Kitab-Kitab Suci


Kitab-Kitab Suci
Setiap nabi dan rasul menerima wahyu dari Allâh. Beberapa wahyu ditulis dan dikumpulkan dalam bentuk shuhuf [semacam brosur] atau dibukukan dalam bentuk kitab.

Beberapa nabi yang memiliki shuhuf adalah :
  1. Adam as, dengan 10 shuhuf
  2. Syits as, dengan 60 shuhuf
  3. Idris as, dengan 30 shuhuf
  4. Ibrahim as, dengan 30 shuhuf
  5. Musa as, dengan 10 shuhuf
Nabi-nabi yang memiliki kitab :
  1. Musa as, dengan kitab Taurat
  2. Daud as, dengan kitab Zabur
  3. Isa as, dengan kitab Injil
  4. Muhammad saw, dengan kitab Al-Qur`an
Taurat adalah bahasa Ibrani untuk syariat atau hukum. Kitab Taurat diturunkan melalui Musa as. Isi pokok Taurat adalah 10 firman Allâh bagi bangsa Israel. Selain itu, Taurat berisi sejarah nabi-nabi hingga Musa as dan kumpulan hukum.
Zabur berisi mazmur (nyanyian pujian bagi Allâh) yang dibawakan melalui Daud as. Kitab ini tidak mengandung syariat, karena Daud as diperintahkan untuk meneruskan syariat yang dibawa Musa as.
Injil berisi firman Allâh melalui Isa as untuk bangsa Israel sebagai pelurus ajaran Musa yang saat itu telah banyak disalahtafsiri. Kata Injil sendiri berasal dari bahasa Yunani Evangelion yang berarti kabar gembira. Tema Injil adalah pembersihan jiwa raga dari kekotoran.
Injil yang ada saat ini sebagian mengandung firman Allâh dan riwayat Isa as, semuanya menurut penafsiran para penulis-penulis Injil generasi-generasi setelah Isa as.
Bagi umat Islam, tidak diperlukan mempelajari isi Taurat, Zabur, dan Injil yang ada saat ini, karena (1) telah mengandung berbagai tafsiran yang tidak benar, dan karena (2) isi Taurat, Zabur, dan Injil yang masih diperlukan telah dimasukkan ke dalam kitab Al-Qur`an. Namun tidak diperlukan juga upaya untuk menyerang atau menyalah-nyalahkan isi Taurat, Zabur, atau Injil, karena terdapat ayat-ayat Allâh di dalamnya.
Al-Qur`an
Al-Qur`an merupakan kumpulan firman yang diberikan Allah sebagai satu kesatuan kitab sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat muslim. Kitab ini dinyatakan sebagai kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, selalu terjaga dari kesalahan, dan merupakan tuntunan membentuk ketaqwaan manusia.
Tampilan Al-Qur`an unik, berupa prosa berirama, puisi epik, dan simfoni dalam keterpaduan teks yang indah. Ini membuat 6236 ayat di dalamnya dapat dihafalkan oleh jutaan orang. Cara pembacaan Al-Qur`an, dalam bentuk tajwid dan tartil, merupakan seni yang berkualitas tinggi.
Isi Al-Qur`an juga unik, berupa paduan filsafat semesta, catatan sejarah, peringatan-peringatan dan hiburan, dasar-dasar hukum, serta doa-doa. Hikmah pemaduan tema dalam Al-Qur`an antara lain untuk menjaga kita untuk mempelajari berbagai hal secara berimbang dan bertahap, seperti juga cara kita menghadapi alur hidup kita dan membentuk kepribadian kita sendiri.
Al-Qur`an diturunkan ke bumi dalam waktu 23 tahun melalui Nabi Muhammad (saw) dengan perantaraan malaikat Jibril. Ayat-ayatnya dikelompokkan atas 114 surat, yang selalu divalidasi oleh Rasulullah Muhammad saw sendiri. Namun urutan peletakkan suratnya bervariasi, dalam berbagai versi mushaf. Mushaf yang banyak digunakan saat ini adalah Mushaf Utsman, yang disusun zaman khalifah Utsman ibn Affan. Urutan surat-surat dalam mushaf ini, dan jumlah ayat-ayat di dalamnya adalah sbb:
  1. Al-Fatihah / Ummul-Qur`an, 7
  2. Al-Baqarah, 286
  3. Ali Imran, 200
  4. An-Nisa`, 176
  5. Al-Maidah / Al-`Uqud, 120
  6. Al-An`am, 165
  7. Al-A`raf, 206
  8. Al-Anfal, 75
  9. At-Taubah / Bara`ah, 130
  10. Yuunus, 109
  11. Hud, 123
  12. Yusuf, 111
  13. Ra`d, 43
  14. Ibrahim, 52
  15. Hijr, 99
  16. An-Nahl / An-Ni`am, 128
  17. Bani Israil / Al-Isra`, 111
  18. Al-Kahfi, 110
  19. Maryam, 99
  20. Thaha, 135
  21. Al-Anbiya`, 112
  22. Al-Hajj, 78
  23. Al-Mu`minun, 85
  24. An-Nuur, 64
  25. Al-Furqan, 77
  26. As-Syu`ara, 227
  27. An-Naml, 93
  28. Al-Qashash, 88
  29. Al-Ankabut, 69
  30. Ar-Rum, 60
  31. Luqman, 34
  32. As-Sajdah, 54
  33. Al-Ahzab, 73
  34. Saba`, 54
  35. Fathir / Al-Malaikah, 45
  36. Yasin, 83
  37. As-Shaffat, 182
  38. Shad, 88
  39. Az-Zumar / Al-Ghuraf, 75
  40. Al-Mu`min / Ghafir, 118
  41. Fusshilat, 30
  42. As-Syura`, 53
  43. Az-Zukhruf, 89
  44. Ad-Dukhan, 59
  45. Al-Jatsiyah / As-Syari`ah, 37
  46. Al-Ahqaf, 35
  47. Muhammad / Al-Qital, 38
  48. Al-Fath, 29
  49. Al-Hujurat, 18
  50. Qaf, 45
  51. Ad-Dzariyat, 60
  52. At-Thur, 49
  53. An-Najm, 62
  54. Al-Qamar, 55
  55. Ar-Rahman, 78
  56. Al-Waqiah, 96
  57. Al-Hadid, 29
  58. Al-Mujadalah, 22
  59. Al-Hasyr, 24
  60. Al-Mumtahanah, 13
  61. As-Shaf, 14
  62. Al-Jumu`ah, 11
  63. Al-Munafiqun, 11
  64. At-Taghabun, 18
  65. At-Thalaq, 12
  66. At-Tahrim, 12
  67. Al-Mulk / At-Tabarak, 30
  68. Al-Qalaam, 52
  69. Al-Haqqah, 52
  70. Al-Ma`arij, 44
  71. Nuh, 28
  72. Al-Jinn, 28
  73. Al-Muzzammil, 20
  74. Al-Muddattsir, 56
  75. Al-Qiyamah, 40
  76. Al-Insan, 31
  77. Al-Mursalat, 50
  78. An-Naba`, 40
  79. An-Naziat, 46
  80. `Abasa, 42
  81. At-Takwir, 29
  82. Al-Infithar, 19
  83. Al-Muthaffifin, 36
  84. Al-Insyiqaq, 25
  85. Al-Buruj, 22
  86. At-Thariq, 17
  87. Al-A`la, 19
  88. Al-Ghasyiyah, 26
  89. Al-Fajr, 30
  90. Al-Balad, 20
  91. As-Syams, 15
  92. Al-Layl, 21
  93. Ad-Dhuha, 11
  94. Al-Insyirah, 8
  95. At-Tin, 8
  96. Al-`Alaq, 19
  97. Al-Qadar, 5
  98. Al-Bayyinah, 8
  99. Al-Zilzalah, 8
  100. Al-`Adiyat, 11
  101. Al-Qari`ah, 10
  102. At-Takatsur, 8
  103. Al-Ashr, 3
  104. Al-Humazah, 9
  105. Al-Fil, 5
  106. Al-Quraisy, 4
  107. Al-Ma`un, 7
  108. Al-Kautsar, 3
  109. Al-Kafirun, 6
  110. An-Nashr, 3
  111. Al-Lahab, 5
  112. Al-Ikhlas / At-Tauhid, 4
  113. Al-Falaq, 5
  114. An-Nas, 6

Karunia Hidayah


Karunia Hidayah 
Setiap orang hanya akan menjaga sesuatu yang dianggapnya berharga dan membuang sesuatu yang dianggapnya tidak berharga. Semakin bernilai dan semakin berharga suatu benda, maka akan lebih habis-habisan pula dijaganya. Bagi seorang Muslim, hidayah dari Allah adalah harta termahal.
Ada seorang wanita yang belum lama masuk Islam (muallaf). Ternyata, keluarganya tidak bisa menerima kenyataan ini. Ibunya pun mengusirnya dari rumah. Kejadian itu terjadi menjelang pukul lima sore. Telepon berdering, suara di ujung telepon bicara dengan terbata-bata, "Aa, Aa tolong A, tolong!." Belum selesai bicara hubungan telepon terputus. Dari nadanya kelihatan darurat, sehingga jelas-jelas si penelpon sedang dalam kondisi membutuhkan bantuan. Sayangnya tidak diketahui di mana ia menelponnya? Keadaannya bagaimana?
Usai hubungan telepon terputus, saya berpikir apa yang bisa dilakukan? Karena yang terbayang di benak saat itu adalah justru si anak sedang dianiaya, teleponnya direbut atau kabelnya diputuskan. Terbayang pula andai si anak ini dipaksa kembali ke agama semula oleh orang tuanya. Tapi sejenak kemudian ingat pula akan Kemahakuasaan Allah bahwa hanya dengan karunia-Nya saja hidayah bisa sampai kepada anak itu.
Bila Allah Yang Mahakuasa telah menghunjamkan dalam-dalam hidayah itu di kalbu, maka tak seorang pun mampu mencerabut hidayah dari diri seseorang. Kita lihat Bilal bin Rabbah, sahabat Rasulullah SAW yang mulia. Ia dijemur di bawah terik matahari, di bawahnya beralas pasir membara, badan pun dihimpit batu yang berat, tapi bibirnya yang mulia tetap mengucapkan, "Ahad, Ahad, Ahad".
Begitu pun dengan si anak dalam kejadian ini, setelah teleponnya diputus oleh ibunya, ternyata benar ia dianiaya, dijambak, dan dirobek-robek jilbabnya. Hanya kemudian dengan izin Allah, dia dapat kembali menutup auratnya dan dengan hati pilu si anak pun ikut bersama bibinya. Hanya Allah-lah yang melepaskan dari setiap kesempitan. Allah SWT berfirman, Dan orang yang dipimpin Allah, maka tiadalah orang yang akan menyesatkannya (QS. Az-Zumar: 37). Dan siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menujukinya (QS. Ar Ra'du: 33).
Saudaraku, setiap orang hanya akan menjaga sesuatu yang dianggapnya berharga dan membuang sesuatu yang dianggapnya tidak berharga. Semakin bernilai dan semakin berharga suatu benda, maka akan lebih habis-habisan pula dijaganya. Ada yang sibuk menjaga hartanya karena dia menganggap harta itu yang paling bernilai. Ada yang sibuk menjaga wajahnya agar awet muda, karena awet muda itulah yang dianggapnya paling bernilai. Ada juga yang mati-matian menjaga kedudukan dan jabatannya, karena kedudukan dan jabatan itulah yang dianggap membuatnya berharga.
Tapi ada pula orang yang mati-matian menjaga hidayah dan taufik dari Allah SWT karena dia yakin bahwa hidup tidak akan selamat mencapai akhirat kecuali dengan hidayah dan taufik dari-Nya. Inilah sebenarnya harta benda paling mahal yang perlu kita jaga mati-matian. Nikmat iman yang bersemayam di dalam kalbu nilainya melampaui apapun yang ada di dunia ini.
Karena itu, sudah sepantasnya dalam mencari apapun di dunia ini, kita tetap dalam rambu-rambu supaya hidayah itu tidak hilang. Misal, ketika mencari uang untuk nafkah keluarga, kita sibuk dengan berkuah peluh bermandi keringat mencarinya, tapi tetap berupaya agar dalam mencari uang tersebut, hidayah dan taufik tidak sampai sirna.
Begitu pula ketika menuntut ilmu, kita kejar ilmu setinggi-tingginya tetapi tetap dalam rambu-rambu Allah agar hidayah tidak sampai sirna. Bahkan, mencari nafkah, mencari ilmu, atau mencari dunia bisa lebih mendekatkan dengan hidayah dari Allah SWT.
Ada sebuah doa yang Allah SWT ajarkan kepada kita melalui firman-Nya, Ya Tuhan kami, jangan jadikan hati ini condong kepada kesesatan sesudah engkau beri petunjuk, dan karuniakan kepada kami rahmat dari sisimu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Karunia (QS. Ali Imran: 8).
Demikianlah Allah Azza wa Jalla, Dzat Maha Pemberi karunia hidayah, mengajarkan kepada kita agar senantiasa bermohon kepada-Nya sehingga selalu tertuntun dengan cahaya hidayah dari-Nya. Betapa tidak, hidayah adalah karunia terindah yang diberikan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya.
Imam Ibnu Athoillah dalam kitab Al-Hikam mengungkapkan, "Nur (cahaya-cahaya) iman, keyakinan, dan zikir adalah kendaraan yang dapat mengantarkan hati manusia ke hadirat Allah serta menerima segala rahasia daripada-Nya. Nur (cahaya terang) itu sebagai tentara yang membantu hati, sebagaimana gelap itu tentara yang membantu hawa nafsu. Maka apabila Allah akan menolong seorang hamba-Nya, dibantu dengan tentara nur Illahi dan dihentikan bantuan kegelapan dan kepalsuan".
Nur cahaya terang berupa tauhid, iman, dan keyakinan itu berfungsi sebagai tentara pembela pembantu hati. Sebaliknya kegelapan, syirik, dan ragu itu sebagai tentara pembantu hawa nafsu. Di antara keduanya selalu terjadi peperangan yang tak kunjung berhenti, dan selalu menang dan kalah.
Lebih lanjut beliau berujar, "Nur itulah yang menerangi (membuka) dan bashirah (mata hati) itulah yang menentukan hukum, dan hati yang melaksanakan atau meninggalkan nur itulah yang menerangi baik dan buruk. Lalu dengan mata hatinya ditetapkan hukum, dan setelah itu maka mata hatinya yang melaksanakan atau menggagalkannya".
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan kepada kita penuntun yang membawa cahaya hidayah sehingga menjadi terang jalan hidup kita. Wallahu a'lam bish-shawab. 

Mengenalkan Tauhid kepada Anak


Mengenalkan Tauhid kepada Anak 
Rasulullah SAW bersabda, ''Jadikanlah kata-kata pertama yang diucapkan seorang anak kalimat 'Laa Ilaaha Illallah' (tiada Tuhan selain Allah), dan bacakanlah padanya ketika menjelang mati kalimat 'Laa Ilaaha Illallah' (tiada Tuhan selain Allah).'' (HR Hakim dari Ibn Abbas).
Hadis di atas merupakan perintah kepada kita untuk mengenalkan dan menanamkan konsep tauhid, Laa Ilaaha Illallah, sejak dini kepada anak-anak kita. Hadis di atas pun merupakan isyarat bahwa tauhid dan akidah yang benar merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang manusia hingga menjelang kematiannya.

Hal ini sebagaimana peringatan Allah dalam firman-Nya, ''Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.'' (QS 3: 102).
Ada dua pokok tauhid yang harus kita ajarkan sejak dini kepada anak-anak kita. Pertama, tauhid rububiyah. Tauhid dalam konteks ini lebih mengarah pada mengenalkan pemahaman bahwa Allah adalah yang menciptakan semua makhluk dan Allah juga sebagai tempat bergantung memohon pertolongan.
Kedua, tauhid uluhiyah. Tauhid dalam konteks ini adalah meyakini bahwa Allah satu-satunya yang wajib disembah. Kedua pokok tauhid ini harus diajarkan bersamaan agar anak sejak dini telah memiliki kepahaman dan dapat mengerti tanggung jawab dan kewajiban dari tauhid tersebut.
Paling tidak ada dua cara yang efektif untuk mengenalkan konsep tauhid kepada anak. Pertama, kenalkan ciptaan-Nya. Dengan cara ini anak diajak berdialog dan berdiskusi untuk mengenal dan mensyukuri segala ciptaan-Nya. Selain itu, cara ini pun efektif untuk melatih anak memikirkan dan mengambil pelajaran dari segala yang diciptakan-Nya. Hal ini sejalan dengan firman-Nya, ''Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.'' (QS 3: 190).
Dalam ayat lainnya Allah berfirman, ''Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya), dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran.'' (QS 16: 12-13).
Kedua, dengan pendidikan dan contoh. Pendidikan dalam konteks ini adalah anak diajarkan tentang kewajiban-kewajiban manusia sebagai makhluk untuk melakukan ragam ibadah kepada Allah. Sedangkan contoh adalah orang tua memberikan teladan bagaimana caranya beribadah. Misalnya, anak sejak dini telah dilatih shalat dan dikenalkan dengan Alquran.
Semoga Allah membimbing kita agar dapat membimbing anak-anak kita sesuai dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya. Amiin. Wallahu a'lam bishawab

Menanamkan Tauhid


Menanamkan Tauhid 
''Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya dan dia mengajarnya, 'Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah SWT. Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang besar'.'' (QS Lukman:13). Pengajaran Lukman kepada anaknya yang diungkapkan Allah SWT pada ayat tersebut, merupakan bagian dari kegiatan Lukman dalam mendidik anaknya untuk bertauhid (mengesakan Allah SWT). Ternyata Lukman memilih tauhid sebagai materi pendidikan yang mendasar.

Ayat tersebut juga mengimbau setiap manusia untuk meneladani cara Lukman dalam mendidik anaknya. Manusia harus mengedepankan pendidikan tauhid kepada generasi penerus yang bakal menjadi ahli warisnya. Pendidikan tauhid harus diberikan mendahului pendidikan disiplin ilmu yang lain. Bahkan, pendidikan tauhid seharusnya mendasari pendidikan ilmu pasti, ilmu sosial dan politik, sains dan teknologi, ilmu ekonomi, biologi, olahraga, dan sebagainya. Pendidikan tauhid yang diberikan Lukman kepada anaknya itu dapat menambah khazanah setiap orang yang peduli dengan pendidikan. Pendidikan adalah proses sosialisasi menuju kedewasaan intelektual, sosial, dan moral sesuai kemampuan dan martabat manusia.
Para pelaku pendidikan semestinya juga bisa menjadikan pendidikan tauhid sebagai dasar untuk menjalankan setiap ragam kurikulum pendidikan. Pendidikan tauhid, haruslah menyentuh unsur kognisi (pengetahuan) yang menjadikan anak didik menjadi haqqul yaqin tentang kesempurnaan dan keesaan Allah SWT. Selain itu, pendidikan tauhid juga seharusnya menyentuh aspek afeksi (sikap), sehingga setiap anak didik bisa melakukan pengabdian kepada Allah SWT.
Apa yang dilakukan Ya'qub ketika hampir wafat juga cukup menarik untuk diteladani. Waktu itu, Ya'qub bertanya kepada anak-anaknya, ''Apa yang bakal kalian sembah sepeninggalku?'' Semua anaknya menjawab, ''Kami akan menyembah Tuhanmu, Tuhan bapak-bapakmu --Ibrahim, Ismail, dan Ishak-- yakni Tuhan Yang Esa dan kami berserah diri kepada-Nya.'' Kisah ini diabadikan dalam Surat Al Baqarah ayat 133.
Selanjutnya, pendidikan tauhid seharusnya juga menyentuh unsur keterampilan. Dengan keterampilan berbasis tauhid, seorang anak didik menjadi bisa berterima kasih kepada orang tuanya, senang melakukan kebaikan, rajin, serta disiplin mendirikan shalat, dan sebagainya. Singkatnya, keterampilan tersebut akan mengarahkan anak didik untuk menjalankan segala kebaikan dan menjauhi segala keburukan.
Agar pendidikan tauhid itu berjalan efektif dan tidak menyimpang, sebaiknya dilakukan dengan metode yang benar lagi tepat. Setidaknya ada empat langkah yang bisa ditempuh. Pertama, pendidikan tauhid harus berpedoman kepada sumber yang asli, yakni Alquran. Kedua, harus dipelajari secara menyeluruh. Ketiga, pendidikan tauhid juga harus mempertimbangkan kepustakaan yang ditulis para ulama, zuama, dan ilmuwan Muslim. Yang keempat, pendidikan tauhid tidak bisa hanya dilandaskan pada kenyataan hidup umat Islam yang ada saat ini. 

Bahaya Syirik


Bahaya Syirik
Surat Al A'raf ayat 172 menjelaskan bahwa setiap bayi yang akan dilahirkan ke dunia, oleh Allah SWT sudah dimintai kesaksian tentang ketuhanan Allah SWT dengan pertanyaan, ''Bukankah Aku ini Tuhanmu?'' Setiap janin yang hendak menjadi manusia ini pun menjawab, ''Tentu saja kami menjadi saksi.'' Untuk apa Allah SWT meminta kesaksian seperti itu? Agar kelak di hari kiamat tidak ada orang (yang menyembah selain Allah SWT) berargumen bahwa mereka tidak tahu tentang ketuhanan dan keesaan Allah SWT.

Dalam sebuah hadits riwayat Al Hakim, Rasulullah SAW bersabda bahwa setiap bayi yang terlahir --dari dua orang tua Muslim maupun kafir-- itu berada dalam kondisi Muslim. Hanya apakah si anak itu tetap sebagai Muslim atau berubah menjadi musyrik atau kafir, itu tergantung agama yang diajarkan kedua orang tuanya.
Setiap orang tua Muslim memiliki tugas utama dan pertama untuk menjaga akidah diri dan anak keturunannya istiqamah pada akidah yang mengesakan Allah SWT. Saat ini, tugas tersebut menjadi bertambah wajib untuk ditunaikan, karena semakin banyak pihak yang berkeinginan untuk menyeret kaum Muslim pindah agama dan keyakinan.
Gerakan pemurtadan yang dilakukan dengan iming-iming yang menggiurkan adalah salah satu aktivitas yang terus menggoda akidah umat Islam. Selain itu juga ada paham pluralisme agama yang mengaburkan nilai-nilai kebenaran Islam. Semua agama dianggap sama.
Sahabat Ismail bin Umayah pernah meminta nasihat kepada Rasulullah SAW. Beliau memberinya nasihat singkat dengan mengingatkan, ''Janganlah kamu menjadi manusia musyrik, menyekutukan Allah SWT dengan sesuatupun, meski kamu harus menerima risiko kematian dengan cara dibakar hidup-hidup atau tubuh kamu dibelah dua. '' (HR Ibnu Majah).
Nasihat Rasulullah SAW itu tentu terkait dengan peringatan Allah SWT bahwa dosa syirik akan menghanguskan segala kebajikan dan merupakan dosa tak terampuni. Allah SWT berfirman, ''Jika kamu mempersekutukan Allah SWT niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.'' (QS Az Zumar:65). Di ayat yang lain Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.'' (QS An Nisa 48). Semua keterangan tersebut terkait dengan syirik kufur, yakni orang yang menyembah kepada selain Allah SWT.
Ada lagi perbuatan syirik yang dilakukan oleh orang Muslim, yang sering disebut dengan istilah syirik fasik. Yakni orang Muslim tapi mempercayai perdukunan, jampi-jampi, jimat-jimat, dan hal lain yang bersifat tahayul. Nabi Muhammad SAW bersabda, ''Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat dan guna-guna adalah syirik.'' (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Bentuk syirik lainnya yang wajib dijauhi adalah riya, ibadah tidak dengan ikhlas karena Allah SWT, tapi karena ingin mendapat pujian, sanjungan atau gelar dari sesama manusia. Rasulullah SAW mengingatkan, ''Hati-hatilah kamu, jangan sekali-kali mencampuradukkan keta'atan kepada Allah SWT dengan mengharap pujian dari sesama manusia, nanti hancur pahala amal kamu.'' (HR Ath Thabrani).

Visualisasi Nabi Dilarang, Karena...


Visualisasi Nabi Dilarang, Karena...
Visualisasi sosok Nabi Muhammad SAW dikhawatirkan akan menimbulkan kontraproduktif dengan apa yang diajarkannya, yaitu pengesaan Allah. 'Karena dia mempunyai kekhususan, kalau digambarkan, pasti tidak akan bisa menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Itu prinsip yang disepakati umat Islam di seluruh dunia,'' ujar KH Ma'ruf Amin, ketua Komisi Fatwa, Majelis Ulama Indonesia, kepada Republika, Selasa (7/2). Menurut Ma'ruf, memang Muhammad SAW adalah manusia, tapi bukan manusia biasa. Bila digambarkan, akan mengurangi keutuhan yang digambarkan dalam Islam. ''Ada sisi-sisi lain yang mungkin tidak bisa digambarkan,'' ujarnya.

Ia juga melihat dari sisi akibat. Penggambaran sosok Nabi SAW bisa mengarah pada penghinaan atau bahkan pengkultusan yang berlebihan. Kemudian orang bisa menyembah gambar. ''Itu bagian yang juga menjadi hal yang tidak bisa seperti Nabi yang lain digambarkan atau dibuat patung,'' tambahnya. Selain tidak boleh digambarkan, katanya, juga tidak boleh ada pemujaan. Hanya Allah yang layak dituhankan, bukan penyampai wahyu-Nya.
Ia mengaku, secara nash memang tidak ada ayat Alquran yang secara spesifik mengatur hal ini. ''Tapi ada isyarat-isyarat yang mengarah kepada tidak boleh adanya visualisasi dan penggambaran,'' ujarnya. Misalnya, dalam surat Al Hujurat ayat 2 yang artinya, ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kemu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.''
''Jelas sekali dalam ayat tersebut dilarang kita memanggil Nabi seperti kita memanggil teman yang lain, memperlakukan Nabi seperti kita memperlakukan teman yang lain, termasuk memvisualisasikan Nabi seperti manusia biasa. Itu yang saya maksud jangan menggambarkan nabi seperti kita.''
''Karena dikhawatirkan akan memunculkan pengultusan dan pemujaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Selain itu, visualisasi figur Rasulullah SAW, dikhawatirkan tidak akan mempu menggambarkan pribadi dan figur Rasulullah SAW yang sesungguhnya,'' kata ahli tafsir Indonesia, Prof Dr HM Quraish Shihab.
Menurut dia, visualisasi figur Rasulullah SAW tidak menutup kemungkinan adanya pelecehan. ''Itu dasarnya. Karena bayangkan kalau digambar bisa jadi gambarnya lantas tersebar, mudah diinjak-injak orang. Bisa jadi gambar itu tidak seuai benar dengan apa yang sebenarnya. Karena itu, bisa jadi kalau difilmkan orang yang memerankan figur Nabi dalam film kemudian melakukan hal-hal yang tidak sesuai perilaku Rasulullah SAW. Maka untuk menghindari itu semuanya, lantas dilarang gambar itu,'' tegasnya, Selasa (7/2).
Menurut Quraish, untuk memvisualisasikan gambar Nabi Muhammad SAW dalam kondisi yang baik saja dilarang, apalagi yang terjadi di media massa di Denmark dan sejumlah negara di Eropa itu justru untuk melecehkan Rasul. Ketika ditanya kenapa dalam agama Nasrani ada gambar Nabi Isa kenapa dalam Islam tidak boleh ada gambar Nabi Muhammad SAW, menurut Quraish sebenarnya dalam Islam gambar Nabi Isa pun dilarang. ''Karena kemungkinan unsur pelecehannya ada. Bukan hanya Nabi Isa tapi semua nabi-nabi tidak boleh digambar.''
Quraish menjelaskan, gambaran Rasulullah SAW sebetulnya ada dalam hadis. Dirawikan oleh banyak sahabatnya, antara lain wajahnya bulat, rambutnya hitam sampai diujung telinga, alisnya tebal, diantara alisnya ada urat yang nampak, kalau marah matanya bulat sangat hitam, hidungnya mancung, giginya rapih. Kendati begitu, visualisasi Muhammad SAW, sesuai ijtihad ulama, tetap dilarang. ''Dasar pelarangan itu adalah sadduzzaro'i, menutup kemungkinan lahirnya sesuatu yang buruk,'' tambahnya.
Hal yang sama diamini ahli tafsir lain, Dr Suhairi Ilyas. Menurut Suhairi yang mendalami ilmu tafsir di Islamic University Madinah, Arab Saudi dan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), para ulama sepakat mengatakan Nabi Muhammad SAW adalah orang yang agung dan sempurna. ''Karena tidak mungkin memberikan gambar yang sempurna terhadap orang yang agung dan sempurna seperti Rasulullah SAW. Jadi, pelarangan ini semata-mata supaya tidak ada pengultusan yang akan membawa kepada kemusyrikan.''
Pandangan senada dijelaskan Direktur Program Psca sarjana Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, Dr KH Didin Hafidhuddin MSc. Ia menegaskan, ''Secara umum tidak boleh melakukan visualisasi untuk Nabi. Khawatir nanti disembah orang dan ini sangat membahayakan,'' jelasnya. Menurut dia, bukan tidak mungkin bila gambar Rasulullah SAW dimunculkan, nantinya akan terjadi pengultusan dan pemujaan. ''Artinya akan menjadi kontraproduktif dengan apa yang diajarkan Rasulullah SAW sendiri,'' jelasnya.
Rasulullah SAW mengajarkan bahwa penyembahan itu adalah kepada Allah SWT, bukan kepada manusia. Bahkan Rasul pun menyatakan di dalam Alquran surat Al-Kahfi, Qul innama ana basyarummislukum yuuha ilayya innama ilahukum ilaahuwwahid (Katakanlah aku ini adalah manusia dan seperti kalian, bedanya aku mendapatkan wahyu). ''Jadi, inilah yang dijaga oleh Rasul dan ajaran Islam. Jangan sampai gambar-gambar itu menjadi sesuatu yang diagung-agungkan,'' jelas Didin.
Karen Armstrong:
"Sungguh Merupakan Pesan Buruk"
Penulis buku Muhammad: Biography of The Prophet Karen Amstrong menyatakan karikatur Muhammad yang dimuat di media-media Eropa itu mengarah pada bentuk pelecehan. Menurut dia, kartun itu dibuat berdasarkan fakta yang sungguh tidak akurat dan lebih mengarah pada fobia islam, ketimbang karikatur seni.
''Saya pikir ini adalah bentuk kriminal yang sungguh tak bertanggung jawab dengan mempublikasikan kartun itu. Mereka seperti mengirim kado bagi kaum ekstremis dan menunjukkan betapa Barat sungguh fobia terhadap Islam,'' kata dia kepada BBC Online. ''Sungguh ini merupakan pesan yang sangat buruk.''
Namun yang lebih serius, kata dia, kasus ini menghancurkan apa yang telah dibangun bersama selama ini. Fobia Islam bisa menjadi hal yang sangat berbahaya bagi Barat setelah Perang Salib. ''Ini bisa menjadi satu titik baru dalam sejarah mutual kita.''
Di sisi lain, kata dia, dalam masyarakat sekuler Eropa, kebebasan berbicara dibangun sebagai salah satu nilai sakral. ''Kita gigih memperjuangkannya, namun kita juga harus ingat, bahwa itu semua harus bertanggung jawab. Sebagai contoh, kita mempunyai hak untuk menyuarakan apa yang kita ingin suarakan, tapi bagaimana jika itu salah dan berbahaya?''
Hal yang paling penting, kata Amstrong, kekebasan adalah nilai sakral bagi Barat. ''Tapi jangan lupa, Muhammad adalah juga sakral bagi Muslim.'' ( n dam/n tri/bbc online/Republika Online )

Pengenalan Al Quran: Keutamaan, kedudukan dan posisinya dlm Islam


Pengenalan Al Quran: Keutamaan, kedudukan dan posisinya dlm Islam
Alquran adalah firman Allah. Muncul dari zat-Nya dalam bentuk perkataan yang tidak dapat digambarkan. Diturunkan kepada Rasul-Nya dalam bentuk wahyu. Orang-orang mukmin mengimaninya dengan keimanan yang sebenar-benarnya. Mereka beriman tanpa keraguan, bahwa Alquran adalah firman Allah dengan sebenarnya. Bukan ciptaan-Nya, seperti layaknya perkataan makhluk, barang siapa mendengarnya dan menganggap sebagai perkataan manusia, maka ia telah kafir.

Allah swt. memberikan sifat kepadanya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: "Dan sesungguhnya Alquran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji". (Fushshilat: 41-42) Di dalam ayat yang lain Allah juga mensifatinya dengan firman-Nya: "(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu". (Huud: 1).

Sungguh ayat-ayat Alquran ini sangat cermat dan teliti, jelas dan terperinci, yang telah ditetapkan oleh yang Maha Bijaksana, dan yang telah diuraikan oleh yang Maha Tahu. Kitab ini akan terus menjadi mukjizat dari segi keindahan bahasa, syariat, ilmu pengetahuan, sejarah dan lain sebagainya. Sampai Allah mengambil kembali bumi dan yang ada di dalamnya, tidak akan terdapat sedikitpun penyelewengan dan perobahan terhadapnya, sebagai bukti akan kebenaran firman Allah: "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". (Al-Hijr: 9).

Dunia secara keseluruhan belum pernah memperoleh sebuah kitab seperti Al Quran yang mulia ini, yang mencakup segala kebaikan, dan memberi petunjuk kepada jalan yang paling lurus, serta mencakup semua hal yang akan membahagiakan manusia. Allah berfirman: "Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar". (Al-Israa': 9).

Alquran ini diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan, menuju cahaya. Allah berfirman: "(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (Ibrahim: 1).

Dengan Alquran, Allah telah membukakan mata yang buta, telinga yang tuli dan hati yang lalai. Bila dibaca dengan benar, dipahami setiap surat dan ayat-ayatnya, dipahami secara mendalam setiap kalimat dan kata-katanya, tidak keluar dari batas-batasnya, melaksanakan perintah-perintah yang ada di dalamnya, menjauhi larangan-larangan, berakhlak dengan apa yang disyariatkan, dan menerapkan prinsip-prinsip dan nilai terhadap dirinya, keluarga dan masyarakatnya, maka akan menjadikan umat Islam merasa aman, tenteram dan bahagia di dunia dan akhirat. Allah berfirman: "Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya". (Al-Baqarah: 121).

Ibnu Abbas berkata: "Mereka mengikutinya dengan sebenarnya, menghalalkan yang telah dihalalkan dan mengharamkan yang telah diharamkan serta tidak menyelewengkannya dari yang semestinya". Dan Qatadah berkata: "Mereka itu adalah sahabat-sahabat Muhammad saw. Beriman kepada kitab Allah, lalu membenarkannya, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram serta melaksanakan apa yang ada di dalamnya".

Makhluk jin sangat terkesan sekali tatkala mendengarkan bacaan Alquran; hati mereka dipenuhi dengan kecintaan dan penghargaan terhadapnya, dan mereka bersegera mengajak kaumnya untuk mengikutinya, sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firman-Nya: lalu mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak".(Jin: 1-3). Allah telah bercerita tentang mereka dalam Al Quran: "Mereka berkata: Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih".(Al-Ahqaf: 30-31).

Oleh karenanya, kitab yang mulia ini mengungguli kitab-kitab samawi sebelumnya. Dan kedudukannya pun di atas kitab-kitab itu. Allah berfirman: "Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah".(Az-Zukhruf: 4). Dan firman Allah dalam ayat yang lain: "Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu". (Al-Ma'idah: 48)

Para ulama tafsir berkata: "Al Quran lebih unggul dari kitab-kitab samawi lainnya sekalipun semuanya turun dari Allah, dengan beberapa hal, diantaranya: jumlah suratnya lebih banyak dari yang ada pada semua kitab-kitab yang lain. Telah disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi kita Muhammad saw. diberi kekhususan dengan surat Al-Faatihah dan penutup surat Al-Baqarah. Di dalam Musnad Ad Darimi disebutkan, dari Abdullah bin Masud ra. ia berkata: "Sesungguhnya Assab'uthiwal (Tujuh surat panjang dalam Alquran; Al-Baqarah, Ali 'Imran, An-Nisaa', Al-A'raaf, Al-An'aam, Al-Maa-idah dan Yunus) sama seperti taurat, Al-Mi'in (Surat-surat yang berisi kira-kira seratus ayat lebih, seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan lain sebagainya) sama seperti Zabur dan Al-Matsani (Surat-surat yang berisi kurang dari seratus ayat. Seperti, Al-Anfaal, Al-Hijr dan lain sebagainya) sama dengan kitab Zabur. Dan sisanya merupakan tambahan". Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani, dari Wasilah bin Al-Asqa', bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Telah diturunkan kepadaku Assab'uthiwal sebagai ganti yang ada pada Taurat. Diturunkan kepadaku Al Miin sebagai ganti yang ada pada Zabur. Diturunkan kepadaku Al Matsani sebagai ganti yang ada pada Injil, dan aku diberi tambahan dengan Al Mufashshal (surat-surat pendek).

Assab'uthiwal, adalah dari awal surat Al-Baqarah hingga akhir surat Al-A'raaf, yang berjumlah enam surat. Para ulama berselisih pendapat tentang surat yang ke tujuh; Apakah surat Al-Anfaal dan Al-Bara'ah sekaligus karena antara keduanya tidak dipisah dengan bismillah, maka dianggap satu surat, atau surat Yunus? "Al-Mi'un" yaitu surat-surat yang ayatnya sekitar atau lebih dari seratus. "Matsani" yaitu; surat-surat yang jumlah ayatnya di bawah seratus. Dinamakan demikian karena ayat-ayatnya berulang-ulang melebihi yang ada pada surat-surat yang terhimpun dalam sab'uthiwal dan mi'un. Sedangkan yang dimaksud dengan "Al-mufashal", adalah surat-surat yang lebih pendek dari surat-surat dalam Al-Matsani. Para ulama berselisih pendapat tentang awal dari surat-surat itu; Ada yang berpendapat bahwa Al-Mufashal bermula dari awal surat Ash-Shaffaat, pendapat lain mengatakan, diawali dari surat Al-Fat-h, dan yang lainnya berpendapat, dari surat Al-Hujuraat, dan ada juga yang berpendapat, dari surat Qaaf. Pendapat ini dibenarkan oleh Al-Hafiz Ibnu Katsir dan Ibnu Hajar. Ada pula pendapat selain yang disebut di atas. Namun demikian para ulama sepakat bahwa akhir dari Mufashal adalah surat terakhir dalam Alquran.

Diantara keunggulan Al Quran juga, bahwa Allah menjadikan gaya bahasanya mengandung mukjizat, sekalipun kitab-kitab lain juga mengandung mukjizat dari segi pemberitaan tentang yang gaib dan hukum-hukum, namun gaya bahasanya biasa-biasa saja, maka dari segi ini Al Quran lebih unggul. Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah: "Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah". (Az-Zukhruf:4) Dan firman Allah: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia".(Ali 'Imran:110). Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya, Fadhailul Quran (keutamaan-keutamaan Al Quran) halaman:102-123, mengatakan: "Hal ini mereka raih berkat Al Quran yang agung, yang mana Allah telah memuliakannya dari semua kitab yang pernah diturunkan-Nya, dan Dia jadikan sebagai batu ujian, penghapus dan penutup bagi kitab-kitab sebelumnya, karena semua kitab terdahulu diturunkan ke bumi dengan sekaligus, sedangkan Al Quran diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang terjadi, demi untuk menjaganya dan menghargai orang yang diberi wahyu. Setiap kali ayat Alquran turun, seperti keadaan turunnya kitab-kitab sebelumnya".

Kitab yang mulia ini telah mengungkap banyak sekali kebenaran ilmiah kosmos, dalam ayat-ayat yang membuktikan wujud Allah, kekuasaan dan keesaan-Nya. Allah berfirman: "Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman"? (Al-Anbiyaa':30). Al Quran juga menganjurkan agar memanfaatkan apa yang dapat ditangkap oleh indra mata dalam kehidupan sehari-sehari dari ciptaan Allah, sebagaimana difirmankan: "Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi".(Yunus:101). Dan Allah berfirman: "Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya".

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.(Al-Jaatsiah:13).

Kaum muslimin hendaknya mempelajari ilmu-ilmu alam, serta menikmati manfaat dari kekuatan-kekuatan yang tersimpan di langit dan bumi.

Sesungguhnya pembicaraan tentang Al Quran tidak akan ada habis-habisnya. Al Quranlah yang menganjurkan kaum muslimin untuk bersikap adil dan bermusyawarah, dan menanamkan kepada mereka kebencian terhadap kezaliman dan tindakan semena-mena. Syiar para pemeluknya adalah kekuatan iman, tidak sombong, solidaritas dan bersikap kasih sayang antara sesama mereka.

Hendaknya kita hidup dengan Alquran, membaca, memahami, mengamalkan dan menghafal. Hidup dengan Alquran adalah perbuatan yang paling terpuji, yang patut dilakukan oleh orang mukmin. Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mengerjakan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri".(Faathir:29-30).

Dalam dua ayat tersebut di atas, Allah menganjurkan bagi orang-orang yang membaca Alquran agar disertai dengan perenungan, sehingga akan menimbulkan pengetahuan yang pada gilirannya akan menimbulkan pengaruh. Tidak diragukan lagi bahwa pengaruh membaca Alquran adalah melaksanakan dalam bentuk perbuatan.

Oleh karena itu Allah iringi amalan membaca Al Quran dengan mendirikan salat, menafkahkan sebagian rezki yang dikarunia Allah secara diam-diam dan terang-terangan, kemudian dengan demikian orang-orang yang membaca Al Quran itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan merugi. Mereka mengetahui bahwa karunia Allah lebih baik dari apa yang mereka infakkan. Oleh karena mereka mengadakan perniagaan di mana Allah menambahkan karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih, mengampuni kelalaian, dan berterima kasih atas pelaksanaan tugas.

Oleh karena itu kita harus selalu membaca Alquran dengan perenungan dan kesadaran, sehingga dapat memahami Alquran secara mendalam. Bila seorang pembaca Alquran menemukan kalimat yang belum dipahami, hendaknya bertanya kepada orang yang mempunyai pengetahuan. Allah berfirman: "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui".(An-Nahl:43). Mempelajari Alquran sangat diperlukan. Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasul saw. bersabda: "Tidaklah suatu kaum berkumpul di sebuah rumah Allah, membaca kitab Allah dan mempelajarinya, melainkan akan diturunkan kepada mereka ketenangan, diliputi oleh rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat, dan mereka akan disebut-sebut Allah dihadapan orang-orang yang ada di sisi-Nya (para malaikat), dan barang siapa amalnya kurang, tidak dapat ditambah oleh nasabnya. (Diriwayatkan oleh Muslim, 2699). Sabda Rasul dalam hadis ini, "Tidaklah suatu kaum berkumpul di sebuah rumah Allah", "Rumah" di sini bukanlah batas, terbukti dengan sebuah hadis riwayat Muslim yang lain yang mengatakan: "Tidaklah suatu kaum berzikir kepada Allah, melainkan akan diliputi oleh para malaikat...." Jika berkumpul di tempat lain, selain rumah Allah (mesjid) maka bagi mereka keutamaan yang sama dengan mereka yang berkumpul di mesjid. Pembatasan "di rumah Allah" dalam hadis di atas, hanyalah karena seringnya tempat itu dijadikan tempat berkumpul, akan tetapi tidak ada keharusan; Berkumpul untuk membaca dan mempelajari ayat-ayat Alquran dan kandungan hukumnya, di mana pun tempatnya akan mendapatkan keutamaan yang sama. Adapun jika berkumpul untuk belajar di mesjid lebih utama, hal itu dikarenakan mesjid mempunyai keistimewaan dan kekhususan yang tidak dimiliki oleh tempat yang lain.

Diriwayatkan oleh ibnu Masud ra. ia berkata, Rasul saw. bersabda: "Barang siapa membaca satu huruf dari Alquran, maka ia akan memperoleh kebaikan. Kebaikan itu berlipat sepuluh kali. Aku tidak mengatakan, Alif Laam Miim satu huruf, akan tetapi, Alif adalah huruf, Lam huruf, dan Mim huruf. (H. R. Tirmizi. Nomor:3075).

Dari Usman bin Affan ra. dari Nabi saw. ia bersabda; "Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain".(Bukhari). Nomor:4739). Hadis ini menunjukkan akan keutamaan membaca Alquran. Suatu ketika Sufyan Tsauri ditanya, manakah yang engkau cintai orang yang berperang atau yang membaca Alquran? Ia berkata, membaca Alquran, karena Rasulullah saw. bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain". Imam Abu Abdurrahman As-Sulami tetap mengajarkan Alquran selama empat puluh tahun di mesjid agung Kufah disebabkan karena ia telah mendengar hadis ini. Setiap kali ia meriwayatkan hadis ini, selalu berkata: "Inilah yang mendudukkan aku di kursi ini".

Al hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya Fadhail Quran halaman 126-127 berkata: [Maksud dari sabda Rasulullah saw. "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkan kepada orang lain" adalah, bahwa ini sifat-sifat orang-orang mukmin yang mengikuti dan meneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri dan menyempurnakan orang lain. Hal itu merupakan gabungan antara manfaat yang terbatas untuk diri mereka dan yang menular kepada orang lain. Allah berfirman: "Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan".(An-Nahl:88).

Sebagaimana firman Allah: "Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Alquran dan mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya" (Al-An'aam:158). Penafsiran yang paling benar dalam ayat ini, dari dua penafsiran ahli tafsir adalah bahwa, mereka melarang orang-orang untuk mengikuti Alquran, sementara mereka sendiri pun menjauhkan diri darinya. Mereka menggabungkan antara kebohongan dan berpaling, sebagaimana firman Allah: "Atau agar kamu (tidak) mengatakan: "Maka siapakah yang lebih lalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya?(Al-An'aam:157). Beginilah perihal orang-orang kafir yang jahat, sedangkan orang-orang mukmin yang baik dan pilihan selalu menyempurnakan dirinya dan berusaha menyempurnakan orang lain, sebagaimana tersebut dalam hadis di atas. Allah berfirman: "Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?".(Fushilat:33) Ayat ini menggabungkan antara seruan kepada Allah, baik dengan azan atau yang lainnya, seperti mengajarkan Alquran, hadis, fikih dan lainnya yang mengacu kepada keridaan Allah. dan dengan perbuatan saleh, dan juga berkata dengan ucapan yang baik].

Rahmat Allah akan dilimpahkan kepada orang-orang yang membaca Alquran dan mereka yang menegakkan hukumnya, juga mencakup orang-orang yang mendengarkan bacaannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mengerjakan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia".(Al-Anfaal:2-4)

Dari Abdullah Ibnu Masud ra. ia berkata, Rasul saw. berkata kepadaku: 430 - Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda kepadaku: Bacakan Alquran kepadaku. Aku bertanya: Wahai Rasulullah! Aku harus membacakan Alquran kepada Anda, sedangkan kepada Andalah Alquran itu diturunkan? Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya aku senang bila mendengarkan dari orang selainku. Aku lalu bacakan surat An Nisaa'. Ketika sampai pada firman yang berbunyi: Maka bagaimanakah "halnya orang kafir nanti", jika Kami mendatangkan seorang saksi "rasul" dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu "Muhammad" sebagai saksi atas mereka itu "umatmu". Beliau berkata: "Cukup", lalu aku menoleh kepada beliau, tiba-tiba aku lihat beliau mencucurkan air mata. (H.R. Bukhari nomor:4582, Muslim nomor:800 dan Abu Daud Nomor:3668).

Imam Nawawi berkomentar: [Ada beberapa hal yang dapat dipetik dari hadis ini, di antaranya: sunat hukumnya mendengarkan bacaan Alquran, merenungi, dan menangis ketika mendengarnya, dan sunat hukumnya seseorang meminta kepada orang lain untuk membaca Al Quran agar dia mendengarkannya, dan cara ini lebih mantap untuk memahami dan mentadabburi Al Quran, dibandingkan dengan membaca sendiri].

Setiap orang muslim hendaknya tahu akan hak-hak Alquran; menjaga kesuciannya, komitmen terhadap batas-batas yang telah ditetapkan oleh agama saat mendengarkan bacaannya, dan meneladani para salaf (pendahulu) saleh dalam membaca dan mendengarkannya. Sungguh mereka itu bagaikan matahari yang menerangi dan dapat diteladani dalam kekhusyukan yang sempurna dan meresapi, mengimani firman Allah: "Dan sesungguhnya Alquran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas".(Asy-Syu'ara:192-195).

Memang benar adanya, bahwa Alquran, baik lafal maupun makna adalah firman Allah, yang merupakan sistem dari langit untuk seluruh makhluk, khususnya manusia. Selain itu ia merupakan rujukan utama perkara-perkara agama dan sandaran hukum. Hukum-hukum yang ada di dalamnya tidaklah diturunkan sekaligus, akan tetapi diturunkan secara berangsur selama masa kerasulan; ada yang turun untuk menguatkan dan memperkokoh pendirian Nabi saw., ada yang turun mendidik umat yang baru saja tumbuh dan ada pula yang diturunkan oleh karena peristiwa keseharian yang dialami oleh umat Islam di tempat dan waktu yang berbeda-beda. Setiap kali ada peristiwa, turunlah ayat Alquran yang sesuai dan menjelaskan hukum Allah atas peristiwa itu. Di antaranya adalah kasus-kasus dan peristiwa yang terjadi pada masyarakat Islam, pada masa pensyariatan hukum, di mana umat Islam ingin mengetahui hukumnya, maka turunlah ayat yang menjelaskan hukum Allah, seperti larangan minuman keras.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abu Hurairah ra. ia berkata, Rasul saw. datang ke Madinah dan mendapati orang-orang meminum minuman keras, dan makan dari hasil berjudi. Lalu mereka bertanya kepada Rasul saw. tentang masalah itu, maka Allah menurunkan ayat: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".(Al-Baqarah:219) Lalu orang-orang berkata: "Tidak diharamkan, hanya saja pada keduanya dosa yang besar". Selanjutnya mereka masih juga banyak yang minum khamar (minuman keras), sampai pada suatu hari, seorang dari Kaum Muhajirin mengimami sahabat-sahabatnya pada salat Magrib. Bacaannya campur aduk antara satu dengan yang lain, sehingga Allah menurunkan ayat Alquran yang lebih keras dari ayat sebelumnya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan".(An-Nisaa':43). Akan tetapi, Orang-orang masih juga banyak yang meminum minuman keras, hingga salah seorang melakukan salat dalam keadaan mabuk. Lalu turunlah ayat Alquran yang lebih keras lagi: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan".(Al-Maa-idah:90)

Mereka berkata: "Kami tidak akan melakukannya lagi wahai Tuhan!" Lalu orang-orang berkata: "Wahai Rasulullah banyak orang yang terbunuh di jalan Allah, atau mati di atas kasurnya, padahal mereka telah meminum khamar dan makan dari hasil perjudian, sedangkan Allah telah menjadikan keduanya, najis yang merupakan perbuatan setan". Maka turunlah ayat: "Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebaikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan".(Al-Maa-idah:93) Nabi bersabda: "Jika diharamkan atas mereka sebelumnya, niscaya mereka akan meninggalkannya sebagaimana halnya kalian meninggalkan.(Musnad Ahmad 2/251 dan 252). Dalam sahih Bukhari, hadis nomor:4620, disebutkan, dari Anas bin Malik ra. ia berkata: "Dulu aku pernah jadi penyuguh minuman (khamar) di rumah Abu Thalhah, dan turunlah ayat pengharaman minuman keras. Lalu diutuslah seseorang untuk menyerukan larangan ini. Abu Thalhah berkata, "Keluarlah dan lihat suara apakah itu". Lalu aku keluar, dan aku berkata: "Sungguh minuman keras telah diharamkan". Ia berkata kepadaku: "Pergi, dan tumpahkanlah". Anas berkata: "Aku pun keluar dan menuangkannya. Saat itu khamar mengalir di jalan-jalan Madinah." Anas berkata: "Jenis khamar pada saat itu adalah yang terbuat dari kurma." Sebagian orang berkata: "Telah banyak yang terbunuh, sedangkan minuman itu ada di dalam perut mereka". Ia berkata, lalu turunlah ayat: "Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu".

Dari yang disebutkan di atas, kita mengetahui bahwa larangan meminum khamar (minuman keras)terjadi dalam tiga tahap, yaitu ketika turun surat Al-Baqarah: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".

Ayat ini mengandung larangan meminum minuman keras dengan cara yang halus. Maka yang meninggalkannya ketika itu hanya sekelompok orang yang tingkat ketakwaan mereka sangat tinggi. Umar ra. berkata, Ya Allah, berikanlah penjelasan yang terang tentang hukum meminum minuman keras. Lalu turunlah ayat yang berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan". Lalu umat Islam menghindari untuk meminumnya pada waktu-waktu mendekati salat. Umar ra. berkata, Ya Allah, berikanlah penjelasan yang terang tentang minuman keras. Maka turunlah surat Al-Maa-idah: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan, Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).

Saat itulah ketika diserukan dan dibacakan ayat ini, Umar ra. berkata, "Kami berhenti (dari melakukannya)". Demikianlah proses pensyariatan yang bertahap, di mana Allah menyucikan umat Islam dari adat istiadat yang bertentangan dengan sistem Islam, dan melengkapi mereka dengan sifat-sifat yang mulia, seperti: pemaaf, penyabar, kasih sayang, jujur, menghormati tetangga, berlaku adil dan perbuatan baik yang lain.

Hanya Allah semata yang menetapkan syariat untuk para hambanya. Allah berfirman: "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik" (Al-An'am:57). Syariat itu ditetapkan tiada lain kecuali hanya untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia, baik hikmah yang terkandung di dalamnya tampak atau pun tidak. Alquran adalah sumber pertama syariat.

Adapun sumber kedua adalah sunah, dan tidak ada perselisihan antara para ulama bahwa sunah merupakan hujah dalam syariat di samping Alquran. Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".(An-Nisaa':59). Dalam ayat yang lain Allah berfirman: "Dan Kami turunkan kepadamu Alquran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka".(An-Nahl:44). Dan firman Allah: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah".(Al-Hasyr:7) Imam Ibnu Qayimil Jauziah dalam bukunya "A'lamul Muwaqqi'in 'An Rabil Alamin", halaman, 263, menjelaskan tentang peran sunah terhadap Alquran, ia berkata: "Peran sunah terhadap Alquran ada tiga: Pertama: Mempunyai maksud sama dengan Alquran dilihat dari semua segi. Sehingga masing-masing ayat Alquran dan hadis Nabi yang sama-sama menunjukkan kepada hukum yang sama termasuk dalam kategori suatu yang hukum mempunyai lebih dari satu dalil. Kedua: Menjelaskan maksud dari Alquran dan penafsirannya. Ketiga: Menetapkan suatu hukum, wajib atau haram, yang tidak ada terdapat dalam Al Quran. Peran itu tidak keluar dari tiga hal ini dan tidak ada pertentangan sama sekali antara Alquran dan sunah.

Oleh karenanya, sunah menegaskan suatu hukum dari Alquran, kadang kala ia menafsirkan teks Alquran atau menguraikan hukum yang dijelaskan secara ringkas dalam Alquran, bahkan juga menetapkan suatu hukum yang tidak disebutkan dalam Alquran. Namun demikian sunah tidak menetapkan sebuah hukum, kecuali bila di dalam Alquran tidak diketemukan hukum yang dimaksud. Sunahlah yang menjelaskan kepada kita -umat Islam- bahwa salat yang diwajibkan adalah lima kali sehari semalam, darinya juga diketahui jumlah rakaat dalam salat dan rukun-rukunnya, menjelaskan hakikat zakat, dan ke mana disalurkan serta berapa nisabnya. Dan sunah juga yang menjelaskan kepada kita cara-cara haji dan umrah, dan bahwa ibadah haji hanya wajib sekali dalam seumur hidup, dan ia pula yang menerangkan tentang miqat-miqat haji, zamani dan makani (waktu dan tempat) dan jumlah putaran tawaf.

Maka bagi mereka yang hanya berpegang terhadap Alquran dengan meninggalkan sunah, hendaknya segera memperbaharui keimanannya dan segera kembali kepada Allah swt. Allah berfirman: "Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.(Thaha:82).

Alquran dan Sunah, kedua-duanya merupakan wahyu Allah kepada Rasul-Nya, dan dua sumber syariat Islam yang mengembalikan manusia pada fitrahnya, dan menjadikan manusia mengetahui jalan hidupnya. Allah berfirman: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk".(Al-A'raaf:43).

Sentuhan Ramadhan


Sentuhan Ramadhan
Coba lihat lalu bandingkan suasana bulan Ramadhan dengan sebelum atau sesudahnya. Kita akan melihat perbedaan yang mencolok. Di bulan Ramadhan, bukan hanya fenomena masjid-masjid yang penuh sesak dengan orang-orang yang melaksanakan shalat tarawih.

Penampilan para wanita pun mengalami metamorfosa. Tak ketinggalan para artis yang -maaf- biasanya lebih senang seronok dan mengumbar aurat, banyak di antara mereka yang mengenakan busana Muslimah. Pengajian-pengajian di kantor-kantor pun menambah marak suasana ibadah di bulan ini.

Ruh Ramadhan menyusup ke relung-relung kehidupan siapa saja. Termasuk orang yang paling semula sangat jauh dengan ibadah. Saya tahu ada orang-orang yang rajin ke masjid untuk melaksanakan shalat isya berjamaah dan shalat tarawih, padahal sehari-harinya ia baragajul. Kenapa? Apa rahasia Ramadhan hingga bias memikat dan menggugah fitrah insan untuk kembali ke hakikat penciptaannya: ibadah? Rahasia-rahasia itu tentu saja berada di tangan Allah. Dan kedekatan fitrah manusia dengan Ramadhan juga tidak lepas dari rancangan besar Allah, Kita hanya bisa menyebutkan beberapa keistimewaan Ramadhan berdasarakan informasi-informasi yang disampaikan oleh-Nya dalam Quran atau oleh Rasul-Nya dalam hadits-hadits shahih. Antara lain sebagai berikut:

Pertama, Ramadhan adalah bulan diturunkannya AI-Quran. Dan Al-Quran adalah petunjuk hidup manusia. "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)" (QS. 2:185). Dan tentu saja bukan tanpa hikmah Allah swt, memilih Ramadhan sebagai bulan turunnya Quran.

Kedua, Ramadhan adaiah bulan peningkatan dan pelipatgandaan kesabaran. Dalam hadits yang Diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Rasulullah saw. bersabda, "Shaum adalah setengah kesabaran." Dan kesabaran adalah hal paling menonjol saat seseorang melaksanakan ibadah puasa. Bayangkan di hadapannya ada segala sesuatu yang halal untuk dinikmati. Namun ia meninggalkannya karena mencari ridha Allah swt. Imam AI-Ghazali mengatakan bahwa shaum merupakan seperempat iman. Analisisnya begini: shaum adalah setengah kesabaran. Sedangkan dalam hadits lain disebutkan bahwa kesabaran merupakan separuh iman.

Ketiga, di bulan Ramadhan peluang untuk melakukan kebaikan di buka lebar dan didorong sedemikian kuatnya. Rasulullah saw. bersabda: "Jika Ramadhan tiba, pintu-pintu sorga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu." (Al-Bukhari dan Muslim)

Para ulama menjelaskan hadits itu, "Setan dibelenggu dan dipasung. Sehingga di bulan Ramadhan ini mereka tidak dapat menjangkau sejauh yang mereka lakukan di luar Ramadhan. Karenanya Anda melihat tipu daya dan bisikan setan berkurang dibandingkan dengan di luar Ramadhan. Bahkan mereka takut Ramadhan seperti mereka taku akan adzan dan qomat."

Keempat, di bulan Ramadhan ada satu malam yang paling indah dalam kehidupan manusia, lebih baik dibandingkan dengan nilai seribu bulan: lailatul-qadar. "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikatmalaikat dan malaikat jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan : Malam itu (penuh) kesejahteraan sampat terbit fajar." (QS. 97:1-5)

Kelima, bulan yang penuh dengan pengabulan doa. Ini disebabkan karena orang yang berpuasa mempunyai peluang besar doanya dikabul oleh Allah swt. Sabda Rasulullah saw., "Setia Muslim mempunyai doa yang mustajabah yang ia lantunkan pada bulan Ramadhan." (Diriwayatkan oleh Ahmad)

Menangkap Sentuhan Itu

Tentu saja segala keutamaan Ramadhan itu tidak menjebak kita untuk barang hanya Ramadhan bulan taat, bulan ibadah dan bulan kebaikan. Karena segala adalah bulan taat, ibadah, dan kebaikan. Puasa pada bulan Ramadhan hanyalah: satu momentum untuk menumbuhkan dan meningkatkan ketakwaan.

Nah, esensi dan kunci dari taqwa adalah muraqabatullah. Muraqabatullah adalah kesadaran pada seseorang bahwa dirinya selalu berada dalam pantauan dan pengawasan Allah di mana pun dia berada dan kemana pun dia pergi. Kesadaran muraqabatullah inilah yang membuat seseorang akan menjadi pengawas dirinya sendiri. Orang yang memiliki muraqabatullah tidak akan merasa rugi jika dirinya jujur sementara orang banyak tidak jujur. Prinsip dia adalah: meskipun semua kawan saya tidak jujur, saya tetap jujur. Karena saya dan mereka akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

Lalu apakah setiap orang yang memasuki bulan Ramadhan seraya melaksanakan puasa di dalamnya dijamin keluar sebagai orang yang bertaqwa? Ayat 183 surah Al-Baqarah itu mengatakan la'allakum tattaqun. La'alla itu bermakna roja (harapan). Jadi kalimat la'allakum tattaqun bermakna mudah-mudahan atau dengan harapan kamu menjadi orang yang bertaqwa. jadi orang yang berpuasa di bulan Ramadhan punya harapan dan memiliki peluang menjadi orang yang bertaqwa. Tapi jaminan ini hanya berlaku bagi orang-orang yang mensikapi Ramadhan dengan benar.

Shaum (terutama di bulam Ramadhan) memang merupakan kekuatan besar untuk memunculkan manusia-manusia bertaqwa. Namun demikian munculnya manusiamanusia bertaqwa itu tidak hanya ditentukan oleh faktor Ramadhannya. Akan ada orang yang tidak mendapatkan apa pun dari Ramadhan jika memang diri dan jiwanya tidak siap untuk dibentuk dan diwarnai oleh Ramadhan itu.

Inilah alasan penting mengapa kita perlu mempersiapkan diri kita untuk memasuki bulan Ramadhan. Agar kita menjadi manusia yang siap dibentuk dan diformat ulang oleh bulan mulia itu dengan segala aktifitas ibadah yang ada di dalamnya.

Ada paling tidak empat sikap dasar yang harus kita miliki saat menjalankan ibadah shaum pada bulan Ramadhan agar diri kita bisa diwarnai dan dibentuk olehnya. Sikap-sikap itu adalah:

Pertama, pasrah dan menerima sepenuh hati. Sikap awal seorang Muslim adalah tunduk dan patuh terhadap segala ketentuan Allah. Dan ketundukan ini berangkat dari keyakinan bahwa segala ketentuan Allah Allah swt. adalah berdasarkan ilmu, keadilan, dan kebijaksanaan Allah swt. berfirman:

"Maka demi Tuhanmu, mereka sesungguhnya fidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim daiam menyelesaikan apa yang mereka perselisihkan kemudian mereka tidak merasa sempit untuk menerima apa yang engkau putuskan dan mereka pasrah dengan sepenuh hati." (AnNisa 65)

Kedua, lkhlas. Ini merupakan salah satu kunci penting bagi suksesnya sebuah amal. Rasulullah saw. bersabda, 'Sesungguhnya setiap orang hanya akan memperoleh apa yang dia niatkan." (Al-Bukhari). Hilangnya keihklasan bukan saja membuat sebuah amal sia-sia melainkan juga membuat pelakunya tidak tahan dengan segala beban dan resiko dari amal itu.

Ketiga, meninggalkan segala sesuatu yang membatalkan dan merusak ibadah shaum. Yang membatalkan shuam hanya tiga yakni makan, minum, dan senggama di siang hari. Yang lebih banyak adalah hal-hal yang membuat ibadah puasa kita rusak dan tidak mendapatkan pahala dari Allah swt. alih-alih menjadi orang yang bertakwa.

Keempat, melaksanakan segala amaliyyah Ramadhah secara optimal sejauh kernampuan kita. Amaliyyah Ramadhan meliputi antara lain: shalat wajib lima waktu, shalat Sunnah, shaum, berbukka , makan sahur, membaca Quran, bertaubat dan istighfar, berdo'a, infaq dan shadaqah, berdakwah dan berjihad

Enam Pertanyaan Imam al-Ghazali


 Enam Pertanyaan Imam al-Ghazali 
Suatu hari, Imam al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam beliau  bertanya beberapa hal. Pertama, "Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?. "

Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Imam al-Ghazali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "Mati". Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. (QS. Ali Imran 185)

Lalu Imam al-Ghazali meneruskan pertanyaan yang kedua. "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?".

Murid-muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar, ujarnya, adalah "MASA LALU."
Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Lalu Imam al-Ghazali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga. "Apa yang paling besar di dunia ini?".

Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "Nafsu" (QS. Al- a'araf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Pertanyaan keempat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?".
Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban sampean benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "memegang AMANAH" (QS. Al Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.

Pertanyaan yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?".
Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam al-Ghazali. Namun menurut beliau yang paling ringan di dunia ini adalah 'meninggalkan SHALAT'. Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan shalat, gara-gara meeting kita juga tinggalkan shalat.

Lantas pertanyaan keenam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?".
Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang. Benar kata Imam al-Ghazali. Tapi yang paling tajam adalah "lidah MANUSIA" [jadi ingat dengan seorang Kyai Haji yang sudah tua tetapi yang kadang-kadang suka ceplas-ceplos yang kurang baik tentang Islam - red, dan semoga kita semua  diampuni Allah SWT karena kadang kita lalai dalam menjaga lidah/ucapan kita sendiri]. Karena melalui lidah, manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri. 

Asmaul Husna: Meneladani Allah Sebagai Al-Haadi' (Hidayah Allah)


Asmaul Husna: Meneladani Allah Sebagai Al-Haadi' (Hidayah Allah)
Kita jangan bangga memiliki anak, suami, atau orangtua yang cerdas, kalau mereka tidak memiliki hidayah agama. Karena, hidayah inilah yang akan membuat akal memuliakan kita. Hati akan cemas ketika kita berjalan di lorong gua yang gelap. Hati pun akan cemas ketika kita berjalan di belantara yang masih asing. Begitupula kalau tersesat, hati kita akan cemas, walau tersesatnya di Masjidil Haram.

Namun, akan beda rasanya bila kita berjalan di gulitanya malam dan ada yang menuntun, terlebih bila yang menuntun tersebut sangat tahu medan dan ingin menyelamatkan kita, hati akan tenang. Ketika kita masuk ke sebuah kota dengan disertai seorang pemandu ahli, maka hati kita pun akan tenang. Apa yang dimaksud dengan petunjuk jalan? Ia adalah yang tampil ke depan memberi petunjuk. Mereka ini disebut haadi. Salah satu asma' Allah adalah Al-Haadi atau Allah Yang Maha Memberi Petunjuk.
Kata yang terdiri dari huruf "ha", "dal", dan "ya", memiliki makna "tampil ke depan memberi petunjuk". Tongkat disebut haadi karena tongkat biasanya lebih depan daripada kaki. Arti kedua adalah "menyampaikan dengan lemah lembut". Dari sini lahirlah kata "hadiah", karena hadiah disampaikan dengan lemah lembut. Pengantin wanita disebut juga al-haadiyu', karena ia menjadi "hadiah" yang lembut bagi suaminya. Jadi, kalau dikaitkan dengan Allah Al-Haadi; Allah Yang Maha Memberi Petunjuk bermakna bahwa Allah bisa memberi petunjuk dengan sangat lemah lembut sehingga tidak dirasakan oleh orang yang mendapatkan petunjuk tersebut.
Hidayah Allah
Hidayah (petunjuk) yang diberikan Allah kepada manusia bermacam dan bertingkat-tingkat bentuknya. Hidayah tingkat pertama disebut insting atau naluri. Contohnya seorang bayi akan langsung menangis ketika dilahirkan. Ia bisa menangis bukan kerena belajar, tapi refleks hingga ia mendapatkan air susu yang dibutuhkannya. Namun, naluri tidak didesain untuk memecahkan persoalan.
Oleh karena itu, Allah SWT memberi hidayah tingkat kedua, yaitu panca indra. Inilah hidayah Allah yang membuat kita bisa melihat, mendengar, merasa, dan mendapatkan banyak informasi. Panca indra membuat kita mampu mengambil sikap dengan baik. Sayangnya, indra ini tidak selamanya benar dan akurat. Misal, kayu yang lurus akan kelihatan bengkok di air, rel kereta api ujungnya seperti bersatu, pelupuk mata yang paling dekat dengan mata tidak mampu kita lihat. Sangat dekat tidak terlihat, demikian pula kalau jauh tidak terlihat. Intinya, indra tidak selalu mampu memberitahukan informasi yang paling benar.
Di atas panca indra, ada hidayah tingkat ketiga yaitu akal. Akal adalah hidayah istimewa yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia yang tidak diberikan pada binatang. Rel kereta api terlihat bersatu dengan panca indra, tapi tidak bersatu menurut akal. Dengan akal kita bisa menganalisis dengan baik, melihat dengan cermat, dan mengambil keputusan dengan lebih tepat.
Walaupun demikian, akal sering disalahgunakan. Orang bisa "efektif" melakukan kejahatan karena menggunakan akal. Karena itu, kita jangan bangga memiliki anak, suami, atau orangtua yang cerdas, kalau mereka tidak memiliki hidayah keempat, yaitu hidayah agama. Hidayah inilah yang menjadikan akal memuliakan manusia. Yang pintar banyak, tapi yang pintar sekaligus benar adalah hidayah paling mahal. Hidayah agama pun bertingkat-tingkat bentuknya. Dari mulai hidayah berupa pengetahuan tentang Islam, lalu hidayah berupa kemampuan untuk mengamalkan Islam, dan hidayah yang menjadikan hati kita selalu terpaut kepada Allah ketika beramal (keikhlasan). Inilah hidayah yang paling tinggi dan paling mahal hargaanya.
Hidayah adalah hak prerogatif Allah. Tidak seorangpun yang memiliki hak memberi hidayah pada orang lain, tanpa seizin Allah. Mungkin timbul pertanyaan, untuk apa kita berdakwah? Dakwah berfungsi untuk fadzakkir innama anta mudzakkir; hanya sekadar mengingatkan. Karena itu, jalan hidayah bisa bermacam-macam bentuknya, ada yang lewat ceramah, ada yang lewat VCD, SMS, acara televisi, dan lainnya. Dengan demikian kita jangan menganggap diri hebat karena telah mampu menyadarkan orang lain. Kita hanya sekadar perantara, hakikatnya Allah-lah yang memberi hidayah.
Bagi kita, masalahnya bukan bagaimana agar orang lain bisa mendapatkan hidayah, tapi sejauh mana kualitas kebenaran yang disampaikan dan sejauh mana keikhlasan kita dalam menyampaikan kebenaran tersebut. Kedua hal tersebut adalah syarat utama bagi dalam meneladani Allah sebagai Al-Haadi'; Dzat Yang Maha Memberi Petunjuk. Kita pun tidak akan mampu memberi petunjuk pada orang lain, bila kita tidak memiliki pengetahuan. Karena itu, meneladani Al-Haadi mengharuskan kita menjadi orang-orang yang berilmu dan gemar menjadi pengamal ilmu. Wallahua'lam bish-shawab.

Asmaul Husna: Allah

Asmaul Husna: Allah


"Katakan: Dialah Allâh yang Esa. Allâh tempat bergantung. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada bagi-Nya kesetaraan dengan apapun." (QS Al-Ikhlash 1-4)
Kebenaran adalah konsistensi dengan kebenaran yang lain. Dengan cara ini, tidak akan mudah menulis "Allâh adalah ...", karena tidak ada satu hal pun yang dapat disetarakan dengan Allâh. Pembahasan berikut hanyalah pendekatan yang disesuaikan dengan konsep akal kita yang sangat terbatas ini. Semua kata yang dilekatkan pada Allâh harus dipahami keberbedaannya dengan penggunaan wajar kata-kata itu.

Allâh adalah pencipta dan penguasa alam yang abadi dan alam yang fana. Semua nilai kebenaran mutlak hanya ada (dan bergantung) pada-Nya. Dengan demikian, Allâh Maha Tinggi. Tapi juga Allâh Maha Dekat. Allâh Maka Kuasa. Tapi juga Allâh Maha Pengasih dan Penyayang. Sifat-sifat Allâh dijelaskan dengan istilah Asmaaul Husna, yaitu nama-nama yang baik.
"Dialah Allâh. Tiada Tuhan melainkan Dia. Dia memiliki Asmaaul Husna." (QS Thaha 8)
Dalam hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah, Asmaaul Husna itu meliputi:
  1. Ar Rahman, Maha Pengasih
  2. Ar Rahiim, Maha Penyayang
  3. Al Malik, Maha Merajai/Memerintah
  4. Al Quddus, Maha Suci
  5. As Salaam, Maha Memberi Kesejahteraan
  6. Al Mu`min, Yang Memberi Keamanan
  7. Al Muhaimin, Maha Pemelihara
  8. Al Aziiz, Maha Gagah
  9. Al Jabbar, Maha Perkasa
  10. Al Mutakabbir, Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
  11. Al Khalik, Maha Pencipta
  12. Al Baari`, Yang Melepaskan [Membentuk, Menyeimbangkan]
  13. Al Mushawwir, Yang Membentuk Rupa (makhluknya)
  14. Al Ghaffaar, Maha Pengampun
  15. Al Qahhaar, Yang Memaksa
  16. Al Wahhaab, Maha Pemberi Karunia
  17. Ar Razzaaq, Maha Pemberi Rizqi
  18. Al Fattaah, Maha Pembuka Rahmat
  19. Al `Aliim, Maha Ilmu
  20. Al Qaabidh, Yang Menyempitkan (makhluknya)
  21. Al Baasith, Yang Melapangkan (makhluknya)
  22. Al Khaafidh, Yang Merendahkan (makhluknya)
  23. Ar Raafi`, Yang Meninggikan (makhluknya)
  24. Al Mu`izz, Yang Memuliakan (makhluknya)
  25. Al Mudzil, Yang Menghinakan (makhluknya)
  26. Al Samii`, Maha Mendengar
  27. Al Bashiir, Maha Melihat
  28. Al Hakam, Maha Menetapkan
  29. Al `Adl, Maha Adil
  30. Al Lathiif, Maha Lembut
  31. Al Khabiir, Maha Mengetahui Rahasia
  32. Al Haliim, Maha Penyantun
  33. Al Azhiim, Maha Agung
  34. Al Ghafuur, Maha Pengampun
  35. As Syakuur, Maha Pembalas Budi
  36. Al `Aliy, Maha Tinggi
  37. Al Kabiir, Maha Besar
  38. Al Hafizh, Maha Menjaga
  39. Al Muqiit, Maha Pemberi Kecukupan
  40. Al Hasiib, Maha Membuat Perhitungan
  41. Al Jaliil, Maha Mulia
  42. Al Kariim, Maha Pemurah
  43. Ar Raqiib, Maha Mengawasi
  44. Al Mujiib, Maha Mengabulkan
  45. Al Waasi`, Maha Luas
  46. Al Hakiim, Maka Bijaksana
  47. Al Waduud, Maha Pencinta
  48. Al Majiid, Maha Mulia
  49. Al Baa`its, Maha Membangkitkan
  50. As Syahiid, Maha Menyaksikan
  51. Al Haqqu, Maha Benar
  52. Al Wakiil, Maha Memelihara
  53. Al Qawiyyu, Maha Kuat
  54. Al Matiin, Maha Kokoh
  55. Al Waliyy, Maha Melindungi
  56. Al Hamiid, Maha Terpuji
  57. Al Mushil, Maha Mengkalkulasi
  58. Al Mubdi`, Maha Memulai
  59. Al Mu`iid, Maha Mengembalikan Kehidupan
  60. Al Muhyii, Maha Menghidupkan
  61. Al Mumiitu, Maha Mematikan
  62. Al Hayyu, Maha Hidup
  63. Al Qayyuum, Maha Mandiri
  64. Al Waajid, Maha Penemu
  65. Al Maajid, Maha Mulia
  66. Al Wahiid, Maha Esa
  67. Al Ahad, Maha Esa
  68. As Shamad, Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
  69. Al Qaadir, Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
  70. Al Muqtadir, Maha Berkuasa
  71. Al Muqaddim, Maha Mendahulukan
  72. Al Mu`akkhir, Maha Mengakhirkan
  73. Al Awwal, Maha Awal
  74. Al Aakhir, Maha Akhir
  75. Az Zhaahir, Maha Nyata
  76. Al Baathin, Maha Ghaib
  77. Al Waali, Maha Memerintah
  78. Al Muta`aalii, Maha Tinggi
  79. Al Barri, Maha Penderma
  80. At Tawwaab, Maha Penerima Tobat
  81. Al Muntaqim, Maha Penyiksa
  82. Al Afuww, Maha Pemaaf
  83. Ar Ra`uuf, Maha Pengasih
  84. Malikul Mulk, Penguasa Kerajaan (Semesta)
  85. Dzul Jalaali Wal Ikraam, Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
  86. Al Muqsith, Maha Adil
  87. Al Jamii`, Maha Mengumpulkan
  88. Al Ghaniyy, Maha Berkecukupan
  89. Al Mughnii, Maha Memberi Kekayaan
  90. Al Maani, Maha Mencegah
  91. Ad Dhaar, Maha Memberi Derita
  92. An Nafii`, Maha Memberi Manfaat
  93. An Nuur, Maha Cahaya
  94. Al Haadii, Maha Pemberi Petunjuk
  95. Al Baadii, Maha Pencipta
  96. Al Baaqii, Maha Kekal
  97. Al Waarits, Maha Pewaris
  98. Ar Rasyiid, Maha Pandai
  99. As Shabuur, Maha Sabar
Mengimani sifat-sifat Allâh ini wajib. Dampaknya, menurut Abul A`la Maududi adalah:
  1. Menghilangkan pandangan yang sempit, picik, suram
  2. Menanamkan kepercayaan diri
  3. Menumbuhkan sifat rendah hati, damai, dan ikhlas
  4. Membentuk sikap luhur, kesatria, teguh, tabah, sabar, optimis
  5. Mengembangkan kepatuhan pada peraturan Allâh