang dan nama baik lembaga (perusahaan) menjadi benar-benar memiliki legitimasi sebagai produk-produk yang layak dipasarkan.
Hal itu berdasarkan fakta bahwa tidak semua produk yang beriklan dapat mencapai sukses seperti yang diharapkannya. Kampanye periklanan yang keliru justru kian menghancurkan produk tersebut. Ini berarti ada risiko yang harus juga selalu diperhitungkan oleh pengiklan, periklanan produk/Pemilu/Pilkada/pendidikan. Sehingga mereka dapat lebih jujur dan berhati-hati dalam mengemukakan janji-janjinya. Karena janji-janji pada pesan periklanan Produk/Pemilu/Pilkada/Pendidikan, di kemudian hari, akan dijadikan rujukan oleh masyarakat dalam menilai kinerja pihak yang berkepentingan tersebut.
Itulah pengertian bentuk, kode etik iklan yang kita sepakati karena semua itu sesuai dengan semangat syariah Islamiyah (fikih) yang menjunjung maqasid dan maslahat umum daripada teks.
Pembohongan dan Pembodohan?
Besdasarkan data dan fakta di lapangan, hampir setiap detik nafas dan sisi hidup kita tidak sepi dari sasaran iklan mulai dari soal pendidikan, pekerjaan, jodoh, ekonomi dan terutamanya kesehatan dan politik. Kalau kita kalkulasikan secara ekonomis sangtlah besar nilai modal dan penghasilan yang didapat oleh perusahaan iklan. Dan 'akal bodoh' kita akan memahami betapa indahnya hidup ini begitu ada persoalan kesehatan kita bisa langsung 'sembuh' dalam waktu beberapa detik dengan hanya minum obat merek tertentu, begitu juga dengan persoalan ekonomi, pendidikan dan karir sampai jodohpun bisa teratasi dengan instant seperti yang kita lihat dalam tanyangan iklan.
Iklan jelas penting dan visualisasi yang semakin hebat dalam beriklan juga harus, karena itu politik ekonomi yang harus dibangun dalam mengembangkan hasil produksi. Tapi tidak harus berlebihan dari fakta dan data apalagi masuk kepada pembohongan publik yang bisa menyesatkan dan berakibat buruk. Karena itu ada beberapa iklan paling mencolok dan berpengaruh secara langsung terhadap pola pikir dan budaya masyarakat, yang menjadi sorotan adalah:
Pertama, Iklan komersial yang kita temukan kapan dan di mana saja mulai dari obat sakit perut karena buncit, obat kuat sampai cara cantik dalam sekejap. Kalau kita jujur iklan seperti itu jelas keluar dari ketentuan dan etika iklan yang kita sepakati di atas. Bahkan termasuk 'kriminalitas' berupa pemalsuan dan pembohongan produksi yang tidak memiliki kualitas dan bukti nilai produksi yang diakui masyarakat. Karena sebaliknya banyak iklan komersial kesehatan justru memperburuk kesehatan konsumen dan ini umumnya terjadi dengan obat-obatan, makanan dan kosmetik 'murahan' yang mengiklankan diri secara membabi-buta dengan cara-cara explotais. Sehingga dapat menghipnotis pemirsa (masyarakat).
Kedua, Iklan politik yang selama ini kita lihat merupakan perbuatan "haram" karena hampir semuanya merupkan kebohongan publik. Karena umumnya pengiklan politik mau berbuat apa saja untuk mencapai tujuan dan ambisinya, karena semuanya hampir tidak disertai fakta dan bukti rasional yang akan diberikan kepada publik. Kebohongan iklan politik banyak dilihat dari berbagai faktor dan sudut pandang mulai dari etika, pemalsuan status akademik dan sosial, keperibadian, niat dan janji-janji kosong kepada masyarakat. Contoh lain yang sering terjadi adalah penyuapan, dan pengerahan masa semuanya itu jelas merupakan tindakan "kriminalitas" dan pendustaan yang sangat mempengaruhi pola pikir dan nuansa hidup masyarakat.
Ketiga, Iklan pendidikan yang menjamur dan bertebaran ke plosok-plosok kampung mulai dari sekolah yang "elit" sampai yang "pailit" dan tidak ketinggalan Pondok Pesantren juga ikut-ikutan membuat iklan untuk meramaikan persaingan dunia pendidikan. Jenis ketiga ini juga tidak lepas dari kebohongan publik karena banyak brosur dan iklan pendidikan (sekolah/pesantren) begitu menjanjikan dan menarik, ekseklusif dengan program-program 'imajinernya'? Tapi semua itu ternyata banyak dibuat oleh lembaga Pendidikan yang sebenarnya sedang 'sekarat' karena tidak ada dana oprasional, tapi tetap berusaha menjaring pemasukan dana dari siswa/mahasiswa baru. Sehingga terjadilah 'penumpukan dosa' yaitu kebohongan publik dan pembodohan masyarakat. Dalam hal ini banyak kita temukan jargon, visi dan misi lembaga pendidikan yang menarik, bagus, 'menggigit telinga' tapi ternyata dibuat hanya untuk menghadapi persaingan dunia pendidikan dan dibuat oleh lembaga yang tertinggal jauh.
Iklan apapun jenis dan bentuknya, selama mendidik dan tidak bertentangan dengan etika periklanan dan tidak melawan budaya lokal apalagi norma Agama, sangat dibutuhkan dan penting. Tapi kenyataannya etika periklanan dewasa ini tidak lagi berlaku, sehingga banyak menimbulkan efek negatif dalam skala besar yang mengkhawatirkan.
Efek Samping
Dari data dan fakta di atas sampailah kita pada puncak penelitian, konsekuensi negatif iklan yang selama ini 'menghiasai' gerak nadi kehidupan masyarakat. Dan ternyata luar biasa sisi negatif yang diakibatkan oleh iklan sampai bisa menjadikan pemirsa iklan menjadi "murtad" bahkan pembunuh atau pencuri? Ada beberap sisi negatif yang ditimbulkan oleh tanyangan iklan yang berlebihan.
Konteks aqidah. Seperti kita ketahui bahwa pakar periklanan Indonesia adalah murid kesayangan pakar periklanan Barat atau Erofa sehingga tidak heran banyak poin-poin etika periklanan tidak memotret kehidupan dan budaya Indonesia akan dampak negatifnya. Karena itulah banyak kita temukan tanyangan iklan yang secara tidak langsung menjadi media pendangkalan aqidah dan Islam anak-anak kita. Karena hampir semua iklan mutu produk makanan dan benda mati lainnya diilustrasikan dengan keindahan tubuh telanjang wanita cantik dan istilah-istilah yang berbau pornografi.
Konteks ahlak. Secara langsung banyak tanyangan iklan yang madlorotnya (sisi negatifnya) lebih besar ketimbang maslahatnya. Contoh paling gampang adalah iklan rokok yang bombastis di setiap sudut kehidupan anak muda, resikonya banyak anak di bawah umur sudah menjadi perokok berat. Dan masih banyak iklan produk yang sasarannya anak muda dan telah berhasil membentuk karakter dan prilaku tunas muda Indonesia 'modern' yang tidak memiliki jati diri dan sepi dari nilai-nilai ahlakulkarimah.
Dan hl ini sudah banyak kita temukan bukti seorang anak bisa menjadi pembunuh atau pencuri hanya karena melihat tanyangan iklan/film yang membangkitkan amarah dan mendorong anak untuk berbuat nekat. Karena iklan sekarang bukan hanya di TV dan tepi jalan saja, tapi telah masuk ke sekolah dan kamar rumah. Sungguh bahaya!
Konteks sosial. Secara langsung banyak iklan yang sebenarnya dapat membuat tatanan sosial menjadi bias dan rusak, seperti orang menjadi malas memperbaiki hidupannya dengan bekerja karena terbuai iklan. Karena hampir semua sisi kehidupannya merasa sudah "terselesaikan" dengan konsep iklan yang begitu mudah dan ramah bukan? Mulai dari persoalan yang ringan sampai yang berat sekalipun dapat diselesaikan setelah kita melihat iklan dalam waktu sekejap. Sehingga banyak orang meganggap ringan dan mudah semua persoalan hidupnya, malas berusaha dan bekerja.
Konteks religuitas. Agama-pun bisa menjadi mangsa iklan. Berapa banyak orang meninggalkan kewajibannya sebagai Muslim hanya karena tertarik melihat iklan yang menurutnya sangat menguntungkan dan menjanjikan perbaikan hidup dan Negara? Bahkan lebih tragisnya banyak orang meninggalkan Sholat hanya karena mencari iklan lowongan kerja yang belum tentu dapat atau cocok dan karena menanti atau menonton tayangan sepak bola dengan iklannya yang luar biasa?
Konteks ekonomi. Masalah ekonomi jelas sebagai modal pokok dalam beriklan. Seseorang jelas tidak akan bisa mengiklankan pemikiran, ide, gagasan dan programnya kalau tidak memiliki kekuatan untuk membayar media yang mempublikasikannya. Sehingga hal ini sering menjadi perhitungan Cabup, Cagub, Caleg, Capres dan lainnya setelah memenangi pemilihan. Bahkan jauh-jauh sebelumnya telah mampu mendorong mereka melakukan tindakan 'kotor' untuk mendapatkan modal beriklan.
Iklan yang tidak realistis dari dua sisi sama-sama memberikan dampak negatif karena dapat mendorong pengiklan dan pemirsa untuk berbuat sesuatu tindakan yang kadang menghancurkan kehidupannya sendiri. Bisa jadi seseorang melakukan korupsi, hutang berbunga dan manipulasi dana dan lain sebagainya karena terpengaruh iklan.
Begitu Hebatkah Iklan?
Sebenarnya iklan tidak begitu gawat kalau pelakunya memahami kembali eksistensi dan tujuan iklan seperti yang dijelaskan di atas. Bahwa iklan adalah media informasi yang tidak bisa ditambah dengan maksud dan tujuan ideologis dan doktrin tertentu. Tapi karena pelakunya berangkat dan datang dari kelompok tertentu dan telah terjerumus kepada persaingan ekonomi/iklan yang semakin menjanjikan, menjadikan banyak orang lupa hakekat makna dan tujuan iklan, apapun akan dilakukan yang penting uang.
Jika demikian, maka semua itu termasuk sesuatu yang haram. Karena setiap sesuatu yang asalnya halal bisa menjadi haram jika dapat merugikan orang lain(madlorot), termasuk iklan. Apalagi iklan yang mengumbar aurat wanita dan pose-pose merangsang lainnya. Atau kita perbaiki sistim periklanan, pertegas hukum dan etika periklanan dan mengawasi dana beriklan?
Kalau iklan adalah media untuk menginformasikan sesuatu yang bermutu dan penting kepada masyarakat, maka sesungguhnya yang terjadi sekarang adalah memasarkan sesuatu yang tidak bermutu dan valid. Maka, anggaplah iklan sebagai berita yang biasa saja. Tapi ambilah iklan yang bermutu dan valid karena itu penting. Dan bagi Pesantren tidak perlu menambah "dosa" dengan membuat iklan yang terlalu "bonafid" tapi cukup dengan pembuktian diri di masyarakat sebagai lembaga pendidikan dan dakwah dalam mencetak ulama, fuqaha yang allamah dan beramal shaleh(a'milin).

Akhirnya, yang paling kita butuhkan sekarang adalah aturan yang kuat tentang hukum, etika dan sektor iklan tertentu. Jangan sampai anak SD (Sekolah Dasar) diberi iklan kondom atau minuman keras!

Cinta kepada Allah

Cinta kepada Allah


"Dan di antara manusia ada orang-orang yang mengangkat sembahan-sembahan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman itu lebih kuat cintanya kepada Allah...." (AL-Baqarah: 165)
Firman Allah Taala yang artinya, "Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah." (Al-Maidah: 54)
"Katakanlah: 'Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai; itu lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (daripada) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya'." (At-Taubah: 24).
Abu Razin al 'Uqaili bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah iman itu?" Rasulullah saw menjawab, "Yaitu Allah dan Rasul-Nya lebih kamu cintai daripada selain keduanya." (HR Ahmad)
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tidak beriman (sempurna) seseorang di antara kamu sebelum aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya dan manusia seluruhnya."
Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Anas ra, katanya, "Telah bersabda Rasulullah saw, 'Ada tiga perkara, barangsiapa terdapat dalam dirinya ketiga perkara itu, dia pasti merasakan manisnya iman, yaitu Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada yang lain; mencintai seseorang tiada lain hanya karena Allah; dan tidak mau kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah darinya sebagaimana dia tidak mau kalau dicampakkan ke dalam api Neraka."
Disebutkan dalam riwayat lain, "Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman, sebelum...." dst.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, bahwa ia berkata, "Barangsiapa mencintai seseorang karena A1lah, membenci seseorang karena Allah, membela seseorang karena Allah dan memusuhi seseorang karena Allah maka sesungguhnya, kecintaan dan pertolongan dari Allah hanyalah bisa diperoleh dengan hal tersebut. Dan seorang hamba tidak akan menemukan rasa nikmatnyn iman, sekalipun banyak shalat dan shiyamnya, sehingga dia bersikap demikian. Persahabatan di antara manusia pada umunya didasarkan aras kepentingan dunia, namun hal itu tidak berguna sedikit pun bagi mereka."
Ibnu Abbas dalam menafsirkan firman Allah Ta ala, "... dan putuslah segala hubungan antara mereka sama sekali." (Al-Baqarah: 166), ia mengatakan, "yaitu kasih sayang."
Sesungguhnya seseorang itu mencintai sesuatu karena pengetahuannya akan kebaikan dan kemanfaatan sesuatu itu. Membenci sesuatu itu karena pengetahuannya atas keburukan atau kejahatan sesuatu itu. Sebagian besar manusia itu lebih mencintai dunia karena pengetahuannya akan dunia yang apabila dapat meraihnya mendapatkan kenikmatan, kelezatan, dan kesenangan. Hal ini karena jika manusia dapat meraih dunia, maka hidupnya di dunia bagaikan raja dengan segala fasilitas kemudahan serta kesenangan yang menyertainya.
Seorang anak remaja mendambakan menjadi bintang idola, maka dalam aktifitas kesehariannya disibukkan pada upaya-upaya untuk meraih apa yang dicita-citakan. Ia pun berusaha dari mulai mengikuti lomba menyanyi, lomba peragawati, lomba model, lomba putri ayu dan seterusnya. Oleh karena hanya dengan cara-cara seperti atau yang sejenis itu untuk meraih ketenaran menjadi bintang idola dapat diraihnya, maka tidak peduli apa pun yang harus dijalani maka dilakukannya. Inilah satu gambaran yang sangat gamblang dari kehidupan glamour di jaman edan sekarang ini, bahwa manusia berbondong-bondong untuk meraih dunia. Itulah para pencari dunia dan pecinta dunia. Maka kecintaannya kepada dunia melebihi cintanya kepada Allah dan hari akhir yang dijanjikan, sehingga melalaikan apa yang menjadi batas-batas sepak terjang seorang Muslim yang beriman kepada Tuhannya. Hanya demi uang dan ketenaran, maksiatpun dilakukannya. Agama tidak melarang manusia mencari uang sebanyak-banyaknya, tetapi dengan jalan dan cara serta membelanjakannya yang diridoi oleh-Nya.
Adapun orang-orang yang beriman, tidak tergiur dengan manis dan lezatnya dunia yang hanya sebentar saja. Oleh karena melalui jalan dan cara-cara yang diridoi oleh Allah SWT itu adalah sulit dan bertentangan dengan pola kehidupan dengan meraih kesenangan dunia, maka hanya sebagian kecil saja orang-orang yang tahan menghadapi pahit getirnya kehidupan ini. Itulah orang-orang yang beriman.
Diriwayatkan bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Rasuullah saw, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mencintaimu." Maka Rasulullah saw menjawab, "Bersedialah untuk miskin." Orang lelaki berkata, "Aku mencintai Allah Taala." Rasulullah saw bersabda, "Bersedialah untuk menghadapi bala(cobaan)." (HR Tirmidzi dari Abdullah bin Maghfal)
Orang-orang yang beriman meyakini dengan sebenar-benar iman firman Allah SWT yang artinya,
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti huan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridoan-Nya. Dan kehidupan di dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (Al-Hadid: 20).
"Dan sesungguhnya kehidupan di akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, jikalau ia mau mengetahui." (Al-Ankabut: 64).
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw menceritakan dari Tuhannya Yang Maha Tinggi,
"Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh, sesuatu yang mata tidak pernah melihat, telinga tidak pernah mendengar dan tidak pula tergores pada hati manusia." (HR Bukhari).
Oleh karena hal-hal yang demikian itu adalah termasuk dari bagian-bagian perbuatan yang Allah janjikan, maka setiap Muslim hendaklah belajar, mencari tahu untuk mengetahui dan mengenal akan Tuhannya.
Maka sesungguhnya ke-Kuasaan, ke-Agungan, ke-Muliaan, ke-Perkasaan, dan segala ke-Mahatinggian Allah SWT itulah yang lebih patut seorang hamba mencintainya atas dasar yang demikian itu, sehingga orang-orang yang lebih mengenal akan Tuhannya, akan lebih mencintai-Nya.
Imam al-Hasan al-Basri berkata, "Barang siapa yang mengenal Tuhannya, niscaya ia mencintainya."

Ilmu Adalah Jalan Keimanan

Ilmu Adalah Jalan Keimanan


Pembicaraan kita tentang tauhidullah baik rububiyah, uluhiyah dan asma was sifat, semuanya menuju kepada keimanan yang benar, yaitu bagaimana seharusnya kita menempatkan diri sebagai makhluk terhadap Khalik, pencipta kita: Allah SWT.
Untuk menuju kepada hal itu dibutuhkan Ilmu sebagai pedoman dan petunjuk jalan agar tidak tersesat, yang menyebabkan kita termasuk orang-orang yang merugi.
Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya,
"Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran." (Ar-Ra?d:19)
Lebih lanjut dijelaskan oleh Allah dalam Firman-Nya,
"Katakanlah: 'Adakah sama orang-orang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (Az-Zumar: 9)
Hal itu karena keimanan yang dimiliki oleh orang-orang yang ikut-ikutan saja tanpa keyakinan yang penuh, sangat cepat berubah tatkala diterpa ujian dan cobaan, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya,
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi (Tidak dengan penuh keyakinan) maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang (kembali kafir lagi) rugilah ia di dunia dan di akhirat, yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (Al-Hajj: 11)
Oleh karena itulah, patut bagi kita untuk mengetahui kaidah-kaidah yang otentik guna mengantarkan kita kepada keimanan terhadap Allah SWT.
Kaidah Pertama:
Dalil Akli (alasan logis)
"Bahwasanya sesuatu yang tidak ada tidak dapat menciptakan sesuatu."
Sesuatu yang tidak ada tidak mungkin mampu untuk menciptakan sesuatu, karena ia tidak ada.
Kaidah ini menghantarkan kita kepada Dzat yang Maha Ada. Kalau kita perhatikan mahluk-mahluk yang dilahirkan setiap hari, baik manusia, hewan, tumbuhan, dan kita perhatikan pula setiap yang terjadi di alam semesta ini seperti angin, hujan, siang dan malam, dan setiap yang bergerak dengan teratur, seperti matahari dan bulan, bintang-bintang, semua itu jika kita renungkan setiap saat, maka akan menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa akal kita akan memastikan semua itu bukan hasil ciptaan sesuatu yang tidak ada, akan tetapi itu adalah hasil ciptaan Dzat yang Maha Ada yaitu Allah SWT.
Dalil Nakli (Alquran dan Sunah)
Firman Allah SWT,
"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)." (AT-Thuur : 35-36)

AGAMA ISLAM (BAGIAN KEDUA)


AGAMA ISLAM
(BAGIAN KEDUA)

Islam didirikan atas lima dasar, sebagaimana yang tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a yang artinya:
"Islam didirikan atas lima dasar, yakni: bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa Ramadhan, dan beribadah haji." (HR. Bukhari-Muslim).
1. Kesaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba serta rasul-Nya merupakan keyakinan yang mantap, yang diekspresikan dengan lisan. Dengan kemantapannya itu, seakan-akan dapat menyaksikan-Nya.
Syahadah (kesaksian) merupakan satu rukun padahal yang disaksikan itu ada dua hal, ini dikarenakan Rasul SAW adalah muballigh (penyampai) sesuatu dari Allah SWT. Jadi kesaksian bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah merupakan kesempurnaan kesaksian: "Tiada Tuhan selain Allah."
Atau, karena kesaksian (syahadah) itu merupakan dasar sah dan diterimanya semua amal. Amal tidak sah dan tidak akan diterima bila dilakukan tidak dengan keikhlasan terhadap Allah dan dengan tidak mengikuti manhaj Rasul-Nya SAW, ikhlas kepada Allah terealisasi pada kesaksian "tiada Tuhan selain Allah." Mengikuti Rasulullah SAW terealisasi pada kesaksian "bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."
Buah syahadah (kesaksian) yang terbesar ialah membebaskan hati dan jiwa dari penghambaan terhadap makhluk serta tidak mengikuti selain para rasul-Nya.
2. Mendirikan shalat artinya menyembah Allah dengan mengerjakan shalat secara istiqomah serta sempurna, baik waktu maupun caranya.
Salah satu buah atau hikmah shalat adalah mendapat kelapangan dada, ketenangan hati, dan menjauhi diri dari perbuatan keji dan mungkar.
3. Mengeluarkan zakat artinya, menyembah Allah SWT dengan menyerahkan kadar yang wajib dari harta-harta yang harus dikeluarkan zakatnya.
Salah satu hikmah mengeluarkan zakat adalah membersihkan jiwa dan moral yang buruk, yaitu kekikiran serta dapat menutupi kebutuhan Islam dan Ummat Islam.
4. Puasa Ramadhan artinya menyembah Allah SWT dengan cara meninggalkan hal-hal yang dapat membatalkannya di siang hari di bulan Ramadhan. Salah satu hikmahnya ialah melatih jiwa untuk meninggalkan hal-hal yang disukai karena mencari ridha Allah 'Azza wa Jalla.
5. Naik haji ke baitullah, artinya menyembah Allah SWT dengan menuju ke Baitul Haram (rumah suci) untuk mengerjakan syiar atau manasik haji.
Salah satu hikmahnya adalah melatih jiwa untuk mengerahkan segala kemampuan harta dan jiwa agar tetap ta'at kepada Allah SWT. Oleh karena itu haji merupakan salah satu macam jihad fi sabilillah.
Hikmah-hikmah rukun Islam, baik yang sudah kami sebutkan maupun yang belum kami sebutkan akan dapat menjadikan umat sebagai umat yang suci, bersih, beragama yang benar, dan memperlakukan manusia dengan penuh keadilan serta kejujuran. Kebaikan syari'at-syari'at Islam yang lain tergantung pada kebaikan dasar-dasar ini. Kebaikan ummat pun tergantung pada kebaikan agamanya, dan hilangnya kebaikan tingkah laku ummat pun akan tergantung pada kadar hilangnya kebaikan agamanya.
Bagi yang ingin mengetahui penjelasan hal ini, silahkan menyimak firman Allah SWT, yang artinya;
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka memasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (al-A'raf 96-99.
Untuk lebih jelasnya hendaklah anda pelajari sejarah orang-orang terdahulu dari kita, karena dalam sejarah terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal dan bagi orang-orang yang hatinya bersih.

AGAMA ISLAM


AGAMA ISLAM
Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan Islam, Allah mengakhiri serta menyempurnakan agama-agama lain untuk para hamba-Nya. Dengan Islam pula, Allah menyempurnakan nikmat-Nya dan meridhai Islam sebagai diennya. Oleh karena itu tidak ada lain yang patut diterima, selain Islam.

Allah SWT berfirman, yang artinya :
"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi…" (Al-Ahzab 40).
"…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmut-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu…" (Al Maidah 3).
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…" (Al-Imran 19).
"Barang siapa mencari agama selain agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (Al-Imran 85).
Allah SWT telah mewajibkan seluruh umat manusia agar memeluk agama Islam karena Allah. Hal ini sebagaimana telah difirmankan-Nya kepada rasul-Nya, yang artinya :
"Katakanlah : 'Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Tidak ada Tuhan selan Dia, yang menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk."(Al-A'raaf 158).
Dari Abu Hurairah r.a. dikatakan bahwa Rasulullah SAW. bersabda yang artinya :
"Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidak seorangpun dari umat ini, Yahudi maupun Nasrani, yang mendengar tentang aku, kemudian mati tidak mengimani sesuatu yang aku diutus karenanya, kecuali dia termasuk penghuni nerka." (HR. Muslim).
Mengimani Nabi SAW. artinya, membenarkan dengan penuh penerimaan dan kepatuhan terhadap segala yang dibawanya, bukan hanya membenarkan semata. Oleh karena itulah Abu Thalib (paman Nabi) dikatakan bukan orang yang mengimani Nabi SAW, walaupun ia membenarkan apa yang dibawa oleh keponaknnya itu dan dia juga mengakui bahwa Islam adalah agama terbaik.
Agama Islam mencakup seluruh kemaslahatan yang dikandung oleh agama-agama terdahulu. Islam mempunyai keistimewaan, yaitu relevan untuk setiap masa, tempat dan umat.
Allah SWT berfirman kepada rasul-Nya, yang artinya :
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu…"(Al-Maidah 48).
Islam dikatakan relevan untuk setiap masa, tempat dan umat, maksudnya adalah bahwa berpegang teguh pada Islam tidak akan menghilangkan kemaslahatan umat di setiap waktu dan tempat. Bahkan dengan Islam, umat akan menjadi baik. Tetapi bukan berarti Islam tunduk pada waktu, tempat dan umat, seperti yang dikehendaki sebagian orang.
Agama Islam adalah agama yang benar, Allah menjamin kemenangan kepada orang yang memegangnya dengan baik. Hal ini dikatakan-Nya dalam firman-Nya, yang artinya :
"Dialah yang telah mengutus rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai."(At-Taubah 33).
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Barang siapa yang (tetap) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nur 55).
Islam merupakan agama yang sempurna karena :
  1. Memerintahkan bertauhid dan melarang syirik.
  2. Memerintahkan bersikap jujur dan melarang berbuat bohong/dusta.
  3. Memerintahkan berbuat adil dan melarang berbuat lalim.
  4. Memerintahkan untuk bersikap amanat dan melarang khianat.
  5. Memerintahkan untuk menepati janji dan melarang ingkar janji.
  6. Memerintahkan berbakti kepada ibu-bapak serta melarang menyakitinya.
  7. Memerintahkan bersilaturahmi/menyambung hubungan dengan kerabat dekat, serta melarang memutuskannya.
  8. Memerintahkan berbuat baik dengan tetangga dan melarang berbuat jahat kepada mereka.
  9. Secara umum Islam memerintahkan agar bermoral baik dan melarang bermoral buruk. Islam juga memerintahkan setiap perbuatan baik, dan melarang perbuatan yang buruk.
Allah SWT berfirman yang artinya :
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kapadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (An-Nahl

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN KEISLAMAN


HAL-HAL YANG MEMBATALKAN KEISLAMAN

Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya untuk masuk ke dalam Agama Islam dan berpegang teguh kepadanya, serta mewaspadai segala sesuatu yang akan menyimpangkan mereka dari agama yang suci ini. Dia mengutus nabi-Nya, Muhammad SAW, dengan amanat da'wah yang suci dan mulia. Allah juga mengingatkan hamba-Nya, bahwa barangsiapa yang mengikuti seruan para rasul itu, maka dia telah mendapatkan hidayah; dan siapa yang berpaling dari seruannya, maka dia telah tersesat. Di dalam kitabullah, Dia mengingatkan manusia tentang perkara-perkara yang menjadi sebab "riddah " (murtad dari Dinul Islam) dan perkara-perkara yang termasuk kesyirikan dan kekafiran. Beberapa ulama rahimahullah selanjutnya menyebutkan peringatan-peringatan Allah itu dalam kitab-kitab mereka. Mereka mengingatkan bahwa sesungguhnya seorang muslim dapat dianggap murtad dari Dinul Islam disebabkan beberapa hal yang bertentangan, sehingga menjadi halal darah dan hartanya. Syaikh Al-Imam Muhammmad bin Abdul Wahab, serta beberapa ulama lainnya menyebutkan sedikitnya sepuluh hal yang bertentangan dengan Islam yang paling banyak dilakukan oleh ummat Islam sendiri, dan bahkan membahayakannya. Dengan mengharap keselamatan dan kesejahteraan dari-Nya, kami paparkan dengan ringkas sebagai berikut:
1. Mengadakan persekutuan dalam beribadah kepada Allah. Dalam kaitan ini, Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa orang yang menyekutukan-Nya, dan mengampuni selain dosa syirik bagi siapa yang dikehendaki..." (An Nisa 116).
"Sesungguhnya siapa saja yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya adalah neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolong pun." (Al Maidah 72).
Termasuk dalam hal ini, permohonan pertolongan dan permohonan doa kepada orang mati serta bernadzar dan menyembelih qurban untuk mereka.
2. Menjadikan sesuatu atau seseorang sebagai perantara doa, permohonan syafaat, serta sikap tawakkal mereka kepada Allah.
3. Menolak untuk mengkafirkan orang-orang musyrik, atau menyangsikan kekafiran mereka, bahkan membenarkan madzab mereka.
4. Berkeyakinan bahwa petunjuk selain yang datang dari Nabi Muhammad lebih sempurna dan lebih baik. Menganggap suatu hukum atau suatu undang-undang lainnya lebih baik dibandingkan syariat Rasulullah, serta lebih mengutamakan hukum thaghut dibandingkan ketetapan Rasulullah.
5. Membenci sesuatu yang datangnya dari Rasulullah, meskipun diamalkannya. Dalam hal ini firman Allah:
"Demikian itu karena sesungguhnya mereka benci terhadap apa yang diturunkan Allah, maka Allah mengahapuskan (pahala) amal-amal mereka." (Muhammmad 9).
6. Mengolok-olok sebagian dari Din yang dibawa Rasulullah, misalnya tentang pahala atau balasan yang akan diterima. Allah berfirman: "Katakanlah apakah denganAllah, ayat-ayat-Nya, dan rasul-rasul-nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman..." (At Taubah 65-66).
7. Masalah sihir. Diantara bentuk sihir adalah "Ash shorf" (pengalihan), yaitu mengubah perasaan orang dari senang menjadi tidak senang dengan sihir. Contohnya, mengubah perasaan seorang laki-laki menjadi benci kepada istrinya. Sedangkan "Al-Athaf" adalah sebaliknya, menjadikan orang senang terhadap apa yang sebelumnya dia benci dengan bantuan syaithan. Orang yang melakukan kegiatan sihir hukumnya kafir. Sebagai dalilnya adalah firman Alllah, yang artinya:
"...Dan keduanya tidak mengajarkan sihir kepada seseorang pun sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, karena itu janganlah kamu kafir..." (Al Baqarah 102).
8. Mengutamakan orang kafir serta memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang musyrik lebih dari pada pertolongan dan bantuan yang diberikan kepada kaum muslimin. Allah berfirman, yang artinya:
"...Barangsiapa di antara kamu, mengambil mereka orang-orang musyrik menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang dzalim." (Al Maidah 51).
9. Beranggapan bahwa manusia bisa leluasa keluar dari syariat Muhammad saw. Dalam kaitan ini Allah berfirman:
"Barangsiapa yang mencari agama selain Dinul Islam, maka dia tidak diterima amal perbuatannya, sedang dia di akhirat nanti termasuk orang-orang yang merugi." (Ali Imran 85).
10. Berpaling dari Dinullah, baik karena dia tidak mau mempelajarinya atau karena tidak mau mengamalkannya. Hal ini berdasarkan firman Allah:
"Dan siapakah yang lebih dzalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya, kemudian ia berpaling dari padanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa." (As Sajadah 22).
Itulah sepuluh 'naqidhah' yang perlu diwaspadai oleh setiap muslim, agar ia tidak terjerumus untuk melakukan salah satu di antara kesepuluh sebab yang dapat mengeluarkannya dari Dinul Islam. Begitu sesorang meyakini bahwa undang-undang yang dibuat manusia lebih utama dan lebih baik dibandingkan syariat Islam, maka ia telah kafir. Demikian juga jika ia menganggap bahwa ketentuan-ketentuan Islam sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan pada zaman mutakhir ini, atau bahkan beranggapan bahwa aturan Islam adalah penyebab kemunduran dan keterbelakangan ummat Islam. Seseorang juga tergolong kafir bila beranggapan bahwa Dinul Islam hanya menyangkut hubungan rituil antara hamba dan Rabbnya, tetapi tidak ada kaitannya dengan masalah-masalah duniawi.
Demikian juga jika seseorang memandang bahwa pelaksanaan syariat Islam, misalnya hukum potong tangan bagi pencuri, hukum rajam bagi pezina muhson (pezina yang sudah kawin) tidak sesuai dengan peradaban moderen. Begitu pula halnya dengan seseorang yang beranggapan bahwa seseorang boleh tidak berhukum dengan syariat Allah dalam hal muamalat (kemasyarakatan), hudud, serta dalam hukum-hukum lainnya. Ia telah jatuh kepada kekafiran, meskipun ia belum sampai pada keyakinan bahwa hukum yang dianutnya lebih utama dari hukum islam, karena boleh jadi ia telah menghalalkan apa yang diharamkan Allah, dengan dalih keterpaksaaan, seperti berzina (karena alasan mencari nafkah), minim khamar, riba, dan berhukum dengan hukum rekaan manusia.
Marilah kita berlindung kepada Allah dari hal-hal yang menyebabkan kemurkan-Nya dan dari adzab-Nya yang pedih. Salawat dan salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada sebaik-baiknya makhluk-Nya, Muhammmad Rasulullah, juga kepada keluarga dan para sahabatnya.

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN IMAN


HAL-HAL YANG MEMBATALKAN IMAN
Setelah kita memahami makna syahadat, kita juga harus tahu apa yang membatalkan persaksian itu, hal ini sangat penting dan harus diketahui oleh setiap orang yang mengucapkan syahadatain. Karena kita mendapati banyak orang dalam masyarakat kita yang mengucapkan syahadatain itu, namun ia berbuat sesuatu yang bertentangan dengan syahadat tersebut, baik itu karena tidak tahu atau pun disengaja.
Di sini kami akan menjelaskan sepuluh hal yang membatalkan keislaman seseorang, sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad bin Abdul Wahab dengan sedikit penjelasannya. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
A. Syirik dalam beribadah, sebagaimana firman Allah SWT:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni segala dosa (selain syirik) bagi yang dikehendaki-Nya." (Q.S. An-Nisa': 48).
begitu pula firman-Nya:
"Sesungguhnya orang yang menyekutukan (sesuatu dengan) Allah. Maka Allah telah haramkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka, dan tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu satu penolong pun." (Q.S. Al-Maidah 72).

Allah menyebut masalah syirik, karena hal itu adalah dosa terbesar yang memungkinkan dilakukan oleh manusia, sementara tidak ada dosa yang lebih besar dari syirik sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, disertai pernyataan Allah bahwa Dia tidak akan mengampuni dosa syirik.
Syirik ada dua macam, yaitu:
1- Syirik Besar (Syirik Akbar)
Syirik ini apabila dilakukan oleh seorang muslim maka dia dinyatakan keluar dari Islam dan diazab oleh Allah selama-lamanya dalam api neraka. Namun jika dia bertaubat sebelum meninggal, maka Allah akan mengampuninya.
Contok syirik ini adalah: Penyembahan patung, hewan, bebatuan, pepohonan yang sering dilakukan kalangan animisme dan dinamisme atau bentuk penyembahan lain yang kita dapati dalam masyarakat kita.

2- Syirik Kecil (Syirik Ashghar)
Walaupun dinamakan Syirik Kecil, tetapi itu merupakan salah satu dosa besar, meski pelakunya tidak dinyatakan keluar dari agama Islam.
Contoh Syirik ini adalah: Bersumpah dengan nama selain Allah, baik nama Rasul maupun malaikat atau yang lainnya. Semisal: "Demi Nabi Muhammad, aku akan berbuat ini."
Contoh lain adalah Riya'. Riya' adalah berbuat sesuatu agar dilihat oleh orang dengan tujuan supaya mendapatkan pujian, sanjungan atau hadiah. Perbuatan ini sepertinya sepele tetapi ini adalah bagian dari syirik kecil yang merupakan dosa besar, sehingga Rasulullah SAW. banyak memberi peringatan dalam masalah ini. Maka kita harus benar-benar waspada terhadap masalah syirik ini, terutama Syirik Akbar karena perbuatan itu dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam.

B. Menjadikan makhluk sebagai perantara antara dia dan Allah SWT. dengan melakukan amalan-amalan seperti berdoa, meminta syafaat juga minta ampunan melalui media perantara yang mungkin berbentuk kuburan wali, pohon-pohon besar yang dianggap keramat, benda-benda pusaka semacam keris atau tombak.
Ini adalah kekufuran yang banyak melanda kaum muslimin dan sangat berbahaya, karena pelaku perbuatan tersebut berkedok Islam, padahal di dalamnya sangat jelas terdapat kekufuran. Misalnya ketika dia tertimpa musibah dia meminta kepada seorang wali yang sudah meninggal agar dilepaskan dari musibah, dengan anggapan bahwa wali itu akan lebih diterima kalau dia yang meminta kepada Allah.
Si pelaku melakukan itu tidak lain karena tidak mengenal ajaran Islam yang benar. Dalih yang mereka pakai dalam melakukan hal itu adalah dengan permisalan, kalau seorang meminta sesuatu kepada seorang raja tentu ia tidak akan langsung meminta kepadanya, karena dia harus menyampaikan permintaannya melalui "pembisik" atau orang dekatnya yang kemudian akan menyampaikan permintaan itu kepada sang raja.
Dari sini kita bisa simpulkan dari alasan mereka bahwa Allah Ta'ala disetarakan dengan makhluk yang lemah yang dalam permisalan mereka adalah seorang raja.
Kita tidak bisa samakan antara makhluk lemah yang banyak kekurangan dengan Allah Yang maha sempurna dan Yang mengetahui segala sesuatu. Karena bagaimanapun juga, makhluk penuh dengan keterbatasan, walaupun dia seorang raja, karena dia tidak tahu kebutuhan rakyatnya dan ketidak-puasan yang ada di dalam hati mereka. Oleh karena itu, seorang raja tentu membutuhkan orang lain yang membantunya. Hal ini sangat berlainan dengan keberadaan Allah Yang maha mengetahui apa yang diminta oleh manusia dan apa yang berada di dalam hati mereka.
Siapa saja yang memperhatikan dan menelaah Al-Qur'an tentu ia akan mendapati pernyataan Allah bahwa para pelaku Syirik Akbar ini telah keluar dari Islam. Firman Allah Ta'ala:
"Katakanlah: "Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada di antara meraka yang menjadi pembantu bagi-Nya. Dan tidak bergun syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkannya memperoleh syafa'at itu." (Q.S. Saba 22-23).

Firman-Nya: "Katakanlah: "Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari padamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada tuhan mereka. Siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya? Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti." (Q.S. Saba 56-57).
Firman-Nya: "Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata:) "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya." (Q.S. Az-Zumar 3).
Masih banyak lagi ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk mengikhlaskan diri dalam beribadah. Ketiga ayat di atas membantah pendapat mereka bahwa tidaklah mereka meminta kepada wali atau orang shaleh karena ia kotor, maka agar permintaannya dikabulkan Allah, mereka jadikanlah para wali dan orang-orang shaleh itu sebagai perantara. Sebagaimana disebutkan dalam ayat ketiga di atas, bahwa mereka tidaklah menyembah wali atau orang-orang shaleh tersebut, namun yang mereka maksudkan adalah agar para wali tersebut mendekatkan mereka kepada Allah.
C. Tidak mengkafirkan kelompok musyrikin, ragu-ragu dengan kekafiran mereka atau membenarkan madzhab mereka. Sikap mengkafirkan orang musyrik harus dimiliki oleh setiap muslim karena Allah Ta'ala telah mengkafirkan mereka, sebagaimana disebutkan dalam banyak firman-Nya, dan memerintahkan untuk memerangi mereka karena kebohongan mereka dengan menjadikan makhluk Allah sebagai sekutu-Nya. Maka jika ia tidak mengkafirkan mereka berarti menentang dengan perintah Allah.
Begitu juga orang yang membenarkan madzhab mereka, telah keluar dari Islam berdasarkan kesepakatan ulama' tetapi alangkah menyedihkan bahwa ternyata pendapat yang salah seperti ini tersebar pada masyarakat kita, seperti pendapat bahwa semua agama adalah benar. Pendapat-pendapat yang semacam ini banyak diserukan oleh orang-orang yang otaknya telah teracuni pemikiran yang mereka bawa dari negeri barat, yang lebih ironis lagi hal ini diajarkan di sekolah-sekolah dari tingkat dasar sampai tingkat atas.
Nabi SAW bersabda: "Barangsiapa yang mengucapkan "Laa ilaaha illallah" dan mengingkari sesuatu yang disembah selain Allah maka telah haram harta dan darahnya dan perhitungannya kembalikan kepada Allah."
Dalam hadits ini dijelaskan bahwa harta dan darah seseorang adalah menjadi haram hukumnya dengan cukup berkata "Laa ilaaha illallah" namun dengan syarat harus mengingkari semua sesembahan selain Allah, tetapi jika tetap meyakini kebenaran pendapat seorang musyrik dan tidak mengkafirkan mereka, maka darah dan hartanya halal, karena dia telah menyalahi agama yang dibawa Nabi Ibrahim alaihis salam, di mana beliau adalah contoh dan suri tauladan bagi kita kaum muslimin sebagaimana firman-Nya yang mengisahkan tentang sikap dan pendirian beliau terhadap orang-orang musyrik.
"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja." (Q.S. Al-Mumtahanah 4).
Dan firman-Nya: "Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berperang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah 256).
Jadi dari dua ayat di atas, sangatlah jelas bagaimana seharusnya seorang mu'min bersikap terhadap orang-orang kafir.
Wallahu a'lam.

IMAN KEPADA QADAR BAIK DAN BURUK

IMAN KEPADA QADAR BAIK DAN BURUK

Kita juga mengimani qadar (takdir), yang baik maupun yang buruk; yaitu ketentuan yang telah ditetapkan Allah Subhanahu Wa Ta?ala untuk seluruh makhluk sesuai dengan ilmu-Nya dan menurut hikmah kebijaksanaan-Nya.

Iman kepada Qadar ada empat tingkatan :

  1. Ilmu
    Ialah mengimani bahwa Allah Subhanahu Wa Ta?ala Maha Tahu atas segala sesuatu, mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi, dengan ilmu-Nya yang azali dan abadi. Allah Subhanahu Wa Ta?ala sama sekali tidak menjadi tahu setelah sebelumnya tidak tahu dan sama sekali tidak lupa dengan apa yang diketahui-Nya.
  2. Kitabah :
    Ialah mengimani bahwa Allah Subhanahu Wa Ta?ala telah mencatat di Lauh Mahfuzh apa yang terjadi sampai Hari Kiamat. Firman Allah Subhanahu Wa Ta?ala : ?Apakah kamu tidak mengetahui bawa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang yang ada di langit dan di bumi. Sesungguhnya itu (semua) tertulis dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah? (Surah Al-Hajj:70).
  3. Masyi?ah
    Ialah mengimani bahwa Allah Subhanahu Wa Ta?ala telah menghendaki segala apa yang ada di langit dan di bumi, tiada sesuatu pun yang terjadi tanpa dengan kehendak-Nya. Apa yang dikehendaki Allah, itulah yang terjadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan terjadi.
  4. Khalq :
    Ialah mengimani bahwa Allah Subhanahu Wa Ta?ala adalah Pencipta segala sesuatu. Firman-Nya : ?Allah Menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Hanya kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi?? (Surah Az-Zumar:62-63)

Keempat tingkatan ini meliputi apa yang terjadi dari Allah sendiri dan apa yang terjadi dari makhluk. Maka segala apa yang dilakukan oleh makhluk berupa ucapan, perbuatan dan tindakan meninggalkan, adalah diketahui, dicatat dan dikehendaki serta diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta?ala.
Firman Allah: ?(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang menghendaki menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam? (Surah At-Takwir:28-29).
Firman Allah: ?Kalau Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya?. (Surah Al-Baqarah:253)
Firman Allah: ??Kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakan (perbuatan buruk) itu, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan?. (Surah Al-An?am:137).
Firman Allah: Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat? (Surah Ash-Shaffat:96). Akan tetapi dengan demikian, kita pun mengimani bahwa Allah memberikan kepada makhluk kehendak dan kemampuan di dalam perbuatannya.
Adapun dalil bahwa perbuatan makhluk dilakukan berdasarkan kehendak dan kemampuannya sendiri, antara lain :

  1. Firman Allah: Maka datangilah tempat bercocok-tanammu itu sebagaimana yang kamu kehendaki?? (Surah Al-Baqarah:223) Firman Allah:
    Seandainya mereka menghendaki keberangkatan, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu?? (Surah At-Taubah:46)
    Allah telah menetapkan bahwa apa yang telah diperbuat manusia, seperti mendatangi tempat bercocok-tanam dan menyiapkan persiapan, adalah dengan kehendak dan keinginannya.
  2. Adanya pengarahan perintah dan larangan kepada manusia. Seandainya dia tidak diberi kehendak dan kemampuan, tentu pengarahan hal tersebut kepadanya adalah suatu pembebanan di luar kesanggupannya. Dan ini tidak sesuai dengan hikmah-kebijaksanaan serta rahmat Allah dan tidak sesuai dengan kebenaran berita-Nya yang tersebut dalam firman-Nya : Firman Allah: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya?? (Surah Al-Baqarah:286)

  3. Adanya pujian kepada orang yang berbuat baik dan celaan kepada orang yang berbuat jahat. Sekiranya perbuatan itu menjadi tidak dengan kemauan dan kehendak makhluk, niscaya pujian kepada orang yang berbuaqt baik adalah tindakan yang sia-sia dan penghukuman kepada orang yang berbuat jawah adalah tindakan yang dzhalim. Padahal Allah tidak berbuat sesuatu yang sia-sia dan dzalim.
  4. Bahwa Allah mengutus para rasul, agar supaya tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah. Firman Allah: (Kami telah mengutus mereka) sebagai rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesuadah (diutusnya) rasul-rasul itu?? (Surah An-Nisa?:165) Andaikata perbuatan yang dilakukan manusia terjadi tidak dengan kehendak dan kemauannya, maka tidak akan ditolak alasan mereka meski telah diutus para rasul.
  5. Setiap pelaku menyadari bahwa dia megnerjakan sesuatu atau tidak mengerjakannya, tanpa ada perasaan bahwa dia dipaksa. Seperti ketika berdiri, duduk, masuk, keluar, pergi dan tinggal; adalah semata-mata dengan kemauannya sendiri. Dia tidak merasa bahwa ada orang lain yang memaksanya untuk melakukan hal; tersebut. Bahkan dia dapat membedakan dengan nyata antara melakukan sesuatu dengan kehendaknya sendiri dan melakukannya karena dipaksan orang lain. Syari?at pun secara hukum, membedakan antara kedua masalah ini; maka tidak dikenai hukuman seseorang yang melakukan suatu larangan yang berkenaan dengan hak Allah karena dia dipaksa.
Kita berpandangan bahwa pelaku maksiat tidak boleh berdalih dengan taqdir (qadar) atas maksiat yang dilakukannya. Karena dia berbuat maksiat dengan kemauannya sendiri tanpa dia mengetahui bahwa Allah telah mentaqdirkan perbuatan maksiat itu terhadap dirinya. Soalnya, tiada seorang pun mengetahui taqdir Allah kecuali setelah terjadi apa yang ditaqdirkan-Nya itu. Firman Allah:
?Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok?? (Surah Luqman:34)
Kalau demikian, bagaimana bisa dibenarkan seorang pelaku maksiat berdalih dengan takdir Allah, padahal dia sendiri tidak mengetahui takdir tersebut pada saat dia melakukan perbuatan maksiat. Dalih yang demikian ini telah ditolak oleh Allah dengan firman-Nya.
?Orang-orang yang mempersekutukan (Allah) akan berkata: ?Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan sesuatu apapun?. Demikian pulah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksa Kami. Katakanlah: ?Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada kami ? Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka dan kamu tiada lain hanyalah berdusta? (Surah Al-An?am:148).
Kita dapat pula mengatakan kepada pelaku maksiat yang berdalih dengan takdir: ?Mengapa Anda tidak melakukan perbuatan ketaaatan dengan memperkirakannya sebagai sesautu yang ditakdirkan ? Karena, tidak ada bedanya antara perbhuatan ketaatan dan perbuatan maksiat; sama-sama Anda tidak mengetahui mana yang ditakdirkan Allah, sebalum Anda sendiri melakukan perbuatan tersebut?.
Oleh karena itu, tatkala Nabi Shallallahu ?alaihi wasallam, memberitahu para sahabat bahwa setiap orang telah ditentukan tempatnya di surga atau tempatnya di neraka, lalu mereka bertanya:?Kalau demikian, tidakkah kita pasrah saja dan tidak perlu berusaha ??. Beliau pun menjawab :?Tidak. Berusahalah, karena masing-masing akan dimudahkan menurut apa yang telah ditakdirkan baginya? (HSR. Bukhari dan Muslim).
Dapat kita katakan juga kepada pelaku maksiat yang berdalih dengan takdir: Kalau Anda hendak bepergian ke Makkah, padahal untuk menuju ke sana ada dua jalan: Anda telah diberitahu oleh orang yang dapat dipercaya bahwa salah satu dari kedua jalan tersebut sulit dan mengerikan, sedang jalan yang kedua mudah dan amal; tentu Anda akan memilih untuk melewati jalan yang kedua. Tidak mungkin Anda akan memilih jalan yang pertama dengan mengatakan hal tersebut telah ditakdirkan kepadaku. Kalaupuun Anda berbuat demikian maka orang-orang akan menganggap Anda termasuk orang yang tidak waras?.
Kita dapat pula mengatakan kepadanya: ?Jika ditawarkan kepada Anda dua jabatan, salah satunya memberikan gaji lebih tinggi dari pada yang lain, niscaya Anda akan memlih untuk bekerja pada jabatan yang memberikan gaji lebih tinggi tersebut. Anda tiak akan memilih untuk bekerja pada jabatan yang gajinya lebih rendah. Maka bagaimana Anda memlilih untuk dAnda sendiri dalam masalah amalan akhirat apa yang terendah lalu Anda berdalih dengan takdir (qadar) ?.
Serta kita dapat mengakatan kepadanya: ?Apabila Anda menderita suatu penyakit fisik. Anda berusaha untuk berobat dengan pergi ke dokter. Anda pun mau untuk menelan obayat yang pahit. Bahkan jika harus dilakukan operasi pada diri Anda, Anda akan tabah menahan rasa sakitnya. Akan tetapi, mengapa Anda tidak berbuat seperti itu terhadap penyakit hati Anda yang berkenaan dengan perbuatan maksiat??.
Dan kita mengimani bahwa keburukan tidak dapat dinisbatkan (disandarkan) kepada Allah, karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Bijaksana, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ?alaihi wasallam: Dan hanya kebaikan seluruhnya yang ada pada kedua Tangan-Mu, sedang keburukan itu tidaklah dinisbatkan kepada-Mu? (Hadits riwayat Muslim).
Dengan demikian, ketetapan Allah itu sendiri sama sekali tidaklah suatu keburukan, karena ketetapan-Nya itu timbul dari sifat kasih-sayang dan hikmah-kebijaksanaan-Nya?.
Akan tetapi keburukan itu terdapat dalam hal-hal yang telah ditetapakkanya, sebagaiana sabda Nabi dalam do?a qunut yang beliau ajarkan kepada Al-Hasan: ?Dan lindungilah diriku dari keburukan sesauatu yang telah Engkau tetapkan?? (Diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi & Abu Dawud)
Di sini, beliau menisbatkan keburukan itu kepada sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah.
Namun demikian, keburukan yang terdapat dalam hal-hal yang telah ditetapkan Allah sebenarnya bukanlah suatu keburukan murni dan mutlak sifatnya; tetapi hal tersebut adalah suatu keburukan yagn terdapat pada tempatnya, dari satu sisi; sedang dari sisi lain adalah suatu kebaikan, atau hal tersebut adalah suatu keburukan pada tempatnya, sedang pada tempat lani merupakan suatu kebaikan.
Seperti kekeringan, wabah, kemiskinan dan perasaan taku yang termasuk jenis fasad (kerusakan) yang terjadi di muka bumi adlah suatu keburukan. Akan tetapi hal tersebut pada tempat lain merupakan suatu kebaikan. Firman Allah: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan-tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka itu, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).? (Surah Ar-Ruum:41)
Begitu pula, hukum potong tangan bagi pencuri dan hukum rajam bagi pezina adalah sesuatu yang buruk bagi pencuri karena dia harus di potong tangannya dan bagi pezina karena dia harus dirajam. Akan tetapi, dari sisi lain, adalah seautu yang baik bagi merka karena hukuman yang ditetapkan terhadap mereka ini merupakan kaffarah (penghapus dosa) untuk mereka berdua. Karena, apabila mereka dikenai hukuman dunia, maka tidak akan dikenai lagi hukuman di akhirat. Di samping itu, hal tesebut pada tempat lain merupakan sautu kebaikan karena untuk melindungi harta-benda, kehormatan dan keturunan.***

Menjaga Kehormatan

Menjaga Kehormatan


Sungguh merupakan bahaya besar yang tidak disadari oleh kebanyakan umat Islam, ketika angin fitnah berhembus kencang menerpa mereka. Tak banyak yang mampu teguh berdiri kokoh. Jika seseorang berhasil mengatasi fitnah syubhat, belum tentu mampu menepis fitnah syahwat, atau sebaliknya. Hingga akhirnya, mereka tidak lagi terlihat melindungi dan menjaga harga diri dan kehormatan. Justru mencampakkan dan menggantinya dengan kehinaan.

Itulah fenomena yang terlihat di hadapan mata kita, terutama pada kaum wanita. Keadaan umat semakin terlihat kacau, mereka tampak jauh dari petunjuk Alquran dan sunah, sehingga mereka sangat mudah dipatahkan, karena tidak mempunyai kekuatan prinsip sama sekali. Sampai-sampai orang yang ingin tetap komitmen terhadap agamanya dan menjaga kesucian diri (iffah) nya merasa berat menghadapi kenyataan, dan selalu berhadapan dengan bahaya yang mengerikan.

Kenyataan tersebut berawal dari hanyutnya sebagian kaum muslimin terhadap propaganda-propaganda dan slogan-slogan batil yang dilancarkan musuh-musuh Islam. Westernisasi (pemberdayaan budaya Barat) oleh umat tidak dihitung sebagai upaya penggeseran nilai-nilai akidah. Sehingga, dengan berbagai dalih seperti globalisasi atau universalisasi musuh berhasil menipu umat. Maka, semakin jauhlah manusia dari petunjuk dan kebenaran. Isu globalisasi tersebut telah berhasil mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan, antara kebaikan dan kemungkaran, antara sunah dan bidah, juga antara Islam dan non-Islam.

Teori inilah yang paling jitu untuk melunturkan agama dari dalam diri orang beriman, dan mengubah umat Islam menjadi binatang piaraan yang mudah dihalau dan dikendalikan. Dengan hal itu, mereka meninabobokkan umat, membuatnya terlena dalam kesenangan nafsu, sehingga perasaan menjadi tumpul tidak mengetahui mana yang baik dan mana yang mungkar. Bahkan, ada di antara mereka yang perlahan-lahan mulai murtad dari ajarannya.

Semua ini akibat dari sikap meremehkan kaidah al-wala' wal-bara' atau loyalitas kepada agama dan pembebasan diri dari selainnya. Selain itu, karena adanya penodaan terhadap makna cinta dan benci karena Allah, pembungkaman mulut untuk mengatakan kebenaran, dan munculnya berbagai tuduhan yang dilontarkan kepada orang yang masih mempunyai kebaikan dan berusaha memperjuangkan kebenaran. Mereka dituduh sebagai teroris, ektremis, radikalis, fundamentalis, dan lain-lainnya, bahkan julukan-julukan yang sangat keji.

Di antara upaya yang sangat membahayakan dan berpengaruh besar dalam meluluhlantakkan umat Islam dan menghanyutkan mereka dalam gelombang kesenangan syahwat dan kemerosotan akhlak adalah penyebaran fitnah berupa upaya memalingkan kaum wanita Islam dari penjagaan-penjagaan keutamaan yang ada dalam diri mereka kepada pintu-pintu kehancuran dan pembukaan berbagai perbuatan keji. Sehingga, kebanyakan wanita Islam tidak lagi terlihat melindungi dan memelihara kehormatan serta harga diri, malah mengobrak-abrik, merusak, dan menjadikannya hina.

Dengan semboyan HAM, kebebasan kaum wanita, kesetaraan gender, dan lain-lainnya yang semuanya bersumber dari paham demokrasi yang sesat dan menyesatkan. Dengan itu mereka telah berhasil mengubah pola pikir wanita-wanita Islam. Sehingga, dengan serta merta kaum wanita Islam mulai meninggalkan hijab, ikut meramaikan budaya mengumbar aurat di depan umum, bertabarruj (berdandan), dan sufur (buka-bukaan aurat), berpenampilan tidak senonoh, dan ikut terlibat dalam pornografi maupun pornoaksi.

Di Indonesia, negara berkembang yang berpenduduk mayoritas muslim dan akrab dengan budaya ketimuran, sudah mulai terasa derasnya arus budaya Barat. Kaum muslimin mulai mengadopsi budaya-budaya bejat itu. Kaum remaja tanpa batas leluasa meniru gaya orang-orang kafir Barat, mulai dari trend mode pakaian, gaya bergaul, dan gaya hidup. Maka, tidak heran jika remaja yang tinggal di kota-kota besar sudah akrab dengan budaya seks bebas. Anehnya, para orang tua tidak sedikit yang justru ikut membantu dan mendorong putra-putrinya ke jurang kenistaan dan kemerosotan moral itu. Na'udzubillah min dzalik.

Musuh-musuh Islam menggunakan cara-cara yang sangat halus dalam melancarkan aksi untuk sampai pada tujuan mereka. Tahap awal yang mereka lakukan adalah menggalakkan budaya ikhtilath (campur-baur antara laki-laki dan perempuan).

Ikhtilath yang jelas-jelas tegas dilarang oleh Islam sudah ditanamkan mulai pada anak usia TK hingga di perguruan-perguruan tinggi. Penyebaran budaya sesat ini yang paling gencar melalui media informasi. Di Indonesia kebanyakan acara-acara TV ataupun radio yang bertema kaum muda rata-rata menjiplak acara-acara dari negara-negara Barat. Kita saksikan di bebarapa stasiun TV berbagai program acara yang justru mendidik kawula muda untuk hidup bebas. Ada acara AFI, KDI, Indonesia Idol, Indonesian Star, Penghuni Terakhir, dan lain-lainnya. Hampir setiap stasiun TV di Indonesia menampilkan acara-acara yang tidak lagi mengindahkan moral dan etika agama. Tidak hanya ikhtilath yang kelihatan, namun kehidupan bebas yang dimeriahkan. Jadi, seakan kawula muda diarahkan untuk menerapkan budaya bebas itu dengan cara menyuguhi mereka acara-acara yang sarat dengan pengajaran hidup bebas.

Dari situ kemudian dampaknya mulai meningkat lebih parah. Hijab, kerudung, atau biasa disebut jilbab mulai ditinggalkan oleh kaum muslimah. Atau, paling tidak ada penggeseran dari nilai-nilai dasarnya. Mereka yang masih mau menunjukkan identitas muslimahnya tidak lagi memakai kerudung yang sesuai dengan aturan syariat Islam, tetapi memakai kerudung-kerudung mungil, gaul, sesuai mode yang pada hakikatnya melanggar aturan Islam. Tindakan ini tidak menambah kebaikan sama sekali pada pelakunya, justru jika menggalakkan sunnah sayyiah (budaya yang tidak sesuai dengan Islam), mereka akan mendapat multilevel dosa.

Yang lebih parah lagi ketika kaum muslimah sudah mulai mengadopsi cara perpakaian orang Barat, yang jelas mengumbar aurat. Bagi remaja putri, mungkin saat ini akan malu jika perpakaian longgar. Gaya berpakaian ala Barat ini sudah dikenalkan pada anak-anak yang baru usia TK. Maka tidak heran jika kita lihat hampir di semua tempat adanya kenyataan yang sangat memprihatinkan. Mereka yang mengaku sebagai muslimah memakai pakaian-pakaian yang ketat, bahkan super ketat yang menampakkan lekuk-lekuk keindahan tubuhnya. Dalam hal ini, disadari maupun tidak disadari, dari fenomena ini diketahui bahwa mereka sudah jauh dari moral dan sangat jauh dari akhlak yang benar. Gaya berpakaian dengan menampakkan pusar atau bagian perut bahkan dada sudah sangat sulit untuk dihindari. Sehingga orang yang masih menjaga dirinya merasa risih dengan fenomena ini. Sudah demikian jauhkah keadaan mereka sehingga mereka tidak mengetahui ancaman Rasulullah terhadap wanita-wanita yang memakai busana namun seperti telanjang bahwa mereka adalah calon penghuni neraka?

Ada yang berusaha membungkus kebusukan ini dengan cara yang lain. Yaitu, ketika sebagian tetap memakai kerudung (tentu saja yang mungil, trendi, gaul, dan tidak memenuhi sarat Islam), namun mereka tetap memakai pakaian-pakaian yang ketat. Cara berkerudungnya sudah salah, ditambah dengan pakaian yang tidak senonoh.

Semua itu menunjukkan hilangnya harga diri dan kehormatan sebagian wanita muslimah. Dan, karena kebanyakan manusia sudah diliputi hawa nafsu akibat jauhnya dari petunjuk, maka pemandangan semacam itu tidak lagi menjadi masalah, justru dinikmati, dibela dan diperjuangkan. Na'udzubillah min dzalik.

Sebenarnya masalah ini menjadi tanggung jawab semua lapisan kaum muslimin. Semua harus berupaya semampunya untuk mengembalikan citra, harga diri, dan kehormatan Islam. Bagi orang tua hendaknya mendidik putra-putrinya agar berakhlak dan berbudaya Islam, dan tidak membiarkan mereka larut dengan gaya-gaya orang kafir. Bagi para guru supaya menanamkan nilai-nilai Islam kepada anak didiknya agar terbentuk pola pikir Islam. Bagi para dai supaya tidak bosan menyuarakan kebenaran dan ajakan untuk kembali kepada Alquran dan sunah. Dan bagi semua pihak, terutama kaum wanita, agar bertakwa kepada Allah, berserah diri kepada-Nya, tunduk pada tuntunan Rasulullah saw., tidak mudah terbujuk oleh rayuan dan bisikan penyeru kerusakan. Barang siapa mempunyai iman dan keyakinan yang kuat, pastilah ia membentengi diri dengan berpegang teguh pada tuntunan syariat Allah.

Sesungguhnya awal kesuksesan hidup, keselamatan, dan kebahagiaan yang hakiki adalah mengikuti sunnah (petunjuk) Rasulullah saw. Sebaliknya, awal kesengsaraan, kehancuran, dan malapetaka adalah mengikuti hawa nafsu. Setiap yang menyelisihi sunah adalah hawa nafsu, dan hawa nafsu mengikuti setan. Maka, marilah kita sesuaikan segala aspek kehidupan kita dengan petunjuk Rasulullah saw. agar harga diri dan kehormatan kita tetap terjaga. Wallahu a'lam