Renungan Tentang Kematian



Renungan Tentang Kematian

Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Sesungguhnya orang yang tenggelam dalam kehidupan dunia, tercebur dalam syahwat dan kelezatannya akan menjadikan hatinya lalai terhadap kematian dan jika mengingatnya maka dia akan  benci dan berlari menghindar darinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:


        Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. Al-Jum’ah: 8)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:


        Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh,. (QS. Al-Nisa’; 78)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:


        Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami lah kamu dikembalikan. (QS. A-Anbiya’: 35).
Adapun orang yang mengenal Tuhannya maka dia selalu mengingat kematian, dia memegang wasiat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, ketika beliau bersabda, “Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan, yaitu mati”.[1]
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Umar bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, bersabda, “Seorang lelaki dari kaum Anshor datang dan mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, dan berkata, “Wahai Rasulullah orang mu’min yang mankah yang paling baik?. Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, menjawab, “Yaitu orang mu’min yang paling baik akhlaknya”. Orang tersebut kembali bertanya, “Orang mu’min manakah yang paling cerdas?. Rasulullah Muhammad SAW menjawab, “Orang mu’min yang paling banyak mengingat kematian, dan orang yang paling siap menghadapi masa selanjutnya mereka itulah orang yang cerdas”.[2]
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Kematian telah menyingkap keborokan dunia, maka dia tidak meninggalkan kesenangan apapun bagi orang berakal, dan tidaklah seseorang hamba mengarahkan hatinya untuk selalu mengingat kematian kecuali dunia itu menjadi hina baginya dan ringan padanya segala peristiwa yang terjadi padanya”.
Seorang penyair pernah berkata:
Tiada ketenangan dalam hidup ini selama ada yang mengeruhkan
Kelezatannya dengan mengingat kematian dan hidup di masa tua
Umar bin Abdul Aziz berkata, “Apabila suatu saat hatiku ini lalai mengingat kematian maka dia akan rusak. Dan sebagian mereka berkata, “Barangsiapa yang selalu mengingat kematian maka dia akan dimuliakan dengan tiga hal: Segera bertaubat, hati yang qona’ah dan giat dalam beribadah dan barangsiapa yang lupa mengingat kematian maka dia akan disiksa dengan tiga perkara: Mengulur-ulur taubat, tidak pernah merasa cukup dan malas dalam beribadah.
Dan kematian itu memiliki rasa sakit dan kesusahan yang akan menghampiri setiap orang yang meninggal namun terkadang ringan bagi sebagian hamba-hamba Allah seperti orang yang mati syahid dan cukuplah kilatan pedang yang menyambar kepalanya sebagai fitnah, sebagaimana hal itu disebutkan di dalam hadits yang shahih.[3]
Bahkan terkadang sakaratul maut menjadi berat bagi seorang hamba guna meringankan hamba tersebut dari beban dosa, atau sebagai rahmat dan penambah bagi derajat mereka, seperti para Nabi alaihimus salam, terutama Nabi kita, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam,, sungguh beliau telah merasakan beratnya sakaratul maut padahal beliau adalah orang yang paling dicintai oleh Allah.
Di dalam shahih Al-Bukhari dari Aisyah RA berkata, “Bahwa di hadapan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, satu botol air  maka beliau memasukkan kedua tanganya pada air itu lalu beliau mengusap wajah dengannya dan berkata, “Tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah, sesungguhnya kematian itu amat berat”. Lalu beliau mengangkat tangannya dan berkata, “Ya Allah, aku mengharap Al-Rafiqul A’la”. Akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangan beliau miring lemas”.[4]
Pada saat menghadapi beratnya kematian Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, menutupi dirinya, maka Fatimah berkata, “Alangkah beratnya apa yang dirasakan oleh bapakku. Lalu Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, bersabda, “Bapakmu tidak akan merasakan kesusahan setelah ini”.[5]
Karena begitu berat sakaratul maut yang beliau rasakan maka beliau bersabda, “Siramkan padaku dari tujuh ember air yang ditutup (biar terasa dingin), semoga saya kembali bisa menemui masyarakat”.[6]
Dan Aisyah berkata, “Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, meninggal dan beliau saat itu berada diantara tulang selangka dan daguku, aku tidak benci terhadap beratnya kematian yang terjadi pada seseorang untuk selamanya selain pada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam,”.[7]
Lalu kematian ini akan lebih berat lagi terhadap orang-orang kafir dan pada pendosa dari kalangan kaum muslimin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:


        Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang lalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat -Nya. (QS. Al-An’am: 93).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman;


        Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka dan berkata): "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar", tentulah kamu akan merasa ngeri”. (QS. Al-Anfal: 50).
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya dari Al-Barro’ bin Azib berkata, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya hamba yang kafir -dan di dalam sebuah riwayat disebutkan- hamba yang jahat, saat meninggalkan dunia ini dan menghadap menuju akherat, maka akan turun kepadanya malaikat dari langit, yaitu malaikat-malaikat yang keras lagi bengis, berwajah hitam dan membawa pakaian dari neraka, maka mereka duduk dengan jarak sepanjang penglihatan darinya, kemudian datanglah malaikat maut di sisi kepalanya dan berkata kepadanya: Wahai jiwa yang jahat keluarlah menuju murka dan laknat Allah. Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Maka malaikat tersebut menyebar pada seluruh tubuhnya lalu mencabik-cabik ruhnya sebagaimana besi yang banyak cabangnya mencincang wol yang basah, maka akan terputuslah semua urat dan otot-ototnya...”.[8]
Dan tidak boleh bagi seorang mu’min berangan-angan kematian walaupun ujian  hidup sangat berat. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari hadits riwayat Ummul Fadhl bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, menemui Al-Abbas pada saat dirinya sedang mengidap suatu penyakit dan mengharap kematian. Maka Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai Abbas, Wahai pamanku janganlah engkau berangan-angan menghadapi kematian, jika engkau termasuk orang yang berbuat baik berarti kamu memberikan tabungan kebaikan bagi dirimu sebagai tambahan atas kebaikan yang lain dan jika engaku termasuk orang yang suka berbuat jahat maka dilambatkannya kematianmu akan hal itu sebagai peluang bagimu untuk mencari alasan bertaubat, maka janganlah kamu berangan-angan untuk mati”. Yunus berkata, “Jika engkau adalah orang yang suka berbuat keburukan  maka diakhirnya kematian sebagai peluang bagimu untuk meminta taubat dari kesalahanmu dan itu lebih baik bagimu”.[9]
        Diriwayatkan oleh Al-Syaikhan dari Anas radhiallahu’anhu bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian mengharap kematian hanya karena adanya ujian keburukan yang menimpa dirinya. Namun jika dia harus berangan-angan untuk mati maka hendaklah dia berkata, “Ya Allah hidupkanlah aku jika hidup itu lebih baik bagi diriku dan matikanlah aku jika mati itu lebih baik bagi diriku”.[10]
Dan wajib bagi setiap manusia untuk mempersiapkan dirinya menghadapi kematian sebelum ajal tiba datang menjemput yaitu dengan segera beramal shaleh.
Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, telah berharap kepada kita dengan pengharapan yang tinggi serta menyeru agar kita memanfaatkan kesempatan dan tidak lalai. Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, juga memberitahukan bahwa orang yang lalai dalam masalah ini maka dia akan berangan-angan kembali hidup di dunia padahal dia telah dihalangi untuk kembali menuju dunia ini. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

        “Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku ke dunia”. agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan melimpahkan rahmat -Nya kepada makhluk -Nya. (QS. Al-Mu’minun: 99-100).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:


        Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?". (QS. Al-Munafiqun: 9-10)
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Ibnu Umar berkata: Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam memegang pundakku dan bersabda, “Jadilah di dunia ini seakan-akan engkau orang asing atau orang yang sedang mengadakan perjalanan”. Dan Ibnu Umar berkata, “Apabila engkau berada di waktu pagi maka janganlah engkau menunggu waktu sore dan jika engkau berada di waktu sore maka janganlah engkau menunggu waktu pagi, dan manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum datangnya rasa sakit dan manfaatkanlah hidupmu sebelum datang kematianmu”.[11]
Di dalam sebuah riwayat di dalam sunan Al-Tirmidzi, “Dan anggaplah dirimu sebagai penghuni kubur, sebab engkau, wahai hamba Allah tidak mengetahui siapakah namamu pada esok harinya”.[12]
Seorang penyair berkata:
Wahai orang yang sibuk membangun dunianya
Dan diperdaya oleh angan-angan yang panjang
Kematian datang menjemputmu  secara tiba-tiba
Dan kuburan adalah sebagai kotak amal hamba
Dan penyair yang lain berkata:
Seandainya setelah kematian datang kita dibiarkan
Maka kematian adalah tujuan setiap insan yang hidup
Namun kita pasti dibangkitkan setelah kematian itu
Dan setelahnya kita ditanya tentang segala sesuatu
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.


[1] Sunan Turmidzi: no: 3307.
[2] HR. Ibnu Majah: no: 4259
[3] Sunan Al-Nasa’I no: 2053
[4] Al-Bukhari: no: 4449
[5] Bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari no: 4462
[6] Bagian dari hadits di dalam shahih Al-Bukhari nomor: 4446
[7] Shahih Al-Bukhari no: 4446
[8] Musnad Imam Ahmad: 4/287-288 dishahihkan oleh sykeh Al-Bani  di dalam kitab ahkami jana’iz wa bida’iha wa jami’I ziadatiha”. Halaman: 198-202
[9] Musnad Imam Ahmad: 6/339
[10] Al-Bukhari no; 6351 dan Muslim: no: 2680
[11] Shahih Bukhari: no: 6416
[12] Sunan Al-Tirmidzi: 2333

Pelajaran Penting dari Kisah Khubaib bin Adi



Pelajaran Penting dari Kisah Khubaib bin Adi

Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengutus sepuluh orang sebagai mata-mata dan menjadikan Ashim bin Tsabit Al-Anshori, kakek Ashim bin Umar sebagai pemimpin mereka. Maka merekapun pergi hingga sampai di Had’ah, sebuah tempat antara Asafan dan Makkah, dan berada di sebuah kampung dari Bani Hudzail yang dikenal dengan nama Bani Lihyan, rombongan tersebut diketahui keberadaannya. Lalu berangkatlah dua ratus personil pemanah yang mengejar rombongan mata-mata Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tersebut. Pasukan pemanah itu memburu jejak mata-mata tersebut sehingga mereka sampai pada suatu tempat untuk beristirahat dan makan bekal yang berupa kurma yang dibawa dari Madinah. Kelompok pengejar inipun berkata: Ini adalah kurma dari Yatsrib, lalu merekapun segera memburu jejak para shahabat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Lalu pada saat Ashim melihat mereka maka para kelompok shahabat inipun pergi menuju Fadfad, namun para musuh telah mengepung mereka lalu berkata: “Berikanlah apa-apa yang kalian bawa dan itu akan menjadi jaminan bagi keselamatan kalian dari kami dan kami tidak akan memukul seorangpun dari kalian. Maka pemimpin pasukan, Ashim bin Tsabit berkata, “Adapun saya, maka demi Allah saya tidak akan menerima jaminan apapun dari orang kafir, ya Allah beritahukanlah nabi -Mu tentang kami, maka para musuhpun melempar mereka dengan anak panah, maka merekapun membunuh Ashim dengan tujuh panah. Lalu tiga orang menerima perjanjian keamanan di antara mereka adalah Khubaib Al-Anshori, Ibnu Datsinah dan seorang lelaki yang lain. Lalu pada saat mereka telah menguasai para shahabat ini maka merekapun mengikat para shahabat yang tertangkap ini. Lalu shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang ketiga berkata, “Inilah permulaan dari pengkhianatan, demi Allah aku tidak akan mengikuti kalian pada perkara ini, sesungguhnya pada orang-orang (yang telah meninggal) ini adalah tauladanku, lalu para musuh itupun menggeret seorang shahabat ini dan memaksanya untuk mengikuti dua shahabat yang lain namun dia tetap enggan, akhirnya merekapun membunuhnya. Lalu para musuh itupun membawa Khubaib dan Ibnu Datsinah dan menjual mereka di Mekkah dan ini terjadi setelah perang Badr. Lalu Khubaib dibeli oleh Bani Harits bin Amir bin Naufal bin Abdi Manaf. Dan KKhubaiblah yang telah membunuh  Al-Harits bin Amir pada perang Badr. Maka Khubaib menjadi tawanan mereka. Aku diberitahukan oleh Ubaidullah bin Ayyad bahwa anak wanita Al-Harits memberitahukan kepadanya bahwa pada saat mereka berkumpul Khubaib meminjam sebuah pisau untuk diasah, maka wanita itupun meminjamkan pisau itu, lalu dia mengambil seorang anakku karena saat itu aku lalai mengawasi anak tersebut lalu anak itupun mendatanginya. Anak wanita Al-Harits berkata, “Aku mendapati anak tersebut di pangkuannya sementara pisau itu masih di tangannya, maka akupun terkaget dan  khawatir, Khubaibpun mengetahui hal itu dari raut wajahku, lalu Khubaib berkata, “Apakah engkau takut jika anak ini aku bunuh, aku tidak akan melakukan hal itu.” Demi Allah aku tidak pernah sekali-kali melihat seorang tawanan yang lebih baik dari Khubaib, demi Allah suatu hari aku pernah melihatnya memakan sejumlah anggur di tangannya padahal tangannya terbelenggu pada sebuah besi dan di Mekkah tidak ada buah pada saat itu. Dan dia berkata: Sesungguhnya itu adalah rizki yang diberikan oleh Allah kepada KKhubaib. Lalu pada saat masyarakat Mekkah keluar dari tanah haram untuk memubunuh Khubaib di tanah halal (di luar tanah haram) KKhubaib berkata: Biarkanlah aku shalat dua rekaat, lalu merekapun membiarkan shalat dua rekaat lalu berkata: Seandainya kalian menyangka bahwa aku takut maka aku pasti memanjangkan dua rekaat ini, ya Allah hitunglah jumlah mereka:
Aku tidak hiraukan saat diriku terbunuh sebagai muslim
Pada perkara apapun maka kematianku hanya karena Allah
Semua ini demi membela Zat Allah, dan jika Dia berkehendak
Memberikan berkah pada anggota tubuh yang tercerai berai
Lalu Khubaib dibunuh oleh anak laki-laki Al-Harits. Dan Khubaib telah mengawali memberikan contoh dua rekaat bagi setiap orang muslim yang terbunuh dengan kesabaran. Dan Allah mengabulkan do’a Ashim bin Tsabit pada saat dia terbunuh, maka Nabi Muhammad memberitahukan kepada para shahabatnya tentang berita mereka dan apa yang menyebabkan mereka terbunuh, dan masyarakat Quraisy telah mengutus beberapa orang dari mereka ketika mendengar bahwa Ashim telah terbunuh agar mereka bisa mendatangkan sesuatu yang bisa menjadi bukti identifikasi untuk mengenalnya, sebab dia telah membunuh seorang tokoh Quraisy pada perang Badr. Maka Allah mengirimkan kepada Ashim seperti sekumpulan lebah dan menjaganya dari utusan suku Quraisy sehingga mereka tidak bisa memotong apapun dari bagian tubuhnya”.[1]
Hadits ini mengandung banyak pelajaran, banyak disebutkan oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Bari:[2]
Pertama: Disebutkan di dalam hadits tersebut bahwa Ashim bin Tsabit telah membunuh seorang tokoh Quraisy pada perang Badar, Ibnu Hajar berkata: Mungkin yang dibunuh itu adalah Uqbah bin Abi Mu’ith, dan disebutkan dalam riwayat Ibnu Ishak dari Ashim bin Umar dari Qotadah berkata: Ashim bin Tsabit telah meminta janji kepada Allah agar dia tidak disentuh oleh orang musyrik dan dia tidak menyentuh orang musyrik selamanya”. Dan di dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa dia berkata, “Sesungguhnya aku pada hari ini telah menjaga agamamu maka jagalah dagingku, lalu Allah mengutus kumpulan lebah dan menjaganya dari sentuhan jahil orang-orang musyrik. Umar radhiallahu ‘anhu berkata pada saat berita itu datang kepadanya, “Allah menjaga hamba yang beriman setelah kematiannya sebagaimana Dia menjaga mereka pada saat hidupnya”.
Kedua: Seorang tawanan boleh menolak jaminan keamanan dan boleh bagi dirinya menghalangi orang kafir menguasai dirinya sekalipun harus terbunuh, untuk menghindari hukum orang kafir berlaku pada dirinya. Hal ini boleh jika dia ingin bersikap dengan sikap azimah (bertekad yang kuat). Tetapi jika dia ingin mengambil keringanan maka dia boleh meminta jaminan keamanan.
Ketiga: Setia pada janji walaupun dengan orang-orang yang musyrik, tidak membunuh anak mereka dan bersikap lembut terhadap orang yang ingin dibunuh.
Keempat: Berdo’a secara umum untuk kehancuran orang-orang musyrik dan shalat pada saat akan dibunuh. Dan di dalam hadits ini disebutkan bahwa Khubaib adalah orang pertama yang memulai shalat dua rekaat pada saat akan terbunuh.
Kelima: Di dalam hadits ini disebutkan boleh menyenandungkan puisi dan sya’ir pada saat akan terbunuh dan hal itu menunjukkan kekuatan, keyakinan dan kekokohan agama Khubaib.
Keenam: Allah subhanahu wa ta’ala menguji hamba yang beriman dengan apa yang dikehendaki -Nya, seperti bentuk ujian yang tertera dalam ilmu Allah agar Dia memberikan pahala bagi dirinya dengan ujian tersebut. Dan jika Allah menghendaki niscaya mereka tidak melakukannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:


Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?.Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut: 1-3).
Ketujuh: Di dalam hadits ini dijelaskan tentang diterimanya do’a seorang muslim, memuliakannya baik dalam keadaan hidup atau mati. Dan Allah mengabulkan permohonannya dalam menjaga tubuhnya dari  sentuhan orang-orang musyrik dan tidak menghalangi mereka membunuhnya pada saat Dia berkehendak memuliakannya dengan mati syahid. Dan di antara bentuk penghormatan yang diberikan oleh Allah kepadanya adalah menjaganya dari rongrongan kehormatannya dengan memotong bagian dari anggota tubuhnya.
Kedelapan: Dalam hadits ini diterangkan sikap orang-orang Quraisy yang sejak dahulu telah memuliakan al-haram dan bulan-bulan haram.
Kesembilan: Dari hadits ini dapat disimpulkan bahwa berkhianat dan menyalahi janji salah satu sifat orang kafir, mereka telah membunuh Abdullah bin Thariq dan mereka menjual Zaid dan Khubaib kepada orang-orang Quraisy hanya untuk memperoleh sedikit uang dirham.
Kesepuluh: Penghargaan Allah bagi para walinya baik di dunia atau di akherat kelak. Sesungguhnya Khubaib telah diberi oleh Allah anggur padahal di Mekkah pada saat itu tidak ada anggur dan dia terbelenggu dengan rantai di dalam lingkungan musuhnya. Maha Benar Allah dengan firman -Nya:


Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS. Al-Thalaq: 2-3).
Banyak ibrah dan pelajaran yang lainnya yang bisa diambil pada saat kita merenungkan hadits ini.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.





[1] Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya no: 3045
[2]  Fathul Bari 7/384