KESALAHAN-KESALAHAN YANG BANYAK DILAKUKAN KAUM WANITA


KESALAHAN-KESALAHAN YANG BANYAK DILAKUKAN KAUM WANITA
Dalam beberapa hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memberikan peringatan khususnya kepada kaum wanita bahwa sebagian besar penghuni neraka adalah wanita.
A. Muqaddimah
Dalam beberapa hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memberikan peringatan khususnya kepada kaum wanita bahwa sebagian besar penghuni neraka adalah wanita. Salah satunya adalah hadits dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwasanya beliau bersabda: “Wahai kaum perempuan, bersedekahlah kalian, perbanyaklah memohon ampunan, sesungguhnya aku melihat sebagian besar kalian penghuni neraka.” Seorang perempuan di antara mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, mengapa sebagian besar kami penghuni neraka?” Beliau menjawab: “Sebab kalian banyak melaknat dan kufur terhadap suami. Aku tidak melihat orang yang lemah akal dan agamnya di antara kalian lebih banyak daripada yang memiliki hati nurani.” Dia bertanya lagi: “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan lemah akal dan agamanya itu?” Beliau menjawab: “Yang dimaksud dengan lemah akal adalah kesaksian dua orang perempuan sama dengan kesaksian seorang laki-laki. Dan tidur pada malam hari tanpa melaksanakan shalat, tidak puasa pada bulan Ramadhan, inilah yang dimaksud dengan lemah agamanya.” (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Muslim dalam “Kitabul-iman)
Imam Al Qurthubi berpendapat penyebab sedikitnya perempuan yang menghuni surga ada beberapa hal yaitu:
- Mereka terpedaya oleh hawa nafsu dan terlalu mencintai perhiasan dunia.
- Sulit tersentuh dengan akhirat karena lemah akal, sehingga suka lalai
- Wanita merupakan faktor pertama dan utama penyebab laki-laki berpaling dari urusan akhirat, karena pesona dan daya tarik mereka yang mampu membangkitkan nafsu laki-laki.
- Sebagian besar mereka berpaling dari akhirat, cepat terpedaya dan sulit menanggapi orang yang menyeru mereka kepada akhirat.
Ibnu Arabi Al Maliki berpendapat bahwa yang menyebabkan perempuan menjadi penghuni neraka yang paling besar adalah:
- Akal mereka yang lemah
- Hawa nafsu yang besar
- Banyak bergunjing dan mengumpat
- Lemah dalam menjaga batasan-batasan syariat


B. Kesalahan-kesalahan yang banyak dilakukan kaum wanita
Jika kita melihat sekeliling kita, maka akan terlihat beberapa kesalahan yang banyak dilakukan oleh kaum wanita khususnya yang muslimah, antara lain:
1. Memamerkan diri (Tabarruj yang dilarang)
Yang dimaksud dengan memamerkan diri (tabarruj) yang dilarang di sini adalah menampakkan sesuatu yang sepatutnya ditutupi. Menurut Miqati bin Hayyam, termasuk kategori memamerkan diri atau tabarruj adalah melepas petutup kepala atau kerudung dari kepalanya sehingga terlihat kalung, anting-anting dan lehernya.
Padahal Allah ‘Azza wa Jalla telah memerintahkan kepada perempuan agar menahan pandangan mereka dan tidak menampakkan perhiasan yang mereka pakai, kecuali di hadapan mahram-mahram mereka.
“Katakanlah kepada perempuan yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutup kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya, ... (QS Annur : 31)
Menurut ayat ini, seorang muslimah tidak boleh menampakkan perhiasannya kecuali perhiasan yang memang tidak mungkin untuk disembunyikan, seperti selendang, tutup kepala atau pakaian luar dari seorang wanita. Akan tetapi selain dari itu, maka ia wajib untuk ditutupi. Ayat ini juga membolehkan wanita untuk menampakkan perhiasannya kepada mahram mereka. Ini berarti bahwa apa yang dilakukan oleh sebagian besar kaum wanita saat ini yang menampakkan perhiasannya kepada yang bukan mahramnya adalah merupakan pelanggaran syariat yang sangat besar yang bisa menyebabkan mereka masuk ke dalam neraka.
Bentuk-bentuk memamerkan diri yang menghancurkan:
- Berpakaian tapi telanjang dan kepala-kepalanya seperti punuk unta. Hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : Dua jenis penghuni neraka yang belum pernah aku lihat sebelumnya yaitu: sebuah kaum memegang cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli manusia dengan cambuk-cambuk tersebut, dan perempuan yang mengenakan pakaian tetapi seperti telanjang, bersolek diri untuk memperdaya laki-laki, kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang sudah miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, sebab sesungguhnya bau surga itu akan tercium dari jarak perjalanan ini dan itu.
- Istri yang memamerkan diri ketika ditinggal pergi oleh suaminya. Hadits dari Fudhalah bin Ubaid Radhiyallahu ‘Anhu: Tiga golongan tidak akan diminta pertanggungjawaban. Seorang laki-laki memisahkan diri dari kelompoknya dan mengkhianati pemimpinnya lalu meninggal dalam keadaa berkhianat, hamba sahaya yang melarikan diri dari tuannya lalu meninggal, dan perempuan yang ditinggalkan oleh suaminya dengan dibekali hartra, kemudian ia pergunakan untuk berdandan dan memamerkan diri. Mereka tidak akan diminta pertanggungjawaban”.
- Menyambung rambut atau minta disambungkan (memakai rambut palsu). Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, bahwa seorang hamba sahaya dari Anshar menikah dalam keadaan sakit sehingga rambutnya menjadi rontok, maka orang-orang ingin menyambung rambutnya yang rontok itu, lalu mereka menanyakannya kepada Rasulullah. Maka beliau melaknat perempuan yang menyambung rambut atau yang mninta disambungkan (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Muslim)
- Mentato atau minta ditato. Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melaknat perempuan yang menyambung rambut dan perempuan yang minta disambungkan rambutnya, serta perempuan yang mentato dan minta ditatokan” (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Muslim dalam “Kitabul-Lisasi Wazzinati.)
- Merubah ciptaan Allah yang ada pada dirinya.
“Allah melaknat perempuan yang mentato atau minta ditatokan, perempuan yang mencukur bulu di wajah, perempuan yang menambal gigi untuk keindahan dan merubah ciptaan Allah….”


2. Tidak menutup aurat (tidak memakai hijab syar’i)
Kesalahan ini termasuk kesalahan yang besar karena selain ia merupakan pelanggaran terhadap syariat Allah dan Rasul-Nya, ia akan menjadi penyebab datangnya musdarat baik bagi wanita itu sendiri maupun bagi orang lain. Seorang wanita yang tidak menutup auratnya ketika keluar dari rumahnya atau ketika berhadapan dengan seorang yang bukan mahramnya, maka akan terangkat atau hilang harkat dan martabatnya. Mengapa demikian? Aurat adalah sesuatu yang aib (malu) untuk diperlihatkan sehingga jika seorang aurat seorang wanita nampak, maka akan nampak pula aibnya, dan ia akan merasa malu karenanya.
Sangat disayangkan, jika kaum wanita saat ini, khususnya muslimah sudah tidak lagi merasa malu untuk membuka auratnya dan menganggap itu sebagai suatu perkara yang lumrah. Akibatnya, nudah ditebak. Berbagai kasus pelecehan terhadap kaum wanita, pornografi, pemerkosaan, perilaku-perilaku yang tidak senonoh, biasanya berasal dari terlihatnya atau tersingkapnya aurat si wanita. Jika saja wanita tersebut menutup auratnya dengan baik, maka apa yang bisa mereka lihat? Jika sudah tidak ada lagi yang bisa mereka lihat, maka bagaimana lagi mereka bisa melakukan tindak pelecehan


3. Tidak berdiam di rumah (lebih senang berkeliaran di luar rumah)
Allah ‘Azza wa jalla berfirman dalam Al Qur’an Surah Al Ahdzab : 33:
وَقَرْنَ فِىبُيُوتِكُنَّ

“Dan hendaklah kamu tetap di rumah-rumahmu…
Berdasarkan ayat ini, maka sebaik-baik tempat bagi seorang wanita adalah di rumahnya. Ia ibarat markaz bagi seorang wanita, tempat ia melaksanakan semua aktivitas kehidupannya. Rumah adalah medan jihad bagi kaum wanita sama dengan peperangan menjadi medan jihad bagi kaum laki-laki. Akan tetapi meski demikian, wanita masih diperbolehkan untuk keluar dari rumah mereka bila ada keperluan yang dibenarkan menurut syariat, misalnya untuk menuntut ilmu. Itupun dengan syarat:
- Wajib menutup auratnya (mengenakan hijab syar’i)
- Seizin suami atau walinya
- Disertai mahram (jika safar atau keluar rumah malam hari untuk keperluan darurat)
Seorang wanita mukminah sepatutnya menanamkan rasa malu pada dirinya, apabila ia keluar rumah terlalu lama apalagi untuk hal-hal yang semestinya tidak perlu ia lakukan. Apalagi jika itu hanya sekedar untuk jjss (jalan-jalan sore sendiri), refreshing, berkeliaran di mal-mal, tempat-tempat hiburan, dan lain sebagainya.
Satu hal yang perlu menjadi peringatan kepada kaum wanita, adalah bahwa ketika seorang wanita keluar dari rumahnya, maka setan akan menjadikannya indah dalam pandangan manusia, sehingga ia rentan terhadap berbagai godaan dan fitnah. Intinya, jika memang tidak ada suatu keperluan yang memang betul-betul penting, maka hendaklah para wanita tetap tinggal di rumah-rumahnya, agar terjaga diri dan kehormatannya, dan terjaga pula masyarakatnya dari kemungkinan perilaku amoral dan asusila.
4. Lebih senang melakukan perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan maksiat dan sia-sia.
Jika ada yang bertanya, apa yang suka dilakukan kaum wanita selain mengurus rumah tangganya? Maka biasanya orang akan menjawab: “Ngerumpi”. Ngerumpi ini sudah menjadi trend mark-nya wanita. Dan sudah menjadi rahasia umum jika yang dibicarakan itu adalah isu-isu dan gosip-gosip seputar masalah rumah tangga, perselingkuhan, dan kabar-kabar angin yang belum tentu jelas ujung pangkalnya.
Dalam realitas yang lain, kebanyakan yang terlibat dalam tindak pelacuran, ajang pamer-pamer body (fotomodel, fashion, kontes kecantikan, pagelaran musik dan tari, dan lain-lain) adalah kaum wanita. Tanpa sadar, kaum wanita telah dengan suka rela dijadikan sebagai komoditas. Layaknya barang, wanita sudah tidak lagi dinilai dari Who am I (siapa saya?) tetapi What am I (apa saya?). Wanita ibarat dagangan bernyawa yang dapat ditakar dengan lembaran rupiah. Yang lebih parah lagi, sudah menjadi suatu aksioma terutama di kalangan bisnis, adalah bahwa jika ingin mencapai suatu angka transaksi maksimal, memuluskan jalan meraih tender trilyunan rupiah, maka wanitalah yang menjadi senjata utamanya. Mulai dari yang menjadi SPG (Sales Promotion Girl), Marketing Manager, hingga Negosiator, wanitalah yang menjadi ujung tombaknya. Dan kaum wanita – karena lemah akalnya – merasakan semua itu sebagai momen yang tepat untuk meraih keuntungan ekonomi dengan dalih aktualisasi diri, pemberdayaan potensi, dan sebagainya tanpa mereka sadari bahwa merekalah yang sesungguhnya diperdaya oleh orang-orang yang memiliki tendensi buruk.
5. Durhaka kepada suami
Durhaka kepada suami adalah menolak untuk melakukan apa yang diminta oleh suami. Adalah kewajiban istri untuk melaksanakan perintah suaminya selama itu adalah dalam rangka ketaatan kepada Allah ‘Azza wa jalla. Begitu besarnya kewajiban istri untuk mengikui suami sehingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah menyampaikan bahwa jika sekiranya beliau diperbolehkan memerintahkan seorang manusia untuk bersujud kepada manusia yang lain, maka beliau akan memerintahkan para istri untuk sujud kepada suami-suami mereka. Yang terjadi di masyarakat kita adalah adanya kecenderungan para istri untuk membangkang terhadap suami mereka, termasuk dalam hal ini adalah kelalaian mereka dalam menjalankan tugasnya sebagai istri dan sebagai ibu rumah tangga. Mereka lebih senang sibuk dalam aktivitas di luar rumah, mengejar karir di luar rumah dan melupakan urusan rumah tangganya, menganggap pekerjaan melayani suami sebagai pekerjaan yang merendahkan martabatnya, menyerahkan urusan merawat anak kepada pembantu atau baby sitter, sibuk dalam berbagai perkumpulan arisan atau klub-klub wanita, dan sebagainya. Tidaklah heran jika kemudian keluarga-keluarga yang terbentuk adalah keluarga yang jauh dari kriteria baiti jannati, rumah yang betul-betul menjadi the real home bagi para anggota keluarga. Yang terjadi adalah para suami yang karena tidak mendapati istrinya di rumah, kemudian ‘jajanan’ di luar, anak-anak yang mencari perlindungan dengan mencoba narkoba, pergaulan bebas, dan lain sebagainya. Benarlah perkataan bahwa wanita itu adalah tiang negara. Jika tiangnya bagus, maka insya Allah negaranya juga baik, sebaliknya jika tiangnya jelek, maka akan binasa jugalah suatu negara.


6. Lalai dalam melakukan perintah agama.


C. Khatimah
Dari beberapa pemaparan di atas, dapat kita lihat bahwa semua kesalahan tersebut bermula dari kurangnya pemahaman sebagian besar kaum wanita (muslimah) terhadap syariat Islam. Dan ini disebabkan karena kurangnya ilmu mereka tentang syariat ini. Kurangya ilmu menyebabkan sebagian besar muslimah beranggapan bahwa syariat ini terlalu mendiskreditkan wanita. Mereka berpendapatn bahwa Islam hanya menempatkan wanita dalam posisi yang lemah. Padahal sesungguhnya, jika mereka memahami Islam dengan baik, maka mereka akan mengetahui bahwa hanya Islam-lah yang mampu menempatkan wanita pada posisi yang paling proporsional karena sesuai dengan fitrah dan kemampuan yang ada pada diri wanita itu sendiri.
Sebagai anjuran kepada kaum mukminat untuk kembali kepada Islam, karena hanya itulah satu-satunya yang bisa mengantarkan seorang wanita untuk selamat di dunia dan terlebih lagi ia insya Allah tidak termasuk dalam golongan wanita penghuni neraka, wal iyadhubillah. Semoga Allah memberikan hidayah dan pertolongan kepada kita semua. Wallahu A’lam.

Maraji’:
Ashaabu Halaaki wa Najaati An-Nisaa’ (Kehancuran dan Keselamatan Wanita), oleh Khalid Ramadhan Hasan

Khalwat Sebagai Problem Sosial Syariat


Khalwat Sebagai Problem Sosial Syariat
Dalam rangka menjaga fitrah wanita, Islam menganjurkan agar wanita hendaknya lebih banyak tinggal di rumah (QS. al-Ahzab [33]: 33). Anjuran ini sebagai langkah preventif Islam untuk mencegah terjadinya banyak fitnah yang dapat timbul akibat berbaurnya antara dua jenis kelamin, pria dan wanita, di luar rumah. Apalagi karena pria memang harus lebih banyak aktif di luar rumah demi menunaikan tugas pokoknya sebagai pencari nafkah bagi keluarga. Demikian tuntunan dasar kehidupan menurut Islam.
 Namun, dalam kondisi tertentu, wanita kerap terpaksa harus keluar rumah. Baik itu karena kondisi hajah (kebutuhan) atau dharurah (terpaksa). Hajah seperti keluar rumah untuk silaturahim, belajar, atau karena keaktivan dalam kegiatan dakwah. Sedangkan dharurah adalah seperti keluarnya wanita untuk keperluan berobat ke dokter atau wanita yang terpaksa mencari nafkah karena desakan ekonomi yang menghimpit.
            Islam sendiri, pada dasarnya, memberi kelonggaran kepada wanita Muslimah untuk keluar rumah jika kondisinya memang menuntut untuk itu. Baik itu karena kebutuhan atau karena terpaksa. Pembolehan ini berlaku sepanjang adab-adab keluar rumah tetap dijaga dan dipelihara. Adab-adab yang dimaksud antara lain mencakup menghindari pemakaian parfum, tidak memakai pakaian dengan warna yang mencolok sehingga mengundang perhatian, kain pakaian hendaknya yang tebal dan longgar sehingga tidak menampakkan lekuk tubuh, menutup aurat, tidak menyerupai pakaian pria, dll. Dengan demikian, kebutuhan si wanita, di satu sisi, tetap dapat terpenuhi; dan di sisi lain, dampak negatif yang mungkin timbul dari keluarnya si wanita dari rumah, sedemikian rupa, juga dapat dieliminir.
            Di antara adab yang penting untuk diperhatikan dalam hubungan antara pria dan wanita, khususnya bagi yang tidak memiliki hubungan mahram antara keduanya, adalah menghindari khalwat.
Apakah khalwat itu? Khalwat (khalwah)  dalam bahasa Arab berarti berdua di suatu tempat dimana tidak ada orang lain. Maksud dari tidak adanya orang lain dalam hal ini mencakup: (1) tidak ada orang lain sama sekali; atau (2) ada orang lain dan keberadaan keduanya kelihatan tetapi pembicaraan antara keduanya tidak dapat didengar oleh orang itu. Inilah makna khalwat secara bahasa. Menurut al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah (Ensiklopedi Fiqh Kuwait), makna bahasa sebagaimana dipaparkan di atas semakna dengan terminologi khalwat menurut ahli-ahli fiqh Islam. Dengan kata lain tidak ada perbedaan untuk kata khalwat antara makna bahasa dan makna istilah syar’i.
Lebih lanjut Syekh Abdullah al-Bassam menyebut dua bentuk khalwat. Pertama, mughallazhah (berat), ialah berduanya seorang pria dan wanita di suatu tempat yang mana keduanya tidak dilihat oleh orang lain. Kedua, mukhaffafah (ringan), yaitu berduanya seorang pria dan wanita di tengah-tengah manusia sehingga keduanya kelihatan namun percakapan antara keduanya tidak dapat didengar oleh orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang khalwat. Sabda beliau: “Janganlah sekali-kali seorang pria berduaan dengan seorang wanita, karena yang ketiganya adalah syetan.” (HR. Ahmad dengan sanad yang shahih) Tidak bisa dipungkiri bahwa berduanya seorang pria dengan wanita yang bukan mahramnya sangat potensial membuka peluang terjadinya fitnah. Kendati boleh jadi keduanya tidak memiliki niat jahat. Oleh sebab itu, hadits di atas dengan tegas melarang perbuatan tersebut.
Dengan merujuk kepada makna khalwat di atas maka banyak fenomena khalwat yang dapat dikemukakan. Terutama khalwat yang umumnya kurang diperhatikan oleh masyarakat kita. Contohnya adalah berduanya seorang pria dengan wanita di atas kendaraan. Walaupun pria tersebut sedang mengemudikan mobil, misalnya. Keberadaan keduanya di atas mobil memang kelihatan oleh orang lain. Tetapi pembicaraan antara keduanya tidak didengar oleh siapapun.
Termasuk dalam kategori perbuatan khlawat adalah “khalwat profesi”.  Yaitu khalwat yang terjadi karena “tuntutan” profesi. Konsultan, dokter, perawat, adalah sebagian contoh. Profesi-profesi ini rentan untuk bisa berdua dengan klien atau pasiennya.
Tidak terkecuali pula, dalam konteks khalwat ini, yang kerap terjadi dalam sebagian masyarakat adalah khalwat dalam pergaulan dengan kerabat dekat yang bukan mahram. Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jauhilah kalian masuk ke (ruang) wanita.” Seorang lelaki Anshar bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan kerabat suami?” Beliau menjawab: “Kerabat suami itu (laksana) maut.” (HR. Bukhari) Dalam hadits ini, Rasulullah menyebut kerabat suami sebagai maut karena dapat menjerumuskan kepada hal-hal yang tidak dikehendaki. Apalagi jika mengingat kedudukan keluarga suami yang demikian dekat sehingga jarang menimbulkan kecurigaan dan luput dari perhatian. 
Sebagai solusi untuk keluar dari problem khalwat ini adalah dengan bersama dengan pria atau wanita lain. Demikian menurut Imam Abu Hanifah. Lebih baik lagi jika pria atau wanita tersebut adalah mahram. “Janganlah seorang lelaki berdua dengan seorang wanita,” Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “kecuali dengan mahram.” (HR. Bukhari) Hadits ini bersama hadits-hadits yang lain memberi makna bahwa kondisi khalwat dapat dihilangkan dengan kehadiran salah satu lawan jenis lain. Dengan demikian, hilanglah kondisi khalwat yang dapat menimbulkan fitnah. Tentu saja bila komunikasi atau berkumpulnya antara pria dan wanita tersebut dalam perkara-perkara yang mubah dan dengan tetap menjaga batasan-batasan syariat yang ada.
Jika dikaitkan dengan maqashid al-syari’ah (tujuan syariat) yang salah satunya adalah hifzh al-nasab (menjaga nasab/keturunan), tampak jelas relevansi dan hikmah tuntunan syariat untuk menghindari khalwat. Keinginan Islam untuk menciptakan jalinan masyarakat yang harmonis, bersih dari penyimpangan, dan berjalan di atas fitrah yang murni adalah sebagian hikmah di balik larangan khalwat ini. Wallahu ta’ala a’lam bi al-shawab.

Maraji’

-   Abdullah ibn Abdurrahman al-Bassam, Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram.
-   Shalih ibn Fauzan al-Fauzan, Tanbihat ‘ala Ahkam Takhtassh bi al-Mu’minat. Diterjemahkan oleh Rahmat al-“Arifin Muhammad ibn Ma’ruf dengan Sentuhan Nilai Kefikihan untuk Wanita Beriman.  
-   Ahmad ibn Abdurrazzaq al-Duwaisy (ed.), Fatawa al-Lajnah al-Da’imah li al-Buhuts al-‘Ilmiyah wa al-Ifta’.
-   Asyraf ibn Abdulmaqshud (ed.), Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah