Surat-surat dan ayat-ayat Al-Quran
diturunkan secara bertahap kepada Nabi s.a.w, selama dua puluh tiga tahun masa
kenabiannya. Hal ini dijelaskan oleh ayat-ayat Al-Quran
sendiri.
Allah
berfirman:
"Dan
Al-Quran itu telah Kami turunkan secara berangsurangsur agar kamu membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia, dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. "
(QS
17:106)
Tidak
diragukan lagi bahwa di dalam Al-Quran ada nasikhdan mansukh. Juga ada ayat-ayat yang
berkenaan dengan kisah-kisah dan peristiwa-peristiwa yang tidak mungkin terjadi
pada waktu yang sama untuk memungkinkan ayat-ayat diturunkan sekaligus untuk
menggambarkan peristiwa-peristiwa itu.
Ayat-ayat dan surat-surat Al-Quran
tidak diturunkan menurut urutan yang kita baca dalam Al-Quran sekarang ini,
yakni pertama surat al-Fatihah, kemudian al-Baqarah, Ali Imran, an-Nisa' dan
seterusnya. Karena, di samping ada bukti-bukti sejarah tentang hal itu,
kandungan ayat-ayat Al-Quran sendiri memberi kesaksian tentang hal tersebut.
Sebab sebagian surat dan ayat yang berkenaan dengan masalah-masalah yang
terjadi pada awal masa kenabian, ternyata terletak di bagian akhir Al-Quran,
seperti surat al-'Alaq dan al-Qalam. Dan sebagian lain, yang berkenaan dengan
masalah masalah pada masa sesudah Hijrah dan akhir masa Nabi s.a.w., ternyata
terletak di awal Al-Quran, seperti surat-surat al-Baqarah, Ali Imran, an-Nisa',
al-Anfal dan at-Taubah.
Sesungguhnya perbedaan antara
kandungan surat-surat dan ayat-ayat Al-Quran, dan kaitannya yang erat dengan
peristiwaperistiwa yang terjadi selama dakwah Nabi, mengharuskan kita untuk
mengatakan bahwa Al-Quran diturunkan dalam waktu dua puluh tiga tahun, yakni
masa dakwah Nabi. Sebagai contoh, ayatayat yang mengajak kaum musyrikin untuk
menerima Islam dan meninggalkan penyembahan terhadap berhala turun pada masa
sebelum Nabi hijrah dari Makkah, yang pada masa ini Nabi menghadapi banyak
cobaan dan tantangan dari para penyembah berhala. Sedangkan ayat-ayat tentang
perang dan hukum diturunkan di Madinah, yang pada masa ini Islam mulai tersebar
dan kota ini menjadi pusat pemerintahan Islam yang besar.
Pembahasan tadi menunjukkan bahwa
ayat-ayat dan suratsurat Al-Quran terbagi menjadi beberapa bagian menurut
tempat turun, waktu, sebab dan kondisinya. Yaitu:
Sebagian
surat dan ayat Al-Quran itu berstatus Makkiah, dan sebagian yang lain Madaniah.
Yang diturunkan sebelum Nabi s.a.w. hijrah dari Makkah dinamakan Makkiah. Ini
merupakan bagian terbesar dari surat-surat Al-Quran, khususnya surat-surat yang
pendek. Sedangkan yang diturunkan sesudah Nabi s.a.w. hijrah disebut Madaniah,
walaupun turunnya di luar Madinah atau di Makkah.
Sebagian
surat dan ayat Al-Quran diturunkan ketika Nabi sedang bepergian, dan sebagian
yang lain ketika beliau tidak dalam bepergian. Surat-surat dan ayat-ayat
Al-Quran terbagi pula menjadi surat dan ayat yang turun di waktu malam dan
siang, yang turun di waktu perang dan damai, yang turun di bumi dan di langit,
yang turun ketika Nabi berada di tengah-tengah orang banyak dan ketika Nabi
sendirian. Kami akan membicarakan manfaat mengetahui bagian-bagian ini dalam
pembahasan yang akan datang tentang sebab-sebab turun ayat (asbabun nuzul).
Sebagian
surat diturunkan berulang-ulang, seperti surat alFatihah yang diturunkan di Makkah dan Madinah. Begitu pula, sebagian ayat Al-Quran diturunkan beberapa
kali.
Kalimat
ini, dalam awal surat Ali Imran, merupakan ayat, sedangkan dalam surat
al-Baqarah, merupakan bagian dari ayat Kursi. Namun demikian, sebagian besar
surat dan ayat Al-Quran diturunkan sekali saja. Hal itu karena adanya perbedaan
konteks. Dalam satu tempat dibutuhkan pengulangan kalimat untuk menarik
perhatian, umpamanya, dan di tempat lain tidak dibutuhkan. Perbedaan ini
menyerupai perbedaan antara panjang dan pendeknya surat-surat dan ayat-ayat. Di
samping surat al-Kautsar sebagai surat terpendek, kita menjumpai surat
al-Baqarah sebagai surat paling panjang.
Semua perbedaan ini muncul
karena adanya tuntutan dalam memberikan penjelasan. Barangkali kita juga
menemukan hal itu dalam dua ayat yang bersambung, seperti ayat ke-20 dan ke-21
surat alMuddatstsir, umpamanya. Ayat pertama terdiri atas satu kalimat, dan
yang kedua terdiri atas lebih dari lima belas kalimat. Perbedaan-perbedaan lain
tampak dalam hal penuturan secara panjang lebar (ithnab)dan penuturan secara ringkas
(ijaz)ketika kita membandingkan
surat-surat al-Fajr dan al-Lail dengan suratsurat al-Baqarah dan al-Maidah.
Pada umumnya, surat-surat Makkiah menggunakan cara penuturan yang ringkas,
sedangkan surat-surat Madaniah pada umumnya menggunakan cara penuturan yang
panjang lebar.
Berdasarkan hal ini, maka lima ayat
pertama dari al-'Alaq merupakan yang pertama diturunkan kepada Nabi s.a.w., dan
yang terakhir diturunkan adalah surat al-Baqarah ayat 281.
Tidak
diragukan lagi bahwa sejarah pertumbuhan ilmu keagamaan yang dikenal oleh kaum
Muslimin dewasa ini berawal dari masa Nabi s.a.w. dan tuntnnya Al-Quran. Para
sahabat dan tabi'in telah mengenal ilmu-ilmu ini dalam abad pertama Hijrah
secara tidak sistematis, karena adanya larangan untuk membukukan ilmu dengan
segala cabangnya. Sedangkan cara menerima dan mempelajarinya adalah penghapalan
dan penyampaian secara lisan, kecuali sedikit sekali catatan tentang fikih,
tafsir dan hadis.
Pada
awal abad kedua Hijrah, ketika larangan itu ditiadakan,1) mulailah
kaum Muslimin membukukan hadis, kemudian mengarang buku-buku tentang ilmu-ilmu
yang lain dan membuat sistem tertentu untuk menulis dan mengarang. Sebagai hasil
dari usahausaha itu adalah 'ilmul-hadits,
'ilmurrijal(ilmumengenai para perawi hadis) dan dirayah(ilmumengenai kandungan
hadis}, 'ilmu ushul fiqh, 'ilmul
kalamdan lain-lain.
Sampai-sampai dalam hal filsafat
yang diterjemahkan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab pada tahap-tahap
permulaannya, dan yang tetap bertahan menurut versi Yunaninya untuk jangka
waktu vang tidak pendek, ternyata lingkungan pergaulan Arab-Islam telah m
mempengaruhinya, baik dari segi bentuk maupunmaterinya. Bukti paling andal untuk
hal ini adalah masalahmasalah filosofis yang dikenal di kalangan kaum Muslimin
dewasa ini. Untuk mengetahui suatu masalah kefilsafatan tentang pengetahuan
ketuhanan diperlukan penemuan teks, bukti-bukti dan argumentasi-argumentasinya
dalam lembaran-lembaran ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis.
Hal ini
juga bisa diberlakukan pada ilmu-ilmu kesusastraan. Yang mendorong orang untuk
mempelajari, membahas dan mengkaji ilmu-ilmu seperti sharf(tata bahasa), nahwu(sintaksis) ma'ani, bayan, badi', lughahdan fiqhul lughah,dan etimologi, meskipun
mencakup bahasa Arab secara umum, adalah firman Allah (Al-Quran) yang memiliki
keindahan bahasa yang sempurna. Hal ini merupakan sebab timbulnya usaha untuk
mengetahui keistimewaan-keistimewaan AI-Quran, usaha untuk mengkaji bukti-bukti
dan bandingan-bandingannya, serta usaha untuk mengetahui segi-segi kefasihan,
keindahan bahasanya, dan rahasiarahasia yang tersimpan di dalam kalimat dan
kata-katanya. Kemudian, karena faktor-faktor inilah, ditemukan ilmu-ilmu bahasa
yang telah kami sebutkan di atas.
Ibnu
Abbas termasuk penafsir terbesar dari kalangan sahabat. Dalam menafsirkan
Al-Quran ia menggunakan syair. Dia menyuruh mengumpulkan dan memelihara syair
itu. Dia berkata: "Syair adalah bunga rampai (ontologi) bangsa Arab." Dengan
perhatian dan kesungguhan inilah, prosa dan syair Arab dipelihara, sampaisampai
seorang ulama Syi'ah, Khalil bin Ahmad al-Farahidi dari Basrah,2) mengarang
Kitabul 'Ain tentang bahasa
Arab, dan menciptakan 'ilmul 'arudh(ilmu syair), untuk mengetahui pedomanpedoman khusus dalam membuat syair.
Demikian pula, ulamaulama lain juga mengarang buku-buku bernilai tentang dua
ilmu ini.
Ilmu
sejarah juga merupakan sempalan dari ilmul hadits. Pada mulanya ilmu itu merupakan
kumpulan kisah para Nabi dan umatumat mereka. Dimulai dari sejarah Nabi
Mluhammad s.a.w., kemudian ditambah dengan sejarah permulaan Islani, dan
sesudah itu menjadi sejarah seluruh dunia. Para ahli sejarah, seperti
ath-Thabari, al-Mas'udi, al-Ya'kubi dan al-Wakidi, telah menulis karya-karya
tentang sejarah.
Dapat
dikatakan dengan tegas bahwa Al-Quran merupakan faktor pendorong pertama bagi
kaum Muslimin untuk mempelajari ilmu-ilmu rasional, baik ilmu kealaman maupun
matematika, dengan mengambil alih dan menerjemahkannya dari bahasabahasa lain,
pada permulaannya. Kemudian mereka mandiri dalam mempelajari, membuat
teori-teori baru mengenai obyek bahasan ilmu-ilmu tersebut, merinci
masalah-masalahnya, dan mengkaji secara mendalam beberapa pembahasannya yang
penting. Pada waktu itu, dengan dorongan dari khalifah, ilmu-ilmu itu
diterjemahkan dari bahasa-bahasa Yunani, Suryani dan India ke dalam bahasa
Arab. Kemudian ilmu-ilmu yang telah diterjemahkan itu disajikan kepada kaum
Muslimin di daerah tempat tinggal mereka. Wilayah pengkajian terhadap ilmu mulai
meluas dan dilakukan secara mendalam dan terinci.
Peradaban Islam, yang kini
menjangkau sebagian besar wilayah dunia sesudah wafat Rasulullah, mempunyai
pengaruh yang besar dan terus berkembang sampai dewasa ini di kalangan lebih
dari enam ratus juta orang Islam. Peradaban ini merupakan salah satu produk
Al-Quran (perlu diketahui bahwa kami - kelompok Syi'ah - selalu menentang para
khalifah dan raja yang mengabaikan penjelasan tentang ajaran-ajaran Islam dan
penerapan hukumhukumnya. Meskipun demikian kami yakin bahwa cahaya Islam
sebesar dan secerah ini di berbagai penjuru dunia hanyalah merupakan salah satu
cahaya dari sekian banyak cahaya Al-Quran).
Tentu
saja, perkembangan sedemikian ini, yang merupakan salah satu dari rangkaian
kejadian di dunia ini, akan berpengaruh secara langsung terhadap
perkembangan-perkembangan di masamasa yang akan datang. Dari sinilah muncul
suatu keyakinan bahwa sebab dari salah satu perkembangan mencengangkan ilmu
pengetahuan yang kita saksikan dewasa ini adalah pengaruh
AlQuran.
Menjelaskan masalah ini secara lebih
terang dan mendalam membutuhkan pengkajian yang luas dan mendalam. Tetapi cara
ringkas yang kami pergunakan dalam buku ini tidak memberi kesempatan yang cukup
kepada kami untuk melakukan pengkajian seperti itu. Oleh karena itu, kami
mengharapkan Anda menelaah buku-buku yang membicarakan hal di
atas.
Al-Quran
demikian menghormati kedudukan ilmu dengan penghormatan yang tidak ditemukan
bandingannya dalam kitabkitab suci yang lain. Sebagai bukti, Al-Quran menyifati
masa Arab pra-Islam dengan jahiliah (kebodohan). Di dalam Al-Quran terdapat
beratus-ratus ayat yang menyebut tentang ilmu dan pengetahuan. Di dalam sebagian
besar ayat itu disebutkan kemuliaan dan ketinggian derajat
ilmu.
Dalam
rangka mengingatkan tentang anugerah yang telah diberikan kepada manusia, Allah
berfirman:
"Allah mengajarkan kepada manusia
apa yang tidak mereka ketahui." (QS 96:5)
"Allah meninggikan beberapa derajat
orang-orang yang beriman dan mempunyai ilmu." (QS 58:11)
"Apakah sama orang-orang yang
mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui?" (QS 39:9)
Di
samping itu masih banyak ayat lain yang menyatakan tentang kemuliaan ilmu. Dan
dalam hadis-hadis Rasulullah dan para Imam Ahlul Bait - yang kedudukannya
mengiringi Al-Quran - terdapat dalil-dalil yang tidak terhitung banyaknya
tentang anjuran untuk mencari ilmu, arti penting dan
kemuliaannya.
Anjuran AI-Quran
Dalam
banyak ayat (kami tidak mengutipnya di sini karena sedemikian banyak), AI-Quran
mengajak untuk memikirkan tandatanda kekuasaan Allah di langit, bintang-bintang
yang bercahaya, susunannya yang menakjubkan dan peredarannya yang mapan. Ia juga
mengajak untuk memikirkan penciptaan bumi, laut, gununggunung, lembah,
keajaiban-keajaiban yang terdapat di dalam perut bumi, pergantian malam dan
siang dan musim. Ia mengajak untuk memikirkan keajaiban penciptaan
tumbuh-tumbuhan, binatangbinatang, sistem perkembangannya dan keadaan-keadaan
lingkungannya. Ia mengajak untuk memikirkan penciptaan manusia sendiri,
rahasia-rahasia yang terdapat di dalam dirinya, untuk memikirkan alam batinnya
dan hubungannya dengan Allah. AlQuran juga mengajak untuk mengadakan perjalanan
di dunia, memikirkan peninggalan orang-orang terdahulu serta meneliti keadaan
bangsa-bangsa, kelompok-kelompok manusia, kisah-kisah, sejarah dan
pelajaran-pelajaran yang bisa diambil dari mereka.
Secara
khusus, Al-Quran mengajak untuk mempelajari ilmuilmu kealaman, matematika,
filsafat, sastra dan semua ilmu pengetahuan yang dapat dicapai oleh pemikiran
manusia. Al-Quran menganjurkan mempelajari ilmu-ilmu itu untuk kesejahteraan dan
kebahagiaan umat manusia. Memang, Al-Quran menyeru untuk mempelajari ilmu-ilmu
ini sebagai jalan untuk mengetahui Al-Haq dan realitas, dan sebagai cermin untuk
mengetahui alam, yang di dalamnya pengetahuan tentang Allah mempunyai kedudukan
paling utama.
Adapun
ilmu yang membuat manusia lupa dari Al-Haq dan realitas, menurut Al-Quran sama
dengan kebodohan. Allah berfirman:
"Mereka mengetahui hanya yang lahir
dari kehidupan dunia, sedang terhadap kehidupan akhirat mereka lalai."
(QS
30:7)
"Maka
pernahkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya
dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya, mengunci mati pendengaran
dan hatinya dan meletakkan tutup atas penglihatannya? Siapakah yang akan
memberinya petunjuk selain Allah?" (QS 45:23)
Al-Quran, yang mendorong untuk mempelajari
berbagai ilmu, mengajarkan suatu konsep yang utuh tentang ilmu ketuhanan,
prinsip-prinsip umum akhlak dan hukum Islam.
Ilmu-Ilmu AI-Quran
Kaum
Muslimin mengkaji beberapa ilmu yang obyeknya adalah Al-Quran sendiri. Sejarah
timbulnya ilmu-ilmu ini bermula sejak masa awal turunnya Al-Quran.
Masalah-masalahnya telah matang dan telah mencapai tahapan yang diperlukan
karena telah lama dikaji. Hasilnya dapat disaksikan dalam risalah-risalah dan
banyak buku yang telah ditulis tentang ilmu-ilmu itu. Ilmu-ilmu ini secara umum
terbagi menjadi dua kelompok: ilmu yang membahas tentang lafal (pengucapan) dan
ilmu yang membicarakan tentang makna-makna. Ilmu-ilmu yang membicarakan tentang
lafal-lafal Al-Quran adalah ilmu-ilmu tajwiddan qira-ah, yaitu:
Ilmu
tentang cara melafalkan huruf-huruf dan ketentuanketentuan khusus yang harus
diberlakukan terhadap huruf-hunif itu ketika sendirian atau tersusun, seperti
mendengung (idgham), mengganti
(ibdal), hukum-hukum berhenti
(waqf), mulai dan
semacamnya
Ilmu
tentang pemeliharaan dan pengarahan terhadap qira-ahtujuh dan tiga qira-ahlainnya serta qira-ah - qira-ahpara sahabat, qira-ahyang tidak biasa
(syadz).
Ilmu
tentang jumlah surat, ayat, kata dan huruf Al-Quran, dan ilmu tentang pembatasan
jumlah semua surat, ayat, kata dan huruf Al-Quran.
Ilmu
tentang kekhususan aturan penulisan Al-Quran dan perbedaannya dengan bentuk
tulisan Arab yang dikenal dan digunakan.
Adapun
ilmu-ilmu yang membahas makna-makna Al-Quran adalah :
Ilmu
yang membahas makna-makna yang umum, seperti tanzil, ta'wil,makna lahir dan batin,
muhkamdan mutasyabih, nasikhdan mansukh.
Ilmu
yang membahas ayat-ayat hukum. Ilmu ini pada hakikatnya merupakan cabang dari
pembahasan-pembaliasan fikih.
Ilmu
yang membahas makna-makna Al-Quran, dikenal dengan nama tafsir.
Para
ulama Islam dan peneliti telah menulis banyak buku dan risalah tentang ilmu-ilmu
ini.
Al-Quran
memuat dan menerangkan tujuan puncak umat manusia dengan bukti-bukti kuat dan
sempurna. Dan tujuan itu akan dapat dicapai dengan pandangan realistik terhadap
alam, dan dengan melaksanakan pokok-pokok akhlak dan hukum-hukum perbuatan.
Al-Quran menggambarkan tujuan ini secara sempurna. Allah
berfirman:
"Menunjukkan kepada kebenaran dan
jalan yang lurus." (QS 46:30)
Di
tempat lain, setelah menyebutkan Taurat dan Injil, Allah
berfirman:
"Kami
tusunkan Al-Quran kepadamu dengan membawa kebenaran, untuk membenarkan dan
mengoreksi kitab yang sebelumnya. " (QS 5:48)
Mengenai
bahwa AI-Quran mengandung pokok syariat para Nabi, Allah
berfirman:
"Dia
mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh, dan yang
Kami wahyukan kepadamu, dan agama yang telah diwasiatkan kepada Ibrahim,
Musa dan Isa." (QS 42: 13)
Mengenai
bahwa Al-Quran meliputi segala sesuatu, Allah berfirman:
"Kami
menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu." (QS 16:89)
Kesimpulan dari ayat-ayat tadi ialah
bahwa Al-Quran mengandung kebenaran-kebenaran sebagaimana telah dijelaskan dalam
kitab-kitab samawi yang lain, disertai beberapa tambahan, dan di dalamnya
terdapat segala sesuatu yang dibutuhkan manusia dalam perjalanannya menuju
kebahagiaan yang diinginkannya, termasuk dasar-dasar akidah dan
perbuatan.
Al-Quran
tidak mengkhususkan pembicaraannya kepada bangsa tertentu, seperti bangsa Arab,
dan kelompok tertentu, seperti kaum Muslimin. Tetapi ia berbicara kepada bukan
Muslim amaupun Muslim (bukti untuk hal ini adalah banyak titah dan hujah dalam
banyak ayat Al-Quran, sehingga tak perlu lagi kami kutipkan di sini), termasuk
orang-orang kafir, musyrik, Ahlul Kitab, Yahudi, Bani Israil dan Nasrani.
AI-Quran menghujah setiap kelompok ini dan mengajak mereka untuk menenma
ajaran-jarannya yang benar.
AI-Quran
juga menyeru setiap kelompok ini melalui hujah-hujah dan penalaran. Ia tidak
pernah mengkhususkan pembicaraannya kepada bangsa Arab saja. Mengenai para
penyembah berhala, ia berkata:
"Apabila mereka bertobat, mendirikan
salat dan membayarkan zakat, maka mereka menjadi saudaramu dalam agama."
(QS
9:11)
"Katakanlah: 'Wahai Ahlul Kitab,
marilah menuju kepada keputusan yang sama antara kami dan kamu. Hendaklah kita
tidak menyembah kecuali Allah, tidak menyekutukan-Nya, dan sebagian kita tidak
menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. “ (QS 3:64)
Kita
melihat bahwa Al-Quran tidak berbicara dengan katakata "apabila orang-orang
musyrik Arab bertobat" atau "wahai Ahlul Kitab Arab." Memang, dalam permulaan
Islam - ketika dakwah Islam belum tersebar dan keluar dari wilayah Jazirah Arab
- pembicaraan-pembicaraan Al-Quran ditujukan kepada bangsa Arab. Namun, sejak
tahun keenam Hijrah, setelah dakwah Islam tersebar sampai di luar Jazirah Arab,
tidak ada lagi alasan untuk pengkhususan. Di samping ayat-ayat tadi, ada
ayat-ayat lain yang menunjukkan universalitas dakwah Islam, seperti firman
Allah:
“Al-Quran ini diwahyukan kepadaku
agar dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang yang Al-Quran
sampai kepadanya." (QS 6:19)
“Al-Quran iiu tiada lain hanyalah
peringatan bagi seluruh alam (bangsa)." (QS
68:52)
"Sesungguhnya Al-Quran itu adalah
peringatan bagi seluruh alam (bangsa)." (QS. 38:87)
"Sesungguhnya ia (neraka) adalah
salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia.
" (QS
74:35-36)
Dari
kenyataan-kenyataan sejarah kita mengetahui banyak penyembah berhala, orang
Yahudi, Nasrani, dan orang-orang dari bangsa-bangsa non-Arab yang memenuhi
panggilan Islam, seperti Salman dari Persia, Sahib dari Romawi, Bilal dari
Ethiopia dan lain-lain.
1). Seperti
orang-orang Nasrani, Yahudi dan Zoroaster.
Al-Quran menegaskan di beberapa tempat bahwa ia
adalah fiirman Allah Yang Mahaagung, yang diwahyukan-Nya kepada Nabi dalam
bentuk kata-kata yang kita baca dari Al-Quran. Untuk membuktikan bahwa ia adalah
firman Allah, bukan hasil ciptaan manusia, dalam beberapa ayat, AI-Quran
menantang semua manusia untuk mendatangkan apa pun yang menyamai Al-Quran
walaupun satu ayat. Ini menunjukkan bahwa Al-Quran itu berkekuatan mukjizati,
yang tak seorangpun sanggup mendatangkan yang semisalnya. Allah
berfirman:
"Atau
mereka mengatakan: 'Muhammad membuat-buatnya.' Sesungguhnya mereka tidak
beriman."
(QS 52:33)
"Katakanlah: 'Sesungguhnya jika
manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang menyamai Al-Quran ini, niscaya
mereka tidak akan mampu membuatnya walaupun mereha saling
membantu'."
(QS 17:88)
"Bahkan mereka mengatakan: 'Muhammad
telah membuatbuatnya.' Katakanlah: 'Datangkanlah sepuluh surat yang
menyamainya'." (QS 11:13)
"Atau
mereka mengatakan bahwa Muhammad telah membuat-buatnya? Katakanlah:
'Datangkanlah sebuah surat yang menyamai Al-Quran. “ (QS 10:38)
"Apabila kamu meragukan apa yang
telah Kami turunkan kepada hamba Kami, maka datangkanlah sebuah surat yang
menyamainya." (QS 2:23)
Untuk
menantang mereka tentang tiadanya pertentangan dalam Al-Quran, Allah
berfirman:
"Tidakkah mereka itu memikirkan
Al-Quran? Seandainya AlQuran itu tidak dari Allah, maka mereka akan menemukan
banyak pertentangan di dalamnya. " (QS 4:82)
Dengan
tantangan-tantangannya ini Al-Quran menegaskan bahwa ia merupakan
firman Allah, dan menjelaskan dalam banyak ayatnya bahwa Muhammad adalah seorang
Rasul dan Nabi yang diutus Allah. Dengan demikian, Al-Quran merupakan sandaran
bagi kenabian dan menopang pernyataan Nabi. Dari itu, Nabi diperintahkan untuk
bertumpu pada kesaksian Allah tentang hal itu, yakni penegasan AI-Quran terhadap
kenabiannya. Al-Quran mengatakan:
"Katakanlah: "Cukuplah Allah yang menjadi saksi
antara aku dan kamu. “ (QS 13:43)
Di
tempat lain Al-Quran mengungkapkan kesaksian malaikat, selain kesaksian Allah,
tentang kenabiannya itu. Ia mengatakan:
"Tetapi Allah menyaksikan apa yang diturunkan-Nya
kepadamu. Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya, dan para malaikat menyaksikan.
Cukuplah Allah yang menjadi saksi." (QS
4:166)
Setelah
tiga premis di atas jelas, maka harus diketahui pula bahwa Al-Quran - di sampinq
memperhatikan tiga premis tersebut, yaitu manusia mempunyai tujuan yang harus
dicapainya dalam perjalanan hidupnya dengan usaha dan perbuatannya, dan dia
tidak mungkin mencapai tujuan yang diidam-idamkan itu kecuali dengan mengikuti
hukum-hukum dan tata cara tertentu serta keharusan mempelajari hukum-hukum dan
tata cata itu dari buku fitrah dan penciptaan, yakni ajatan Allah - juga
menentukan jalan hidup bagi manusia sebagai berikut:
AI-Quran
mendasarkan jalan itu pada keimanan akan keesaan-Nya sebagai dasar pertama
agama; Al-Quran menjadikan keimanan kepada akhirat dan Hari Kiamat, yaitu hari
ketika orang yang baik dibalas karena kebaikannya dan yang jahat dibalas karena
kejahatannya, sebagai dasar-kedua agama. Hal ini pada gilirannya membawa kepada
keimanan kepada kenabian, karena perbuatan-perbuatan bisa dibalas setelah si
pelakunya mengetahui ketaatan dan maksiat, yang baik dan yang buruk. Pengetahuan
ini tidak akan dapat diperoleh kecuali melalui wahyu dan kenabian - sebagaimana
akan kami rinci nanti. Al-Quran menjadikan keimanan kepada kenabian ini sebagai
dasar ketiga agama.
Al-Quran
memandang ketiga dasar ini: keimanan kepada keesaan Allah, kenabian dan akhirat
sebagai dasar-dasar agama Islam. Setelah itu, Al-Quran menjelaskan pokok-pokok
akhlak yang diridhai dan sifat-sifat baik yang sesuai dengan ketiga dasar
tersebut, dan setiap orang beriman harus menghiasi diri dengannya. Kemudian
AI-Quran menetapkan hukum-hukum perbuatan yang menjamin kebahagiaan hakiki
manusia dan menyuburkan akhlak yang utama dan faktor-faktor yang mengantarkannya
kepada akidah yang benar dan prinsip-prinsip pokok.
Tidak
logis bila kita beranggapan bahwa orang yang bergelimang dalam seks yang
diharamkan, mencuri, berkhianat dan curang, adalah suci. Begitu pula, tidak
logis bila kita beranggapan bahwa orang yang keterlaluan dalam mencintai harta,
mengumpulkan dan menyimpannya, dan tidak mau memenuhi hak-hak orang lain, adalah
suci. Tidak logis pula bila kita menganggap orang yang tidak menyembah Allah dan
mengingat-Nya siang dan malam, sebagai beriman kepada Allah dan Hari
Akhir.
Dengan
demikian, akhlak yang baik maujud kuena adanya perbuatan-perbuatan baik,
sebagaimana akhlak yang baik itu ada karena akidah yang benar.
Seseorang yang terbelenggu
kesombongan, kebanggaan dan kecintaan kepada diri sendiri, tidak mungkin
mempercayai Allah dan mengakui keagungan-Nya. Dan orang yang selama hidupnya
tidak mengetahui makna keadilan, keperwiraan dan welas-asih terhadap yang lemah,
tidak akan masuk ke dalam hatinya intan kepada Hari Kiamat, perhitungan dan
balasan di akhirat. Tentang hubungan antara akidah yang benar dengan akhlak yang
diridhai, Allah berfirntan:
"Kepada-Nyalah naik
perkataan-perkataan yang baik, dan amal yang baik dinaikkan-Nya. " (QS
85:10)
Dan
tentang hubungan antara akidah dengan perbuatan, Allah berfirman:
"Kemudian akibat orang-orang yang mengerjakan
kejahatan adalah azab yang lebih buruk, karena mereka mendustakan ayatayat Allah dan mereka selalu
memperolok-oloknya." (QS 90:10)
Kesimpulan dari pembicaraan di atas
adalah bahwa Al-Quran mwgandung sumber-sumber ketiga dasu Islam,
yaitu:
Dasar-dasar akidah. Ini terbagi
menjadi tiga dasar agama: tauhid, kenabian dan akhirat, dan akidah-akidah yang
merupakan cabang darinya, seperti lauh
mahfudh, qalam, qadha' dan
qadar, malaikat, menghadap Allah, kursi, penciptaan langit dan bumi
dan lain-lain.
Akhlak
yang diridhai.
Hukum-bukum syara' dan perbuatan
yang dasar-dasarnya telah dijelaskan Al-Quran, sedangkan penjelasan terincinya
diserahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Dan Nabi menjadikan penjelasan Ahlul Bait
(keluarga)-nya sama dengan penjelasan beliau,sebagaimana diketahui dari hadits tsaqalainyang secara mutawatir
diriwayatkan baik oleh kalangan Ahlus Sunnah maupun Syi'ah.1)
1).Baca 'Abaqatul Anwar, bagian "Hadits
Tsaqalain". Di situ disebutkan beratus-ratus sanadyang sampai kepada hadis
tersebut.
Agama
Islam, yang mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat
ajaran yang menuntun umat manusia kepada kebahagiaan dan kesejahteraan, dapat
diketahui dasardasar dan perundang-undangannya melalui Al-Quran. Al-Quran
adalah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran Islam. Hukum-hukum
Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak
dan perbuatan dapat dijumpai sumbernya yang asli dalam ayat-ayat Al-Quran. Allah
berfirman,
"Sesungguhnya Al-Quran ini
menunjukkan kepada jalan yang lebih lurus."(QS 17:9)
"Kami
menurunkan AI-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu." (QS 16:89)
Adalah
amat jelas bahwa dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang mengandung pokok-pokok
akidah keagamaan, keutamaan akhlak dan prinsip-prinsip-umum hukum perbuatan.
Kami tidak perlu menyebutkan semua ayat itu dalam kesempatanyang tidak cukup
luas ini. Lebih lanjut kami katakan bahwa pemikiran yang teliti tentang
pokok-pokok permasalahan berikut dapat menjelaskan kepada kita universalitas
kandungan Al-Quran mengenai jalan hidup yang harus ditempuh
manusia.
Pertama,dalam hidupnya manusia hanya
menuju kepada kebahagiaan, ketenangan dan pencapaian cita-citanya. Kebahagiaan
dan ketenangan merupakan suatu wama khusus di antara warnawama kehidupan yang
diinginkan oleh manusia, yang di naungannya ia berharap menemukan kemerdekaan,
kesejahteraan, kesentosaan dan lain-lain.
Jarang
kita lihat orang yang, dengan perbuatan mereka sendiri, memalingkan muka dari
kebahagiaan dan kesenangan - seperti melakukan bunuh diri, melukai badan dan
menyakiti anggota tubuhnya dan beberapa latihan (riyadhah)berat yang tidak diajarkan
agama - dengan alasan berpaling dari dunia, dan perbuatanperbuatan lain yang
menyebabkan seseorang kehilangan berbagai sarana kesejahteraan dan ketenangan
hidup. Begitulah, (hanya) orang yang menderita komplikasi jiwa - sebagai akibat
dari parahnya komplikasi itu - berpendapat bahwa kebahagiaan terdapat dalam
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kebahagiaan. Sebagai contoh,
seseorang mengalami kesulitan hidup dan tidak kuat menanggungnya, kemudian bunuh
diri karena beranggapan bahwa kesenangan itu terdapat dalam kematian. Atau,
sebagian orang menjauhi dunia, menjalani bermacam latihan badan dan mengharamkan
kesenangan materiil untuk dirinya sendiri, karena ia berpendapat bahwa hidup
dalam kesenangan materi merupakan hidup yang kering. Dengan demikian, usaha yang
dilakukan manusia hanyalah untuk menemukan kebahagiaan yang diidam-idamkan yang
ia berusaha mewujudkan dan memperolehnya.
Memang,
jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-beda. Sebagian
menempuh jalan yang masuk akal, yang diterima kemanusiaan dan dibolehkan oleh
syariat, sedang sebagian yang lain menyalahi jalan yang benar sehingga
terperosok ke dalam belantara kesesatan dan menyimpang dad jalan
kebenaran.
Kedua,perbuatan-perbuatan yang dilakukan
manusia senantiasa berada dalam suatu kerangka peraturan dan hukum tertentu.
Hal ini merupakan suatu kebenaran yang tak dapat diingkari, dalam segala
keadaan, mengingat begitu jelas dan gamblangnya persoalan. Hal itu disebabkan
karena manusia yang mempunyai akal hanya melakukan sesuatu setelah ia
menghendakinya. Perbuatannya itu berdasarkan kehendak jiwa yang diketahuinya
dengan jelas. Di segi yang lain, ia hanya melakukan apa pun demi dirinya
sendiri. Yakni, ia merasakan adanya tuntutan-tuntutan hidup yang harus
dipenuhinya, kemudian berbuat untuk memenuhi tuntutan-tuntutan itu untuk
dirinya sendiri. Karenanya, antara semua perbuatannya itu ada suatu tali kuat
yang menghubungkan sebagiannya dengan yang lain.
Sesungguhnya makan dan minum, tidur
dan bangun, duduk dan berdiri, pergi dan datang - semua perbuatan ini dan
perbuatan-perbuatan lain yang dilakukan manusia - pada beberapa keadaan,
merupakan keharusan baginya; dan pada beberapa keadaan yang lain, tidak
merupakan keharusan - yakni, bermanfaat baginya pada suatu saat, dan
membahayakan pada saat yang lain. Semua yang dilakukan manusia itu bersumber
dari suatu hukum yang ia ketahui universalitasnya dalam dirinya dan yang ia
terapkan bagian-bagiannya pada perbuatan dan
pekerjaan-pekerjaannya.
Seseorang, dalam perbuatan-perbuatan
individualnya, menyerupai suatu pemerintahan lengkap, yang memiliki hukum,
kebiasaan dan tata caranya sendiri. Kekuatan aktif dalam pemerintahan itu
terlebih dahulu harus menimbang perbuatan-perbuatannya dengan hukum-hukum itu,
kemudian bamlah ia berbuat. Perbuatan-perbuatan sosial yang dilakukan dalam
suatu masyarakat menyerupai perbuatan individual, sehingga padanya berlaku
seperangkat hukum dan tata cara yang dipatuhi oleh sebagian besar individu
masyarakat itu. Jika tidak, maka anarkisme akan menguasai, dan ikatan sosial
mereka pun terpecah.
Memang,
corak masyarakat, di bawah pengaruh hukum-hukum yang berlaku dan dominan di
dalamnya, berbeda-beda. Seandainya masyarakat itu bcrcorak mazhabiah, maka di
dalamnya berlaku ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum mazhab tersebut. Dan bila
tidak bercorak mazhabiah, melainkan kebudayaan, maka perbuatan-perbuatan
masyarakatitu bercorak hukum kebudayaan tersebut. Adapun jika masyarakat itu
liar dan tidak mempunyai kebudayaan, maka padanya berlaku tata pergaulan dan
hukumhukum individual yang sewenang-wenang, atau hukum-hukum yang dihasilkan
oleh adanya perbauran berbagai kepercayaan dan tata pergaulan yang
kacau.
Kalau
begitu, maka manusia, dalam perbuatan-perbuatan individual dan sosialnya, harus
memiliki tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan yang diidam-idamkan itu, ia
harus melakukanperbuatan-perbuatannya menurut hukum
dan tata cara tertentu yang ditetapkan oleh agama atau masyarakat, atau yang
lainnya. Al-Quran sendiri menguatkan teori ini ketika ia
mengatakan,
"Tiap-tiap umat memiliki kiblatnya
sendiri yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan."
(QS 2:
148)
Kata
ad-din(agama), menurut
kebiasaan Al-Quran berarti 'jalan hidup.' Orang-orang yang beriman dan yang
kafir - sampaisampai yang tidak mengakui keberadaan Allah sekalipun – pasti
memiliki suatu agama, karena setiap orang mengikuti hukumhukum tertentu dalam
perbuatan-perbuatannya, dan hukumhukum itu disandarkan kepada Nabi dan wahyu,
atau ditetapkan oleh seseorang atau suatu masyarakat. Tentang musuh-musuh agama
Allah, Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang menghalangi
manusia dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok. "
(QS
7:45)1)
Ketiga,jalan hidup terbaik dan terkuat
manusia adalah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi-emosi dan
dorongan-dorongan individual atau sosial.
Apabila
kita mengamati secara teliti setiap bagian alam, akan kita ketahui bahwa ia
memiliki tujuan tertentu, yang sejak hari pertama kejadiannya ia mengarah ke
tujuan itu melalui jalan yang terdekat dan terbaik. Ia memiliki sarana yang
diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Inilah keadaan semua makhluk di dalam alam
ini, baik yang bernyawa maupun yang tidak.
Sebagai
contoh adalah biji gandum. Sejak hari pertama diletakkan dalam tanah, ia
berjalan dalam proses penyempurnaan. Menghijau dan tumbuh sampai terbentuknya
bulir-bulir yang lipatannya berisi banyak biji gandum. Dan ia dibekali dengan
sarana-sarana khusus untuk memperoleh unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam
proses penyempurnaannya itu. Kemudian ia menyerap unsur-unsur yang ada di dalam
tanah, udara dan lain-lainnya dengan kadar tertentu: Lalu ia merekah, menghijau
dan tumbuh hari demi hari, dan berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain
sampai terbentuknya bulir-bulir baru, yang dalam setiap bulir terdapat banyak
biji gandum. Pada saat itulah biji pertama yang disemaikan di bumi benar-benar
telah mencapai tujuan yang diidam-idamkannya dan kesempurnaan yang ia tuju.
Demikian pula pohon kenari. Jika kita amati secara teliti, akan kita ketahui
bahwa pohon itu juga berjalan menuju suatu tujuan tertentu sejak hari pertama
kejadiannya. Dan untuk mencapai tujuan itu ia dibekali alat-alat tertentu yang
sesuai dengan proses penyempurnaan, kekuatan dan besarnya. Dalam perjalanannya
ia tidak menempuh perjalanan yang ditempuh olch gandum, sebagaimana gandum -
dalam tingkat-tingkat penyempurnaannya - tidak berproses sebagaimana prosesnya
pohon kenari. Masing-masing dari kedua tanaman itu mempunyai perkembangannya
sendiri yang tidak akan dilanggarnya untuk selama-lamanya.
Semua
yang kita saksikan di dalam alam ini mengikuti kaidah yang berlaku ini, dan
tidak ada bukti pasti bahwa manusia menyimpang dari kaidah itu dalam perjalanan
alamiahnya menuju tujuan yang ia telah dibekali alat-alat tertentu untuk
mencapainya. Bahkan bekal-bekal yang diberikan kepadanya itu merupakan bukti
terkuat bahwa dia adalah seperti yang lainnya di alam ini. Dia memiliki tujuan
tertentu yang menjamin kebahagiaannya, dan dia telah dilengkapi dengan
sarana-sarana untuk mencapainya.
Jadi,
fitrah manusia - bahkan fitrah alam yang manusia hanyalah merupakan sebagian
darinya - menuntunnya ke arah kebahagiaan hakiki. Fitrah itu mengilhami
hukum-hukum terpenting, terbaik dan terkuat yang menjamin kebahagiaannya. Allah
berfirman:
"Musa
berkata: 'Tuhan kami ialah Zat yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu
bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk'." (QS 20:50)
"Yang
menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan)Nya. Yang memberikan ketentuan dan
petunjuk."
(QS 87:2-3)
"Demi
jiwa dan Penyempurnanya. Kemudian Allah memberitahukan kefasikan dan
ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi
orang yang mengotorinya." (QS 91:7-10)
"Hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah. Tetapilah fitrah Allah yang la telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. ltulah agama yang
lurus. "
(QS 30:30)
"Sesungguhnya agama yang diterima
Allah adalah lslam. (QS 3:19)
"Barangsiapa rnencari agarna
selain lslarn, maka tidak akan diterima. " (QS 3:85)
Kesimpulan dati ayat-ayat ini dan
ayat-ayat lain yang berkandungan sama, yang tidak kami sebutkan secara ringkas,
adalah bahwa Allah menuntun setiap makhluk-Nya - termasuk manusia - kepada
tujuan dan kebahagiaan puncak yanq merupakan tujuan diciptakannya mereka. Dan
jalan yang benar bagi manusia ialah jalan fitrahnya. Maka dalarn
perbuatan-perbuatannya manusia harus terikat dengan hukum-hukum individu dan
sosial yang bersumber dari fitrahnya, dan tidak boleh secara membuta mengikuti
hawa nafsu, emosi, kecenderungan dan keinginannya. Konsekuensi dari agama fitrah
(alamiah) adalah manusia tidak boleh menyia-nyiakan bekal-bekal yang diberikan
kepadanya. Bahkan setiap bekal harus dimanfaatkan dalam batas-batasnya dan
secara benar, agar potensi-potensi yang ada dalam dirinya seimbang, dan agar
satu potensi tidak mematikan potensi yang lain.
Selanjutnya manusia harus dikuasai
oleh akal sehat yang jauh dari kesalahan, bukan oleh tuntutan-tuntutan diri yang
bersumber dari emosi yang menyalahi akal. Beqitu pula, yang menguasai masyarakat
haruslah kebenaran dan yang benar-benar bermanfaat baginya, bukan orang kuat
yang sewenang-wenang dan mengikuti hawa nafsu dan keinginan-keinginannya. Bukan
pula mayoritas yang menyimpang dari kebenaran dan kemaslahatan
umum.
Pembahasan di atas juga menunjukkan
hahwa yang berhak membuat dan memberlakukan hukum hanyalah Allah saja, dan tak
seorang pun berhak membuat dan memberlakukan hukum dan memutuskan segala
perkara, karena pembahasan di atas menunjukkan bahwa jalan hidup dan hukum yang
bermanfaat bagi manusia dalam kehidupannya adalah yang diilhami fitrahnya.
Yakni hukum dan jalan hidup yang dituntut oleh sebab-sebab dan faktor-faktor
batiniah dan lahiriah dalam fitrahnya. Hal ini berarti sesuai dengan kehendak
Allah. Pengertian "sesuai dengan kehendak Allah" adalah bahwa Allah telah
menempatkan pada diri manusia sebab-sebab dan faktor-faktor yang mengakibatkan
adanya perundanq-undangan dan jalan hidup.
Kadang-kadang, sebab-sebab dan
faktor-faktor itu mengambil bentuk pemaksaan sebagai dasar bagi suatu proses,
seperti peristiwa-peristiwa alam yang terjadi setiap hari. Inilah yanq
dinamakan kemauan alam (iradah
takwiniah), Kadanq-kadang juga sesuatu aksi dilakukan secara bebas
dan berdasarkan kehendak, seperti makan, minum dan lain-lain, yang dalam hal ini
kehendak diatur oleh hukum Allah (iradah
tasyri'iah). Allah berfirman:
"Tidak ada hukum selain milik
Allah." (QS 12:40 dan 67)
1).Kata
sabilillah(jalan Allah),
dalam kebiasaan Al-Quran, berarti agama Allah. Ayat itu juga menunjukkan bahwa
orang~orang kafir - termasuk di dalamnya orang-orang yang mengingkari adanya
Tuhan - pun memiliki agama, yaitu jalan hidup mereka.