BINGKISAN UNTUK SANG PENGANTIN



BINGKISAN
UNTUK SANG PENGANTIN

 
Segala puji bagi Allah yang berfirman :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ﴿ سورة الروم ﴾
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. (QS.30:21)
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada sosok yang pribadinya adalah al-Qur`an (yang berjalan), juga kepada keluarga dan sahabatnya hingga hari Kiamat. Amma ba’du :
Sesungguhnya pernikahan merupakan ikatan suci dan perjanjian merekat kuat. Fitrah-fitrah yang lurus mengarah kepadanya, hukum-hukum syariah yang bijaksana mengajak kepadanya. Selama jiwa-jiwa manusia berjalan bergandengan dengan fitrah, maka ia akan terus merespon tuntutan hukum ini. Maka melalui pernikahan tergapailah kasih sayang, ketentraman, ketenangan. penyatuan, dan berhimpunnya hati, berorientasi kepada keturunan. Keutamaan pernikahan banyak sekali dan bentuk keberkahannya pun beraneka ragam.

Saudaraku muslim dan muslimah :
Pernikahan merupakan ladang untuk menanam benih keturunan, dan merupakan peristirahatan jiwa, kesenangan hidup, ketentraman hati, dan penjaga anggota tubuh. Sebagaimana ia juga sebagai sebuah kenikmatan, relaksasi dan sebagai sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Pula sebagai tirai, perisai dan fasilitator untuk memperoleh keturunan yang soleh (adz-dzurriyah ash-shalihah) yang memberikan manfaat kepada manusia di kala hidup dan setelah kematiannya.
Pernikahan merupakan suatu urgensi yang mendesak, dimana manusia tidak akan sampai pada tingkat kesempurnaan jika ia masih setengah agamanya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
« إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْف دِيْنِهِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فيِ النِّصْفِ الْبَاقِي »
Jika seorang hamba menikah, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan setengah agamanya. (Karenanya) bertakwalah kepada Allah pada bagian setengah agama yang tersisa. ” (HR. Ahmad).

Sesungguhnya Islam sangat menganjurkan jenjang pernikahan ini dan memberikan motivasi ke arah itu dalam kebanyakan kesempatan di dalam al-Qur`an dan as-Sunnah. Ini tidak lain karena strategisnya kedudukan pernikahan di dalam Islam. Ia memiliki banyak manfaat bagi personal maupun masyarakat. Kepadamu –wahai saudara muslimku- kusampaikan beberapa faidahnya secara ringkas :
  1. Pernikahan merupakan kecenderungan naluriah bagi orang mukmin. Firman Allah :
﴿ وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ﴾ سورة الروم
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. (QS.30:21)
Ayat ini mengindikasikan kepada pengertian ketenangan (ath-thuma`ninah) dan rasa aman (al-aman). Hal itu tidak terjadi melainkan dengan kecenderungan untuk menikah.
  1. Pernikahan merupakan kesenangan hidup.
« الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ »
Dunia adalah perhiasan, sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim).
  1. Pernikahan merupakan perisai dari kerusakan dan fitnah. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
« إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ »
Seandainya ada seorang yang kalian sukai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang, maka nikahkanlah dia. Jika tidak kalian lakukan (hal tersebut), akan terjadi fitnah di permukaan buni ini dan kerusakan yang besar. ” (HR. Muslim).
4.    Pernikahan termasuk pondasi-pondasi kebahagian terpenting. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
« أرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ الْمَرْءِ: الْزَوْجَةُ الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ وَالْجَارُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيءُ »
Empat (fundamental) kebahagiaan seseorang, (yaitu:) wanita solehah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang soleh, kendaraan yang nyaman” (HR. Ibnu Hibban).
5.    Pernikahan merupakan sebaik-baik perbendaharaan dunia. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
« خَيْر مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ »
Sebaik-baik yang dimiliki seseorang adalah wanita solehah, jika memandang ke arahnya, maka ia menyejukkannya. Jika memerintahkannya, ia mena’atinya. Jika ia tidak di rumah, maka ia menjaganya.” (HR. Ahmad).
6.    Pernikahan termasuk seutama-utamanya kebaikan dunia dan akhirat. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
« خَيْر مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ »
Sebaik-baik yang dimiliki seseorang adalah wanita solehah. Jika dipandang menyejukkannya. Jika diperintah mena’atinya. Jika tidak di rumah, maka ia menjaga (amanah)nya.” (HR. Ahmad).
7.    Pernikahan merupakan asas ketulusan dan kehidupan yang baik. Salah seorang salafus soleh berkata :
“Aku dapati manusia yang paling berbahagia di dunia, paling sejuk dipandang mata, paling baik kehidupannya, paling mendalam kebahagiaannya, paling tulus keadaannya, dan yang paling merasa muda, (yaitu) orang yang dikaruniakan oleh Allah dengan seorang istri muslimah yang amanat, menjaga diri, baik, lembut, bersih, taat. Jika suaminya menitipkan amanat kepadanya, didapatinya sebagai wanita yang amanah. Jika anggaran belanjanya terbatas, didapatinya sebagai wanita yang qana’ah. Jika suami tidak di rumah, maka ia menjaga kepunyaan suaminya. Sesungguhnya kesantunannya menutupi kebodohannya, dan agamannya menghiasi akalnya, maka suaminya adalah seorang yang kehidupannya sejahtera, dan tetangganya adalah seorang yang selamat (dari gangguan).
8.    Pernikahan memiliki manfaat-manfaat setelah kematian, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
« إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ : إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ »
Jika anak Adam meninggal dunia terputuslah amalannya,kecuali dari tiga perkara, (yaitu:) dari sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak yang soleh yang mendoakan baginya.” (HR. Muslim).



Saudaraku muslim dan muslimah:
Sesungguhnya merupakan kewajiban atas kita untuk bersyukur atas kenikmatan yang agung ini karena Allah semata-mata. Dan tidak menggunakannya sebagai alat untuk terperosok ke dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Karena sesungguhnya hal demikian itu bertentangan dengan syukur yang diminta dari kita. Dan termasuk hal yang dapat menyakiti diri, melukai jiwa, meluluh lantakkan hati, menyulut berbagai bahaya, serta mencela sanubari. Segala perkara yang melingkupi kenikmatan pernikahan ini bisa jadi berubah menjadi bencana dan petaka. Dimulai dengan keluarnya dari lingkup kebahagian dan berakhir dengan kesengsaraan.
Sesungguhnya aku ingatkan mengenai perkara-perkara yang oleh sebagian orang dilakukan di malam-malam pernikahannya, yaitu sesuatu yang bertentangan dengan syariat dan menafikan kesyukuran. Diantaranya adalah :
PERTAMA, termasuk kemungkaran yang terjadi di hari pernikahan, pengantin pria duduk bersanding dengan istrinya pada pelaminan di hadapan para undangan wanita.
Yang Mulia, Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah berkata :
“Termasuk perkara-perkara mungkar yang banyak dilakukan orang-orang di zaman ini, meletakkan pelaminan untuk kedua pengantin di antara undangan wanita. Suaminya duduk di situ dengan dihadiri para undangan wanita yang berdandan molek dan terbuka aurat. Terkadang hadir bersamanya para sanak keluarga dari kalangan pria. Dan bukan rahasia lagi, bagi yang memiliki fithrah yang selamat dan kecemberuan agama yang benar, bahwa perilaku semacam ini termasuk sebuah kerusakan besar. Memungkinkan pria-pria asing untuk memandangi kaum wanita muda yang terbuka aurat, sehingga hal tersebut menimbulkan akibat-akibat yang membahayakan. Maka wajib untuk melarang hal tersebut, dan menjatuhi hukuman yang tegas atasnya, agar terhindar sebab-sebab fitnah dan untuk membentengi pertemuan kaum wanita ni dari yang bertentangan dengan syariah yang suci. Aku nasehatkan kepada seluruh saudara-saudaraku dari kalangan muslimin untuk bertakwa kepada Allah dan berpegang teguh kepada syariah dalam segala perkara, dan berhati-hati atas segala yang diharamkan Allah atas mereka, dan menjauhkn diri dari segala sebab-sebab kejahatan dan kerusakan yang terjadi pada para pengantin, dan lain sebagainya, dalam rangka mencari ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan upaya menjauhkan diri dari sebab-sebab yang mengundang kebencian dan siksa-Nya. (Kitab ad-Da’wah: Fatwa-fatwa samahatusy Syaikh bin Baz)
KEDUA, termasuk kemungkaran yang terjadi di hari pernikahan ini adalah perginya wanita untuk membuang bulu-bulu rambut tubuhnya hingga sampai sebagian dari mereka membiarkan para wanita-wanita salon melihat ke bagian-bagian tubuhnya yang tidak dihalalkan seseorang pun melhatnya selain suaminya saja.
KETIGA, termasuk kemungkaran yang terjadi di di hari pernikahan, kebiasaan menghadirkan berbagai fasilitas yang melalaikan dalam acara-cara resepsi pernikahan. Mendatangkan para peman musik pria dan wanita, atau para wanita yang ahli dalam menabuh gendang  dan rebana. Serta para biduanita yang melantunkan nyanyian-nyanyian dengan suara yang didengar oleh kaum pria, serta dipenuhi dengan sa’ir-sa’ir yang terkadang seronok. Para biduanita bernyanyi dan menari dengan alunan musik dengan gaya tarian barat dan timur. Apakah menurut anda beginikah cara untuk mengumumkan pernikahan?
Sesungguhnya mengumumkan pernikahan yang diperkenankan Allah Ta’ala bukanlah sebagaimana persepsi kebanyakan orang. Bahkan sebaliknya, mengenakan tabir, dan bersih dari nyanyian, dan steril dari kata-kata seronok, dan ucapan-ucapanjorok, serta fasilitas-fasilitas yang melalaikan lagi batil, dengan tabuhan rebana yang diperkenankan oleh syariat serta terbatas hanya untuk kalangan wanita saja, dimana para pria tidak dapat mendengarnya.
Adapun mengenai tarian wanita di depan kaum wanita pula, maka sesungguhnya para ulama telah menerbitkan fatwa mengenainya, diantaranya Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin Rahimahullah Berpendapat, “Tarian hukumnya dasarnya adalah makruh, tetapi jika (tariannya itu) dengan gaya barat, atau mengikuti tarian-tarian wanita-wanita kafir maka hukumnya menjadi haram. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam :
« مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ »
Barangsiapa yang menyerupai sebuah kamu maka dia termasuk darinya.
Bersamaan dengan itu, terkadang muncul fitnah bersamaan dengannya. Ada kalanya sang penari adalah wanita yang tubuhnya elok, parasnya jelita, usianya muda, maka terjadilah bencana wanita. Sampai-sampai di tengah-tengah komunitas sesama wanita pun, terjadi diantara wanita tersebut suatu perbuatan-perbuatan yang menunjukkan bahwa mereka sendiri telah tergoda dengannya. Selama ia dapat menyebabkan munculnya fitnah, maka selama itu juga sesungguhnya ia dilarang.” (Liqa al-Bab al-Maftuh, hal.41).
KEEMPAT, termasuk kemungkaran yang terjadi di hari pernikahan adalah penggunaan rekaman gambar. Berapa banyak musibah yang terjadi akibat kelancangan rekaman gambar ini yang berada di tangan-tangan manusia rongsok. Kemudian coba anda bayangkan, apa yang akan dilakukan olehnya dalam film-filmnya tersebut. Ketahuilah bahwa seorang wanita di momentum pernikahannya berada pada keelokan yang menawan dengan perhiasan yang paling indah. Maka siapa sih yang rela kalau mahramnya dipandangi oleh laki-laki asing? Berapa banyak gambar yang keluar dari film-film rekaman dan berganti-ganti film yang berisikan gambar-gambar para wanita yang sebelumnya para lelaki pun belum pernah mengetahuinya kecuali tabir dan menjaga kehormatan dirinya. Demikian ini disebabkan dari kelancangan sikap meremehkan dan mengampangkan dari “orang-orang yang pintar” dalam hal mengambil rekaman gambar.
KELIMA, termasuk kemungkaran di hari pernikahan adalah mengakhirkan hingga paruh waktu terakhir dari malam. Perkara yang menjadi konsekuensinya adalah meninggalkan shalat shubuh atau mengakhirkannya dari waktu yang telah ditentukan secara syar’i. Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menurunkan al-Qur`an al-Karim dengan menakut-takuti dan mengancam mereka (yang melalaikan shalat) dengan retorika yang keras dan bahasa yang lugas, hanya orang-orang cerdas saja yang bisa memahaminya :
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ ﴿4﴾ الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ﴿5﴾ سورة الماعون
04. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 05. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, (QS.107:4-5)
Masruq Rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah mereka tidak mengerjakan shalat pada waktunya yang disyariatkan).”  Sekiranya mengakhirkan shalat sudah merupakan sebuah kesalahan berat, perbuatan dosa yang memalukan dengan segala barometer apapun. Tidak ada manfaatnya penyesalan dan tidak pula permohonan maaf di saat sudah berdiri dihadapan Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa (di akhirat nanti).
KEENAM, termasuk kemungkaran di hari pernikahan, apa yang terjadi saat keluarnya dan pulangnya para wanita, maka anda akan melihat hal yang dapat meluluh lantakkan hati anda, menggigil ketakutan. Dimana seorang perempuan keluar sementara tangannya tampak terbuka, atau dia mengenakan pakaian yang tipis, atau keluar dengan slayer yang dibordir atau dihias, diletakkan pada pundaknya dan harum minyak wanginya menyeruak di kedua sisinya, dengan berada di depan dan dipandangi, serta terdengar oleh para pria yang menunggu-nunggu wanita-wanita mereka di pintu gedung.

Saudaraku sebagai suami yang mulia :
Pada saat istrimu berada di sisimu pada malam pertamamu, maka taruhlah tanganmu di kening kepalanya, dan berdoalah :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikannya, dan kebaikan pribadinya yang telah Engkau tetapkan. Aku berlindung dari keburukannya, dan keburukan pribadinya yang telah Engkau tetapkan.”
Dan mulailah harimu bersamanya dengan melakukan shalat dua raka’at, dan dia turut shalat di belakangmu hingga jiwanya merasa tentram, duduklah bersamanya, cairkan suasana dengan kalimat-kalimat yang dapat menghiburnya.
Wahai para pasangan suami istri yang mulia, di penghujung ini aku ucapkan untuk kalian berdua, sebagaimana yang telah diajarkan kepada kami oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam :
بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
“Semoga Allah melimpahkan keberkahan untuk kalian dan atas kalian, serta semoga Dia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan yang banyak.”
PENUTUP, aku bermohon kepada Allah agar berkenan menjadikannya sebagai suami yang islami, bahagia, diberkahi. Mendapatkan kehidupan keluarga yang penuh kedamaian, keturunannya beriman, muslim, dan soleh lagi dermawan. Diawali dengan membangun keluarga muslim yang didasari atas ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan kecintaan kepada Rasul-Nya yang mulia Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan diakhir doa kami yaitu, alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.

ADAB-ADAB WAJIB DALAM BERPUASA



ADAB-ADAB WAJIB DALAM BERPUASA
Segala puji bagi Allah yang memberi petunjuk makhluk-Nya kepada kesempurnaan adab, membukakan pintu rahmat dan kemurahan-Nya dari segala penjuru, menerangi akal kaum muslimin untuk menemukan kebenaran dan mencari ganjaran, membutakan akal orang-orang yang berpaling dari ketaatan, sehingga terbentanglah hijab antara dia dan cahaya Allah. Sebagian mendapat hidayah dengan keutamaan dan rahmat-Nya sedangkan sebagian yang lain tersesat dengan keadilan dan kebijakan-Nya. Sesungguhnya dalam yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah kerajaan, dia Maha Perkasa lagi Maha Pemurah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang diutus dengan membawa ibadah yang mulia dan kesempurnaan adab. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam-Nya kepada beliau, kepada segenap kerabat dan sahabat, dan kepada orang-orang yang mengikuti beliau dengan benar sampai kelak hari kiamat.
Saudara-saudaraku …
Ketahuilah, puasa memiliki adab-adab yang banyak, sehingga puasa tidak akan sempurna melainkan dengan menjalankan adab-adabnya. Adab puasa dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
·         pertama adab yang wajib, yaitu yang wajib bagi seseorang yang berpuasa untuk menunaikan dan menjaga adab-adab puasanya.
·         Dan yang kedua adab yang sunnah, yaitu yang dianjurkan untuk menunaikan dan menjaga adab-adab puasanya.
Diantara menjaga adab-adab (puasa) yang wajib adalah seseorang yang berpuasa harus menunaikan ibadah-ibadah yang telah diwajibkan oleh Allah baik ibadah qouliyah (berupa ucapan) ataupun ibadah fi’liyah (perbuatan). Ibadah yang paling utama adalah shalat fardhu yang merupakan rukun islam paling utama setelah dua kalimat syahadat. Sehingga wajib baginya untuk menunaikan shalat berserta rukun-rukunnya, wajibnya dan syarat-syaratnya, menunaikan shalat tepat pada waktunya bersama jama’ah di masjid. Hal-hal tersebut termasuk dari wujud ketaqwaan seorang hamba yang merupakan tujuan disyari’atkan dan diwajibkannya puasa pada umat ini, adapun melalaikan shalat akan menghilangkan ketaqwaan dan pelakunya diancam Allah dengan siksaan.
Allah ta’ala berfirman:

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun (QS. Maryam: 59-60)
Diantara orang-orang yang berpuasa ada yang masih melalaikan kewajiban shalat jama’ah sementara Allah telah mewajibkan perkara tersebut dalam kitab-Nya sebagaimana firman Allah :

dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata…. (QS. An Nisa’:102)
Allah memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakan shalat berjama’ah meskipun berada dalam suasana perang dan ketakutan, maka dalam kondisi aman dan tenang perintah shalat berjama’ah lebih ditekankan lagi.
Dari Abu Hurairah RadhiyaLlahu ‘Anhu diceritakan bahwa seorang lelaki buta berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
يا رسولَ الله ليس لي قائدٌ يقودنُي إلى المسجدِ. فرخَّصَ له. فلمَّا ولَّى دعاه وقال هلْ تسمعُ النِّداء بالصلاةِ؟ قال نَعَمْ قال فأَجِبْ، رواه مسلم.
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak ada orang yang menuntunku pergi ke masjid, apakah aku punya keringanan untuk shalat di rumahku?”. Mulanya beliau memberi izin. Tapi setelah orang itu beranjak, beliau memanggilnya dan bertanya, “Apakah engkau mendengar seruan untuk shalat?”, ia menjawab, “Ya”, Beliau berkata lagi “Kalau begitu penuhilah”. HR. Muslim.
Rasulullah tidak memberi keringanan kepada lelaki tersebut untuk meninggalkan shalat berjama’ah padahal ia buta dan tak ada yang menuntunnya. Seseorang yang meninggalkan shalat jama’ah karena melalaikan kewajiban ini akan kehilangan kebaikan yang banyak berupa dilipat gandakannya kebaikan (pahala), karena pahala shalat jama’ah dilipat gandakan sebagaimana dalam shahih Bukhari Muslim, dari hadits ibnu Umar -Radhiyallahu ‘Anhuma- bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صلاةُ الجماعة تفضل على صلاةِ الْفذِّ بسبْعٍ وعشرين درجةً.
 “Shalat berjama’ah 27 derajat lebih utama daripada shalat sendiri” 
Dan dia akan kehilangan kemaslahatan-kemaslahatan untuk masyarakat yang semestinya diperoleh kaum muslimin jika mereka berjama’ah di masjid berupa tumbuhnya rasa saling mencintai dan terkaitnya hati, mengajari orang-orang yang belum tahu, menolong orang-orang yang membutuhkan, serta kebaikan-kebaikan yang lainnya.
Seorang yang meninggalkan shalat berjamaah berarti telah menghantarkan dirinya kepada hukuman Allah dan menyamakan dirinya dengan orang-orang munafiq. Sebagaimana dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim:
أثْقلُ الصَلَوَاتِ على المنافقين صلاةُ العشاءِ وصلاةُ الفجر، ولو يَعْلَمون ما فيهما لأتَوهُما ولوْ حَبْواً. ولقد هممْت أنْ آمُرَ بالصلاةِ فتقام، ثم آمر رجلاً فيصلِّي بالناس، ثم أنطلق معي برِجالٍ معهم حِزَمٌ من حطبٍ إلى قوم لا يشهدون الصلاةَ فأحرق عليهم بيوتَهم بالنارِ.
Shalat yang paling berat bagi oleh orang-orang munafiq adalah shalat Isya’ dan Shubuh, seandainya mereka mengetahui balasan pada dua shalat tersebut, niscaya mereka akan bersegera melaksanakannya walaupun dengan merangkak. Dan sungguh aku sangat ingin agar shalat ditegakkan, kemudian aku menyuruh seorang laki-laki untuk mengimami shalat kemudian beberapa orang laki-laki pergi bersamaku dengan membawa kayu bakar kepada suatu kaum yang tidak menghadir shalat dan akan aku bakar rumah mereka.
Dalam shahih Muslim dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
من سَرَّه أنْ يَلْقى الله غداً مسلماً فلْيحافظْ على هؤلاء الصلواتِ، حيث يُنادَى بهن فإنَّ الله شَرَعَ لنبيكم سُنَنَ الْهُدى وإنهنَّ مِنْ سُننِ الهُدى
Barang siapa yang ingin bertemu Allah kelak dalam keadaan muslim, hendaklah ia menjaga seluruh shalatnya dengan jama’ah dimana mereka diseru, sesungguhnya Allah telah mensyari’atkan kepada nabi kalian sunnah yang agung, shalat berjama’ah adalah salah satu dari sunnah yang agung tersebut.
Beliau juga berkata,
ولقد رأيتنا وما يتخلَّفُ عنها إلاَّ منافقٌ معلوم النفاقِ. ولقد كَان الرجُلُ يُؤتْى به يُهادَى بين الرجلين حتى يقامَ في الصفَّ
Sungguh tidak ada seorangpun yang menyelisihinya melainkan ia adalah munafik yang hakiki. Sungguh seorang laki-laki akan datang ke masjid dengan dipapah oleh dua orang sehingga ia sampai ke shaf.
Sebagian orang yang berpuasa meremehkan perkara ini, bahkan mereka tidur pada waktu shalat.
Meninggalkan shalat termasuk kemungkaran yang paling besar dan kelalaian yang berat terhadap shalat, sehingga sebagian besar ulama berkata, ”Sesungguhnya barang siapa yang mengakhirkan waktu shalat tanpa udzur yang dibolehkan agama, maka shalatnya tidak diterima sekalipun ia shalat seratus kali”. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
مَنْ عمِل عملاً ليس عليه أمْرُنا فهو رَدّ
Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintah (contohnya) dari kami maka amalannya tertolak. (HR. Muslim).
Dan mengerjakan shalat setelah lewat waktunya bukanlah ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga perbuatan tersebut tertolak.
Diantara adab-adab yang wajib dipenuhi juga, hendaklah seorang yang berpuasa menjauhi perkara-perkara yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Seperti menjauhi perbuatan dusta, yaitu menceritakan sesuatu yang bukan kenyataan (kebohongan). Kedustaan yang paling besar adalah berdusta kepada Allah dan rasul-Nya, seperti menyandarkan suatu perkara kepada Allah dan rasul-Nya untuk menghalalkan sesuatu yang telah jelas keharamannya atau mengharamkan sesuatu yang telah jelas kehalalannya tanpa ilmu.
Allah berfrman,

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih. (QS. An Nahl: 116-117).
Dan dalam shahih Bukhari-Muslim, juga dalam kitab shahih yang lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ متعمِّداً فليتبوَّأ مقْعَدَه من النار.
Barang siapa yang berdusta atas ku dengan sengaja maka hendaklah ia mengambil “tempat duduknya” di neraka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi peringatan keras orang yang berdusta, beliau bersabda:
إيَّاكُم والكذبَ فإنَّ الكَذبَ يَهْدِيْ إلى الفُجُورِ وإنَّ الفجورَ يهدِي إلى النار ولا يزالُ الرجلُ يكذِب ويتحرَّى الكذبَ حتى يُكتَب عند الله كَذَّاباً»، متفق عليه.       
Jauhilah perbuatan berdusta. Sesungguhnya dusta menghantarkan pada dosa, dan dosa menghantarkan pada neraka. Dan seorang senantiasa berdusta, dan terbiasa berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta. (Muttafaq ‘Alaih)
Perkara lainnya yang harus dihindari seorang yang berpuasa adalah ghibah, yaitu menceritakan perihal orang lain tentang sesuatu yang tidak ia sukai, baik menceritakan tentang fisiknya seperti pincang, juling, buta sebagai bentuk celaan, ataupun tentang akhlaqnya, seperti bodoh, fasiq dll. Baik yang dikatakan itu benar ataupun tidak.
Ketika nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang ghibah, beliau bersabda,
هي ذكْرُك أخاك بما يكْره، قيل: أفَرأيتَ إنْ كان في أخِي ما أقول؟ قال: إنْ كان فيه ما تقولُ فقد اغتبتَه وإنْ لم يكن فيه ما تقول فقد بَهَتَّهُ
“Engkau menceritakan perihal saudaramu yang tidak ia sukai” kemudian seorang berkata,” Bagaimana jika apa yang aku katakan itu memang ada padanya?”, beliau bersabda, “Jika apa yang engkau katakan itu benar maka disitulah engkau telah melakukan ghibah, jika apa yang engkau katakan itu tidak ada pada saudaramu maka engkau telah berdusta” (HR. Muslim).
Allah telah melarang perbuatan ghibah dalam Al Qur’an dan mengumpamakan perbuatan ini dengan sejelek-jelek perumpamaan, Allah perumpamakan dengan seorang yang memakan bangkai saudaranya, sebagaimana Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman dalam surat Al Hujurat:12,

Janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa pada malam ketika beliau melakukan Mi’raj, beliau melewati suatu kaum yang kuku-kukunya terbuat dari besi, mereka mencakar wajah dan dada mereka. Kemudian Rasulullah bertanya,

مَنْ هؤلاء يا جبريلُ؟ قالَ: هؤلاءِ الذينَ يأكلونَ لحومَ الناسِ ويَقعونَ في أعْراضِهِم»، رواه أبو داود.
“siapakah mereka wahai Jibril?”, berkata Jibril, “mereka adalah orang-orang yang semasa hidupnya memakan daging manusia dan menginjak-injak kehormatan manusia” (HR. Abu Daud)
Larangan berikutnya harus dijauhi oleh orang yang berpuasa adalah perbuatan namimah, yaitu menukil perkataan seseorang untuk disampaikan kepada orang lain dengan tujuan menimbulkan permusuhan diantara dua orang tersebut. Perbuatan namimah ini termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لا يدخلُ الجَنَّةَ نَمَّام
Tidak masuk surga, orang yang suka berbuat namimah. (Muttafaq ‘Alaih).
Dan dalam shahih Bukhari dan Muslim, dari hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati dua kuburan, kemudian beliau bersabda,

إنَّهما ليُعَذَّبانِ وما يُعذَّبان في كبير ، أمَّا أحَدُهما فكان لا يسْتنْزهُ من البولِ، وأمَّا الآخرُ فكانَ يَمْشِي بالنَّميمة
“Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang di adzab oleh Allah, keduanya diadzab bukan karena perkara besar, yang satu diadzab karena ia tidak bersuci setelah buang air kecil, dan yang satunya lagi diadzab karena perbuatan namimah”.
Namimah menimbulkan dampak buruk baik pribadi maupun masyarakat, dan dapat memecah belah kaum muslimin, menimbulkan permusuhan diantara mereka.

Dan janganlah kamu ikuti Setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah.
(QS. Al Qalam: 10-11)
Maka barang siapa yang memfitnah orang lain di hadapanmu maka bisa jadi ia pun akan memfitnahmu, maka berhati-hatilah.
Larangan yang lain adalah menipu atau berbuat curang, baik dalam berniaga, sewa-menyewa, bekerja, pegadaian, dalam setiap nasehat ataupun saran dan yang lainnya. Menipu atau kecurangan termasuk salah satu dosa besar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berlepas diri dari pelakunya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من غَشَّنَا فليس مِنَّا. وفي لفظٍ: من غش فليس مِني.
“Barang siapa yang berbuat curang/menipu maka ia bukan golongan kami” dalam riwayat yang lain, “Barang siapa yang berbuat curang/menipu maka ia bukan golonganku” (HR. Muslim).
Menipu atau curang berarti menutupi kebenaran, menyia-nyiakan amanah dan menghilangkan kepercayaan diantara manusia. Dan setiap usaha dari perbuatan menipu atau curang adalah usaha yang buruk lagi haram, yang tidak akan memberikan apa-apa kepada pelakunya melainkan ia akan semakin jauh dari Allah.
Larangan berikutnya yang harus dijauhi oleh orang yang berpuasa adalah menjauhi alat musik dengan beragam jenisnya, yang merupakan benda yang melalaikan, seperti gambus, rebab, biola, piano, dan lain-lain. Semua alat-alat ini haram dinikmati. Semakin besar keharaman dan dosanya jika disertai nyanyian dengan suara yang merdu/indah dan membuat terlena.
Allah berfirman dalam al-quran,

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang hina. (QS. Luqman: 6)
Ibnu Mas’ud ditanya tentang ayat ini, beliau berkata, “Demi Dzat yang tiada Ilah yang berhak disembah selain Dia, yang dimaksud ayat itu adalah nyanyian”. Dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Jabir, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, berkata Al Hasan, “ayat ini diturunkan berkenaan dengan nyanyian”. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan peringatan keras untuk menjauhi alat musik dan menyandingkan kedudukan pelakunya dengan pelaku zina, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ليكونَنَّ من أمَّتي أقْوَامٌ يستحِلُّونَ الحِرَ والحريرَ والخمْر والمعازفَ
Akan ada (di akhir zaman) dari umatku, kaum yang menghalalkan kehormatan, sutera dan alat musik. (HR. Bukhari).
Yang dimaksud kehormatan adalah  farji (kemaluan), lebih tepatnya, perbuatan zina. Pengertian menghalalkan dalam hadits di atas adalah seorang melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran. Hal ini sungguh telah terjadi pada zaman kita sekarang, sebagian orang memainkan alat musik atau mendengarkannya seakan-akan apa yang mereka lakukan itu adalah perkara halal. Ini merupakan salah satu keberhasilan dari tipu daya yang dilancarkan musuh-musuh Islam, sehingga kaum muslimin lalai dari berdzikir kepada Allah, agama dan dunia mereka. Sehingga jumlah kaum muslimin yang gemar mendengarkan musik lebih banyak ketimbang yang senang mendengar bacaan Al Qur’an, Hadits, perkataan para ulama’ yang menjelaskan hukum-hukum dalam syari’at agama islam berserta hikmah-hikamhnya. Maka berhati-hatilah wahai kaum muslimin dari melakukan pembatal-pembatal dan pengurang pahala puasa, jagalah diri kalian dari berkata yang buruk dan berbuat dusta.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من لم يَدَعْ قولَ الزور والعملَ به والجهلَ فليس لله حاجةٌ في أنْ يَدَع طعامَهَ وشرابَه
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta bodoh maka Allah tidak butuh pada puasanya”.
Berkata Jabir Radhiyallahu ‘anhu, “Jika engkau berpuasa, maka puasakanlah pendengaran, penglihatan dan lisanmu dari berdusta dan berbuat keharaman. Jangan menyakiti tetangga, dan buatlah tetanggamu merasa tenang dan nyaman terhadapmu. Jangan engkau samakan hari ketika engkau berpuasa dengan hari ketika engkau tidak berpuasa”
Ya Allah jagalah agama kami, anggota tubuh kami dari menimbulkan kemarahan-Mu. Ampunilah dosa-dosa kami, kedua orang tua kami, dan seluruh kaum muslimin dengan rahmat-Mu wahai Dzat yang maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada nabi kami Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, serta para sahabatnya.