Menuju Surga

Menuju Surga



Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan bahwa ketika meletus Perang Badar, Rasulullah saw. berada dalam kubahnya dan berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya saya mengingatkan janji-Mu, ya Allah jika Engkau menghendaki (kekalahan dalam Perang Badar) niscaya Engkau tidak akan disembah setelah hari ini selama-lamanya."
Abu Bakar kemudian memegang tangan Rasulullah saw. dan berkata, "Cukup Engkau ya Rasulullah, Engkau telah mendesak Allah, Engkau telah mendesak Rab, saat itu Rasulullah saw. menggunakan baju besi. Kemudian, beliau keluar dan membacakan ayat yang artinya, 'Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang. Sebenarnya hari kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit'." (Al-Qamar: 45--46).
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Ingatlah, sesungguhnya kekalahan itu tidak akan turun kepada orang-orang mukmin yang benar, tetapi ia akan turun kepada orang yang menentang Allah dan sombong kepada-Nya. Kekalahan itu akan turun kepada orang-orang munafik yang memerangi Allah Tabaraka wa Taala.
Ingatlah, bahwa umat Islam tidak akan tinggi, kecuali satu bendera yang ditulis kalimat Laa ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah. Meskipun peristiwa sebelum ataupun sesudah perang telah berubah, ia tetap berpegang teguh kepada prinsip meskipun peristiwa telah berubah.
Ingatlah, bahwa kondisi kita pada hari ini tidak diridai Allah dan Rasul-Nya, kita hampir tidak mempercayai bahwa kalau umat ini adalah umat Muhamad. Apakah ini umat yang bertauhid? Apakah ini umat Islam?
Bila engkau berkunjung ke makam Muhammad saw. dan engkau melihat tempat tinggal yang besar, air matamu mengalir karena kewibawaan Rasululullah di antara dinding dan kamar-kamar.
Maka, katakanlah kepada Rasulullah, "Wahai sebaik-baik utusan, aku memberi tahu kepadamu akan kerugian yang tengah terjadi. Rakyatmu di timur dan barat bagaikan ashabul kahfi. Mereka memiliki keimanan serta dua cahaya Quran dan sunah, maka bagaimanakah keadaaan mereka bila tidak ada cahaya?"
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Seorang sahabat besar Anas bin Nadhr r.a. tengah bersiap-siap pergi menuju Perang Uhud. Di tengah perjalanan ia berjumpa dengan sahabat besar lainnya, Sa'ad bin Mu'adz yang bertanya kepadanya, "Hendak ke manakah engkau Anas? Ia berkata, "Saya hendak ke Uhud, sesungguhnya saya mencium bau surga ada di Uhud."
"Hendak ke Uhud, sesungguhnya di sana saya mencium bau surga." Sebuah pernyataan yang keluar dari hati yang dipenuhi dengan rasa cinta kepada Allah SWT. Dari hati yang mengenal Allah.
"Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Al-Maidah: 54).
Hendak kemanakah engkau wahai Anas? Hendak ke Uhud, sesungguhnya di sana saya mencium bau surga. Sebuah jiwa yang penuh dengan ketenangan dan kebenaran. Sesungguhnya Allah telah mengajari mereka untuk menjadi yang terbesar dari peristiwa yang tengah terjadi, meskipun kayu bakar terasa amat panas, musibah dan kesulitan terasa begitu berat.
"Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar." (Ali Imron: 140--142).
Allah telah mengajari mereka agar menjadi yang terbesar dari hari-hari yang sulit.
Sesungguhnya risalah Islam bukanlah sekadar kata-kata. Risalah Islam adalah pendidikan, pemusatan, dan pengarahan. Bagaimana kita mendidik kaum lelaki bila kita lalai mendidik hati dan membangun jiwa? Untuk memasuki peperangan, kita harus membangun hati kita. Dengarkanlah apa yang dikatakan Anas bin Nadhir r.a. Anas yang telah menorehkan sejarah dengan kedua lututnya dan meletakkan dunia di bawah kedua telapak kakinya. "Sesungguhnya saya mendapatkan bau surga di Uhud." Ia telah terjun ke medan perang sebagai dan meninggal dalam keadaan syahid. Orang-orang kemudian datang untuk mengenali jasadnya, tetapi mereka kesulitan untuk mengenalinya, lantaran banyaknya luka dalam tubuhnya. Lebih dari 80 luka antara sabetan pedang, tusukan anak panah, dan lemparan tombak berkumpul dalam tubuhnya. Tanda-tanda untuk mengenali jasadnya telah berubah, karena dahsyatnya luka yang menimpa dirinya. Tatkala ia terkena lemparan tombak ia berkata, "Laa ilaaha illallah Muhammad rasulullah."
Sesungguhnya luka itu meskipun banyak dan dahsyat, namun ia tidak merasakan rasa sakit, ia tengah berada dalam rasa dingin dan damai.
Kemudian, datanglah saudara perempuan Anas untuk mengenal jasadnya, ia kemudian mengamati jasad yang mulia itu, tetapi ia tidak dapat mengenalinya, kecuali dengan jari-jari tangannya.
Ia berkata, "Sesungguhnya dia adalah saudaraku, namun siapakah yang telah mengirimkan jasad sang syahid? Sesungguhnya yang telah mengirimkan jasadnya adalah para malaikat. Allah Azza wa Jalla berduka cita terhadap kaum mukminin, dan Jibril membawa duka cita kepada mereka dan Nabi kita yang mulia mengumumkannya. Allah SWT berfirman, "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya)." (Al-Ahzab: 23).
Sesungguhnya kita membutuhkan kaum lelaki yang mengenal Allah. Manakala Shalahuddin al-Ayyubi terjun ke medan perang melawan tentara Eropa, ia senantiasa mengerjakan salat sebelum subuh dan berdoa memohon kemenangan atas kaum mukminin. Ia berkata, "Mintalah doa pada waktu sahur untuk mengalahkan musuh-musuh Allah."
Suatu saat Shalahuddin duduk di antara para sahabatnya, saat itu masjid Al-Aqsa masih dalam genggaman kaum salib. Ia duduk terdiam. Para sahabatnya lalu berkata kepadanya, "Mengapa Anda tidak tersenyum, wahai Shalahuddin? Ia berkata, "Saya takut Allah melihat saya tersenyum, sementara Masjidil Aqsa masih di tangan kaum salib."
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Sesungguhnya musuh-musuh Islam datang untuk menghancurkan dan merusak. Sementara, Islam datang untuk membangun dan mengadakan kemakmuran. Para sahabat Rasulullah saw. tidak pernah berjalan dengan meraba-raba dalam kegelapan, namun ia berjalan dalam garis yang jelas dan benar.
Engkau, wahai kaum muslimin, janganlah putus asa dari rahmat Allah, janganlah putus asa dari rahmat Allah, karana kemenangan itu pasti akan datang. Allah SWT telah berfirman, "Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman." (Ar-Rum: 45).
"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (Al-Hajj: 40).
Sesungguhnya telah datAng waktu untuk kembali kepada Allah Azza wa Jalla. Karena banyaknya dosa akan menyempitkan rezeki, merusak akhlak, menghilangkan perilaku, dan mencabut rahmat dari dada para hamba.
Hamba Allah, jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu, dan tolonglah (agama) Allah, niscaya Allah akan menolong kalian. Ingatlah Allah, niscaya Allah akan mengingat kalian, dan bersyukurlah kepada Allah, niscaya ia akan menambah kalian. Allah Akbar, Allah akan memberikan pertolongan. Allah akan memberikan kemenangan. Allah akan menghinakan orang yang kafir dan memuliakan orang yang menolong kaum mukmin. Wallahu a'lam.

Umat Islam adalah Umat yang Satu

Umat Islam adalah Umat yang Satu


Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Allah telah berfirman, Inna haadzihi ummatakum ummataw wahidah wa ana rabbukum fa'buduun (Sesungguhnya [agama tauhid] ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka sembahlah Aku).
Dalam surah Al-Mukminun Allah juga berfirman, Wa inna hadzihi ummatakum ummataw wahidah wa ana rabbukum fattaqun (Sesungguhnya [agama tauhid] ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabmu, maka bertakwalah kepada-Ku).
Kedua ayat mulia di atas menunjukkan kepada kita bahwa umat Islam adalah umat yang satu. Ayat di atas juga menyatakan bahwa pengikat kesatuan umat adalah takwa dan ibadah. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa mewujudkan kesatuan umat adalah kewajiban seluruh kaum muslimin secara akidah maupun ibadah.
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Umat ini adalah umat yang satu, yaitu satu akidah dan satu syariah. Wilayah kaum muslimin juga satu, yaitu wilayah khilafah Islamiyah. Wilayah yang terdiri dari banyak negara, tetapi tidak ada sekat antara satu dengan lainnya. Seseorang bebas keluar masuk ke negara lain tanpa harus membawa paspor atau visa. Islam juga dikendalikan oleh satu pemimpin, yaitu khalifah atau amirul mukminin. Baik rakyat maupun pemimpin dalam kekhilafahan ini semuanya tunduk kepada Alquran dan sunah Rasulullah. Sehinngga, Islam terlihat begitu besar, berwibawa, kokoh, dan kuat.
Namun, hari ini semuanya telah berubah. Ketika khalifah terakhir, yaitu khalifah Utsmani di Turki, runtuh pada tahun 1924, Inggris beserta sekutunya bersegera membagi dan memecah wilayah kaum muslimin menjadi negara-negara kecil yang berjumlah cukup banyak. Di antaranya Qatar, UEA, Syiria, Yaman, Irak, Iran, Kuwait, Oman, Saudi, dan sebagainya. Antara satu negara dengan negara lain dibuat batas wilayah. Seseorang tidak boleh masuk ke wilayah lain, kecualai harus disertai dengan paspor atau visa. Selain menerapkan hukum kafir, mereka juga menanamkan doktrin kesukuan dan nasionalisme.
Sesungguhnya batas-batas wilayah yang ada di dunia Islam adalah batas-batas yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Hal ini dilakukan oleh kaum kafir agar umat Islam terpecah-pecah, lemah, dan mudah ditundukkan.
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Hari ini kita sangat membutuhkan kesatuan dan persatuan umat. Ini adalah kewajiban kita, Allah juga melarang kita berbantah-bantahan karena itu akan menghilangkan kekuatan kita. Allah SWT berfirman, Wa athi'ullaaha wa athi'ur rasuul walaa tanaaza'uu fatafsyaluu wa tadzhaba riihukum washbiruu fa innallaaha ma'ashaabiriin (Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar).
Sesungguhnya serigala di dunia Barat telah bersiap-siaga untuk menerkam kita, kaum muslimin. Mereka akan memakan kita satu per satu. Mungkin kita teringat dengan sabda Rasulullah saw yang artinya, "Tidaklah tiga desa atau penduduk badui yang di dalamnya tidak menegakkan salat, kecuali setan akan menguasai mereka. Hendaknya kalian dengan jamaah, karena serigala itu akan memakan anjing yang sendirian."
Engkau benar, wahai Rasulullah! Serigala akan menyergap kambing yang menyendiri dan keluar dari gerombolannya. Apa yang digambarkan oleh Rasulullah sangat sesuai dengan kondisi umat Islam hari ini.
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Hari ini, saudara kita yang ada di Irak tengah mendapat musibah. Ini adalah bagian dari konspirasi kaum kafir yang dipimpin Amerika untuk menguasai satu per satu negara Islam. Setelah Irak, mungkin Sudan, terus Palestina, terus Saudi, dan seterusnya. Maka, sebagai umat yang satu, marilah kita merapatkan barisan dan berdoa untuk kemenangan kaum muslimin.
Allahumma a'izzil islaama wal muslimiin wakhdzul man khadzalal Islaama wal muslimiin (Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslim dan hinakanlah orang yang menghinakan Islam dan kaum muslimin), amin. Wallahu a'lam

Salat dan Kekuatan Iman

Salat dan Kekuatan Iman



Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Dalam sebuah riwayat, amirul mukminin Umar bin Khattab r.a., berkata, "Tatkala sepuluh ayat pertama dari surah Al-Mukminun turun, Rasulullah saw. mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berdoa, 'Ya Allah, tambahilah kami dan jangan kurangi kami, muliakan kami dan jangan hinakan kami, berilah kami dan jangan halangi kami, utamakan kami dan jangan utamakan yang lain mendahului kami, dan jadikanlah supaya kami rida kepada-Mu dan Engkau rida kepada kami.' Setelah itu, beliau menghadap para sahabat dan berkata, 'Allah telah menurunkan sepuluh ayat, barang siapa yang beramal dengannya maka Allah akan memasukkannya ke surga Firdaus yang tinggi'."
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Sepuluh ayat itu adalah, "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. "
Dan, marilah kita sejenak menyelami ayat tersebut beserta para pemilik keimanan yang dijanjikan Allah meraih kesuksesan, kebaikan, dan keberhasilan. Mereka adalah orang yang menang, beruntung, dan berbahagia. Mereka adalah orang yang beriman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir serta qadha dan qadar yang baik maupun yang buruk.
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Suatu hari, Rasulullah saw. memasuki sekumpulan sahabat, lalu beliau bertanya kepada mereka, "Apakah kalian orang yang beriman?" Umar menjawab, "Ya, kami adalah orang yang beriman wahai Rasulullah." Kemudian beliau bertanya, "Apa tanda keimanan kalian?" Umar menjawab, "Kami bersabar terhadap cobaan, rida dengan qadha, dan bersyukur terhadap kelapangan hidup. Maka Rasulullah saw. bersabda, "Kalian adalah orang yang beriman. Demi pemilik Kakbah, iman adalah sabar, syukur dan rida."
Dalam sebuah hadis qudsi Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, "Apabila Aku menguji hamba-Ku pada harta atau anak atau jiwanya, kemudian ia menerima dengan kesabaran yang baik, maka pada hari kiamat Aku merasa malu darinya untuk memberikan timbangan atau membentangkan pengadilan kepadanya, kemudian Aku akan memasukkannya ke janah tanpa hisab. Demi izah-Ku dan kebesaran-Ku Aku tidak akan mengeluarkan seorang hamba dari dunia ini dan Aku senang menyayanginya, sehingga Aku akan penuhi segala keburukan yang telah diperbuatnya dengan penyakit di badan atau kesempitan rezeki atau musibah harta atau anaknya meskipun keburukan itu sebesar biji atom. Seandainya kejelekan itu masih tersisa, maka akan Aku keraskan sakratul mautnya sehingga ia menjumpai-Ku seperti hari ketika ia dilahirkan ibunya."
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Mungkin kita masih teringat dengan Urwah bin Zubeir yang betisnya terkena pedang tajam, lalu para tabib berkata kepadanya, "Tidak ada cara untuk mengobati, kecuali dengan memotongnya," Lantas apakah yang akan dilakukan Urwah? Ia tengah berhadapan dengan ketentuan Allah dan tidak ada cara untuk menghindari, kecuali hanya dengan kesabaran.
Tabib lalu menyarankan agar Urwah menggunakan sesuatu yang bisa menghilangkan rasa sakit tatkala betisnya dipotong, tetapi apa jawab Urwah? Ia berkata, "Demi Allah, saya tidak akan menggunakan sesuatu yang menghalangi akalku berzikir kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala. Urwah lalu berkata kepada para Tabib, "Bila saya telah menjalankan salat kemudian saya sudah dalam kondisi duduk untuk membaca dan bertasyahud, potonglah betisku karena sesungguhnya saat itu saya merasa berada di hadapan Allah, tidak ada dalam hatiku, kecuali Allah Tabaraka wa Ta'ala. Urwah kemudian melaksanakan salat dan salatnya merupakan contoh yang istimewa."
Imam Hatim al-Ashim suatu hari ditanya, "Bagaimana kondisimu ketika engkau melaksanakan salat, wahai Hatim?" Ia menjawab, "Ketika saya melaksanakan salat, saya jadikan Kakbah ada di hadapanku, kematian di belakanku, ash-Shirath di bawah dua telapak kakiku, jannah di sebelah kananku, neraka ada disebelah kiriku dan saya merasa Allah mengawasiku, lalu saya sempurnakan ruku dan sujudnya, kemudian bila saya telah mengucapkan salam saya tidak mengetahui apakah Allah akan menerima atau menolaknya."
Dalam sebuah riwayat, seorang wanita datang menjumpai Musa a.s. seraya berkata, "Saya telah melakukan dosa besar, maka adakah pintu tobat untukku?" Musa lalu bertanya, "Apa dosamu wahai hamba Allah?" Ia menjawab, "Saya telah berzina dan melahirkan anak, lalu anak itu saya bunuh." Musa berkata, "Pergilah engkau dari sisiku, saya takut azab Allah akan menimpaku lantara dosamu. Maka, wanita itu pergi meninggalkan Musa dengan menangis dan kondisi yang menyedihkan. Setelah wanita keluar, turunlah wahyu kepada Musa melalui Jibril, "Wahai Musa, Allah Ta'ala berfirman kepadamu, 'Apakah engkau menolaknya, padahal ia ingin bertaubat? Apakah kamu tidak mengetahui dosa yang lebih besar daripada itu'?" Musa bertanya, "Apakah dosa yang lebih besar daripada itu?" Jibril menjawab, "Orang yang meninggalkan salat dengan sengaja."
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Di tengah-tengah kita ada seorang muslim yang tidak masuk masjid, kecuali pada hari besar, bulan Ramadan ataupun hari Jumat. Bahkan, ada muslim yang selama hidupnya tidak pernah mrmasuki masjid, kecuali hanya sekali saja, yaitu saat ia akan dikuburkan. Ia masuk masjid bukan untuk salat, tetapi untuk disalatkan.
Allah lalu berfirman yang artinya, "(Yaitu) orang-orang yang khusyu dalam salatnya." Maksud ayat ini adalah mereka memasuki salat sebagaimana manusia memasukkan pakaian ke dalam tubuhnya. Bila baju itu akan melindungi pemakainya dari panas dan dingin, salat akan melindungi pemiliknya dari azab jahannam. Khusyu adalah datangnya hati dan tenangnya anggota tubuh. Aisyah r.a. berkata, "Adalah Rasulullah saw. menceritakan kepada kami dan kami pun bercerita kepadanya, beliau berkata kepada kami dan kami pun berkata kepadanya. Apabila tiba waktu salat, beliau seakan tidak mengenali kami dan kami pun tidak mengenalinya. Itulah khusyu wahai hamba Allah."
Marilah kita kembali kepada kisah Urwah di atas. Para tabib berkata kepadanya, "Bagaimana kami akan memotong betismu wahai Urwah?" Ia menjawab, "Apabila saya memulai salat." Salatlah Urwah dan ia membentangkan betisnya, sedang dia dalam keadaan duduk membaca tasyahud, dan setelah mengucapkan dua salam, ia menanyakan kondisinya, "Apakah kalian telah selesai memotong?' Mereka menjawab, "Ya." Mereka lalu membawa Urwah ke rumahnya sementara darah masih menetes dari betisnya. Sesampai di rumah, Urwah lalu memanggil anak-anaknya, tetapi yang datang hanya seorang. Lalu, ia bertanya, "Apa yang terjadi?" Mereka menjawab, "Semoga Allah membesarkan pahalamu wahai Urwah, anakmu yang besar meninggal." Lalu, Urwah bertanya, "Apa yang terjadi?" Lihatlah kepada kekuatan iman, bagaimana ia membuat keajaiban, mendatangkan mukjizat dan menggerakkan gunung. Urwah berkata, "Apakah ia menampar pipi, merobek saku, menyeru dengan seruan jahiliyah, ataukah berkata dengan sebuah ucapan yang menyebabkan Allah Ta'ala marah kepada-Nya?"
Betis di hadapannya belum pula dikafani dan dikuburkan, darahnya juga masih mengalir, tetapi apa yang dikatakannya? Ia menghadap kepada Allah, lalu berkata, "Wahai Rab, Engkau telah memberiku rezeki dua orang anak dan kini Engkau telah mengambil salah satunya dan meninggalkan yang satu. Maka, segala puji untuk-Mu atas apa yang telah engkau ambil dan segala syukur untukmu atas apa yang engkau tinggalkan. Engkau telah memberiku dua betis, satu telah Engkau ambil dan satu engkau sisakan. Maka, segala puji untukmu atas apa yang Engkau ambil dan segala syukur untukmu atas apa yang engkau tinggalkan. Kemudian, ia mengambil betis yang telah dipotong dan dipandanginya." Lalu, ia berkata, "Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, sesungguhnya saya tidak berjalan denganmu ke tempat yang dimurkai Allah."
Inilah iman, inilah penyerahan kepada Allah Yang Maha Esa. Beginilah nabi kita mengajari kita untuk bersabar terhadap musibah, bersabar ketika mendapat kesulitan. Kita sangat membutuhkan untuk mencontoh Rasulullah saw. dan para sahabatnya karena mereka adalah teladan. Maha benar Allah Tabaraka wa Ta'ala dengan firmannya, "Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Kaya lagi terpuji."
Ya Allah, kepadamulah kami bertawakal. Kepadamulah kami kembali, dan Engkaulah tempat kembali. Ya Allah, janganlah engkau jadikan kami fitnah atas orang-orang kafir, ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana. Wallahu a'lam.

Jangan Berbohong

Jangan Berbohong


Islam menyuruh kita berbuat baik dan melarang perbuatan munkar. Termasuk dari perbuatan munkar dan mulai dilakukan kembali oleh kaum muslimin adalah dusta atau bohong. Dusta adalah (mangatakan) menunjukan sesuatu yang berbeda dengan yang sesunguhnya. Dusta ini bisa dilakukan dengan lesan, perbuatan, maupun keyakinan.
Berbohong dengan lesan adalah sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla yang berbunyi: "Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang pendusta." (An-Nahl: 105).
Berbohong dengan perbuatan adalah seperti firman Allah 'Azza wa Jalla: "Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis." (Yusuf: 16). Saudara-saudara Yusuf menampakkan rasa tangisnya untuk memberitahukan suatu perkara yang seakan-akan telah terjadi, tetapi pada kenyataannya tidak ada.
Berbohong dalam keyakinan adalah seperti firman Allah Azza wa Jalla: "Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: 'Kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar rasul Allah.' Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar pendusta." (Al-Munafiqun: 1). Artinya, mereka berdusta dalam keyakinannya. Secara lesan, mereka membenarkan apa yang diucapkan oleh Rasulullah saw, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berbohong karena ucapannya tidak sesuai dengan apa yang ada dalam hati mereka.
Mereka semua, baik yang berbohong dengan ucapan, amal, dan keyakinannnya adalah para pembohong yang tercela. Mereka adalah orang-orang yang dibenci oleh Allah Azza wa Jalla dan dilaknat, baik di langit maupun di bumi. "...laknat Allah itu ditimpakan atas orang-orang yang dusta." (Ali-Imran: 61).
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Allah Azza wa Jalla telah mengingatkan kepada kita agar jangan berbuat dusta, dan memberitahukan kepada kita bahwa dusta itu termasuk dari kebiasaan orang-orang munafik, orang kafir, dan orang Yahudi yang dibenci dan dilaknat oleh Allah Azza wa Jalla. Allah SWT berfirman berkaitan dengan orang-orang kafir tersebut: "Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah, dan haam. Akan tetapi, orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti." (Al-maidah: 105).
Mereka adalah orang-orang yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah. Allah menyifati mereka dengan pendusta yang sering mengada-adakan sesuatu. Mereka mengatakan atas dasar Allah apa yang mereka tidak ketahui. Begitu pula dengan orang-orang Yahudi yang mudah-mudahan dilaknat oleh Allah Azza wa Jalla, mereka memohon (kepada Nabi) untuk mendapatkan kemenangan atas orang-orang kafir, mereka memberi tahu bahwa seorang nabi akan datang kepada mereka dan mereka berharap agar nabi itu berasal dari kalangan Bani Israel. Namun, tatkala Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw yang bukan keturunan dari Bani Israel, mereka mengingkarinya. Allah SWT berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan al-kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada 'Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul-Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; maka berapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberpa orang (yang lain) kamu bunuh?"(Al-Baqarah: 87).
Demikianlah kondisi orang-orang yang yang kafir. "Sungguh telah merugi orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: 'Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!' sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu." (Al-An'am: 31). Mereka itu adalah orang-orang yang menjadikan dusta dan pendustaan sebagai din dan tempat kembali mereka adalah neraka jahanam.
"Sesungguhnya neraka jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai, lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas, mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya, mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang setimpal, sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya." (An-naba: 21 -- 28). Balasan kedustaan mereka adalah kekal di neraka dan adzab yang abadi.
Dan seseorang itu masih berdusta dan memilih kedustaan sehingga Allah menulis di sisi-Nya sebagai orang yang dusta. Dusta itu akan mengarah ke mana? mengarah kepada perbuatan kemaksiatan. Lalu kemaksiatan ini akan mengarah ke mana? mengarah ke neraka. Maka, amat buruklah tempat kembali pendusta, amat buruklah tempat kembali orang-orang kafir. Amat buruklah tempat kembali orang-orang yang sombong. Neraka jahanam dipersiapkan oleh Allah Azza wa Jalla bagi mereka yang menjadikan dusta sebagai syariat dan agama.
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk bersikap benar dan jujur. Allah SWT telah berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (At-Taubah: 119).
Allah SWT memuji orang-orang muhajirin--semoga Allah meridhai mereka--dan menyifatinya dengan jujur (benar). "Bagi orang-orang fakir yang berhijrah yang mereka dikeluarkan dari rumah-rumah mereka dan harta mereka, mereka mengharapkan fadhilah dari Allah dan keridhaaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya mereka adalah orang-orang yang benar." Mereka membenarkan apa yang datang dari Rasulullah saw. Mereka memenuhi janji yang telah mereka berikan kepada Allah. Mereka juga berjihad di jalan Allah dengan jihad yang sesunguhnya. Mereka pun sabar di semua tempat. Maka, Allah memjuji mereka di dalam Alquran.
Rasulullah saw memberi kabar gembira kepada orang-orang yang benar (jujur) dengan jannah (surga). Rasulullah saw bersabda, dari Abi Umamah dan diriwayatkan oleh Abi Daud, "Saya adalah penjamin rumah di rabdhil jannah--apa yang ada disekitar jannah--bagi siapa yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar. Aku adalah penjamin di tengah surga bagi siapa yang menginggalkan dusta meskipun itu bercanda dan aku adalah penjamin di atas surga bagi siapa yang berakhlak baik."
Bohong adalah buruk dan jelek. Rasulullah saw bersabda, "Tanda-tanda orang munafik ada tiga: bila berkata dusta; bila berjanji mengingkari; dan bila diberi amanat berkhianat."
"Ada empat hal yang barangsiapa berada di dalamnya, maka ia orang munafik murni. Dan, barangsiapa yang di dalamnya ada salah satu perangai dari keempat hal tersebut, maka ia memiliki perangai dari kemunafikan sehingga ia meninggalkannya: apabila berbicara dusta; apabila diberi amanat berkhianat; apabila berjanji mengingkari; dan bila berbantahan durhaka (bohong)."
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Apa pun penyebabnya, dusta harus kita jauhi. Karena itu, mari kita jaga lesan, perbuatan, dan keyakinan dari hal-hal yang menjurus kepada perbuatan dusta.

Sebab-Sebab Masuk Jannah

Sebab-Sebab Masuk Jannah



Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Sesungguhnya kehidupan orang mukmin di dunia ini memiliki tujuan. Tujuannya adalah meraih ridha Allah Azza wa Jalla? mencapai jannah yang luasnya seluas langit-langit dan bumi dan itu adalah kemenangan yang nyata. Allah SWT berfirman yang artinya, "Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan jannah (surga), maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."
Ya, tujuannya adalah mencari ridha Allah? meggapai surga karena surga adalah tempat tinggal yang pertama, tempatnya yang asli. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT berfirman, "Wahai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makakanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai."
Jannah (surga) adalah tempat tinggal ayah kita, lalu ayah kita dikeluarkan darinya dengan perbuatan musuh kita, Iblis yang dilaknat Allah, yang menipu ayah kita dan istrinya dengan makan dari pohon yang dilarang Allah untuk dimakannya. Allah Ta'ala berfirman, "?nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanaya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Rabb mereka menyeru mereka, 'Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu, 'Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua'."
Tujuan seorang muslim di dunia ini adalah sampai ke tempat tinggal tersebut, karena ia adalah tempat tinggal kemuliaan dan senikmat-nikmatnya tempat tinggal bagi orang yang bertakwa, disamping ia juga merupakan tempat tinggal keselamatan. Allah Ta'ala berfirman, "Bagi mereka (disediakan) darussalam (surga) pada sisi Rabbnya dan Dialah pelindung mereka disebabkan amal-amal saleh yang selalu mereka kerjakan."
Mereka sampai ke rumah itu karena tempat tinggal itu adalah tempat tinggal yang dimuliakan Allah Azza wa Jalla yang di dalamnya bisa melihat wajah-Nya yang Maha Mulia. Surga juga merupakan tempat tinggal yang di dalamnya berkumpul para nabi, sidik, syuhada, dan orang-orang saleh. Surga adalah tempat tinggal yang seseorang tidak melihat dan mendengar di dalamnya kecuali kebaikan pula. Allah Azza wa Jalla berfirman, "Doa mereka di dalamnya ialah 'Subhanakallahumma' dan salam penghormatan mereka ialah: 'Salam'. Dan penutup doa mereka ialah 'Alhamdulillahi Rabbil 'aalamin'." "?sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): 'Salamun 'alaikum bima shabartum,' maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu."
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah amalan apakah yang bisa menghantarkan seorang mukmin ke surga yang luas tesebut, yang seorang mukmin bila berjalan di bawah naungan satu pohon selama 100 tahun, maka ia belum bisa melewati naungan tersebut. Di dalam surga tersebut berada dalam kenikmatan dan amat senang. Mereka tidak haus dan tidak pula menjadi tua renta, tidak sakit, tidak mati, tidak tidur, dan tidak bosan, awet muda dan pakaiannya tidak akan usang atau rusak. Tempat tinggal ini haruslah dicapai dengan amal. Allah Ta'ala berfirman, "Itulah jannah yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan."
Harus beramal darlam rangka untuk mendapatkan jannah. Allah Ta'ala berfirman: "(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun." "Barang siapa yang beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Amalan pertama yang akan menghantarkan kita kepada surga keimanan yang benar. Keyakinan yang kuat. Iman kepada Allah SWT, malaikat, kitab dan rasul-Nya , hari kiamat, dan takdir-Nya yang baik maupun yang buruk. Iman yang tidak becampur dengan keraguan, iman yang murni kepada Allah SWT dengan segala apa yang telah diberitahukannya dari persolan yang gaib dan apa yang juga diberitahukan oleh Rasulullah saw. Karena, surga itu diharamkan bagi orang yang kafir, musyrik, haram bagi yang ragu atau menentang. "Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang zalim itu seorang penolong pun."
"Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga: "Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah dirizqikan Allah kepadamu." Mereka (penghuni surga) menjawab: "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir, (yaitu) orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan sendau gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka...." Itulah pahala mereka di sisi Allah harus dengan iman yang kuat.
Kemudian sebab yang kedua yang biasa menghantarkan ke surga adalah jujur. Jujur kepada Allah, jiwa, dan manusia. Dhahirnya tidak menyelisihi batinnya, begitu pula sebaliknya. Rasulullah saw bersabda, "Hendaklah kalian jujur, karena kejujuran itu akan memberi petunjuk kepada kebaikan. Dan kebaikan akan memberi petunjuk kepada surga. Dan seseorang itu masih dalam keadaan jujur dan mencari kejujuran sehingga Allah pun menulisnya sebagai orang yang jujur. Dan hendakhlah kalian menjauhi dusta. Karena dusta itu akan memberi petunjuk kepada kemaksiatan. Dan kemaksiatan itu akan memberi petunjuk kepada neraka. Dan seseorang masih dalam keadaan dusta dan mencari kedustaan, sehingga Allah pun menulis sebaga orang yang dusta."
Lalu sebab yang ketiga adalah sabar atas qadha' dan taqdir Allah Ta'ala. Seorang mukmin hidup di dunia ini dalam keadaan susah payah. Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah." Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir. Maka, yang diminta bagi orang mukmin adalah bersabar terhadap apa yang menimpa badannya, dirinya, keluarganya, hartanya, anaknya, sabar terhaap qadha' Allah dan taqdir-Nya karena Allah SWT telah memberitahukan bahwa sabar itu balasannya adalah surga. Allah Azza wa Jalla berfirman, "Sesungguhnya hanya orang-orang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas."
Kita berdoa semoga Allah melimpahkan surga kepada kita. Dan, melimpahkan perkataan dan perbuatan yang bisa mendekatkan kepada jannah tersebut. Kita juga berlindung kepada Allah dari neraka dan berlindung dari perkataan maupun perbuatan yang mendekatkan kepada neraka, amin.

Jangan Bunuh Anak-Anak

Jangan Bunuh Anak-Anak



Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Dalam kehidupan sebuah rumah tangga, kehadiran anak adalah anugerah dan kebahagian tersendiri bagi orang tua. Ini sesuai dengan fitrah manusia yang suka kepada anak-anak. Allah berfirman yang artinya, "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan...." (Ali Imran: 14).
Namun, di balik kebahagian dan kecintaan ini ada amanat yang besar. Ada hak yang harus dipenuhi oleh orang tua. Islam mewasiatkan kepada orang tua agar menjaga dan melaksanakan hak ini secara sempurna sebagaimana telah diajarkan dalam kitab dan sunah. Allah SWT berfirman berkenaan dengan hak anak, yang artinya "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka."
Sebab munculnya ayat di atas karena kebiasaan orang jahiliyah, yang karena hiasan dari setan, membunuh anak perempuan karena aib (malu), sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya." (At-Takwir: 8). Orang yang akan ditanya dalam ayat ini adalah mereka yang telah membunuh bayi yang tidak berdosa itu hanya karena Allah telah menciptakannya sebagai perempuan. Mereka marah dan malu kalau mendapat kabar kelahiran anaknya adalah perempuan, padahal perempuan itu telah mereka nisbahkan kepada Allah. Allah berfirman, "Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki). Dan apabila seorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah alangkah burukunya apa yang mereka tetapkan itu." (An-Nahl: 57 -- 59).
Selain karena aib, barangkali mereka membunuh anak itu juga karena kemiskinan. Dalam sebuah hadis, Abdullah bin Mas'ud ra berkata, "Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?" Beliau menjawab: "Engkau membuat sekutu bagi Allah, padahal Dia yang telah menciptakanmu." Lalu saya bertanya, "Apalagi ya Rasulullah?" Beliau menjawab: "Engkau bunuh anakmu karena takut ia akan makan bersamamu." Saya bertanya, "Kemudian apa lagi ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Engkau menzinahi istri tetanggamu," kemudian Rasulullah saw membacakan firman Allah yang artinya: "Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina....
Dalam hadis di atas dijelaskan bahwa pembunuhan terhadap anak-anak pada masa jahiliyah karena takut kemiskinan, sebagaimana tersebut dalam firman Allah: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karerna takut (imlaq) kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu." Ibnu Abbas berkata, "Yang dimaksud dengan imlaq adalah kefakiran. Sehingga, makna ayat adalah: "Janganlah engkau membunuh mereka karena kelaparannya."
Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Dalam surat Al-Isra' Allah SWT berfirman: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan...." Artinya, takut di masa datang akan muncul kemiskinan. Oleh karena itu, dalam ayat selanjutnya Allah berfirman: "Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka." Maka, Allah memberikan rezeki kepada mereka sebagi perhatian kepadanya. Maksud dari ayat ini adalah janganlah kalian takut miskin karena adanya anak. Karena Allahlah yang akan memberi rezeki kepada para makhluknya. Allah SWT berfiman, "Dan tidaklah Aku menciptkan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan Aku. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi Rezeki Yang Mempunyai Kekuatan Lagi Sangat Kokoh." (Adz-Dzariat: 56 -- 57).
Ayat ini menjelaskan sebab munculnya pembunuhan terhadap anak adalah dari bisikan dan hiasan setan agar mereka hancur dan berada dalam kesesatan, sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-An'am ayat 137: "Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang yang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi mereka agamanya...." (Al-An'am: 137). Yaitu, agar dien mereka kabur sehingga bercampur antara yang hak dan batil, yang menyebabkan diri mereka menjadi tersesat.
Sesungguhnya orang yang membunuh anak-anaknya akan rugi di dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa yang telah Allah rezekikan kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah.."(Al-An'am: 140).
Kerugian di dunia dalam bentuk kematian anak, kesempitan rezeki karena mereka telah mengharamkan sesuatu yang mereka ada-adakan sendiri. Adapun kerugian di akhirat akan menghantarkan kepada kedudukan yang paling buruk karena kedustaan mereka terhadap Allah. Wallahu a'lam.

Tegar dalam Menghadapi Ujian

Tegar dalam Menghadapi Ujian


Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Kehidupan manusia di dunia ini tidak akan terlepas dari ujian, karena ujian adalah sunnah Allah, sebagaimana yang ditegaskan dalam firman-Nya: "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman," sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (Al-Ankabut: 2--3).
Dalam ayat di atas Allah SWT menyatakan bahwa keimanan yang telah kita ikrarkan akan diuji oleh Allah SWT. Ujian itu bisa berbentuk sakit, miskin, kematian, rasa takut, bencana alam, godaan kekafiran, dan lain sebagainya. Dari ujian yang diberikan ini akan dapat diketahui apakah keimanan yang kita ikrarkan itu benar atau dusta.
Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Keimanan bagi seorang muslim adalah sesuatu yang sangat bernilai harganya. Dengan keimanan, amalan dan perbuatan seseorang menjadi bernilai di hadapan Allah SWT. Karena itu, Islam menganjurkan agar seorang muslim mempertahankan keimanan ini dari segala hal yang dapat menghancurkannya. Jangan sampai hanya karena perkara dunia, lalu kita harus menggadaikan keimanan kita.
Dalam hal ini, Rasulullah saw telah memberikan contoh kepada kita betapa beliau tegar dan tegas dalam mempertahankan keimanan ini. Ketika Rasulullah saw mendapat tawaran dari orang kafir untuk mengadakan ibadah bersama, satu hari bersama orang muslim dan hari yang lain bersama orang kafir, maka dengan tegas Rasulullah menolak tawaran yang merusak keimanan ini. Hal ini sebagaimana wahyu yang telah Allah SWT turunkan kepada beliau dalam surat Al-Kafirun ayat 1--6, "Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang aku sembah, Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah, untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku."
Demikian pula yang dikatakan oleh Rasulullah saw manakala pamannya, Abu Thalib, menyampaikan permintaan orang kafir agar beliau menghentikan dakwahnya. Maka, beliau bersabda, "Demi Allah, wahai pamanku, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan perkara ini, maka aku tidak akan meninggalkannnya, sehingga Allah menampakkannya atau menghancurkan yang lain." Kita bisa melihat betapa tegasnya Rasulullah saw dalam mempertahankan keimanan ini.
Maka, apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw ini kemudian memberikan pengaruh yang cukup lekat di hati dan sanubari para sahabat, sebagaimana yang terjadi dalam Perang Khandaq. Di saat orang munafik hampir saja mengadakan perdamaian dengan kabilah Banu Ghatfan dengan memberi sepertiga hasil kurma Madinah. Maka, berkatalah dua Sa'ad, yaitu Sa'ad bin Muaz, pemuka suku Aus, dan Sa'ad bin Ubadah, pemuka suku Khazraj: "Ya Rasulullah, dahulu ketika kami dan mereka masih dalam keadaan menyekutukan Allah dan menyembah berhala dan mereka tidak pernah menerima kurma dari kami selain dengan jalan hutang atau beli. Apakah kini setelah Allah memuliakan kami dengan Islam dengan memberi petunjuk kami kepada Islam serta kami bangga dengan engkau dan Allah akan kami berikan harta kami kepada mereka? Demi Allah, kami tidak perlu berdamai. Demi Allah, kami tidak rela memberikan kepada mereka sesuatu selain pedang, sampai Allah memutuskan sesuatu antara kami dan mereka."
Peristiwa ini lalu dikomentari dalam beberapa kitab tafsir: "Tidaklah Rasulullah saw meridhai perdamaian itu, melainkan beliau ingin menguji keteguhan orang-orang Anshar, ketabahan hati, dan kekuatan izzahnya. Maka, Rasulullah saw melihat pada dua Sa'ad ini apa yang menyenangkan hatinya."
Demikian pula yang dilakukan oleh Ka'ab bin Malik manakala diboikot oleh kaum muslimin karena tidak ikut serta dalam perang Tabuk. Selama 50 hari tak ada seorang pun yang menyapa, menegur, memberi salam, dan menjawab salamnya. Maka bumi ini terasa begitu sempit baginya. Lalu manakala ia tengah berjalan-jalan di pasar, ia mendapati seorang petani dari Syam yang biasa menjual makanan di pasar Madinah bertanya: "Siapakah yang suka menunjukkah kepada saya Ka'ab bin Malik." Maka semua orang yang ditanya menunjuk kepada saya. Kemudian orang itu mendekati saya sambil membawa sepucuk surat dari Raja Ghassan yang didalamnya berisi, " Sebenarnya saya telah mendengar bahwa kamu telah diboikot oleh teman-temanmu dan Allah tidak menjadikan kamu orang yang terhina, maka datanglah kepada kami tentu kami akan menerimamu. Apakah yang dilakukan oleh Ka'ab mendapat tawaran seperti itu? Apakah ia akan menjual agamanya, apakah dia akan bergabung dengan orang-orang kafir dan mencari kemulaian di sana, sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang?" Tidak, tetapi yang dikatan oleh Ka'ab adalah: "Ini juga sebagai ujian." Lalu ia pergi ke tempat api dan membakar surat itu. Mengapa ia membakar surat itu? karena ia tahu bahwa Rasulullah saw adalah sumber kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Dalam surat Al-Baqarah Allah SWT berfirman: "Sekali-kali orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela terhadap kamu, sehingga kamu mengikuti agama mereka."
Dalam ayat di atas jelas bahwa upaya orang-orang Nasrani dan Yahudi untuk menghancurkan keimanan kita akan senantiasa terus ada. Maka, yang terpenting bagi kita adalah tetap tegar untuk mempertahankan keimanan ini. Sekian, wallahu a'lam.

Hukum dan Nilai-Nilai Islam Makin Terkikis

Hukum dan Nilai-Nilai Islam Makin Terkikis


Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Dewasa ini bila kita memperhatikan kondisi umat Islam, maka ada beberapa hal yang bisa kita garis bawahi. Pertama, umat Islam telah kehilangan sumber kekuatannya. Sumber kekuatan umat Islam adalah dien Islam. Hal ini berdasar pada perkataan Umar bin Khaththab ra, "Dahulu kami adalah kaum yang hina, lalu Allah memuliakan kami dengan Islam. Maka setiap kami mengharapkan kemuliaan di luar Islam, Allah menghinakan kami." Karena itu seorang muslim, tidaklah akan mendapatkan kemuliaan bila ia mencarinya di luar Islam. Seorang muslim yang mencari kekuatan di luar Islam, pada hakikatnya ia lemah, meskipun merasa dirinya kuat; ia fakir, meskipun merasa dirinya kaya.
Islam adalah sumber kekuatan. Bila kaum muslimin berpegang teguh dengan Islamnya, niscaya ia akan mengalami kejayaan. Namun bila tidak, ia akan dihinakan oleh Allah dan dijadikan sebagai hidangan bagi anjing-anjing barat.
Persoalan kedua, ikatan Islam terurai sedikit demi sedikit. Dari Abi Amamah al-Bahili ra, Rasululah saw bersabda, "Ikatan Islam betul-betul akan terurai satu persatu. Dan setiap kali terlepas satu ikatan, maka manusia akan bergantung dengan ikatan berikutnya. Yang pertama adalah terlepasnya hukum dan yang terakhir adalah salat." Yang pertama adalah terlepasnya hukum. Hukum ini, beserta ruang lingkupnya, mulai terlepas satu demi satu, semenjak masa khalifatur rasyidin berakhir. Apa yang dahulu ada di kekhalifahan ini, seperti majlis syura, penjagaan harta, dan penyampaian hak-hak mulai hilang satu persatu. Dan berubahlah kekhilafahan yang berbentuk syura kepada raja yang menggigit, yang diwariskan secara turun-temurun dari bapak kepada anaknya. Perkara hukum mulai diserahkan kepada bukan ahlinya dan amanah mulai disepelekan. Rasulullah saw, "Barangsiapa yang menyerahkan (perkara) kaum muslimin ini kepada seseorang, padahal ada orang yang lebih baik darinya, maka ia telah menipu Allah, Rasul dan orang-orang mukmin." Orang yang menyerahkan kekuasaan kepada seseorang, padahal ia tahu ada orang yang lebih ahli dan baik darinya dalam membawa kekuasaan itu, maka ia telah menipu Allah, rasul dan orang-orang mukmin.
Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Bila kita melihat fenomena hari ini, maka kita dapati hukum Islam telah terurai satu persatu. Saat ini hukum Islam telah digantikan dengan hukum yang lain. Aturannya diubah dan pemahamannya dikaburkan. Kebodohan, bid'ah, khurafat, gambaran yang rusak dan pemikiran yang membawa kepada kekafiran, juga telah tersebar di tengah kaum muslimin. Ini semua adalah hasil dari perbuatan pemimpin Islam yang menyebarkan kebodohan, meremehkan ilmu dan memerangi dakwah di belahan dunia. Setiap ada dakwah yang bersungguh-sungguh untuk mengajarkan kepada manusia bahwa Allah itu satu, Allah adalah pemilik hukum dan kemuliaan umat Islam terletak pada Islam, maka ia akan dihancurkan, pelakunya dijebloskan ke penjara atau dihukum mati. Sementara dalam waktu bersamaan, ia memberi kesempatan kepada khurafat dan bid'ah untuk berkembang. Maka yang tersebar di tengah manusia adalah kebodohan dan kerusakan.
Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Persoalan ketiga, meninggalkan jihad. Jihad adalah bentuk kekuatan kaum muslimin dan sebab kemuliaannya. Dengan jihad kaum muslimin menjadi kuat di hadapan musuh. Hari ini kaum muslimin telah meninggalkan jihad, mencintai dunia dan takut mati. Maka benarlah apa yang telah diprediksikan oleh Rasulullah saw 14 abad silam. Beliau pernah bersabda, "Apabila kalian telah melakukan penjualan secara kredit beserta tambahan harga, mengikuti ekor sapi, suka terhadap pertanian, dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan yang tidak dilepaskan dari kalian sampai kalian kembali kepada dien kalian."
Ketika kaum muslimin meninggalkan jihad, maka Allah menimpakan kehinaan kepada mereka. Dahulu, Islam berada dalam satu kekhilafahan, yang merupakan simbol persatuan dan kesatuan. Semua kaum muslimin tunduk pada kekhilafahan ini. Namun setelah kekhilafahan ini runtuh pada tahun 1924, karena meninggalkan jihad, umat Islam berada di bawah kekuasaan orang kafir. Wilayahnya pun direbut dan dibagi-bagi di antara mereka. Untuk Italia, Perancis, Inggris, Belanda, Spanyol, dan Portugal. Maka, sebagian umat Islam saat itu berada di bawah kekuasaan Perancis, sedang sebagian yang lain dibawah kekuasan Inggris. Hukum Islam diberangus dan digantikan dengan hukum mereka. Jihad disingkirkan dan kaum muslimin disibukkan dengan perkara-perkara yang remeh.
Wilayah Islam yang dahulu merupakan wilayah yang luas, oleh mereka kemudian dipecah-pecah menjadi negara-negara kecil, yang jumlahnya lebih dari 80 buah. Setiap negara di dalamnya dimunculkan masalah-masalah, disamping dibuat bergantung kepada dirinya. Dimunculkan fitnah dan konspirasi untuk mengadu domba satu dengan yang lainnya. Iran diadu dengan Irak; Yaman dengan Oman; Mesir dengan Sudan, dan sebagainya. Ini semua tentunya menjadikan kaum muslimin semakin lemah.
Disamping mengadu domba, mereka juga menanamkan pengaruh-pengaruhnya: hukum jahiliyah, pendidikan sekuler, perilaku buruk, bahasa dan adat istiadat yang menyimpang. Akibatnya, kaum muslimim tumbuh tidak pada gambaran jernihnya sebagaimana telah diwariskan oleh para pendahulunya. Maka yang muncul adalah perpecahan, perselisihan pandangan dan kekacuan, yang itu semua berujung kepada kehinaan diri.
Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Itulah beberapa persoalan umat yang menjadi keprihatinan kita bersama. Semoga Allah memberikan jalan keluar yang terbaik bagi kita semua. Amin. Wallahu a'lam bishshowab.

Menepati Janji

Menepati Janji



Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Allah SWT telah berfirman dalam sebuah ayat yang artinya, "Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu, dan hanya kepada-Kulah kamu harus takut (tunduk)."
Dinul Islam sejak kedatangannya mempunyai tujuan yang indah, yaitu membangun masyarakat yang ideal penuh dengan keutamaan, jauh dari kehinaan, saling tolong menolong atas dasar taqwa dan kebaikan, serta saling berwasiat dengan kesabaran dan kebenaran. Dinul Islam juga mengajarkan agar setiap muslim menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia. Dan di antara akhlak yang mulia itu adalah menepati janji. Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kalian beribadah kepada selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin."
Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Menepati janji Allah dan rasul-Nya adalah pokok pondasi dari semua janji. Bila seseorang berhasil menepati janji Allah dan rasul-Nya, maka ia akan berhasil pula dalam menepati janji lainnya. Sebaliknya, bila ia gagal memenuhi janji Allah dan rasul-Nya, maka ia adalah orang yang tidak lagi memiliki janji dan keamanan. Karena, antara janji dan keimanan saling berhubungan.
Berdasarkan ayat dari surat Al-Baqarah di atas, yang dimaksud dengan janji Allah adalah beribadah hanya kepada-Nya. Adapun yang dimaksud dengan janji rasul adalah mengikuti perjalanan, sirah, dan konsep kehidupannya. Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: 'Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya'. Allah berfirman: 'Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu'? mereka menjawab: 'Kami mengakui'. Allah berfirman: 'Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersamamu'."
Tidak diragukan lagi, menepati janji selain tanda dari keistiqamahan, ia juga merupakan tiang dari kepercayaan seseorang. Kalau menepati janji tidak ada, maka istiqamah dan kepercayaan juga tidak ada. Allah SWT berfirman: "(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa." Dalam sisi lain, Islam juga mencela bagi mereka yang menghianati amanat. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya binatang(makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman. (Yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dengan mereka, sesudah itu mereka menghianati janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya)."
Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Ada ungkapan yang menyebutkan bahwa janji itu adalah hutang. Oleh karena itu harus dipenuhi. Disamping itu, janji juga akan diminta pertanggungjawabannya. Allah SWT berfirman, "Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya." Atau, dalam firman-Nya yang lain, "Dan tepatilah perjanjian dengan Allah, apabila kalian berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) sesudah meneguhkannya."
Oleh karena itu, siapa saja yang telah berjanji kepada sesama manusia, entah itu berkenaan dengan janji membayar hutang, memenuhi undangan, berkumpul di suatu tempat dan sebagainya, maka janji-janji itu harus dipenuhi dan tak boleh diingkari. Rasulullah saw bersabda, "Ada tiga hal, siapa yang berada di dalamnya, maka dia adalah orang munafik, meskipun dia salat, puasa, haji, berkata bahwa dirinya adalah seorang muslim. Tiga hal tersebut adalah: apabila berbicara berbohong, apabila berjanji mengingkari, dan apabila diberi amanat, berkhianat."
Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Termasuk menepati janji yang perlu diperhatikan adalah membayar hutang. Karena, membayar hutang memiliki kedudukan yang kuat di sisi Allah SWT. Maka, siapa yang telah berhutang, hendaklah ia berusaha dengan sekuat tenaga untuk memenuhi hutang tersebut, dan Allah akan menjamin pelunasan hutangnya. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda, "Tiga hal yang merupakan kewajiban Allah untuk memberikan pertolongan, yaitu seorang budak mukatab yang berusaha melunasi dirinya, orang yang menikah karena menjaga kehormatan dan orang yang berjihad di jalan Allah."
Hadis di atas memberi kejelasan bahwa Allah memberi udzur bagi orang yang kesulitan membayar hutang karena kondisi yang sulit atau karena adanya musibah. Adapun bagi mereka yang mampu melunasi, tetapi tidak segera membayarkannya, maka hal ini termasuk sikap meremehkan dan kemewahan yang dibenci. Sementara, mereka yang berhutang dan berniat tidak mengembalikannya, ini termasuk orang yang merusak janji. Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang mengambil harta manusia, karena ingin ditunaikan kepada yang berhak, niscaya Allah akan menyampaikannya. Namun barangsiapa mengambil harta manusia karena ingin dihilangkannya. Maka Allah akan menghilangkannya."
Karena itu, marilah kita takut kepada Allah dan marilah kita penuhi janji-janji dan marilah kita melaksanakan amanat. Rasulullah saw bersabda, "Tidak ada iman bagi yang tidak melaksanakan amanat, dan tidak ada dien bagi yang tidak memenuhi janji."
Wallahu a'lam bishshawab.

Mencapai Hati yang Istiqamah

Mencapai Hati yang Istiqamah



Ma'asyiral muslimin rakhimahullah!
Hati adalah sumber kebaikan dan keburukan seseorang. Bila hati penuh dengan ketaatan kepada Allah, maka perilaku seseorang akan penuh dengan kebaikan. Sebaliknya, bila hati penuh dengan syahwat dan hawa nafsu, maka yang akan muncul dalam perilaku adalah keburukan dan kemaksiatan.
Keburukan dan kemaksiatan ini bisa datang karena hati seseorang dalam keadaan lengah dari dzikir kepada Allah. Ibnul Qoyyim al-Jauziyah berkata, "Apabila hati seseorang itu lengah dari dzikir kepada Allah, maka setan dengan serta merta akan masuk ke dalam hati seseorang dan mempengaruhinya untuk berbuat keburukan. Masuknya setan ke dalam hati yang lengah ini, bahkan lebih cepat daripada masuknya angin ke dalam sebuah ruangan."
Oleh karena itu, hati seorang mukmin harus senantiasa dijaga dari pengaruh setan ini. Yaitu, dengan senantiasa berada dalam sikap taat kepada Allah SWT. Upaya inilah yang disebut dengan Istiqamah.
Imam al-Qurtubi berkata, "Hati yang istiqamah adalah hati yang senantiasa lurus dalam ketaatan kepada Allah, baik berupa keyakinan, perkataan, maupun perbuatan." Lebih lanjut beliau mengatakan, "Hati yang istiqamah adalah jalan menuju keberhasilan di dunia dan keselamatan dari azab akhirat. Hati yang istiqamah akan membuat seseorang dekat dengan kebaikan, rezekinya akan dilapangkan dan akan jauh dari hawa nafsu dan syahwat. Dengan hati yang istiqamah, maka malaikat akan turun untuk memberikan keteguhan dan keamanan serta ketenangan dari ketakutan terhadap adzab kubur. Hati yang istiqamah akan membuat amal diterima dan menghapus dosa."
Ma'asyiral muslimin rakhimahullah!
Ada banyak cara untuk menggapai hati yang istiqamah ini. Di antaranya: pertama, meletakkan cinta kepada Allah SWT di atas segala-galanya. Ini adalah persoalan yang tidak mudah dan butuh perjuangan keras. Karena, dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami benturan antara kepentingan Allah dan kepentingan makhluk, entah itu kepentingan orang tua, guru, teman, saudara, atau yang lainnya. Apabila dalam kenyataanya kita lebih mendahulukan kepentingan makhluk, maka itu pertanda bahwa kita belum meletakkan cinta Allah di atas segala-galanya.
Padahal, Allah SWT telah menegaskan bahwa siapa yang lebih mencintai sesuatu selain Allah, maka ia justru akan tersiksa dengan rasa cintanya itu. Siapa yang takut karena selain Allah, maka ia justru akan dikuasai oleh rasa takutnya itu. Siapa yang sibuk dengan selain Allah, maka ia akan mengalami kebosonan dan siapa yang mendahulukan yang lain daripada Allah, maka ia tidak akan mendapatkan keberkahan dari-Nya.
Kedua, membesarkan perintah dan larangan Allah. Membesarkan perintah dan larangan Allah harus dimulai dari membesarkan dan mengagungkan pemilik perintah dan larangan tersebut, yaitu Allah SWT. Allah SWT berfirman yang artinya, "Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah." Ulama dalam menafsirkan ayat ini mengatakan, "Mengapa kalian tidak takut akan kebesaran Allah."
Membesarkan perintah Allah di antaranya adalah dengan menjaga waktu salat, melakukannya dengan khusyu, memeriksa rukun dan kesempurnaannya serta melakukannya secara berjamaah.
Ketiga, senantiasa berzikir kepada Allah. Zikir adalah wasiat Allah kepada hamba-hamba-Nya dan wasiat Rasulullah kepada ummatnya. Dalam sebuah hadis qudsi Allah SWT berfirman, "Barangsiapa yang mengingat-Ku di dalam dirinya, maka Aku akan mengingat-Nya dalam diri-Ku. Dan barang siapa yang mengingat-Ku dalam kesibukan, maka Aku akan mengingat-Nya dalam kesibukan yang lebih baik darinya." (HR Bukhari).
Keempat, Mempelajari kisah orang-orang saleh terdahulu. Hal ini diharapkan agar kita bisa mengambil pelajaran dari mereka. Bagaimana kesabaran mereka ketika menghadapi ujian yang berat, kejujuran mereka dalam bersikap, dan keteguhan mereka dalam mempertahankan keimanan.
Allah SWT berfirman, "Sungguh dalam kisah-kisah mereka terdapat ibrah (pelajaran) bagi orang yang memiliki akal, ...."
Kelima, senantiasa berpikir tentang kebesaran ciptaan Allah. Allah SWT memiliki ciptaan yang indah dan besar. Dengan memikirkan ciptaannya diharapkan bisa menyadari betapa besar kekuasaan Allah terhadap ciptaan-Nya itu. Allah SWT berfirman, "Wahai manusia, telah diberikan kepada kalian beberapa permisalan, maka dengarkanlah (perhatikanlah) permisalan itu. Sesungguhnya orang-orang yang engkau seru selain Allah, mereka tidak akan mampu untuk menciptakan lalat, meskipun untuk melakukannya itu mereka berkumpul bersama?."
Demikianlah beberapa hal yang akan mengantarkan kita kepada hati yang istiqamah. Dan mudah-mudahan saja kita bisa mendapatkannya.

Tiga Kenikmatan Hidup

Tiga Kenikmatan Hidup


Kaum muslimin rahimakumullah!
Setiap manusia, apalagi sebagai muslim, tentu mendambakan kehidupan yang menyenangkan di dunia ini, bahkan kalau perlu seolah-olah dunia ini menjadi milik kita. Untuk bisa merasakan kehikmatan hidup di dunia ini, ada tiga perkara yang harus dicapai oleh seorang muslim, hal ini disebutkan dalam hadis Nabi, "Barangsiapa yang di pagi hari sehat badannya, tenang jiwanya, dan dia mempunyai makanan di hari itu, maka seolah-olah dunia ini dikaruniakan kepadanya." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Untuk memahami lebih dalam tentang apa yang dimaksud oleh Rasulullah saw, hadis di atas perlu kita pahami dengan baik.
Badan yang Sehat
Badan yang sehat merupakan suatu kenikmatan tersendiri bagi manusia yang tidak ternilai harganya, rasanya tidak ada artinya segala sesuatu yang kita miliki bila kita tidak memiliki kesehatan jasmani. Apa artinya harta yang berlimpah dengan mobil yang mahal harganya, rumah yang besar dan bagus, kedudukan yang tinggi dan segala sesuatu yang sebenarnya menyenangkan untuk hidup di dunia ini bila kita tidak sehat. Oleh karena kesehatan bukan hanya harus dibanggakan dihadapan orang lain, tetapi yang lebih penting lagi adalah harus disyukuri kepada yang menganugerahkannya, yakni Allah SWT.
Kesehatan badan bisa diraih dengan mencegah dari segala penyakit yang akan menyerang tubuh dan mengatur segala keseimbangan yang diperlukannya. Oleh karena itu, tubuh manusia punya hak-hak yang harus dipenuhi, di antara hak-hak itu adalah bersihkan jasmani bila kotor, makan bila lapar, minum bila haus, istirahat bila lelah, berlindung dari panas dan dingin, berobat bila terserang penyakit, dll. Ini merupakan salah satu bentuk dari rasa syukur kepada Allah yang harus kita tunjukkan. Bentuk syukur yang lain adalah memanfaatkan kesehatan jasmani dengan segala kesegaran dan kekuatannya untuk melakukan berbagai aktivitas yang menggambarkan pengabdian kita kepada Allah SWT.
Namun, yang amat disayangkan dan ini diingatkan betul oleh Rasulullah saw adalah banyak manusia yang lupa dengan kondisi kesehatannya. Saat sehat ia tidak mencegah kemungkinan datangnya penyakit, tidak memenuhi hak-hak jasmani dan tidak menggunakan kesehatannya itu untuk melakukan aktivitas pengabdian kepada Allah sehingga pada saat sakit, barulah ia menyesal dengan penyesalan yang sangat dalam.
Rasulullah saw bersabda, "Ada dua nikmat yang sering dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang." (HR Bukhari).
Jiwa yang Tenang
Hal yang tidak kalah pentingnya dari badan yang sehat adalah jiwa yang tenang, sebab apa artinya manusia memiliki jiwa yang sehat bila jiwanya tidak tenang, bahkan badan yang sakit sekalipun tidak menjadi persoalan yang terlalu memberatkan bila dihadapi dengan jiwa yang tenang, apalagi ketenangan jiwa bila menjadi modal yang besar untuk bisa sembuh dari berbagai penyakit.
Jiwa yang tenang adalah jiwa yang selalu berorientasi kepada Allah SWT, karena itu, orang yang ingin meraih ketenangan hidup dijalani kehidupan dengan segala aktivitasnya karena Allah, dengan ketentuan yang telah digariskan Allah dan untuk meraih ridha dari Allah SWT. Dengan demikian, sumber ketenangan hidup bagi seorang muslim adalah keimanan kepada Allah SWT dan ia selalu berzikir kepada Allah dengan segala aplikasinya.
Allah SWT berfirman yang artinya, "Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram (tenang) dengan mengingat Allah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang." (13: 28).
Oleh karena itu, keimanan kepada Allah yang merupakan sumber ketenangan akan membuat seorang muslim merasa senang untuk mendapatkan beban-beban berat dan tidak ada kegelisahan sedikit pun di dalam hatinya dalam menjalankan tugas-tugas yang berat itu. Abu Na?im dan Ibnu Hibban meriwayatkan bahwa para sahabat Nabi bahu-membahu membawa satu persatu batu bata yang besar untuk membangun masjid. Tetapi, Ammar bin Yasir justru membawa dua tumpukan batu bata besar. Ketika Nabi melihatnya, beliau membersihkan debu dari kepala Ammar sambil bersabda, "Wahai Ammar, tidakkah cukup bagimu untuk membawa seperti yang dilakukan para sahabatmu?" Ammar menjawab, "Saya mengharapkan pahala dari Allah." Lalu Nabi bersabda, "Sesungguhnya Ammar memiliki keimanan yang penuh dari ujung rambut sampai ke ujung kakinya atau tulangnya."
Disamping itu, seandainya kematian akan menjemput dirinya, keimanan kepada Allah dengan segala aplikasinya tidak akan membuat seorang muslim takut kepada mati, bahkan ia akan menyambut kematian itu dengan jiwa yang tenang, Allah pun memanggilnya dengan panggilan yang menyenangkan, "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku." (89: 27 -- 30).
Dengan demikian, jiwa yang tenang membuat kehidupan manusia bisa dijalani dengan sebai-baiknya dan memberi manfaat yang besar, tidak hanya bagi dirinya tetapi juga bagi orang lain, sedangkan kematiannya justru akan menjadi kenangan manis bagi orang yang hidup dan ia akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki dengan masuk ke dalam surga dengan segala kenikmatan yang tiada terbayangkan.
Makanan yang Cukup
Makanan, termasuk di dalamnya adalah minuman, merupakan kebutuhan yang sangat pokok dalam kehidupan manusia. Kesehatan manusia tidak bisa dipertahankan bila ia tidak makan dan tidak minum, bahkan tidak sedikit orang yang semula memiliki kekuatan iman tidak bisa lagi dipertahankan keimanannya karena lapar, sedangkan bila situasinya sangat darurat, seorang muslim pun terpaksa harus memakan sesuatu yang pada dasarnya haram untuk dimakan, namun apakah seorang muslim bisa untuk berlama-lama dalam situasi darurat?
Oleh karena itu, memiliki makanan yang cukup atau perekonomian yang memadai merupakan suatu kenikmatan tersendiri dalam hidup ini, sedangkan bila kondisi kehidupan seseorang dalam keadaan lapar, dan ia tidur dalam keadaan yang demikian, maka hal itu merupakan sesuatu yang sangat jelek, karenanya Rasulullah saw selalu berdoa sebagaimana terdapat dalam hadits:
"Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari lapar, karena ia adalah teman tidur yang paling jelek." (HR Abu Daud, Nasa?I, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
Untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan, seorang muslim sangat dituntut untuk mencari nafkah, baik untuk diri maupun keluarganya, apalagi bila ia bisa membantu orang lain seperti anak yatim, fakir miskin, dan sebagainya. Itu sebabnya, orang yang mencari nafkah secara halal dan terhormat (bukan dengan cara mengemis atau meminta-minta) sangat dimuliakan oleh Allah SWT. Karenanya setiap muslim harus bersungguh-sungguh dalam mencari nafkah guna memenuhi kebutuhannya. Bila sudah terpenuhi dan selalu bisa dipenuhi kebutuhan nafkah diri dan keluarganya, maka hal ini merupakan suatu kenikmatan dalam kehidupan dan iman bila dipertahankan dan ditingkatkan kualitasnya pada masa-masa mendatang. Paling tidak, salah satu faktor yang membuat seseorang bisa menjadi kufur telah teratasi.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Demikian tiga faktor penting yang membuat manusia bisa dikatakan memperoleh kenikmatan dalam hidupnya di dunia yang sangat berpengaruh pada upaya memperoleh kenikmatan di akhirat kelak.

Tiga Sumpah Nabi

Tiga Sumpah Nabi


Kaum muslimin rahimakumullah!
Sumpah biasanya digunakan untuk menunjukkan atau mengemukakan kebenaran yang sesungguhnya. Dengan sumpah, mestinya kita menjadi yakin dan tidak ragu sedikit pun terhadap kebenaran yang dimaksudkan di dalam sumpah itu. Untuk meyakinkan dan menarik perhatian kita tentang suatu persoalan yang sangat penting, Allah SWT di dalam Alquran juga bersumpah dengan menyebut sesuatu. Di dalam hadis, ternyata terdapat juga sumpah Nabi Muhammad saw sehingga apa yang menjadi sumpahnya itu sangat penting untuk kita perhatikan agar kita semakin yakin. Di antara sumpah Nabi adalah tentang tiga perkara sebagaimana hadis berikut.
"Tiga hal yang aku bersumpah atas ketiganya: tidak berkurang harta karena shadaqah, tidak teraniaya seorang hamba dengan aniaya yang ia sabar atasnya melainkan Allah Azza Wa Jalla menambahinya kemuliaan, dan tidak membuka seorang hamba pintu permintaan melainkan Allah membuka atasnya pintu kefakiran." (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Harta Tidak Berkurang karena Shadaqah
Salah satu keharusan kita sebagai muslim dalam kaitan dengan harta adalah menunaikan zakat, infak, dan shadaqah (ZIS). Namun, tidak sedikit orang yang meskipun sudah mengaku muslim tetapi masih tidak mau menunaikan keharusannya itu. Di antara mereka ada yang khawatir bila ZIS itu ditunaikan hartanya akan berkurang, bahkan bisa jadi ia menjadi miskin. Kekhawatiran itu merupakan sesuatu yang tidak beralasan, hal ini karena Rasulullah saw memberikan jaminan bahwa bila seseorang menunaikan shadaqah, maka hartanya justru akan bertambah. Memang pada saat ia keluarkan uang atau hartanya untuk shadaqah, hartanya memang akan berkurang, tetapi dari dampak atau pengaruh positifnya ia akan memperoleh tambahan, baik dalam bentuk jumlah maupun nilai dari harta itu sendiri.
Dalam bentuk jumlah, harta yang dishadaqahkan mungkin saja bertambah, misalnya ia berdagang, setelah keuntungannya besar ia bershadaqah, maka orang yang diberinya shadaqah itu mendo?akan agar hartanya bertambah banyak dan do?a itu pun dikabulkan oleh Allah SWT sehingga perdagangannya semakin laris sehingga semakin banyak yang bisa dijual. Adapun nilai yang besar, ini nampak dari keutamaan yang sedemikian besar yang diberikan Allah SWT kepada orang yang membelanjakan hartanya di jalan yang benar, Allah SWT berfirman, "Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir. Pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) dan Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 261).
Keteraniayaan Membawa Kemuliaan
Ada banyak contoh tentang orang yang dianiaya, manakala mereka tetap sabar dan istiqamah dalam mempertahankan kebenaran yang diyakininya akan membawa pada kemuliaan dirinya dan si penganiaya yang merasa sebagai orang yang jauh lebih mulia menjadi manusia dengan segala kerendahan martabat kepribadian yang disandangkan kepadanya. Nabi Ibrahim as yang ketika itu masih muda belia mengalami penganiayaan dari Raja Nambrut hingga Ibrahim dibakar, lalu ditolong oleh Allah SWT, hal ini bukan membawa kehinaan bagi Nabi Ibrahim tetapi malah menjadikannya orang yang mulia hingga pengikutnya bertambah banyak.
Kaum muslimin di Mekah pada masa Rasulullah saw juga mengalami penganiayaan dari orang-orang kafir, mereka diboikot, dibunuh, disiksa hingga terusir dari kota kelahiran mereka. Namun, hal itu tidak membuat Rasulullah dengan para sahabatnya menjadi hina, tetapi justru membawa kemuliaan. Ketika para sahabat berhijrah ke Habasyah, mereka mendapatkan perlindungan atau suaka dari Raja Najasi yang beragama Nasrani hingga akhirnya sang raja masuk ke dalam Islam, sedangkan Rasulullah bersama para sahabat lainnya berhijrah ke Madinah yang kemudian berhasil menyatukan kaum kaum muslimin dari Mekah dan Madinah hingga menghasilkan kekuatan umat yang disegani.
Di Mesir, para aktivis dakwah pernah mengalami penganiyaan dari penguasa Mesir yang zalim pada waktu itu, penganiayaan dimaksudkan untuk menghambat dan menghentikan langkah-langkah dakwah, tetapi gerakan dakwah justru semakin tersebar luas hingga ke berbagai negara di dunia, karena para aktivis dakwah yang dipenjara menghasilkan karya tulis yang gemilang seperti Sayyid Quthb dengan Fi Dzilalil Qur?an, terbunuhnya Hasan al-Banna menarik simpati dan pengusiran para akltivis dakwah membuat mereka bisa berdakwah ke berbagai negara.
Oleh karena itu, para pejuang kebenaran Islam tidak boleh takut menghadapi segala tantangan dan berbagai kendala, karena hal itu pasti ada saatnya berlalu dan bila para pejuang menghadapi segala tantangan dan kendala dengan sikap istiqamah, maka mereka akan menjadi orang-orang yang mulia, begitulah yang terjadi pada Bilal bin Rabah, sahabat Nabi yang budak lalu dibebaskan oleh Abu Bakar ash Shiddik karena istiqamahnya dalam mempertahankan nilai-nilai tauhid, begitu juga dengan sahabat Abdullah bin Huzafah yang disambut dengan kemuliaan oleh Khalifah Umar bin Khattab karena ia istiqamah dalam menghadapi penganiayaan yang dilakukan oleh raja Romawi yang kejam.
Mengemis Bertambah Fakir
Seorang muslim sangat dituntut untuk mencari rezeki secara halal dan terhormat guna memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Karena itu, dalam pandangan Islam bekerja untuk mendapatkan nafkah secara halal merupakan sesuatu yang sangat mulia meskipun jenis pekerjaannya berat secara fisik dan pendapatan dari situ pun tidak besar. Adapun mencari harta dengan cara mengemis merupakan cara yang tidak terhormat meskipun banyak harta yang diperolehnya, Rasulullah saw bersabda yang artinya, "Seseorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar, lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya, maka itu lebih baik daripada seorang yang meminta-minta kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak." (HR Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, Rasulullah saw menilai bahwa orang yang kaya itu tidak semata-mata dengan sebab hartanya yang banyak, hal ini karena meskipun jumlah hartanya banyak, namun jika ia tidak pandai bersyukur atas harta yang sudah diperolehnya itu, apalagi dengan hartanya yang banyak ia tidak bermartabat, tetaplah ia dipandang sebagai orang miskin, apalagi bila harta yang dimilikinya dicari dengan cara mengemis yang bila dengan waktunya yang tersedia ia bekerja atau berusaha dengan baik, disamping lebih terhormat, ia akan memperoleh harta yang lebih banyak dengan jiwa yang menyenangkan, Rasulullah saw bersabda, "Yang dinamakan kekayaan bukanlah banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa." (HR Abu Ya?la).
Disamping itu, sumpah Nabi ini menjadi benar karena biasanya semakin lama beban hidup seseorang semakin besar, dan ia akan mampu menutupi kebutuhannya itu dengan berusaha yang halal dan terhormat, namun bila dari mengemis ia tidak memperoleh dalam jumlah yang cukup sehingga di satu sisi kebutuhannya semakin besar, sedang pendapatannya tetap seperti semula, maka jadilah ia bertambah fakir. Karena itu, tidak sedikit orang yang semula mengemis akhirnya menjadi pencuri, karena ia merasa tidak cukup dari hasil mengemis itu, bukankah ini membuat ia bertambah miskin secara ekonomi dan bertambah rendah martabatnya sebagai manusia.
Kaum muslimin yang berbahagia!
Demikianlah tiga sumpah Nabi Muhammad saw yang benar adanya sehingga harus mendapat perhatian kita agar kehidupan ini dapat kita jalani dengan sebaik-baiknya.

Nasehat (40): Memperhatikan Kesehatan Anggota Keluarga dan Pengobatannya.


Nasehat (40): Memperhatikan Kesehatan Anggota Keluarga dan Pengobatannya. 

Bila salah seorang dari anggota keluarga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sakit, beliau memberi jampi-jampi dengan membaca surat-surat mu'awwidzat (surat Al-lkhlash, surat Al-Falaq dan surat An-Nas). 

Dan bila anggota keluarga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sakit beliau menyuruh dibuatkan sup, lalu mereka pun disuruhnya menghirup sup tersebut. Beliau bersabda: 
"Sesungguhnya sup itu menguatkan hati orang yang bersedih dan membuka hati orang yang sakit sebagaimansalah seorang dari kamu membersihkan kotoran dari wajahnya". 

Tentang beberapa cara tindakan preventif dan keselamatan; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Jika telah sore maka tahanlah anak-anak kalian (di rumah),karena sesungguhnya setan berkeliaran ketika itu.
Dan jika sebagian malam telah berlalu maka biarkanlah mereka (keluar sebentar, jika hal itu sangat diperlukan kuncilah pintu-pintu serta sebutlah nama Allah, dan tutuplah semua bejana serta sebutlah nama Allah,meskipundengan meletakkan sesuatu (batang kayu, misalnya) di atasnya, dan matikanlah lampu-lampu kalian". 

Dalam riwayat Muslim disebutkan: 
"Kuncilah pintu-pintu kalian, tutuplah bejana-bejana kalian,matikanlah lampu-lampu kalian, eratkanlah tutup botol minuman kalian. Karena sesungguhnya setan tidak membuka pintu yang terkunci, tidak membuka penutup, tidak melepas ikatan. Dan sesungguhnya tikus itu dapat menimbulkan kebakaran dirumah terhadap penghuninya". 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 
"Janganlah kalian meninggalkan api di rumah kalian saat kalian sedang tidur".


Nasehat (39): Memperhatikan Perbaikan yang Perlu serta Menyediakan Sarana Kenyamanan.


Nasehat (39): Memperhatikan Perbaikan yang Perlu serta Menyediakan Sarana Kenyamanan. 

Diantara nikmat Allah kepada kita di zaman sekarang ini yaitu diberikanNya kepada kita sarana-sarana kenyamanan sehingga memudahkan persoalan kehidupan kita di dunia, juga menghemat waktu. Seperti adanyAC (alat pendingin),lemari es/ mesin cuci dsb. 

Sebaiknya jika memiliki alat-alat seperti itu, kita tidak menggunakannya dengan boros dan mubadzir. Harus pula bisa membedakan antara kebutuhan tertier (pelengkap) yang memang dibutuhkan dan bermanfaat dengan kebutuhan tertier yang tidak berguna. 

Diantara bentuk perhatian kepada rumah yaitu dengan memperbaiki perabot dan peralatan yang telah rusak.
Sebagian orang meremehkannya, lalu isteri mereka mengeluh karena banyaknya serangga, sampah yang menumpuk sehingga menimbulkan bau tak sedap, di sana sini banyak perabot yang pecah dan barang-barang berserakan. 

Hal-hal di atas tak diragukan lagi, termasuk yang menghalangi terwujudnya kebahagiaan, menyebabkan persoalan rumah tangga dan kesehatan. Orang yang sehat akalnya tentu akan menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. 

Kemunkaran-Kemunkaran Dalam Rumah


Kemunkaran-Kemunkaran Dalam Rumah 

Nasehat (26): 
Waspada terhadap Masuknya Kerabat yang Bukan Mahram kepada Isteri yang Ada di Rumah ketika Suami sedangTiada. 

Nasehat (27): 
Memisahkan Antara Laki-laki dengan Wanita dalam Acara Kunjungan Silaturahim Keluarga. 

Nasehat (28): 
Waspada terhadap Bahaya Sopir dan Pembantu di Rumah . 

Nasehat (29): 
Keluarkanlah Orang yang Bersikap Kebanci-bancian dari Rumahmu. 
Nasehat (30): 
Waspadalah terhadap Bahaya Film. 

Nasehat (31): 
Berhati-hati dari Kejahatan Telepon. 

Nasehat (32): 
Wajib Menghilangkan Setiap Identitas - Apapun Bentuknya -Agama Batil Orang-orang Kafir, Termasuk Sesembahan dan Tuhan Mereka. 

Nasehat (33): 
Menghilangkan Gambar-gambar Makhluk Bernyawa. 

Nasehat (34): 
Laranglah Merokok di Rumahmu. 

Nasehat (35): 
Jangan Memelihara Anjing di Rumah. 

Nasehat (36): 
Menjauhi dari Menghias Rumah dengan Aneka Warna (Berlebih-lebihan). 
Rumah Dipandang Dari Dalam Dan Dari Luar 

Nasehat (37):
Memilih Lokasi dan Desain Rumah yang Tepat. 
Tidak diragukan lagi, seorang muslim yang benar akan memperhatikan soal pemilihan letak dan lokasi rumah yang tepat. Ia akan menerapkan beberapa program bagi rumahnya sehingga layak sebagai hunian muslim. 

Dari segi lokasi, misalnya:     Rumah hendaknya berdekatan dengan masjid. Hal ini sangat besar manfaatnya. Ketika adzan bergema memanggil shalat, ia bisa segera pergi ke masjid dan mendapatkan jama'ah. Bagi para wanita,
mereka akan biasa mendengarkan bacaan Al-Qur'an dari pengeras suara. Adapun anak-anak kecil, mereka bisa leluasa mengkuti halaqah hafalan Al-Qur'an, belajar mengaji dan sebagainya.     Agar tidak dalam satu bangunan dengan orang-orang fasik, atau dalam kampung hunian yang terdapat orang-orang kafir, misalnya di tengah-tengah perkampungan itu ada kolam renang buat umum, campur-baur antara pria wanita dan seumpamanya.     Agar tidak melihat dan tidak terlihat, jika masih ada saja terjadi maka boleh menggunakan tabir atau dengan meninggikan pagar. 
Dari segi desain, misalnya:     Hendaknya ia memperhatikan pemisahan antara laki-laki dengan perempuan dan para tamu luar , misalnya pintu masuk, ruang tempat duduk dsb. Jika tidak mungkin, maka bisa menggunakan tabir atau hijab.     Menutupi jendela-jendela dengan tabir atau satir (gorden) , sehingga orang yang ada di dalam kamar tidak kelihatan oleh tetangga atau oleh orang yang lalu lalang, terutama malam hari ketika cahaya terang benderang.     Hendaknya tidak menggunakan toilet dengan menghadap ke kiblat.     Hendaknya memilih rumah yang luas serta rumah yang banyak perabotannya. Hal itu disebabkan beberapa hal: 

"Sesungguhnya Allah suka bila melihat bekas nikmat-Nya pada hambaNya". 
"Tiga hal termasuk kebahagiaan dan tiga hal termasuk kesengsaraan. Termasuk kebahagiaan yaitu: wanita shalihah yang jika kamu melihatnya menyenangkanmu, ketika engkau pergi darinya kamu merasa aman atas dirinya dan atas hartamu, dan hewan tunggangan sehingga ia menghantarkanmu menyusul kawan-kawanmu
serta rumah yang luas dan banyak perabotannya. Dan termasuk kesengsaraan adalah wanita yang apabila kamu melihatnya maka engkau merasa enggan, ia menyerangmu dengan lisannya, jika engkau pergi darinya kamu tidak merasa aman atas dirinya dan atas hartamu; serta hewan yang lamban, jika engkau memukulnya maka akan melelahkanmu dan jika engkau meninggalkannya (tidak memukulnya) maka tidak menghantarkanmu
menyusul kawan-kawanmu serta rumah yang sedikit perabotannya".     Memperhatikan kesehatan, misalnya soal ventilasi udara dan masuknya cahaya matahari ke dalam rumah.  Tetapi beberapa hal di atas dan hal-hal lainnya seyogyanya diukur sesuai dengan kemampuan material dan kondisi yang ada, tidak boleh dipaksakan. 

Nasehat (38): Memilih Tetangga sebelum Memilih Rumah. 

Karena pentingnya masalah ini, semestinya dibahas secara tersendiri sehingga agak mendetail. 
Tetangga pada zaman kita sekarang ini, memiliki pengaruh yang tidak kecil terhadap tetangga di sebelahnya.
Karena saling berdekatannya rumah-rumah dan berkumpulnya mereka dalam flat-flat, kondominium atau apartemen. 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan, empat hal termasuk kebahagiaan, di antaranya tetangga yang baik. Beliau juga menyebutkan empat hal termasuk kesengsaraan, di antaranya tetangga yang jahat.
Karena bahayanya tetangga yang jahat ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berlindung kepada Allah daripadanya dengan berdo'a: 
"Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari tetangga yang jahat di rumah tempat tinggal, karena tetangga nomaden (hidup berpindah-pindah, termasuk di dalamnya kontrak beberapa waktu, pent) akan pindah". 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan umat Islam untuk berlindung pula daripadanya dengan mengatakan: 
"Berlindunglah kalian kepada Allah dari tetangga yang jahat di rumah tempat tinggal, karena tetangga yang nomaden akan berpindah daripadamu". 

Dalam buku kecil ini, tentu tak memadai untuk menjelaskan secara rinci tentang pengaruh tetangga jahat terhadap suami isteri dan anak-anak, berbagai gangguan menyakitkan daripadanya, serta kesusahan hidup bersebelahan dengannya. Akan tetapi dengan mempraktekkan hadits-hadits yang telah lalu (dalam masalah bertetangga) sudah cukup bagi orang yang mau mengambil pelajaran. 

Mungkin di antara jalan pemecahannya yang kongkrit yaitu - seperti yang dipraktekkan oleh sebagian orang dengan menyewakan rumah yang bersebelahan dengan tetangga jahat tersebut kepada orang-orang yang sekeluarga dengan mereka, meski untuk itu harus merugi dari sisi materi, karena sesungguhnya tetangga yang baik tak bisa dihargai dengan materi, berapapun besarnya.