UCAPAN “SEANDAINYA”


UCAPAN “SEANDAINYA”


          Firman Allah Subhanahu wata’ala :
يقولون لو كان لنا من الأمر شيء ما قتلنا ههنا قل لو كنتم في بيوتكم لبرز الذين كتب عليهم القتل إلى مضاجعهم وليبتلي الله ما في صدوركم وليمحص ما في قلوبكم والله عليم بذات الصدور 
          “Mereka (orang-orang munafik) mengatakan : seandainya kita memiliki sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya (kita tak akan terkalahkan) dan tidak ada yang terbunuh diantara kita di sini (perang uhud). Katakanlah : ‘Kalaupun kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji (keimanan) yang ada dalam dadamu, dan membuktikan (niat) yang ada dalam hatimu. Dan Allah Maha Mengetahui isi segala hati.” (QS. Ali Imran, 154).
الذين قالوا لإخوانهم وقعدوا لو أطاعونا ما قتلوا قل فادرءوا عن أنفسكم الموت إن كنتم صادقين  
          “Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka takut pergi berperang : seandainya mereka mengikuti kita tentulah mereka sudah terbunuh. Katakanlah : Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Ali Imran, 168).

          Diriwayatkan dalam shoheh Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
احرص على ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجزن، وإن أصابك شيء فلا تقل : لو أني فعلت لكان كذا وكذا، ولكن قل : قدر الله وما شاء فعل، فإن " لو " تفتح عمل الشيطان
          “Bersungguh-sungguhlah dalam mencari apa yang bermanfaat bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah (dalam segala urusanmu), dan janganlah sekali-kali kamu bersikap lemah, dan jika kamu tertimpa suatu kegagalan, maka janganlah kamu mengatakan : "seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau begitu’", tetapi katakanlah : "ini telah ditentukan oleh Allah, dan Allah akan melakukan apa yang Ia kehendaki", karena kata “seandainya” itu akan membuka pintu perbuatan syetan.”


        Kandungan bab ini :
  1. Penjelasan tentang ayat dalam surat Ali Imran ([1]).
  2. Larangan mengucapkan kata “andaikata” atau “seandainya” apabila mendapat suatu musibah atau kegagalan.
  3. Alasannya, karena kata tersebut (seandainya/andaikata) akan membuka pintu perbuatan syetan.
  4. Petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam [ketika menjumpai suatu kegagalan atau mendapat suatu musibah] supaya mengucapkan ucapan ucapan yang baik [dan bersabar serta mengimani bahwa apa yang terjadi adalah takdir Allah].
  5. Perintah untuk bersungguh-sungguh dalam mencari segala  yang bermanfaat [untuk di dunia dan di akhirat] dengan senantiasa memohon pertolongan Allah.
  6. Larangan bersikap sebaliknya, yaitu bersikap lemah.



([1])   Kedua ayat di atas menunjukkan adanya larangan untuk mengucapkan kata “seandainya” atau “andaikata” dalam hal-hal yang telah ditakdirkan oleh Allah terjadi, dan ucapan demikian termasuk sifat-sifat orang munafik, juga menunjukkan bahwa konsekwensi iman ialah pasrah dan ridho kepada takdir Allah, serta rasa khawatir seseorang tidak akan dapat menyelamatkan dirinya dari takdir tersebut.

MEMOHON SESUATU DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH


MEMOHON SESUATU DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH


          Jabir Radhiallahu’anhu menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
لا يسأل بوجه الله إلا الجنة " رواه أبو داود.
          “Tidak boleh dimohon dengan menyebut nama Allah kecuali sorga” (HR. Abu Daud).


          Kandungan bab ini :
  1. Larangan memohon sesuatu dengan menyebut nama Allah kecuali apabila yang dimohon itu adalah sorga. [hal ini, demi mengagungkan Allah serta memuliakan Asma dan SifatNya.
  2. Menetapkan kebenaran adanya wajah bagi Allah Subhanahu wata’ala (sesuai dengan keagungan dan kemulianNya).



LARANGAN MENOLAK PERMINTAAN ORANG YANG MENYEBUT NAMA ALLAH


LARANGAN MENOLAK PERMINTAAN ORANG
YANG MENYEBUT NAMA ALLAH


          Ibnu Umar Radhiallahu’anhu menuturkan bahwa  Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
من سأل بالله فأعطوه، ومن استعاذ بالله فأعيذوه، ، ومن دعاكم فأجيبوه، ومن صنع إليكم معروفا فكافئوه، فإن لم تجدوا ما تكافئونه فادعوا له حتى تروا أنكم قد كافأتموه" رواه أبو داود والنسائي بسند صحيح.
          “Barangsiapa yang meminta dengan menyebut nama Allah, maka berilah, barangsiapa yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah maka lindungilah, barangsiapa yang mengundangmu maka penuhilah undangannya, dan barangsiapa yang berbuat kebaikan kepadamu, maka balaslah kebaikan itu (dengan sebanding atau lebih baik), dan jika engkau tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas kebaikannya, maka doakan ia, sampai engkau merasa yakin bahwa engkau telah membalas kebaikannya” (HR. Abu Daud, dan Nasai dengan sanad yang shoheh).


        Kandungan bab ini :
  1. Perintah untuk mengabulkan permintaan orang yang memintanya dengan menyebut nama Allah [demi memuliakan dan mengagungkan Allah].
  2. Perintah untuk melindungi orang yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah.
  3. Anjuran untuk memenuhi undangan [saudara seiman].
  4. Perintah untuk membalas kebaikan [dengan balasan sebanding atau lebih baik darinya].
  5. Dalam keadaan tidak mampu untuk membalas kebaikan seseorang, dianjurkan untuk mendoakannya.
  6. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menganjurkan untuk mendoakannya dengan sungguh-sungguh, sampai ia merasa yakin bahwa anda telah membalas kebaikannya.


LARANGAN MENGUCAPKAN “ABDI ATAU AMATI (HAMBAKU)”


LARANGAN MENGUCAPKAN “ABDI ATAU AMATI (HAMBAKU)”


          Diriwayatkan dalam shaheh Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
لا يقل أحدكم : أطعم ربك، وضئ ربك، وليقل : سيدي ومولاي، ولا يقل أحدكم : عبدي وأمتي، وليقل :  فتاي وفتاتي وغلامي
          “Janganlah salah seorang diantara kalian berkata (kepada hamba sahaya atau pelayannya) : “Hidangkan makanan untuk gustimu, dan ambilkan air wudlu untuk gustimu”, dan hendaknya pelayan itu mengatakan : “tuanku, majikanku”, dan janganlah salah seorang diantara kalian berkata (kepada budaknya) : “hamba laki-lakiku, dan hamba perempuanku”, dan hendaknya ia berkata : “bujangku, gadisku, dan anakku”.


        Kandungan  bab ini :
  1. Larangan mengatakan “Abdi atau Amati”, yang berarti hambaku.
  2. Larangan bagi seorang hamba sahaya untuk memanggil majikannya dengan ucapan : “Rabbi” yang berarti : “gusti pangeranku”, dan larangan bagi seorang majikan mengatakan kepada hamba sahayanya atau pelayannya أطعم ربك yang artinya “hidangkan makanan untuk gusti pangeranmu”.
  3. Dianjurkan kepada majikan atau tuan untuk memanggil pelayan atau hamba sahayanya dengan ucapan “fataya” (bujangku), fatati (gadisku), dan ghulami (anakku).
  4. Dan dianjurkan kepada pelayan atau hamba sahaya untuk memanggil tuan atau majikannya dengan panggilan “sayyidi” (tuanku) atau “maulaya" (majikanku).
  5. Tujuan dari anjuran diatas untuk mengamalkan tauhid dengan semurni-murninya, sampai dalam hal ucapan.


BERDOA DENGAN UCAPAN “ YA ALLAH AMPUNILAH AKU JIKA ENGKAU MENGHENDAKI”


BERDOA DENGAN UCAPAN
“ YA ALLAH AMPUNILAH AKU JIKA ENGKAU MENGHENDAKI”


          Diriwayatkan dalam shoheh Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
"لا يقل أحدكم : اللهم اغفر لي إن شئت، اللهم ارحمني إن شئت، ليعزم المسألة فإن الله لا مكره له".
          “Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berdo’a dengan ucapan : “Ya Allah, Ampunilah aku jika Engkau menghendaki”, atau berdo’a : “Ya Allah, rahmatilah aku jika Engkau menghendaki”, tetapi hendaklah meminta dengan mantap, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala tidak ada sesuatupun yang memaksaNya untuk berbuat sesuatu”.

          Dan dalam riwayat Muslim, disebutkan :
"وليعظم الرغبة فإن الله لا يتعاظمه شيء أعطاه ".
          “Dan hendaklah ia memiliki keinginan yang besar, karena sesungguhnya Allah tidak terasa berat bagiNya sesuatu yang Ia berikan”.


        Kandungan bab ini :
  1. Larangan mengucapkan kata : “jika engkau menghendaki” dalam berdoa.
  2. Karena [ucapan ini menunjukkan seakan-akan Allah merasa keberatan dalam mengabulkan permintaan hambaNya, atau merasa terpaksa untuk memenuhi permohonan hambaNya].
  3. Diperintahkan  untuk berkeinginan kuat dalam berdoa.
  4. Diperintahkan untuk membesarkan harapan dalam berdoa.
  5. Karena [Allah maha kaya, maha luas karuniaNya, dan maha kuasa untuk berbuat apa saja yang dikehendakiNya].


LARANGAN MENGUCAPKAN “AS SALAMU ‘ALALLAH ”


LARANGAN MENGUCAPKAN “AS SALAMU ‘ALALLAH ”


          Diriwayatkan dalam shaheh Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu ia berkata :
كنا إذا كنا مع النبي في الصلاة، قلنا : السلام على الله من عباده، السلام على فلان وفلان، فقال النبي : لا تقولوا السلام على الله، فإن الله هو السلام.
“Ketika kami melakukan sholat bersama Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam kami pernah mengucapkan :السلام على الله من عباده , dan mengucapkan :السلام على فلان وفلان   yang artinya : “semoga keselamatan untuk Allah dari hamba-hambanya”, dan “semoga keselamatan untuk sifulan dari sifulan”, maka Nabi bersabda : “janganlah kamu mengucapkan :السلام على الله  yang artinya “keselamatan semoga untuk Allah”, karena sesungguhnya Allah adalah السلام  (Maha pemberi keselamatan).


        Kandungan  bab ini :
  1. Penjelasan tentang makna Assalam ([1]).
  2. السلام merupakan ucapan selamat.
  3. Hal ini tidak sesuai untuk Allah.
  4. Alasannya, [karena As Salam adalah salah satu dari Asma’ Allah, Dialah yang memberi keselamatan, dan hanya kepadaNya kita memohon keselamatan.
  5. Telah diajarkan kepada para sahabat tentang ucapan penghormatan yang sesuai untuk Allah ([2]).



 
([1]  As Salam : salah satu Asma’ Allah, yang artinya : Maha Pemberi keselamatan. As Salam berarti juga keselamatan, sebagai doa kepada orang yang diberi ucapan selamat. Karena itu tidak boleh dikatakan “As Salamu Alallah”.
([2])   Ucapan penghormatan yang sesuai untuk Allah yaitu : “At Tahiyyatu lillah, Washshalawatu Wath thoyyibat”.

NAMA YANG DIPERHAMBAKAN KEPADA SELAIN ALLAH


NAMA YANG DIPERHAMBAKAN KEPADA SELAIN ALLAH


          Firman Allah Subhanahu wata’ala :
]فلما آتاهما صالحا جعلا له شركاء فيما آتاهما فتعالى الله عما يشركون[.
          “Ketika Allah mengaruniakan kepada mereka seorang anak laki laki yang sempurna (wujudnya), maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah dalam hal (anak) yang dikaruniakan kepada mereka, maha suci Allah dari perbuatan syirik mereka ” (QS. Al A’raf, 190).

          Ibnu Hazm berkata : “Para ulama telah sepakat  mengharamkan setiap nama yang diperhambakan kepada selain Allah, seperti : Abdu Umar (hambanya umar), Abdul Ka’bah (hambanya ka’bah) dan yang sejenisnya, kecuali Abdul Muthalib. ([1])
          Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu dalam menafsirkan ayat tersebut mengatakan : “Setelah Adam menggauli istrinya Hawwa, ia pun hamil, lalu iblis mendatangi mereka berdua seraya berkata : “Sungguh, aku adalah kawanmu berdua yang telah mengeluarkan kalian dari sorga. Demi Allah, hendaknya kalian mentaati aku, jika tidak maka akan aku jadikan anakmu bertanduk dua seperti rusa, sehingga akan keluar dari perut istrimu dengan merobeknya, demi Allah, itu pasti akan ku lakukan”, itu yang dikatakan iblis dalam menakut-nakuti mereka berdua, selanjutnya iblis berkata : “Namailah anakmu dengan Abdul harits [2]”. Tapi keduanya menolak untuk mentaatinya, dan ketika bayi itu lahir, ia lahir dalam keadaan mati. kemudian Hawwa hamil lagi, dan datanglah iblis itu dengan mengingatkan apa yang pernah dikatakan sebelumnya. Karena Adam dan Hawwa cenderung lebih mencintai keselamatan anaknya, maka ia memberi nama anaknya dengan “ Abdul Harits”, dan itulah penafsiran firman Allah Subhanahu wata’ala : [جعلا له شركاء فيما آتاهما].

          Ibnu Abi Hatim meriwayatkan pula, dengan sanad yang shaheh, bahwa Qotadah dalam menafsirkan ayat ini mengatakan : “Yaitu, menyekutukan Allah dengan taat kepada iblis, bukan dalam beribadah kepadanya ” ([3]).
          Dan dalam menafsirkan firman Allah [ لئن آتيتنا صالحا] yang artinya : “Jika engkau mengaruniakan anak laki-laki yang sempurna (wujudnya)” ([4]),  Mujahid berkata : “Adam dan Hawwa khawatir kalau anaknya lahir tidak dalam wujud manusia”, dan penafsiran yang senada ini diriwayatkannya pula dari Al Hasan (Al Basri), Said (Ibnu Jubair) dan yang lainnya.


        Kandungan bab ini :
  1. Dilarang memberi nama yang diperhambakan kepada selain Allah.
  2. Penjelasan tentang maksud ayat di atas ([5]).
  3. Kemusyrikan ini [sebagaimana dinyatakan oleh ayat ini] disebabkan hanya sekedar pemberian nama saja, tanpa bermaksud yang sebenarnya.
  4. Pemberian anak perempuan dengan wujud yang sempurna merupakan nikmat Allah [yang wajib disyukuri].
  5. Ulama Salaf menyebutkan perbedaan antara kemusyrikan di dalam taat dan kemusyrikan di dalam beribadah.




 

([1]  Maksudnya mereka belum sepakat mengharamkan nama Abdul Mutholib, karena asal nama ini berhubungan dengan perbudakan.
([2])   Al Harits adalah nama Iblis. Dan maksud Iblis adalah menakut-nakuti mereka berdua supaya memberi nama tersebut kepada anaknya ialah untuk mendapatkan suatu macam bentuk syirik, dan inilah salah satu cara Iblis memperdaya musuhnya, kalau dia belum mampu untuk menjerumuskan seseorang manusia ke dalam tindakan maksiat yang besar resikonya, akan di mulai untuk menjerumuskannya terlebih dahulu dari tindakan maksiat yang ringan atau kecil.
([3])   Maksudnya : mereka tidaklah menyembah Iblis, tetapi mentaati Iblis dengan memberi nama Abdul Harits kepada anak mereka, sebagaimana yang diminta Iblis. Dan perbuatan ini disebut perbuatan syirik kepada Allah.
([4])   Surat Al A’raf, 189
([5])   Ayat ini menunjukkan bahwa anak yang dikaruniakan Allah kepada seseorang termasuk nikmat yang harus disyukuri, dan termasuk kesempurnaan rasa syukur kepadaNya bila diberi nama yang baik, yang tidak diperhambakan kepada selainNya, karena pemberian nama yang diperhambakan kepada selainNya adalah syirik.

MENSYUKURI NIKMAT ALLAH


MENSYUKURI NIKMAT ALLAH


          Firman Allah Subhanahu wata’ala :
ولئن أذقناهم رحمة منا بعد ضراء مسته ليقولن هذا لي  
“Dan jika kami melimpahkan kepadanya sesuatu rahmat dari kami, sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata “ini adalah hak-Ku”. (QS. Fushshilat, 50).
          Dalam menafsirkan ayat ini Mujahid mengatakan : “ini adalah karena jerih payahku, dan akulah yang berhak memilikinya”.
Sedangkan Ibnu Abbas mengatakan : “ini adalah dari diriku sendiri”.
Firman Allah Subhanahu wata’ala :
قال إنما أوتيته على علم عندي 
“(Qarun) berkata : sesungguhnya aku diberi harta kekayaan ini, tiada lain karena ilmu yang ada padaku” (QS. Al Qashash, 78).
         Qotadah dalam menafsirkan ayat ini mengatakan: “Maksudnya : karena ilmu pengetahuanku tentang cara-cara berusaha”.
         Ahli tafsir lainnya mengatakan : “Karena Allah mengetahui bahwa aku orang yang layak menerima harta kekayaan itu”, dan inilah makna yang dimaksudkan oleh Mujahid : “aku diberi harta kekayaan ini atas kemulianku”.
          Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :
إن ثلاثة من بني إسرائيل : أبرص وأقرع وأعمى، فأراد الله أن يبتليهم، فبعث إليهم ملكا، فأتى الأبرص، فقال : أي شيء أحب إليك ؟ قال : لون حسن، وجلد حسن، ويذهب عني الذي قذرني الناس به، قال : فمسحه، فذهب عنه قذره، فأعطي لونا حسنا وجلدا حسنا، قال : فأي المال أحب إليك ؟ قال : الإبل أو البقر – شك إسحاق – فأعطي ناقة عشراء، فقال : بارك الله لك فيها، قال : فأتى الأقرع، فقال : أي شيء أحب إليك ؟ قال : شعر حسن، ويذهب عني الذي قذرني الناس به، فمسحه فذهب عنه قذره، وأعطي شعرا حسنا، فقال : أي المال أحب إليك ؟ قال : البقر أو الإبل، فأعطي بقرة حاملا، قال : بارك الله لك فيها، فأتى الأعمى، فقال : أي شيء أحب إليك ؟ قال : أن يرد الله إلي بصري فأبصر به الناس، فمسحه فرد الله إليه بصره، قال : فأي المال أحب إليك ؟ قال : الغنم، فأعطي شاة والدا، فأنتج هذان وولد هذا، فكان لهذا واد من الإبل، ولهذا واد من البقرن ولهذا واد من الغنم.
         “Sesungguhnya ada tiga orang dari bani Israil, yaitu : penderita penyakit kusta, orang berkepala botak, dan orang buta. Kemudian Allah Subhanahu wata’ala ingin menguji mereka bertiga, maka diutuslah kepada mereka seorang malaikat.
         Maka datanglah malaikat itu kepada orang pertama yang menderita penyakit kusta dan bertanya kepadanya : “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan ?”, ia menjawab : “Rupa yang bagus, kulit yang indah, dan penyakit yang menjijikkan banyak orang ini hilang dari diriku”. Maka diusaplah orang tersebut, dan hilanglah penyakit itu, serta diberilah ia rupa yang bagus, kulit yang indah, kemudian malaikat itu bertanya lagi kepadanya : “Lalu kekayaan apa yang paling kamu senangi ?”, ia menjawab : “onta atau sapi”, maka diberilah ia seekor onta yang sedang bunting, dan iapun didoakan : “Semoga Allah memberikan berkahNya kepadamu dengan onta ini.”
         Kemudian Malaikat tadi mendatangi orang kepalanya botak, dan bertanya kepadanya :“Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan ?”, ia menjawab :“Rambut yang indah, dan apa yang menjijikan dikepalaku ini hilang”, maka diusaplah kepalanya, dan seketika itu hilanglah penyakitnya, serta diberilah ia rambut yang indah, kemudian malaikat tadi bertanya lagi kepadanya : “Harta apakah yang kamu senangi ?”. ia menjawab : “sapi atau onta”, maka diberilah ia seekor sapi yang sedang bunting, seraya didoakan : “Semoga Allah memberkahimu dengan sapi ini.”
         Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang buta, dan bertanya kepadanya : “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?”, ia menjawab : "Semoga Allah berkenan mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat melihat orang”, maka diusaplah wajahnya, dan seketika itu dikembalikan oleh Allah penglihatannya, kemudian malaikat itu bertanya lagi kepadanya : “Harta apakah yang paling kamu senangi ?”, ia menjawab : “kambing”, maka diberilah ia seekor kambing yang sedang bunting.
         Lalu berkembangbiaklah onta, sapi dan kambing tersebut, sehingga yang pertama memiliki satu lembah onta, yang kedua memiliki satu lembah sapi, dan yang ketiga memiliki satu lembah kambing.
Sabda Nabi Shallallahu’alaihi wasallam berikutnya :
ثم إنه أتى الأبرص في صورته وهيئته، قال : رجل مسكين قد انقطعت بي الحبال في سفري، فلا بلاغ لي اليوم إلا بالله ثم بك، أسألك بالذي أعطاك اللون الحسن والجلد الحسن والمال، بعيرا أتبلغ به في سفري، فقال : الحقوق كثيرة، فقال له : كأني أعرفك ! ألم تكن أبرص يقذرك الناس، فقيرا فأعطاك الله U المال ؟ فقال: إنما ورثت هذا المال كابرا عن كابر، فقال : إن كنت كاذبا فصيرك الله إلى ما كنت. قال : وأتى الأقرع في صورته، فقال له : مثل ما قال لهذا، ورد عليه مثل ما رد عليه هذا، فقال : إن كنت كاذبا فصيرك الله إلى ما كنت. قال : وأتى الأعمى في صورته فقال : رجل مسكين وابن سبيل قد انقطعت بي الحبال في سفري، فلا بلاغ لي اليوم إلا بالله ثم بك، أسألك بالذي رد عليك بصرك شاة أتبلغ بها في سفري، فقال : قد كنت أعمى فرد الله إلي بصري، فخذ ما شئت، ودع ما شئت، فوالله لا أجهدك اليوم بشيء أخذته لله، فقال : أمسك مالك، فإنما ابتليتم، فقد رضي الله عنك وسخط على صاحبيك. أخرجاه.
          Kemudian datanglah malaikat itu kepada orang  yang sebelumnya menderita penyakit kusta, dengan menyerupai dirinya disaat ia masih dalam keadaan berpenyakit kusta, dan berkata kepadanya : “Aku seorang miskin, telah terputus segala jalan bagiku (untuk mencari rizki) dalam perjalananku ini, sehingga tidak akan dapat meneruskan perjalananku hari ini kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian dengan pertolongan anda. Demi Allah yang telah memberi anda rupa yang tampan, kulit yang indah, dan kekayaan yang banyak ini, aku minta kepada anda satu ekor onta saja untuk bekal meneruskan perjalananku”, tetapi permintaan ini ditolak dan dijawab : “Hak-hak (tanggunganku) masih banyak”, kemudian malaikat tadi berkata kepadanya : “Sepertinya aku pernah mengenal anda, bukankah anda ini dulu orang yang menderita penyakit lepra, yang mana orangpun sangat jijik melihat anda, lagi pula anda orang yang miskin, kemudian Allah memberikan kepada anda harta kekayaan ?”, dia malah menjawab : “Harta kekayaan ini warisan dari nenek moyangku yang mulia lagi terhormat”, maka malaikat tadi berkata kepadanya :“jika anda berkata dusta niscaya Allah akan mengembalikan anda kepada keadaan anda semula”.
          Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang sebelumnya berkepala botak, dengan menyerupai dirinya disaat masih botak, dan berkata kepadanya sebagaimana ia berkata kepada orang yang pernah menderita penyakita lepra, serta ditolaknya pula permintaanya sebagaimana ia ditolak oleh orang yang pertama. Maka malaikat itu berkata : “jika anda berkata bohong niscaya Allah akan mengembalikan anda seperti keadaan semula”.
          Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang sebelumnya buta, dengan menyerupai keadaannya dulu disaat ia masih buta, dan berkata kepadanya : “Aku adalah orang yang miskin, yang kehabisan bekal dalam perjalanan, dan telah terputus segala jalan bagiku (untuk mencari rizki) dalam perjalananku ini, sehingga kau tidak dapat lagi meneruskan perjalananku hari ini, kecuali dengan pertolongan Allah kemudian pertolongan anda. Demi Allah yang telah mengembalikan penglihatan anda, aku minta seekor kambing saja untuk bekal melanjutkan perjalananku”. Maka orang itu menjawab :“Sungguh aku dulunya buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku. Maka ambillah apa yang anda sukai, dan tinggalkan apa yang tidak anda sukai. Demi Allah, saya tidak akan mempersulit anda dengan mengembalikan sesuatu yang telah anda ambil karena Allah”. Maka malaikat tadi berkata : “Peganglah harta kekayaan anda, karena sesungguhnya engkau ini hanya diuji oleh Allah, Allah telah ridho kepada anda, dan murka kepada kedua teman anda” (HR. Bukhori dan Muslim).


        Kandungan bab ini :
  1. Penjelasan tentang ayat di atas ([1]).
  2. Pengertian firman Allah : “… Pastilah ia berkata : ini adalah hakku”.
  3. Pengertian firman Allah : “Sesungguhnya aku diberi kekayaan ini tiada lain karena ilmu yang ada padaku”.
  4. Kisah menarik, sebagaimana yang terkandung dalam hadits ini, memuat pelajaran-pelajaran yang berharga dalam kehidupan ini.


 

([1])  Ayat di atas menunjukkan kewajiban mensyukuri ni’mat Allah dan mengakui bahwa ni’mat tersebut semata mata berasal dari Allah, dan menunjukkan pula bahwa kata kata seseorang terhadap ni’mat Allah yang dikaruniakan kepadanya : “Ini adalah hak yang patut kuterima, karena usahaku” adalah dilarang dan tidak sesuai dengan kesempurnaan tauhid.

BERSENDA GURAU DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH, ALQUR’AN ATAU RASULULLAH


BERSENDA GURAU DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH, ALQUR’AN ATAU RASULULLAH


          Firman Allah Subhanahu wata’ala :
ولئن سألتهم ليقولن إنما كنا نخوض ونلعب قل أبالله وأياته ورسوله كنتم تستهزؤون لا تعتذروا قد كفرتم بعد إيمانكم
          “Dan jika kamu tanyakan kepada orang-orang munafik (tentang apa yang mereka lakukan) tentulah mereka akan menjawab : "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja", katakanlah : "Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kalian selalu berolok-olok ?", tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman…” (QS. At Taubah, 65 – 66).
           Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Kaab, Zaid bin Aslam, dan Qatadah, suatu hadits dengan rangkuman sebagai berikut : “Bahwasanya ketika dalam peperangan tabuk, ada seseorang yang berkata : “Belum pernah kami melihat seperti para ahli membaca Alqur’an (qurra’) ini, orang yang lebih buncit perutnya, dan lebih dusta mulutnya, dan lebih pengecut dalam peperangan”, maksudnya adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan para sahabat yang ahli membaca Al Qur’an. Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya: “kau pendusta, kau munafik, aku beritahukan hal ini kepada Rasulullah”, lalu berangkatlah Auf bin Malik kepada Rasulullah untuk memberitahukan hal ini kepada beliau, akan tetapi sebelum ia sampai, telah turun wahyu kepada beliau.
           Dan ketika orang itu datang kepada Rasulullah, beliau sudah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya, maka berkatalah ia kepada Rasulullah : “Ya Rasulullah, sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang yang mengadakan perjalanan untuk menghilangkan penatnya perjalanan”, kata Ibnu Umar : “sepertinya aku melihat orang tadi berpegangan sabuk pelana unta Rasulullah, sedang kedua kakinya tersandung-sandung batu, sambil berkata : “kami hanyalah bersenda gurau dan bermain main saja”, kemudian Rasulullah bersabda  kepadanya :
أبالله وآياته ورسوله كنتم تستهزؤون
“Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya, dan RasulNya kamu selalu berolok olok”.
          Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengatakan seperti itu tanpa menengok, dan tidak bersabda kepadanya lebih dari pada itu.


        Kandungan  bab ini :
  1. Masalah yang sangat penting sekali, bahwa orang yang bersenda gurau dengan menyebut nama Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya adalah kafir.
  2. Ini adalah penafsiran dari ayat diatas, untuk orang yang melakukan perbuatan itu, siapapun dia.
  3. Ada perbedaan yang sangat jelas antara menghasut dan setia Allah dan RasulNya. (dan melaporkan perbuatan orang-orang fasik kepada waliyul amr untuk mencegah mereka, tidaklah termasuk perbuatan menghasut tetapi termasuk kesetiaan kepada Allah dan kaum muslimin seluruhnya).
  4. Ada perbedaan yang cukup jelas antara sikap memaafkan yang dicintai Allah dengan bersikap tegas terhadap musuh-musuh Allah.
  5. Tidak setiap permintaan maaf dapat diterima. (ada juga permintaan maaf yang harus ditolak).





MEMULIAKAN NAMA-NAMA ALLAH DAN MENGGANTI NAMA UNTUK TUJUAN INI


MEMULIAKAN NAMA-NAMA ALLAH
DAN MENGGANTI  NAMA UNTUK TUJUAN INI


          Diriwayatkan dari Abu Syaraih bahwa ia dulu diberi kunyah (sebutan, nama panggilan) “Abul Hakam”, Maka Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda kepadanya :
"إن الله هو الحكم، وإليه الحكم، فقال : إن قومي إذا اختلفوا في شيء أتوني فحكمت بينهم، فرضي كلا الفريقين، فقال : ما أحسن هذا، فما لك من الولد ؟ قلت : شريح، ومسلم، وعبد الله، قال : فمن أكبرهم ؟ قلت : شريح، قال : فأنت أبو شريح" رواه أبو داود وغيره.
          “Allah Subhanahu wata’ala adalah Al Hakam, dan hanya kepadaNya segala permasalahan dimintakan keputusan hukumnya”, kemudian ia berkata kepada Nabi Shallallahu’alaihi wasallam : “Sesungguhnya kaumku apabila berselisih pendapat dalam suatu masalah mereka mendatangiku, lalu aku memberikan keputusan hukum di antara mereka, dan kedua belah pihak pun sama-sama menerimanya”, maka Nabi bersabda : “Alangkah baiknya hal ini, apakah kamu punya anak ?” aku menjawab : “Syuraih, Muslim dan Abdullah”, Nabi bertanya : “siapa yang tertua diantara mereka ? “Syuraih” jawabku, Nabi bersabda : “kalau demikian kamu Abu Syuraih”. (HR. Abu Daud dan ahli hadits  lainnya).


        Kandungan  bab ini :
  1. Wajib memuliakan Nama dan Sifat Allah (dan dilarang menggunakan nama atau kunyah yang maknanya sejajar dengan nama Allah) walaupun tidak bermaksud demikian.
  2. Dianjurkan mengganti nama yang kurang baik untuk memuliakan Nama Allah.
  3. Memilih nama anak yang tertua untuk kunyah (nama panggilan).



PENGGUNAAN GELAR “QODLI QUDLOT” (HAKIMNYA PARA HAKIM) DAN SEJENISNYA


PENGGUNAAN GELAR “QODLI QUDLOT” (HAKIMNYA PARA HAKIM)
DAN SEJENISNYA


          Diriwayatkan dalam shoheh Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
"إن أخنع اسم عند الله رجل تسمى ملك الأملاك، لا مالك إلا الله " - قال سفيان : مثل شاهان شاه - وفي رواية : "أغيظ رجل على الله يوم القيامة وأخبثه".
          “Sesungguhnya nama (gelar) yang paling hina di sisi Allah Subhanahu wata’ala adalah “Rajanya para raja”, tiada raja yang memiliki kekuasaan mutlak kecuali Allah ” Sufyan[1] mengemukakan contoh dengan berkata : ‘seperti gelar syahan syah’, dan dalam riwayat yang lain dikatakan : “Dia adalah orang yang paling dimurkai dan paling jahat di sisi Allah pada hari kiamat … ”


        Kandungan bab ini :
  1. Larangan menggunakan gelar “Rajanya para raja”.
  2. Larangan menggunakan gelar lain yang sejenis dengan gelar diatas, seperti contoh yang dikemukakan oleh Sufyan “Syahan syah”.
  3. Hal itu dilarang, (karena ada pensejajaran antara hamba dengan Kholiqnya) meskipun hatinya tidak bermaksud demikian.
  4. Larangan ini tidak lain hanyalah untuk mengagungkan Allah.



 

([1])   Yakni : Sufyan bin Uyainah.

BARANG SIAPA MENCACI MASA MAKA DIA TELAH MENYAKITI ALLAH


BARANG SIAPA MENCACI MASA MAKA
DIA TELAH MENYAKITI  ALLAH


          Firman Allah Subhanahu wata’ala :
]وقالوا ما هي إلا حياتنا الدنيا نموت ونحيا وما يهلكنا إلا الدهر  وما لهم بذلك من علم إن هم إلا يظنون[
          “Dan berkata mereka : ‘Kehidupan ini tak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali masa, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al Jatsiah, 24).

          Diriwayatkan dalam shoheh Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
"قال الله تعالى : يؤذيني ابن آدم، يسب الدهر، وأنا الدهر أقلب الليل والنهار" وفي رواية : "لا تسبوا الدهر فإن الله هو الدهر".
          “Allah Subhanahu wata’ala berfirman : “Anak adam (manusia) menyakiti Aku, mereka mencaci masa, padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Akulah yang menjadikan malam dan siang silih berganti”. Dan dalam riwayat yang lain dikatakan : “janganlah kalian mencaci masa, karena Allah Subhanahu wata’ala adalah Pemilik dan Pengatur masa.” ([1]).


        Kandungan bab ini :
  1. Larangan mencaci masa.
  2. Mencaci masa berarti menyakiti Allah.
  3. Perlu renungan akan sabda Nabi Shallallahu’alaihi wasallam : “Karena Allah sesungguhnya adalah Pemilik dan Pengatur masa” ([2]).
  4. Mencaci mungkin saja dilakukan seseorang, meskipun ia tidak bermaksud demikian dalam hatinya.


 

([1])   Orang-orang Jahiliyah, kalau mereka tertimpa suatu musibah, bencana atau malapetaka, mereka mencaci masa. Maka Allah melarang hal tersebut, karena yang menciptakan dan mengatur masa adalah Allah Yang Maha Esa. Sedangkan menghina pekerjaan seseorang berarti menghina orang yang melakukannya. Dengan demikian, mencaci masa berarti mencela dan menyakiti Allah sebagai Pencipta dan Pengatur masa.
([2])   Sabda beliau itu menunjukkan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini adalah dengan takdir Allah, karena itu wajib bagi seorang muslim untuk beriman dengan qadha dan qadar, yang baik maupun yang buruk, yang manis maupun yang pahit.

UCAPAN SESEORANG : “ATAS KEHENDAK ALLAH DAN KEHENDAKMU”


UCAPAN SESEORANG : “ATAS KEHENDAK ALLAH DAN KEHENDAKMU


          Qutaibah Radhiallahu’anhu berkata :
"أن يهوديا أتى النبي r، فقال : إنكم تشركون تقولون : ما شاء الله وشئت، وتقولون : والكعبة، فأمرهم النبي إذا أرادوا أن يحلفوا أو يقولوا : " ورب الكعبة "، وأن يقولوا : " ما شاء الله ثم شئت " رواه النسائي وصححه.
          “Bahwa ada seorang Yahudi datang kepada Rasulullah, lalu berkata : “Sesungguhnya kamu sekalian telah melakukan perbuatan syirik, kalian mengucapkan: ‘atas kehendak Allah dan kehendakmu’ dan mengucapkan : ‘demi Ka’bah’, maka Rasulullah memerintahkan para sahabat apabila hendak bersumpah supaya mengucapkan : ‘demi Rabb Pemilik ka’bah’, dan mengucapkan : ‘atas kehendak Allah kemudian atas kehendakmu’. (HR. An Nasai dan ia nyatakan sebagai hadits shoheh).

          Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu menuturkan :
"أن رجلا قال للنبي :" ما شاء الله وشئت "، فقال : أجعلتني لله ندا ؟ ما شاء الله وحده".
          “Bahwa ada seorang lelaki berkata kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam : ‘atas kehendak Allah dan kehendakmu’, maka Nabi bersabda : “apakah kamu telah menjadikan diriku sekutu bagi Allah ? hanya atas kehendak Allah semata”.

          Diriwayatkan oleh Ibnu majah, dari At Thufail saudara seibu Aisyah, ra. ia berkata :
“Aku bermimpi seolah-olah aku mendatangi sekelompok orang-orang Yahudi, dan aku berkata kepada mereka : ‘Sungguh kalian adalah sebaik-baik kaum jika kalian tidak mengatakan : Uzair putra Allah’. Mereka menjawab : ‘Sungguh kalian juga sebaik-baik kaum jika kalian tidak mengatakan : ‘Atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad’. Kemudian aku melewati sekelompok orang-orang Nasrani, dan aku berkata kepada mereka : ‘Sungguh kalian adalah sebaik-baik kaum jika kalian tidak mengatakan : ‘Al Masih putra Allah’. Mereka pun balik berkata : ‘Sungguh kalian juga sebaik-baik kaum jika kalian tidak mengatakan : ‘Atas kehendak Allah dan Muhammad’. Maka pada keesokan harinya aku memberitahukan mimpiku tersebut kepada kawan-kawanku, setelah itu aku mendatangi Nabi Muhammad, dan aku beritahukan hal itu kepada beliau. Kemudian Rasul bersabda : “Apakah engkau telah memberitahukannya kepada seseorang ?, aku manjawab : ‘ya’. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda yang diawalinya dengan memuji nama Allah Subhanahu wata’ala :
"أما بعد، فإن طفيلا رأى رؤيا أخبر بها من أخبر منكم، وإنكم قلتم كلمة كان يمنعني كذا وكذا أن أنهاكم عنها، فلا تقولوا : ما شاء الله وشاء محمد، ولكن قولوا : ما شاء الله وحده ".
“Amma ba’du, sesungguhnya Thufail telah bermimpi tentang sesuatu, dan telah diberitahukan kepada sebagian orang dari kalian. Dan sesunguhnya kalian telah mengucapkan suatu ucapan yang ketika itu saya tidak sempat melarangnya, karena aku disibukkan dengan urusan ini dan itu, oleh karena itu, janganlah kalian mengatakan : ‘Atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad’, akan tetapi ucapkanlah : ‘Atas kehendak Allah semata’.”


        Kandungan  bab ini :
  1. Hadits diatas menunjukkan bahwa orang Yahudi pun mengetahui tentang perbuatan yang disebut syirik ashghor.
  2. Pemahaman seseorang akan kebenaran tidak menjamin ia untuk menerima dan melaksanakannya, apabila ia dipengaruhi oleh hawa nafsunya. (sebagaimana orang-orang Yahudi tadi, dia mengerti kebenaran, tetapi dia tidak mau mengikuti kebenaran itu, dan tidak mau beriman kepada Nabi yang membawanya).
  3. Sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “Apakah engkau menjadikan diriku sekutu bagi Allah ?” sebagai bukti adanya penolakan terhadap orang-orang yang mengatakan kepada beliau : ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu’, jika demikian sikap beliau, lalu bagaimana dengan orang-orang yang mengatakan :
"يا أكرم الخلق ما لي ألوذ به سواك ..."
        “Wahai makhluk termulia, tak ada seorangpun bagiku sebagai tempatku berlindung kecuali engkau ..” dan dua bait selanjutnya.
  1. Ucapan seseorang : “atas kehendak Allah dan kehendakmu” termasuk syirik ashghor, tidak termasuk syirik akbar , karena beliau bersabda : “kalian telah mengucapkan suatu ucapan yang karena kesibukanku dengan ini dan itu aku tidak sempat melarangnya”.
  2. Mimpi yang baik termasuk bagian dari wahyu.
  3. Mimpi kadang menjadi sebab disyariatkannya suatu hukum.



ORANG YANG TIDAK RELA TERHADAP SUMPAH YANG MENGGUNAKAN NAMA ALLAH


ORANG YANG TIDAK RELA TERHADAP SUMPAH
YANG MENGGUNAKAN NAMA ALLAH


          Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
"لا تحلفوا بآبائكم، من حلف بالله فليصدق, ومن حلف له بالله فليرض، ومن لم يرض فليس من الله" رواه ابن ماجة بسند حسن.
          “Janganlah kalian bersumpah dengan nama nenek moyang kalian! Barangsiapa yang bersumpah dengan nama Allah, maka hendaknya ia jujur, dan barangsiapa yang diberi sumpah dengan nama Allah maka hendaklah ia rela (menerimanya), barangsiapa yang tidak rela menerima sumpah tersebut maka lepaslah ia dari Allah” (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang hasan).


        Kandungan bab ini :
  1. Larangan bersumpah dengan menyebut nama nenek moyang.
  2. Diperintahkan kepada orang yang diberi sumpah dengan menyebut nama Allah untuk rela menerimanya.
  3. Ancaman bagi orang-orang yang tidak rela menerimanya.


LARANGAN MENJADIKAN SEKUTU BAGI ALLAH


LARANGAN MENJADIKAN SEKUTU BAGI ALLAH


Firman Allah Subhanahu wata’ala :
]فلا تجعلوا لله أندادا وأنتم تعلمون[
“Maka janganlah kamu membuat sekutu untuk Allah padahal kamu  mengetahui  (bahwa Allah adalah maha Esa) ” (QS. Al Baqarah, 22).

Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu dalam menafsirkan ayat tersebut mengatakan : “membuat sekutu untuk Allah adalah perbuatan syirik, suatu perbuatan dosa yang lebih sulit untuk dikenali dari pada semut kecil yang merayap di atas batu hitam, pada malam hari yang gelap gulita. Yaitu seperti ucapan anda : ‘demi Allah dan demi hidupmu wahai fulan, juga demi hidupku’, Atau seperti ucapan : ‘kalau bukan karena anjing ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri itu’, atau seperti ucapan : ‘kalau bukan karena angsa yang dirumah ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri tersebut’, atau seperti ucapan seseorang kepada kawan-kawannya : ‘ini terjadi karena kehendak Allah dan kehendakmu’, atau seperti ucapan seseorang : ‘kalaulah bukan karena Allah dan fulan’.
          Oleh karena itu, janganlah anda menyertakan “si fulan” dalam ucapan-ucapan diatas, karena bisa menjatuhkan anda kedalam kemusyrikan.” (HR. Ibnu Abi Hatim)
           Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
"من حلف بغير الله فقد كفر أو أشرك" رواه الترمذي وحسنه وصححه الحاكم.
          “Barangsiapa yang bersumpah dengan menyebut selain Allah, maka ia telah berbuat kekafiran atau kemusyrikan” (HR. Turmudzi, dan ia nyatakan sebagai hadits hasan, dan dinyatakan oleh Al Hakim shoheh).

          Dan Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu berkata :
"لأن أحلف بالله كاذبا أحب إلي من أن أحلف بغيره صادقا"
“Sungguh bersumpah bohong dengan menyebut nama Allah, lebih Aku sukai daripada bersumpah jujur tetapi dengan menyebut nama selainNya.”

          Diriwayatkan dari Hudzaifah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
"لا تقولوا ما شاء الله وشاء فلان، ولكن قولوا ما شاء الله ثم شاء فلان" رواه أبو داود بسند صحيح.
          “Janganlah kalian mengatakan : ‘atas kehendak Allah dan kehendak si fulan’, tapi katakanlah : ‘atas kehendak Allah kemudian atas kehendak si fulan’.” ( HR. Abu Daud dengan sanad yang baik ).
          Diriwayatkan dari Ibrahim An Nakha’i bahwa ia melarang  ucapan : “Aku berlindung kepada Allah dan kepadamu”, tetapi ia memperbolehkan ucapan : “Aku berlindung kepada Allah, kemudian kepadamu”, serta ucapan : ‘kalau bukan karena Allah kemudian karena si fulan’, dan ia tidak memperbolehkan ucapan : ‘kalau bukan karena Allah dan karena fulan’.


        Kandungan bab ini :
  1. Penjelasan tentang maksud “membuat sekutu untuk Allah”.
  2. Penjelasan para sahabat bahwa ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah yang berkaitan dengan syirik akbar itu mencakup juga tentang syirik ashghor (kecil).
  3. Bersumpah dengan menyebut nama selain Allah adalah syirik.
  4. Bersumpah menggunakan nama selain Allah walaupun dalam kebenaran, itu lebih besar dosanya daripada sumpah palsu dengan menggunakan nama Allah.
  5. Ada perbedaan yang jelas sekali antara (و) yang berarti “dan” dengan (ثم) yang berarti “ kemudian”.


INGKAR TERHADAP NIKMAT ALLAH


INGKAR TERHADAP NIKMAT ALLAH


          Firman Allah Subhanahu wata’ala :
]يعرفون نعمة الله ثم ينكرونها[
“Mereka mengetahui nikmat Allah (tetapi) kemudian mereka mengingkarinya…” (QS. An Nahl, 83).

Dalam menafsiri ayat di atas Mujahid mengatakan bahwa maksudnya adalah kata-kata seseorang : “Ini adalah harta kekayaan yang aku warisi dari nenek moyangku.”
Aun bin Abdullah mengatakan : “Yakni kata mereka ‘kalau bukan karena fulan, tentu tidak akan menjadi begini’.”
          Ibnu Qutaibah berkata, menafsiri ayat di atas : “mereka mengatakan : ini adalah sebab syafa’at sembahan-sembahan kami”.
Abul Abbas([1]) setelah mengupas hadits yang diriwayatkan oleh Zaid bin Kholid yang didalamnya terdapat sabda Nabi : “sesungguhnya Allah berfirman : “pagi ini sebagian hambaku ada yang beriman kepadaku dan ada yang kifir …, sebagaimana yang telah disebutkan di atas[2] ia mengatakan :
          “Hal ini banyak terdapat dalam Al qur’an maupun As sunnah, Allah Subhanahu wata’ala mencela orang yang menyekutukanNya dengan menisbatkan nikmat yang telah diberikan kepada selainNya”.
          Sebagian ulama salaf mengatakan : “yaitu seperti ucapan mereka : anginnya bagus, nahkodanya cerdik pandai, dan sebagainya, yang bisa muncul dari ucapan banyak orang.


        Kandungan  bab ini :
  1. Penjelasan tentang firman Allah yang terdapat dalam surat An Nahl, yang menyatakan adanya banyak orang yang mengetahui nikmat Allah tapi mereka mengingkarinya.
  2. Hal itu sering terjadi dalam ucapan banyak orang. (karena itu harus dihindari).
  3. Ucapan seperti ini dianggap sebagai pengingkaran terhadap nikmat Allah.
  4. Adanya dua hal yang kontradiksi (mengetahui nikmat Allah dan mengingkarinya), bisa terjadi dalam diri manusia.


 

([1]Abu Al Abbas Ibnu Taimiyah
([2]Telah disebutkan pada bab 30