Nilai-Nilai Moral Al-Qur'an


Nilai-Nilai Moral Al-Qur'an


PENDAHULUANNilai-nilai moral masyarakat di mana kita tinggal sudah menyesatkan. Prinsip-prinsip moral ini yang merupakan hasil dari hasrat mementing-kan diri sendiri serta keserakahan masyarakat, kemudian berubah menjadi keegoisan, kesom-bongan, kesinisan, kekerasan, dan kebrutalan dalam masyarakat. Masyarakat percaya bahwa untuk meningkatkan standar hidup, mereka harus mencurangi dan mengalahkan yang lainnya.
Hal ini bukanlah nilai-nilai moral yang Allah tetapkan bagi kehidupan manusia bersama dengan apa yang telah Dia ciptakan. Al-Qur'an menyuruh manusia menjadi bermartabat, rendah hati, dapat dipercaya, baik budi, beriman, dewasa, dan mau mendengarkan. Al-Qur'an bahkan menggambar-kan jalan yang seharusnya kita tempuh, "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya, Allah tidak me-nyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Luqman :18)
Karenanya, tugas bagi orang yang beriman adalah menjalankan prinsip-prinsip mulia ini yang Allah telah tetapkan.
Akan tetapi, sekarang ini, orang-orang ber-iman tinggal bersama dalam masyarakat yang penuh dengan kekejian, di mana etika-etika moral dalam Al-Qur'an telah ditinggalkan. Untuk alasan itu, kita harus lebih berhati-hati melawan pe-ngaruh buruk budaya yang menyesatkan ini. Me-reka harus terus-menerus mengawasi diri mereka sendiri bersama masyarakat ini agar tidak terpengaruh oleh budaya merusak dan mereka dapat mengamalkan nilai-nilai moral Al-Qur'an.
Hasil karya ini disiapkan untuk membantu orang-orang beriman agar tidak melupakan ajaran dasar Al-Qur'an yang seharusnya selalu kita jalankan.
Pada bahasan-bahasan berikutnya, nilai-nilai moral dan ibadah-ibadah yang tampaknya terlupakan oleh orang-orang beriman akan dibahas dalam penjabaran yang berhubungan dengan ayat-ayat Al-Qur'an.
1 KEBERADAAN ALLAH
Al-Qur`an menginformasikan kepada kita tentang kebenaran sifat-sifat Allah,
"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur, Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar." (al-Baqarah: 255)
"Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu." (ath-Thalaaq: 12)
Akan tetapi, banyak orang yang tidak menerima keberadaan Allah swt. seperti yang telah dijelaskan dalam ayat-ayat tersebut. Mereka tidak memahami kekuasaan dan kebesaran-Nya yang abadi. Mereka memercayai kebohongan bahwa merekalah yang mengatur diri mereka sendiri dan berpikir bahwa Allah berada di suatu tempat yang jauh di alam semesta dan jarang mencampuri "perkara keduniaan". Pemahaman terbatas orang-orang ini disebutkan dalam Al-Qur`an, "Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya, Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahakuasa." (al-Hajj: 74)
Memahami kekuasaan Allah swt. dengan baik merupakan ikatan awal dalam rantai keimanan. Sesungguhnya, seorang mukmin akan meninggalkan pandangan masyarakat yang menyimpang tentang kekuasaan Allah swt. dan menolak keyakinan sesat dengan mengatakan, "Dan bahwasanya Orang yang kurang akal dari kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah." (al-Jin: 4)
Kaum muslimin memercayai Allah swt. sesuai dengan penjelasan Al-Qur`an. Mereka melihat tanda-tanda keberadaan Allah pada dunia nyata dan alam gaib, kemudian mulai memercayai keagungan seni dan kekuasaan Allah.
Akan tetapi, jika umat berpaling dari Allah serta gagal bertafakur kepada Allah dan ciptaan-Nya, mereka akan mudah terpengaruh oleh keyakinan-keyakinan yang menyesatkan pada saat ditimpa kesusahan. Allah menyebutnya sebagai bahaya yang potensial, dalam surah Ali Imran: 154, mengenai umat yang menyerah dalam berperang, "... sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah...."
Seorang muslim seharusnya tidak melakukan kesalahan seperti itu. Karena itu, dia harus membebaskan hatinya dari segala sesuatu yang dapat memunculkan sangkaan jahiliah dan menerima keimanan yang nyata dengan segenap jiwa sebagaimana penjelasan dalam Al-Qur`an.
2 Taqwa kepada Allah Sesuai Kesanggupan
Bertaqwa kepada Allah adalah awal dari segalanya. Semakin tebal ketaqwaan seseorang kepada Allah, semakin tinggi kemampuannya merasakan kehadiran Allah. Al-Qur`an memberikan contoh beberapa rasul yang dapat kita bandingkan dengan diri kita sehingga paham bahwa kita dapat meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt..
Allah swt. menginginkan manusia agar bertaqwa dengan sebenar-benarnya. Berbagai cara untuk menunjukkan penghormatan kepada Yang Mahakuasa dapat dilakukan, sebagai contoh: berjalan di jalan Allah, melakukan perbuatan baik, mengikuti contoh-contoh yang diberikan para rasul, menaati serta memperhatikan ajaran-ajaran Allah, dan sebagainya.
"Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." (at-Taghaabun: 16)
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (Ali Imran: 102)
3 Takdir
Tidak ada satu pun di alam ini yang terjadi secara kebetulan, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur`an, "... Allah mengatur urusan (makhluk-Nya)…." (ar-Ra'd: 2) Dalam ayat lain dikatakan, "… dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)...." (al-An'aam: 59) Dialah Allah Yang menciptakan dan mengatur semua peristiwa, bagaimana mereka berawal dan berakhir. Dia pulalah yang menentukan setiap gerakan bintang-bintang di jagat raya, kondisi setiap yang hidup di bumi, cara hidup seseorang, apa yang akan dikatakannya, apa yang akan dihadapinya, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur`an,
"Sesungguhnya, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." (al-Qamar: 49)
"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya, yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (al-Hadiid: 22)
Kaum mukminin seharusnya menyadari kenyataan yang agung ini. Sebagai konsekuensinya, sudah seharusnya mereka tidak berbuat kebodohan seperti orang-orang yang menolak kenyataan dalam hidupnya. Dengan memahami bahwa hidup itu hanya "mengikuti takdir", mereka tidak akan pernah kecewa atau merasa takut terhadap apa pun. Mereka menjadi yakin dan tenang seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. yang bersabda kepada sahabatnya, "Janganlah kamu berdukacita, sesungguhnya Allah beserta kita." (at-Taubah: 40) ketika sahabatnya itu merasa khawatir ditemukan para pemuja berhala yang bermaksud membunuh mereka ketika bersembunyi di dalam gua.
4 Iman kepada Allah
Karena Allah adalah pembuat keputusan, setiap kejadian merupakan anugerah bagi makhluk-Nya: segala sesuatu telah direncanakan untuk kebaikan agama dan untuk kehidupan orang yang beriman di akhirat kelak. Kaum mukminin dapat merujuk pada pengalaman mereka untuk melihat bahwa ada sesuatu yang bermanfaat bagi diri mereka pada akhir sebuah kejadian. Untuk alasan tersebut, kita harus selalu memercayai Allah.
Dialah Yang Maha Esa dan Maha Melindungi. Seorang mukmin harus bersikap sebagaimana yang Allah inginkan: memenuhi tanggung jawabnya kemudian berserah diri pada Allah dengan hasilnya. Ayat berikut mengungkapkan misteri ini, yang tidak diketahui oleh orang-orang yang ingkar.
"... Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya, Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya, Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (ath-Thalaaq: 2-3)
"Katakanlah, 'Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.'" (at-Taubah: 51)
Apa yang seharusnya seorang muslim katakan kepada orang-orang yang ingkar kepada Allah swt., juga tercantum dalam Al-Qur`an,
"Mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah, padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang bertawakal itu berserah diri." (Ibrahim: 12)
Dalam ayat lain dikatakan,
"Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mu'min bertawakal." (Ali Imran: 160)
5 Bertafakur
Di dalam Al-Qur`an dijelaskan bahwa orang-orang yang ingkar kepada Allah swt. adalah orang yang tidak mengenal ataupun menyadari adanya tanda-tanda Allah. Yang membedakan seorang muslim dengannya adalah kemampuannya untuk melihat tanda-tanda tersebut dan bukti-buktinya. Dia tahu bahwa semua ini tidak diciptakan dengan sia-sia dan dia pun dapat menyadari kekuatan serta keagungan seni Allah di mana pun dan mengetahui cara memuja-Nya. Dialah yang termasuk orang yang berakal.
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Ali Imran: 191)
Pada beberapa ayat Al-Qur`an, ungkapan seperti "tidakkah kamu perhatikan?", "terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal" menekankan pentingnya bertafakur melihat tanda-tanda keberadaan Allah. Allah menciptakan banyak hal yang tiada putus untuk direnungi. Setiap yang di langit dan di bumi serta di antara keduanya adalah ciptaan Allah swt. dan yang demikian itu menjadi renungan untuk orang yang berpikir. Salah satu ayat memberikan contoh tentang ketuhanan Allah,
"Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan." (an-Nahl: 11)
Kita dapat merenungi sejenak tentang ayat di atas, yaitu tentang pohon kurma. Kurma tumbuh dari biji yang sangat kecil (ukuran biji tidak lebih dari 1 cm3). Dari biji ini tumbuh sebatang pohon dengan panjang mencapai 4-5 m dan beratnya bisa mencapai ratusan kilo gram. Satu hal yang diperlukan biji tersebut untuk dapat mengangkat beban yang berat ini adalah tanah di mana ia tumbuh.
Bagaimana sebutir biji mengetahui cara membentuk sebuah pohon? Bagaimana biji tersebut "berpikir" untuk melebur dengan senyawa tertentu di dalam tanah untuk menciptakan kayu? Bagaimana dia meramalkan bentuk dan struktur yang dibutuhkan? Pertanyaan terakhir ini sangat penting karena ia bukanlah sebatang pohon sederhana yang keluar dari sebutir biji. Dia adalah organisme hidup yang kompleks dengan akar untuk menyerap zat-zat dari dalam tanah, dengan urat dan cabang-cabang yang diatur dengan sempurna. Seorang manusia akan menemui kesulitan untuk menggambarkan dengan tepat sebuah bentuk pohon, ketika secara kontras sebutir biji yang sederhana dapat menghasilkan sebuah benda yang kompleks hanya dengan menggunakan zat-zat yang ada di dalam tanah.
Pengamatan ini menyimpulkan bahwa biji tersebut sangat pandai dan bijaksana, bahkan melebihi kita, atau lebih tepatnya, ada kepandaian yang menakjubkan pada sebutir biji. Akan tetapi, apa sumber kepandaian tersebut? Bagaimana mungkin sebutir biji memiliki kepandaian dan ingatan sedemikian rupa?
Tidak diragukan lagi, pertanyaan ini memiliki jawaban yang sederhana: biji tersebut diciptakan dan diberi kemampuan membentuk sebuah pohon dengan program untuk proses selanjutnya. Setiap biji di bumi diarahkan oleh Allah swt. dan tumbuh dengan ilmu-Nya. Pada salah satu ayat dikatakan,
"Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (al-An'aam: 59)
Dialah Allah yang menciptakan biji-bijian dan membuatnya bersemi menjadi sebuah tanaman baru. Dalam ayat lain dikatakan,
"Sesungguhnya, Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?" (al-An'aam: 95)
Biji-bijian ini merupakan salah satu dari sejumlah tanda-tanda ciptaan Allah swt. di alam ini. Jika manusia mulai berpikir tidak hanya dengan akal mereka, tetapi juga dengan hati mereka dan bertanya sendiri, "mengapa dan bagaimana", mereka akan mampu memahami bahwa semua yang ada di alam ini merupakan bukti keberadaan dan kekuasaan Allah.
6 Berhati-hati
Allah menciptakan alam ini dengan disertai tanda-tanda penciptaan-Nya. Akan tetapi, orang yang mengingkari-Nya tidak dapat memahami kenyataan tersebut karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk "melihat" tujuan penciptaan ini. Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur`an, "... mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah)...." (al-A'raaf: 179) Secara kasat mata, mereka tidak memiliki kearifan dan pemahaman untuk menanggapi kenyataan yang ada ini.
Orang-orang beriman tidak termasuk kategori "buta" ini. Mereka menyadari dan menerima kenyataan bahwa seluruh alam ini diciptakan Allah swt. dengan tujuan dan maksud tertentu. Keyakinan ini marupakan langkah awal dari keimanan seseorang. Seiring dengan meningkatnya keyakinan dan kearifan, kita akan dapat mengenali setiap detail ciptaan Allah.
Dalam tradisi Islam, ada tiga langkah pemacu keimanan: Ilmul-yaqin (mendapatkan informasi), Ainul-Yaqin (melihat), dan Haqqul-Yaqin (mengalami/merasakan).
Hujan dapat dijadikan contoh dari ketiga langkah ini. Ada tiga tahapan dalam mengetahui tentang turunnya hujan.
Tahap pertama (Ilmul-Yaqin), ketika seorang duduk di dalam rumah yang jendelanya tertutup, kemudian ada yang datang dari luar memberitahukan padanya bahwa hujan turun dan dia memercayainya.
Tahap kedua (Ainul-Yaqin) adalah tahap kesaksian. Orang tersebut menuju jendela, membuka tirai, dan melihat hujan turun.
Tahap ketiga (Haqqul-Yaqin). Dia membuka pintu, keluar rumah, dan berada "di bawah" siraman air hujan.
Berhati-hati adalah bentuk tindakan dari do'a untuk beralih dari tingkatan Ilmul-Yaqin menuju tingkatan Ainul-Yaqin, bahkan lebih.
Upaya melihat tanda-tanda keberadaan Allah dan tidak menjadi "buta" seperti orang yang ingkar, membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Di dalam Al-Qur`an, orang beriman diseru untuk mengamati dan memperhatikan tanda-tanda keberadaan Allah di sekitar mereka dan ini hanya mungkin bisa dilakukan bila dilakukan dengan berhati-hati.
"Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?" (al-Waaqi'ah: 63-64)
"Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?" (al-Waaqi'ah: 68-69)
Allah pun menyatakan dalam ayat yang lain bahwa buta tidak sama dengan melihat, kemudian Dia bertanya, "Maka apakah kamu tidak memperhatikan(nya)?" (al-An'aam: 50)
Kita harus melatih diri untuk mengenal tanda-tanda keberadaan Allah dan selalu mengingat-Nya. Bila tidak, pikiran kita akan menyimpang, melompat dari masalah yang satu ke yang lainnya, menghabiskan waktu memikirkan hal yang tidak berguna. Ini merupakan salah satu jenis ketidaksadaran. Kita akan kehilangan kendali pikiran kita ketika kita kehilangan konsentrasi kepada Allah. Kita tidak dapat terpusat pada satu hal, kemudian kita tidak dapat memahami kebenaran di balik materi, kita pun tidak memiliki kemampuan memahami akibat dari tanda-tanda tersebut. Sebaliknya, pikiran kita diarahkan kepada kesesatan. Kita akan mengalami kebingungan sepanjang waktu. Yang demikian itu tidak terjadi pada seorang muslim yang selalu mengingat-Nya, tetapi terjadi pada orang yang ingkar.
"… Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh." (al-Hajj: 31)
Dengan kata lain, orang beriman adalah mereka yang mengarahkan pikirannya lebih baik dalam merasakan keberadaan Allah dan mereka yang berusaha lebih baik dalam menjalankan agamanya. Mereka membebaskan pikirannya dari pemikiran yang sia-sia dan selalu waspada terhadap godaan setan.
"Sesungguhnya, orang-orang yang bertaqwa bila mereka ditimpa waswas dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya." (al-A'raaf: 201)
Karena itu, seorang muslim harus menjaga pikiran dari memikirkan hal-hal yang tidak berguna, tidak pernah kehilangan arah dengan kejadian-kejadian di sekitarnya, dan harus selalu menjaga pikirannya.
7 Kebaikan pada Semua Peristiwa
Segala sesuatu diciptakan dengan maksud dan tujuan tersembunyi. Bersama-sama dengan tujuan tersembunyi ini ada beberapa keuntungan bagi seorang mukmin di dalam semua peristiwa. Hal ini dikarenakan Allah berada di sisi orang-orang yang beriman dan tidak pernah mengecewakan mereka.
Pada awalnya, perjuangan hidup tampak tidak menyenangkan. Akan tetapi, seorang muslim harus mengerti bahwa kejadian yang tampaknya menakutkan, contohnya, persekongkolan orang kafir melawan orang beriman, akan berakhir dengan kemenangan bagi orang beriman. Cepat atau lambat, Allah akan memberikan kemurahan hati-Nya, sehingga orang beriman harus yakin bahwa terdapat hikmah pada semua kejadian.
Dalam hal ini, terdapat banyak contoh yang tercantum dalam Al-Qur`an; kehidupan Nabi Yusuf a.s. adalah salah satu di antara yang luar biasa. Pada masa kecilnya, Nabi Yusuf a.s. dibuang ke dasar sumur oleh saudara-saudaranya. Selanjutnya, ia diselamatkan, kemudian difitnah dan dipenjara walaupun ia tidak bersalah. Bagi orang yang tidak beriman, semua peristiwa itu disangka kemalangan yang paling besar. Akan tetapi, Yusuf a.s. selalu berpikir bahwa hal ini dapat terjadi hanya dengan kehendak Allah swt. dan semua itu pasti akan berubah menjadi lebih baik. Ternyata terbukti, Allah mengubah "bencana" menjadi kebahagiaan. Nabi Yusuf a.s. berhasil lolos dari penjara dan pada saat yang bersamaan menjadi gubernur di tempat tersebut.
Cerita Nabi Yunus a.s. tidak berbeda. Ia melarikan diri ke kapal barang, di mana untuk mempertahankan tempatnya, ia bertaruh banyak. Ketika taruhannya terbukti tidak menguntungkan, ia dilemparkan ke laut dan ditelan ikan raksasa. Dijelaskan dalam Al-Qur`an bahwa ia lalu diselamatkan dan dikirim ke "bangsa seratus ribu orang atau lebih" hanya karena ia memuji Allah.
"Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu." (ash-Shaaffat: 143-148)
Semua contoh ini tertulis dalam Al-Qur`an, sebagai pelajaran bagi kita bahwa peristiwa yang tampaknya "menyedihkan" itu tidak demikian bagi orang yang beriman. Jika orang memercayai keberadaan Allah, mencari perlindungan hanya kepada-Nya, dan meminta pertolongan hanya kepada-Nya, maka tidak ada sesuatu yang menjadi penyesalan baginya. Allah menciptakan berbagai kesulitan, namun semua kesulitan itu hanya untuk menguji dan menguatkan kesetiaan dan keimanan orang beriman.
Yang demikian itu tidak terjadi pada orang-orang yang ingkar. Tidak ada satu pun dalam hidup ini kebaikan bagi mereka. Sesuatu yang menipu mereka sebagai kegemaran atau kesenangan merupakan sebenar-benarnya kemalangan dan hal ini akan menambah kesengsaraan mereka di hari kemudian. Segala sesuatu yang mereka lakukan akan mereka pertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya,
"Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allahlah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Ali Imran: 180)
8 Kematian Itu Dekat
Pada dasarnya, kaum yang mementingkan duniawi adalah bodoh, ceroboh, dan dangkal pikirannya. Hidup mereka tidak berdasarkan logika, tetapi mereka hidup dengan kesesatan dan keyakinan yang salah serta mengikuti sangkaan yang berakhir dengan kekeliruan. Salah satu kekeliruan ini adalah keyakinan mereka tentang kematian. Mereka percaya bahwa kematian adalah sesuatu yang tidak perlu dipikirkan.
Sebenarnya, yang mereka lakukan adalah lari dari kenyataan dengan cara mengabaikan kematian. Tanpa memikirkannya, mereka percaya bahwa mereka dapat menghindari peristiwa itu. Akan tetapi, hal ini seperti burung unta yang menenggelamkan kepalanya ke dalam pasir untuk mengindari bahaya. Mengabaikan bahaya tidak membuat bahaya itu hilang. Sebaliknya, orang tersebut berisiko menghadapi bahaya dengan tanpa memiliki persiapan. Akibatnya, ia akan menerima kejutan yang lebih besar lagi. Tidak seperti halnya orang beriman yang mentafakuri kematian dan menyiapkan dirinya terhadap kenyataan yang sangat penting ini, kebenaran yang akan dialami semua manusia yang hidup. Allah memperingatkan orang kafir dalam ayat-Nya,
"Katakanlah, 'Sesungguhnya, kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.'" (al-Jumu'ah: 8)
Kematian bukanlah "bencana" yang harus dilupakan, melainkan pelajaran penting yang mengajarkan kepada manusia arti hidup yang sebenarnya. Dengan demikian, kematian seharusnya menjadi bahan pemikiran yang mendalam. Seorang muslim akan benar-benar merenungi kenyataan penting ini dengan kesungguhan dan kearifan. Mengapa semua manusia hidup pada masa tertentu dan kemudian mati? Semua makhluk hidup tidak kekal. Ini menunjukkan bahwa manusia tidak memiliki kekuatan dan tidak mampu menandingi Kekuasaan Allah. Allahlah satu-satunya Pemilik kehidupan; semua makhluk hidup dengan kehendak Allah dan akan mati dengan kehendak-Nya pula, seperti dinyatakan, "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." (ar-Rahmaan: 26-27)
Setiap orang akan mati, namun tak seorang pun dapat memperkirakan di mana dan kapan kematian akan menghampiri. Tidak seorang pun dapat menjamin ia akan hidup pada saat berikutnya. Karena itu, seorang muslim harus bertindak seolah-olah mereka sebentar lagi akan didatangi kematian. Berpikir tentang kematian akan membantu seseorang meningkatkan keikhlasan dan rasa takut kepada Allah, dan mereka akan selalu menyadari akan apa yang sedang menunggunya.
"Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (al-Anbiyaa': 34-35)
 

 

Sebuah Pelajaran dari Sejarah: Titanic


Sebuah Pelajaran dari Sejarah: Titanic 


Sejarah penuh dengan kisah orang-orang yang mengandalkan diri pada terobosan teknologi dan sepenuhnya mengabaikan kekuasaan Allah. Justru karena itulah banyak bencana telah terjadi sepanjang sejarah sebagai pelajaran yang pahit bagi siapa saja. Masing-masing dari peristiwa ini penting dalam artian mengingatkan manusia bahwa baik kekayaan ataupun kekuatan, sains maupun teknologi tidak memiliki daya untuk menolak kehendak Allah. 
Banyak contoh dari peristiwa seperti ini dapat diberikan. Yang paling diketahui adalah Titanic yang terkenal, sebuah kapal samudra besar dengan tinggi 55 meter dan panjang 275 meter, yang karam hampir 90 tahun yang lalu. Titanic, yang dimaksudkan sebagai "hinaan terhadap alam", adalah projek raksasa yang melibatkan sebuah tim insinyur dan lima ribu pekerja. Hampir semua orang benar-benar yakin bahwa kapal ini tidak akan pernah tenggelam. Kapal samudra merupakan karya besar teknologi dengan banyak kemajuan teknik yang meninggalkan batasan zamannya. Namun mereka yang mengandalkan prowess teknis kapal itu tidak mempertimbangkan satu fakta yang dinyatakan dalam ayat, "Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku," (QS. Al Ahzab, 33: 38) dan bahwa setiap orang cepat atau lambat akan menjumpai takdirnya. Akhirnya, sebuah kekeliruan kecil menyebabkan kapal itu tenggelam dan teknologi maju tidak dapat menyelamatkan Titanic dari akhirnya yang pahit.
Dari apa yang diceritakan mereka yang selamat, kebanyakan penumpangnya berkumpul di dek untuk berdoa ketika mereka menyadari kapal itu akan segera karam. Dalam banyak bagian Al Quran, kecenderungan perilaku manusia ini diulang-ulang. Pada saat-saat kesulitan besar dan bahaya, manusia dengan tulus berdoa dan meminta pertolongan dari Penciptanya. Namun, setelah diselamatkan dari bahaya, mereka segera berpaling tanpa rasa syukur:
Tuhanmu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu. Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih. Maka apakah merasa aman (dari hukuman Tuhan) yang menjungkirba-likkan sebagian daratan bersama kamu atau Dia meniupkan (angin keras yang membawa) batu-batu kecil? Dan kamu tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi kamu; atau apakah kamu merasa aman dari dikembalikan-Nya kamu ke laut sekali lagi, lalu Dia meniupkan atas kamu angin topan dan ditenggelamkan-Nya kamu disebabkan kekafiranmu. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun dalam hal ini terhadap (siksaan) Kami. (QS. Al Isra', 17: 66-69)

Seseorang mungkin tidak pernah mengalami bencana seperti itu, namun dia seharusnya ingat bahwa pada suatu ketika seseorang mungkin mendapati hidup dilucuti hingga ke dasar-dasarnya. Karena itu, manusia seharusnya selalu menyibukkan diri dengan mengingat Allah karena "kekuatan seluruhnya adalah milik Allah." (QS. Al Baqarah, 2: 165) Di lain pihak, begitu malapetaka menyerang, seseorang mungkin tidak mempunyai kesempatan untuk mengubah kelakuannya yang tidak bersyukur kepada Allah dan bertobat kepada-Nya. Kematian dapat datang sangat seketika:
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan dekatnya kebiasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman selain kepada Al Quran itu? (QS. Al A'raaf, 7: 185)

Maka masing-masing Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. Al Ankabuut, 29: 40)
Pembahasan sejauh ini dimaksudkan untuk mengingatkan mereka yang melupakan tujuan penciptaan mereka akan sebuah fakta penting: segala sesuatu di bumi diadakan oleh Allah, Sang Pencipta semesta alam materi. Dengan kata lain, keberadaan segala sesuatu adalah akibat dari kehendak Allah. Karenanya, tidak ada yang memiliki keberadaan terpisah dari Allah. Al Quran mengungkapkan kepada kita bahwa tidak ada yang berada di luar pengendalian Allah: "Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya." (QS. Yusuf, 12: 21)
Namun begitu, sebagaimana Allah menjelaskan dalam bagian kedua ayat tersebut, kebanyakan manusia tidak menyadari hal ini. Mereka beranggapan, selama perjalanan hidup mereka, bahwa tidak ada kemalangan apa pun yang akan menimpa mereka, tidak pernah memikirkan bahwa mereka pun rentan terhadap bencana-bencana yang menghancurkan tersebut. Kita merasa bahwa "orang lain" mengalami peristiwa yang mengerikan itu dan "kita" akan selalu hidup dalam keselamatan. Berita tentang bencana, kecelakaan atau wabah tentu membuat kita bersimpati terhadap mereka yang tertimpa. Kita tentu merasakan kesedihan mereka; namun, begitu bencana menyusut di dalam ingatan, kita menjadi kurang peduli dan perilaku sedemikian terbukti menjadi minat yang berlalu bagi kita. Begitu kita membenamkan diri ke dalam arus kehidupan sehari-hari atau menghadapi berbagai masalah pribadi, kita segera mengembangkan rasa apati dan mengabaikan mereka yang telah mengalami bencana.
Namun demikian, anggapan bahwa setiap hari dalam kehidupan seseorang akan senantiasa sama adalah keliru. Hal ini nyata dari peringatan Allah. Sudah tentu, mereka yang tertimpa bencana tidak mengetahui bahwa bahaya alam akan mencerai-beraikan kehidupan mereka. Mereka tentu saja mengawali hari itu sebagaimana biasa, berpikir bahwa hari itu akan sama dengan sebelumnya. Namun, ternyata sebaliknya yang terjadi. Kemungkinan besar, tidak pernah terpikir oleh mereka bahwa pada hari khusus itu akan terjadi perubahan drastis dalam kehidupan mereka, yang akan mengubah hidup mereka menjadi perjuangan berbahaya. Pada kesempatan sedemikian, hidup menyusut kepada kebenarannya yang paling sederhana. Tentu saja, beginilah Allah mengingatkan manusia bahwa rasa aman di dunia ini adalah palsu.
Namun, kebanyakan manusia tidak memperhatikan hal ini. Mereka lupa bahwa hidup itu singkat dan sementara, dan mengabaikan bahwa mereka akan diadili di hadapan Allah. Pada keadaan lalai ini, mereka menghabiskan hidup mereka dengan mengejar keinginan sia-sia, bukannya hidup untuk ridha Allah.
Dipandang dari poin ini, kesulitan adalah sebuah bentuk kasih sayang Allah. Allah menunjukkan sifat sebenarnya dari dunia ini dan mendorong manusia bersiap untuk kehidupan selanjutnya. Karena inilah, apa yang disebut sebagai kemalangan sebenarnya merupakan kesempatan yang ditawarkan oleh Allah. Berbagai kemalangan ini ditimpakan kepada manusia sehingga mereka dapat bertobat dan memperbaiki tingkah laku mereka. Pelajaran yang hendaknya diambil dari bencana-bencana tersebut disebutkan dalam sebuah ayat:
Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran? (QS. At-Taubah, 9: 126)

Tsunami

Tsunami 

Gelombang laut seismik atau gelombang tidal disebabkan oleh naik atau turunnya lantai laut secara mendadak atau letusan vulkanis. Sebagian tsunami sama destruktifnya dengan bom atom. 
Allah sudah pasti menciptakan semua bencana ini sebagai "peringatan" bagi manusia. Dia agung dalam kekuasaan dan menguasai segala sesuatu. Allah mempersaksikan ini dalam ayat: "Dia-lah yang bekuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu," (QS. Al An'aam, 6: 65). Keberadaan begitu banyak ancaman fisik yang serius di seluruh dunia tidak meragukan lagi memperjelas satu realitas penting. Dengan berbagai bencana, hanya dalam hitungan detik, Allah dapat mengambil kembali apa saja yang telah dianugerahkan-Nya kepada manusia. Malapetaka dapat menyerang di mana saja, kapan saja. Ini merupakan sebuah petunjuk jelas bahwa tidak ada tempat di dunia yang dapat menjamin keamanan seseorang. Allah menyatakan ini dalam ayat berikut:
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (QS. Al A'raaf, 7: 97-99)

Air, yang dikaruniakan-Nya kepada manusia, dapat saja suatu waktu menjadi bencana dengan kehendak Allah. Tidak terpahami bahwa manusia menyaksikan satu atau dua banjir setiap tahun dan masih saja mengacuhkan kemungkinan mengalami sendiri bencana seperti itu.

Gunung Berapi

Gunung Berapi 

Sebagaimana getaran atau guncangan bumi yang disebabkan oleh gerakan atau retakan secara tiba-tiba dari massa bebatuan yang luas di dalam kerak bumi atau lapisan atasnya, letusan gunung berapi adalah bentuk bencana alam lain yang spektakuler. Terdapat sekitar 1500 gunung berapi aktif di seluruh dunia hari ini; 550 3 di antaranya berada di daratan sementara sisanya berada di bawah lautan. Gunung berapi ini dapat meletus kapan saja dalam bentuk yang sangat destruktif yang tak seorang pun dapat mengantisipasi sebelumnya. Ketika meletus, mereka dapat membinasakan penghuni kota-kota terdekat di samping menghancurkan panen dan menutupi tanah pertanian dengan debu.
Beberapa letusan yang membawa bencana besar yang terjadi abad ini sebagaimana yang terdahulu dalam sejarah membuat kesan yang terhapuskan dalam ingatan manusia. Letusan-letusan ini menyapu banyak kota dari peta dan membinasakan banyak komunitas.
Tentu saja ada pelajaran yang didapatkan dari letusan gunung berapi yang disaksikan dalam sejarah. Gunung Vesuvius di Italia, misalnya, mengubur Pompei, sebuah kota yang penghuninya menjalani kehidupan yang penuh penyelewengan susila, di bawah badai lava panas. Sungguh mengejutkan bagaimana 20.000 warga kota yang makmur ini mengalami sesak napas oleh aliran piroklastis yang menyapunya pada tanggal 24 Agustus 79.
Namun, di jaman kita tidak aktifnya gunung berapi dapat seringkali berakhir dengan tiba-tiba dan mereka dapat meletus pada saat-saat tak terduga dengan menyemburkan uap dan abu ribuan kaki ke angkasa. Sementara itu, aliran piroklastis menyapu wilayah menyebabkan kerusakan yang tak dapat diperbaiki pada apa pun yang ditemuinya. Dampak merugikan lainnya dari letusan adalah awan gas dan abu yang berbahaya yang dibawa angin ke wilayah berpenduduk. Angin yang mengerikan ini, terkadang sekitar 90 mil per jam, membakar segala sesuatunya dan menelan kota-kota seperti kanopi penutup cahaya matahari. 

Salah satu bencana terburuk dalam sejarah terjadi pada tahun 1883 ketika Krakatau di Hindia Timur meletus dahsyat, menimbulkan gelombang suara yang terdengar hingga 3000 mil jauhnya dan menciptakan gelombang tsunami yang tingginya lebih dari 125 kaki. Gelombang meratakan 165 desa pantai dan membunuh 36.000 orang .4

Gunung berapi dikenang tidak hanya karena korban meninggal yang tinggi tetapi juga karena letusannya yang luar biasa destruktif dan tak dapat diperkirakan. Letusan Nevado Del Ruiz misalnya. Letusannya kecil secara intensitas. Jika dibandingkan, intensitasnya hanya 3% dari letusan Gunung St. Helena. Setelah dorman selama 150 tahun, Nevado Del Ruiz meletus di tahun 1985 dan melelehkan salju dan es di puncaknya. Begitu menghancurkannya lahar, sungai lumpur, yang mengalir dari tebing gunung ke lembah Sungai Lagunille, sehingga sekitar 20.000 penduduk di Armero, Kolumbia binasa, terkubur di dalam lumpur panas saat mereka sedang tidur. Peristiwa ini adalah bencana gunung berapi terburuk semenjak Gunung Pelee menghancurkan kota St. Pierre pada tahun 1902. Gunung Pelee memakan 30.000 korban ketika ia mengirimkan nuee ardente, atau aliran piroklastis, ke kota St. Pierre.6
Allah memperlihatkan bagaimana dengan seketika manusia menemui kematiannya melalui bencana seperti itu dan dengannya memanggil manusia untuk merenungkan tujuan keberadaannya di muka bumi. Peristiwa-peristiwa ini menyampaikan "peringatan". Yang diharapkan dari manusia, yang dapat memahami Penciptanya yang Mahakuasa, adalah untuk tidak terlalaikan dalam urusan kehidupan yang singkat selama 50-60 tahun dan melupakan hidup yang abadi, hari akhirat. Kita hendaknya selalu ingat bahwa kematian akan datang kepada semua manusia suatu hari dan bahwa semua orang akan diadili di hadapan Allah:
(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di Padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa. (QS. Ibrahim, 14: 48)

Topan, Tornado

Topan, Tornado…

Topan dan tornado adalah bencana alam yang sering dialami manusia. Bencana-bencana ini serta akibatnya merenggut ribuan nyawa setiap tahun. Keduanya adalah angin yang sangat kencang, yang dapat menyebabkan kerusakan besar pada kota-kota, membinasakan dan melukai penghuninya, melemparkan ribuan pohon, pondok, kotak telepon, mobil, dan bahkan bangunan bermil-mil jauhnya.
Topan besar biasanya akan menyebabkan gelombang laut raksasa naik tiba-tiba dari dasar laut. Dalam fenomena ini, badai yang dahsyat mengirimkan gelombang yang melaju dengan kecepatan ratusan mil per jam melintasi lautan menghantam pantai. Dalam kejadian seperti ini, air laut naik ke daratan dan hujan besar menyebabkan banjir hebat di daerah delta. 
Perubahan angin yang umumnya dirasakan begitu angin sepoi-sepoi yang sejuk menjadi badai dahsyat yang mampu memindahkan gedung tak diragukan mendorong kita untuk mencari kekuatan luar biasa yang membuat peristiwa seperti itu terjadi. Pemikiran serupa yang didiskusikan pada bagian gempa bumi juga benar untuk topan dan tornado: jika Allah mau, manusia akan dihadapkan pada berbagai bencana alam seperti itu sesering mungkin. Saat memulihkan diri dari bencana, manusia dapat tertimpa bencana lainnya. Dalam Al Quran, Allah mengingatkan manusia bahwa angin berada di bawah pengendalian-Nya:
Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang. Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? Dan sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (Rasul-Rasul-Nya). Maka alangkah hebatnya kemurkaan-Ku. (QS. Al Mulk, 67: 16-18)

Walau demikian, Allah melindungi manusia dari bahaya. Adakalanya Dia mengirimkan kepada mereka badai yang hebat. Ini sudah tentu untuk memberi peringatan kepada manusia. Maksudnya adalah untuk mengingatkan manusia bahwa tujuan akhir mereka dalam hidup adalah untuk menjadi hamba Allah, bahwa mereka tak berdaya menghadapi kekuatan Allah dan bahwa mereka akan dihisab di Akhirat.

Teknologi yang Dikalahkan: Kobe

Teknologi yang Dikalahkan: Kobe 

Tingkat kemajuan ilmu dan teknologi masa kini membuat manusia merasa bahwa mereka dapat menguasai alam. Meski demikian, mereka yang mempercayai pikiran semacam ini mungkin akan segera merasa kecewa. Teknologi adalah alat yang disediakan Allah untuk melayani manusia dan sepenuhnya berada dalam kekuasaan-Nya. Berbagai kejadian menunjukkan bahwa teknologi tercanggih sekalipun tak mampu mengendalikan alam.
Sebagai contoh, meski telah ada "teknologi antigempa" yang dikembangkan para ilmuwan Jepang, Kobe tetap menjadi korban dari kerusakan luas yang disebabkan oleh 20 detik guncangan hebat selama gempa tahun 1995. Struktur antigempa terkuat yang dibangun untuk menahan guncangan hebat ternyata runtuh begitu saja pada gempa berkekuatan 6,9 skala Richter. Selama tiga dasawarsa sebelumnya, pemerintah Jepang telah menanamkan 40 trilyun dolar dalam riset akademis untuk mengembangkan sistem peringatan atas gempa. Namun, segala upaya ini sama sekali tidak membawa hasil yang konklusif. Semakin mendekati pergantian milenium, para ilmuwan masih belum mampu merakit sistem peringatan yang mampu mengurangi dampak destruktif peristiwa seismik yang berbahaya. Kobe merupakan sebuah contoh terkini, di antara banyak lainnya, yang menunjukkan betapa rentan sebuah kota industri modern terhadap pola tak terduga dari serangan gempa.
Publik diyakinkan bahwa teknologi modern yang dikembangkan untuk memprediksi gempa besar akan menyelamatkan mereka dari kehancuran total. Namun, setelah bencana yang mereduksi Kobe menjadi tumpukan puing, jelaslah bahwa belum ada teknologi untuk memperingatkan masyarakat umum terhadap bahaya ini. Juga jelaslah bahwa apa yang disebut "struktur antigempa" tidak memiliki ketahanan apa-apa terhadap gempa yang episentrumnya berada 15 mil di barat daya pusat kota Kobe.
Wilayah yang terkena dampak gempa bumi termasuk kota-kota padat, Kobe dan Osaka. Karena itulah terjadi kehancuran yang mengerikan, membunuh 5.200 orang dan melukai 300.000 lainnya. Total kerugian diperkirakan 200 miliar dolar 2

Tentu saja ada pelajaran yang dapat diambil dari bencana seperti ini. Penghuni kota , yang terbiasa hidup senang, tiba-tiba dihadapkan kepada banyak kesulitan setelah bencana tersebut. Dalam keadaan terguncang, mereka tak dapat memperkirakan apa yang akan dilakukan dengan kehidupan mereka, jangankan membuat rencana untuk masa yang akan datang.

Gempa Bumi

Gempa Bumi 

Gempa bumi adalah kekuatan alam di bumi yang paling menghancurkan. Jumlah kematian terbesar terjadi saat gempa bumi. Penelitian mengungkapkan bahwa setiap dua menit suatu tempat di permukaan bumi mengalami keretakan. Berdasarkan statistik, bumi bergoncang jutaan kali dalam setahun. Rata-rata, dari jumlah jutaan itu, intensitas 300 ribu gempa tergolong gempa minor; getarannya tak terasa dan tak menyebabkan kerusakan sama sekali. Sedangkan, dua puluh gempa lainnya merupakan gempa yang sangat kuat yang menggoncangkan bumi. Namun, karena kerap kali tidak terjadi di wilayah padat penduduk, gempa bumi jenis ini tidak memakan banyak korban jiwa dan hanya menyebabkan sedikit kerugian ekonomis. Dari gempa-gempa ini, hanya lima yang menghancurkan gedung-gedung menjadi tumpukan puing-puing.
Informasi ini memperlihatkan bahwa manusia tidak sering menghadapi gempa bumi. Jelas, ini merupakan perlindungan khusus dari Allah bagi manusia terhadap bencana alam.
Di zaman kita, hanya sebuah kota atau suatu daerah yang menjadi korban gempa bumi hebat. Namun, dengan kehendak Allah, sebuah gempa bumi yang merusak seluruh bumi ini bisa terjadi kapan saja. Goncangan dahsyat seperti ini mampu mengakhiri kehidupan di muka bumi. Struktur bumi sangat rentan terhadap gempa; gerakan atau retakan yang tiba-tiba terjadi di kerak bumi ataupun lapisan di atasnya akan mengakibatkan malapetaka yang tak terhindarkan lagi.
Gempa bumi tidak memiliki hubungan dengan jenis tanah yang menguatkan efek gelombang seismik yang melintasinya. Gempa bumi tetap mungkin terjadi bahkan saat tak ada kondisi alam penyebab gempa. Atas kehendak Allah, sebuah gempa bumi dapat terjadi kapan saja. Namun, Allah menciptakan dengan khusus ketidak-kokohan dan ketidak-stabilan di beberapa bagian muka bumi. Ini untuk mengingatkan manusia bahwa, kapan pun juga, peristiwa yang tak diharapkan dapat membuat hidup mereka dalam bahaya. Dalam Al Quran, Allah memperingatkan manusia pada bencana yang mungkin terjadi:
Maka apakah orang-orang yang berbuat makar yang jahat itu merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari? (QS. An-Nahl: 45)
Pada titik ini, akan sangat bermanfaat untuk mengingat sebuah gempa bumi dahsyat, yang terjadi di abad ke-20.
Gempa bumi yang menggoncangkan bumi hanya dalam beberapa detik ini dapat terjadi berulang kali selama berjam-jam, bahkan berhari-hari. Ini tentu saja mudah bagi Allah. Bagaimanapun, dengan rahmat-Nya, Allah melindungi manusia dan dengan bencana ini mengingatkan ia selamanya bahwa ia tak memiliki kekuasaan apa pun dalam hidupnya.

MALAPETAKA DAN BENCANA ALAM

MALAPETAKA DAN BENCANA ALAM

Dunia ini bukanlah tempat yang tenang dan tenteram. Kita semua rentan terhadap berbagai ancaman alam, baik dari luar maupun dari dalam. Meteor dan asteroid misalnya, hanyalah sebagian kecil yang mungkin menjadi ancaman terhadap bumi dari luar angkasa. Adapun bumi yang tampaknya kokoh, bagian dalamnya memiliki inti dari berbagai elemen cair. Tentu tidak berlebihan bila bagian yang tak terlihat mata ini dinamai "inti yang menyala". Memang ada pula atmosfer di sekeliling bumi, yang merupakan "perisai" terhadap ancaman-ancaman eksternal. Namun, tak ada satu pun bagian dari bumi yang kebal terhadap dampak kekuatan atmosfer seperti hujan badai atau angin topan.
Berbagai bencana alam dapat menyerang kapan saja, menyebabkan kehilangan harta dan nyawa. Gempa bumi, halilintar, banjir, kebakaran hutan, hujan asam, dan gelombang pasang, yang umum disebut bencana "alam", memiliki intensitas dan akibat yang berbeda-beda. Kesamaan dari semua bencana tersebut adalah mereka mampu dalam seketika membuat sebuah kota , berikut seluruh penghuninya, tinggal reruntuhan belaka. Yang paling penting, tak ada manusia yang memiliki kekuatan untuk melawan ataupun mencegah bencana alam ini.
Kehancuran besar merupakan peninggalan dari malapetaka di semua penjuru planet ini. Sekalipun begitu, suatu bencana selalu berpengaruh hanya pada wilayah tertentu, berkat keseimbangan alam yang rumit yang diciptakan Allah. Ada perlindungan penting di bumi untuk semua makhluk hidup, termasuk manusia. Walau begitu, kemungkinan terjadinya bencana alam yang menghancurkan selalu mengintai. Allah menciptakan bencana-bencana alam itu untuk memperlihatkan pada kita betapa terkadang tempat hidup kita sangat tidak aman. Gejolak alam ini merupakan peringatan kepada seluruh umat manusia bahwa kita tak mampu mengendalikan apa pun di muka bumi ini. Demikian juga, setiap bencana alam dimaksudkan untuk mengingatkan kita pada kelemahan yang sudah melekat pada diri kita. Semua ini tentunya peringatan bagi siapa yang dapat merenungkan arti peristiwa-peristiwa itu dan mengambil pelajaran darinya.
Apa lagi yang harus dipelajari manusia dari bencana alam?
Dunia ini diciptakan khusus bagi manusia. Alasan mengapa manusia diciptakan, telah jelas sekali diterangkan dalam ayat ini:
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah Arasy-Nya (Singgasana-Nya) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. (QS. Huud, 11: 7)
"Latar" dari "ujian" ini sungguh luas, dan setiap kejadian merupakan bagian dari latar yang rumit itu. Lebih jauh lagi, tak ada fenomena alam yang terjadi tanpa sebab; semua memiliki penjelasan ilmiah. Misalnya, kekuatan gravitasi bumi membuat kita tak melayang ke angkasa; hujan jatuh saat uap air mencapai tingkat jenuh tertentu.
Hubungan sebab akibat ini juga berlaku bagi kematian, kecelakaan atau penyakit. Banyak hal yang menyebabkan mengapa seorang manusia mati, sakit, atau mengalami kecelakaan. Namun, yang terpenting bukanlah banyaknya penyebab, melainkan "ketahanujian" sistem di mana sebab-akibat ini berlangsung. Satu aspek khusus yang penting dalam sistem ini: setiap peristiwa terjadi dengan cara yang dapat dimengerti manusia. Allah memperingatkan manusia melalui bencana alam. Gempa bumi, misalnya, menyebabkan ribuan wanita dan anak-anak mati, dan lebih banyak lagi yang terluka. Mereka yang tidak memedulikan peringatan Allah cenderung menyebut kejadian seperti ini sebagai fenomena "alam" dan tak mampu memahami bahwa Allah menciptakannya untuk tujuan tertentu. Mari kita berpikir sejenak: apa yang akan terjadi bila yang mati akibat suatu gempa bumi hanyalah mereka yang berdosa pada Allah? Bila demikian, dasar yang tepat untuk "ujian" bagi umat manusia tidak akan tegak. Itulah sebabnya Allah menciptakan masing-masing fenomena dengan latar "alam". Hanya mereka yang sadar akan keberadaan Allah dan memiliki pemahaman mendalam akan ciptaan-Nyalah yang mengerti alasan ilahiah di balik tampilan "alam" ini.
Dalam ayat "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati; Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan" (QS. Al Anbiyaa', 21: 35), Allah mengatakan bahwa Dia menguji manusia baik melalui kejadian-kejadian yang baik maupun buruk.
Banyaknya orang yang menjadi korban bencana merupakan teka-teki ujian itu. Manusia harus selalu ingat bahwa Allah adalah Hakim Yang Mahatahu dan "diberi keputusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil." (QS. Az-Zumar, 39: 75)
Semua peristiwa yang terjadi pada seseorang dalam hidupnya adalah bagian dari ujian tersebut. Mereka yang benar-benar beriman akan memahami inti dari teka-teki itu. Kapan pun musibah menimpa mereka, mereka berpaling kepada Allah dan bertobat. Mereka adalah hamba Allah dan meyakini janji-Nya:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqa-rah, 2: 155-157)
Sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut, orang yang beriman dan orang yang tidak beriman diuji dengan berbagai cara: terkadang dengan bencana alam, atau sesuatu yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita, terserang penyakit atau kecelakaan. Musibah seperti itu terjadi pada individu atau sekelompok masyarakat, dan menyebabkan kerugian materi serta penderitaan batin. Bisa saja seorang yang kaya menjadi bangkrut, seorang gadis cantik mengalami luka berat di wajahnya, atau sebuah kota luluh lantak akibat gempa bumi. Hal ini memperlihatkan bagaimana setiap kejadian dapat mengubah hidup kita.
Manusia harus mampu mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian ini. Sesungguhnya, Allah tidak menciptakan apa pun tanpa tujuan; setiap bencana merupakan peringatan bagi umat manusia, dengan maksud untuk menyelamatkan manusia dari pembangkangan mereka. Dalam Al Quran, Allah berfirman bahwa tak ada yang terjadi di muka bumi ini tanpa izin-Nya:
Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. At-Taghaabun, 64: 11)
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali 'Imran, 3: 145)
Pelajaran lain yang harus diambil dari bencana alam adalah bahwa manusia yang menganggap dirinya memiliki kekuatan di atas muka bumi, menyadari bahwa ia sesungguhnya lemah dan benar-benar tidak memiliki kekuatan untuk mengatasi bencana yang terjadi dengan seketika atas kehendak Allah. Manusia tak dapat menolong dirinya sendiri ataupun orang lain. Tentu saja Allah-lah yang Mahakuasa. Ini dinyatakan dalam ayat berikut:
Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Menguasai atas segala sesuatu. (QS. An'aam, 6: 17)

Dalam bab ini, akan diberikan penjelasan yang menyeluruh mengenai berbagai macam bencana yang mempengaruhi bumi. Tujuannya adalah untuk mengingatkan manusia bahwa dunia ini bukanlah tempat untuk dicintai dengan membuta. Bencana-bencana alam ini menunjukkan betapa kita sangat membutuhkan petunjuk dan pertolongan Allah. Ketergantungan ini merupakan bukti nyata bahwa manusia tak berdaya di hadapan Allah, sebagaimana diungkapkan dalam ayat: "dan sekali-kali tiadalah bagimu pelindung dan penolong selain Allah." (QS. Al 'Ankabuut, 29: 22)