SEPUTAR SHALATShalat merupakan rukun Islam yang kedua dan
diwajibkan pada waktu yang telah ditentukan. Shalat adalah salah satu ibadah
mahdhah (murni) yang harus dilaksanakan dengan niat yang ikhlas karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan sesuai yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Mengenai bacaan-bacaan dalam shalat, baik yang fardhu maupun yang
sunnah, juga harus sesuai contoh yang diberikan Rasululah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, yang banyak diriwayatkan dalam hadits-hadits yang shahih.
#
“
Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR.
Bukhari, Muslim dan Ahmad).
# “
Barangsiapa beramal suatu amalan yang
tidak ada petunjuk dari kami, maka amalan itu ditolak.” (HR.
Muslim).
Shalat yang didirikan sebanyak lima kali setiap hari, dengannya
akan didapatkan bekas/pengaruh yang baik bagi manusia dalam suatu masyarakatnya
yang merupakan sebab tumbuhnya rasa persaudaraan dan kecintaan diantara kaum
muslimin ketika berkumpul untuk menunaikan ibadah yang satu di salah satu dari
sekian rumah milik Allah Subhanahu wa Ta'ala (masjid).
# "
Shalat lima
waktu, shalat Jum'at ke shalat Jum 'at lainnya, dan Ramadhan ke Ramadhan
berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antaranya jika dosa-dosa
besar ditinggalkan” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i)
Vitalitas shalat di
antara sekian banyak ragam ibadah adalah aksioma yang sudah mengakar dalam
aqidah dan keyakinan seorang mukmin. Betapa tidak? Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman tentang shalat dua kali, dalam deretan syarat keberuntungan mukmin di
hadapan Allah yaitu:
# "
Sungguh beruntung orang-orang yang beriman;
Yaitu orang-orang yang khusu' dalam shalatnya... " sampai akhir ayat: " ...Yaitu
orang-orang yang selalu melihara shalat-shalat mereka... (Al-Mukminun:
1-9)
# "
Kemudian Allah menganugerahkan bagi mereka Jannah Firdaus nan
abadi." (Al-Mukminun: 10)
Dengan shalat, pribadi mukmin dapat
menggapai puncak kebahagian tertinggi, sebagaimana tersebut di atas; dan jika
serampangan menunaikannya, seorang mukmin juga bisa terperosok ke jurang Neraka
Jahanam.
# "
Maka Narr Wail bagi mereka yang shalat; yaitu orang-orang
yang melalaikan shalatnya itu." (Al-Ma'un: 3-4)
Orang-orang yang
menyadari betapa penting kedudukan dan martabat shalat dalam Islam, serta
mengetahui bagaimana cara melaksanakannya dengan sebaik-baiknya akan memperoleh
pahala, keutamaan, dan kemuliaan.
# Berbeda halnya dengan keadaan
seseorang yang tidak tahu sama sekali atau sedikit tahu tentang cara shalat yang
dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana beliau
isyaratkan dalam sabdanya:
"
Sesungguhnya hamba yang melakukan shalat yang
diwajibkan kepadanya ada yang mendapat ganjaran sepersepuluhnya, ada yang
mendapat sepersembilannya, ada yang mendapat seperdelapannya, ada yang mendapat
sepertujuhnya, ada yang mendapat seperenamnya, ada yang mendapat seperlimanya,
ada yang mendapat seperempatnya, ada yang mendapat sepertiganya, atau ada yang
mendapat setengahnya.” (HR. Ibnu Mubarak, Abu Dawud, dan Nasa'i dengan sanad
jayyid)
Allah telah mengecualikan orang-orang yang senantiasa memelihara
shalatnya dari kebiasaan buruk manusia pada umumnya, yaitu berkeluh kesah dan
kurang bersyukur, sebagaimana disebutkan dalam fiman-Nya:
#
“
Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan keluh kesah lagi kikir;
apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabi1a ia mendapat kebaikan
ia amat kikir, kecuali orang-orang yang shalat.” (Al-Ma'aru:
19-21)
Shalat adalah media efektif untuk mengerem manusia dari berbagai
perbuatan maksiat dan kemungkaran:
# “
Dan dirikanlah shalat,
sesungguhnya shalat itu (dapat) mencegah perbuatan keji dan mungkar.”
(Al-Ankabut: 45)
Sebagai makhluk sosial, manusia juga pasti dilingkungi
oleh komunitas hidup yang akrab dengan beragam problematika. Ketabahan jiwa
menghadapi berbagai persoa1an menjadi senjata ampuh menuju kebahagiaan hidup.
Bagi seorang mukmin, tentu saja hubungan yang menyeluruh dan berkualitas dengan
Sang Maha Pencipta, yang tak lain adalah shalat:
#
Hai orang-orang
yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153)
Gelombang
kehidupan yang terkadang bergolak amat keras juga seringkali
mengombang-ambingkan seorang mukmin antara ketaatan dan
kemaksiatan.
Kitabullah sebagai pegangan, haruslah kita pelihara dengan
sekuat tenaga.
Salah satu di antara kiat jitu melanggengkan sikap
konsistensi kita berpegang kapada hukum ilahi adalah dengan memperbaiki kualitas
shalat:
# "
Dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Al-Kitab
(Taurat) serta mendirikan shalat, (akan Kami beri pahala) karena sesungguhnya
Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang yang mengadakan perbaikan."
(Al-A'raf: 170)
Oleh sebab itu, di antara hal paling penting dari
perintah Allah yang harus disosialisasikan dalam keluarga adalah juga, shalat.
Melalaikan shalat adalah malapetaka. Sebaliknya, menyibukkan diri dengan ibadah
tak akan membuat manusia celaka, sengsara ataupun merana.
# "
Dan
perintahkanlah kepada keluarga kamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta dari kamu rezki. Kamilah yang akan
memberimu rezki. Dan akibat (yang baik) itu ada1ah bagi orang-orang yang
bertakwa." (Ath-Thaha: 132)
A.
PENETAPAN SHALATDiantara sekian banyak bentuk ibadah dalam Islam,
shalat adalah yang pertama kali di tetapkan kewajibannya oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala, dimana Nabi menerima perintah dari Allah tentang shalat pada malam
mi'raj (perjalanan ke langit) tanpa perantara.
Abu Dzar radhiallahu anhu
mengabarkan, Muhammad Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda bahwa
ketika beliau berada di Hatim (dekat Ka'bah), Jibril 'alaihi sallam
mendatanginya dan membelah dadanya kemudian membersihkannya dengan air zamzam.
Setelah itu Jibril mengambil sebuah bejana emas penuh berisi hikmah dan iman,
lalu menuangkannya ke dada beliau. sesudah itu Jibril menutup dada beliau
kembali.
Selanjutnya Jibril ‘alaihi sallam memegang tangan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, dan membawanya naik ke langit dunia. Sesampai di
langit Malaikat Jibril meminta kepada penjaganya agar dibukakan
pintu.
"Siapakah itu?" tanya Malaikat penjaga langit. "Aku
Jibril."
"Siapakah yang bersama engkau?"
"Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam "
"Apakah dia sudah mendapat panggilan?"
"Ya, dia telah mendapat
panggilan."
Setelah mendengar jawaban malaikat Jibril, penjaga langit
dunia itu membuka pintu dan mengucapkan sambutan kepada Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam. Di langit pertama Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam melihat seorang lelaki yang di sebelah kanan dan kirinya samar-samar
tampak wujud-wujud hitam. Apabila lelaki itu melihat ke sebelah kanan, dia
tertawa. Sebaliknya jika lelaki itu menengok ke sebelah kirinya, dia
menangis.
"Selamat datang, hai Nabi dan anak yang saleh." Sambut lelaki
tersebut.
"Siapakah dia, hai Jibril?" tanya Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam.
Jibril 'alaihi sallam menjelaskan, "Dialah Adam
'alaihi sallam. Yang tampak hitam di kanan kirinya itu ialah ruh umatnya. Yang
sebelah kanan calon penduduk surga, sedangkan yang di sebelah kirinya (calon)
penduduk neraka. Karena itu jika menengok ke kanan dia tertawa, dan apabila
menengok ke kiri dia menangis."
Kemudian Malaikat Jibril 'alaihi sallam
membawa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke langit kedua, ketiga
dan seterusnya. Setiap akan naik ke langit berikutnya, Malaikat Jibril 'alaihi
sallam memohon kepada penjaga pintu langit masing-masing untuk membukakan
pintunya dan terjadilah dialog sebagaimana ketika akan memasuki langit pertama.
Di langit-langit selanjutnya, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
bertemu dan diperkenalkan oleh Jibril 'alaihi sallam dengan Nabi Idris 'alaihi
sallam, Nabi Isa 'alaihi sallam, Nabi Musa 'alaihi sallam, dan Nabi Ibrahim
'alaihi sallam. Di setiap langit itu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
selalu mendapatkan sambutan yang baik dari para Nabi 'alaihi sallam itu
sebagaimana sambutan yang telah diberikan oleh Nabi Adam 'alaihi
sallam.
Ibnu Syihab mendengar dari Ibnu Hazm bahwa Ibnu Abbas radhiallahu
anhu dan Abu Habbah Al Anshori radhiallahu anhu mengungkapkan, Muhammad
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda bahwa selanjutnya beliau
dibawa naik ke Mustawa, dimana beliau mendengar goresan kalam. Lalu Allah
Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan atas umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam shalat limapuluh kali sehari semalam. Setelah itu Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam turun kembali membawa perintah tersebut dan bertemu Nabi Musa
'alaihi sallam.
"Kewajiban apa yang diperintahkan Tuhanmu atas umatmu?"
tanya Nabi Musa 'alaihi sallam.
"Allah memerintahkan shalat wajib lima
puluh kali," jawab Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Kembalilah
menghadap Tuhanmu," saran Nabi Musa 'alaihi sallam. "Sungguh umatmu tidak akan
sanggup melakukan shalat sebanyak itu."
Karena itu Muhammad Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam kembali menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengurangi perintah shalat menjadi separohnya.
Kemudian beliau kembali kepada Nabi Musa dan menceritakan kewajiban shalat yang
sudah dikurangi setengahnya.
"Kembalilah menghadap Tuhanmu," saran Nabi
Musa 'alaihi sallam untuk kedua kalinya. "Sungguh umatmu tidak akan sanggup
melakukan shalat sebanyak itu."
Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam kembali menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala (beberapa kali
lagi). Akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan kewajiban shalat hanya lima
waktu namun nilainya sama dengan shalat lima puluh kali. Dan Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman: "Keputusan ini tidak dapat dirubah lagi."
Sesudah itu
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menemui Nabi Musa 'alaihi sallam
lagi. Dan untuk kesekian kali beliau menyarankan agar Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam menghadap kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Aku malu terhadap
Tuhanku."
Selanjutnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
menceritakan, "Lalu Jibril 'alaihi sallam membawaku melanjutkan perjalanan
sampai di Sidratul Muntaha. Tempat tersebut diselimuti aneka warna yang tidak
aku ketahui namanya. Kemudian aku dimasukkan ke surga. Di dalamnya terdapat
kubah-kubah dari permata dan tanahnya dari kasturi. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Keterangan:Imam Muslim menerangkan hadits
tersebut dalam Shahihnya Kitabul Iman. Bukhari memaparkan dalam Shahihnya
Kitabush Shalah. Abu Awanah mengungkapkan dalam Musnadnya. Dan Al-Baghawi dalam
Syarhu Sunnah.
B. KEDUDUKAN
SHALATDipanggilnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menghadap Allah untuk menerima hadiah shalat mengindikasikan tentang pentingnya
ibadah shalat di sisi Allah, sekaligus sebagai isyarat bagi kehormatan umat Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam di sisi-Nya.
Kalau kita melihat
pilar-pilar Islam yang lima, maka kita akan menemukan bahwa seorang Muslim
dibenarkan melaksanakan sebagian pilar tersebut dan meninggalkan sebagian yang
lain karena sebab-sebab tertentu. Misalnya, seorang Muslim yang fakir dan tidak
memiliki bahan makanan pokok dibolehkan untuk tidak menunaikan kewajiban zakat
dan haji. Seorang Muslim yang menderita sakit selama bertahun-tahun
diperbolehkan tidak melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan.
Bahkan apabila
seorang Muslim adalah orang yang fakir dan telah menderita sakit selama
bertahun-tahun maka gugurlah baginya tiga kewajiban tersebut sekaligus, yaitu
zakat, puasa, dan haji. Ia hanya melaksanakan dua kewajiban saja, yaitu syahadat
dan shalat. Dua kalimat syahadat yaitu bersaksi bahwa "tidak ada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah." Kewajiban mengucapkan dua kalimat
syahadat ini pun hanya sekali dalam seumur hidup. Kewajiban shalat lima waktu
dalam sehari semalam merupakan satu-satunya kewajiban yang tidak dapat
digugurkan oleh seorang Muslim di mana pun dan dalam kondisi apa pun, baik dalam
kondisi kaya, miskin, sehat, sakit, bahagia, maupun sengsara. Dengan demikian
terdapat perbedaan yang nyata antara pilar Islam dengan pilar
Muslim.
Oleh karena itu, shalat merupakan ibadah yang membedakan antara
orang Muslim dengan orang non Muslim.
# Bersabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam:
"
Pemisah di antara kita dan mereka (orang kafir) adalah
shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka sungguh dia telah kafir." (HR.
Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah).
# Jabir radhiallahu
anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan
shalat." (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
#
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah berfirman:
"
Dan
Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
[bagaikan debu yang beterbangan].” (Al-Furqaan: 23)
Shalat juga
disebut sebagai tiang agama, sehingga ia wajib dilaksanakan sebanyak lima kali
dalam sehari semalam. Hal itu semata-mata dimaksudkan untuk menjadi bukti
loyalitas mutlak manusia kepada Tuhannya. Dikarenakan hal itu pula shalat
disebut sebagai pilar Islam yang paling utama. Bukan karena sebab itu saja
shalat disebut sebagai pilar Islam yang paling utama, namun karena ia juga telah
mencakup seluruh pilar Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan
haji.
Shalat memang merupakan pilar Islam yang mencakup seluruh pilar
Islam yang lain. Pilar Islam yang pertama adalah syahadat dan itu jelas terdapat
dalam shalat, dimana dalam shalat kita diwajibkan untuk mengucapkan dua kalimat
syahadat, yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah.
Dalam shalat juga terdapat pilar zakat yang wajib untuk
kita tunaikan, karena zakat artinya mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki
untuk diberikan kepada para fakir miskin dan sejumlah golongan yang berhak
menerimanya. Harta benda diperoleh dari hasil usaha dan bekerja, yang dilakukan
dengan menggunakan waktu yang memadai. Dengan demikian waktu merupakan harta
yang paling berharga bagi manusia. Dengan waktu manusia bisa bekerja, dengan
bekerja manusia bisa memperoleh harta, dan dengan harta manusia bisa menunaikan
zakat. Pelaksanaan shalat membutuhkan waktu yang semestinya, yang kita gunakan
untuk bekerja (mencari harta), maka melaksanakan shalat sama saja dengan
mengeluarkan zakat harta yang kita miliki, yaitu waktu. Jadi shalat seakan-akan
sebagai zakat waktu.
Dalam shalat juga terdapat kewajiban berpuasa,
karena pengertian puasa adalah menahan diri dari nafsu perut (makan dan minum)
dan nafsu biologis (seks) dalam batas waktu tertentu. Seseorang yang sedang
melaksanakan shalat juga harus menahan dirinya dari nafsu perut dan nafsu
biologis. Bahkan puasa dalam shalat tidak terbatas pada menahan diri dari nafsu
perut dan biologis, tetapi juga harus menahan diri dari gerak yang berlebihan
dan menahan mulut dari bercakap-cakap yang tidak dianjurkan.
Dalam shalat
juga terdapat kewajiban ibadah haji, karena ketika sedang shalat kita diwajibkan
untuk menghadap ke arah Ka'bah, yang merupakan kiblat dalam shalat. Jadi Ka'bah
yang menjadi tumpuan para jamaah haji setiap tahun seakan-akan selalu berada
dalam benak kita (ketika sedang melaksanakan shalat).
Dengan demikian
benarlah bahwa shalat merupakan ibadah yang menggabungkan seluruh pilar Islam
yang lima, yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji.
# Sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan:
"
Pondasi (segala)
urusan adalah Islam, dan tiangnya (Islam) adalah shalat, sedangkan yang
meninggikan martabatnya adalah jihad fi sabilillah." (HR. Tirmidzi, Ibnu
Majah dan Ahmad. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Jadi, jika seseorang
tidak melaksanakan ibadah shalat, maka perlulah dipertanyakan kualitas
keislamannya dan juga kecintaannya kepada islam.
# Imam Ahmad
berkata:
"
Sesungguhnya kualitas keislaman seseorang adalah tergantung pada
kualitas ibadah shalatnya. Kecintaan seseorang kepada Islam juga tergantung pada
kecintaan dalam mengerjakan shalat. Oleh karena itu kenalilah dirimu sendiri
wahai hamba Allah! Takutlah kamu jika nanti menghadap Allah Azza Wa Jalla tanpa
membawa kualitas keislaman yang baik. Sebab kualitas keislaman dalam hal ini
ditentukan oleh kualitas ibadah shalatmu." (Ibn al Qayyim, ash Sholah, hal
42 dan ash Sholah wa hukmu taarikihaa)
Demikian pentingnya ibadah shalat,
sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita akan
keutamaannya dalam salah satu sabdanya:
# “
Sesungguhnya amal seorang
hamba yang pertama kali dihisab pada Hari Kiamat adalah shalat. Apabila
shalatnya baik, maka ia berbahagia dan selamat. Dan apabila shalatnya rusak,
maka ia akan celaka dan merugi” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i)
C. PENGERTIAN SHALATShalat berasal
dari bahasa Arab: As-Shalah.
Shalat menurut Bahasa (Etimologi) artinya adalah
do’a.
Sedangkan menurut Istilah / Syari'ah (Terminologi), shalat adalah
“suatu ibadah yang terdiri atas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan
tertentu/khusus yang dibuka/dimulai dengan takbir (takbiratul ihram)
diakhiri/ditutup dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.”
D. HUKUM SHALATMelaksanakan shalat
adalah fardhu 'ain bagi setiap orang yang sudah mukallaf (terbebani kewajiban
syari'ah), baligh (telah dewasa/dengan ciri telah bermimpi), dan 'aqil
(berakal).
# Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
"
Dan tidaklah
mereka diperintah kecuali agar mereka hanya beribadah/ menyembah kepada Allah
sahaja, mengikhlaskan keta'atan pada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan hanif
(lurus), agar mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, demikian itulah
agama yang lurus". (Surat Al-Bayyinah: 5).
Shalat disyari'atkan
sebagai bentuk tanda syukur kepada Allah, untuk menghilangkan dosa-dosa,
ungkapan kepatuhan dan merendahkan diri di hadapan Allah, menggunakan anggota
badan untuk berbakti kepada-Nya yang dengannya bisa seseorang terbersih dari
dosanya dan tersucikan dari kesalahan-kesalahannya dan terajarkan akan ketaatan
dan ketundukan.
Allah telah menentukan bahwa shalat merupakan syarat
asasi dalam memperkokoh hidayah dan ketakwaan, sebagaimana disebutkan dalam
firman-Nya:
# "
Alif Laaam Miiim. Kitab (Al Qur’an) tidak ada keraguan
di dalamnya, menjadi petunjuk bagi mereka yang bertakwa. Yaitu mereka yang
beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezki yang
Kami anugerahkan kepada mereka." (QS. Al Baqarah : 1-2).