|
Aurat Perempuan Adalah Seluruh Tubuhnya Selain Muka Dan KeduaTelapak Tangan
RAHASIA KHUSYU' DALAM SHOLAT
Rahasia Khusu dalam Shalat
Seorang ahli ibadah bernama Isam
bin Yusuf, dia sangat warak dan sangat khusyuk sholatnya. Namun dia selalu
khawatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk dan selalu bertanya kepada orang
yang dianggapnya lebih ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu
dirasakan kurang khusyuk.
Pada suatu hari, Isam menghadiri
majlis seorang abid bernama Hatim Al-Isam dan bertanya : "Wahai Aba
Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan sholat?"
Hatim berkata : "Apabila masuk waktu solat aku berwudhu’ zahir dan batin."
Isam bertanya, "Bagaimana wudhu’ zahir dan batin itu?"
Hatim berkata, "Wudhu’ zahir sebagaimana biasa, yaitu membasuh semua anggota wudhu’ dengan air.
Sementara wudhu’ batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara :-
1. Bertaubat
2. Menyesali dosa yang dilakukan
3. Tidak tergila-gilakan dunia
4. Tidak mencari / mengharap pujian orang (riya’)
5. Tinggalkan sifat berbangga
6. Tinggalkan sifat khianat dan menipu
7. Meninggalkan sifat dengki
Seterusnya Hatim berkata, "Kemudian aku pergi ke masjid, aku bersiap shalat dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan Allah ada di hadapanku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku, dan aku bayangkan pula bahwa aku seolah-olah berdiri di atas titian ‘Sirratul Mustaqim’ dan aku menganggap bahwa shalatku kali ini adalah shalat terakhirku, kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik.
Setiap bacaan dan doa dalam shalat ku fahami maknanya, kemudian aku ruku’ dan sujud dengan tawadhu’, aku bertasyahud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas.
Beginilah aku bershalat selama 30 tahun."
Tatkala Isam mendengar, menangislah dia karena membayangkan ibadahnya yang kurang baik bila dibandingkan dengan Hatim.
Insya Allah, Bermanfaat dan dapat dipetik Hikmahnya.
Apakah) perumpamaan (penghuni)
surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa yang di dalamnya ada
sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari
susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat
rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka
di dalamnya memperoleh segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka,
sama dengan orang yang kekal dalam, dan diberi minuman dengan air yang mendidih
sehingga memotong-motong ususnya
(QS. MUHAMMAD:15)
(QS. MUHAMMAD:15)
Dzikir-Dzikir Setelah Shalat Wajib
Posted by Admin
pada 18/07/2009
Di
dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah diterangkan tentang keutamaan berdzikir kepada
Allah, baik yang sifatnya muqayyad (tertentu dan terikat) yaitu waktu,
bilangannya dan caranya terikat sesuai dengan keterangan dalam Al-Qur`an
dan As-Sunnah,
tidak boleh bagi kita untuk menambah atau mengurangi bilangannya, atau
menentukan waktunya tanpa dalil, atau membuat cara-cara berdzikir tersendiri
tanpa disertai dalil baik dari Al-Qur`an ataupun hadits yang shahih/hasan,
seperti berdzikir secara berjama’ah (lebih jelasnya lihat kitab Al-Qaulul
Mufiid fii Adillatit Tauhiid, Al-Ibdaa’ fii Kamaalisy Syar’i wa Khatharul
Ibtidaa’, Bid’ahnya Dzikir Berjama’ah, dan lain-lain).
Atau
dzikir-dzikir yang sifatnya muthlaq, yaitu dzikir di setiap keadaan baik
berbaring, duduk dan berjalan sebagaimana diterangkan oleh ‘A`isyah bahwa
beliau berdzikir di setiap keadaan (HR. Muslim). Akan tetapi tidak boleh
berdzikir/menyebut nama Allah di tempat-tempat yang kotor dan najis seperti
kamar mandi atau wc.
Diantara
ayat yang menjelaskan keutamaan
berdzikir
adalah:
1.
Firman Allah,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ
“Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku
niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan
janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku.” (Al-Baqarah:152)
2.
Firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman,
berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.”
(Al-Ahzaab:41)
3.
Firman Allah, “Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin,
laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan
yang benar/jujur, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan
yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bershadaqah, laki-laki dan perempuan
yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki
dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzaab:35)
4.
Firman Allah,
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً
وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ
الْغَافِلِين
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam
hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan
suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
lalai.” (Al-A’raaf:205)
Adapun
di dalam As-Sunnah, Diantaranya:
1.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الَّذِيْ يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِيْ لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
“Permisalan orang yang berdzikir kepada
Allah dengan orang yang tidak berdzikir kepada Allah adalah seperti orang yang
hidup dan mati.” (HR. Al-Bukhariy no.6407 bersama Fathul Bari
11/208 dan Muslim 1/539 no.779)
Adapun
lafazh Al-Imam Muslim adalah,
مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِيْ يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ وَالْبَيْتِ الَّذِيْ لاَ يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
“Permisalan rumah yang di dalamnya
disebut nama Allah dan rumah yang di dalamnya tidak disebut nama Allah adalah
seperti orang yang hidup dan orang yang mati.”
2.
Dari ‘Abdullah bin Busrin radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah,
sesungguhnya syari’at Islam telah banyak atasku, maka kabarkan kepadaku dengan
sesuatu yang aku akan mengikatkan diriku dengannya?” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab,
لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ
“Hendaklah lisanmu senantiasa basah
dengan dzikir kepada Allah.” (HR. At-Tirmidziy 5/458 dan Ibnu Majah
2/1246, lihat Shahiih Sunan At-Tirmidziy 3/139 dan Shahiih Sunan Ibni Maajah
2/317)
3.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُوْلُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ
“Barangsiapa membaca satu huruf dari
Kitabullah maka dia mendapat satu kebaikan dan satu kebaikan dilipatgandakan
menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf,
akan tetapi alif satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.”
(HR. At-Tirmidziy 5/175, lihat Shahiih Sunan At-Tirmidziy 3/9 serta Shahiihul
Jaami’ Ash-Shaghiir 5/340)
Dzikir-dzikir Setelah Salam dari Shalat Wajib
Diantara
dzikir-dzikir yang sifatnya muqayyad adalah dzikir setelah salam dari shalat
wajib. Setelah selesai mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri, kita disunnahkan
membaca dzikir, yaitu sebagai berikut:
1.
Membaca:
أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ
“Aku meminta ampunan kepada Allah (tiga
kali). Ya Allah, Engkaulah As-Salaam (Yang selamat dari kejelekan-kejelekan,
kekurangan-kekurangan dan kerusakan-kerusakan) dan dari-Mu as-salaam
(keselamatan), Maha Berkah Engkau Wahai Dzat Yang Maha Agung dan Maha Baik.”
(HR. Muslim 1/414)
2.
Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
“Tiada tuhan yang berhak diibadahi
selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan
Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak
terhadap apa yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa
yang Engkau tolak dan orang yang memiliki kekayaan tidak dapat menghalangi dari
siksa-Mu.” (HR. Al-Bukhariy 1/255 dan Muslim 414)
3.
Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
“Tiada tuhan yang berhak diibadahi
selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan
Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Tiada daya dan upaya serta kekuatan
kecuali dengan pertolongan Allah dan kami tidak beribadah kecuali kepada Allah,
milik-Nya-lah segala kenikmatan, karunia, dan sanjungan yang baik, tiada tuhan
yang berhak diibadahi selain Allah, kami mengikhlashkan agama untuk-Nya
walaupun orang-orang kafir benci.” (HR. Muslim 1/415)
4.
Membaca:
سُبْحَانَ اللهُ
“Maha Suci Allah.” (tiga puluh tiga
kali)
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
“Segala puji bagi Allah.” (tiga puluh
tiga kali)
اَللهُ أَكْبَرُ
“Allah Maha Besar.” (tiga puluh tiga
kali)
Kemudian
dilengkapi menjadi seratus dengan membaca,
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Tiada tuhan yang berhak diibadahi
selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan
Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.”
“Barangsiapa mengucapkan dzikir ini
setelah selesai dari setiap shalat wajib, maka diampuni dosa-dosanya walaupun
sebanyak buih di lautan. (HR. Muslim 1/418 dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu)
Dari
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda, “Ada dua
sifat (amalan) yang tidaklah seorang muslim menjaga keduanya (yaitu senantiasa
mengamalkannya, pent) kecuali dia akan masuk jannah, dua amalan itu
(sebenarnya) mudah, akan tetapi yang mengamalkannya sedikit, (dua amalan
tersebut adalah): mensucikan Allah Ta’ala setelah selesai dari setiap shalat
wajib sebanyak sepuluh kali (maksudnya membaca Subhaanallaah), memujinya
(membaca Alhamdulillaah) sepuluh kali, dan bertakbir (membaca Allaahu Akbar)
sepuluh kali, maka itulah jumlahnya 150 kali (dalam lima kali shalat sehari
semalam, pent) diucapkan oleh lisan, akan tetapi menjadi 1500 dalam timbangan
(di akhirat). Dan amalan yang kedua, bertakbir 34 kali ketika hendak tidur,
bertahmid 33 kali dan bertasbih 33 kali (atau boleh tasbih dulu, tahmid baru
takbir, pent), maka itulah 100 kali diucapkan oleh lisan dan 1000 kali dalam
timbangan.”
Ibnu
‘Umar berkata, “Sungguh
aku telah melihat Rasulullah menekuk tangan (yaitu jarinya) ketika mengucapkan
dzikir-dzikir tersebut.”
Para
shahabat bertanya, “Ya
Rasulullah, bagaimana dikatakan bahwa kedua amalan tersebut ringan/mudah akan
tetapi sedikit yang mengamalkannya?“
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Syaithan
mendatangi salah seorang dari kalian ketika hendak tidur, lalu menjadikannya
tertidur sebelum mengucapkan dzikir-dzikir tersebut, dan syaithan pun
mendatanginya di dalam shalatnya (maksudnya setelah shalat), lalu
mengingatkannya tentang kebutuhannya (lalu dia pun pergi) sebelum
mengucapkannya.” (Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud no.5065,
At-Tirmidziy no.3471, An-Nasa`iy 3/74-75, Ibnu Majah no.926 dan Ahmad
2/161,205, lihat Shahiih Kitaab Al-Adzkaar, karya Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy
1/204)
Kita
boleh berdzikir dengan tasbih, tahmid dan takbir masing-masing 33 kali dengan
ditambah tahlil satu kali atau masing-masing 10 kali, yang penting konsisten,
jika memilih yang 10 kali maka dalam satu hari kita memakai dzikir yang 10 kali
tersebut.
Hadits
ini selayaknya diperhatikan oleh kita semua, jangan sampai amalan yang
sebenarnya mudah, tidak bisa kita amalkan.
Tentunya
amalan/ibadah semudah apapun tidak akan terwujud kecuali dengan pertolongan
Allah. Setiap beramal apapun seharusnya kita meminta pertolongan kepada Allah,
dalam rangka merealisasikan firman Allah,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami beribadah,
dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.”
(Al-Faatihah:4)
5.
Membaca surat Al-Ikhlaash, Al-Falaq dan An-Naas satu kali setelah shalat
Zhuhur, ‘Ashar dan ‘Isya`. Adapun setelah shalat Maghrib dan Shubuh dibaca tiga
kali. (HR. Abu Dawud 2/86 dan An-Nasa`iy 3/68, lihat Shahiih Sunan At-Tirmidziy
2/8, lihat juga Fathul Baari 9/62)
6.
Membaca ayat kursi yaitu surat Al-Baqarah:255
Barangsiapa
membaca ayat ini setiap selesai shalat tidak ada yang dapat mencegahnya masuk
jannah kecuali maut. (HR. An-Nasa`iy dalam ‘Amalul yaum wal lailah no.100,
Ibnus Sunniy no.121 dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahiihul
Jaami’ 5/339 dan Silsilatul Ahaadiits Ash-Shahiihah 2/697 no.972)
7.
Membaca:
اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Sebagaimana
diterangkan dalam hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua tangannya dan berkata,
“Ya Mu’adz, Demi Allah,
sungguh aku benar-benar mencintaimu.” Lalu beliau bersabda, “Aku wasiatkan
kepadamu Ya Mu’adz, janganlah sekali-kali engkau meninggalkan di setiap selesai
shalat, ucapan...” (lihat di atas):
“Ya Allah, tolonglah aku agar
senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik
kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud 2/86 dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albaniy dalam Shahiih Sunan Abi Dawud 1/284)
Do’a
ini bisa dibaca setelah tasyahhud dan sebelum salam atau setelah salam. (‘Aunul
Ma’buud 4/269)
8.
Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Tiada tuhan yang berhak diibadahi
selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, yang
menghidupkan dan mematikan dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.”
Dibaca
sepuluh kali setelah shalat Maghrib dan Shubuh. (HR. At-Tirmidziy 5/515 dan
Ahmad 4/227, lihat takhrijnya dalam Zaadul Ma’aad 1/300)
9.
Membaca:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta
kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima.”
Setelah salam dari shalat shubuh. (HR. Ibnu Majah, lihat Shahiih
Sunan Ibni Maajah 1/152 dan Majma’uz Zawaa`id 10/111)
Semoga
kita diberikan taufiq oleh Allah sehingga bisa mengamalkan dzikir-dzikir ini,
aamiin.
Wallaahu
A’lam.
Maraaji’: Hishnul Muslim, karya Asy-Syaikh Sa’id
bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthaniy, Shahiih Kitaab Al-Adzkaar wa Dha’iifihii, karya
Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy dan Al-Kalimuth Thayyib, karya Ibnu Taimiyyah.Melihat Sifat-Sifat Penghuni SURGA
Melihat Sifat-Sifat Penghuni SURGA
Sungguh
kenikmatan-kenikmatan dalam al jannah tidak akan dicapai oleh indera manusia.
Belum pernah dilihat oleh penglihatan siapa pun, belum pernah didengar oleh
pendengaran siapa pun, dan belum pula terbetik dalam hati siapa pun.
Demikianlah
yang dikhabarkan Baginda Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits
yang diriwayatkan shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
“Allah berfirman (artinya): ”Aku telah
sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang shalih (kenikmatan Al jannah) yang belum
pernah dilihat mata, didengar telinga, serta terlintas di hati manusia.
(HR. Muslim no. 2824)
Para
pembaca yang mulia, pada edisi ke 2 th. ke 5, 1427, telah kami angkat sebuah
tema tamasya ke surga, maka edisi kali ini akan melanjutkan tamasya kita untuk
menikmati keindahan sifat-sifat penghuni al jannah (surga).
Sungguh
kenikmatan-kenikmatan dalam al jannah tidak akan dicapai oleh indera manusia.
Belum pernah dilihat oleh penglihatan siapa pun, belum pernah didengar oleh
pendengaran siapa pun, dan belum pula terbetik dalam hati siapa pun.
Demikianlah yang dikhabarkan Baginda Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam
dalam hadits yang diriwayatkan shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
“Allah berfirman (artinya): ”Aku telah
sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang shalih (kenikmatan Al jannah) yang belum
pernah dilihat mata, didengar telinga, serta terlintas di hati manusia.
(HR. Muslim no. 2824)
Kenikmatan-kenikmatan
itu menggambarkan, rahmat Allah subhanahu wata’ala itu betapa luas tanpa batas,
bagaikan hamparan tiada bertepi. Yang Allah subhanahu wata’ala sedialam bagi
hamban-hamba-Nya yang shalih. Tapi itu bukan semata-mata hasil amal shalih yang
dilakukan oleh seorang hamba, sekalipun ia seorang nabi. Bahkan Nabi Muhammad
shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai Imamul Anbiya’ (pemimpin para nabi), ia
adalah orang yang pertama kali mengetuk pintu al jannah, hal itu bukan semata
disebabkan amal shalih yang ia usahakan, namun berkat rahmat Allah subhanahu
wata’ala.
فَإِنَّهُ
لَنْ يُدْخِلَ الْجَنَّةَ أَحَدًا عَمَلُهُ قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ ؟ قَالَ: وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ
يَتَغَمَّدَنِيَ اللَّهُ مِنْهُ بِرَحْمَةٍ
“Sungguh bukanlah seseorang itu masuk
al jannah karena amalannya. Para shahabat bertanya: “Demikian juga engkau wahai
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam Beliau berkata: “Demikian juga saya,
melainkan Allah subhanahu wata’ala melimpahkan rahmat-Nya kepadaku.
(HR. Al Bukhari no. 6463 dan Muslim no. 2816)
Ciri Fisik Penghuni Al Jannah
Penghuni
al jannah memiliki ciri-ciri khusus. Diantaranya;
Berperawakan
seperti Adam.
Dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
فَكُلُّ
مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ آدَمَ وَطُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا فَلَمْ
يَزَلْ الْخَلْقُ يَنْقُصُ بَعْدَهُ حَتَّى اْلآنَ
“Maka setiap orang yang masuk al jannah
wajahnya seperti Adam dan tingginya 60 hasta, setelah Adam manusia terus
mengecil hingga sampai sekarang.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Berusia
masih muda. Dari shahabat Syahr bin Husyab radhiallahu ‘anhu, Rasulullah
bersabda:
يَدْخُلُ
أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ جُرْدًا مُرْدًا مُكَحَّلِينَ أَبْنَاءَ ثَلاَثِينَ
أَوْ ثَلاَثٍ وَثَلاَثِينَ سَنَةً
“Penghuni al jannah akan masuk ke dalam
al jannah dengan keadaan rambut pendek, jenggot belum tumbuh, mata bercelak,
dan berusia tiga puluh tahun atau tiga pulu tiga tahun.” (HR.
At Tirmidzi no. 2468, dihasankan Asy Syaikh Al Albani. Keraguan ini berasal
dari perawi, namun dalam riwayat Ahmad, Ibnu Abi Dunya, Ath Thabarani dan Al
Baihaqi dengan riwayat tegas tanpa ada keraguan yaitu berusia 33 tahun. Lihat
Tuhfatul Ahwadzi 7/215)
Orang Yang Pertama Mengetuk Pintu Al Jannah
Orang
pertama kali yang mengetuk pintu al jannah, lalu membukanya dan kemudian
memasukinya adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Dari shahabat Anas
bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَنَا
أَكْثَرُ اْلأَنْبِيَاءِ تَبَعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ
يَقْرَعُ بَابَ الْجَنَّةِ
“Saya adalah orang yang paling banyak
pengikutnya pada Hari Kiamat dan saya adalah orang yang pertama kali mengetuk
pintu Al Jannah.” (HR. Muslim no. 196)
Masih
dari shahabat Anas bin Malik namun dalam riwayat At Tirmidzi, dengan lafadz:
“Saya adalah orang yang pertama kali
keluar jika mereka dibangkitkan. Saya adalah orang pertama kali bicara, jika
mereka diam. Saya adalah pemimpin mereka, jika mereka dikirim. Saya adalah
pemberi syafaat kepada mereka, jika mereka tertahan. Saya adalah pemberi berita
gembira, jika mereka putus asa. Panji pujian ada digenggaman tanganku.
Kunci-kunci al jannah ada ditanganku. Saya adalah keturunan Adam yang paling
mulia di sisi Rabb-ku dan tidak ada kebanggaan melebihi hal ini. Saya
dikelilingi seribu pelayan setia laksana mutiara yang tersimpan.”
Umat Yang Pertama Kali Masuk Al Jannah Dan Ciri-Cirinya
Sekalipun
umat Islam ini adalah umat terakhir, namun Allah subhanahu wata’ala (dengan
rahmat-Nya yang luas) memilihnya sebagai umat yang pertama kali masuk al
jannah. Dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
نَحْنُ
اْلآخِرُونَ اْلأَوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَنَحْنُ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا وَأُوتِينَاهُ
مِنْ بَعْدِهِمْ
“Kita adalah umat terakhir namun paling
awal pada hari kiamat. Kita adalah umat yang pertama kali masuk al jannah,
meskipun mereka diberi kitab sebelum kita, dan kita diberi kitab sesudah mereka.”
(HR. Muslim no. 855)
Selain
itu, Allah subhanahu wata’ala pun menampilkan umat Islam dengan penampilan yang
amat indah. Masih dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ
أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ
الْبَدْرِ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِي
السَّمَاءِ إِضَاءَةً
“Rombongan pertama yang masuk Al Jannah
laksana bulan purnama, sedangkan rombongan berikutnya bagaikan bintang yang
paling berkilau di langit.” (HR. Al Bukhari no. 3327, Muslim no.
2824)
Orang Fakir Miskin Lebih Dahulu Masuk Al Jannah
Lalu
siapakah diantara umat Islam yang pertama kali masuk al jannah? Hal yang sama
pernah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tanyakan kepada para shahabatnya.
Seraya mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Barulah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan: “Mereka adalah kaum faqir
Muhajirin yang terlindungi dari hal-hal yang dibenci. Salah seorang dari mereka
meninggal dunia sementara kebutuhannya masih ada di dadanya namun ia tidak
mampu menunaikannya. Para Malaikat berkata: ” Ya Rabb-kami, kami adalah para
malaikat-Mu, penjaga-Mu, dan penghuni langit-Mu, janganlah Engkau dahulukan
mereka daripada kami memasuki jannah-Mu! Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Mereka adalah hamba-hamba-Ku yang tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun.
Mereka terlindungi dari hal-hal yang dibenci. Ada salah seorang diantara mereka
meninggal dunia sementara kebutuhannya masih ada di dadanya yang tidak mampu ia
tunaikan. Mendengar jawaban Allah seperti itu, para malaikat segera masuk
ketempat mereka dari semua pintu seraya berkata,” Salam sejahtera untuk kalian
atas kesabaran kalian. Ini adalah sebaik-baik tempat tinggal.” (HR. Ahmad dan
At Thabarabi, dari shahabat Abdullah bin Umar)
Sementara
dalam riwayat Al Imam Muslim dan At Tirmidzi menjelaskan selisih waktu antara
rombongan orang-orang fakir dengan orang-orang kaya masuk ke dalam al jannah. Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ
فُقَرَاءَ الْمُهَاجِرِينَ يَسْبِقُونَ اْلأَغْنِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى
الْجَنَّةِ بِأَرْبَعِينَ خَرِيفًا
“Orang orang fakir kaum Muhajirin masuk
Al Jannah mendahului orang-orang kaya dari mereka, dengan selisih waktu 40
tahun.” (HR. Muslim no. 2979)
Istri-istri Penghuni Al Jannah, Pesona, Ciri-Ciri Dan
Kecantikannya
Allah
subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada
mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga
yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki
buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah yang pernah
diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk
mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya“.
(Al Baqarah: 25)
Pada
ayat di atas Allah subhanahu wata’ala memadukan antara kenikmatan fisik berupa
al jannah beserta taman-taman dan sungai-sungai di dalamnya, dengan kebahagian
jiwa berupa bidadari-bidadari sebagai istri-istri yang suci lagi penyejuk mata
bagi mereka. Dan Allah subhanahu wata’ala memastikan bagi mereka
keberlangsungan kehidupan yang abadi tiada pernah terputus sedikitpun.
Mereka
dipingit di kemah-kemah dalam keadaan putih bersih nan jelita. Allah subhanahu
wata’ala berfirman (artinya): “(Bidadari-bidadari)
yang jelita, putih bersih, dipingit dalam kemah.” (Ar Rahman:
72)
Mereka
memiliki akhlak yang bagus nan indah sebagaimana kecantikan pesona wajah-wajah
mereka. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Di dalam surga itu ada
bidadari-bidadari yang (berakhlak) baik-baik lagi cantik-cantik.”
(Ar Rahman: 70)
Mereka
berusia sebaya, selalu tampil dalam keadaan perawan, penuh pesona dan cinta.
Allah subhanahu wata’ala berifirman (artinya): “Dan Kami jadikan bidadari-bidadari itu perawan. Penuh
cinta kasih lagi sebaya umurnya. Kami ciptakan mereka untuk golongan kanan.”
(Al Waqi’ah: 36-38)
Penghuni Yang Masuk Al Jannah Paling Akhir
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya aku tahu penghuni neraka
yang paling akhir keluar dari neraka dan penghuni al jannah yang paling akhir
masuk al jannah. Dia keluar dari neraka dengan merangkak. Allah berfirman
kepadanya, ‘Pergilah ke al jannah (surga) dan masuklah ke dalamnya!’ Orang
tersebut bergegas pergi ke jannah dan tergambar dalam pikirannya bahwa al
jannah itu telah penuh sesak. Maka ia pun kembali dan berkata kepada Allah,
‘Wahai Rabbku, aku dapati al jannah telah penuh!’ Allah pun berfirman
kepadanya, ‘Pergilah ke al jannah dan masuklah ke dalamnya! Sesungguhnya engkau
berhak atas nikmat sebesar dunia dan sepuluh kali lipatnya.’ Orang tersebut
berkata, ‘Wahai Rabbku, apakah Engkau mengejekku dan menertawakanku, karena
Engkau Sang Raja Penguasa?”
Abdullah
bin Mas’ud berkata: “Kulihat
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tertawa hingga terlihat gigi
gerahamnya.” Beliau bersabda: “Itulah derajat penghuni al jannah yang paling
rendah.” (HR. Al Bukhari no. 6571 dan Muslim no. 186)
Penghuni Al Jannah Melihat Rabb Mereka Dengan Mata
Kepalanya
Kenikmatan
tertinggi di dalam al jannah adalah melihat wajah Rabbul ‘alamin. Allah
subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Allah menyeru (manusia) ke darussalam
(surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus
(Islam). Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaikb berupa
surga dan ada tambahannya. Dan wajah mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak
(pula) dengan kehinaan. Mereka Itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya.”
(Yunus: 25-26)
Yang
dimaksud dengan ada tambahannya pada ayat di atas yaitu berupa kenikmatan
melihat Allah subhanahu wata’ala. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya: “Jika telah masuk penduduk al jannah ke
dalam al jannah. Allah subhanahu wata’ala berkata: “Apakah kalian ingin
tambahan dari-Ku. Mereka seraya menjawab: “Bukankah Engkau telah menjadikan
wajah-wajah kami bercahaya? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam al
jannah (surga) dan menyelamatkan dari an nar (neraka). Kemudian Allah subhanahu
wata’ala membuka hijab-Nya. Maka tidaklah mereka diberi nikmat yang lebih
mereka sukai dibanding dengan melihat Allah subhanahu wata’ala.
(HR. Muslim no. 181)
Akhir
kata, demikianlah tamasya kita untuk menengok sebagian keindahan para penghuni
al jannah. Dengan sebuah harapan dapat mendorong kita untuk selalu berpacu
dalam beramal shalih. Tuk meraih tamasya yang hakiki yang penuh dengan
kenikmatan yang abadi. Amien, Ya Rabbal ‘alamin.
Do’a Mohon Dimasukkan Al Jannah dan Dijauhkan dari An Naar
Diriwayatkan
dari Ummul Mukminin ‘Aisyah, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
berdo’a:
اللهم
إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا يُقَرِّبُ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ, وَأَعُوذُبِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا يُقَرِّبُ إِلَيْهَا
مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon
kepada-Mu al jannah (surga) beserta segala sesuatu yang bisa mendekatkan
kepadanya dari perkataan dan perbuatan, dan aku berlindung kepada-Mu dari an
nar (neraka) beserta segala sesuatu yang bisa mendekatkan kepadanya dari
perkataan dan perbuatan“. (HR. Ahmad, dishahihkan Asy Syaikh Al
Albani dalam Ash Shahihah no.1542)
Sekilas Perjalanan Hidup Rasulullah SAW
|
Sekilas Perjalanan Hidup Rasulullah SAW
|
|
Muhammad. Sebuah nama yang sangat tidak asing di telinga
kita. Sebagai muslim, kita selalu menyebut-nyebut nama ini pada setiap
tasyahud sholat kita, dan pada setiap bacaan sholawat kita diluar sholat.
Bahkan, tidak sedikit para orangtua muslim yang menamai anaknya dengan nama
ini. Pendek kata, nama ini begitu populer!
Tidak hanya populer, sosok Muhammad ternyata juga
memiliki pengaruh yang sangat luar biasa. Tidak tanggung-tanggung, Michael
Hart yang notabene non muslim, dalam bukunya Seratus Manusia yang Paling
Berpengaruh, menempatkan Muhammad sebagai manusia nomor satu yang memiliki
pengaruh paling besar bagi manusia modern sepanjang masa. Hart pasti tidak
hanya asal tulis. Ia pasti telah berusaha untuk bersikap obyektif dalam
kapasitasnya sebagai seorang intelektual dan penulis ternama.
Muhammad dilahirkan di kota tandus Mekkah, dari keturunan
Nabi Ismail, 571 tahun semenjak Nabi Isa dilahirkan. Muhammad kecil adalah
anak yang malang. Betapa tidak, ia terlahir dalam keadaan yatim. Enam tahun
kemudian, ia juga harus kehilangan ibunya. Terpaksalah ia hidup bersama
kakeknya. Tapi itupun hanya berlangsung dua tahun, karena sang kakek pun
akhirnya tiada. Pamannya yang bernama Abu Thalib-lah yang kemudian mengasuhnya
selama waktu yang cukup panjang.
Pada usia matang seorang manusia, 40 tahun, Muhammad
mengalami sebuah peristiwa yang amat besar: didatangi malaikat Jibril,
menerima wahyu dari Allah, diangkat menjadi rasul! Hanya saja risalah yang
dibebankan di pundaknya ternyata berlawanan secara frontal dengan apa yang
ada di tengah-tengah masyarakatnya. Ia membawa tauhid, sementara
masyarakatnya sangat kuat menganut keyakinan pagan. Ia membawa ketinggian
moral, sementara masyarakatnya amat bangga dengan kebobrokan moral mereka.
Terpaksa, Nabi Muhammad berdakwah secara sembunyi-sembunyi.
Namun pada tahun keempat semenjak ia pertama kali
didatangi oleh Jibril, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan oleh
Allah untuk bangkit, memberikan peringatan kepada kaumnya. Semenjak itulah,
Rasulullah berdakwah secara terang-terangan. Semenjak itu pulalah, berbagai
teror, intimidasi dan tribulasi diterima oleh Rasulullah dan para sahabat
beliau. Tiada hari bisa dilalui dengan aman. Tiada hari tanpa ancaman. Namun
mereka tetap bersabar…
Sampai pada tahun kelima, rasa-rasanya tribulasi itu
sudah kelewat batas. Rasulullah pun memerintahkan para sahabat untuk keluar
dari Mekkah, bahkan keluar dari Jazirah Arab. Hijrah ke negeri Nasrani
Habasyah (Etiopia). Kendati mereka dikejar juga sampai kesana, alhamdulillah
Allah memberikan pertolongan-Nya. Allah membukakan hati Raja Habasyah
sehingga ia berkenan memberikan perlindungan kepada mereka.
Sementara itu di Mekkah, pada tahun keenam kenabian, Umar
bin Khaththab masuk Islam menyusul Hamzah yang sudah terlebih dulu masuk
Islam. Dua orang ini sangat disegani dan ditakuti oleh masyarakat Mekkah,
sehingga keislaman keduanya sangatlah berarti untuk menambah kekuatan para
pengusung tauhid…
Hanya saja sudah menjadi sunnatullah bahwa para pengusung
kebatilan tidak akan pernah berhenti dari usahanya untuk memerangi kebenaran.
Kaum musyrikin Mekkah pun semakin kuat menekan dakwah Rasulullah. Sampai pada
puncaknya, mereka melakukan boikot selama tiga tahun terhadap keluarga besar
Rasulullah, yaitu Bani Hasyim dan Banil Muthallib. Barangkali, inilah puncak
dari semua tribulasi itu! Terasa amat berat dan amat menyiksa! Dan
penderitaan ini semakin lengkap bagi Rasulullah ketika Abu Thalib, paman yang
selama ini membela beliau, dan Khadijah, istri tercinta yang selalu mendukung
dakwah, harus pergi untuk selama-lamanya. Itulah Tahun Duka Cita…
Tentunya Allah melihat semua yang terjadi. Sepertinya
Rasulullah perlu dihibur. Allah pun meng-isra’-mi’raj-kan beliau, yang tentu
saja lebih dari sekadar hiburan, karena ada misi agung dalam peristiwa besar
itu.
Sepertinya Mekkah saat itu sudah sedemikian sulit
menerima dakwah. Resistensinya terlalu besar! Begitulah hati-hati yang kelam
ketika sudah mengeras melebihi kerasnya batu karang. Namun dakwah harus terus
berjalan. Jika Mekkah tidak memungkinkan, mengapa tidak dicoba yang lainnya?
Thaif! Barangkali masyarakatnya lebih bisa menerima dakwah. Maka berangkatlah
Rasulullah ke Thaif, untuk berdakwah…
Tetapi apa yang terjadi? Masyarakat Thaif dengan cara
yang sangat kasar menolak dakwah Nabi. Mereka bahkan mengusir Nabi dengan
melemparkan batu dan kerikil ke tubuh beliau. Sekarang, adakah manusia lain
yang mau menerima dakwah, yang bahkan akan menyelamatkan diri mereka sendiri
dari kebinasaan hidup di dunia dan di akhirat?
Momen-momen
yang Menentukan
Musim haji adalah saat-saat dimana manusia dari berbagai
penjuru jazirah datang ke Baitullah di Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Pada suatu musim haji, diantara banyaknya rombongan haji terdapat rombongan
yang datang dari Yatsrib (yang kelak dikenal sebagai Madinah). Rasulullah
menyampaikan dakwah kepada para jamaah haji, tidak terkecuali jamaah dari
Yatsrib tersebut. Berkat taufiq dan hidayah dari Allah, mereka mau menerima
dakwah Nabi, bahkan sampai mengikrarkan komitmen mereka dalam Bai’ah ‘Aqabah Pertama.
Tidak lama kemudian, ikrar ini dilanjutkan dengan Bai’ah ‘Aqabah Kedua.
Sampai disini, masyarakat Yatsrib berjanji sepenuh hati untuk membela dakwah
Nabi, meski harus mengorbankan harta dan bahkan jiwa mereka sekalipun.
Untuk itulah pada tahun ke-13 kenabian, Allah
memerintahkan Rasulullah dan para sahabat untuk berhijrah ke Yatsrib, untuk
membangun basis dakwah. Begitu sampai di Yatsrib, Rasulullah melakukan tiga
langkah strategis. Pertama, membangun masjid. Kedua, mempersaudarakan antara
muhajirin dan anshar. Ketiga, membangun tatanan sosial politik diatas sebuah
kesepakatan bersama (yang kemudian dikenal sebagai Piagam Madinah). Mulai
saat itulah Nabi dan para sahabat, baik muhajirin maupun anshar, bersama-sama
membangun masyarakat islami di kota Yatsrib, yang kemudian berubah nama
menjadi Madinatur Rasul, atau disingkat Madinah.
Tahun-tahun
yang Penuh dengan Pertempuran
Bukan berarti ketika sudah mendapatkan dukungan kuat di
Madinah, lalu Rasulullah bisa bersantai-santai. Justru sebaliknya. Setahun
setelah peristiwa hijrah, kaum muslimin sudah harus menghadapi gempuran kaum
musyrikin Mekkah dalam Perang Badar Kubra. Meski jumlah tentara muslim sangat
sedikit, namun Allah memberikan kemenangan kepada mereka. Itulah Yaumul
Furqan, Hari Pembeda antara Kebenaran dan Kebatilan.
Selepas Perang Badar Kubra, peperangan demi peperangan
silih berganti dilakoni oleh kaum muslimin. Perang Bani Qainuqa’, Perang
Uhud, Perang Bani Nadhir, Perang Ahzab atau Perang Khandaq, Perang Bani
Quraidhah, Perang Hudaibiyah, Perang Khaibar, Perang Mu’tah, Perang Hunain
atau Perang Hawazin, Perang Tabuk. Semenjak hijrah hingga wafatnya
Rasulullah, yakni selama kurang lebih sepuluh tahun, jumlah
peperangan-peperangan besar yang dipimpin oleh Nabi (yang biasa disebut
sebagai ghazwah) mencapai angka tidak kurang dari 30. Itu artinya, setiap
tahun rata-rata Rasulullah dan para sahabat harus melakukan tiga peperangan
besar (empat bulan sekali). Itu belum termasuk sariyah, yakni
ekspedisi-ekspedisi perang yang dipimpin oleh para sahabat Rasulullah.
Tahun-tahun yang melelahkan. Tahun-tahun yang penuh dengan darah. Tapi
bukankah semenjak di Mekkah semuanya sudah terbiasa dengan berbagai macam
penderitaan? Bukankah memang demikian tabiat dakwah membela kebenaran?
Perginya
Sang Teladan Agung
Pada bulan Dzulhijjah tahun 10 Hijrah, Rasulullah bersama
para sahabat pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Khutbah Rasulullah
saat wuquf pada haji tersebut seolah-olah memberi isyarat bahwa tugas
Rasulullah hampir usai. Dan itu tidak salah. Beberapa bulan sesudah penunaian
haji tersebut, tepatnya pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal tahun 11 Hijrah,
Rasulullah dipanggil oleh Dzat yang mengutusnya. Tetesan air mata dan untaian
doa mengiringi kepergian Sang Teladan Agung itu. Namun pada saat yang sama,
dunia berubah menjadi terang benderang oleh terangnya cahaya petunjuk yang
dibawanya. Salam dan kesejahteraan untukmu wahai Rasulullah. Kami semua
sedemikian mencintaimu…
|