Saat-Saat Terkabulnya Do'a


Saat-Saat Terkabulnya Do'a

Berdoa dianjurkan kapan saja. Tetapi ada saat-saat istimewa. Kapan?

1. Waktu sepertiga malam terakhir saat orang lain terlelap dalam tidurnya.

Allah berfirman: "...Mereka (para muttaqin) sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir malam, mereka memohon ampun (kepada Allah)."(QS. Adz-Dzariyat: 18-19).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Rabb (Tuhan) kita turun di setiap malam ke langit yang terendah, yaitu saat sepertiga malam terakhir, maka Dia berfirman : Siapa yang berdoa kepadaKu maka Aku kabulkan, siapa yang meminta kepadaKu maka Aku berikan kepadanya, dan siapa yang meminta ampun kepadaKu maka Aku ampunkan untuknya". (HR. Al-Bukhari no. 1145, 6321 dan Muslim no. 758).

Dan Amr bin Ibnu Abasah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tempat yang paling mendekatkan seorang hamba dengan Tuhannya adalah saat ia dalam sujudnya dan jika ia bangun melaksanakan shalat pada sepertiga malam yang akhir. Karena itu, jika kamu mampu menjadi orang yang berdzikir kepada Allah pada saat itu maka jadilah." (HR. At Tirmidzi, Ahmad dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, dan Al-Albani).

2. Waktu antara adzan dan iqamah, saat menunggu shalat berjama'ah.

Sayangnya waktu mustajab ini sering disalahgunakan sebagian umat Islam yang kurang mengerti sunnah atau oleh orang yang kurang meng-hargai sunnah, sehingga diisi dengan hal-hal yang tidak baik dan tidak dianjurkan Islam, membicarakan urusan dunia, atau hal-hal lain yang tidak bernilai ibadah. Hal-hal semacam ini sangat merugikan pelakunya karena tidak mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sempurna.

Ketentuan waktu ini berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Doa itu tidak ditolak antara adzan dan iqamah, maka berdoalah!" (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan menurut Al-Arnauth dalam Jami'ul Ushul).

Juga berdasarkan hadits Abdullah bin Amr Ibnul Ash radhiallahu anhu, bahwa ada seorang laki-laki berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya para muadzin itu telah mengungguli kita", maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ucap-kanlah seperti apa yang diucapkan oleh para muadzin itu dan jika kamu selesai (menjawab), maka memohonlah, kamu pasti diberi." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban, di-hasan-kan oleh Al-Arnauth dan Al-Albani).

3. Pada waktu sujud.

Yaitu sujud dalam shalat atau sujud-sujud lain yang diajarkan Islam. Seperti sujud syukur, sujud tilawah dan sujud sahwi. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Keberadaan hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah ketika ia dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah doa." (HR. Muslim).

Dan hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhu, ia ber-kata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuka tabir (ketika beliau sakit), sementara orang-orang sedang berbaris (shalat) di belakang Abu Bakar radhiallahu anhu, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Wahai sekalian manusia, sesung-guhnya tidak tersisa dari mubasysyirat nubuwwah (kabar gembira lewat kenabian) kecuali mimpi bagus yang dilihat oleh seorang muslim atau diperlihatkan untuknya. Ingatlah bahwasanya aku dilarang untuk membaca Al-Qur'an ketika ruku' atau ketika sujud. Adapun di dalam ruku', maka agungkanlah Allah dan adapun di dalam sujud, maka giat-giatlah berdoa, sebab (hal itu) pantas dikabul-kan bagi kalian."
(HR. Muslim).

4. Setelah shalat fardlu

Yaitu setelah melaksanakan shalat-shalat wajib yang lima waktu, termasuk sehabis shalat Jum'at. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan selesai shalat." (QS. Qaaf: 40).

Juga berdasarkan hadits Umamah Al-Bahili , ia berkata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang doa apa yang paling didengar (oleh Allah), maka beliau bersabda:
"Tengah malam terakhir dan setelah shalat-shalat yang diwajibkan." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata: hadist ini hasan ).

Karena itu Imam Syafi'i dan para pengikutnya berkata, dianjurkan bagi imam dan makmumnya serta orang-orang yang shalat sendirian memper-banyak dzkir, wirid dan doa setelah selesai shalat fardhu. Dan dianjurkan membaca dengan pelan, kecuali jika makmum belum mengerti maka imam boleh mengeraskan agar makmum menirukan. Setelah mereka mengerti, maka semua kembali pada hukum semula yaitu sirri (samar-samar). (Syarh Muhadzdzab, III/487).

5. Pada waktu-waktu khusus, tetapi tidak diketahui dengan pasti batasan-batasannya.

yaitu sesaat di setiap malam dan sesaat setiap hari Jum'at. Hal ini berdasarkan hadist Jabir radhiallahu anhu, ia berkata: Saya mendengar Rasu-lullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya di malam hari ada satu saat (yang mustajab), tidak ada seorang muslim pun yang bertepatan pada waktu itu meminta kepada Allah kebaikan urusan dunia dan akhirat melainkan Allah pasti mem-beri kepadanya." (HR. Muslim).

Hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyebut hari Jum'at, beliau bersabda: "Di dalamnya ada satu saat (yang mustajab) tidaklah seorang hamba muslim yang kebetulan waktu itu sedang mendirikan shalat (atau menunggu shalat) dan memohon kepada Allah sesuatu (hajat) melainkan Allah pasti mengabulkan permohonannya." dan Nabi mengisyaratkan dengan tangannya akan sedikitnya saat mustajab itu. (HR. Al-Bukhari).

Di dalam hadist Muslim dan Abu Dawud dijelaskan:
"Yaitu waktu antara duduknya imam (khatib) sampai selesainya shalat (Jum'at)". Inilah riwayat yang paling shahih dalam hal ini. Sedangkan dalam hadist Abu Dawud yang lain Nabi memerintahkan agar kita mencarinya di akhir waktu Ashar.

An-Nawawi rahimmahullah menjelaskan bahwa para ulama berselisih dalam menentukan saat ijabah ini menjadi sebelas pendapat. Yang benar-benar saat ijabah adalah di antara mulai naiknya khatib ke atas mimbar sam-pai selesainya imam dari shalat Jum'at. Hal ini berdasarkan hadist yang sangat jelas dalam riwayat Muslim di atas.

Imam An-Nawawi rahimmahullah melanjut-kan: "Adapun hadist yang berbunyi: 'Carilah saat itu pada akhir sesudah Ashar' (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i dengan sanad shahih), maka hal ini memberi kemungkinan bahwa saat ijabah itu bisa berpindah-pindah, kadang-kadang di saat ini, kadang-kadang di saat itu seperti halnya lailatul qadar."

Imam Ahmad rahimmahullah berkata: "Kebanyakan ahli hadits menyatakan saat itu adalah setelah Ashar dan diharapkan setelah tergelincirnya matahari."
Lain dengan Ibnu Qayyim. Beliau menjadikannya sebagai dua waktu ijabah yang berlainan. Dalam Kitab Al-Jawabul Kafi beliau berkata:
(Pertama), jika doa itu disertai dengan hadirnya kalbu dan totalitasnya dalam berkonsentrasi terhadap apa yang diminta, dan bertepatan dengan salah satu dari waktu-waktu ijabah yang enam itu, yaitu :

§         Sepertiga akhir dari waktu malam.
§         Ketika adzan.
§         Waktu antara adzan dan iqamah.
§         Setelah shalat-shalat fardlu.
§         Ketika imam naik ke atas mimbar pada hari Jum'at sampai selesainya shalat Jum'at pada hari itu.
§         Waktu terakhir setelah Ashar".
(Kedua), jika doa tadi bertepatan dengan kekhusyu'an hati, merendah-kan diri di hadapan Sang Penguasa. Menghadap kiblat, berada dalam kondisi suci dari hadats, mengangkat kedua tangan, memulai dengan tahmid (puji-pujian), kemudian membaca shalawat atas Muhammad. Lalu bertobat dan ber-istighfar sebelum menyebut-kan hajat. Kemudian menghadap kepada Allah, bersungguh-bersungguh dalam memohon dengan penuh kefaqiran, dibarengi dengan rasa harap dan cemas. Dan ber-tawassul dengan asma dan sifatNya serta mentauhidkanNya. Lalu ia dahului doanya itu dengan sedekah terlebih dahulu, maka doa seperti itu hampir tidak tertolak selamanya. Apalagi jika memakai doa-doa yang dikabarkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebagai doa yang mustajab atau yang mengandung Al-Ismul-A'zham (Nama Allah Yang Mahabesar)."
Ya Allah, kabulkanlah doa-doa kami.
(Abu Hamzah)

Sumber rujukan :

  • Syekh Muhammad Thariq Muhammad Shalih, A'malul Muslim filYaumi wal Lailah.
  • Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fathul Bari 11/132.
  • An-Nawawi, Majmu' IV/487 dan 548 -550.
  • Ibnu Qayyim, Al-Jawabul Kafi Hal 12.
  • Dan lain-lain.

Shalawat Atas Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam


Apa yang Tuan pikirkan tentang seorang laki-laki berperangai amat mulia, yang lahir dan dibesarkan di celah-celah kematian demi kematian orang-orang yang
amat mengasihinya? Lahir dari rahim sejarah, ketika tak ada seorangpun mampu mengguratkan kepribadian selain kepribadiannya sendiri.
Ia produk ta'dib Rabbani (didikan Tuhan) yang menantang mentari dalam panasnya dan menggetarkan jutaan bibir dengan sebutan namanya, saat muaddzin mengumandangkan
adzan.

Di rumahnya tak dijumpai perabot mahal. Ia makan di lantai seperti budak, padahal raja-raja dunia iri terhadap kekokohan struktrur masyarakat dan
kesetiaan pengikutnya. Tak seorang pembantunya pun mengeluh pernah dipukul atau dikejutkan oleh pukulannya terhadap benda-benda di rumah. Dalam
kesibukannya ia masih bertandang ke rumah puteri dan menantu tercintanya, Fathimah Az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib.

Fathimah merasakan kasih sayangnya tanpa membuatnya menjadi manja dan hilang kemandirian. Saat bani Makhzum memintanya membatalkan eksekusi atas
jenayah seorang perempuan bangsawan, ia menegaskan: "Sesungguhnya yang membuat binasa orang-orang sebelum kamu ialah, apabila seorang bangsawan mencuri kamu biarkan dia dan apabila yang mencuri itu rakyat jelata mereka tegakkan hukum atas-nya. Demi Allah, seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, maka Muhammad tetap akan memotong tangannya."

Hari-harinya penuh kerja dan intaian bahaya. Tapi tak menghalanginya untuk -- lebih dari satu dua kali -- berlomba jalan dengan Humaira, sebutan kesayangan yang ia berikan untuk Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq. Lambang kecintaan, paduan kecerdasan dan pesona diri dijalin dengan hormat dan kasih kepada Ash-Shiddiq, sesuai dengan namanya "si Benar". Suatu kewajaran yang menakjubkan ketika dalam sibuknya ia masih menyempatkan memerah susu
domba atau menambal pakaian yang koyak. Setiap kali para shahabat atau keluarganya memanggil ia menjawab: "Labbaik". Dialah yang terbaik dengan
prestasi besar di luar rumah, namun tetap prima dalam status dan kualitasnya sebagai "orang rumah".

Di bawah pimpinannya, laki-laki menemukan jati dirinya sebagai laki-laki dan pada saat yang sama perempuan mendapatkan kedudukan amat mulia."Sebaik-baik kamu ialah yang terbaik terhadap keluarganya dan akulah orang yang terbaik diantara kamu terhadap keluargaku." "Tak akan memuliakan perempuan kecuali seorang mulia dan tak akan menghina perempuan kecuali seorang hina," demikian pesannya.

Di sela 27 kali pertempuran yang digelutinya langsung (ghazwah) atau di panglimai shahabatnya (sariyah) sebanyak 35 kali, ia masih sempat mengajar
Al-Qur'an, sunnah, hukum, peradilan, kepemimpinan, menerima delegasi asing, mendidik kerumahtanggaan bahkan hubungan yang paling khusus dalam keluarga tanpa kehilangan adab dan wibawa. Padahal, masa antara dua pertempuran itu tak lebih dari 1,7 bulan.

Setiap kisah yang dicatat dalam hari-harinya selalu bernilai sejarah. Suatu hari datanglah ke masjid seorang Arab gunung yang belum mengerti adab di masjid. Tiba-tiba ia kencing di lantai masjid yang berbahan pasir. Para shahabat sangat murka dan hampir saja memukulnya. Sabdanya kepada mereka: "Jangan.
Biarkan ia menyelesaikan hajatnya." Sang Badui terkagum. Ia mengangkat tangannya, "Ya Allah, kasihilah aku dan Muhammad. Jangan kasihi
seorangpun bersama kami." Dengan senyum ditegurnya Badui tadi agar jangan mempersempit rahmat Allah.

Ia kerap bercengkerama dengan para shahabatnya, bergaul dekat, bermain dengan anak-anak, bahkan memangku balita mereka di pangkuannya. Ia terima undangan mereka; yang merdeka, budak laki-laki atau budak perempuan, serta kamu miskin. Ia jenguk rakyat yang sakit di ujung Madinah. Ia terima permohonan ma'af orang.

Ia selalu lebih dulu memulai salam dan menjabat tangan siapa yang menjumpainya dan tak pernah menarik tangan itu sebelum shahabat tersebut yang menariknya. Tak pernah menjulurkan kaki di tengah shahabatnya hingga menyempitkan ruang bagi mereka. Ia muliakan siapa yang datang, kadang dengan membentangkan bajunya. Bahkan ia berikan alas duduknya dan dengan sungguh-sungguh. Ia panggil mereka dengan nama yang paling mereka sukai. Ia beri mereka kuniyah (sebutan bapak atau ibu si Fulan). Tak pernah ia memotong pembicaraan orang, kecuali sudah berlebihan. Apabila seseorang mendekatinya saat ia sholat, ia cepat selesaikan sholatnya dan segera bertanya apa yang diinginkan orang itu.

Pada suatu hari dalam perkemahan tempur ia berkata: "Seandainya ada seorang shalih mau mengawalku malam ini." Dengan kesadaran dan cinta, beberapa shahabat mengawal kemahnya. Di tengah malam terdengar suara
gaduh yang mencurigakan. Para shahabat bergegas ke arah sumber suara. Ternyata Ia telah ada di sana mendahului mereka, tagak di atas kuda tanpa
pelana. "Tenang, hanya angin gurun," hiburnya. Nyatalah bahwa keinginan ada pengawal itu bukan karena ketakutan atau pemanjaan diri, tetapi pendidikan disiplin dan loyalitas.

Ummul Mukminin Aisyah Ra. Berkata : "Rasulullah SAW wafat tanpa meninggalkan makanan apapun yang dimakan makhluk hidup, selain setengah ikat gandum di penyimpananku. Saat ruhnya dijemput, baju besinya masih digadaikan kepada seorang Yahudi untuk harga 30 gantang gandum."

Sungguh ia berangkat haji dengan kendaraan yang sangat seerhana dan pakaian tak lebih dari 4 dirham, seraya berkata,"Ya Allah, jadikanlah ini haji yang tak mengandung riya dan sum'ah." Pada kemenangan besar saat Makkah ditaklukkan, dengan sejumlah besar pasukan muslimin, ia menundukkan kepala, nyaris menyentuh punggung untanya sambil selalu mengulang-ulang tasbih, tahmid dan istighfar. Ia tidak mabuk kemenangan.

Betapapun sulitnya mencari batas bentangan samudera kemuliaan ini, namun beberapa kalimat ini membuat kita pantas menyesal tidak mencintainya atau tak
menggerakkan bibir mengucapkan shalawat atasnya: "Semua nabi mendapatkan hak untuk mengangkat do'a yang takkan ditolak dan aku menyimpannya untuk
ummatku kelak di padang Mahsyar nanti."

Ketika masyarakat Thaif menolak dan menghinakannya, malaikat penjaga bukit menawarkan untuk menghimpit mereka dengan bukit. Ia menolak, "Kalau tidak
mereka, aku berharap keturunan dari sulbi mereka kelak akan menerima da'wah ini, mengabdi kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun."

Mungkin dua kata kunci ini menjadi gambaran kebesaran jiwanya. Pertama, Allah, Sumber kekuatan yang Maha dahsyat, kepada-Nya ia begitu refleks menumpahkan semua keluhannya. Ini membuatnya amat tabah menerima
segala resiko perjuangan; kerabat yang menjauh, shahabat yang membenci, dan khalayak yang mengusirnya dari negeri tercinta. Kedua, Ummati, hamparan akal, nafsu dan perilaku yang menantang untuk dibongkar, dipasang, diperbaiki, ditingkatkan dan diukirnya.

Ya, Ummati, tak cukupkah semua keutamaan ini menggetarkan hatimu dengan cinta, menggerakkan tubuhmu dengan sunnah dan uswah serta mulutmu dengan
ucapan shalawat? Allah tidak mencukupkan pernyataan-Nya bahwa Ia dan para malaikat bershalawat atasnya (QS 33:56 ), justru Ia nyatakan dengan begitu "vulgar" perintah tersebut, "Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah atasnya dan bersalamlah dengan sebenar-benar salam."

Allahumma shalli 'alaihi wa'ala aalih !

YANG DIMURKAI ALLAH


YANG DIMURKAI ALLAH

Setiap muslim pasti menghendaki agar diridhai, disenangi atau dicintai Allah Swt. Karena itu, sebagai muslim kita dituntut untuk melakukan hal-hal yang membuat Allah cinta dan ridha kepada kita, bukan hal-hal yang membuat Allah murka kepada hamba-hamba-Nya.
Di dalam Al-Qur'an dan hadits, banyak dalil yang menyebutkan perbuatan-perbuatan yang bila dilakukan manusia, maka Allah murka kepadanya. Diantara perbuatan manusia yang menyebabkan Allah murka kepadanya adalah sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Rasulullah Saw: Empat orang yang dimurkai Allah, yaitu: penjual yang suka bersumpah, fakir yang sombong, orang tua yang berzina dan penguasa yang lalim (HR. Nasa'i dan Baihaqi).

Dari hadits di atas, ada empat kelompok manusia yang dimurkai Allah Swt, ini perlu kita bahas agar kita bisa menjauhi perbuatan tersebut sehingga kita tidak termasuk ke dalam kelompok orang yang dimurkai Allah Swt.

1. Pedagang Yang Bersumpah.
Dalam dunia perdagangan, sudah lumrah kalau pedagang ingin mendapatkan keuntungan yang besar dengan memberikan harga yang tinggi kepada pembeli, sementara pembeli juga ingin mendapatkan harga yang murah sehingga mengajukan tawaran yang rendah. Untung memang boleh diraih, penawaran harga yang murah memang boleh dilakukan, namun kejujuran antara pedagang dan pembeli haruslah diutamakan.

Tapi dalam dunia perdagangan sekarang, sangat sedikit --kalau tidak boleh kita sebut tidak ada-- pedagang dan pembeli yang jujur. Bahkan ketidakjujuran itu dibingkai juga dengan sumpah palsu dalam rangka memuji barang dagangannya yang membuatnya dianggap pantas dengan harga yang mahal sehingga pembeli menjadi yakin bahwa barang yang mahal itu menjadi terasa murah, ini membuat pembeli menjadi tambah tertarik dan membelinya. Pedagang seperti ini amat dimurkai oleh Allah Swt sebagaimana hadits di atas dan sumpah palsu memang akan membawa kebencian dari Allah Swt sehingga Dia tidak segan-segan untuk mengazabnya, Allah berfirman yang artinya: Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu diantaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki (mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang besar (QS 16:94).

2. Orang Miskin Yang Sombong.
Kesombongan merupakan sesuatu yang dibenci Allah Swt, orang kaya yang sombong dengan sebab kekayaannya saja Allah benci, apalagi kalau orang miskin menyombongkan diri dalam soal harta sehingga dia menampakkan dirinya seperti orang kaya dengan penuh kesombongan. Kebencian Allah kepada orang kaya yang sombong itu dikemukakan dalam firman-Nya yang artinya: Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri" (QS 28:76).

Maka dengan sebab kesombongan Karun yang kaya itulah, Allah Swt betul-betul mengazabnya di dunia ini sebagaimana firman-Nya yang artinya: Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Kalau Karun yang kaya raya tapi sombong dibenci dan diazab Allah Swt, apalagi orang miskin yang amat tidak pantas menyombongkan diri, maka bila ada orang miskin sombong, bisa jadi Allah lebih murka lagi. Tegasnya, tak ada tempat di sisi Allah buat siapapun yang menyombongkan diri, Allah berfirman yang artinya: Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong (QS 16:23).

Meskipun demikian, orang yang miskin bukan berarti harus minder, tapi dia juga harus tawadhu atau rendah hati. Miskin dan kaya bukanlah ukuran ketaqwaan kepada Allah, namun keduanya bisa membawa manusia pada ketaqwaan tapi juga bisa membawa manusia pada kemurkaan.

3. Orang Tua Yang Berzina.
Zina merupakan perbuatan yang sangat tercela, karena itu di dalam Islam, hukuman untuk orang yang berzina itu sangat berat, Allah berfirman yang artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman (QS 24:2).

Tercelanya perbuatan zina pada dasarnya berlaku untuk semua kalangan manusia, baik laki-laki maupun wanita, tua maupun muda. Namun bagi orang yang tua, dengan usianya yang panjang dan sudah dapat dipastikan semakin dekatnya pada kematian, semestinya dia menjadi orang yang semakin dekat kepada Allah Swt, bertaubat kepada-Nya dari segala dosa yang dilakukan serta menjauhi segala bentuk kemaksiatan.
Oleh karena itu, amat wajar kalau Allah Swt lebih murka kepada orang tua yang berzina ketimbang kepada orang muda yang berzina, karena peluang bertaubat kepada yang muda lebih besar ketimbang kepada yang tua. Kalau orang sudah tua tapi masih saja melakukan perzinahan, mau kemana lagi arah hidup yang hendak ditempuhnya. Karena itu Allah murka kepada orang muda yang berzina tapi lebih murka lagi bila ada orang tua yang berzina.

4. Penguasa Yang Lalim.
Hadits di atas juga menyebutkan penguasa yang lalim termasuk manusia yang dimurkai Allah Swt, hal ini karena penguasa semestinya menjadi pelayan bagi masyarakat, bukan malah sebaliknya. Dalam perjalanan kehidupan umat manusia, amat banyak penguasa yang maunya dilayani oleh masyarakat bahkan cenderung menyakiti rakyatnya.
Oleh karena itu, manakala ada penguasa yang zalim, cepat atau lambat, dia akan tumbang dari kekuasaannya dengan berbagai cara dan sebab. Begitulah memang yang telah terjadi pada Fir'aun yang ditumbangkan oleh anak angkatnya sendiri, yakni Musa AS, Namrut yang ditumbangkan oleh Ibrahim AS, Abu Jahal dan Abu Lahab yang ditumbangkan oleh keponakannya sendiri Nabi Muhammad saw dan penguasa-penguasa yang zalim lainnya.

Di dalam Islam, kepemimpinan atau kekuasaan merupakan amanah yang tidak boleh disia-siakan. Bagi seorang muslim, kesempatan memimpin akan selalu digunakan untuk syiar dan penegakan nilai-nilai Islam, apapun kedudukan atau jabatan yang dipegangnya. Itu sebabnya, kepemimpinan bukan peluang untuk meraih keuntungan pribadi yang sebesar-besarnya, apalagi hal itu akan dimintai pertanggung-jawaban oleh Allah Swt.
Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa, kemurkaan dan kecintaan Allah Swt kepada manusia sangat tergantung kepada manusia itu sendiri. Apabila manusia melakukan hal-hal yang Allah senang, maka Allah akan mencintainya dan bila manusia melakukan hal-hal yang Allah benci, maka Allah akan murka kepada-Nya


Su'ul Khatimah ( Akhir Hidup Yang Buruk )


Su'ul Khatimah ( Akhir Hidup Yang Buruk )

Definisi

Su’ul artinya jelek dan khatimah artinya penutup.
Yang dimaksud dengan su’ul khatimah adalah penutup kehidupan dunia yang buruk, seperti seseorang meninggal dunia dalam keadaan me-nentang Allah Subhannahu wa Ta'ala yang Maha Agung dan Tinggi, berada dalam kemurkaan-Nya, serta menyepelekan perkara yang telah Allah wajibkan atasnya.

Dan tidak diragukan lagi, bahwa akhir kehidupan orang yang seperti ini adalah akhir kehidupan yang seng-sara lagi celaka, sehingga orang-orang yang bertaqwa senantiasa merasa takut kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , selalu mendekatkan diri kepada-Nya dan memohon agar dijauhkan darinya.

Tanda-Tanda Su’ul Khatimah

Terkadang tampak pada orang yang sedang menghadapi kematian tanda-tanda yang menunjukkan kepada akhir hidup seseorang yang tidak baik, seperti: berpaling dari ucapan kalimat syahadah, yaitu -persaksian, bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah- dan membicarakan perkara yang jelek dan haram ketika mejelang kematian. Ia menampakkan keterikat-an dengan perkara tersebut. Termasuk yang demikian juga adalah perkataan dan perbuatan yang menunjukkan pem-bangkangan terhadap agama Allah serta berpaling (tidak menerima) ketentuan-Nya.

Di bawah ini akan kami berikan beberapa contoh yang diriwayatkan oleh para ulama:

Al ‘Alamah Ibnul Qayyim Rahimahullaah di dalam kitabnya “Al jawabul Kaafi“ telah menyebutkan, “Bahwa ada salah seorang ketika kematian menjem-putnya, dikatakan kepadanya untuk mengucapkan persaksian la ilaha illallah, maka dia mengatakan, “Tidak ada artinya bagiku dan aku pun tidak tahu sesungguhnya, apakah aku pernah melakukan shalat untuk Allah?” Dan dia tidak bisa mengucapkannya.

Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullaah di dalam kitabnya “Jami’ul ‘Ulum wal Hikam“ telah menukil dari salah seorang ulama’ bernama ‘Abdul Aziz bin Abi Rawaad sesungguhnya beliau berkata, “Aku telah mendatangi seorang lelaki yang sedang menghadapi kematian, ia di-ajarkan untuk mengucapkan “La ilaha illallah (Tiada ilah yang berhak di sembah melainkan Allah)”, namun di akhir ucapannya dia mengingkari ucapan itu (kalimat tauhid) dan meninggal dalam kekafiran”.

Berkata al-Hafidz Ibnu Rajab Rahimahullaah , “Maka saya bertanya perihal dirinya, ternyata dia adalah seorang peminum khamr (minuman keras), kemudian ketika itu pula Abdul Aziz berkata, “Hati-hatilah kamu sekalian dari per-buatan dosa, maka pada dasarnya per-buatan itulah yang menyebabkannya.”

Dan senada dengan kisah di atas apa yang telah diceritakan oleh al- Hafidz Adz Dzahabi , sesungguhnya ada seorang lelaki bersahabat dengan peminum khamr (minuman keras) dan ketika kematian akan menjemputnya, datang kepadanya seseorang lalu me-nalqinnya dengan syahadah, namun dia justru berkata, “Minumlah kamu dan berilah minum kepadaku,” kemudian ia meninggal.

Beliau juga menyebutkan di dalam kitabnya Al-Kabaair, “Sesung-guhnya ada seseorang lelaki dan dia adalah termasuk orang-orang yang suka bermain catur. Ia sedang meng-hadapi kematian, kemudian dikatakan kepadanya la ilaha illallah, maka dia berkata, “Skak!” Kemudian setelah itu dia meninggal. Perkataan lisannya lebih dominan dan sudah terbiasa dengan permainan dalam kehidupannya, akhirnya dia mengatakan ungkapan sebagai pengganti kalimat tauhid dengan ungkapan, “Skak! “.

Dan semisal dengan ini apa yang telah diceritakan oleh al ‘Alamah Ibnul Qayyim rahimahullah tentang seorang lelaki yang diketahui sangat cinta dengan nyanyian dan suka menirunya, maka ketika menyongsong kematian, dikatakan kepadanya, “Ucapkanlah persaksian bahwa tiada ilah yang berhak disembah, melainkan Allah (la ilaha illallah)”, maka dia mengigau dengan nyanyian dan berkata, “Tatana tana tana…”, ( jenis nyanyian pada saat itu -pent) sampai selesai, dan belum sempat mengucapkan kalimat tauhid.

Ibnul Qayyim juga berkata, “Telah mengkhabarkan kepadaku sebagian pedagang perihal salah seorang kera-batnya. Ketika itu ia sedang menjemput kematian dan dia berada disampingnya, para pedagang menuntunnya untuk mengucapkan persaksian bahwa tiada ilah yang berhak di sembah melainkan Allah, namun dia berkata, “Yang ini murah harganya, dan ini adalah barang yang bagus, ini demikian”, sampai dia meninggal dan belum sempat mengu-capkan kalimat tauhid .
Dan akan senantiasa tampak di kalangan ummat manusia di setiap za-man dan tempat tentang perkara akhir hidup yang jelek ini bagi orang yang terang-terangan melakukan kemaksia-tan dan kejahatan. Kami memohon ke-pada Allah agar memberikan ampunan dan keselamatan dari perkara ini .

Ibnul Qayyim Rahimahullaah dalam hal ini memberikan catatan penting, beliau memberikan komentar terhadap beberapa kisah atau cerita di atas dengan perkataannya, “Maha Suci Allah Subhannahu wa Ta'ala , berapa banyak di antara manusia yang melihat perkara ini dan dapat menjadikannya sebagai pelajaran? Dan kejadian lebih dahsyat yang tidak mereka ketahui dari keadaan orang-orang yang sedang menghadapi kematian sangatlah banyak dan banyak sekali.”

Ketika seorang hamba sedang dalam kondisi hadir pikirannya, kuat dan sempurna pe-ngetahuannya, maka sungguh syaithan masih dapat mempengaruhi, dan mempermainkannya sesuai dengan apa yang dia kehendaki dari perbuatan ma’shiyat. Sehingga Allah melalaikan hati orang tersebut dari mengingat kepada Nya, menjadikan lisannya enggan untuk menyebut nama-Nya, dan anggota badannya tidak mau melakukan keta’atan. Maka bagaimana lagi kiranya pada saat seorang hamba kekuatannya hilang, sementara hati serta jiwanya sibuk dengan apa yang menunjukkan akhir hidup yang jelek? Dan di lain pihak, syaithan telah mengumpulkan kekuatan dan daya upayanya, serta berusaha membinasa-kannya, dengan segala cara guna mengambil kesempatan, karena ketika sakarat adalah merupakan akhir per-buatan seseorang.

Maka pada waktu menjelang ajal itulah sangat kuatnya keadaan syaithan dan selemah-lemahnya keadaan manusia, lalu siapakah yang bisa selamat jika anda memperhatikan kondisi seperti ini?”
Allah Ta’ala berfirman:
Artinya: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat yang Dia kehendaki.” (Q.S. Ibrahim : 27)

Maka bagaimana mungkin seseorang bisa mendapatkan akhir hidup yang baik, sedangkan Allah telah melalaikan hatinya dari mengingat kepada Nya, lalu dia mengikuti hawa nafsunya, dan apa yang dia lakukan telah melampaui batas? Bagi orang yang hatinya jauh dari Allah Ta’ala, melalaikan-Nya, menuhankan hawa nafsunya, berjalan demi syahwatnya, dan lisannya kering dari mengingat kepada-Nya, serta anggota tubuhnya telah berhenti dari ketaatan kepada-Nya, dan sibuk dengan kema’siatan, sangatlah jauh baginya- untuk mendapatkan akhir hidup yang baik.

Kategori Su’ul Khatimah

Akhir hidup yang jelek (su’ul khatimah) digolongkan menjadi dua:

1. Seburuk-buruk keadaan, hal ini terjadi manakala hati dalam kondisi kalah(lemah) di saat kematian datang, dan ia telah dikuasai oleh dua kemung-kinan; Keraguan atau Pengingkaran, sehingga ruh dicabut dalam keadaan seperti itu. Telah terdapat hijab peng-halang antara dia dan Allah, dan ini menunjukkan kebinasaan dan kekalnya siksaan.

2. Keadaan yang lebih ringan, manakala hatinya ketika datang kema-tian condong dan cinta kepada perkara dunia dan syahwat yang terlarang. Perkara-perkara tersebut senantiasa tergambar di dalam hatinya, dan seseorang akan meninggal sesuai dengan perjalanan hidupnya. Jika dia termasuk orang yang sibuk dengan masalah riba, maka di akhir hidupnya akan disibuk-kan dengannya, dan jika dia termasuk orang yang gemar mengerjakan perkara yang haram (terlarang) semisal obat-obat yang memabukkan, nyanyian, rokok, melihat gambar-gambar yang terlarang dan berbuat aniaya terhadap manusia dan yang sejenisnya maka di akhir kematiannya terkadang demikian juga. Dan yang demikian apabila pada diri seseorang ada pijakan tauhid (ke-imanan), maka dia akan terbebas dari siksa dan hukuman. Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala menjauhkan dari sifat-sifat seperti ini.

Sebab-Sebab Su’ul Khatimah

Di antara sebab-sebab su’ul khatimah adalah sebagai berikut :

1. Rusaknya Aqidah (Keyakinan).
2. Adanya ketergantungan kepada dunia, dan terjerumus kepada jalan-jalan yang terlarang.
3. Menyeleweng dari jalan yang lurus dan menolak terhadap kebenaran serta petunjuk.
4. Selalu berbuat maksiat dan gemar melakukannya.

Sesungguhnya jika seseorang gemar terhadap sesuatu sepanjang hidupnya, menyintainya, dan punya ketergantungan kepadanya; maka akan terbayang olehnya ketika akan meninggal, dan kondisi tersebut pada kebanyak-an kejadian menggambarkan keadaan kematiannya.

Berkata al-Hafidz Ibnu Katsir, “Se-sungguhnya perbuatan dosa, maksiat dan kecondongan kepada hawa nafsu, pengaruhnya akan mendominasi pelakunya ketika menjelang kematian dan syaithan akan menguatkannya, maka akan kumpul padanya dua kekalahan dengan lemahnya keimanan, sehingga dia akan terjatuh dalam akhir hidup yang tidak baik, Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
Artinya, “ Dan adalah syaithan itu tidak mau menolong manusia“ (QS. 25 :29 )

Dan akhir hidup yang buruk semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala menjauhkannya dari kita tidak akan menimpa kepada orang yang shalih secara lahir dan batin, yang jujur perkataan dan perbuatannya, dan tidak pernah terdengar cerita yang demikian.

Akan tetapi akhir hidup yang tidak baik akan menimpa seseorang yang telah rusak batinnya yaitu keyakinannya, dan lahirnya yakni perbuatannya serta bagi seseorang yang berani melakukan perbuatan dosa-dosa besar, dan suka melakukan perbuatan jahat, maka per-kara ini akan selalu menguasainya sampai nyawa menjemput sebelum melakukan taubat.

Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah bagi orang yang berakal untuk berhati-hati atas keterikatan dan ketergantungan kepada sesuatu yang terlarang. Selayaknya hati, lisan dan anggota tubuhnya selalu mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala , dan menjaga diri supaya selalu dalam keta’atan kepada-Nya dalam kondisi apa pun, demi menjaga diri dari perkara ini yang jika ia hilang, luput dan terkalahkan dengan perkara-perkara yang terlarang, maka seseorang akan celaka selama-lamanya.

“Ya Allah jadikanlah sebaik-baik perbuatan kami pada akhir hidup kami, dan sebaik-baik kehidupan kami seba-gai akhir hayat kami, dan sebaik-baik hari kami, hari di mana kami akan bertemu dengan Mu. Ya Allah, tunjukilah kami semua kepada perbuatan yang baik dan jauhkanlah diri kami dari perbuatan yang mungkar dan terlarang."

Dan semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam , keluarganya, dan para shahabatnya.

Diterjemahkan oleh ‘Ammu Khansa ‘Arba’in, dari kutaib “Husnul Khatimah wa Su’uha”, Khalid bin ‘Abdul Rahman asy-Syayi’ hal: 11-16


Taqarrub, Meraih Cinta Allah


Taqarrub, Meraih Cinta Allah

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dia berkata, "Telah bersabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , "Sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, "Barang siapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya. Tidak ada bentuk taqarrub seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai dibanding (mengerjakan) apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan terus menerus seorang hamba bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Ku dengan nawafil (amalan sunnah) sehingga Aku mencintainya. Dan jika Aku mencintai nya maka Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang dia melihat dengannya, menjadi tangannya yang dia gunakan memukul, serta menjadi kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku maka Aku pasti memberinya, dan jika dia minta tolong kepada-Ku niscaya Aku pasti menolongnya." (HR al-Bukhari)

Tinjauan Rawi

Dia adalah sayyidul huffazh seorang shahabat yang mulia Abu Hurairah Radhiallaahu anhu. Nama asli beliau dan ayahnya diperselisihkan oleh banyak kalangan, namun yang paling rajih (kuat) adalah Abdur Rahman bin Shahr ad-Dausi. Beliau masuk Islam pada awal tahun ke tujuh setelah hijrahnya Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pada tahun terjadinya perang Khaibar. Al-Imam adz-Dzahabi berkata, " Abu Hurairah telah membawa dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ilmu yang sangat banyak, sangat bagus dan diberkahi tiada tertandingi." Dan tidak ada seorang pun yang meriwayatkan hadits dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam melebihi dari apa yang dia riwayatkan, dikarenakan dia selalu mendampingi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Hadits yang beliau riwayatkan mencapai sekitar 5374 buah hadits.

Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan darinya (Abu Hurairah) Radhiallaahu anhu bahwa dia berkata, "Sesungguhnya kalian mengatakan, "Sungguh Abu Hurairah telah mendapatkan hadits yang amat banyak dari Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, dan kalian juga mengatakan, "Apa yang dilakukan oleh kaum Muhajirin dan Anshar sehingga tidak memperoleh hadits sebanyak yang diperoleh Abu Hurairah? Sesungguhnya saudara-saudaraku dari kaum Muhajirin sibuk dengan jual beli di pasar sedangkan aku mendampingi Rasulullah sepanjang hari, maka aku hadir tatkala mereka pergi dan aku hafal tatkala mereka lupa. Sedangkan saudara-saudaraku dari kaum Anshar sibuk mengurus harta mereka, sementara aku merupakan salah seorang dari orang-orang miskin ash-Shuffah. Aku memahami pada saat mereka terlupa, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pernah berkata dalam sebuah sabda yang beliau sampaikan, "Sungguh tidak seorang pun yang membentangkan pakaiannya sehingga aku menyelesaikan keseluruhan ucapanku ini, kemudian ia mendekap pakaiannya itu kecuali dia akan faham terhadap apa yang aku ucapkan." Maka aku (Abu Hurairah) membentangkan selimut yang kupakai sehingga ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam selesai dari pembicaraan nya aku mendekap selimut itu ke dadaku. Maka aku pun tidak pernah lupa terhadap sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam tersebut sedikit pun."

Penjelasan Matan Hadits

§                      Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam , "Sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman," menunjukkan bahwa hadits ini merupakan hadits qudsi (firman Allah dengan redaksi dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ).
 
§                      "Barang siapa memusuhi wali-Ku," dalam riwayat lain barangsiapa yang menyakiti , dan dalam riwayat lain lagi barang siapa yang menghina. Wali berasal dari kata muwalah arti aslinya adalah kedekatan sedang mu'aadah (memusuhi) arti aslinya adalah jauh. Yang dimaksudkan wali di sini adalah orang yang sangat dekat dengan Allah, senantiasa menjalankan ketaatan dan menjauhi segala maksiat.
 
§                      "Maka Aku maklumkan perang terhadapnya," yaitu Aku umumkan bahwa Aku memeranginya sebagai mana dia telah memerangi wali-Ku.
 
§                      "Tidak ada suatu bentuk taqarrub seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai daripada (mengerjakan) apa yang aku wajibkan atasnya." Setelah Allah mnyebutkan bahwa memusuhi wali-Nya sama saja dengan memusuhi Allah maka selanjutnya Dia menyebut kan ciri wali-Nya yang haram dimusuhi dan wajib berwala' (cinta dan loyal) kepadanya. Disebutkan bahwa wali Allah adalah orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, dan yang pertama kali dikerjakan adalah menunaikan kewajiban-kewajiban.
 
§                      "Jika Aku mencintainya maka Aku menjadi pendengaran yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia melihat dengannya, tangannya yang dengan tangan itu dia memukul dan kakinya yang dia gunakan untuk berjalan."
Maksudnya adalah bahwa barang siapa yang yang sungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan kewajiban kemudian nawafil (amalan sunnah) maka Allah akan mendekatkan orang itu kepada-Nya dan akan mengangkatnya dari derajat iman ke derajat ihsan. Dia beribadah kepada Allah dengan rasa muraqabah (pengawasan) Allah seakan-akan melihat-Nya. Hatinya penuh dengan ma'rifatullah, kecintaan terhadap-Nya, pengagungan kepada-Nya, rasa takut, jinak dan rindu kepada-Nya. Sehingga ma'rifat (mengenal) Allah ini menjadikan dia seperti melihat Allah dengan mata bashirah (mata hati). Maka kalau dia berbicara berdasar petunjuk Allah, kalau mendengar berdasar petunjuk Allah, kalau melihat berdasar petunjuk Allah dan jika memukul berdasarkan dengan petunjuk Allah.
 
§                      "Jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku memberinya"…dan seterusnya. Bahwasanya orang yang dicintai Allah dan didekatkan kepada-Nya dia memiliki kedudukan khusus yang menyebabkan dia selalu diberi oleh Allah apabila meminta, dilindungi Allah jika memohon perlindungan dari sesuatu dan dikabulkan jika berdoa.

Faidah Hadits
§                      Seorang hamba hendaknya membiasakan untuk menjalankan ketaatan baik yang wajib maupun yang sunnah serta menjauhi segala maksiat baik kecil maupun besar agar termasuk wali Allah yang Dia cintai dan mereka cinta kepada-Nya, serta cinta kepada orang yang dicintai Allah. Allah permaklumkan untuk memusuhi siapa saja yang memusuhi, menyakiti, membenci dan mengganggu mereka. Allah juga akan melindungi dan menolong wali-wali-Nya dan akan membela mereka.
 
§                      Wajib wala'(loyal) kepada wali-wali Allah dan mencintai mereka, serta haram memusuhi mereka. Sebaliknya wajib memusuhi musuh-musuh Allah dan haram berwala' kepada mereka. Allah  berfirman, artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” (QS al-Mumtahanah:1)
Firman Allah artinya,
“Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.”
(QS. 5:56)
 
§                      Hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang bertaqarrub kepada Allah itu ada dua macam:

Pertama; Orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban, dan ini merupakan tingkatan paling sederhana dari seorang hamba (pas-pasan). Umar bin Khaththab z berkata, "Amalan yang paling utama adalah melaksana kan apa yang diwajibkan Allah dan menjaga diri (wara') dari yang diharamkan Allah, serta niat yang jujur terhadap apa yang di sisi Allah (ikhlas dalam beramal)

Ke dua; Orang yang bertaqarrub kepada Allah, selain mengerjakan kewajiban, dia juga bersungguh-sungguh melaksanakan nawafil (sunnah-sunnah) dan menahan diri dari makruhat (sesuatu yang dibenci, namun tidak haram).
Dan hamba yang demikian inilah yang berhak mendapatkan kecintaan Allah Subhannahu wa Ta'ala.
 
§                      Orang yang telah dicintai Allah maka akan diberi kecintaan, kataatan, kesibukan berdzikir dan beribadah kepada-Nya dan ia merasa betah mengerjakan amalan yang mendekatkan kepada Allah. Maka akhirnya dia menjadi orang yang dekat kepada Allah dan memperolah bagian yang besar dari sisi-Nya. Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siap yang dihendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(QS. 5:54)
 
§                      Kecintaan Allah Subhannahu wa Ta'ala adalah tujuan yang amat penting dan bahkan paling penting. Siapa saja yang mendapatkan nya maka telah memperoleh kabaikan dunia dan akhirat. Ini semua akan terealisasi, di antaranya dengan cara-cara berikut:

-Melakukan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan Allah Subhannahu wa Ta'ala sebagaimana tersebut di dalam hadits di atas. Di antara kewajiban yang terpenting adalah bertauhid secara benar, shalat wajib lima waktu, zakat, puasa Ramadhan, haji bagi yang mampu, birul walidain, silatur rahim, berakhlak yang baik, jujur, tawadhu' dan lain-lain.

-Menjauhi hal hal yang diharamkan baik berupa dosa besar maupun dosa kecil, dan menjauhi yang makruh semaksimal mungkin.

-Bertaqarrub dengan nawafil (amalan sunnah) baik shalat, puasa, shadaqah, amar ma'ruf nahi mungkar dan amal kebajikan lainnya, seperti:

-Banyak membaca dan mendengar kan al-Qur'an dengan penghayatan terhadap isinya, menghafal yang mampu dihafal dan terus mengulangi nya. Orang yang sudah sangat cinta kepada al-Qur'an maka baginya tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding kalam (firman) Allah yang dia cintai.

-Banyak mengingat Allah dengan hati dan lisan, Allah berfirman, artinya,
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (QS. 2:152)

-Mencintai para kekasih Allah dan para wali-Nya karena Allah dan memusuhi musuh-musuh Allah karena Allah.
 
§                      Berdasarkan hadits di atas, maka seluruh cara atau jalan menuju Allah dan meraih cinta-Nya yang tidak pernah disyariatkan melalui lisan Rasul adalah klaim dusta dan batil. Sebagaimana orang-orang musyrik yang beribadah kepada selain Allah dengan persangkaan bahwa hal itu dapat mendekatkan mereka kepada-Nya. Periksa (QS.az-Zumar:3)
Orang yahudi dan nashara juga mengklaim, "Kami anak-anak Allah dan kekasih-Nya," padahal mereka terus menerus mendustakan para rasul, melanggar larangan Allah serta meninggalkan kewajiban.
 
§                      Setiap muslim berharap agar doanya terkabul, amalnya diterima, permintaannya dipenuhi, dan permohonan perlindungannya dikabul kan. Ini semua merupakan pemberian yang amat besar yang tidak akan didapat kecuali oleh orang yang dekat kepada Allah, mengerjakan kewajiban, nawafil dan sunnah dengan dibarengi niat yang ikhlas serta mutaba'ah (mengikuti) Nabi Shalallaahu alaihi wasalam . Wallahu a’lam bish shawab.

Wanita Penghuni Neraka


Wanita Penghuni Neraka
Saudariku Muslimah … .
Suatu hal yang pasti bahwa surga dan neraka adalah dua makhluk yang Allah subhanahu wa ta’ala ciptakan. Surga diciptakan-Nya sebagai tempat tinggal yang abadi bagi kaum Mukminin dan neraka sebagai tempat tinggal bagi kaum musyrikin dan pelaku dosa yang Allah subhanahu wa ta’ala telah melarang darinya. Setiap Muslimin yang mengerti keadaan Surga dan neraka tentunya sangat berharap untuk dapat menjadi penghuni Surga dan terhindar jauh dari neraka, inilah fitrah.
Pada Kajian Kali Ini kami akan membahas tentang neraka dan penduduknya, yang mana mayoritas penduduknya adalah wanita dikarenakan sebab-sebab yang akan dibahas nanti.
Sebelum kita mengenal wanita-wanita penghuni neraka alangkah baiknya jika kita menoleh kepada peringatan-peringatan Allah subhanahu wa ta’ala di dalam Al Qur’an tentang neraka dan adzab yang tersedia di dalamnya dan perintah untuk menjaga diri daripadanya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At Tahrim : 6)
Imam Ath Thabari rahimahullah menyatakan di dalam tafsirnya : “Ajarkanlah kepada keluargamu amalan ketaatan yang dapat menjaga diri mereka dari neraka.”
Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu juga mengomentari ayat ini : “Beramallah kalian dengan ketaatan kepada Allah, takutlah kalian untuk bermaksiat kepada-Nya dan perintahkan keluarga kalian untuk berdzikir, niscaya Allah menyelamatkan kalian dari neraka.” Dan masih banyak tafsir para shahabat dan ulama lainnya yang menganjurkan kita untuk menjaga diri dan keluarga dari neraka dengan mengerjakan amalan shalih dan menjauhi maksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Di dalam surat lainnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
“Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al Baqarah : 24)
Begitu pula dengan ayat-ayat lainnya yang juga menjelaskan keadaan neraka dan perintah untuk menjaga diri daripadanya.
Kedahsyatan dan kengerian neraka juga dinyatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam hadits yang shahih dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu bahwasanya beliau bersabda :
“Api kalian yang dinyalakan oleh anak cucu Adam ini hanyalah satu bagian dari 70 bagian neraka Jahanam.” (Shahihul Jami’ 6618)
Jikalau api dunia saja dapat menghanguskan tubuh kita, bagaimana dengan api neraka yang panasnya 69 kali lipat dibanding panas api dunia? Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita dari neraka. Amin.

Wanita Penghuni Neraka

Tentang hal ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Aku melihat ke dalam Surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas dan Imran serta selain keduanya)
Hadits ini menjelaskan kepada kita apa yang disaksikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang penduduk Surga yang mayoritasnya adalah fuqara (para fakir miskin) dan neraka yang mayoritas penduduknya adalah wanita. Tetapi hadits ini tidak menjelaskan sebab-sebab yang mengantarkan mereka ke dalam neraka dan menjadi mayoritas penduduknya, namun disebutkan dalam hadits lainnya.
Di dalam kisah gerhana matahari yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana padanya dengan shalat yang panjang , beliau shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Surga dan neraka. Ketika beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya radliyallahu 'anhum :
“ … dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya : “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?” Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab : “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi : “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab : “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma)
Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan tentang wanita penduduk neraka, beliau bersabda :
“ … dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka karena sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya, kepala mereka seakan-akan seperti punuk onta. Mereka tidak masuk Surga dan tidak mendapatkan wanginya Surga padahal wanginya bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu)
Dari Imran bin Husain dia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya penduduk surga yang paling sedikit adalah wanita.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Imam Qurthubi rahimahullah mengomentari hadits di atas dengan pernyataannya : “Penyebab sedikitnya kaum wanita yang masuk Surga adalah hawa nafsu yang mendominasi pada diri mereka, kecondongan mereka kepada kesenangan-kesenangan dunia, dan berpaling dari akhirat karena kurangnya akal mereka dan mudahnya mereka untuk tertipu dengan kesenangan-kesenangan dunia yang menyebabkan mereka lemah untuk beramal. Kemudian mereka juga sebab yang paling kuat untuk memalingkan kaum pria dari akhirat dikarenakan adanya hawa nafsu dalam diri mereka, kebanyakan dari mereka memalingkan diri-diri mereka dan selain mereka dari akhirat, cepat tertipu jika diajak kepada penyelewengan terhadap agama dan sulit menerima jika diajak kepada akhirat.” (Jahannam Ahwaluha wa Ahluha halaman 29-30 dan At Tadzkirah halaman 369)
Saudariku Muslimah … .
Jika kita melihat keterangan dan hadits di atas dengan seksama, niscaya kita akan dapati beberapa sebab yang menjerumuskan kaum wanita ke dalam neraka bahkan menjadi mayoritas penduduknya dan yang menyebabkan mereka menjadi golongan minoritas dari penghuni Surga.
Saudariku Muslimah … . Hindarilah sebab-sebab ini semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita dari neraka. Amin.
1.    Kufur Terhadap Suami dan Kebaikan-Kebaikannya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan hal ini pada sabda beliau di atas tadi. Kekufuran model ini terlalu banyak kita dapati di tengah keluarga kaum Muslimin, yakni seorang istri yagn mengingkari kebaikan-kebaikan suaminya selama sekian waktu yang panjang hanya dengan sikap suami yang tidak cocok dengan kehendak sang istri sebagaimana kata pepatah, panas setahun dihapus oleh hujan sehari. Padahal yang harus dilakukan oleh seorang istri ialah bersyukur terhadap apa yang diberikan suaminya, janganlah ia mengkufuri kebaikan-kebaikan sang suami karena Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan melihat istri model begini sebagaimana dijelaskan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
“Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri apa yang ada pada suaminya dan tidak merasa cukup dengannya.” (HR. Nasa’i di dalam Al Kubra dari Abdullah bin ‘Amr. Lihat Al Insyirah fi Adabin Nikah halaman 76)
Hadits di atas adalah peringatan keras bagi para wanita Mukminah yang menginginkan ridha Allah subhanahu wa ta’ala dan Surga-Nya. Maka tidak sepantasnya bagi wanita yang mengharapkan akhirat untuk mengkufuri kebaikan-kebaikan suaminya dan nikmat-nikmat yang diberikannya atau meminta dan banyak mengadukan hal-hal sepele yang tidak pantas untuk dibesar-besarkan.
Jika demikian keadaannya maka sungguh sangat cocok sekali jika wanita yang kufur terhadap suaminya serta kebaikan-kebaikannya dikatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai mayoritas kaum yang masuk ke dalam neraka walaupun mereka tidak kekal di dalamnya.
Cukup kiranya istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabiyah sebagai suri tauladan bagi istri-istri kaum Mukminin dalam mensyukuri kebaikan-kebaikan yang diberikan suaminya kepadanya.
2.    Durhaka Terhadap Suami
Kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap suaminya pada umumnya berupa tiga bentuk kedurhakaan yang sering kita jumpai pada kehidupan masyarakat kaum Muslimin. Tiga bentuk kedurhakaan itu adalah :
1.    Durhaka dengan ucapan.
2.    Durhaka dengan perbuatan.
3.    Durhaka dengan ucapan dan perbuatan.
Bentuk pertama ialah seorang istri yang biasanya berucap dan bersikap baik kepada suaminya serta segera memenuhi panggilannya, tiba-tiba berubah sikap dengan berbicara kasar dan tidak segera memenuhi panggilan suaminya. Atau ia memenuhinya tetapi dengan wajah yang menunjukkan rasa tidak senang atau lambat mendatangi suaminya. Kedurhakaan seperti ini sering dilakukan seorang istri ketika ia lupa atau memang sengaja melupakan ancaman-ancaman Allah terhadap sikap ini.
Termasuk bentuk kedurhakaan ini ialah apabila seorang istri membicarakan perbuatan suami yang tidak ia sukai kepada teman-teman atau keluarganya tanpa sebab yang diperbolehkan syar’i. Atau ia menuduh suaminya dengan tuduhan-tuduhan dengan maksud untuk menjelekkannya dan merusak kehormatannya sehingga nama suaminya jelek di mata orang lain. Bentuk serupa adalah apabila seorang istri meminta di thalaq atau di khulu’ (dicerai) tanpa sebab syar’i. Atau ia mengaku-aku telah dianiaya atau didhalimi suaminya atau yang semisal dengan itu.
Permintaan cerai biasanya diawali dengan pertengkaran antara suami dan istri karena ketidakpuasan sang istri terhadap kebaikan dan usaha sang suami. Atau yang lebih menyedihkan lagi bila hal itu dilakukannya karena suaminya berusaha mengamalkan syari’at-syari’at Allah subhanahu wa ta’ala dan sunnah-sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Sungguh jelek apa yang dilakukan istri seperti ini terhadap suaminya. Ingatlah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
“Wanita mana saja yang meminta cerai pada suaminya tanpa sebab (yang syar’i, pent.) maka haram baginya wangi Surga.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi serta selain keduanya. Lihat Al Insyirah fi Adabin Nikah halaman 85)
Bentuk kedurhakaan kedua yang dilakukan para istri terjadi dalam hal perbuatan yaitu ketika seorang istri tidak mau melayani kebutuhan seksual suaminya atau bermuka masam ketika melayaninya atau menghindari suami ketika hendak disentuh dan dicium atau menutup pintu ketika suami hendak mendatanginya dan yang semisal dengan itu.
Termasuk dari bentuk ini ialah apabila seorang istri keluar rumah tanpa izin suaminya walaupun hanya untuk mengunjungi kedua orang tuanya. Yang demikian seakan-akan seorang istri lari dari rumah suaminya tanpa sebab syar’i. Demikian pula jika sang istri enggan untuk bersafar (melakukan perjalanan) bersama suaminya, mengkhianati suami dan hartanya, membuka dan menampakkan apa yang seharusnya ditutupi dari anggota tubuhnya, berjalan di tempat umum dan pasar-pasar tanpa mahram, bersenda gurau atau berbicara lemah-lembut penuh mesra kepada lelaki yang bukan mahramnya dan yang semisal dengan itu.
Bentuk lain adalah apabila seorang istri tidak mau berdandan atau mempercantik diri untuk suaminya padahal suaminya menginginkan hal itu, melakukan puasa sunnah tanpa izin suaminya, meninggalkan hak-hak Allah seperti shalat, mandi janabat, atau puasa Ramadlan.
Maka setiap istri yang melakukan perbuatan-perbuatan seperti tersebut adalah istri yang durhaka terhadap suami dan bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Jika kedua bentuk kedurhakaan ini dilakukan sekaligus oleh seorang istri maka ia dikatakan sebagai istri yang durhaka dengan ucapan dan perbuatannya. (Dinukil dari kitab An Nusyuz karya Dr. Shaleh bin Ghanim As Sadlan halaman 23-25 dengan beberapa tambahan)
Sungguh merugi wanita yang melakukan kedurhakaan ini. Mereka lebih memilih jalan ke neraka daripada jalan ke Surga karena memang biasanya wanita yang melakukan kedurhakaan-kedurhakaan ini tergoda oleh angan-angan dan kesenangan dunia yang menipu.
Ketahuilah wahai saudariku Muslimah, jalan menuju Surga tidaklah dihiasi dengan bunga-bunga nan indah, melainkan dipenuhi dengan rintangan-rintangan yang berat untuk dilalui oleh manusia kecuali orang-orang yang diberi ketegaran iman oleh Allah. Tetapi ingatlah di ujung jalan ini ada Surga yang Allah sediakan untuk hamba-hamba-Nya yang sabar menempuhnya.
Ketahuilah pula bahwa jalan menuju neraka memang indah, penuh dengan syahwat dan kesenangan dunia yang setiap manusia tertarik untuk menjalaninya. Tetapi ingat dan sadarlah bahwa neraka menanti orang-orang yang menjalani jalan ini dan tidak mau berpaling darinya semasa ia hidup di dunia.
Hanya wanita yang bijaksanalah yang mau bertaubat kepada Allah dan meminta maaf kepada suaminya dari kedurhakaan-kedurhakaan yang pernah ia lakukan. Ia akan kembali berusaha mencintai suaminya dan sabar dalam mentaati perintahnya. Ia mengerti nasib di akhirat dan bukan kesengsaraan di dunia yang ia takuti dan tangisi.
3.    Tabarruj
Yang dimaksud dengan tabarruj ialah seorang wanita yang menampakkan perhiasannya dan keindahan tubuhnya serta apa-apa yang seharusnya wajib untuk ditutupi dari hal-hal yang dapat menarik syahwat lelaki. (Jilbab Al Mar’atil Muslimah halaman 120)
Hal ini kita dapati pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wanita-wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang dikarenakan minimnya pakaian mereka dan tipisnya bahan kain yang dipakainya. Yang demikian ini sesuai dengan komentar Ibnul ‘Abdil Barr rahimahullah ketika menjelaskan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut. Ibnul ‘Abdil Barr menyatakan : “Wanita-wanita yang dimaksudkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah yang memakai pakaian yang tipis yang membentuk tubuhnya dan tidak menutupinya, maka mereka adalah wanita-wanita yang berpakaian pada dhahirnya dan telanjang pada hakikatnya … .” (Dinukil oleh Suyuthi di dalam Tanwirul Hawalik 3/103 )
Mereka adalah wanita-wanita yang hobi menampakkan perhiasan mereka, padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah melarang hal ini dalam firman-Nya :
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan-perhiasan mereka.” (An Nur : 31)
Imam Adz Dzahabi rahimahullah menyatakan di dalam kitab Al Kabair halaman 131 : “Termasuk dari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan mereka dilaknat ialah menampakkan hiasan emas dan permata yang ada di dalam niqab (tutup muka/kerudung) mereka, memakai minyak wangi dengan misik dan yang semisalnya jika mereka keluar rumah … .”
Dengan perbuatan seperti ini berarti mereka secara tidak langsung menyeret kaum pria ke dalam neraka, karena pada diri kaum wanita terdapat daya tarik syahwat yang sangat kuat yang dapat menggoyahkan keimanan yang kokoh sekalipun. Terlebih bagi iman yang lemah yang tidak dibentengi dengan ilmu Al Qur’an dan As Sunnah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri menyatakan di dalam hadits yang shahih bahwa fitnah yang paling besar yang paling ditakutkan atas kaum pria adalah fitnahnya wanita.
Sejarah sudah berbicara bahwa betapa banyak tokoh-tokoh legendaris dunia yang tidak beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala hancur karirnya hanya disebabkan bujuk rayu wanita. Dan berapa banyak persaudaraan di antara kaum Mukminin terputus hanya dikarenakan wanita. Berapa banyak seorang anak tega dan menelantarkan ibunya demi mencari cinta seorang wanita, dan masih banyak lagi kasus lainnya yang dapat membuktikan bahwa wanita model mereka ini memang pantas untuk tidak mendapatkan wanginya Surga.
Hanya dengan ucapan dan rayuan seorang wanita mampu menjerumuskan kaum pria ke dalam lembah dosa dan hina terlebih lagi jika mereka bersolek dan menampakkan di hadapan kaum pria. Tidak mengherankan lagi jika di sana-sini terjadi pelecehan terhadap kaum wanita, karena yang demikian adalah hasil perbuatan mereka sendiri.
Wahai saudariku Muslimah … . Hindarilah tabarruj dan berhiaslah dengan pakaian yang Islamy yang menyelamatkan kalian dari dosa di dunia ini dan adzab di akhirat kelak.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
“Dan tinggallah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj dengan tabarrujnya orang-orang jahiliyyah pertama dahulu.” (Al Ahzab : 33)
Masih banyak sebab-sebab lainnya yang mengantarkan wanita menjadi mayoritas penduduk neraka. Tetapi kami hanya mencukupkan tiga sebab ini saja karena memang tiga model inilah yang sering kita dapati di dalam kehidupan masyarakat negeri kita ini.
Saudariku Muslimah … .
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menuntunkan satu amalan yang dapat menyelamatkan kaum wanita dari adzab neraka. Ketika beliau selesai khutbah hari raya yang berisikan perintah untuk bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan anjuran untuk mentaati-Nya. Beliau pun bangkit mendatangi kaum wanita, beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka tentang akhirat kemudian beliau bersabda :
“Bershadaqahlah kalian! Karena kebanyakan kalian adalah kayu bakarnya Jahanam!” Maka berdirilah seorang wanita yang duduk di antara wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua pipinya, iapun bertanya : “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Karena kalian banyak mengeluh dan kalian kufur terhadap suami!” (HR. Bukhari)
Bershadaqahlah! Karena shadaqah adalah satu jalan untuk menyelamatkan kalian dari adzab neraka. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita dari adzabnya. Amin.
Wallahu A’lam bish Shawwab.