Islam Kristen Memang Beda

Islam Kristen Memang Beda
Pada saat ini ada kelompok yang berpendapat bahwa ‘semua agama adalah sama’, baik dan benar, artinya semua agama tujuannya sama hanya caranya saja yang berbeda, mereka mengatakan setiap agama pasti ingin menuju kepada Tuhannya, tetapi setiap agama mempunyai caranya masing-masing. Islam dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist sedang Kristen dengan Alkitabnya, pendapat ini sering dihubung-hubungkan dengan kata-kata mutiara : “banyak jalan menuju Roma ”

Pendapat ini didukung dan di motori mereka yang menamakan dirinya Islam Progresif, Plural dan Liberal, bahkan mereka telah melempar sebuah opini bahwa tidak adil kalau hanya orang Islam saja yang masuk surga, orang Kristen, Hindu dam Budha juga berhak masuk surga. Tetapi aneh, mereka memaksakan pendapatnya ini hanya kepada umat Islam saja, artinya, hanya umat Islamlah yang diperkosa akidahnya agar mau berpendapat bahwa ‘semua agama adalah sama’ dan mau berpendapat bukan orang Islam saja yang akan masuk surga.

Sementara di sisi yang lain, mereka sama sekali tidak menerapkan pendapatnya kepada umat Kristen, agar umat Kristen juga berpendapat bahwa ‘semua agama adalah sama’, mereka membiarkan umat Kristen tetap dalam akidahnya yaitu agama yang paling benar hanyalah Kristen.
Tentu saja ini menunjukkan bahwa mereka yang memaksakan opini ‘semua agama adalah sama’, hanyalah ingin mengobok-obok dan mengotori akidah umat Islam, mari kita buktikan bahwa ‘setiap agama memang berbeda’.

SURGA DAN NERAKA

Orang-orang Yahudi mengatakan :

Surga hanya diperuntukkan bagi orang-orang Yahudi, artinya, siapapun yang bukan Yahudi tidak akan dapat masuk surga, melainkan akan masuk neraka semuanya di akhirat kelak. Talmud

Demikian di antara yang disebutkan di dalam kitab mereka yaitu Talmud.

Orang-orang Kristen juga mengatakan hal yang sama :

Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Yohanes 14:6

Menurut pemahaman orang-orang Kristen, tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang beragama Kristen, artinya, sipapun yang tidak beragama Kristen kelak di akhirat akan dicampakkan ke dalam neraka.

Namun Allah SWT membantah perkataan mereka dengan firman-Nya bahwa perkataan mereka itu hanyalah angan-angan kosong belaka :

Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata:"Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah:"Tunjukkan kebenaranmu jika kamu adalah orang-orang yang benar". QS. 2:111

Maksudnya, Allah SWT menyangkal pengakuan orang-orang Yahudi yang mengatakan hanya Yahudilah yang akan masuk surga, dan Allah SWT juga menyangkal pengakuan orang-orang Kristen yang mengatakan hanya orang-orang Kristenlah yang akan masuk surga.

Allah SWT menyangkal pengakuan orang-orang Yahudi dan Nasrani tersebut dengan firman-Nya :

Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Dan dalam ayat lainnya, Allah SWT menegaskan setegas-tegasnya bahwa mereka semua yaitu Yahudi dan Nasrani akan masuk ke neraka Jahannam :

Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahan-nam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. QS. 98:6

Dari uraian di atas sangat jelas bahwa setiap agama mengklaim hanya ajarannya saja yang benar dan ajaran agama yang lain adalah sesat tidak akan mengantarkan ke surga. Tentu saja kenyataan ini membuktikan kelompok yang berpendapat semua agama adalah sama dan semua berhak masuk surga adalah kelompok yang tidak berdasar-kan dalil kitabiah.

Namun kelompok ini tidak dapat menerima begitu saja keterangan Allah SWT yang sudah amat jelas tersebut, mereka dengan akalnya yang cerdas berusaha mencari penafsiran lain (takwil) untuk menolak maksud ayat tersebut.

Bukankah usaha mereka ini secara tidak disadarinya telah menolak ayat-ayat Allah SWT ? dan bukankah itu menjadikannya keluar dari Islam ?
Padahal sudah jelas, orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik pasti masuk neraka. Lalu dari mana mereka sampai bisa mengatakan setiap pemeluk agama apapun akan masuk surga ???

MUHAMMAD SAW NABI TERAKHIR

Iman Kristiani tidak bisa mengakui Muhammad saw adalah seorang nabi. Ketika mereka menyatakan Muhammad saw adalah seorang nabi, maka lenyaplah ke-Kristenan-nya. Ketika lenyap ke-Kristenan-nya maka secara otomatis, menurut iman Kristiani dia termasuk orang-orang yang tidak diselamatkan oleh Yesus alias neraka.

Sementara itu, umat Islam wajib mengakui bahwa Muhammad saw adalah seorang nabi, bahkan harus ditegaskan keyakinan tersebut bahwa Muhammad saw adalah nabi terakhir, ketika umat Islam tidak mengakui Muhammad saw sebagai nabi terakhir maka ia secara otomatis keluar dari Islam, dan tentu saja menurut iman Islam, orang tersebut keluar dari Islam.

Bila pandangan terhadap Muhammad saw saja antara umat Kristiani dan umat Islam tidak bisa disamakan, dari mana dapat dikatakan semua agama adalah sama.

Tentu saja, kelompok yang mengatakan semua agama adalah sama dan benar, pastilah mereka sembunyikan kenyataan tersebut atau karena dangkal pengetahuannya tentang akidah Islam dan tentang akidah Kristen ???

STATUS YESUS / NABI ISA AS

Umat Kristen, berkeyakinan bahwa Yesus adalah Tuhan, ketika umat Kristiani mengatakan bahwa Yesus bukan Tuhan alias manusia biasa atau seorang nabi, maka lenyaplah ke-Kristenan-nya, dan itu berarti menurut iman Kristen dia termasuk orang-orang yang akan masuk neraka.

Tetapi, umat Islam berkeyakinan sebaliknya, bahwa Yesus/Isa as bukanlah Tuhan tetapi seorang nabi utusan Allah SWT kepada Bani Israel. Ketika umat Islam berkeyakinan bahwa Isa putra Maryam adalah Tuhan maka kafirlah dia dan keluar dari Islam.

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata :"Sesungguhnya Allah itu adalah Al-Masih putera Maryam" QS. 5:17

Artinya, menurut Islam, orang-orang Kristen akan masuk neraka karena mengatakan Yesus itu Tuhan, dan menurut Kristen, orang Islam akan masuk neraka karena tidak mengakui Yesus seba-gai Tuhan. Sungguh amat kontradiktif.

Lalu dari mana dalilnya, bahwa Islam dan Kristen adalah sama, kalau persepsi tentang Yesus/Isa as saja tidak bisa disatukan karena bertolak belakang --kontradiksi-- ???.

Tentu saja kelompok yang menyatakan semua agama adalah sama, dia pasti dinyatakan sesat oleh umat Islam dan dinyatakan sesat juga oleh umat Kristen. Lalu anehnya, kelompok ini memaksakan pendapatnya hanya kepada orang Islam, kenapa kelompok ini tidak mencoba membawa pendapatnya kepada orang Kristen ????

Tentu saja jawabannya, karena mereka ingin mengobok-obok akidah Islam yang telah sempurna ini dari dalam. Atau mereka takut ketahuan misinya apabila pendapat mereka ini diterapkan juga kepada agama Kristen, akan tampak sekali kontradiksi antara akidah Islam dan akidah Kristen, dan ini berarti akan menunjukkan dengan sendirinya bahwa Islam dan Kristen memang beda secara akidah, dan tidak bisa saling membenarkan.

Kalau umat Islam dipaksa membenarkan akidah umat Kristen, itu berarti umat Islam dipaksa mengakui Yesus sebagai Tuhan, bukankah ini mengeluarkan dari Islam ????

TENTANG PENYALIBAN

Salah satu akidah umat Kristiani adalah mengakui adanya penyaliban Yesus untuk menebus dosa warisan, Ketika seorang Kristen tidak mengakui Yesus telah mati di salib, maka hilanglah ke-Kristenan-nya, artinya ia bukan lagi sebagai orang Kristen, sehingga menurut iman Kristen ia telah kafir dari Kristen.

Sementara, Allah SWT memberikan petunjuk-Nya yang sangat jelas yaitu bahwa Nabi Isa as sama sekali tidak dibunuh dan tidak pula disalib, tetapi, yang dibunuh dan disalib adalah seseorang yang diserupakan dengan nabi Isa as.

dan karena ucapan mereka:"Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putera Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. QS. 4:157

Ketika umat Islam mengakui atau membenarkan bahwa Nabi Isa as mati disalib, berarti dia secara tegas menyangkal petunjuk Allah SWT tersebut, dan berarti dia telah menginkari ayat-ayat Allah SWT, mengingkari ayat-ayat Allah SWT berarti mengeluarkan dia dari Islam.
Mungkinkah seseorang berkeyakinan Yesus mati disalib sekaligus berkeyakinan Yesus tidak disalib ???, tentu saja dengan hati nurani dan akal yang jernih tidak akan mungkin berkeyakinan demikian.

Hal di atas membuktikan, tidak mungkin mengatakan semua agama adalah sama dan benar. Umat Kristen mempunyai keyakinan Yesus telah mati di salib dan umat Islam berkeyakinan sebaliknya, bahwa nabi Isa as tidak dibunuh dan tidak pula disalib. Itu berarti Islam tidak bisa mengatakan agama Kristen adalah agama yang benar, begitu juga sebaliknya, Kristen juga tidak bisa mengatakan Islam adalah agama yang benar.

Jika akidah Islam dan Kristen tentang penyaliban sangat kontradiksi dan tidak bisa membenarkan satu dengan yang lainnya, maka dengan dalil apa lagi harus mengatakan semua agama adalah sama dan benar dan mengatakan setiap pemeluknya berhak masuk surga ??? Terbukti, jalan menuju surga hanya satu, dan jalan lainnya ke neraka.

HANYA ISLAM AGAMA YANG BENAR

Dari uraian sebelumnya, tidak mungkin mengatakan semua agama adalah sama dan benar, dan tidak mungkin pula mengatakan pemeluk agama lain berhak masuk surga.

Apakah kelompok yang mengatakan semua agama adalah sama dan benar tidak mengetahui dalil tersebut, mereka sangat mengetahui, tetapi, rupanya hati nuraninya kalah dengan hawa nafsunya.

Padahal Allah SWT telah mengingatkan kita, bahwa hanya agama Islam yang diridhoi-Nya, yang berarti agama yang lain dimurkai-Nya :

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. QS. 3:19

Apakah masih kurang jelas dan tegas, bahwa hanya agama Islam yang benar di sisi Allah ?, mari kita kutip penegasan Allah SWT, yang menyatakan bahwa selain agama Islam tidak akan diterima :

Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi. QS. 3:85

Bahkan Allah SWT, mengingatkan kita, agar kita jangan sampai mati kecuali dalam keadaan Islam.

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'kub. (Ibrahim berkata) : "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". QS. 2:132

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. QS. 3:102

Bila dalil-dalil yang begitu jelas dan gamblang, masih belum juga membuka hati untuk mengatakan bahwa hanya agama Islam-lah agama yang benar, maka sebagai penutup untuk orang-orang yang menga-takan semua agama adalah sama dan benar, mari saya kutipkan ayat untuk menjadi perenungan bersama :

…“Mereka itulah yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka”. QS. 47:16

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci” QS. 47:24

JIKA SEMUA AGAMA SAMA DAN BENAR : Maka tidak salah kalau seseorang yang tidak sempat shalat lima waktu dan sholat Jum’at, menggantikannya dengan pergi ke gereja untuk mengikuti kebaktian pada hari Minggu, atau sebaliknya bagi orang Kristen yang tidak sempat ke gereja hari Minggu karena ingin liburan, dia bisa ikut sholat Jum’at sebagai ganti kebaktiannya. Dan tidak perlu lagi, jauh-jauh ke Makkah untuk ibadah haji, cukup digantikan pergi ke BALI mengikuti apacara NYEPI, setelah itu mampir ke pantai kuta untuk berjemur. :)

Yesus Anak Allah ?

 Yesus Anak Allah ?
Salah satu gelar yang diberikan kepada Yesus adalah Anak Allah. Sebelum kerasulan Yesus dan pada masa kerasulan Yesus, gelar anak Allah ini tidak memberikan arti dan konotasi kesyirikan, orang-orang Yahudi dan Israel sangat paham bahwa istilah anak Allah adalah simbolik belaka, mereka memahami seseorang dengan gelar anak Allah, berarti ia adalah orang yang sangat diperhatikan Allah, dibimbing secara langsung, diunggulkan dari manusia lain, diberi wahyu atau pendek kata Anak Allah adalah hamba pilihan Allah.

Tetapi 40 tahun setelah kerasulan Yesus, yaitu ketika agama Kristen lahir dan mulai dianut oleh orang-orang penyembah berhala maka gelar anak Allah tersebut mulai bergeser maknanya, yang semula berarti hamba Allah kini mulai menjadi bermakna kesyirikan, yaitu Yesus sebagai Tuhan karena dia adalah Anak Allah.

Perubahan makna ini ternyata berakibat fatal, karena mau tidak mau akan menyebabkan banyaknya Tuhan dalam agama Kristen, karena gelar anak Allah ini ternyata tidak dimiliki oleh Yesus saja tetapi nabi-nabi yang lain juga mendapatkan gelar anak Allah.



  • Gelar Anak Allah kepada nabi Ya’kub :

    “...Israel (Ya’kub) ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung...” Keluaran 4:22-23

  • Gelar Anak Allah kepada nabi Daud :

    "Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. " Samuel 7:13

  • Gelar Anak Allah kepada nabi Adam :

    "“... anak Adam, anak Allah,” Lukas 3:38

  • Gelar Anak Allah kepada orang-orang Israel :

    "....datanglah anak-nak Allah menghadap Tuhan. Ayub 1:6

Jadi kalau ingin konsisten Yesus sebagai Tuhan karena gelar anak Allah, maka nabi Adam, Ya’kub, Daud dan orang-orang Israel juga harus dijadikan Tuhan karena mereka juga mendapatkan gelar anak Allah, sehingga ada tuhan Adam, tuhan Ya’kub, tuhan Daud dan tuhan Israel, bahkan yang lebih mencengangkan lagi firman Allah kepada nabi Daud :

"Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini” Mazmur 2:7

pada ayat tersebut sangat ekstrim dan amat jelas nabi Daud disebut sebagai anak Allah bahkan dikatakan selanjutnya telah Kuperanakkan, semestinya nabi Daud lebih dulu dijadikan Tuhan ketimbang Yesus, karena tidak ada ayat tentang Yesus se-ekstrim nabi Daud dan Yesus sendiri sebenarnya tidak pernah mengatakan dirinya se-bagai anak Allah bahkan secara lembut Yesus malah mengalihkan penyebutan anak Allah bagi dirinya menjadi anak manusia :

“...apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak", Jawab Yesus: "...kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa....” Matius 26:63-64

rupanya Yesus tidak ingin umatnya salah paham dlm memaknai anak Allah sehingga Yesus harus mengalihkan penyebutan dirinya menjadi anak manusia, Yesus juga menyebut dirinya di banyak ayat dengan sebutan anak manusia sebagai bukti bahwa dirinya memang anak manusia, berikut ini beberapa contoh dari sekian banyak ayat Yesus menyebut dirinya sebagai anak manusia :

Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia (Yesus) tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” Matius 8:20

Yesus dan murid-murid-Nya bersama-sama di Galilea, Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia” Matius 17:22

Dari dalil-dalil dalam Alkitab tdk satupun makna anak Allah itu adalah Tuhan, dan Allah SWT mempertegas dlm Al-Qur’an agar manusia tdk sesat :

Dia tdk beranak dan tiada pula diperanakkan, QS. 112:3

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata : "Sesungguhnya Allah itu adalah Al-Masih putera Maryam

Hanya 144.000 Orang Kristen yang masuk Surga

Hanya 144.000 Orang Kristen yang masuk Surga Pernahkah anda mendengar propaganda misionaris yang mengatakan :

“barang siapa percaya akan Yesus kristus, maka ia akan masuk sorga ”

Yang dimaksud ialah, barang siapa mengakui Yesus mati disalib untuk menebus dosa manusia dan mengakui Yesus sebagai Tuhan maka ia akan masuk sorga, dan barang siapa mau dibaptis untuk menjadi pengikut Yesus maka ia akan terselamatkan dan akan masuk dalam kerajaan sorga.

Padahal Yesus sendiri, sama sekali tidak pernah disalib dan belum mati, baik dari dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur’an maupun dalam Alkitab, dan Yesus juga sama sekali tidak pernah mengaku sebagai Tuhan, dia justru mengaku sebagai manusia utusan Allah SWT, dalil-dalil tersebut berpuluh-puluh jumlahnya baik dalam Al-Qur’an maupun dalam Alkitab.

Tetapi dalam pembahasan ini, kami tidak akan menyinggung tentang dogma-dogma tersebut, kami ingin mengkaji bahwa dalam Alkitab disebutkan pengikut Yesus yang akan masuk sorga hanyalah 144.000 orang saja, itupun hanya dari orang-orang Israel saja, selain dari orang-orang Israel tentu Yesus tidak mau bertanggung jawab. Ini menurut Alkitab.

Melihat angka hanya 144.000 yang akan masuk sorga dari pengikut Yesus tentu memberikan tanda tanya besar, bagaimana dengan orang-orang Kristen yang jumlahnya dua milyard lebih di dunia saat ini. Apakah mereka akan masuk sorga ? seperti keyakinan mereka ?

Menurut Alkitab, yaitu kitab yang mereka bawa-bawa tiap minggu ke gereja, tidak ada satupun pintu sorga yang akan menerima mereka, 12 pintu sorga yang dikisahkan dalam Alkitab hanya diperuntukkan bagi 12 suku Israel, karena pintu-pintu itu telah bertuliskan nama-nama 12 suku Israel, jadi bagaimana nasib pengikut-pengikut Yesus dari luar suku Israel yang tentu saja berharap masuk surga ?

Pada akhir tulisan kita kutipkan ulasan majalah TEMPO ediri 3 Juli 2005, yang mengulas keyakinan orang-orang Kristen Advent yang menyatakan : “UMAT ISLAM ADALAH GOLONGAN YANG DITERIMA TUHAN”

Yesus Hanya Untuk Orang Israel

Al-Qur’an mengisahkan Nabi Isa as pernah berkata kepada kaumnya bani Israel :

"Hai bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu” QS. 61:6

Seruan nabi Isa as ini menegaskan bahwa nabi Isa as diutus Allah SWT hanyalah untuk orang Israel, nabi Isa as tidak pernah mengatakan :

“Hai manusia“, yang menunjukkan nabi Isa as tidak diutus untuk seluruh manusia.

Ternyata pernyataan Al-Qur’an tersebut didukung oleh kenyataan sejarah nabi Isa as (Yesus) yang hanya memiliki umat dari orang-orang Israel saja, pengikut Yesus tak ada satupun yang berasal dari orang-orang non Israel. Bukan saja sejarah yang mendukung pernyataan Al-Qur’an tersebut, tetapi banyak sekali ayat-ayat dalam Bible/Alkitab yang juga mendukung pernyataan Al-Qur’an tersebut :

Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." Injil Matius 15:24

Bahkan Alkitab mengisahkan Yesus hanya mau mendo’akan orang-orang Israel saja, orang-orang diluar Israel Yesus tidak mau mendo’akan :

Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan Kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu Injil Yohanes 17:9

yang dimaksud ‘mereka’ dalam ayat tersebut ada-lah orang-orang Bani Israel, dan yang dimaksud Yesus tidak berdo’a untuk dunia adalah Yesus tidak mau mendo’akan orang-orang non Israel, tentu saja Yesus hanya memimpin dan mengembalakan domba-domba yang tersesat dari kalangan bani Israel.

Sebelum Yesus dilahirkan oleh Maria (Islam : Maryam), telah ada nubuat yang menyatakan bahwa Maria akan melahirkan seorang anak yang kelak akan menyelamatkan orang-orang Israel.

“Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." Injil Matius 1:21

yang dimaksud umatnya adalah orang-orang Israel saja, bukan orang Cina, bukan orang Amerika, bukan orang Indonesia yang akan diselamatkan oleh Yesus. Yesus memang hanya untuk Israel.

HANYA 144.000 YANG MASUK SYURGA

Al-Qur’an menyebutkan bahwa Israel terdiri dari dua belas suku :

Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar QS. 7:160

Dalam Alkitab juga disebutkanbahwa Israel terbagi menjadi 12 suku :

Itulah semuanya suku Israel, dua belas jumlahnya… Kejadian 49:28

Dalam Alkitab disebutkan Yesus memilih dua belas murid yang diambil dari dua belas suku Israel untuk membantu dakwanya :

Inilah nama kedua belas rasul itu: Pertama Simon yang disebut Petrus dan Andreas saudaranya, dan Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, Filipus dan Bartolomeus, Tomas dan Matius pemungut cukai, Yakobus anak Alfeus, dan Tadeus, Simon orang Zelot dan Yudas Iskariot yang mengkhianati Dia. Injil Matius 10:2-4

Yesus dan murid-muridnya berdakwah hanya untuk dua belas suku Israel ini saja, Yesus melarang murid-nuridnya untuk berdakwa kepada orang-orang selain bangsa Israel :

Ke duabelas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: "Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israil. Injil Matius 10:5-6

Bahkan ada nubuat, kelak setelah hari kiamat yaitu hari penghakiman, dua belas murid Yesus tersebut ikut bersama-sama Yesus menghakimi dua belas suku Israel :

.. sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Injil Matius 19:28

Jadi Yesus hanya menghakimi orang-orang dari Israel saja, Yesus tidak bertanggung jawab terhadap orang-orang non Israel di seluruh dunia ini.

Menurut Alkitab, hanya 144.000 orang yang akan masuk syurga :

Dan aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu: seratus empat puluh empat ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel. Wahyu 7:4

Dari 144.000 orang yang dijamin masuk syurga tersebut adalah dari dua belas suku Israel yang masing-masing suku mendapat jatah 12.000 :

Dari suku Yehuda dua belas ribu yang dimeteraikan,
dari suku Ruben dua belas ribu,
dari suku Gad dua belas ribu,
dari suku Asyer dua belas ribu,
dari suku Naftali dua belas ribu,
dari suku Manasye dua belas ribu,
dari suku Simeon dua belas ribu,
dari suku Lewi dua belas ribu,
dari suku Isakhar dua belas ribu,
dari suku Zebulon dua belas ribu,
dari suku Yusuf dua belas ribu,
dari suku Benyamin dua belas ribu.
Wahyu 7:5-8

Dua belas suku Israel tersebut adalah definisi secara lahiriah, memang betul-betul orang Israel secara fisik, bukan Israel secara Rohani. Jadi menurut ayat tersebut, orang-orang non Israel tidak ada jaminan masuk syurga. Dalam ayat yang lain disebutkan bahwa pintu syurga yang tersedia, sudah tertulis nama-nama suku Israel :

Dan temboknya besar lagi tinggi dan pintu gerbangnya dua belas buah; dan di atas pintu-pintu gerbang itu ada dua be-las malaikat dan di atasnya tertulis nama kedua belas suku Israel, Di sebelah timur terdapat tiga pintu gerbang dan di sebelah utara tiga pintu gerbang dan di sebelah selatan tiga pintu gerbang dan di sebelah barat tiga pintu gerbang. Wahyu 21:12-13

Untuk orang-orang non Israel, Amerika, Cina, Indonesia, dan lain sebagainya, Alkitab tidak menyebutkan adanya pintu syurga bagi mereka. Tentu untuk masuk syurga, haruslah dengan dalil yang bersumber dari yang menciptakan syurga itu sendiri.

Alkitab justru memberikan keterangan seba-liknya, bahwa Yesus diutus hanya untuk menye-lamatkan orang-orang Israel saja :

Dan dari keturunannyalah, sesuai dengan yang telah dijanjikan-Nya, Allah telah membangkitkan Juruselamat bagi orang Israel, yaitu Yesus. Kisah Para Rasul 13:23

Dalil-dalil alkitab ini, sungguh bertentangan dengan kenyataan agama Kristen yang menyebar keseluruh dunia, menurut ayat-ayat Alkitab tersebut di atas, Yesus tidak akan menerima iman dari orang-orang non Israel, artinya iman-iman orang Kristen seluruh dunia, akan tertolak dengan sendirinya oleh Yesus. Namun, akhirnya kembali pada keyakinan masing-masing orang, kita hanya berkewajiban mendakwakan kebenaran hakiki. Namun, tentu kita tidak akan rela bila saudara-saudara kita yang miskin terintimidasi ke dalam agama mereka.

Pintu Syurga, Hanya Melalui Islam

Allah SWT menyatakan bahwa Muhammad saw adalah seorang utusan bagi seluruh alam :

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (men-jadi) rahmat bagi semesta alam QS. 21:107

Allah SWT menegaskan lagi, bahwa risalah yang dibawa beliau SAW adalah untuk seluruh alam :

Al-Qur'an ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. QS. 38:87

Sehingga tidak mengherankan bila seruan-seruan dalam Al-Qur’an dimulai dengan seruan “hai manusia” atau “Hai bani Adam” yang menunjukkan keu-niversalan sifat orang-orang yang diseru.

Dalam Alkitab, Yesus memberitakan tentang Islam dan memerintahkan umatnya untuk bertobat .

Sejak waktu itulah Yesus memberitakan: "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat! Injil Matius 4:17

Yang dimaksud kerajaan syurga adalah agama Islam yang di bawa nabi Muhammad saw, hal ini diperkuat dengan ayat berikut ini :

….Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu Injil Matius 21:43

Semua dalil-dalil tersebut sangat bersesuaian, bahwa untuk dapat masuk syurga, jalan satu-satunya hanyalah dengan masuk agama Islam. Mari kita susun kembali fakta-fakta tersebut di atas :

1. Risalah Yesus hanya untuk orang Israel
2. Hanya 144.000 pengikut Yesus yang masuk syurga.
3. Pintu syurga melalui ajaran Yesus hanyalah bagi dua belas suku Israel.
4. Yesus memerintahkan untuk mengikuti agama Muhammad saw.
5. Agama Islam adalah Rahmatan Lil Alamin.

Dan Allah SWT menegaskan dalam firmanNYA :

Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi. QS. 3:85

Orang-orang Kristen yang mau menggunakan akal sehatnya, tentu akan mengetahui kebenaran secara nyata, seperti sebagian orang-orang Kristen Advent yang telah menyatakan bahwa umat Islamlah yang akan diterima Allah SWT. Berikut ini kutipan kesaksian Kristen Advent yang menyatakan : “Umat Islam-lah Golongan Yang Diterima Tuhan”

GEREJA YANG NYARIS BERTAUHID

Seorang jemaat Kristen Advent mewartakan ajaran “Islam Hanif”, pendeta dan umat Advent terbelah.

Sekitar 500 jemaat Kristen Advent tiga pekan lalu berkumpul di ruang pertemuan gedung Argo Pantes di jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Beberapa saat setelah mereka menyenandungkan lagu-lagu rohani, seorang lelaki naik mimbar, namanya Robert P. Walean. Dengan menggunakan perangkat FOCUS, ia mempresentasikan apa yang ia sebut dengan “Islam Hanif”. Dengan lantang iapun berfatwa, “Alkitab dengan Al-Qur’an me-nunjukkan bahwa Islam-Hanif adalah ajaran yang diterima Allah”

Lelaki kelahiran Manado 67 tahun silam itu ti-dak sedang bercanda. Setelah tiga tahun meneliti Alkitab dan Al-Qur’an, ia mengaku menemu-kan ajaran Islam-Hanif. Penemuan ini bermula ketika Robert bangkrut sebagai eksportir furnitu-re. Sejak itu, sarjana ekonomi dari perguruan tinggi swasta di Jakarta itu banting setir, “Saya tak ingin mengejar dunia lagi. Lebih baik mengurus akhirat,” katanya.

Ia lalu mendirikan Last Event Duty Institute, sebuah lembaga penelitian Alkitab dan Al-Qur-’an, di rumahnya, kawasan Koja, Jakarta Utara. Setelah sekitar tiga tahunbersama sejumlah pendeta Advent membolak-balik dua kitab suci tersebut, akhirnya ia menemukan sebuah firman dalam Yesaya 60:7, “Segala kambing domba Kedar akan berhimpun kepadamu, domba-domba nebayot tersedia untuk ibadahmu, sebagai korban yang berkenan kepada-KU, dan AKU akan menyemarakkan rumah keagungan-KU…”

Dari ayat inilah Robert yakin, umat Islam adalah golongan yang diterima Tuhan. Sebab, dalam pandangan Kristen, orang Kedar dan Nebayot adalah keturunan nabi Ibrahim dari garis Ismail yang menganut Islam, tetapi ia belum memiliki nama aliran yang barusan ia temukan. Setelah berhari-hari melototi isi Al-Qur’an, ia berhenti pada surat 16:123. "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dari sinilah kemudian ia mengusung nama “Islam-Hanif”, Islam yang lurus.

Bagaimana pandangan syariat selengkapnya ?

Robert punya jawaban singkat :

“Semua perilaku Nabi Ibrahin dan Muhammad saw adalah Islam Hanif.” Tapi, itu tak berarti sama persis seperti Islam, sebab hari suci dalam Islam Hanif versi Robert bukanlah Jum’at, melainkan Sabtu alias Sabath, sebagaimana juga dalam Kristen Advent.

Gampang diduga, ajaran Robert menuai pro dan kontra, bahkan juga di kalangan Kristen Advent sendiri. Menurut Tri Djoko Soewarso MA, Direktur Komunikasi Gereja Kristen Advent Indonesia Barat, pendeta Kristen Advent terbelah dua. Begitu pula sekitar 400 ribu pemeluk Advent di Indonesia, sebagian mendukung, sebagian menolak. Walau begitu, gereja Advent tidak melarang aktivitas Robert di gereja dan pertemuan jemaatnya. “Pak Robert mencoba mewartakan ajaran Tuhan menurut versinya,” ujarnya.

Dukungan bagi Robert umumnya datang dari kelompok pendeta yang “berpikiran maju.” Pendeta L. Situmorang dari gereja Masehi Hari Ketujuh di Jalan Dr. Saharjo, jakarta Pusat, misalnya, menyambut ajaran Robert secara terbuka. Ia menulis pernyataan resmi tertanggal 23-1-05 yang isinya membenarkan hasil kajian Robert. Salah satu butir penting dalam surat bermeterai itu langsung menohok ke Jantung Teologi Kristen:

“mengakui Muhammad adalah utusan Allah, Robert sendiri mengaku telah memiliki pengikut sekitar 500 orang “.
Kini, sehari-hari Robert aktif mewartakan “Islam Hanif” ke pelbagai penjuru negeri. Jadwal hariannya berkisar pada kegiatan gereja, pertemuan jemaat, termasuk berbagai seminar di dalam dan di luar negeri. Dan ia sama sekali tak menghiraukan cemooh dan penolakan. Toh, katanya, ”Semua nabi awalnya juga ditolak oleh umatnya”

Maka, Jika ke-hanif-an Robert diteruskan, bukan tak mungkin ia akan sampai pada ajaran tauhid. Apalagi jika ia merenungkan surat 3:67: “Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau Nasrani, melainkan seorang hanif dan Muslim”.
Majalah Tempo : 3 Juli 2005 hal 58

Beberapa Faedah Mengetahui ‘Asbâb an-Nuzûl

Beberapa Faedah Mengetahui ‘Asbâb an-Nuzûl
Mengetahui 'Asbâb an-Nuzûl' sangat urgen sekali sebab ia dapat memberikan faedah yang banyak sekali, diantaranya:

1. Menjelaskan bahwa al-Qur'an turun dari Allah Ta'ala, sebab Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam biasanya ditanya tentang sesuatu, lalu terkadang beliau tidak menjawab hingga wahyu turun. Atau gambarannya, bisa jadi beliau tidak mengetahui sesuatu yang terjadi, lantas wahyu turun menjelaskan hal itu.

Contoh pertama (beliau tidak menjawab hingga wahyu turun-red), firman-Nya (artinya):
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:'Roh itu termasuk urusan Rabb-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.'" (Q.,s.al-Isrâ`:85)

Di dalam kitab Shahîh al-Bukhary dari Abdullah bin Mas'ud radliyallâhu 'anhu bahwasanya seorang dari bangsa Yahudi berkata, "Wahai Abal Qasim! (kun-yah/panggilan buat Nabi Muhammad-penj.,) apa itu ruh?." Lalu beliau diam. (di dalam lafazh riwayat yang lain disebutkan), "Lalu Nabi tidak berkomentar dan tidak menjawab dengan sepatah katapun." Dari situlah aku (yakni periwayat hadits ini, Ibnu Mas'ud-red) mengetahui bahwa itu adalah wahyu yang sedang diwahyukan kepadanya. Lalu aku berdiri di tempatku, dan tatkala wahyu sudah turun, beliau membaca ayat (artinya): "Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:"Roh itu termasuk urusan Rabb-ku…". (Q.,s.al-Isrâ`:85)

Contoh kedua (beliau tidak mengetahui sesuatu yang terjadi lantas wahyu turun menjelaskan hal itu-red) adalah firman-Nya (artinya):
"Mereka berkata:'Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya.'" (Q.,s.al-Munâfiqûn:8)

Di dalam kitab Shahîh al-Bukhary disebutkan bahwasanya Zaid bin Arqam radliyallâhu 'anhu mendengar Abdullah bin Ubay, kepala kaum Munafiqun mengatakan hal itu, dia ingin menyatakan bahwa dialah yang dimaksud dengan ÇáÃÚÒ (orang yang kuat) dan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam beserta para shahabatnya sebagai ÇáÃÐá (orang-orang yang lemah). Lantas Zaid memberitahukan kepada pamannya perihal tersebut yang kemudian menginformasikan kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam. Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam lantas memanggil Zaid, lalu dia menginformasikan kepada beliau perihal apa yang telah dia dengar itu. Kemudian beliau mengirim utusan kepada Abdullah bin Ubay dan para pengikutnya (untuk mengkonfirmasikan hal itu-red), akan tetapi mereka malah bersumpah tidak pernah mengatakan seperti itu. Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam condong membenarkan ucapan mereka, namun Allah menurunkan ayat yang justeru membenarkan ucapan Zaid sehingga jelaslah permasalahannya bagi Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam.

2. Menjelaskan betapa 'inayah Allah terhadap Rasul-Nya di dalam membelanya.
Contohnya, firman Allah Ta'ala (artinya):
"Berkatalah orang-orang kafir:'Mengapa al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?'; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar)." (Q.,s.al-Furqân: 32)
Demikian pula dengan ayat-ayat tentang 'berita bohong' (yang menerpa isteri Rasulullah 'Aisyah radliyallâhu 'anha -red). Ayat-ayat tersebut membela pelaminan Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam dan menyucikannya dari kotoran yang dilumuri oleh para penyebar berita dusta.

3. Menjelaskan betapa 'inayah Allah terhadap para hamba-Nya di dalam melapangkan kesulitan yang mereka alami dan menghilangkan keperihan hati mereka.
Contohnya, ayat tentang 'Tayammum' sebagaimana terdapat di dalam kitab Shahîh al-Bukhâry bahwa pernah cincin 'Aisyah radliyallâhu 'anha hilang saat dirinya ikuatserta dalam sebagian perjalanan yang dilakukan Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam. Lalu karena itu, Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam memerintahkan rombongan untuk bermukim dulu guna mencari cincin tersebut dan akhirnya merekapun bermukim dalam kondisi tidak menemukan air. Mereka mengeluhkan hal itu kepada Abu Bakar. Lalu Abu Bakar menyebutkan hadits tersebut…(di dalamnya terdapat), "Maka Allah turunkan ayat Tayyammum, lalu mereka bertayammum." Usaid bin Khudlair berkata, "Ini bukanlah keberkahan yang pertama kalinya yang dilimpahkan kepada kalian, wahai Ali (keluarga besar) Abu Bakar!."
Hadits tentang hal ini secara panjang lebar terdapat di dalam Shahîh al-Bukhâry.

4. Memahami ayat secara benar.
Contohnya, firman Allah Ta'ala (artinya):
"Sesungguhnya Shafâ dan Marwah adalah sebagian dari syi'ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i di antara keduanya." (Q.,s.al-Baqarah:158)

Yakni, dia melakukan sa'i diantara keduanya, sebab secara zhahir, firman Allah (ÝáÇ ÌäÇÍ Úáíå), "Maka tidak ada dosa baginya…". Mengindikasikan bahwa maksimal masalah melakukan sa'i diantara keduanya tersebut tergolong ke dalam hal yang Mubah (boleh-boleh saja).
Di dalam Shahîh al-Bukhâriy dari 'Ashim bin Sulayman, dia berkata, aku bertanya kepada Anas bin Malik radliyallâhu 'anhu tentang Shafa dan Marwah, dia berkata, "Kami dahulunya memandang bahwa kedua hal tersebut (thawaf dan sa'i) termasuk perkara Jahiliyyah sehingga tatkala Islam datang, kami tetap menahan untuk tidak melakukan keduanya, lantas turunlah firman Allah Ta'ala (artinya): "Sesungguhnya Shafâ dan Marwah adalah sebagian dari syi'ar Allah…" hingga firman-Nya (artinya): "…mengerjakan sa'i di antara keduanya."

Dengan demikian diketahui bahwa Nafyul Junâh (penafian dosa) di dalam ayat tersebut, maksudnya bukanlah untuk menjelaskan hukum tentang Sa'i, tetapi maksudnya untuk menafikan (meniadakan) rasa risih yang mereka tampakkan tersebut dengan cara menahan diri dari melakukannya karena memandang kedua hal itu (thawaf dan sa'i) merupakan bagian dari perkara Jahiliyyah. Sedangkan hukum asal dari ibadah Sa'i dapat jelas dipahami melalui firman-Nya (artinya): "…adalah sebagian dari syi'ar Allah..."

(SUMBER: Muqaddimah Fit Tafsîr, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimîn, Hal.14-15)

Seputar Nuzulul Qur’an (Turunnya Al-Qur’an)

Seputar Nuzulul Qur’an (Turunnya Al-Qur’an)
Al-Qur’an -secara umum sebagai sebuah kitab suci- turun pertama kali kepada Rasulullah pada malam al-Qadr (Lailatul Qadr) pada bulan Ramadlan. Hal ini didukung oleh firman Allah Ta’ala (artinya):

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam al-Qadr (yang mulia)”. (Q.s.,al-Qadr: 1)

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan,[3]. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah”[44]. (Q.s.,ad-Dukhan:4)

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”. (Q.s., al-Baqarah:185)


Umur Nabi ketika turun ayat pertama kali kepadanya adalah 40 tahun menurut pendapat yang masyhur dari para ulama. Yaitu, riwayat dari Ibn ‘Abbas, ‘Atha`, Sa’id bin al-Musayyib, dan periwayat selain mereka. Usia seperti ini adalah usia mencapai kematangan berfikir, kesempurnaan akal dan pandangan.

Yang membawa turun al-Qur’an dari Allah Ta’ala adalah malaikat Jibril, salah satu malaikat yang dekat kepada Allah dan mulia. Allah Ta’ala berfirman mengenai al-Qur’an (artinya):

“Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), [193]. ke dalam hatimu (Muahammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, [194]. dengan bahasa Arab yang jelas”.[195]. {Q.s., asy-Syu’arâ`: 193-195}

Malaikat Jibril ini memiliki sifat-sifat yang layak dimilikinya sebagai utusan Allah untuk para Rasul-Nya. Padanya ada sifat mulia, kuat, dekat kepada Allah, memiliki kedudukan dan terhormat di kalangan para malaikat lainnya, amanah, bagus dan suci. Dalam hal ini, Allah Ta’ala berfirman (artinya):

“Sesungguhnya al-Qur'an itu benar-benar firman (Allah yang bibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril),[19]. yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai 'Arsy”[20]. {Q.s.,at-Takwir: 19-20}

Allah Ta’ala telah menjelaskan kepada kita sifat-sifat Jibril yang membawa turun al-Qur’an dari sisi-Nya. Sifat-sifat itu juga menunjukkan betapa agungnya al-Qur’an dan ‘inayah Allah terhadapnya sebab Dia tidak mengutus orang yang agung kecuali dengan hal-hal yang agung pula.

Ayat-Ayat al-Qur’an Pertama Yang Turun

Secara mutlaq dan qath’i (pasti), ayat al-Qur’an pertama yang turun adalah lima ayat pertama dari surat al-‘Alaq. Kemudian wahyu mengalami masa stagnan (terputus untuk beberapa waktu), kemudian barulah turun lima ayat pertama dari surat al-Muddatstsir.

Di dalam kitab ash-Shahîhain, dari ‘Aisyah radliyallâhu 'anha di dalam kitab ‘Bad`ul Wahyi, dia berkata: “…hingga akhirnya kebenaran datang kepada beliau saat berada di Gua Hira`, lalu datanglah malaikat sembari berkata kepadanya: “Bacalah!”. Lalu Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam menjawab: “Aku tidak bisa membaca”. Selanjutnya di dalam hadits tersebut malaikat membacakan firman-Nya:
---------------------------- Huruf Arab ----------------------------
“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan,[1]. Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah.[2]. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah,[3]. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.[4]. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[5]”. (Q.s.,al-‘Alaq: 1-5).

Dalam kitab yang sama dari Jabir bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda ketika bercerita tentang masa stagnan turunnya wahyu: “Ketika aku berjalan, aku mendengar suara dari langit…”. (Dalam hal ini, beliau menyebutkan seterusnya cerita itu, di dalamnya beliau bersabda lagi) “…Maka Allah turunkanlah firman-Nya:
---------------------------- Huruf Arab ----------------------------
“ Hai orang yang berkemul (berselimut), [1]. bangunlah, lalu berilah peringatan!,[2]. dan Rabbmu agungkanlah, [3]. dan pakaianmu bersihkanlah, [4]. dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, [5]”. (Q,.s.al-Muddatstsir/74: 1-5).

Permulaan turunnya al-Qur’an yang disebutkan oleh Jabir tersebut dilihat dari aspek ayat pertama kali turun setelah masa stagnan turunnya wahyu atau ayat pertama kali turun berkenaan dengan ‘kerasulan’ beliau sebab ayat-ayat pada surat al-‘Alaq yang diturunkan tersebut menetapkan nubuwwah beliau sedangkan ayat-ayat pada surat al-Muddatstsir diturunkan dalam rangka menetapkan risalah (kerasulan) beliau Shallallâhu 'alaihi wa sallam, yaitu dalam firman-Nya (artinya): “Bangunlah, lalu berilah peringatan!”.

Oleh karena itu, para ulama berkata: “Sesungguhnya Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam diangkat sebagai Nabi melalui ayat ‘Iqra`’ dan diangkat sebagai Rasul melalui surat ‘al-Muddatstsir’.

Turunnya al-Qur’an bersifat ‘Ibtidâ`iy’ dan ‘Sababy’

Al-Qur’an turun dalam dua klasifikasi:
Pertama, Secara Ibtidâ`iy’ ; yaitu turunnya tidak didahului oleh sebab-sebab tertentu. Kondisi seperti inilah yang lebih dominan terjadi pada kebanyakan ayat-ayat al-Qur’an. Diantaranya :

Firman-Nya (artinya):
“Dan di antara mereka ada orang yang berikrar kepada Allah:’Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian dari karunia-Nya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh’” . (Q,.s.at-Tawbah/09: 75).

Ayat tersebut turun secara Ibtidâ`iy untuk menjelaskan kondisi sebagian orang-orang Munafiq. Sedangkan riwayat yang masyhur di kalangan banyak orang bahwa ia turun terhadap seorang shahabat, Tsa’labah bin Hathib dalam kisah yang amat panjang dan banyak sekali para Ahli Tafsir yang menyinggungnya serta sering dipublikasikan oleh para penceramah; riwayat tersebut Dla’if (lemah), tidak shahih sama sekali.

Kedua, Secara sababy ; yaitu turunnya didahului oleh sebab tertentu, diantara sebabnya tersebut:
  • Bisa jadi berupa pertanyaan yang dijawab oleh Allah, seperti ayat (artinya):
    “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji’.” (Q.s.,al-Baqarah:189)
     
  • Atau Suatu peristiwa yang terjadi dan memerlukan penjelasan dan peringatan, seperti firman-Nya:
    “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, ’Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja’ .” (Q.s.at-Tawbah:65)

    Dua ayat tersebut turun terhadap seorang Munafiq yang berkata pada waktu perang (Ghazwah) Tabuk di dalam satu majlis: “Kita tidak pernah melihat orang seperti para Qurrâ` kita tersebut, lebih besar perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih pengecut ketika bertemu musuh”. Yang mereka tembak adalah Rasulullah dan para shahabatnya. Lantas hal itu sampai ke telinga Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam dan al-Qur’anpun sudah turun. Lalu datanglah seorang laki-laki ingin meminta ma’af kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam, lalu beliau menjawabnya:
    "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?." (Q.s.,at-Tawbah:65)
     
  • Atau suatu perbuatan yang terjadi dan ia butuh penjelasan tentang hukumnya, seperti firman Allah:
    “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.s.,al-Mujâdilah:1)

Seri Pengenalan Kitab-Kitab Tafsir -1

Seri Pengenalan Kitab-Kitab Tafsir -1
ATH-THABARIY

Nama Mufassir
Abu Ja'far, Muhammad bin Jarir bin Yazid ath-Thabariy, al-Imâm al-'Allâmah, al-Hâfizh, seorang sejarawah.
Beliau lahir tahun 224 H dan wafat 310 H.

Nama Kitab
Jâmi' al-Bayân Fî Ta`wîl Ayi al-Qur`ân

Spesifikasi Umum
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaikh Ibn Taimiyyah di dalam mukaddimah Ushûl at-Tafsîr, hal.90: " Ia termasuk kitab tafsir bercorak Ma`tsûr yang paling agung dan paling besar kedudukannya. Beliau telah mengoleksi berbagai ilmu-ilmu al-Qur'an seperti Qirâ`ât (aspek-aspek bacaan), makna-maknanya, hukum-hukum fiqih yang diintisarikan dari ayat-ayatnya, penjelasan makna-makna ayat yang diambil dari bahasa orang-orang Arab, sya'ir dan sebagainya."

'Aqidahnya
Beliau memiliki sebuah buku seputar 'Aqidah Ahlussunnah yang diberinya judul "Sharîh as-Sunnah" (sudah dicetak). Sementara 'aqidahnya di dalam penafsiran, beliau adalah seorang imam panutan, membela madzhab Salaf, berargumentasi dengannya dan membelanya akan tetapi di dalam menetapkan sifat Ghadlab (marah) dan Hayâ` (malu), beliau menyebutkan semua pendapat Ahli Tafsir namun tidak menguatkan satupun darinya.

Sikapnya Terhadap Sanad
Beliau komitmen menyebutkan semua riwayat dengan sanad-sanad (jalur-jalur transmisi)-nya. Kebanyaknya tidak ditanggapi beliau baik dengan menshahihkan ataupun melemahkannya.

Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih
Beliau menyebutkan hukum-hukum fiqih yang ada di dalam ayat, pendapat para ulama dan madzhab-madzhab mereka, memilih salah satu darinya dan menguatkannya dengan dalil-dalil ilmiah serta menyebutkan Ijma' umat di dalam pendapat yang telah dikuatkannya dari berbagai pendapat tersebut. Beliau adalah seorang Imam Mujtahid Muthlaq. Para Ahli Tafsir senantiasa merujuk pendapatnya dan mereka merasa berhutang budi padanya.

Sikapnya Terhadap Qirâ`ât
Beliau termasuk ulama Qirâ`ât yang terkenal. Oleh karena itu, beliau amat memperhatikan sisi Qirâ`ât dan makna-maknanya, membantah aspek-aspek bacaan yang Syâdz (aneh/langka), termasuk cakupannya yang dapat menyebabkan perubahan dan penggantian terhadap Kitabullah Ta'ala.

Sikapnya Terhadap Isrâ`iliyyât (Kisah-Kisah Tentang Bani Israil)
Di dalam kitab tafsirnya, beliau mengetengahkan juga kabar-kabar dan kisah-kisah tentang Ka'b al-Ahbar, Wahab bin Munabbih, Ibn Juraij, as-Suddiy, lalu menanggapinya secara kritis akan tetapi tidak konsisten mengkritisi semua yang diriwayatkannya.

Sikapnya Terhadap Sya'ir, Nahwu Dan Bahasa
Kitabnya banyak sekali mencakup berbagai untaian yang berisi solusi bahasa dan Nahwu. Kitabnya meraih ketenaran yang sangat besar. Kebanyakannya, dia merujuk kepada Bahasa orang-orang Arab dan terkadang menguatkan sebagian pendapat. Beliau juga memaparkan sya'ir-sya'ir Arab Kuno, berargumentasi dengannnya secara luas, banyak mengemukakan pendapat-pendapat Ahli Nahwu dan mengarahkan pendapat-pendapat mereka serta menguatkan sebagian pendapat atas pendapat yang lain.

(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubîn Fî Manâhij al-Mufassirîn karya Abu 'Abdillah, Muhammad al-Hamûd an-Najdiy, Hal.9-11)

Nama-Nama al-Qur'an -1

Nama-Nama al-Qur'an -1
Allah Ta'ala memberikan beberapa nama yang agung dan layak terhadap al-Qur'an, yaitu nama yang sesuai dengan kedudukan al-Qur'an itu sendiri yang mengesankan akan keagungannya.

Nama-nama tersebut berisi kandungan al-Qur'an, yaitu berupa rahasia-rahasia yang indah, tujuan yang mulia dan Maqâshid yang agung, hikmah-hikmah yang bijak, kisah-kisah yang mengagumkan serta hukum-hukum yang valid.

Nama-nama yang indah tersebut menunjukkan secara gamblang akan kemuliaan dan kedudukannya yang tinggi, nama-nama yang mengandung hujjah dan dalil bahwa ia adalah kitab Samâwiy, tidak ada dan tidak akan ada yang pernah dapat menyainginya.

Nama-nama yang demikian menarik dan berisi semua yang enak dan baik untuk dinikmati.
Allah Ta'ala memberikan nama-nama yang bervariasi tersebut berbeda sama sekali dan tidak seperti nama yang biasa diberikan dan didengar oleh orang-orang Arab dalam pembicaraan mereka, baik secara global maupun terperinci. Secara global ia dinamai Kitab atau Qur'an. Dan secara terperinci dan terpisah juga dinamai dengan surat, ayat dan Kalimât.

Imam as-Suyuthiy sebagai yang dinukilnya dari al-Jâhizh berkata, "Allah Ta'ala memberikan sebutan bagi Kitab-Nya berbeda dengan sebutan yang biasa digunakan oleh orang-orang Arab dalam pembicaraan-pembicaraan mereka baik secara global maupun terperinci. Dia menyebutnya secara global sebagai Qur'an seperti makna Dîwân (koleksi yang memuat sya'ir-red.,) dan sebagiannya sebagai Surat seperti makna Qashîdah (bagian dari sya'ir-red.,), sebagian dari Surat tersebut sebagai Ayat seperti makna Bait dan akhir ayat sebagai Fâshilah seperti makna Qâfiah…"
Yang dimaksud oleh Imam As-Suyuthiy adalah bahwa kata al-Qur'an, Surat, Ayat dan Fâshilah tidak dikenal oleh orang-orang Arab sebelumnya, demikian juga penggunaannya. Orang-orang Arab hanya mengenal kata Dîwân yang sepadan dengan makna al-Qur'an;Qashîdah sepadan dengan kataSurat ; Bait sepadan dengan kata Ayat dan Fâshilah sepadan dengan kata Qâfiah.

Nama-Nama al-Qur'an

Diantara nama-nama al-Qur'an tersebut adalah:
1. Tanzîl (------- Huruf Arab -------)

Allah menamainya dengan Tanzîl dan Munzal karena maknanya adalah yang diturunkan . Jadi, Dia-lah yang menurunkannya kepada Muhammad Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam melalui perantaraan Jibril, karenanya pula ia bukan sihir, olah pertenungan ataupun dongeng-dongeng orang-orang terdahulu.
Penamaan dengan Tanzîl dan Munzal ini terdapat dalam 142 tempat di dalam al-Qur'an, dan penamaannya dengan Tanzîl adalah termasuk yang paling masyhur.
Diantaranya, dapat dilihat pada Q.,s. Luqman:21 ; Muhammad: 2, 26 ; Saba`:6 ; Fushshilat:42 ; al-Hâqqah:43 ; al-Mâ`idah:44.

2. Ayât (------- Huruf Arab -------)

Ayat-ayat Allah terdiri dari dua jenis; ayat-ayat yang dibaca dan didengar, yaitu al-Qur'an dan ayat-ayat yang disaksikan, yaitu makhluk-makhluk Allah.
Allah menamai kitab-Nya dengan Ayât dalam 130 tempat di dalam al-Qur'an. Tentunya, tidak dapat disangkal lagi bahwa al-Qur'an al-'Aziz adalah Ayât (tanda-tanda) yang jelas dan amat gamblang petunjuknya, membawa bukti yang jelas, yang tidak ada kesamaran di dalamnya. Ayat-ayat yang agung dan lugas, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Penamaan al-Qur'an dengan Ayât juga termasuk diantara nama-nama yang paling masyhur.
Diantaranya dapat dilihat pada Q.,s.al-'Ankabût:23 ; ar-Rûm:53 ; al-Hadîd:9 ; al-Jâtsiyah:6,8,9 ; al-Ahqâf:7.

3. Kitâb (------- Huruf Arab -------)

Penamaan al-Qur'an dengan Kitâb terdapat dalam 74 tempat di dalam al-Qur'an. Secara bahasa makna al-Kitâb adalah al-Jam'u (kumpulan; himpunan; koleksi). Allah menamai wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya sebagai Kitâb karena ia mencakup surat-surat, ayat-ayat, huruf-huruf dan kalimat-kalimat. Juga karena ia menghimpun/mengoleksi berbagai ilmu, berita dan hukum.
Diantaranya dapat dilihat pada Q.,s. al-'Ankabût:47,48, 51 ; al-Baqarah:2 ; Fâthir:29 ; az-Zumar:1; Fushshilat:3 .

4. Qur`ân (------- Huruf Arab -------)

Ini merupakan nama yang paling masyhur dan penamaannya terdapat dalam 73 tempat di dalam al-Qur'an.
Dari sisi bahasa makna kata Qur`ân adalah yang dibaca, karena ia dibaca dan makna yang lebih khusus lagi adalah suatu nama (sebutan) bagi Kalam yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam .
Penamaan seperti ini, diantaranya dapat dilihat pada Q.,s. an-Nisâ`:82 ; al-Isrâ`: 9, 41, 82, 88 ; Yûnûs;37 ; Yûsuf:3 .

5. Haqq (------- Huruf Arab ------- )

Allah menamai al-Qur'an dengan al-Haqq dalam 61 ayat di dalam al-Qur'an. Al-Haqq artinya secara bahasa al-'Adl wal Inshâf (keadilan dan sikap menengah). Dalam ucapan orang Arab, kata al-Haqq adalah antonim dari kata al-Bâthil (kebatilan).
Allah adalah Haqq, Rasul-Nya adalah Haqq, al-Qur'an adalah Haqq sementara yang haq itu berhak untuk diikuti.
Penamaan seperti ini, diantaranya dapat dilihat pada Q.,s.Yûnus: 84, 108 ; an-Nisâ`:170 ; al-Mâ`idah: 83, 84 ; al-An'âm: 5 ; Hûd: 17 .

6. Tadzkirah dan Dzikrâ (------- Huruf Arab -------)

Penamaan dengan Tadzkirah dan Dzikrâ terdapat dalam 55 tempat di dalam al-Qur'an, atau bisa lebih dari itu.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa al-Qur'an al-'Aziz merupakan Dzikr dan Tadzkîr , yaitu ia merupakan Dzikr itu sendiri bahkan termasuk Dzikr yang paling afdlal (utama). Membaca al-Qur'an merupakan seutama-utama hal yang dapat mengingatkan (menyadarkan) orang-orang yang berdzikir kepada Allah.
Penamaan ini dapat dilihat pada Q.,s. al-Hijr:6,9; Fushshilat:41 ; al-Anbiyâ`:50 ; Shâd: 8, 29 ; Thâhâ: 3 .

7. Wahyu (------- Huruf Arab -------)

Penamaan dengan nama ini terdapat dalam 45 ayat di dalam al-Qur'an. Tentunya, tidak diragukan lagi bahwa al-Qur'an adalah wahyu yang diturunkan dari sisi Allah Ta'ala. Ia adalah wahyu dimana Allah berbicara dengan sebenarnya, ia bukan sihir, olah pertenungan, bukan ucapan yang didustakan dan bukan pula dongeng-dongeng orang-orang terdahulu sebagaimana yang dituduhkan oleh orang-orang kafir Quraisy, ia bukan pula makhluq seperti yang dikatakan oleh golongan Jahmiyyah dan Mu'tazilah. Ia bukan hikayat dari Kalam Allah sebagaimana yang diklaim oleh golongan al-Kullâbiyyah.
Penamaan ini dapat dilihat pada Q.,s.an-Najm: 4, 10 ; Yûnus:2 ; az-Zukhruf:43 ; al-Ahzâb: 2 ; al-Anbiyâ`: 108 .

8. Huda (------- Huruf Arab -------)

Maknanya adalah petunjuk dan terdapat dalam 47 tempat. Kata al-Huda secara bahasa adalah al-Bayân (penjelasan) atau at-Tawfîq.
Tentunya tidak dapat disangkal lagi bahwa al-Qur'an adalah Huda (penjelasan, petunjuk) dari kesesatan dan kebutaan. Ia adalah petunjuk secara hakikat dan makna, ia adalah petunjuk dari kekufuran dan kemunafikan, dari kezhaliman dan tindakan melampaui batas, dari kebingungan dan ketakutan serta petunjuk dari segala hal yang menyimpang dan dapat menjerumuskan.
Memang al-Qur'an adalah petunjuk dan realitas mendukung hal itu. Buktinya, banyak sekali manusia - mencapai juta-an - mendapatkan petunjuknya dengan penuh sukarela, tanpa unsur paksaan karena keistimewaan Islam itu sendiri.
Penamaan ini dapat dilihat pada Q.,s. an-Nahl:89 ; al-Qashash:85 ; at-Tawbah:33 ; al-Kahfi: 55; al-Baqarah:97 ; al-Fath:28 ; Ali'Imrân:138 .

9. Shirâth Mustaqîm (------- Huruf Arab ------- )

Penamaan dengan ini terdapat dalam 33 tempat di dalam al-Qur'an. Kata ash-Shirâth artinya jalan yang dapat mengantarkan kepada tujuan yang diinginkan, sedangkan kata al-Mustaqîm artinya yang tidak ada kepincangan sedikitpun.
I bn Jarir berkata, "Umat dari kalangan Ahli Tafsir sepakat bahwa makna ash-Shirât al-Mustaqîm adalah jalan yang jelas yang tidak ada kepincangan sedikitpun. Dan makna ini digunakan dalam percakapan Bangsa Arab."
Penamaan ini dapat dilihat pada Q.,s. al-Fâtihah: 6 ; al-An'âm:153 ; al-An'âm:126 ; Yûnus:25 ; Ali'Imran:101 ; al-Mâ`idah:16 ; al-Hajj:54 .

10. Tibyân dan Bayyinât (------- Huruf Arab -------)

Al-Qur'an juga dinamakan dengan Tibyân, Mubîn dan Bayyinât dan penamaan ini terdapat dalam 30 tempat di dalam al-Qur'an. Jumlah ini bisa jadi lebih dari itu.
Al-Qur'an adalah petunjuk dan obat, yang di dalamnya terdapat Bayân (penjelasan) yang amat jelas sekali ; jelas maknanya dan kokoh tata-bahasanya, tidak ada kesamaran atau pun ketidakjelasan padanya.
Di dalam al-Qur'an terdapat penjelasan bagi setiap hajat seluruh manusia di dalam kehidupan sosial mereka dengan ungkapan yang amat menawan dan gaya bahasa yang indah.
Penamaan ini diantaranya dapat dilihat pada Q.,s. ash-Shaff:6; al-Baqarah: 159 ; an-Nûr: 34, 46 ; al-Ahqâf:7 ; al-Hijr:1 ; Ghâfir: 66.

Bersambung

Nama-Nama al-Qur’an -2

Nama-Nama al-Qur’an -2
11. Shidq, Tashdiq dan Mushaddiq

Allah menamainya dengan Shidq (Kebenaran), Mushaddiq (Pembenar) dan Tashdîq (Pembenaran) dalam 22 ayat dari al-Qur'an.

Allah Ta'ala menyinggung perihal ash-Shidq, memerintahkannya, menganjurkan dan mensugestinya di dalam 109 tempat. Dalam hal ini, tidak dapat diragukan lagi bahwa al-Qur'an al-Karim adalah simbol kebenaran, sumber, landasannya serta yang mengajak berbuat kebenaran dan mensugestinya.
Diantaranya, dapat dilihat pada Q.,s. az-Zumar:32,33; Yûnûs:37; Yûsuf:111; al-Baqarah:97; al-Ahqâf:12; al-An'âm:115.

12. Mufashshal dan Fashl

Allah menamai al-Qur'an dengan Mufashshal (yang dijelaskan/terperinci) di dalam 18 ayat. Dalam hal ini, al-Qur'an terdiri dari surat-surat, ayat-ayat Muhkamât. Surat-surat meliputi ayat-ayat sementara ayat-ayat meliputi huruf dan kalimat. Semua itu telah dirinci oleh Allah di dalam ayat-ayat al-Qur'an.

Karena telah menjelaskan dan memerinci, maka tidak ada lagi yang samar dan masih kabur di dalamnya. Jadi, ia bukan teka-teki ataupun simbol-simbol yang tanpa makna.
Diantaranya, dapat dilihat pada Q.,s.al-An'am:97,98; ath-Thâriq:13; al-A'râf:52,172; at-Tawbah:11; Fushshilat:3.

13. Hadîts

Allah menamai al-Qur'an dengan Hadîts di dalam 15 ayat.
Makna Hadîts secara bahasa adalah khabar dan ucapan (omongan).
Disamping menamakannya demikian, Dia Ta'ala juga menamakannya Qîl (yang dikatakan/diucapkan).
Al-Qur'an merupakan ucapan dimana Allah berbicara di dalamnya dan berisi beragama hal yang membuat terpesona, semua nya indah, berupa hukum dan hikmah-hikmah, berita gembira ataupun menakutkan, janji dan ancaman..semua itu hanya lah demi kemaslhlahatan para hamba Allah. Semua nya berisi hidayah dan petunjuk..semuanya berisi 'aqidah dan syari'ah.
Diantaranya, dapat dilihat pada Q.,s.az-Zumar:23; al-Jâtsiyah:6; ath-Thûr:34; al-Kahfi:6; an-Najm:59; al-Wâqi'ah:81; al-Mursalât:50.

14. Rahmah

Allah Ta'ala menamai al-Qur'an dengan Rahmah (Rahmat/kasih sayang) karena ia merupakan rahmat dari Allah Ta'ala Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang..Dia berbuat apa yang Dia kehendaki. Penamaan ini terdapat dalam 15 ayat.
Allah sendiri menamakan diri-Nya di dalam al-Qur'an sebagai Rahîm (Maha Pengasih) dalam 119 tempat, sementara sebagai Rahmân (Maha Penyayang) dalam 57 tempat. Kata Rahîm dan Rahmân merupakan derivasi dari kata Rahmah.
Dengan nama ini, dapat dilihat pada Q.,s. al-A'râf:52,203: al-An'âm:157: Yûnus:57; al-Isrâ`:82; an-Naml:77; al-Jâtsiyah:20.

15. Nûr

Allah menamai al-Qur'an dengan Nûr dalam 12 ayat di dalamnya.
Al-Qur'an adalah nur (cahaya), nur al-Haq, nur yang terang benderang dan bukti yang pasti.
Nur yang bercahaya namun tidak seperti cahaya-cahaya biasa..cahaya yang tidak pernah hilang, tidak pernah berkurang sedikitpun..cahaya yang merangi jalan orang-orang yang berjalan diatas kebenaran, orang-orang yang sesat dan kebingungan..cahaya yang dapat menyembuhkan semua penyakit; syahwat dan syubhat.

Namun alangkah sayangnya, dewasa ini hanya sedikit orang yang mau mengambil cahaya ini…Kebanyakan manusia menjauh darinya layaknya keledai yang menjauh dari singa, lalu kelelahan hingga akhirnya celaka dan terjebak ke dalam jurang nan gelap…
Sekalipun berbagai upaya musuh direkayasa untuk menghancurkan cahayanya, namun mereka tidak berhasil melakukannya.
Diantara penamaannya dengan Nûr dapat dilihat pada Q.,s. an-Nisâ`:174;al-A'râf:157; al-Mâ`idah:16; at-Taghâbun:8; asy-Syûra:52;al-Hajj:8; Ali-'Imrân:184 .

16. Nadzîr

Allah menamai al-Qur'an dengan Nadzîr dalam 11 ayat di dalamnya.
Sementara Allah menamai Rasul-Nya, Muhammad dengan Nadzîr (pemberi peringatan) dalam 60 ayat, dan besar kemungkinan lebih dari itu. Lawannya adalah Basyîr (pemberi berita gembira) terdapat dalam lebih dari 50 ayat.

Kata Nadzîr dalam bahasa 'Arab berasal dari kata Indzâr yang maknanya adalah pemberitahuan dan membuat rasa takut (menakut-nakuti). Artinya juga memberikan peringatan. Tidak salah lagi, bahwa al-Qur'an adalah pembawa berita gembira dan peringatan. Ia memperingatkan dari kekufuran, kesyirikan, kemunafikan, kezhaliman, hal-hal yang melampaui batas, kecurangan, dengki. Ia memperingatkan dari melalaikan kewajiban dan melakukan perbuatan yang diharamkan. Ia memperingatkan dari kemurkaan Allah, azab dan siksaan-Nya yang pedih, berhukum kepada selain hukum-Nya, khianat, makar dan sebagainya.
Mengenai penamaan ini, diantaranya dapat dilihat pada Q.,s. al-A'râf:2; Maryam:97; al-An'âm:51,19; Ibrahim:52; an-Najm:56; al-Ahqâf:12.

17. Kalâmullah

Allah menamai al-Qur'an dengan Kalâm, Kalim dan Kalimât dalam 12 ayat di dalamnya. Sementara Qawl dan Kalam yang dinisbahkan dan ditetapkan sendiri oleh Allah untuk diri-Nya terdapat dalam lebih kurang 275 ayat.
Al-Qur'an adalah Kalâmullâh secara hakikatnya, bukan kalam (ucapan) selain-Nya. Ia mencakup huruf-huruf dan makna-maknanya, ia bukan makhluk dan bukan pula pembawa dusta, akan tetapi diturunkan dari Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. Inilah 'aqidah (keyakinan) Ahlussunnah wal Jama'ah dari dulu hingga sekarang yang merupakan keyakinan yang selamat, terbebas dari Tahrîf (mengadakan perubahan di dalamnya) dan Ta'thîl (Membatalkan maknanya sehingga tidak ada sama sekali).

Kalam bagi Allah merupakan sifat Dzâtiyyah dan Fi'liyyah. Dikatakan sifat Dzâtiyyah karena Kalam yang dalam makna kata benda adalah "bicara", berasal dari Dzat-Nya, dan dikatakan Fi'liyyah karena Kalam yang dalam makna kata kerja adalah "berbicara (ber-Kalam)" merupakan Fi'l (perbuatan) Allah.
Jadi Allah Ta'ala telah dan berfirman, telah bicara dan berbicara bila Dia menghendaki dan kapan Dia menghendaki, Tidak ditanyai tentang apa yang diperbuat-Nya sementara mereka ditanyai. Dia berbicara sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Dia berfirman, "Tiada sesuatupun yang semisalnya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat."

Dalam hal ini, tidak boleh hukumnya bertanya tentang bagaimana Allah berbicara sebagaimana tidak boleh menyerupai Kalam Allah dengan kalam seluruh makhluk-Nya, demikian juga berpendapat pada sifat-sifat Allah yang lain; Hal yang telah ditetapkan sendiri oleh Allah untuk diri-Nya atau ditetapkan untuk-Nya oleh Rasul-Nya yang berupa sifat-sifat yang Agung dan sesuai dengan keagungan dan 'izzah-Nya, maka kita wajib menetapkan demikian tanpa Tahrîf, Ta'thîl, Takyîf (mengadaptasikannya),Tamtsîl (menyerupakan) nya dengan makhluk.

Tidak boleh melakukan Ta`wîl karena ia akan menyebabkan Ta'thîl dan tidak boleh melakukan Takyîf karena ia dapat menyebabkan Tamtsîl. Jadi, tidak boleh berlebih-lebihan dan tidak boleh pula kaku dan jumud.

Kaum al-Musyabbihah (yang menyerupakan Allah dengan makhluk) bersikap over dan sangat berlebih-lebihan serta melampaui batas sehingga ketika menetapkan Kalam Allah, mereka berkata "Kalamullah adalah seperti kalam (ucapan) makhluk-Nya."

Sementara kaum al-Mu'aththilah (yang membatalkan atau meniadakan sifat kalam) seperti Mu'tazilah, justeru bersikap sebaliknya. Mereka amat kaku dan jumud sehingga mereka berkata, 'Allah tidak berbicara dan al-Qur'an adalah makhluk.' Sementara kaum Asyâ'irah (pengikut Abul Hasan al-Asy'ari. Sementara Abul Hasan sendiri di akhir hayatnya kembali ke 'Aqidah Salaf sebagaimana di dalam bukunya "al-Ibânah") mengatakan "al-Qur'an adalah ungkapan dari Kalamullah. Adapun kaum al-Kullabiyyah (pengikut 'Abdullah bin Sa'id bin Kullab) berkata, "al-Qur'an adalah hikayat dari Kalamullah…Tentu saja semua perkataan seperti itu tidak benar dan batil.

Karenanya, Wajib menetapkannya karena Allah telah menetapkannya dan karena ia adalah sifat kesempurnaan Allah.
Untuk menegaskan hal itu, penamaan al-Qur'an dengan Kalamullah dapat dilihat pada: Q.s.,at-Tawbah:6 ; Yûnus:82 ; al-Baqarah:75 ; al-An'âm:34,115 ; asy-Syûra:24 ; al-Kahf:27.

18. Qawl (Þæá)

Allah menamai al-Qur'an dan memberinya sifat sebagai Qawl (perkataan/ucapan) dan Qîl (perkataan yang diucapkan) di dalam 15 ayat.
Al-Qur'an al-Karim adalah perkataan Rabb kita dan Sang Pencipta kita. Ia perkataannya yang sebenarnya, bukan perkataan siapa-siapa selain-Nya. Inilah 'aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah, para shahabat dan Tabi'in, yaitu mengimani dan membenarkan bahwa al-Qur'an adalah perkataan Allah dan Kalam-Nya, Allah berbicara melaluinya kapan saja Dia telah menghendaki. Barangsiapa yang tidak meyakini seperti itu atau berkata selain itu, maka perkataannya adalah dusta dan batil.

Karena al-Qur'an adalah perkataan Allah, kalam, wahyu dan tanzil-Nya maka wajib beriman kepadanya, mempelajari, memahami, dan merenunginya. Kaum Muslimin wajib memberikan perhatian khusus terhadap Kitabullah yang merupakan sebab kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat kelak. Ia adalah sumber pertama di dalam syari'at, hukum-hukum dan peraturan mereka.

Diantara penamaannya dengan Qawl dapat dilihat pada: Q.s., Fushshilat:43 ; al-Mu`minûn:68 ; al-Qashash:51 ; an-Nisâ`:122 ; az-Zumar:18 ; al-Hâqqah:40 ; at-Takwîr:19.

19. Qawl Tsaqîl

Allah menamai al-Qur'an dengan Qawl Tsaqîl (perkataan yang berat) hanya dalam satu ayat saja. Dikatakan berat, karena di dalamnya terdapat pengagungan,keindahan, kewajiban, batasan-batasan, larangan-larangan, perintah-perintah, ancaman-ancaman serta limpahan beban yang besar yang hanya mampu dilakukan oleh orang-orang yang beriman dan bertaqwa, yang melakukan hal itu dengan sesempurnanya disertai rasa gembira dan ketenangan hati. Itu merupakan anugerah Allah yang diberikannya kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dikatakan demikian, juga karena Rasulullah mengalami hal yang sangat berat ketika turunnya wahyu. Dalam hal ini, 'Aisyah radliyallâhu 'anha bercerita, "Sungguh aku telah melihat wahyu turun kepadanya pada suasana hari yang teramat dingin…"

Apa yang dikatakan berat ini nampaknya -wallahu a'lam- merupakan berat dalam arti yang sebenarnya. Indikasinya, bahwa onta Rasulullah terduduk ketika wahyu turun saat beliau Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam berada diatasnya. Demikian pula, ketika diwahyukan kepada beliau; pahanya yang diatas paha Zaid bin Tsabit seakan meremukkan paha Zaid.

Al-Qur'an berat artinya penuh dengan kemuliaan dan keagungan karena di dalamnya terdapat makna-makna yang agung, rahasia-rahasia yang menawan, hikmah-hikmah dan hukum-hukum, janji dan ancaman serta berita gembira dan berita yang menakutkan, perintah-perintah dan larangan-larangan, kewajiban dan batasan-batasan dan hal lainnya yang dikandung oleh al-Qur'an. Hal itu semua demi kepentingan seluruh umat manusia baik di dunia maupun kelak di akhirat.
Satu ayat disebutkan diatas sebagai penamaan al-Qur'an dengan Qawl Tsaqîl terdapat pada surat al-Muzzammil, ayat 5

20. Qawl Fashl

Allah Ta'ala menamainya dengan Qawl Fashl (perkataan pemutus/pemisah) dalam satu ayat saja. Maknanya, bahwa al-Qur'an al-Karim merupakan fashl (pemutus/pemisah) antara al-Haq dan al-Bathil sebagaimana ia membedakan antara keduanya saat Allah Ta'ala menamainya Furqân.
Tidak dapat disangkal lagi, bahwa al-Qur'an membedakan antara tauhid dan kesyirikan, keadilan dan kezhaliman serta kebenaran dan kebohongan.

Secara umum, al-Qur'an al-Karim adalah pemisah/pemutus antara al-Haq dan al-Bathil; ia menjelaskan al-Haq, mengajak kepadanya dan mensugestinya; ia menjelaskan al-Bathil, melarang dan memperingatkan darinya. Al-Haq amat berhak untuk diikuti dan tentunya tidak ada setelah adanya al-Haq selain al-Bathil alias yang ada hanya al-Bathil bila al-Haq lenyap.

Satu ayat yang dinamai dengan Qawl Fashl tersebut adalah surat ath-Thâriq ayat 13 . Di dalamnya menunjukkan bahwa al-Qur'an adalah Kalamullah; huruf-huruf dan makna-maknanya.



(SUMBER: Buku "al-Hudâ Wa al-Bayân Fî Asmâ` al-Qur`ân, karya Syaikh. Shâlih bin Ibrahim al-Bulaihiy, dari hal. 174-202)

Penulisan Dan Kodifikasi Al-Qur`an

Penulisan Dan Kodifikasi Al-Qur`an
Penulisan dan kodifikasi (pengumpulan) al-Qur'an dilakukan dalam tiga tahapan:

Pertama, Pada masa Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam
Pada masa ini, lebih banyak bergantung kepada hafalan ketimbang tulisan karena daya ingat para shahabat sangat kuat, mereka sangat cepat dalma menghafal dan orang yang pandai tulis-baca langka serta terbatasnya alat-alat tulis. Oleh karena itu, pengkodifikasiannya tidak dimuat di dalam suatu Mushhaf akan tetapi siapa saja yang mendengar satu ayat, dia lalu menghafalnya atau menulisnya sebisanya pada pelepah korma, lembaran dari kulit, batu putih yang tipis dan tulang pundak (binatang), sedangkan para Qurrâ` (pembaca al-Qur'an dan penghafal) nya banyak sekali.

Di dalam Shahih al-Bukhariy dari Anas bin Malik radliyallâhu 'anhu dinyatakan bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam mengutus 70 orang yang dikenal sebagai Qurrâ`. Lalu mereka dihadang oleh dua perkampungan dari Bani Sulaim yaitu Ra'l dan Dzakwan di sebuah tempat bernama Bi`r Ma'ûnah, lalu membunuh mereka.

Selain mereka yang telah dibunuh dalam tugas tersebut, juga ada al-Khulafâ` ar-Rasyidun, 'Abdullah bin Mas'ud, Salim (Mawla Abu Hudzaifah), Ubay bin Ka'b, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Abu ad-Dardâ` radliyallâhu 'anhum.

Kedua, Pada masa Abu Bakar radliyallâhu 'anhu, tahun 12 H
Sebab utamanya adalah terbunuhnya sejumlah besar para Qurrâ` pada perang Yamamah, diantaranya Salim, Mawla Abu Hudzaifah yang merupakan salah seorang dari kalangan mereka yang Nabi perintahkan agar al-Qur'an ditransfer darinya.
Lalu Abu Bakar memerintahkan pengkodifikasian al-Qur'an agar tidak lenyap (dengan banyaknya yang meninggal dari kalangan Qurrâ`). Hal ini sebagaimana disebutkan di dalam Shahih al-Bukhariy bahwasanya 'Umar bin al-Khaththab memberikan isyarat agar Abu Bakar melakukan kodifikasi terhadap al-Qur'an setelah perang Yamamah, namun dia belum memberikan jawaban (abstain). 'Umar terus mendesaknya dan menuntutnya hingga akhirnya Allah melapangkan dada Abu Bakar terhadap pekerjaan besar itu. Lalu dia mengutus orang untuk menemui Zaid bin Tsabit, lantas Zaidpun datang menghadap sementara di situ 'Umar sudah ada 'Umar. Kemudian Abu Bakar berkata kepadanya (Zaid), "Sesungguhnya engkau seorang pemuda yang intelek, dan kami tidak pernah menuduh (jelek) terhadapmu. Sebelumnya engkau telah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam, karenanya telusuri lagi al-Qur'an dan kumpulkanlah." Zaid berkata, "Lalu akupun menelusuri al-Qur'an dan mengumpulkannya dari pelepah korma, lembaran kulit dan juga hafalan beberapa shahabat. Ketika itu, Shuhuf (Jamak dari kata Shahîfah, yakni lembaran asli ditulisnya teks al-Qur'an padanya) masih berada di tangan Abu Bakar hingga beliau wafat, kemudian berpindah ke tangan 'Umar semasa hidupnya, kemudian berpindah lagi ke tangan Hafshoh binti 'Umar. Mengenai hal ini, Imam al-Bukhariy meriwayatkannya secara panjang lebar.

Kaum Muslimin telah menyetujui tindakan Abu Bakar atas hal tersebut dan menganggapnya sebagai bagian dari jasa-jasanya yang banyak sekali. Bahkan 'Ali sampai-sampai berkata, "Orang yang paling besar pahalanya terhadap mushhaf-mushhaf tersebut adalah Abu Bakar. Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Dialah orang yang pertama kali melakukan kodifikasi terhadap Kitabullah."

Ketiga, Pada masa Amirul Mu'minin, 'Utsman bin 'Affan radliyallâhu 'anhu, tahun 25 H
Sebab utamanya adalah timbulnya beragam versi bacaan terhadap al-Qur'an sesuai dengan Shuhuf yang berada di tangan para shahabat, sehingga dikhawatirkan terjadinya fitnah. Oleh karena itu, 'Utsman memerintahkan agar dilakukan kodifikasi terhadap Shuhuf tersebut sehingga menjadi satu Mushhaf saja agar manusia tidak berbeda-beda bacaan lagi, yang dapat mengakibatkan mereka berselisih terhadap Kitabullah dan berpecah-belah.

Di dalam Shahih al-Bukhariy disebutkan bahwa Hudzaifah bin al-Yaman menghadap 'Utsman seusai penaklukan terhadap Armenia dan Azerbeijan. Dia merasa gelisah dan kalut dengan terjadinya perselisihan manusia dalam beragam versi bacaaan (Qirâ`ah), sembari berkata kepadanya, "Wahai Amirul Mukminin, lakukan sesuatu buat umat sebelum mereka berselisih pendapat terhadap Kitabullah ini seperti halnya yang terjadi terhadap kaum Yahudi dan Nasharani."

Lalu 'Utsman mengutus seseorang untuk menemui Hafshoh agar menyerahkan kepada beliau Shuhuf (lembaran-lembaran) yang berada di tangannya untuk disalin ke Mushhaf-Mushhaf, kemudian akan dikembalikan naskah aslinya tersebut kepadanya lagi. Hafshohpun menyetujuinya. Lalu 'Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, 'Abdullah bin az-Zubair, Sa'id bin al-'Ash, 'Abdurrahman bin al-Hârits bin Hisyam, lalu merekapun menulis dan menyalinnya ke dalam Mushhaf-Mushhaf.

Zaid bin Tsabit adalah seorang Anshar dan tiga orang lainnya berasal dari suku Quraisy. 'Utsman berkata kepada tiga orang dari Quraisy tersebut, "Bila kalian berselisih pendapat dengan Zaid bin Tsabit mengenai sesuatu dari al-Qur'an tersebut, maka tulislah ia dengan lisan (bahasa) Quraisy, sebab ia diturunkan dengan bahasa mereka." Merekapun melaksanakan perintah tersebut hingga tatkala proses penyalinannya ke Mushhaf-Mushhaf rampung, 'Utsmanpun mengembalikan naskah asli kepada Hafshoh, lalu 'Utsman mengirim ke setiap pelosok satu Mushhaf dari mushhaf-Mushhaf yang telah disalin tersebut dan memerintahkan agar al-Qur'an yang ada pada setiap orang selain Mushhaf itu, baik berupa Shuhuf ataupun Mushhaf agar dibakar. 'Utsman melakukan hal ini setelah meminta pendapat dari para shahabat radliyallâhu 'anhum. Hal ini sebagai diriwayatkan oleh Ibn Abi Daud dari 'Aliy radliyallâhu 'anhu bahwasanya dia berkata, "Demi Allah, tidaklah apa yang telah dilakukannya ('Utsman) terhadap Mushhaf-Mushhaf kecuali saat berada di tengah-tengah kami. Dia berkata kepada kami, ' Menurut pendapat saya, kita perlu menyatukan manusia pada satu Mushhaf saja dari sekian banyak Mushhaf itu sehingga tidak lagi terjadi perpecahan dan perselisihan.' Kami menjawab, 'Alangkah baiknya pendapatmu itu.'"

Mush'ab bin Sa'd berkata, "Saya mendapatkan orang demikian banyak ketika 'Utsman membakar Mushhaf-Mushhaf itu dan mereka terkesan dengan tindakan itu." Dalam versi riwayat yang lain darinya, "tidak seorangpun dari mereka yang mengingkari tindakan itu dan menganggapnya sebagai bagian dari jasa-jasa Amirul Mukminin, 'Utsman radliyallâhu 'anhu yang disetujui oleh semua kaum Muslimin dan sebagai penyempurna dari pengkodifikasian yang telah dilakukan khalifah Rasulullah sebelumnya, Abu Bakar ash-Shiddiq radliyallâhu 'anhu."

Perbedaan Antara Proses Kodifikasi Pada Masa 'Utsman dan Abu Bakar

Perbedaan antara proses kodifikasi pada masa 'Utsman dan Abu Bakar, bahwa tujuan pengkodifikasian al-Qur'an pada masa Abu Bakar radliyallâhu 'anhu adalah menghimpun al-Qur'an secara keseluruhan dalam satu Mushhaf sehingga tidak ada satupun yang tercecer tanpa mendorong orang-orang agar bersatu dalam satu Mushhaf saja, dan hal ini dikarenakan belum tampak implikasi yang signifikan dari adanya perbedaan seputar Qirâ`at sehingga mengharuskan tindakan ke arah itu.
Sementara tujuan kodifikasi pada masa 'Utsman adalah menghimpun al-Qur'an secara keseluruhan dalam satu Mushhaf namun mendorong orang-orang agar bersatu dalam satu Mushhaf saja. Hal ini, karena adanya implikasi yang sangat mengkhawatirkan dari beragam versi Qirâ`ah tersebut.

Jerih payah pengkodifikasian ini ternyata membuahkan mashlahat yang besar bagi kaum Muslimin, yaitu bersatu-padunya umat, bersepakatnya kata serta terbitnya suasana keakraban diantara mereka. Dengan terciptanya hal tersebut, maka kerusakan besar yang ditimbulkan oleh perpecahan umat, tidak bersepakat dalam satu kata serta menyeruaknya kebencian dan permusuhan telah dapat dibuang jauh-jauh. Hal seperti ini terus berlanjut hingga hari ini, kaum Muslimin bersepakat atasnya, diriwayatkan secara mutawatir diantara mereka melalui proses tranfer dari generasi tua kepada generasi muda dengan tanpa tersentuh oleh tangan-tangan jahat dan para penghamba hawa nafsu. Hanya bagi Allah lah, segala puji, Rabb lelangit dan Rabb bumi serta Rabb alam semesta.

(Diambil dari buku Ushûl Fi at-Tafsîr, karya Syaikh. Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Hal.21-23)

Seri Pengenalan Kitab-Kitab Tafsir-2 (Al-Khazin)

Seri Pengenalan Kitab-Kitab Tafsir-2 (Al-Khazin)
TAFSIR AL-KHAZIN

Nama Mufassir

Nama beliau adalah Abu al-Hasan, 'Aliy bin Muhammad bin Ibrahim asy-Syîhiy al-Baghdâdiy, asy-Syâfi'iy, seorang Sufi (ahli Tasawuf) yang lebih dikenal dengan nama al-Khâzin. Lahir tahun 678 H dan wafat tahun 741 H).

Nama Kitab

Namanya Lubâb at-Ta`wîl Fî Ma'âniy at-Tanzîl

'Aqidahnya

Beliau adalah seorang Mufassir yang banyak melakukan ta`wil (Mu`awwil), terutama terhadap kebanyakan ayat-ayat mengenai ash-Shifât (sifat-sifat Allah), dan terkadang menyebutkan pula madzhab Salaf dan Khalaf, tanpa menguatkan salah satu dari keduanya.

Spesifikasi Umum

Pengarang kitab ini meringkas kitabnya dari tafsir al-Baghawiy, mengoleksi semua tafsir-tafsir terdahulu dengan menukil atau meringkasnya. Dia tidak melakukan -sebagaimana dituturkannya sendiri- "Selain menukil dan meringkas, dengan cara menghindari pembahasan yang bertele-tele dan panjang membosankan" namun banyak sekali mengetengahkan wejangan-wejangan dan Raqâ`iq (penyucian diri/sentuhan-sentuhan kalbu).

Sikapnya Terhadap Hadits dan Sanad

Beliau mengetengahkan hadits-hadits nabawi ketika menafsirkan ayat-ayat atau menjelaskan hukum-hukumnya tanpa menyebutkan sanad-sanad (jalur trasmisi) -nya karena dia sudah membuangnya sebagaimana disebutkannya di dalam mukaddimah kitab, tetapi disertai penisbahan kepada Mukharrij (periwayat yang mengeluarkan hadits di dalam kitab yang dikarangnya), pensyarahan Gharîb al-Hadîts (ungkapan yang asing) dan hal yang berkenaan dengan faedah-faedah. Beliau juga interes terhadap penyebutan Ghazawât (peperangan) dan tarikhnya.

Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih

Beliau sangat interes terhadap aspek fiqih dan mengulasnya secara panjang lebar, khususnya di dalam menyebutkan madzhab-madzhab ulama dan dalil-dalil mereka namun begitu beliau juga banyak memasukkan di dalam tafsirnya hal-hal Furû' (cabang-cabang/sub-ordinat) yang terkadang tidak begitu terkait dengan keahlian seorang Mufassir.

Sikapnya Terhadap Qirâ`ât

Sama seperti Mufassir lainnya, Imam al-Baghawiy, yaitu menyinggung Qirâ`ât tanpa panjang lebar.

Sikapnya Terhadap Isrâ`îliyyât

Beliau menyebutkan sebagian Isrâ`îliyyât tetapi tidak mengomentarinya.

Sikapnya Terhadap Sya'ir, Kebahasaan Dan Nahwu

Beliau menghindari perluasan pembahasan tentang I'rab (uraian posisi kata per-kata) dan Balaghah namun menyebutkan sesuatu yang penting saja guna menyingkap makna ayat.

(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubîn Fî Manâhij al-Mufassirîn karya Abu 'Abdillah, Muhammad al-Hamûd an-Najdiy, Hal.28-29)

Seputar Makkiy Dan Madaniy

Seputar Makkiy Dan Madaniy
A. Pengertian

Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam secara terpisah selama 23 tahun dimana beliau lebih banyak menghabiskannya di Mekkah. Dalam hal ini, Allah Ta'ala berfirman (artinya),
"Dan al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian." (Q.s.,al-Isrâ`:106)

Oleh karena itu, para ulama membagi al-Qur'an kepada dua bagian, yaitu Makkiy dan Madaniy:
1. Makkiy adalah ayat/surat yang diturunkan kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam sebelum beliau berhijrah ke Madinah
2. Madaniy adalah ayat/surat yang diturunkan kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam setelah beliau berhijrah ke Madinah

Berdasarkan hal ini, maka firman Allah Ta'ala (artinya),
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu." (Q.s.,al-Mâ`idah:3)
Termasuk ayat Madaniyyah sekalipun diturunkan kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam pada saat haji Wadâ' di 'Arafah, Mekkah. (karena turun ketika Nabi sudah berhijrah ke Madinah-red.,)

Di dalam kitab Shahîh al-Bukhariy dari 'Umar bin al-Khaththab radliyallâhu 'anhu bahwasanya dia berkata, "Kami sudah mengetahui hari itu dan tempat dimana ayat tersebut diturunkan kepada Nabi. Ia turun saat beliau sedang berdiri (wuquf) di 'Arafah, pada hari Jum'at."

B. Keistimewaan Makkiy Atas Madaniy

1. Dari Sisi Uslub (Gaya Bahasa)
  • Bisanya ayat Makkiyyah memiliki uslub yang kuat dan Khithâb (gaya bicara) nya keras karena kebanyakan orang-orang yang diajak bicara masih menunjukkan keberpalingan dan kecongkakan sehingga yang pantas hanya gaya seperti itu. (silahkan baca dua surat: al-Muddatstsir dan al-Qamar)
    Sedangkan ayat Madaniyyah, biasanya memiliki uslub yang lembut dan Khithab-nya ringan (enteng) karena kebanyakan orang yang diajak bicara sudah menunjukkan sikap penerimaan dan ketundukan. (silahkan baca surat al-Maidah)
     
  • Biasanya ayat Makkiyyah singkat-singkat namun kuat hujjah (daya debat)-nya karena kebanyakan orang-orang yang diajak bicara masih menunjukkan sikap pembangkangan dan penentangan sehingga selayaknya diajak bicara sesuai dengan kondisi mereka. (Silahkan baca surat ath-Thur)
    Sedangkan ayat Madaniyyah, biasanya panjang-panjang dan menyebutkan tentang hukum-hukum secara bebas tanpa dimaksudkan untuk berhujjah (mendebat) karena kondisi orang-orang yang diajak bicara memang sudah layak demikian. (Silahkan baca ayat di dalam surat al-Baqarah)
2. Dari Sisi Tema
  • Biasanya pada ayat Makkiyyah terdapat penetapan tauhid dan 'aqidah yang lurus, khususnya yang berkenaan dengan tauhid Uluhiyyah dan iman kepada hari kebangkitan karena kebanyakan orang-orang yang diajak bicara masih mengingkari hal itu.
    Sedangkan pada ayat Madaniyyah, biasanya berisi rincian tentang masalah ibadah dan mu'malat karena orang-orang yang diajak berbicara sudah tertanam di hati mereka tauhid dan 'aqidah yang lurus sehingga mereka amat membutuhkan rincian tentang masalah-masalah ibadah dan mu'amalat tersebut.
     
  • Pada ayat Madaniyyah banyak menyinggung tentang jihad dan hukum-hukumnya serta orang-orang Munafiqun dan kondisi-kondisi mereka karena kondisinya memang menuntut demikian, yaitu telah disyari'atkannya jihad dan munculnya kaum Munafiqun. Hal ini berbeda dengan ayat-ayat Makkiyyah.
C. Faedah-Faedah Mengetahui Madaniy Dan Makkiy

Mengetahui Makkiy dan Madaniy merupakan salah satu dari jenis-jenis ilmu-ilmu al-Qur'an yang amat penting. Karena di dalamnya terdapat beberapa faedah, diantaranya:
  • Balaghah al-Qur'an tampil dalam tingkatannya yang paling tinggi dimana ia berbicara kepada setiap kaum sesuai tuntutan kondisi mereka; kuat dan keras atau lembut dan ringan (enteng).
     
  • Munculnya hikmah pensyari'atan dalam pencapaiannya yang paling tinggi. Yaitu, ia turun secara bertahap sedikit demi sedikit berdasarkan umat per-umat dengan melihat tuntutan kondisi orang-orang yang diajak bicara tersebut dan kesiapan mereka di dalam menerima dan melaksanakannya.
     
  • Mendidik para Da'i kepada Allah dan mengarahkan mereka agar mengikuti cara-cara al-Qur'an baik di dalam uslub ataupun temanya dengan melihat kondisi orang-orang yang diajak bicara. Yaitu, dengan memulai dari yang paling penting dan paling penting. Dalam artian, menggunakan cara keras pada tempatnya (momennya) dan cara ringan pada tempatnya pula.
     
  • Membedakan antara an-Nâsikh (ayat-ayat yang menghapus) dan al-Mansûkh (ayat-ayat yang dihapus) sekiranya terdapat dua ayat; satu Makkiyyah dan satu lagi Madaniyyah. Dalam hal ini, memang pada keduanya syarat-syarat Naskh (penghapusan) memang sudah teralisasi. Dengan begitu, ayat Madaniyyah adalah sebagai penghapus (Nâsikh) hukum yang berlaku pada ayat Makkiyyah karena ayat Madaniyyah datang belakangan.Wallâhu a'lam
(SUMBER: Ushûl Fi at-Tafsîr, karya Syaikh Muhammad bin Shâlih al-'Utsaimîn, h.16-18)

Seri Pengenalan Kitab-Kitab Tafsir-3 (Ibn Katsir)

Seri Pengenalan Kitab-Kitab Tafsir-3 (Ibn Katsir)
Nama Mufassir

'Imâd ad-Dien, Abu al-Fidâ`, Isma'il bin 'Umar bin Katsir ad-Dimasyqiy asy-Syafi'iy, seorang Imam, Hâfizh dan juga sejarawan.
Wafat tahun 774 H.

Nama Kitab

Tafsir al-Qur`ân al-'Azhîm

Spesifikasi Umum

Tafsir Ibn Katsir merupakan tafsir kategori Ma`tsûr yang paling masyhur dan menduduki peringkat ke-dua setelah Tafsir ath-Thabariy.
Tafsir ini juga interes terhadap segi periwayatan, yaitu menafsirkan Kitabullah dengan hadits-hadits dan atsar-atsar yang langsung disandarkan kepada para periwayatnya. Pengarangnya juga sangat memperhatikan sisi penyebutan ayat-ayat yang serupa dengan ayat yang ingin ditafsirkannya, yang dinamakan dengan Tafsir al-Qur`ân bi al-Qur`ân (penafsiran al-Qur'an dengan al-Qur'an sendiri).

'Aqidahnya

Beliau ber'aqidah Salaf dan hal ini tidak perlu diherankan karena beliau adalah salah seorang murid Syaikhul Islam, Ibn Taimiyyah rahimahumallah.
Beliau memiliki sebuah kita di dalam masalah 'aqidah berjudul "al-'Aqâ`id". Di dalam kitab ini, beliau menjelaskan 'aqidah Salaf berupa penetapan terhadap sifat-sifat Allah seperti mendengar, melihat, mata, wajah, ilmu, kalam (bicara), ridla, Sakhth (murka), cinta, benci, senang, tertawa dengan tanpa menyebutkan Takyîf (bagaimana caranya), Tasybîh (penyerupaan), Tahrîf (perubahan) dan Tabdîl (penggantian). Di dalam kitab tafsirnya, beliau menetapkan kebanyakan sifat-sifat tersebut secara global sementara sebagian orang menafsirkannya dengan Lâzim ash-Shifah (konsekuensi sifat itu) mengikuti cara Imam ath-Thabariy, seperti sifat malu dan mata.

Sikapnya Terhadap Sanad

Beliau mengetengahkan banyak hadits dan atsar dengan sanad-sanad (jalur-jalur transmisi)-nya dan interes terhadap penilaian riwayat-riwayat dari sisi keshahihan dan kelemahannya serta menyebutkan sisi al-Jarh wa at-Ta'dîl (metode kelaikan periwayatan) terhadap para periwayat, sebab beliau adalah seorang Hâfizh yang mengenal seni-seni hadits dan para periwayatnya, di samping beberapa karya-karya tulis lainnya.

Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih

Beliau mengetengahkan diskusi-diskusi fiqih, pendapat-pendapat para ulama dan dalil-dalil mereka ketika menafsirkan ayat-ayat tentang hukum akan tetapi tidak terlalu melebar dan mengarahkan siapa saja yang ingin menambah wawasannya kepada beberapa kitab fiqih.

Sikapnya Terhadap Qirâ`ât

Beliau menyinggung juga beberapa Qirâ`ât namun dengan sangat ringkas.

Sikapnya Terhadap Isrâ`îliyyât

Beliau memiliki kelebihan dengan mengkritisi riwayat-riwayat yang bernuansa Isrâ`îliyyât dan secara umum memberikan peringatan akan hal itu serta biasanya mengkritisinya manaka menyinggung tentangnya.

Sikapnya Terhadap Kebahasaan, Sya'ir Dan Nahwu

Sangat sedikit sekali beliau mengetengahkan hal yang terkait dengan I'râb (penguraian kedudukan suatu kata di dalam kalimat) dan Nahwu, demikian pula halnya dengan masalah sya'ir.

Catatan:

Untuk mengetahui lebih banyak tentang biografi Ibn Katsir, silahkan merujuk kitab-kitab berikut:
  • ad-Durar al-Kâminah, karya Ibn Hajar (I:399)
     
  • al-Badr ath-Thâli' karya az-Zarkasyiy (I:153)
     
  • Syazarât adz-Dzahab karya Ibn 'Imâd (VI:231)
     
  • Thabaqât al-Mufassirîn karya ad-Dâwûdiy (I:111-113)
     
  • 'Umdah at-Tafsîr karya Syaikh Ahmad Syâkir
(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubîn Fi Manâhij al-Mufassirîn, karya Abu 'Abdillah Muhammad al-Hamûd an-Najdiy, h.39-40)

Seri Pengenalan Kitab-Kitab Tafsir-4 (al-Qurthubiy)

Seri Pengenalan Kitab-Kitab Tafsir-4 (al-Qurthubiy)
Nama Mufassir

Imam Abu 'Abdillâh, Muhammad bin Ahmad bin Farh al-Anshâriy al-Khazrajiy al-Andalusiy al-Qurthubiy.
Wafat tahun 671 H.

Nama Kitab

Al-Jâmi' Li Ahkâm al-Qur`ân

'Aqidahnya

Dia seorang penganut aliran Asya'riyyah dan pena'wil (Cara seperti ini menyimpang dari manhaj Salaf-red.,). Hal ini dapat diketahui bila meneliti tafsirnya dan juga bukunya yang berjudul "al-Asnâ Fî Syarh Asmâ` al-Husnâ". Dalam bab Asmâ Wa ash-Shifât (Nama-Nama Dan Sifat-Sifat Allah) beliau menukilnya dari para imam-imam aliran Asy'ariyyah seperti al-Juwainiy, al-Bâqillâniy, ar-Râziy, Ibn 'Athiyyah dan sebagainya.
Di dalamnya, beliau juga membantah terhadap Ahli Tasawwuf dan mengingkari prilaku-prilaku dan ucapan-ucapan mereka yang bertentangan dengan syari'at.

Spesifikasi Umum

Mengenai spesifikasi kitabnya, pengarangnya sendiri menyatakan, "Ia merupakan catatan ringkas yang berisi beberapa poin; tafsir, sisi bahasa, I'râb, Qirâ`ât, bantahan terhadap aliran yang menyimpang dan sesat dan hadits-hadits yang banyak sekali sebagai penegas terhadap hukum-hukum dan nuzul Ayat-ayat yang kami sebutkan, mengoleksi makna-maknanya dan menjelaskan ungkapan-ungkapan yang rumit dengan mengetengahkan ucapan-ucapan para ulama Salaf, demikian juga ulama Khalaf yang mengikuti mereka."

Sikapnya Terhadap Hadits Dan Sanad

Beliau banyak mengetengahkan hadits-hadits Nabawi dan telah berjanji pada dirinya untuk menisbahkannya kepada para pengarangnya dan terkadang mengemukakan hadits-hadits tersebut tanpa sanad (mata rantai/jalur transmisi periwayatan) juga.

Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih

Beliau memaparkan secara panjang lebar ayat-ayat hukum, menyinggung berbagai permasalahan yang diperselisihkan dan terkait dengan ayat-ayat, baik dalam dimensi dekat ataupun jauh dengan menyertakan penjelasan dalil-dalil pendapat-pendapat tentang hal itu.
Beliau seorang yang Munshif (adil/moderat), tidak fanatik terhadap madzhabnya sendiri, yaitu madzhab Malikiy, tetapi tetap berjalan seiring dengan dalil.

Sikapnya Terhadap Qirâ`ât

Beliau menyinggung juga beberapa Qirâ`ât namun sedikit sekali.

Sikapnya Terhadap Isrâ`îliyyât

Di dalam Mukaddimah kitabnya ini, beliau berkata, "Dan saya mengesampingkan banyak sekali kisah-kisah dan berita-berita yang ditulis oleh sejarawan, kecuali hal yang memang dianggap perlu."

Sikapnya Terhadap Kebahasaan, Sya'ir Dan Nahwu

Beliau menyinggung juga tentang I'râb, menjelaskan lafazh-lafazh al-Qur'an yang asing,. Banyak sekali memutuskan sesuatu berdasarkan aspek bahasa, demikian juga mengambil dalil penegas dari sya'ir-sya'ir Arab.

Catatan:

Untuk mengetahui lebih banyak tentang biografi Imam al-Qurthubiy, silahkan merujuk kitab-kitab berikut:

1. Thabaqât al-Mufassirîn karya Imam as-Suyûthiy (88)
2. Syazarât adz-Dzahab karya Ibn 'Imâd (V:335)
3. Thabaqât al-Mufassirîn karya ad-Dâwûdiy (II:69-70)
4. Mu'jam al-Mufassirîn karya 'Adil Nuwaihidl (II:479)
(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubîn Fi Manâhij al-Mufassirîn, karya Abu 'Abdillah Muhammad al-Hamûd an-Najdiy, h.24-25)

Seputar Kemukjizatan al-Qur'an

Seputar Kemukjizatan al-Qur'an
Kemukjizatan al-Qur'an

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberi kepada Nabi kita, Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam banyak sekali mukjizat. Diantaranya, terbelahnya rembulan menjadi dua bagian, kerikil yang ada di tangannya mengucap kalimat tasbih, memancarnya air dari sela-sela jemarinya, serta beliau mampu mengubah makanan sedikit menjadi banyak hingga mencukupi kebutuhan orang banyak.

Dan, mukjizat paling agung yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada beliau adalah al-Qur'an. Al-Qur'an al-Adhim adalah mukjizat agung yang memberi khitab (perintah) kepada hati dan akal fikiran, dan dia adalah mukjizat yang kekal abadi sampai hari kiamat nanti. Dan, sungguh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah menantang kaumnya yang fasih (lancar dan benar tutur katanya) dan baligh (mendalam makna ucapannya) untuk membuat padanan atau tandingan yang menyerupai al-Qur'an ini, atau minimal satu surat yang menyerupainya, namun mereka tidak sanggup melakukannya. Hal ini dilakukan oleh beliau seiring dengan gencarnya permusuhan mereka yang mendorong mereka untuk menentang/melawan al-Qur'an demi untuk memusnahkan agama (Islam) ini. Akan tetapi, mereka sekali-kali tidak pernah menemukan cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Jika orang-orang Arab saja tidak sanggup membuat kitab tandingan yang menyamai al-Qur'an ini, maka tentunya selain mereka (non Arab) lebih tidak mampu lagi. Hal itu, mengingat orang-orang Arab yang merupakan obyek pertama diturunkannya al-Qur'an tersebut, adalah para pakar yang memiliki kemampuan berbahasa secara fasih dan baligh. Dan, sejarah telah mencatat bahwasanya al-Qur'an merupakan bukti kemukjizatan, maka tidak ada satu pun orang yang mengaku dirinya sanggup membuat kitab yang menyerupai al-Qur'an ini.

"Dan sesungguhnya al-Qur'an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (al-Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari (Rabb) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji." (QS. Fushshilaat: 41-42)

”Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir." (QS. Al-Baqarah : 23-24)

Al-Qur'an Sebagai Pola Baru Mukjizat

Al-Qur'an adalah sebuah mukjizat yang berbeda dengan mukjizat-mukjizat para rasul seluruhnya. Karena, dia adalah mukjizat yang kekal abadi untuk selamanya, tidak akan musnah bersamaan dengan wafatnya seorang rasul yang menerimanya, sebagaimana al-Qur'an merupakan/berisi kisah tentang keadaan (kondisi) para rasul terdahulu. Dia adalah mukjizat yang memberi khitab (perintah) kepada akal fikiran dan hati, sebagaimana dia juga memberi khitab kepada fitrah manusia sepanjang masa dan tempat. Sungguh mukjizat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah mukjizat yang terbaca, yaitu al-Qur'an. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Tiadalah diantara para nabi seseorang yang diangkat nabi melainkan dia sungguh dikaruniai bukti-bukti (mukjizat) serupa yang telah dipercayai oleh manusia, sedangkan yang dikaruniakan kepadaku adalah wahyu yang diwahyukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepadaku, dan aku berharap agar aku menjadi seorang diantara mereka yang paling banyak pengikutnya nanti pada hari kiamat." [1]) 9 [1] . Muttafaq'alaih, Lihat kitab Misykaat al-Mashaabiih, 3/124

Tidaklah Allah Subhanahu wa Ta'ala berkehendak untuk menjadikan mukjizat rasul terakhir ini berupa suatu yang inderawi (hissiyah) yang barangkali akan membuat orang yang melihatnya lupa begitu saja. Kalaupun seandainya Allah Subhanahu wa Ta'ala berkehendak, niscaya Dia pasti menurunkan mukjizat besar yang mampu melipat-lipat leher (baca: menundukkan) orang-orang yang menyaksikannya, sehingga mereka tidak bisa lagi membantah dan mengingkari mukjizat tersebut. " Jika Kami kehendaki niscaya Kami menurunkan kepada mereka mukjizat dari langit, maka senantiasa kuduk-kuduk mereka tunduk kepadanya." (QS. Asy-Syu'araa:4)

Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menghendaki agar kerasulan ini menjadi kerasulan yang terbuka bagi umat seluruhnya dan generasi seluruhnya, dan bukan merupakan kerasulan yang tertutup bagi generasi di suatu zaman dan tempat tertentu. Maka, dia juga merupakan mukjizat yang terbuka bagi orang dekat dan jauh, bagi seluruh umat dan seluruh generasi yang ada. Sementara, mukjizat-mukjizat lainnya hanya akan menundukkan orang-orang yang menyaksikannya saja, lalu setelah itu, dia hanya tinggal sebagai kisah yang akan diceritakan, bukan suatu realitas yang kasat mata. Inilah mukjizat Nabi kita, Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang setelah lebih dari empat belas abad lamanya masih tetap menjadi kitab yang terbuka dan manhaj yang tertulis. Yaitu, kitab yang dijadikan pegangan/pedoman oleh umat sekarang ini sepanjang hidup mereka –-seandainya mereka diberi petunjuk untuk menjadikannya sebagai pemimpin mereka— dan kitab yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka dengan sempurna, serta yang menggiring mereka setelah itu (baca: kematian), ke alam yang lebih baik, cakrawala yang lebih tinggi, dan tempat persemayaman yang lebih ideal.

Beberapa Aspek Kemukjizatan Al-Qur'an

Al-Qur'an bisa dikatakan mukjizat dalam semua aspek dan sudut pandangnya:
  • Dia merupakan mukjizat dalam susunan ta'bir (penuturan kalimat)nya dan dalam rangkaian seninya berdasarkan keistiqamahan atau konsistensinya terhadap satu kekhususan di dalam satu tingkatan, tidak berbeda-beda dan tidak berlapis-lapis. Dan, kekhususan-kekhususannya tersebut tidak akan terbelakang sebagaimana dia berisikan tentang keadaan perilaku-perilaku manusia. Sekalipun di sana tampak adanya peningkatan dan penurunan, kekuatan dan kelemahan dalam perilaku seseorang yang bisa berubah-ubah keadaannya, namun kekhususan-kekhususan al-Qur'an dalam konteks ta'bir ini akan tetap eksis pada satu rangkaian dan satu tingkatan, stabil dan tidak akan terbelakang, yang menunjukkan pada sumbernya yang tidak akan berbeda-beda keadaannya (konstan).
     
  • Dia merupakan mukjizat dalam bangunannya, dan dalam keteraturan dan saling melengkapi antar bagian-bagiannya. Maka, tidak ada kesalahan dan kerancuan (kontradiksi) di dalamnya. Setiap taujihat (arahan-arahan)nya akan saling bertemu, tersusun rapi, dan saling melengkapi, serta meliputi kehidupan manusia, mengupasnya secara tuntas, menjawab permasalahannya, dan memotivasinya, tanpa ada satu pun bagian dari manhaj sempurna ini yang bertentangan dengan bagian yang lain, dan tanpa ada sedikit pun darinya yang berbenturan dengan fitrah manusia, sekalipun fitrah manusia cenderung mengabaikannya. Semuanya diikat pada satu poros di dalam kesesuaian yang tidak mungkin terjangkau oleh pengalaman manusia yang terbatas. Dan, mesti harus ada pengetahuan bersifat komperhensif yang tidak terikat dengan waktu dan tempat, yang berada di dalam wilayah cakupannya dan peraturannya.
     
  • Dia merupakan mukjizat dalam hal kemudahan untuk masuk ke dalam hati dan sanubari manusia, memegang kunci-kuncinya, membuka pintu-pintu penutupnya, menampung berbagai media perasaan/emosi dan reaksi di dalamnya, serta menangani berbagai kesulitan dan problematikanya secara luwes dan mudah lagi menakjubkan, juga dalam hal mendidiknya dan mengarahkannya sesuai manhajnya dengan melalui sentuhan yang paling lunak, tanpa ada kerumitan, ketimpangan, dan kesalahan.

    Dan, dia juga merupakan mukjizat dalam hal pemberitahuannya tentang perkara-perkara gaib yang ada di balik alam kasunyatan (alam realita), seperti alam malaikat, jin, hari akhir, serta hal-hal gaib yang telah lalu dan yang akan datang. Dan, apa yang tersingkap oleh ilmu manusia dari sejarah manusia, juga berbagai peristiwa yang menimpanya, akan membenarkan apa yang telah dibawa oleh Nabi yang ummi ini, yang tidak bisa menulis maupun membaca kitab.
     
  • Dia merupakan mukjizat di dalam apa yang dikabarkan sebagai hakikat alam, yang tidak seorang pun manusia mendapat petunjuk untuk mengetahuinya, dan menyingkap sebagian rahasia-rahasianya, selain hanya satu hadis (perkataan) saja.
     
  • Serta, dia merupakan mukjizat di dalam syariat dan hukum-hukumnya, yaitu dalam hal kesempurnaan, kemuliaan, kelayakannya bagi manusia sepanjang masa.
Mukjizat Ilmiah Di Dalam al-Qur'an

Yang menarik di dalam al-Qur'an ini adalah bahwa kemukjizatannya akan selalu baru sepanjang zaman. Maka, setiap kaum akan sampai kepada mereka al-Qur'an ini, sehingga mereka bisa melihat kandungannya dengan mata penglihatan orang yang mencari ibrah dan mau membuka mata. Mereka akan mendapati di dalamnya tanda-tanda dan bukti-bukti yang bisa menguatkan bagi mereka bahwasanya al-Qur'an berasal langsung dari sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Sementara kita pada saat ini mampu menghasilkan ilmu-ilmu yang dapat menyingkap sesuatu yang merupakan bagian dari rahasia-rahasia alam. Maka, kita pun meneliti galaksi (tempat-tempat bintang), peredarannya, bentuknya, dan muatannya, sebagaimana para pakar meneliti proses penciptaan makhluk beserta rahasia-rahasia di balik makhluk-makhluk tersebut. Mereka meneliti atom dan sel tubuh, serta menyelami dasar bumi dan lautan. Namun, tiba-tiba kita dikejutkan oleh tesis yang menyatakan bahwa kebanyakan hakikat yang dicapai oleh para pakar tersebut setelah melalui berbagai kajian yang panjang dan jerih payah yang meletihkan ternyata telah dibicarakan atau telah disinyalir secara jelas oleh al-Qur'an al-'Adhim sebelumnya.

Semua inilah yang semakin menambah dan memperdalam keimanan, dan membuktikan bahwa al-Qur'an al-'Adhim ini diturunkan langsung dari sisi Allah, Dzat Yang Maha Tahu, Maha Bijaksana, lagi Maha Mengetahui. Al-Qur'an ini adalah perkataan/ucapan sekaligus perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala, sedangkan makhluk adalah buatan dan ciptaan-Nya. Maka, jika Sang Pencipta membicarakan ciptaan-Nya, dan menuturkan sesuatu dari hakikat makhluk ciptaan-Nya tersebut, maka sudah pasti akan terjadi persesuaian antara khabar qauli (berita yang bersifat ucapan) dengan khalq kauni (penciptaan yang bersifat alamiah). Karena, ucapan tersebut adalah ucapan Allah sendiri, dan ciptaan itu pun adalah ciptaan-Nya sendiri." Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam." (QS.Al-''Araaf:54)

Sedangkan jiwa manusia akan sepenuhnya berserah diri manakala mengetahui rahasia-rahasia yang terlupakan yang tidak pernah diketahui oleh manusia sebelumnya. Kemudian, ternyata jiwa tersebut mendapati bahwa Nabi berkebangsaan Arab yang ummi, tidak bisa menulis, tidak bisa membaca, tidak pernah mengeyam pendidikan di perguruan tinggi, dan tidak pernah belajar pada seorang guru dari keturunan Nabi Adam 'Alaihissalaam, membicarakan atau mensinyalir tentang hakikat ilmiah tersebut. Maka, kalau bukan al-Qur'an ini merupakan wahyu dari Sang Pencipta, niscaya Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah mampu menetapkan hakikat-hakikat samar ini, juga rahasia-rahasia tersembunyi yang tidak pernah diketahui oleh manusia sebelum masa ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman," Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (al-Qur'an) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang memgingkari(mu)." (QS. Al-'Ankabuut:48)

Pendeta Nasrani Menggunakan Teks-Teks Ilmiah Di Dalam Kitab Taurat Untuk Mengajak Orang-Orang Komunis Masuk Agama Nasrani

Seorang pendeta Nasrani telah menggunakan metode ini dalam mendakwahkan agama Nasrani. Pernah terdapat 12 mahasiswa berasal dari China yang belajar di universitas California, USA, menghadap kepada seorang pendeta yang bernama Barkeley, dan meminta kepadanya agar menyusunkan jadwal kajian mereka seputar agama Nasrani pada hari-hari minggu. Tujuan mereka di balik semua itu, adalah untuk mengenal seberapa jauh pengaruh agama terhadap kebudayaan Amerika.

Lalu, pendeta tersebut memanggil seorang ilmuwan pakar matematika dan astronomi yang bernama Prof. Peter dan Stoner, dan meminta darinya agar menangani masalah pengajaran terhadap para pemuda China tersebut.

Selanjutnya, guru besar dalam bidang matematika dan astronomi ini memilih pembahasan sifr at-takwiin (bagian kitab perjanjian lama tentang penciptaan) dari kitab Taurat. Di dalam pembahasan ini terdapat beberapa maklumat (data) yang membicarakan tentang permulaan alam (kosmos). Sang professor ini tidak mengajarkan Taurat kepada mereka dengan metode tradisional (konvensional), dan dia bersama sejumlah mahasiswa China tersebut menghabiskan musim dingin untuk mempelajari berbagai data tersebut, lalu mereka mencatat dalam setiap kajian tersebut berbagai pertanyaan yang muncul dalam benak fikiran mereka seputar apa yang mereka dengarkan. Setelah itu, mereka merujuk kepada kitab-kitab ilmiah yang ada di perpustakaan universitas untuk meneliti kebenaran yang telah dibicarakan oleh sifr at-takwiin ini. Yaitu, sebuah tahapan yang merujuk kepada kehidupan sehari-hari Nabi Musa 'Alaihissalaam sebelum beberapa ribu tahun yang lalu. Dan, setelah melakukan berbagai kajian panjang secara kontinyu, para mahasiswa tersebut akhirnya memeluk agama Nasrani. [2] . Cobalah tengok peristiwa ini di dalam kitab "Al-Islaam Yatahaddaa" karangan Wahiduddin Khan, hal. 121, dan penulis telah menukil dari pengarang kitab tersebut di dalam kitabnya, " The Evidence of God" P.P. 137-38.

Kita hakikatnya mengimani kitab Taurat dan Injil. Namun, ternyata teks-teks yang terkandung di dalamnya telah banyak mengalami perubahan, penyelewengan, dan penggantian redaksi, yaitu akibat upaya penerjemahan yang dilakukan secara terus-menerus dari satu bahasa ke bahasa lainnya, dan karena ulah tangan para ulama sesat yang telah menyelipkan/memasukkan di dalam kedua kitab ini sesuatu yang bukan darinya, dan sebaliknya mereka membuang dari keduanya teks-teks yang tidak berpihak kepada mereka. Maka, selebihnya adalah kebenaran yang masih tersisa di dalamnya bercampur dengan banyak sekali kebatilan. Sedangkan al-Qur'an adalah kitab samawi yang terakhir, yang tidak pernah berubah-ubah dan berganti-ganti redaksi, dan hakikat-hakikat alam yang terkandung di dalamnya pun sangat banyak dan terbukti kevalidannya.

Beberapa Contoh Dari Kemukjizatan Ilmiah Di Dalam Al-Qur'an

Sebenarnya tulisan dalam konteks semacam ini telah banyak ditulis. Namun, di sini, saya akan menyebutkan beberapa contoh saja. Diantaranya:
  • Tahapan penciptaan janin. Al-Qur'an menguraikan tahapan-tahapan ini secara terinci dan akurat, dan tidak ada diantara para ulama yang pernah mengetahui rincian-rincian ini selain baru-baru ini saja.

    Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
    " Hai manusia, kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur); maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari seumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepadamu." (QS. Al-Hajj:5)

    " Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik." (QS. Al-Mu'minuun: 12-14)

    Cobalah kamu merujuk kepada sumber-sumber medis yang membahas tentang penciptaan janin, apakah kamu menemukan di dalam apa yang telah dikatakan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada kita tersebut, sesuatu yang bertentangan dengan hakikat-hakikat yang telah disebutkan oleh Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui ini?
     
  • Kotoran yang terdapat di dalam darah haidh. "Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:"Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. " (QS. Al-Baqarah:222).

    Bagi para ilmuwan zaman sekarang telah nyata/terbukti, bahwa darah haidh merupakan darah rusak, yang mengandung banyak virus dan berbagai macam bakteri (kuman). Jika seseorang lelaki menggauli istrinya di tengah-tengah masa haidh, maka dikhawatirkan dia akan terkena peradangan dan penyakit-penyakit yang akan menyiksanya.

    Di samping itu, alat kelamin (organ seksual) pada wanita tersebut akan terinjeksi sewaktu haidh, khususnya rahim yang akan terinjeksi sampai mengalami hemophilia (kehabisan darah). Jika seorang lelaki menggauli istrinya, maka itu akan berakibat terkoyaknya dinding-dinding rahim wanita, hingga tersebarlah penyakit menular melalui berbagai virus yang ada pada dinding-dinding tersebut ke bagian-bagian tubuh lainnya, yang mana itu sangat berpengaruh pada kesehatan wanita tersebut. Kemudian, di sana juga terdapat kotoran dari jenis ketiga, yaitu gangguan psikis yang akan menimpa kedua pasangan suami-istri tersebut. Maka, kebanyakan lelaki dan perempuan akan dirundung rasa ketakutan dan kepanikan jiwa (nervous), yang akan berakibat pada penyakit lemah syahwat yang terkadang sangat parah.
     
  • Tempat urat-urat saraf yang akan merasa (sakit) bila terbakar dan tertimpa musibah. Urat-urat saraf ini hanya berada di dalam kulit saja. Karenanya, kalau seandainya usus-usus manusia diputus setelah dibelah perutnya, maka dia tidak akan merasa usus-ususnya terputus. Dan, al-Qur'an telah mensinyalir hakikat ini di dalam firman Allah yang berbunyi, "Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. An-Nisaa:56)

    Dan, tidak bertentangan dengan semua ini dengan adanya manusia yang merasakan dingin dan panas di dalam usus-ususnya. Karena, yang ada di dalam kulit adalah urat-urat saraf yang merasakan sakit karena tertimpa musibah dan kebakaran. Sementara, di sana masih terdapat banyak sekali urat-urat saraf lainnya yang tersebar di dalam anggota tubuh manusia.
     
  • Alam yang membentang luas, "Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya." (QS. Adz-Dzaariyaat:47)

    Kalangan mereka yang tidak pernah membaca al-Qur'an, namun mengkaji tentang ciptaan/makhluk Allah Subhanahu wa Ta'ala, akan saling bertanya-tanya, "Apakah bentuk ruang angkasa yang meliputi kita ini?" Dan, sebagai jawaban dari pertanyaan ini, mesti dikatakan bahwasanya ruang angkasa tidak mempunyai bentuk tertentu, mengingat dia akan terus-menerus mengalami perluasan.

    Berkaitan dengan pembahasan ini, DR. Eddington berkata, "Bisa saja kita memberi perumpamaan pada bintang-bintang dan galaksi, dan seolah-olah mereka berdiri di atas permukaan balon karet yang ditiup secara terus menerus. Dan begitulah, bahwasanya benda-benda langit ini akan menjauh dari sebagian benda langit lainnya lebih banyak dan lebih banyak lagi, akibat adanya proses penggelembungan. Seperti suatu unsur yang terlepas dari gerakan-gerakan yang biasanya, dan dari ekses-ekses yang ditimbulkan oleh adanya daya gravitasi diantaranya."

    Dan, setelah perkataan Prof. Eddington ini, seseorang bernama Julian berkata, "Alam ini memiliki kecenderungan alamiah untuk bertambah luas/lebar, yang kira-kira bisa menandingi daya gravitasi yang terdapat dalam suatu materi (benda)…. Sesungguhnya separoh wilayah ruang angkasa pada saat ini, tidak kurang dari sepuluh kali lipat dari separoh wilayahnya yang asli, menurut hitungan-hitungan Professor (Eddington). Dan, jumlah luas yang sebenarnya akan bertambah secara terus-menerus, …. Sedangkan jumlah pertambahannya ini akan membesar pada waktu-waktu mendatang." [3]
     
  • Matahari yang berjalan di ruang angkasa. Sebelumnya terdapat dugaan kuat bahwasanya matahari berputar mengitari bumi, lalu belakangan terbukti oleh para ilmuan bahwasanya bumilah yang berputar mengitari matahari. Namun, para ilmuwan tersebut telah membuat kesalahan ketika mereka mengklaim bahwasanya matahari tersebut diam (tidak bergerak). Terakhir kali, nyatalah bagi mereka bahwasanya matahari berjalan dengan kecepatan yang luar biasa. Dan, ungkapan yang paling sesuai berkenaan dengan gerakannya ini, adalah "berlari". Maha Benar Allah Subhanahu wa Ta'ala, ketika mengatakan, "Dan matahari berjalan di tempat peredarannya.Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." (QS. Yaasiin:38)
     
  • Di dalam madu terdapat kesembuhan bagi manusia. Belum sampai tiga puluh tahun lamanya, di Amerika beredar isu bahwasanya madu bisa menularkan kuman (bibit penyakit). Dan, bahkan belum terlihat manfaat-manfaat madu secara medis oleh para ilmuan, kecuali baru-baru ini saja. Dan , kini, madu terdapat di dalam lebih dari lima puluh obat, dan telah terbukti bagi para dokter bahwasanya madu bisa membunuh kuman. Maka, tidak ada satu pun kuman yang bisa hidup di dalamnya. Juga, telah terbukti bagi mereka bahwasanya madu merupakan obat yang bagus bagi umumnya jenis penyakit, seperti kekurangan darah (anemia), penyakit paru-paru, penyakit alat/saluran pernafasan, penyakit mata, penyakit kulit, dan masih banyak lagi yang lainnya. [4] Maha Benar Allah Subhanahu wa Ta'ala, ketika mengatakan,"Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia." (QS. An-Nahl: 69)