KEAGUNGAN DAN KEKUASAAN ALLAH

KEAGUNGAN DAN KEKUASAAN ALLAH


          Firman Allah :
وما قدروا الله حق قدره والأرض جميعا قبضته يوم القيامة والسموات مطويات بيمينه سبحانه وتعالى عما يشركون 
          “Dan mereka (orang-orang musyrik) tidak mengagung-agungkan Allah dengan pengagungan yang sebenar-benarnya, padahal bumi seluruhnya dalam genggamanNya pada hari kiamat, dan semua langit digulung dengan tangan kananNya. Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari segala perbuatan syirik mereka.” (QS. Az zumar 67).

          Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu berkata : “Salah seorang pendeta yahudi datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam seraya berkata :
 يا محمد، إنا نجد أن الله يجعل السموات على إصبع، والأرضين على إصبع، والشجر على إصبع، والماء على إصبع، والثرى على إصبع، وسائر الخلق على إصبع، فيقول :" أنا الملك، فضحك النبي  حتى بدت نواجذه تصديقا لقول الحبر، ثم قرأ :
“Wahai Muhammad, sesungguhnya kami dapati (dalam kitab suci kami) bahwa Allah akan meletakkan langit diatas satu jari, pohon-pohon diatas satu jari, air diatas satu jari, tanah diatas satu jari, dan seluruh makhluk diatas satu jari, kemudian Allah berfirman : “Akulah Penguasa (raja)”, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tertawa sampai nampak gigi seri beliau, karena membenarkan ucapan pendeta yahudi itu, kemudian beliau membacakan firman Allah :
وما قدروا الله حق قدره والأرض جميعا قبضته يوم القيامة  
          “Dan mereka (orang-orang musyrik) tidak mengagung-agungkan Allah dengan pengagungan yang sebenar-benarnya, padahal bumi seluruhnya dalam genggamanNya pada hari kiamat.” (QS. Az zumar 67).

          Dan dalam riwayat Imam Muslim terdapat tambahan :
والجبال والشجر على أصبع، ثم يهزهن فيقول : أنا الملك، أنا الله
          “ … gunung-gunung dan pohon-pohon diatas satu jari, kemudian digoncangkannya seraya berfirman : “Akulah penguasa, Akulah Allah.”

dan dalam riwayat Imam Bukhori dikatakan :
يجعل السموات على إصبع، والماء والثرى على إصبع، وسائر الخلق على إصبع. أخرجاه
 “… Allah letakkan semua langit diatas satu jari, air serta tanah diatas satu jari, dan seluruh makhluk diatas satu jari.” (HR. Bukhori dan Muslim)

          Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
يطوي الله السموات يوم القيامة ثم يأخذهن بيده اليمنى، ثم يقول : أنا الملك، أين الجبارون ؟ أين المتكبرون ؟, ثم يطوي الأرضين السبع، ثم يأخذهن بشماله، ثم يقول : أنا الملك، أين الجبارون ؟ أين المتكبرون ؟
          “Allah akan menggulung seluruh lapisan langit pada hari kiamat, lalu diambil dengan tangan kananNya, dan berfirman : “Akulah penguasa, mana orang-orang yang berlaku lalim ? mana orang-orang yang sombong ?, kemudian Allah menggulung ketujuh lapis bumi, lalu diambil dengan tangan kiriNya dan berfirman : “Aku lah Penguasa, mana orang-orang yang berlaku lalim ?, mana orang-orang yang sombong ?”.
          Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata :
ما السموات السبع والأرضون السبع في كف الرحمن إلا كخردلة في يد أحدكم
“Tidaklah langit tujuh dan bumi tujuh di Telapak Tangan Allah Ar Rahman, kecuali bagaikan sebutir biji sawi diletakkan di telapak tangan seseorang diantara kalian”.
           Ibnu Jarir berkata : “Yunus meriwayatkan kepadaku dari Ibnu Wahb, dari Ibnu Zaid, dari bapaknya (Zaid bin Aslam), ia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
ما السموات السبع في الكرسي إلا كدراهم سبعة ألقيت في ترس
          “Ketujuh langit berada di Kursi, tiada lain hanyalah bagaikan tujuh keping dirham yang diletakkan di atas perisai ”.

kemudian Ibnu Jarir berkata : “Dan Abu Dzar Radhiallahu’anhu berkata : "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
ما الكرسي في العرش إلا كحلقة من حديد ألقيت بين ظهري فلاة من الأرض
          “Kursi yang berada di Arsy tiada lain hanyalah bagaikan sebuah gelang besi yang dibuang ditengah-tengah padang pasir ”.

          Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu bahwa ia berkata :
بين السماء الدنيا والتي تليها خمسمائة عام، وبين كل سماء وسماء خمسمائة عام، وبين السماء السابعة والكرسي خمسمائة عام، وبين الكرسي والماء خمسمائة عام، والعرش فوق الماء، والله فوق العرش، لا يخفى عليه شيء من أعمالكم
“Antara langit yang paling bawah dengan yang berikutnya jaraknya 500 tahun, dan antara setiap langit jaraknya 500 tahun, antara langit yang ke tujuh dan Kursi jaraknya 500 tahun, antara Kursi dan samudera air jaraknya 500 tahun, sedang Arsy itu berada di atas samudera air itu, dan Allah Subhanahu wata’ala berada di atas Arsy, tidak tersembunyi bagi Allah suatu apapun dari perbuatan kalian.” (HR. Ibnu Mahdi dari Hamad bin Salamah, dari Aisyah, dari Zarr, dari Abdullah bin Mas’ud)
          Atsar ini diriwayatkan dari berbagai macam jalan (jalur sanad), demikian yang dikatakan oleh imam Ad Dzahabi.
           Al Abbas bin Abdul Mutholib Radhiallahu’anhu berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
هل تدرون كم بين السماء والأرض ؟ "، قلنا : الله ورسوله أعلم, قال : "بينهما مسيرة حمسمائة سنة، ومن كل سماء إلى سماء مسيرة خمسمائة سنة، وكثف كل سماء مسيرة خمسمائة سنة، وبين السماء السابعة والعرش بحر بين أسفله وأعلاه كما بين السماء والأرض، والله فوق ذلك، وليس يخفى عليه شيء من أعمال بني آدم " أخرجه أبو دود وغيره.
          “Tahukah kalian berapa jarak antara langit dan bumi ? ”, kami menjawab : “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui”,  beliau bersabda : “Antara langit dan bumi itu jaraknya perjalanan 500 tahun, dan antara langit yang satu dengan yang lain jaraknya perjalanan 500 tahun, sedangkan tebalnya setiap langit adalah  perjalanan 500 tahun, antara langit yang ketujuh dengan Arsy ada samudera, dan antara dasar samudera dengan permukaanya seperti jarak antara langit dengan bumi, dan Allah Subhanahu wata’ala di atas itu semua, dan tiada yang tersembunyi bagiNya sesuatu apapun dari perbuatan anak keturunan Adam” (HR. Abu Daud dan ahli hadits yang lain).


         Kandungan bab ini :
  1. Penjelasan tentang ayat yang tersebut di atas ([1]).
  2. Pengetahuan tentang sifat-sifat Allah, sebagaimana yang terkandung dalam hadits pertama, masih dikenal dikalangan orang-orang Yahudi yang hidup pada masa Rasulullah, mereka tidak mengingkarinya dan tidak menafsirkannya dengan penafsiran yang menyimpang dari kebenaran.
  3. Ketika pendeta Yahudi menyebutkan tentang pengetahuan tersebut kepada Rasulullah, beliau membenarkannya, dan turunlah ayat Al Qur’an menegaskannya.
  4. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tersenyum ketika mendengar pengetahuan yang agung ini disebutkan oleh pendeta Yahudi
  5. Disebutkan dengan tegas dalam hadits ini adanya dua tangan bagi Allah, dan bahwa seluruh langit itu diletakkan di tangan kananNya, dan seluruh bumi diletakkan di tangan yang lain pada hari kiamat.
  6. Dinyatakan dalam hadits bahwa tangan yang lain itu adalah tangan kiriNya.
  7. Disebutkan dalam hadits keadaan orang-orang yang berlaku lalim, dan berlaku sombong pada hari kiamat.
  8. Dijelaskan bahwa seluruh langit dan bumi ditelapak tangan Allah itu bagaikan sebutir biji sawi yang diletakkan di tangan seseorang.
  9. Kursi itu lebih besar dari pada langit.
  10. Arsy itu lebih besar dari pada Kursi.
  11. Arsy itu bukanlah Kursi, dan bukanlah samudera air.
  12. Jarak antara langit yang satu dengan langit yang lainnya perjalanan 500 tahun.
  13. Jarak antara langit yang ketujuh dengan Kursi perjalanan 500 tahun.
  14. Jarak antara Kursi dan samudera perjalanan 500 tahun.
  15. Arsy sebagaimana dinyatakan dalam hadits, berada di atas samudera tersebut.
  16. Allah Subhanahu wata’ala berada di atas Arsy.
  17. Jarak antara langit dan bumi itu perjalanan 500 tahun.
  18. Tebal masing-masing langit itu perjalanan 500 tahun.
  19. Samudera yang berada di atas seluruh langit itu, antara dasar dengan permukaannya, jauhnya perjalanan 500 tahun, dan hanya Allah lah yang maha mengetahui.



 

([1])   Ayat ini menunjukkan keagungan dan kebesaran Allah, dan kecilNya seluruh makhluk dibandingkan dengan Nya, menunjukkan pula bahwa siapa yang berbuat syirik, berarti tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenar benarnya.

UPAYA RASULULLAH SHALLALLAHU'ALAIHI WASALLAM DALAM MENJAGA KEMURNIAN TAUHID, DAN MENUTUP SEMUA JALAN YANG MENUJU KEPADA KEMUSYRIKAN

UPAYA RASULULLAH SHALLALLAHU'ALAIHI WASALLAM DALAM MENJAGA KEMURNIAN  TAUHID,
DAN MENUTUP SEMUA JALAN YANG MENUJU  KEPADA KEMUSYRIKAN


          Abdullah bin Asy Syikhkhir Radhiallahu’anhu berkata : “Ketika aku ikut pergi bersama suatu delegasi Bani Amir menemui Rasulullah, kami berkata :
أنت سيدنا، فقـال : السيد الله تبارك وتعالى، قلنا : وأفضلنا فضلا, وأعظمنا طولا، فقال :" قولوا بقولكم أو بعض قولكم ولا يستجرينكم الشيطان" رواه أبو داود بسند صحيح.
          “Engkau adalah sayyiduna (tuan kami), maka beliau bersabda : "Sayyid (Tuan) yang sebenarnya adalah Allah”, kemudian kami berkata : "Engkau adalah yang paling utama dan paling agung kebaikannya di antara kita. Beliau bersabda : “Ucapkanlah semua atau sebagaian kata-kata yang wajar bagi kalian, dan janganlah kalian terseret oleh syetan” (HR. Abu Daud dengan sanad yang shoheh).

          Dikatakan oleh Anas bin Malik Radhiallahu’anhu bahwa ada sebagian orang berkata :
يا رسول الله، يا خيرنا وابن خيرنا، وسيدنا وابن سيدنا، فقال : يا أيها الناس، قولوا بقولكم ولا يستهوينكم الشيطان، أنا محمد، عبد الله ورسول الله، ما أحب أن ترفعوني فوق منـزلتي التي أنزلني الله . رواه النسائي بسند جيد.
          “Ya Rasulullah, wahai orang yang paling baik di antara kami, dan putra orang yang terbaik diantara kami, wahai tuan kami dan putra tuan kami”, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Saudara-saudara sekalian ! ucapkanlah kata-kata yang wajar saja bagi kamu sekalian, dan janganlah sekali-kali kalian terbujuk oleh syetan. Aku adalah Muhammad, hamba Allah dan utusanNya, aku tidak senang kalian mengagungkanku melebihi kedudukanku yang telah diberikan kepadaku oleh Allah.” (HR. An Nasai dengan sanad yang jayyid).


        Kandungan bab ini :
  1. Peringatan kepada para sahabat agar tidak bersikap berlebih lebihan terhadap beliau ([1]).
  2. Orang yang dipanggil dengan panggilan “Engkau adalah tuan kami” hendaknya ia menjawab : “Tuan yang sebenarnya adalah Allah.
  3. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam memperingatkan kepada para sahabat agar tidak terseret dan terbujuk oleh syetan, padahal mereka tidak mengatakan kecuali yang sebenarnya.
  4. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam (tidak menginginkan sanjungan dari para sahabat yang diatas kedudukan yang sebenarnya), dengan sabdanya : “Aku tidak senang kamu sekalian mengangkatku melebihi kedudukan (yang sebenarnya) yang telah diberikan kepadaku oleh Allah.”


 

([1])   Bab ini menunjukkan bahwa tauhid tidak akan sempurna dan murni, kecuali dengan menghindarkan diri dari setiap ucapan yang menjurus kepada perlakuan yang berlebih-lebihan terhadap makhluk, karena dikhawatirkan akan menyeret ke dalam kemusyrikan.

LARANGAN MENJADIKAN ALLAH SEBAGAI PERANTARA KEPADA MAKHLUKNYA

LARANGAN MENJADIKAN ALLAH SEBAGAI PERANTARA KEPADA MAKHLUKNYA


         Diriwayatkan dari Jubair bin Mut’im Radhiallahu’anhu bahwa ada seorang badui datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dengan mengatakan : “Ya Rasulullah, orang-orang pada kehabisan tenaga, anak istri kelaparan, dan harta benda pada musnah, maka mintalah siraman hujan untuk kami kepada Rabbmu, sungguh kami menjadikan Allah sebagai perantara kepadamu, dan kami menjadikanmu sebagai perantara kepada Allah”. Maka Nabi bersabda :
 سبحان الله، سبحان الله "، فما زال يسبح حتى عرف ذلك في وجوه أصحابه، ثم قال :" ويحك ! أتدري ما الله ؟ إن شأن الله أعظم من ذلك، إنه لا يستشفع بالله على أحد " وذكر الحديث. رواه أبو داود.
          “Maha suci Allah, maha suci Allah” – beliau masih terus bertasbih sampai nampak pada wajah para sahabat (perasaan takut  karena kamaranhan beliau), kemudian beliau bersabda : “Kasihanilah dirimu, tahukah kalian siapa Allah itu ? sungguh kedudukan Allah Subhanahu wata’ala itu jauh lebih Agung dari pada yang demikian itu, sesungguhnya tidak dibenarkan Allah dijadikan sebagai perantara kepada siapapun dari makhlukNya.” (HR. Abu Daud).


        Kandungan bab ini :
  1. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengingkari seseorang yang mengatakan : “Kami menjadikan Allah sebagai perantara kepadamu.”
  2. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam marah sekali ketika mendengar ucapan ini, dan bertasbih berkali-kali, sehingga para sahabat merasa takut.
  3. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tidak mengingkari ucapan badui “kami menjadikanmu sebagai perantara kepada Allah”.
  4. Penjelasan tentang makna sabda Rasul “Subhanallah” [yang artinya : Maha Suci Allah].
  5. Kaum muslimin menjadikan Rasulullah sebagai perantara [pada masa hidupnya] untuk memohon [kepada Allah] siraman hujan.

LARANGAN BERSUMPAH MENDAHULUI ALLAH

LARANGAN BERSUMPAH MENDAHULUI ALLAH


          Jundub bin Abdullah Radhiallahu’anhu berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
قال رجل : والله لا يغفر الله لفلان، فقال الله : من ذا الذي يتألى علي أن لا أغفر لفلان ؟ إني قد غفرت له وأحبطت عملك " رواه مسلم.
          “Ada seorang laki-laki berkata : “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan, maka Allah Subhanahu wata’ala berfirman : “Siapa yang bersumpah mendahuluiKu, bahwa aku tidak mengampuni sifulan? sungguh Aku telah mengampuniNya dan Aku telah menghapuskan amalmu” (HR. Muslim).
           Dan disebutkan dalam hadits riwayat Abi Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa orang yang bersumpah demikian itu adalah orang yang ahli ibadah. Abu Hurairah berkata : “Ia telah mengucapkan suatu ucapan yang menghancurkan dunia dan akhiratnya.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud)


        Kandungan bab ini :
  1. Peringatan untuk tidak bersumpah mendahului Allah.
  2. Hadits di atas menunjukkan bahwa neraka itu lebih dekat kepada seseorang dari pada tali sendal jepitnya.
  3. Begitu juga sorga.
  4. Buktinya adalah apa yang telah dikatakan oleh Abu Hurairah di atas : “Ia telah mengucapkan perkataan yang membinasakan dunia dan akhiratNya”.
  5. Kadang-kadang seseorang mendapatkan ampunan dari Allah disebabkan karena adanya sesuatu yang ia benci.


PERJANJIAN DENGAN ALLAH DAN NABINYA

PERJANJIAN DENGAN ALLAH DAN NABINYA


          Firman Allah Subhanahu wata’ala :
وأوفوا بعهد الله إذا عاهدتم ولا تنقضوا الأيمان بعد توكيدها وقد جعلتم الله عليكم كفيلا إن الله يعلم ما تفعلون
          “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu sesudah mengukuhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. ” (QS. An nahl, 91).

          Buraidah Radhiallahu’anhu berkata : “Apabila Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengangkat komandan pasukan perang atau batalyon, beliau menyampaikan pesan kepadanya agar selalu bertakwa kepada Allah, dan berlaku baik kepada kaum muslimin yang bersamanya, kemudian beliau bersabda :
اغزوا باسم الله في سبيل الله، قاتلوا من كفر بالله، اغزوا ولا تغلوا، ولا تغدروا، ولا تمثلوا، ولا تقتلوا وليدا، وإذا لقيت عدوك من المشركين فادعهم إلى ثلاث خصال – أو خلال – فأيتهن ما أجابوك فاقبل منهم، وكف عنهم.
“Seranglah mereka dengan “Asma’ Allah, demi di jalan Allah, perangilah orang-orang yang kafir kepada Allah, seranglah dan janganlah kamu menggelapkan harta rampasan perang, jangan menghianati perjanjian, jangan mencincang korban yang terbunuh, dan jangan membunuh anak-anak. Apabila kamu menjumpai musuh-musuhmu dari kalangan orang-orang musyrik, maka ajaklah mereka kepada tiga hal : mana saja yang mereka setujui, maka terimalah dan hentikanlah penyerangan terhadap mereka.
 ثم ادعهم إلى الإسلام، فإن أجابوك فاقبل منهم، ثم ادعهم إلى التحول من دارهم إلى دار المهاجرين، وأخبرهم إنهم إن فعلوا ذلك فلهم ما للمهاجرين، وعليهم ما على المهاجرين،
Ajaklah mereka kepada agama islam,  jika mereka menerima maka terimalah mereka, kemudian ajaklah mereka berhijrah dari daerah mereka ke daerah orang-orang muhajirin, dan beritahu mereka jika mereka mau melakukannya maka bagi mereka hak dan kewajiban sama seperti hak dan kewajiban orang-orang muhajirin.
فإن أبوا أن يتحولوا منها فأخبرهم أنهم يكونون كأعراب المسلمين يجري عليهم حكم الله تعالى، ولا يكون لهم في الغنيمة والفيء شيء إلا أن يجاهدوا مع المسلمين،
Tetapi, jika mereka menolak untuk berhijrah dari daerah mereka, maka beritahu mereka, bahwa mereka akan mendapat perlakuan seperti orang-orang badui dari kalangan Islam, berlaku bagi mereka hukum Allah, tetapi mereka tidak mendapatkan bagian dari hasil rampasan perang dan fai, kecuali jika mereka mau bergabung untuk berjihad dijalan Allah bersama orang-orang Islam.
 فإن هم أبوا فاسألهم الجزية، فإن هم أجابوك فاقبل منهم وكف عنهم، فإن هم أبوا فاستعن بالله وقاتلهم،
Dan jika mereka menolak hal tersebut, maka mintalah dari mereka jizyah[1], kalau mereka menerima maka terimalah dan hentikan penyerangan terhadap mereka. Tetapi jika semua itu ditolak maka mohonlah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka.
وإذا حاصرت أهل حصن فأرادوك أن تجعل لهم ذمة الله وذمة نبيه، فلا تجعل لهم ذمة الله وذمة نبيه، ولكن اجعل لهم ذمتك وذمة أصحابك فإنكم أن تخفروا ذممكم وذمة أصحابكم أهون من أن تخفروا ذمة الله وذمة نبيه،
Dan jika kamu telah mengepung kubu pertahanan mereka, kemudian mereka menghendaki darimu agar kamu membuat untuk mereka perjanjian Allah dan RasulNya, maka janganlah kamu buatkan untuk mereka perjanjian Allah dan RasulNya, akan tetapi buatlah untuk mereka perjanjian dirimu sendiri dan perjanjian sahabat-sahabatmu, karena sesungguhnya melanggar perjanjianmu sendiri dan sahabat- sahabatmu itu lebih ringan resikonya dari pada melanggar perjanjian Allah dan RasulNya.
وإذا حاصرت أهل حصن فأرادوك أن تنـزلهم على حكم الله، فلا تنـزلهم على حكم الله، ولكن أنزلهم على حكمك فإنك لا تدري أتصيب فيهم حكم الله أم لا ؟ " رواه مسلم.
          Dan jika kamu telah mengepung kubu pertahanan musuhmu, kemudian mereka menghendaki agar kamu mengeluarkan mereka atas dasar hukum Allah, maka janganlah kamu mengeluarkan mereka atas dasar hukum Allah, tetapi keluarkanlah mereka atas dasar hukum yang kamu ijtihadkan, karena sesungguhnya kamu tidak mengetahui apakah tindakanmu sesuai dengan hukum Allah atau tidak ” (HR. Muslim).


        Kandungan bab ini :
  1. Perbedaan antara perjanjian Allah dan perjanjian NabiNya dengan perjanjian kaum muslimin.
  2. Petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam untuk memilih salah satu pilihan yang paling ringan resikonya dari dua pilihan yang ada.
  3. Etika dalam berjihad, yaitu supaya menyeru dengan mengucapkan “bismillah fi sabilillah”.
  4. Perintah untuk memerangi orang-orang yang kafir kepada Allah.
  5. Perintah untuk senantiasa memohon pertolongan Allah dalam memerangi orang-orang kafir.
  6. Perbedaan antara hukum Allah dan hukum hasil ijtihad para ulama.
  7. Disyariatkan bagi seorang komandan dalam kondisi yang diperlukan seperti yang tersebut dalam hadits, untuk berijtihad dalam menentukan hukum tertentu, walaupun ia tidak tahu apakah ijtihadnya sesuai dengan hukum Allah atau tidak ?.


 

[1]) jizyah adalah uang yang diambil dari orang-orang kafir sebagai tanda ketundukan mereka kepada negara Islam dan sebagai ganti perlindungan Negara Islam atas jiwa dan harta mereka (muroji’)

LARANGAN BANYAK BERSUMPAH


LARANGAN BANYAK BERSUMPAH


Firman Allah Subhanahu wata’ala :
واحفظوا أيمانكم  
“Dan jagalah sumpahmu …” (QS. Al Maidah, 89).

Abu Hurairah Radhiallahu’anhu berkata : “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
الحلف منفقة للسلعة ممحقة للكسب
“Sumpah itu dapat melariskan barang dagangan namun dapat menghapus keberkahan usaha.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Diriwayatkan dari Salman Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
ثلاثة لا يكلمهم الله ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم ؛ أشيمط زان، وعائل مستكبر، ورجل جعل الله بضاعته لا يشتري إلا بيمينه ولا يبيع إلى بيمينه " رواه الطبراني بسند صحيح.
          “Tiga orang yang mereka itu tidak diajak bicara dan tidak disucikan oleh Allah (pada hari kiamat), dan mereka menerima adzab yang pedih, yaitu :  orang yang sudah beruban (tua) yang berzina, orang miskin yang sombong, dan orang yang menjadikan Allah sebagai barang dagangannya, ia tidak membeli atau menjual kecuali dengan bersumpah ” (HR. Thabrani dengan sanad yang shaheh).

          Diriwayatkan dalam shoheh Bukhari dan Muslim dari Imran bin Husain Radhiallahu’anhu ia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
"خير أمتي قرني ، ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم "، - قال عمران : فلا أدري أذكر بعد قرنه مرتين أو ثلاثا ؟ - " ثم إن بعدكم قوم يشهدون ولا يستشهدون، ويخونون ولا يؤتمنون، وينذرون ولا يوفون ويظهر فيهم السمن"
          “Sebaik-baik umatku adalah mereka yang hidup pada masaku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya lagi” – Imran berkata : “Aku tidak ingat lagi apakah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyebutkan generasi setelah masa beliau dua kali atau tiga ?” – “ Kemudian akan ada setelah masa kalian orang-orang yang memberikan kesaksian sebelum ia diminta, mereka berkhianat dan tidak dapat dipercaya, mereka bernadzar tapi tidak memenuhi nadzarnya, dan badan mereka tampak gemuk-gemuk ”.

          Diriwayatkan pula dalam shoheh Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
 خير الناس قرني، ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم، ثم يجيء قوم تسبق شهادة أحدهم يمينه ويمينه شهادته
          “Sebaik-baik manusia adalah mereka yang hidup pada masaku, kemudian generasi yang datang berikutnya, kemudian generasi yang datang berikutnya  lagi, kemudian akan datang orang-orang dimana diantara mereka kesaksiannya mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului kesaksiannya”.
           Ibrahim (An Nakhoi) berkata : “Mereka memukuli kami karena kesaksian atau sumpah (yang kami lakukan) ketika kami masih kecil”.


        Kandungan bab ini :
  1. Adanya wasiat dari Allah untuk menjaga sumpah.
  2. Penjelasan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bahwa sumpah itu dapat melariskan barang dagangan, tapi ia juga dapat menghapus keberkahan usaha itu.
  3. Ancaman berat bagi orang yang selalu bersumpah, baik ketika menjual atau membeli.
  4. Peringatan bahwa dosa itu bisa menjadi besar walaupun faktor yang mendorong untuk melakukannya itu kecil ([1]).
  5. Larangan dan celaan bagi orang yang bersumpah tanpa diminta.
  6. Pujian Rasulullah untuk ketiga generasi atau keempat generasi (sebagaimana tersebut dalam suatu hadits), dan memberitakan apa yang akan terjadi selanjutnya.
  7. Larangan dan celaan bagi orang yang memberikan kesaksian tanpa diminta.
  8. Orang-orang salaf (terdahulu) memukul anak-anak kecil karena memberikan kesaksian atau bersumpah [2].



 

([1])  Seperti orang yang sudah beruban (tua) yang berzina, atau orang melarat yang congkak, semestinya mereka tidak melakukan perbuatan dosa ini, karena faktor yang mendorong mereka untuk berbuat demikian adalah lemah atau kecil.
([2] Hal tersebut dilakukan oleh orang-orang salaf untuk mendidik anak-anak agar tidak gampang bersaksi dan menyatakan sumpah, yang akhirnya akan menjadi suatu kebiasaan, kalau sudah menjadi kebiasaan, dengan ringan ia akan bersaksi atau bersumpah sampai dalam masalah yang tidak patut baginya untuk bersumpah. Dan banyak bersumpah itu dilarang, karena perbuatan ini menunjukkan suatu sikap meremehkan dan tidak mengagungkan nama Allah.

“MUSHOWWIR” (PARA PERUPA MAKHLUK YANG BERNYAWA)

“MUSHOWWIR” (PARA PERUPA MAKHLUK YANG BERNYAWA)


          Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
قال الله : ومن أظلم ممن ذهب يخلق كخلقي فليخلقوا ذرة، أو ليخلقوا حبة، أو ليخلقوا شعيرة
          “Allah Subhanahu wata’ala berfirman : “Dan tiada seseorang yang lebih dzolim dari pada orang yang bermaksud menciptakan ciptaan seperti ciptaanKu, oleh karena itu. Maka cobalah mereka menciptakan seekor semut kecil, atau sebutir biji-bijian, atau sebutir biji gandum”.

          Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Aisyah, RA bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
أشد الناس عذابا يوم القيامة الذين يضاهئون بخلق الله
          “Manusia yang paling pedih siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang membuat penyerupaan dengan makhluk Allah”.

          Sebagaimana riwayat Bukhori dan Muslim dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
كل مصور في النار، يجعل له بكل صورة صورها نفس يعذب بها في جهنم
          “Setiap mushowwir (perupa) berada didalam neraka, dan setiap rupaka yang dibuatnya diberi nafas untuk menyiksa dirinya dalam neraka jahannam”.

          Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu dalam hadits yang marfu’, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
من صور صورة في الدنيا كلف أن ينفخ فيها الروح، وليس بنافخ
          “Barangsiapa yang membuat rupaka di dunia, maka kelak (pada hari kiamat) ia akan dibebani untuk meniupkan ruh kedalam rupaka yang dibuatnya, namun ia tidak bisa meniupkannya”.

          Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Al Hayyaj, ia berkata : sesungguhnya Ali bin Abi Tholib Radhiallahu’anhu berkata kepadaku :
ألا أبعثك على ما بعثني عليه رسول الله أن لا تدع صورة إلا طمستها ولا قبرا مشرفا إلا سويته
 “Maukah kamu aku utus untuk suatu tugas sebagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengutusku untuk tugas tersebut ? yaitu : janganlah kamu biarkan ada sebuah rupaka tanpa kamu musnahkan, dan janganlah kamu biarkan ada sebuah kuburan yang menonjol kecuali kamu ratakan.”


          Kandungan bab ini :
  1. Ancaman berat bagi para perupa makhluk yang bernyawa.
  2. Hal itu disebabkan karena tidak berlaku sopan santun kepada Allah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala : “Dan Tiada seseorang yang lebih dzolim dari pada orang yang menciptakan ciptaan seperti ciptaanKu”.
  3. Firman Allah : “Maka cobalah mereka ciptakan seekor semut kecil, atau sebutir biji-bijian, atau sebutir biji gandum.”menunjukkan adanya kekuasaan Allah, dan kelemahan manusia.
  4. Ditegaskan dalam hadits bahwa para perupa adalah manusia yang paling pedih siksanya.
  5. Allah akan membuat roh untuk setiap rupaka yang dibuat guna menyiksa perupa tersebut dalam neraka jahannam.
  6. Perupa akan dibebani untuk meniupkan roh ke dalam rupaka yang dibuatnya.
  7. Perintah untuk memusnahkan rupaka apabila menjumpainya.


MENGINGKARI QODAR (KETENTUAN ALLAH TA’ALA)

MENGINGKARI QODAR (KETENTUAN ALLAH TA’ALA)


          Ibnu Umar Radhiallahu’anhu berkata :“Demi Allah yang jiwa Ibnu Umar berada di tanganNya, seandainya salah seorang memiliki emas sebesar gunung Uhud, lalu dia infakkan di jalan Allah, niscaya Allah tidak akan menerimanya, sebelum ia beriman kepada qadar (ketentuan Allah)”, dan Ibnu Umar menyitir sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :
الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره " رواه مسلم.
          “Iman yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, hari akhir, dan beriman kepada Qodar baik dan buruknya.” (HR. Muslim).
Diriwayatkan bahwa Ubadah Ibnu Shomit Radhiallahu’anhu berkata kepada anaknya : “Hai anakku, sungguh kamu tidak akan bisa merasakan lezatnya iman sebelum kamu meyakini bahwa apa yang telah ditakdirkan menimpa dirimu pasti tidak akan meleset, dan apa yang telah ditakdirkan tidak menimpa dirimu pasti tidak akan menimpamu, aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
إن أول ما خلق الله القلم, فقال له : اكتب، فقال : رب وماذا أكتب ؟ قال : اكتب مقادير كل شيء  حتى تقوم الساعة
          “Sesungguhnya pertama kali yang diciptakan Allah adalah pena, kemudian Allah berfirman kepadanya : “tulislah”, maka pena itu menjawab : Ya Tuhanku, apa yang mesti aku tulis ?, Allah berfirman : “Tulislah ketentuan segala sesuatu sampai datang hari kiamat”.
          hai anakku, aku juga telah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
من مات على غير هذا فليس مني
          “Barang siapa yang meninggal dunia tidak dalam keyakinan seperti ini, maka ia tidak tergolong ummatku ”.
          Dan dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan :
إن أول ما خلق الله تعالى القلم، فقال له : اكتب، فجرى في تلك الساعة بما هو كائن إلى يوم القيامة
          “Sesungguhnya pertama kali yang diciptakan Allah Subhanahu wata’ala adalah pena, kemudian Allah berfirman kepadanya : “tulislah !”, maka ditulislah apa yang terjadi sampai hari kiamat”.
           Diriwayatkan oleh Ibnu Wahb bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
فمن لم يؤمن بالقدر خيره وشره أحرقه الله بالنار
          “Maka barangsiapa yang tidak beriman kepada qadar (ketentuan Allah) baik dan buruknya, maka Allah pasti akan membakarnya dengan api neraka”.
           Diriwayatkan dalam Musnad dan Sunan([1]), dari Ibnu Dailami ia berkata : “Aku datang kepada Ubay bin Kaab, kemudian aku katakan kepadanya : "Ada sesuatu keraguan dalam hatiku tentang masalah qadar, maka ceritakanlah kepadaku tentang suatu hadits, dengan harapan semoga Allah Subhanahu wata’ala menghilangkan keraguan itu dari hatiku”, maka ia berkata :
لو أنفقت مثل جبل أحد ذهبا ما قبله الله منك حتى تؤمن بالقدر وتعلم أن ما أصابك لم يكن ليخطـئك، وما أخطأك لم يكن ليصيبك، ولو مت على غير هذا لكنت من أهل النار
“Seandainya kamu menginfakkan emas sebesar gunung uhud, Allah tidak akan menerimanya darimu, sebelum kamu beriman kepada qadar, dan kamu meyakini bahwa apa yang telah ditakdirkan mengenai dirimu pasti tidak akan meleset, dan apa yang telah ditakdirkan tidak mengenai dirimu pasti tidak akan menimpamu, dan jika kamu mati tidak dalam keyakinan seperti ini, pasti kamu menjadi penghuni  neraka.
          Kata Ibnu Dailami selanjutnya : “Lalu aku mendatangi Abdullah bin Mas’ud, Hudzaifah bin Yaman dan Zaid bin Tsabit, semuanya mengucapkan kepadaku hadits yang sama dengan sabda Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam di atas.” (HR. Al Hakim dan dinyatakan shoheh).


        Kandungan bab ini :
  1. Keterangan tentang kewajiban beriman kepada qadar.
  2. Keterangan tentang cara beriman kepada qadar.
  3. Amal Ibadah seseorang sia-sia, jika tidak beriman kepada qadar.
  4. Disebutkan bahwa seseorang tidak akan merasakan iman sebelum ia beriman kepada qadar.
  5. Penjelasan bahwa makhluk pertama yang diciptakan Allah yaitu pena.
  6. Diberitahukan dalam hadits bahwa "dengan perintah dari Allah" menulis ketentuan-ketentuan sampai hari kiamat.
  7. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyatakan bahwa dirinya lepas dari orang yang tidak beriman kepada qadar.
  8. Tradisi para ulama salaf dalam menghilangkan keraguan, yaitu dengan bertanya kepada ulama.


 

([1])   Musnad di sini maksudnya adalah kitab koleksi hadits yang disusun oleh Imam Ahmad. Dan sunan maksudnya ialah kitab koleksi hadits yang disusun oleh Abu dawud dan Ibnu majah.

LARANGAN BERPRASANGKA BURUK TERHADAP ALLAH

LARANGAN BERPRASANGKA BURUK TERHADAP ALLAH


          Firman Allah Subhanahu wata’ala :
يظنون بالله غير الحق ظن الجاهليـة يقولون هل لنا من الأمـر من شيء قل إن الأمر كله لله
          “…Mereka berprasangka yang tidak benar terhadap Allah, seperti sangkaan jahiliyah, mereka berkata : apakah ada bagi kita sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, katakanlah : sungguh urusan itu seluruhnya di Tangan Allah.…” (QS. Ali Imran, 154).
ويعذب المنافقـين والمنافقـات والمشركـين والمشركـات الظانين بالله ظن السوء عليهم دائرة السوء وغضب الله عليهم ولعنهم وأعد لهم جهنم وساءت مصيرا
          “Dan supaya Dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan orang-orang munafik perempuan, dan orang-orang Musyrik laki laki dan orang-orang musyrik perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah, mereka akan mendapat giliran (keburukan) yang amat buruk, dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka jahannam. Dan (neraka jahannam) itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al Fath, 6).

Ibnu Qoyyim dalam menafsirkan ayat yang pertama mengatakan :
“Prasangka di sini maksudnya adalah bahwa Allah Subhanahu wata’ala tidak akan memberikan pertolongannya (kemenangan) kepada Rasulnya, dan bahwa agama yang beliau bawa akan lenyap.”
Dan ditafsirkan pula : “bahwa apa yang menimpa beliau bukanlah dengan takdir (ketentuan) dan hikmah (kebijaksanaan) Allah.”          Jadi prasangka di sini ditafsirkan dengan  tiga penafsiran : Pertama : mengingkari adanya hikmah dari Allah. Kedua : mengingkari takdirNya. Ketiga : mengingkari bahwa agama yang dibawa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam akan disempurnakan dan dimenangkan Allah atas semua  agama.
Inilah prasangka buruk yang dilakukan oleh orang-orang munafik dan orang-orang musyrik yang terdapat dalam surat Al Fath. Perbuatan ini disebut dengan prasangka buruk, karena prasangka yang demikian tidak layak untuk Allah, tidak patut terhadap  kagungan dan kebesaran Allah, tidak sesuai dengan kebijaksanaanNya, PujiNya, dan janjiNya yang pasti benar.
Oleh karena itu, barangsiapa yang berprasangka bahwa Allah Subhanahu wata’ala akan memenangkan kebatilan atas kebenaran, disertai dengan lenyapnya kebenaran, atau berprasangka bahwa apa yang terjadi ini bukan karena Qadla dan takdir Allah, atau mengingkari adanya suatu hikmah yang besar sekali dalam takdirNya, yang dengan hikmahNya Allah berhak untuk dipuji, bahkan mengira bahwa yang terjadi hanya sekedar kehendakNya saja tanpa ada hikmahnya, maka inilah prasangka orang-orang kafir, yang mana bagi mereka inilah neraka “wail”.
Dan kebanyakan manusia melakukan prasangka buruk kepada Allah, baik dalam hal yang berkenaan dengan diri mereka sendiri, ataupun dalam hal yang berkenaan dengan orang lain, bahkan tidak ada orang yang selamat dari prasangka buruk ini, kecuali orang yang benar-benar mengenal Allah, Asma dan sifatNya, dan mengenal kepastian adanya hikmah dan keharusan adanya puji bagiNya sebagai konsekwensinya.
          Maka orang yang berakal dan yang cinta pada dirinya sendiri, hendaklah memperhatikan masalah ini, dan bertaubatlah kepada Allah, serta memohon maghfirahNya atas prasangka buruk yang dilakukannya terhadap  Allah.
          Apabila anda selidiki, siapapun orangnya pasti akan anda dapati pada dirinya sikap menyangkal dan mencemoohkan takdir Allah, dengan mengatakan hal tersebut semestinya begini dan begitu, ada yang sedikit sangkalannya dan ada juga yang banyak. Dan silahkan periksalah diri anda sendiri, apakah anda bebas dari sikap tersebut ?
فإن تنج منها تنج من ذي عظيمة وإلا فإني لا إخالك ناجيا
          “Jika anda selamat (selamat) dari sikap tersebut, maka anda selamat dari malapetaka yang besar, jika tidak, sungguh aku kira anda tidak akan selamat.”


        Kandungan  bab ini :
  1. Penjelasan tentang ayat dalam surat Ali Imran ([1]).
  2. Penjelasan tentang ayat dalam surat Al Fath ([2]).
  3. Disebutkan  bahwa prasangka buruk itu banyak sekali macamnya.
  4. Penjelasan bahwa tidak ada yang bisa selamat dari prasangka buruk ini kecuali orang yang mengenal Asma’ dan sifat Allah, serta mengenal dirinya sendiri.


 

([1])  Ayat pertama menunjukkan bahwa barangsiapa yang berprasangka bahwa Allah akan memberikan kemenangan yang terus menerus kepada kebatilan, disertai dengan lenyapnya kebenaran, maka dia telah berprasangka yang tidak benar kepada Allah dan prasangka ini adalah prasangka orang-orang jahiliyah, menunjukkan pula bahwa segala sesuatu itu ada di Tangan Allah, terjadi dengan qadha dan qadarNya serta pasti ada hikmahnya, dan menunjukkan bahwa berbaik sangka kepada Allah adalah termasuk kewajiban tauhid.
([2])  Ayat kedua menunjukkan kewajiban berbaik sangka kepada Allah dan larangan berprasangka buruk kepadaNya, dan menunjukkan bahwa prasangka buruk kepada Allah adalah perbuatan orang-orang munafik dan musyrik yang mendapat ancaman siksa yang sangat keras.

LARANGAN MENCACI MAKI ANGIN

LARANGAN MENCACI MAKI ANGIN


          Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
لا تسبوا الريح، وإذا رأيتم ما تكرهون فقولوا :
“Janganlah kamu mencaci maki angin. Apabila kamu melihat suatu hal yang tidak menyenangkan, maka berdoalah :
اللهم إنا نسألك من خير هذه الريح، وخير ما فيها، وخير ما أمرت، ونعوذ بك من شر هذه الريح، وشر ما فيها، وشر ما أمرت به " صححه الترمذي.
“Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadaMu kebaikan angin ini, dan kebaikan apa yang ada didalamnya, dan kebaikan yang untuknya Kau perintahkan ia, dan kami berlindung kepadaMu dari keburukan angin ini, dan keburukan yang ada didalamnya, dan keburukan yang untuknya Kau perintahkan ia. ” (HR. Turmudzi, dan hadits ini ia nyatakan shoheh).


        Kandungan  bab ini :
  1. Larangan mencaci maki angin.
  2. Petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam untuk mengucapkan doa, apabila manusia melihat sesuatu yang tidak menyenangkan [ketika angin sedang bertiup kencang].
  3. Pemberitahuan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bahwa angin mendapat perintah dari Allah. [Oleh karena itu, mencaci maki angin berarti mencaci maki Allah, Tuhan yang menciptakan dan memerintahkannya].
  4. Angin yang bertiup itu kadang diperintah untuk suatu kebaikan, dan kadang diperintah untuk suatu keburukan.