Amanah



Amanah

Segala puji hanya bagi Allah  subhanahu wata’ala , shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam , dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Sesungguhnya di antara akhlak mulia yang menjadi sifat yang melekat yang diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala  kepada para Nabi dan hamba-hamba -Nya yang beriman adalah sifat amanah. Allah subhanahu wata’ala  telah mensifati Musa Alaihis salam dengannya di dalam firman -Nya:

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (QS. Al-Qoshsas: 26)
Allah subhanahu wata’ala  juga mensifati Nabi Yusuf alaihis salam dengannya, seperti yang disebutkan di dalam firman -Nya:

Dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami". (QS. Yusuf: 54)
Begitu juga dengan para rasul selain mereka berdua semoga Allah subhanahu wata’ala  mencurahkan kesejahteraan kepada mereka semua, karena setiap mereka diperintahkan menegakkan hujjah atas kaum mereka tentang kewajiban mentaati mereka, sebab Allah subhanahu wata’ala  telah mempercayakan mereka membawa risalah -Nya sebagaimana firman Allah:
Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku;”. (QS. Al-Syu’ara: 178-179)
Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam  di tengah-tengah kaumnya sebelum diperintah menyebarkan risalah dikenal sebagai orang yang jujur, maka banyak dari anggota masyarakat yang memilih beliau sebagai tempat menyimpan barang, lalu pada saat berhijrah beliau memberikan kuasa kepada Ali untuk mengembalikan barang-barang titipan tersebut kepada pemiliknya. Begitu juga Jibril, sebagai malaikat yang dipercayakan untuk membawa wahyu telah disifati dengan sifat Al-Amin (yang jujur). Allah subhanahu wata’ala  berfirman:
Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril), Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, (QS. Al-Syu’ara: 192-194).
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Abbas RA berkata: Aku diberitahukan oleh Abu Sufyan bahwa Heraqlius berkata kepadanya: Aku bertanya kepada kalian apakah yang diperintahkannya kepada kalian?. Maka kalian memberitahukan bahwa dia memerintahkan untuk mengerjakan shalat, berlaku jujur, menjaga diri, setia dengan janji dan menunaikan amanah. Maka Heraqlius menjawab: Ini adalah sifat seorang Nabi”.[1]
Dia adalah di antara salah satu sifat orang-orang beriman yang beruntung, sebagaimana disebutkan oleh Allah سبحانه وتعالى:
 
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Mu’minun: 1-11)

Dengan amanah inilah: agama, kehormatan, harta, ruh, pengetahuan, kepemimpinan, wasiat, kesaksian, pengadilan dan tulisan akan terjaga. Allah subhanahu wata’ala  berfirman:

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh. (QS. Al-Ahzab: 72)
Sebagian ahli tafsir berkata: maknanya adalah bahwa Allah subhanahu wata’ala  menawarkan kewajiban yang dibebankannya kepada langit, bumi dan gunung-gunung bahwa jika mereka berbuat baik maka mereka akan diberikan pahala dan balasan kebaikan, namun jika mereka menyia-nyiakan amanah maka mereka akan disiksa, maka merekapun enggan menerimanya karena takut terhadap diri mereka sendiri jika mereka tidak bisa menunaikan amanah tersebut, lalu amanah tersebut diambil oleh Ibnu Adam, sesungguhnya dia sangat zalim terhadap dirinya sendiri, bodoh terhadap apa yang menjadi bagiannya”.[2]
Ibnu Jarir berkata pada saat mengomentari ayat tersebut: Dan perkataan yang paling mendekati kebenaran adalah perkataan orang yang mengatakan bahwa, yang dimaksud dengan amanah di dalam ayat ini adalah semua bentuk amanah yang dibebankan dalam urusan agama, amanah manusia, sebab di dalam ayat ini (إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ)Allah subhanahu wata’ala  tidak mengkhususkan amanah tertentu atau sebagian dari amanah yang telah kami sebutkan di atas.[3]
Al-Qurthubi berkata: Amanah tersebut meliputi semua kewajiban dalam urusan agama, pendapat ini dinisbatkan kepada jumhur ahli tafsir, sebagian mereka berkata: Setiap apa saja yang diwajibkan oleh Allah atas para hamba -Nya maka hal itu termasuk amanah, seperti shalat, zakat, puasa, menunaikan hutang, terlebih menunaikan titipan, dan titipan yang paling ditekankan menunaikannya adalah menyembunyikan rahasia.[4]
Diriwayatkan oleh Al-Thabrani di dalam Al-Mu’jam dairi Syaddad bin Aus bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  bersabda, “Perkara pertama yang akan hilang dari agama kalian adalah amanah dan yang terakhir adalah shalat”.[5]
Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  memberitahukan bahwa hilangnya amanah adalah sebagai tanda datangnya hari kiamat, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abi Hurairah bahwa seorang lelaki bertanya kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  tentang hari kiamat?. Maka Beliau bersabda: Apabila amanah sudah di sia-siakan maka tunggulah datangnya hari kiamat, dikatakan bagaimanakah amanah tersebut bisa sia-sia?. Beliau bersabda, “Apabila suatu perkara diberikan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah datangnya hari kiamat”.[6]
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Hudzaifah berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam  telah memberitahukan kepada kami tentang dua hadits, aku telah melihat salah satu dari keduanya dan aku sedang menunggu yang satu lagi: “Bahwa amanah turun pada bagian hati yang  paling dalam dari seseorang, kemudian mereka mengetahuinya dari Al-Qur’an  dan mereka mengetahuinya pula dari As-Sunnah. Lalu dia memberitahukan kami tentang bagaimana amanah tersebut terangkat: Seorang lelaki tertidur dengan suatu tidur, lalu amanah tersebut dicabut dari hatinya, namun dia masih membekas seperti bekas yang kecil, lalu dia kembali tidur sesaat kemudian amanah tersebut tercabut, namun dia masih membekas seperti bekas lepuh, seperti bara api yang terguling lalu mengenai kakimu lalu kulit kaki melepuh sehingga engkau melihatnya telah membengkak, namun tidak terdapat apapun padanya, maka manusia saling berjual beli, namun hampir tidak ada seorangpun di antara mereka yang menunaikan amanah, lalu dikatakan: Sesungguhnya pada Bani fulan terdapat orang yang jujur, lalu dikatakan kepada orang tersebut: Alangkah sempurnanya orang tersebut, alangkah bijaksananya dia, alangkah sabarnya padahal di dalam hatinya tidak terdapat keimanan walau sebesar biji shalallahu ‘alaihi wasallam i”.[7]
Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  telah memberitahukan bahwa menyia-nyiakan amanah adalah tanda kemunafiqan. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  bersabda, “Tanda-tanda orang yang munafiq itu ada tiga, apabila berbicara dia berbohong, apabila dia berjanji dia mengingkari janjinya dan apabila dia dipercaya maka dia berkhianat”.[8]
Dan amanah ini disebutkan di dalam Al-Qur’an dalam tiga bentuk, firman Allah:
Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan -Nya kamu kuat dengan pertolongan -Nya dan diberi -Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. (QS. Al-Anfal: 27). Maksud amanah di dalam ayat ini adalah semua kewajiban.
Dan firman Allah:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”. (QS. Al-Nisa’: 58). Maksudnya adalah barang-barang titipan.
Allah subhanahu wata’ala  berfirman:
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (QS. Al-Qoshsos: 26). Maksudnya adalah iffah dan menjaga diri.
Di antara bentuk amanah adalah menjaga rahasia kehidupan suami istri. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Sa’di Al-Khudri RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  bersabda, “Sesungguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah subhanahu wata’ala  pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang menggauli istrinya dan istri yang menggauli suaminya kemudian dia menyebarkan rahasianya”.[9]
 Bentuk amanah lainnya adalah keadilan seorang hakim di antara para rakyatnya. Diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Dzar RA berkata, “Aku berkata, wahai Rasulullah tidakkah engkau memanfaatkan aku?. Abu Dzar berkata: Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam  menepuk tangannya pada pundakku kemudian bersabda, “Wahai Abu Dzar sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah, dan dia adalah amanah, dan sesungguhnya dia pada hari kiamat adalah kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambilnya dengan hak-haknya dan menunaikan apa yang menjadi hak-haknya tersebut”.[10]
          Dari penjelasan sebelumnya terlihat bahwa sebenarnya amanah  itu lebih luas dari apa yang dipersepsikan oleh sebagian orang, yaitu hanya terbatas pada barang-barang titipan, padahal amanah meliputi seseorang terhadap agamanya yaitu dengan menjalankannya dan menjaganya, maka waktu seorang muslim adalah amanah, kehormatannya adalah amanah, hartanya adalah amanah di sisinya, pendengaran, penglihatan dan lisan adalah amanah serta seluruh anggota badannya adalah amanah.
Di antara bentuk amanah tersebut adalah amanah seorang penanggung jawab terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya, seorang suami bertanggung jawab terhadap keluarganya, seorang istri bertanggung jawab atas rumah dan anak-anaknya, seorang direktur bertanggung jawab atas para pegawai yang bekerja padanya, dan seorang pegawai bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang dibebankan, seorang guru bertanggung jawab terhadap siswa-siswanya, secara umum amanah tersebut mencakup seluruh kewajiban yang terdapat di dalam agama, sebagaimana dikatakan oleh Al-Qurthubi rahimahullah.
          Ya Allah!, jadikanlah kami termasuk orang yang apabila dipercaya mengemban amanah maka kami menunaikan amanah tersebut, ya Allah kami berlindung kepada -Mu dari sifat khianat, dan seluruh sifat-sifat tercela, Ya Allah jagalah kami dari hadapan kami, dan dari belakang kami, dan dari sebelah kanan kami dan dari sebelah kiri kami dan jadikanlah kami termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
Segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala  Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam  dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.


[1] Al-Bukhari: no: 2681 dan Muslim: no: 1773
[2] Tafsir Al-Thabari: 10/339
[3] Tafsir Qurthubi: 1/342
[4] Lihat: Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an, Al-Qurthubi: 14/254-255
[5] Al-Mu’jam,  Al- Thabrani: 9/353 no: 9754
[6] Al-Bukhari: no: 59
[7] Al-Bukhari: no: 6469 dan Muslim: no: 143
[8] Al-Bukhari: no: 33 dan Muslim: no: 59
[9] HR. Muslim di dalam kitab shahihnya:  no: 1437
[10] HR. Muslim: no: 1825

Ujian



Ujian

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa ta’ala , shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam , dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Dunia ini adalah tempat ujian dan bencana, orang yang beriman diuji padanya dengan berbagai kesenangan dan kesusahan, kepahitan dan kesejahteraan, sehat dan sakit, kekayaan dan kemiskinan, ujian syahwat dan syubhat. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami lah kamu dikembalikan. (QS. Al-Anbiya’: 35)
Maksudnya adalah kami akan menguji kalian terkadang dengan musibah dan terkadang pula dengan kenikmatan, lalu kami akan lihat siapakah orang yang bersyukur dan orang yang kafir, siapakah orang yang bersabar dan orang yang berputus asa. Ibnu Abbas berkata:  (نَبْلُوكُم) atau kami akan mengujimu dengan kejahatan dan kebaikan atau kekerasan dan kesejahteraan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kemiskinan, dengan perkara yang halal dan haram, ketaatan dan kamaksiatan, dengan petunjuk dan kesesatan”.[1]
Kemudian Subhanahu wa ta’alaberfirman: (وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ) artinya kami akan membalas kalian karena sikap kalian terhadap semua bentuk ujian ini. Maka barangsiapa yang bersikap dengan sikap orang yang beriman  dan bertaqwa kepada  Allah Subhanahu wa ta’ala  dalam segala keadaan maka dia pasti mendapat pahala dengannya dan barangsiapa yang berbuat buruk maka dia pasti mendapat siksa.
Subhanahu wa ta’alaberfirman:

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada –Nya lah kami kembali. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.( QS. Al-Baqarah: 155-157).
Subhanahu wa ta’alaberfirman;

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. Al-Baqarah: 214).
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Khabab bin Art, dia berkata: Kami mengadu kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam pada saat beliau sedang berbantal dengan selendangnya di bawah naungan Ka’bah, kami berkata kepada beliau, “Tidakkah engkau memohon agar Allah memberikan pertolongan -Nya bagi kami?. Tidakkah engkau berdo’a agar Allah memberikan kemenangan bagi kami?. Maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh seorang lelaki sebelum kalian digalikan baginya sebuah lubang di tanah lalu dia ditimbun padanya, dan didatangkan baginya sebuah gergaji dan diletakkan pada kepalanya lalu kepalanya dibelah dua namun hal itu tidak menghalanginya untuk tetap teguh pada agama Allah, seorang lelaki lain disisir dengan sisir dari besi pada bagian daging, tulang dan urat-uratnya namun hal itu tidak menyurutkan tekadnya dari Agama Allah. Demi Allah!. Sungguh Allah akan menyempurnakan perkara agama ini sehingga seseorang akan berjalan dari Shan’a sehingga ke Hadhramaut dan dia tidak akan takut kecuali kepada Allah atau seorang penggembala tidak akan takut terhadap serigala yang menerkam gembalaannya, namun kalian tergesa-gesa”.[2]
Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dari Sa’d bin Abi Waqqas Radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku bertanya wahai Rasulullah siapakah orang yang paling keras ujiannya?. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Para Nabi, kemudian orang yang terbaik ( diantara kalian) kemudian orang yang terbaik ( diantara kalian), seseorang akan diuji berdasarkan agamanya, apabila agamanya kuat maka ujiannyapun semakin besar, dan jika agamanya ringan maka dia akan diuji seukuran tingkat agamanya, dan seorang hamba akan senantiasa mendapat ujian sehingga Allah meninggalkannya berjalan di atas bumi dan dia tidak memiliki kesalahan apapun”.[3]
Seorang lelaki bertanya kepada Imam Syafi’i rahimhullah, “Wahai Abu Abdullah manakah yang lebih baik bagi seorang lelaki apakah seseorang diberikan kekuasaan di bumi lalu dia bersyukur kepada Allah Azza Wa Jalla atau diuji dan dia bersabar atas ujian tersebut?. Maka Imam syafi’i menjawab, “Seseorang tidak akan diberi kekuasaan sehingga dia diuji, sesungguhnya Subhanahu wa ta’alatelah menguji Nuh, Ibrahim dan Muhammad semoga kesejahteraan dilimpahkan atas mereka semua, lalu pada saat mereka bersabar maka Allah memberikan kekuasaan bagi mereka maka jangan sampai seseorang menyangka bahwa dia akan selamat dari penyakit selamanya”.[4]
Subhanahu wa ta’alaberfirman:

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, (QS. Al-Nur: 55)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Aku memohon kepada Allah agar Dia menjadikan kalian sebagai orang yang apabila diberikan nikmat maka dia bersyukur, dan apabila diuji maka dia bersabar, dan apabila melakukan dosa maka dia meminta ampun, sesungguhnya tiga perkara ini adalah modal bagi kebahagiaan seorang hamba, tanda keberuntungannya di dunia dan akherat dan tidak ada seorangpun yang bisa terlepas darinya selamanya, sesungguhnya seorang hamba akan tetap berbolak balik pada tiga keadaan ini”.[5]
Seorang mu’min akan ditimpa oleh ujian untuk menghapuskan kesalahannya, mengangkat derajatnya sehingga bisa dibedakan antara yang buruk dengan yang baik dan banyak lagi hikmah-hikmah lainnya.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku masuk menemui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam pada saat beliau sedang mengaduh dengan suatu penyakit yang keras, maka akupun menyentuhnya dengan tanganku ini, maka aku berkata, “Wahai Rasulullah sesungguhnya engkau sedang mengaduh dengan suatu penyakit yang begitu serius?. Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Benar. Sesungguhnya aku sedang mengaduh dengan suatu penyakit seperti mengaduhnya dua orang di antara kalian”. Aku bertanya kembali kepada beliau: Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: Benar, kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam  bersabda: Tidaklah seorang yang beriman ditimpa oleh suatu gangguan dan penyakit dan apa-apa yang lain kecuali Allah akan menghapuskan dengannya kesalahan-kesalahannya sebagaiman pepohonan menggugurkan daun-daunnya pohon”.[6]
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah suatu kebaikan baginya maka Dia akan memberinya musibah”.[7]
Abu Ubaidah Al-Harwi berkata: maksudnya Subhanahu wa ta’alamemberinya ujian dengan berbagai musibah agar Dia memberi pahala dengannya dan umat Islam ini telah diuji dengan konspirasi dan kezaliman musuh terhadap diri mereka, hal itu baik sebagai sanksi yang telah diturunkan oleh Subhanahu wa ta’alaatas mereka akibat kelalaian dalam menjalankan ketaatan kepada -Nya atau sebagai ujian dan cobaan. Subhanahu wa ta’alaberfirman:
 “Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain”. (QS. Muhammad: 4).
Subhanahu wa ta’alaberfirman:
Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?.(QS. Al-Ankabut: 1-2)
Dan realita yang kita saksikan pada zaman sekarang ini berupa hegemoni orang-orang kafir di setiap tempat, mereka bersatu memerangi umat Islam, tidak lain kecuali sebagai wujud kebenaran sabda  Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam di dalam sebuah riwayat Imam Abu Dawud dari Tsauban Radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Umat ini hampir saja memperebutkan kalian sebagaimana orang-orang yang makan memperbutkan makanan di atas tempayannya. Seorang bertanya: Apakah jumlah kita sedikit pada waktu itu wahai Rasulullah?. Shalallahu ‘alaihi wasallam  bersabda: Bahkan jumlah kalian banyak pada saat itu, namun kalian bagi buih di air yang banjir, sungguh Allah akan mencabut dari dada-dada musuh kalian rasa gentar terhadap kalian dan Allah akan menghunjamkan di dalam hati-hati kalian rasa wahan. Seorang bertanya: Wahai Rasulullah apakah yang disebut dengan wahan tersebut?. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Cinta dunia dan benci kematian”.[8]
          Tidak ada solusi yang tepat kecuali dengan berpegang teguh dengan kitab Subhanahu wa ta’aladan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam , berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya, dan wajib bagi orang yang beriman untuk meyakini bahwa pertolongan Subhanahu wa ta’alapasti dekat, walaupun musuh-musuh banyak dan kekuatan mereka besar, sebab sesungguhnya Subhanahu wa ta’alapasti akan menolong para hamba -Nya yang beriman. Subhanahu wa ta’alaberfirman:
Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami daripada orang-orang yang berdosa. (QS. Yusuf: 110).
Subhanahu wa ta’alaberfirman;
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). (yaitu) hari yang tiada berguna bagi orang-orang lalim  permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk. QS. Gafir: 51-52
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.


[1] Tafsir Ibnu Katsir: 3/178
[2] Al-Bukhari: no: 3612
[3] HR. Al-Turmudzi dia berkata hadits ini hasan, bab  sabar terhadap cobaan: no: 2398
[4] Al-Fawaid, Ibnul Qoyyim, halaman: 294
[5] Al-Wabilus Shayyib minal kalimit thayyib: halaman: 3
[6] Al-Bukhari: no: 5660
[7] Al-Bukhari: no: 5645
[8] HR. Abu Dawud, dalam kitab al malahim (peperangan) bab umat ini hampir-hampir dikepung oleh mususuh : no: 4297