Menghadirkan Hati Dalam Shalat



Menghadirkan Hati Dalam Shalat

          Ibnul Qayyim – rahimahullah – menguraikan wasiat Nabi Yahya bin Zakariya – ‘alaihimassalam – yang berbunyi :
وآمركم بالصلاة، فإذا صليتم، فلا تلتفتوا فإن الله ينصب وجهه لوجه عبده في صلاته ما لم يلتفت , رواه البخاري
Artinya:
“Dan aku memerintahkan kamu untuk shalat, jika kamu shalat maka janganlah kamu berpaling (menoleh) karena sesungguhnya Allah menghadapkan wajah-Nya kewajah hamba tersebut dalam shalat selama dia tidak berpaling”. HR. Bukhari.  
Beliau (Ibnul Qayyim) berkata : Berpaling ( iltifat ) yang dilarang dalam shalat ada dua macam :
Pertama : Berpalingnya hati dari Allah - azza wa jalla – kepada selain-Nya.
Kedua : Berpalingnya pandangan mata.
Kedua-duanya dilarang dalam shalat. Allah senantiasa menghadap ke hamba-Nya selama hamba tersebut menghadap kepada-Nya, maka tatkala dia berpaling dengan hati ataupun pandangannya, maka Allah pun akan berpaling darinya. Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang iltifat (berpaling)nya seorang laki-laki dalam shalat, maka beliau bersabda :
اختلاس يختلسه الشيطان من صلاة العبد . رواه البخاري
Artinya :
“ ( iltifat ) merupakan pencurian yang dilakukan oleh syetan dalam shalat seseorang. ( HR. Bukhari ).
            Dalam sebuah atsar disebutkan, Allah Subhanahu wata’ala berfirman (dalam hadits qudsi) : (apakah kamu berpaling) kepada yang lebih baik dari-Ku... ? kepada yang lebih baik dari-Ku?.
            Perumpamaan orang yang berpaling (iltifat) dalam shalatnya dengan pandangan ataupun hati sama seperti orang yang dipanggil oleh penguasa, kemudian dia berdiri di hadapan penguasa tersebut dan berbicara dengannya, ketika sedang berbicara orang tersebut menoleh (berpaling) ke kiri dan ke kanan, hatinya tidak sedang bersama penguasa tersebut sehingga dia tidak paham apa yang dibicarakan. Kira-kira tindakan apa yang akan dilakukan oleh penguasa tersebut menghadapi laki-laki ini?. Paling tidak penguasa tadi akan pergi meniggalkannya dalam keadaan marah, dan harga diri laki-laki tadi menjadi hilang di hadapan penguasa tersebut.
            Tidaklah sama nilainya orang yang shalat seperti itu dengan orang yang shalat dengan hati yang hadir (khusu’) menghadap Allah Subhanahu wata’ala, hatinya diselimuti dengan pengagungan kepada Allah ketika dia berdiri di hadapan-Nya, hatinya dipenuhi dengan rasa sungkan dan tunduk kepada Allah, dia malu kepada Allah ketika berpaling kepada selain-Nya. Sungguh sangat jauh perbedaan diantara shalat kedua orang tersebut sebagaimana dikatakan oleh Hassan bin ‘Athiyah.[1])
            Beliau ( Hassan bin ‘Athiyah ) mengatakan : Dua orang laki-laki bisa saja sama-sama melakukan shalat, tetapi nilai keduanya sangat jauh berbeda sebagaimana perbedaan antara langit dan bumi, ini disebabkan karena salah seorang diantara mereka shalat dengan hati yang khusu’ menghadap Allah ‘Azza wa Jalla, sementara hati yang satunya lagi lupa dan lalai. Seseorang apabila menghadap makhluk lain  dan diantara mereka ada hijab ( penghalang ) maka itu tidaklah dinamakan menghadapnya, dan juga tidak dikatakan mendekatinya, apalagi kalau itu dilakukan pada Pencipta ( Allah ) ‘Azza wa Jalla. Apabila seseorang menghadap kepada Allah ‘Azza wa Jalla sementara antara dia dan Allah terdapat penghalang berupa hawa nafsu dan was-was (godaan), jiwanya sibuk dan penuh dengan hawa nafsu dan was-was tersebut, bagaimana mungkin itu dikatakan menghadap ( Allah ) padahal dia dipermainkan oleh godaan dan bermacam fikiran yang membawanya kesana kemari.
            Seorang hamba apabila sudah berdiri untuk shalat, maka syetan akan gelisah karena dia berdiri di tempat yang paling mulia dan paling dekat ( kepada Allah ) yang sangat tidak disukai syetan. Makanya syetan berusaha semaksimal mungkin untuk menghalanginya, dia senantiasa menggoda hamba tersebut, membuatnya berangan-angan, dan lupa. Syetan akan berusaha mengerahkan semua kemampuan yang dimilikinya untuk menjadikan hamba tadi menganggap enteng shalat tersebut, sehingga akhirnya dia meninggalkannya.
            Kalau dia ( syetan tersebut ) gagal dalam usahanya, maka dia akan berusaha menjadi penghalang bagi hamba tersebut dalam shalat, menjadi penghalang dalam hatinya, dia mengingatkan hamba tersebut dalam shalat dengan berbagai macam persoalan yang terlupakan sebelum shalat. Bisa jadi hamba tadi lupa sesuatu hal, atau lupa sesuatu yang sangat penting yang membuat dia telah putus asa, maka syetan datang mengingatkannya ketika dia sedang shalat, sehingga hatinya menjadi sibuk, tidak lagi menghadap Allah, maka diapun ( hamba tadi ) berdiri di hadapan Allah tidak dengan hatinya. Dia tidak akan mendapatkan kemuliaan dan kedekatan dari Allah sebagaimana yang didapatkan oleh orang yang melakukan shalat dengan sepenuh hati. Shalat bisa menghapuskan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan kalau dikerjakan dengan sempurna, khusu’ dan berdiri di hadapan Allah dengan sepenuh hati.
            Ketika seseorang sudah bisa menghindari godaan syetan tadi, maka dia akan merasakan keringanan dalam dirinya, seolah-oleh dia telah meletakkan beban berat yang dipikulnya, dia akan merasakan semangat dan ketenangan sehingga dia berharap untuk tidak selesai dari shalat tersebut, karena shalat itu sudah menjadi harapannya, kenikmatan jiwanya, sorga hatinya dan tempat peristirahatannya dari kesibukan dunia. Dia akan merasakan dirinya dalam penjara dan kesempitan sehingga dia melaksanakan shalat, dia menjadi tentram dengan shalat tersebut. Orang-orang yang cinta dengan shalat akan mengatakan : mari kita shalat sehingga kita bisa merasakan ketentraman dengan shalat tersebut, sebagaimana dikatakan oleh panutan dan Nabi mereka :
يا بلال أرحنا بالصلاة
wahai Bilal, tentramkanlah kami dengan Shalat ”. (HR. Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Bani ).
Dan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam tidak mengatakan : Tentramkan kami dengan menjauhkan shalat tersebut dari kami.
            Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
جُعلت قرة عيني في الصلاة
 Ketentramanku diciptakan dalam shalat ” . (HR. Ahmad dan disahihkan oleh al-Bani)
            Kalau ketentraman itu diciptakan di dalam shalat, bagaimana mungkin dia bisa tentram tanpa shalat tersebut ? Bagaimana mungkin dia sanggup meninggalkannya?. Shalat orang yang menghadirkan hatinya inilah yang akan naik ( menuju Allah ), shalat itulah yang punya cahaya dan bukti, sehingga diterima oleh Allah ‘azza wa jalla. Shalat itu akan bicara : Allah akan menjagamu sebagaimana kamu menjagaku.
            Adapun shalat orang yang lalai, tidak melaksanakannya sebagaimana mestinya dan  tidak khusu’ di dalamnya, maka shalat itu akan dilipat sebagaimana dilipatnya kain yang sudah lusuh dan dipukulkan kepada orang tersebut, kemudian dia berkata : Allah akan menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu menyia-nyiakanku.
            Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar – radiyallahu ‘anhuma – berkata : Tidaklah seorang mukmin menyempurnakan wudhu’nya kemudian dia melaksanakan shalat pada waktunya, dia laksanakan dengan ikhlas kepada Allah, tanpa ada kekurangan pada waktunya, rukuknya, sujudnya dan sunnah-sunnahnya melainkan dia akan mendapatkan cahanya antara barat dan timur sampai akhirnya berakhir di sisi Allah ‘azza wajalla. Dan siapa saja yang melaksanakan shalat, dia tidak menyempurnakan wudhu’nya, mengakhirkan waktunya, tidak menyempurnakan rukuk, sujud dan sunnah-sunnahnya maka diangkatkan darinya benda hitam gelap dan langsung mengatakan kepadanya : Allah akan menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu menyia-nyiakanku... Allah akan menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu menyia-nyiakanku... (Haditsnya Lemah/Dha’if ).
            Shalat dan amalan yang maqbul (yang akan diterima Allah) adalah apabila dilakukan dengan cara yang sesuai dengan kebesaran Allah ‘Azza wajalla, kalau shalat tersebut dilakukan dengan benar dan pantas maka pasti akan diterima.

Amalan yang Maqbul (diterima di sisi Allah) ada dua macam :
Pertama : Shalat dan amalan lainnya yang dilakukan seorang hamba dengan sepenuh hati kepada Allah ‘azza wajalla, ia senantiasa ingat (zikir) kepada Allah ‘azza wajalla. Maka amalan ini akan dibawa kehadapan Allah, diletakkan di depan-NYa, kemudian Allah memandang amalan tersebut, kalau Allah melihat amalan tersebut dilakukan dengan ikhlas mengharapkan ridha-Nya, timbul dari hati yang selamat (bersih), ikhlas dan cinta serta bertaqarrub kepada-Nya, maka Allah akan mencintai amalan tersebut, meridhainya dan menerimanya.
Kedua : amalan yang dilakukan karena sekedar kebiasaan dan dilakukan dengan lalai, meskipun niatnya untuk ketaatan dan taqarrub kepada Allah, anggota tubuhnya melakukan gerakan-gerakan ketaatan, tetapi hatinya lalai dari mengingat Allah. Ketika amalan tersebut diangkat menghadap Allah, dia tidak diletakkan di hadapan-Nya, dan Allah tidak memperhatikannya, tapi amalan tersebut langsung di letakkan di tempat catatan amal, sehingga nanti ditampilkan pada hari kiamat. Allah akan memberikan balasan sesuai dengan bagian yang dikerjakan karena mengharapkan ridha-Nya, sementara yang dikerjakan bukan karena mengharapkan ridha-Nya akan ditolak. Itulah bentuk penerimaan-Nya terhadap amalan ini. Balasan yang akan diberikan untuk amalan seperti ini adalah berupa ciptaan-Nya seperti istana (di sorga), makanan, minuman dan bidadari.
Adapun balasan untuk yang pertama tadi maka Allah ridha dengan amalan tersebut, ridha dengan cara hamba tersebut melakukannya, ridha dengan taqarrub yang dilakukannya, Allah akan meninggikan derajat dan tempatnya, yang diberikan tanpa dihitung lagi. Jadi ada perbedaan antara amalan pertama dan kedua.

Manusia dalam melaksanakan shalat dikelompokkan menjadi lima tingkatan:
Pertama : tingkatan orang-orang yang zhalim terhadap dirinya, yaitu orang-orang yang tidak menyempurnakan wudhu’nya, waktunya, batasan-batasannya dan rukun-rukunnya.
            Kedua : orang yang menjaga waktu shalatnya, batasan-batasannya, rukun-rukunnya dan wudhu’nya, tetapi dia tidak berusaha melepaskan dirinya dari godaan, sehingga dia hanyut dalam godaan dan berbagai macam fikiran yang timbul.
            Ketiga : orang yang menjaga batasan-batasan shalat, rukun-rukunnya dan berusaha untuk melawan godaan dan pemikiran yang muncul, akhirnya dia larut dalam usaha melawan syetan supaya tidak mencuri shalatnya, maka berarti dia berada dalam shalat dan jihad.
            Keempat : orang yang melaksanakan shalat dengan menyempurnakan hak-haknya, rukun dan batasan-batasannya, hatinya larut menjaga batasan-batasan dan hak-hak shalat tersebut sehingga tidak ada yang luput, semua perhatiannya tercurah untuk mendirikan dan menyempurnakan shalat sebagaimana mestinya , berarti hatinya larut dalam shalat dan beribadah kepada Allah tabaaraka wata’ala.
            Kelima : orang yang melaksanakan shalat seperti tingkatan ke empat tadi, ditambah lagi dia meletakkan hatinya sepenuhnya di hadapan Allah ‘azza wajalla, dia melihat kepada Allah dengan hatinya dan mengawasi-Nya, hatinya dipenuhi dengan rasa cinta dan pengagungan kepada Allah, seolah-olah dia melihat dan menyaksikan-Nya. Godaan-godaan sudah hilang darinya, sudah tidak ada lagi godaan yang jadi penghalang antara dia dengan Tuhannya. Orang yang seperti ini dibanding dengan yang lainnya jelas lebih utama sebagaimana perbedaan antara langit dan bumi, karena dia dalam shalatnya sibuk dengan Tuhannya ‘azza wajalla, dia tentram bersama-Nya.
            Orang-orang di tingkat pertama akan mendapat ‘iqab, yang kedua akan dihisab, yang ketiga (shalatnya) jadi penghapus dosa-dosanya, yang ke empat mendapatkan balasan dan yang kelima menjadi orang yang akan di dekatkan kepada Allah, karena dia menjadikan ketentraman bersama Allah dalam shalatnya. Siapa saja yang tentram hatinya dengan shalat di dunia ini, maka dia akan tentram juga di akhirat karena dekat dengan Allah. Orang yang tentram hatinya bersama Allah di dunia, maka hati-hati yang lainpun akan merasa tentram karenanya, sedangkan orang yang tidak tentram hatinya bersama Allah maka jiwanya akan terpecah belah mengikuti dunia dengan penuh kerugian.
            Diriwayatkan bahwa seorang hamba tatkala berdiri untuk melaksanakan shalat maka Allah ‘azza wajalla berfirman : angkat hijab ( pembatas ) antara Aku dengan hamba-Ku, namun tatkala ia berpaling maka Allah berfirman: turunkan hijab ( kembali ). Berpaling (iltifat) di sini ditafsirkan dengan berpalingnya hati orang tersebut dari Allah ‘azza wajalla kepada selain-Nya, maka ketika dia berpaling kepada selain-Nya diturunkanlah hijab antara Dia dan hamba-Nya, ketika itulah syaitan datang dengan urusan dunia, dia memperlihatkan kepada orang tersebut godaan dunia di cermin (sehingga kelihatan nyata). Jadi ketika seorang hamba menghadap Allah dengan hatinya dan dia tidak berpaling, maka syetan tidak sanggup menghalangi antara hati tersebut dan Allah, syetan hanya akan masuk ketika ada hijab. Ketika hamba tersebut kembali kepada Allah dan menghadirkan hatinya maka syetan akan lari, jika dia berpaling lagi (dari Allah) maka syetan akan datang. Demikian seterusnya antara hamba dan syetan selama dalam shalat.
            Manusia hanya akan sanggup untuk menghadirkan hatinya dalam shalat dan menyibukkan hati tersebut dalam shalat bersama dengan Tuhannya ketika dia bisa menguasai syahwat dan hawa nafsunya, kalau tidak maka hatinya akan dikuasai oleh syahwat dan dipenjara oleh nafsu, ketika itulah syetan mendapatkan tempat untuk duduk dengan nyaman di dalamnya sehingga dengan mudah dia menggoda dengan was-was dan berbagai macam fikiran ( dunia ).

Hati manusia ada tiga macam :
Pertama : hati yang kosong dari keimanan dan kebaikan, ini adalah hati yang sudah hitam penuh dengan kegelapan, syetan dengan tenang bisa menggodanya, karena dia telah mendapatkan tempat yang nyaman untuk rumah tempat tinggalnya, sehingga dia bisa berbuat sekehendaknya dengan sangat leluasa.
Kedua : hati yang mendapat cahaya keimanan dan menyalakan lampu didalamnya, tapi masih ada bekas-bekas kegelapan syahwat dan gelombang hawa nafsu di dalamnya, maka di sini syetan mondar-mandir tergantung situasi, di sinilah terjadi perang antara hati dan syetan. Kondisinya berbeda antara seorang hamba dengan yang lainnya tergantung porsi kegelapan tersebut, ada orang yang waktu kemenangannya lebih banyak dibanding kekalahannya, dan sebaliknya ada juga orang yang waktu kekalahannya lebih banyak dibanding waktu kemenangannya, dan ada juga yang seimbang.
Ketiga : hati yang sudah dipenuhi dengan keimanan, diterangi dengan cahayanya, tirai syahwat telah menjauh dari dirinya, kegelapan sudah pergi meninggalkannya, cahaya di dalam hatinya bersinar cemerlang, sehingga ketika ada godaan syahwat yang datang maka dia (godaan tersebut) akan langsung terbakar, dia ibaratkan langit yang dijaga dengan bintang-bintang, ketika ada syetan yang mendekat akan langsung dilemparnya hingga terbakar.
Semoga Shalawat dan Salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.


[1] (   Ibnu Hibban menyebutkan dalam Masyahir Atba’it tabi’in bisy syam bahwa Hassan bin ‘Athiyah termasuk ulama yang paling mulia di zamannya, dari segi keterpercayaannya (ke tsiqahannya ), keprofesionalannya, keutamaan dan kebaikannya. Lihat kitab Masyahir Ulama al-amshar nomor 1433. Atsar ini diriwayatkan oleh Abdullah bin al-Mubarak dalam kitab Az-Zuhdu wa ar-Raqaaiq

SURAT KEPADA GURU DAN MURID



SURAT KEPADA GURU DAN MURID


Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhamad SAW beserta keluarga dan sahabatnya semua.
Islam benar-benar memberikan perhatian yang besar terhadap ilmu, mengajak manusia kepadanya, menjelaskan adab-adabnya, menerangkan manfaat-manfaatnya dan memperingatkan orang-orang yang berpaling darinya. Ketika Islam datang, prioritas pertama diberikan adalah memperluas pengetahuan menusia dengan ilmu:
" اقرأ بسم ربك الذي خلق "                                                                        
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.“ (QS. Al-‘Alaq: 1)
Dalam menyebarlah ilmu kepada umat ini hendaklah dengan melalui “basmalah.” Cukuplah bacaan ini sebagai penolong dalam menuntut ilmu.
Ilmu adalah warisan kenabian:
" وورث سليمان داود "                                                                              
Dan Sulaiman telah mewarisi Dawud.“
Orang yang menuntut ilmu termasuk dalam jajaran orang-orang mulia dan agung:
" يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات "                                           
“Allah mengangkat orang-orang beriman diantara kalian dan orang-orang berilmu beberapa derajat.“
Menapaki jalan ilmu adalah tangga untuk kekal dalam surga.
Rasulullah SAW bersabda:
" من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له طريقا إلى الجنة " رواه مسلم                                
 “Barang siapa melalui suatu jalan yang di dalamnya terdapat ilmu, maka Allah akan mempermudah baginya jalan menuju surga.“ (HR. Muslim).
Para makhluk ridla kepada penunutut ilmu, meminta ampun untuknya atas perbuatanya, dan para malaikat juga senang berkumpul dengannya. Rasulullah saw bersabda:
"  وإن الملا ئكة لتضع أجنحتها لطالب العلم رضا بما يصنع, وإن العالم يستغفر له من في السماوات ومن في الأرض حتى الحيتان في الماء ( المتبحر فيه قمر يضاءالكون بنوره) وفضل العالم على العابد كفضل القمر على سائر الكواكب, وإن العلماء ورثة الأنبياء, وإن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما إنما ورثوا العلم فمن أخذه أخذ بحظ وافر "  رواه االترمذي.                                             
Dan sungguh para malaikat meletakan sayapnya bagi penuntut ilmu sebagai bentuk keridloanya atas apa yang diperbuat, dan seluruh penduduk langit dan bumi meminta ampun bagi orang yang berilmu, bahkan ikan-ikan paus di air juga melakukan hal yang sama ( orang yang luas ilmunya bagaikan bulan yang menyinari alam dengan cahayanya), dan keutamaan ahli ilmu atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang, para ulama adalah pewaris Nabi, dan para Nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, mereka hanya mewariskan ilmu, maka barang siapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak.“ (HR. Tirmizi).
Menuntut ilmu karena Allah adalah ibadah, pengetahuan tentangnya adalah bagian dari takut kepada-Nya, mengingat-ingatnya adalah tasbih, mendermakanya untuk ahlinya adalah satu bentuk mendekatkan diri kepada-Nya, dengan ilmu Allah SWT dikenal dan disembah, dipuji dan di-Esakan, ia adalah teman dalam kesendirian, kawan dalam kesepian, denganya kekerabatan disambung, halal dan haram diketahui, ilmu adalah sebaik-baik perolehan, simpanan kekayaan termahal, buah terbaik yang dipetik, Basyr Al-Hafi berkata: “Aku tidak mengetahui amalan yang lebih utama di atas muka bumi ini selain menuntut ilmu.“  
Menuntut ilmu adalah bagian dari menghidupkan agama-Nya dan menghinakan setan. Sebab ilmu itu sebagai petunjuk kepada kebaikan, penolong untuk menuju kepada keperwiraan, Ibnu Uyainah berkata: “Barang siapa menuntut ilmu, maka sesungguhnya ia telah berbuat baik kepada Allah.“
Orang yang mendapat petunjuk kepada ilmu adalah pemilik kebaikan, Rasulullah SAW bersabda:
" من يردالله به خيرا يفقهه في الدين "                                                                 
Barang siapa dikehendaki Allah SWT suatu kebaikan, maka akan diberi pemahaman dalam agama.“

Wahai kaum muslimin:
Tidak ada kebaikan bagi jiwa kecuali dengan beribadah kepada Allah SWT. Menuntut ilmu adalah satu bentuk ibadah, dan niat adalah pondasinya, maka luruskanlah niat dalam menuntut ilmu semata-mata untuk menggapai ridla-Nya, jangan engkau palingkan niat kepada harta duniawi karena semuanya pasti akan binasa, sebagaimana dalam hadits:
"من تعلم علما مما يبتغى به وجه الله لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة                                                                                                                            
Barang siapa mempelajari ilmu yang digunakan untuk mencari ridla Allah SWT, lalu ia tidak mempelajarinya melainkan untuk memperoleh harta dunia, maka ia tidak akan mendapatkan bau surga di hari kiamat.“
Menuntut ilmu tanpa disertai niat yang baik adalah usaha yang sia-sia, tidak mendapatkan pahala, bahkan pelakunya terancam dan akan mempertanggungjawabkan pada hari perhitungan. Setiap ilmu yang tidak menyebabkan pemiliknya takut kepada Allah SWT akan mengancam penunututnya, ilmu dan amal adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, banyak keutamaan yang didapat dalam memadukan keduanya, orang akan mengambil manfaat dari ilmu anda sebanding dengan pengamalan anda, hendaklah hati anda bersih dan jauh dari akhlak yang buruk dan sifat yang tercela, mulailah dalam menuntut ilmu dengan menghafal kitab Allah dengan baik dan tadabur, sungguh umat ini telah menguasai setiap disiplin ilmu, maka barang siapa diberi cahaya dan petunjuk-Nya untuk mencapai itu, maka hafalkanlah ringkasan setiap ilmu, kemudian beralihlah kepada yang lebih luas (syarah-syarah), ambilah pelajaran yang terbaik, berikan perhatiaan kepada ilmu yang memiliki urgensi lebih besar serta dalamilah ia, ambilah ilmu dari orang yang ahli dan dapat dijadikan panutan baik dari sisi keilmuan maupun amalanya, sesungguhnya ilmu ini agama, maka perhatikanlah dari siapa anda mengambil agama anda, dan pilihlah dalam perjalananmu menuntut ilmu teman yang dapat menolongmu jika kamu bimbang, serta menguatkan semangtmu ketika kamu lemah, jauhilah dari berteman dengan para penganggur, manfaatkan masa kanak-kanak untuk menuntut ilmu, karena masa itu lebih dapat menghadirkan hati dan menfokuskan fikiran, sesungguhnya agama keseluruhanya adalah ilmu tentang kebenaran dengan pengamalan, ilmu dan amal membutuhkan kesabaran, dan orang yang sabar dijanjikan surga:
" سلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار "                                                         
(sambil mengucapkan),” selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.“ Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.“  
Ilmu tidak akan didapat kecuali dengan kesabaran dalam menghadapi segala kondisi yang tidak mengenakan, dan dengan mengorbankan jiwa serta waktu dalam menuntutnya, dan dengan memperhatikan akibat dari semua urusan niscaya kesabaran akan terasa ringan.

Wahai para pelajar!
Ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan tawadlu‘ (kerendahan hati) dan menfokuskan pendengaran, karena itu hormatilah gurumu, angkatlah derajatnya dengan bertindak sopan terhadapnya baik dalam berbicara, mendengar, maupun dalam bertingkah laku, adab yang jelek terhadap guru berarti keluar dari keperwiraan dan kebajikan, bertentangan dengan adab para salafushalih, Ar-Rabi‘ berkata:“Demi Allah aku tidak berani untuk meminum air sedang imam Syafi’i melihatku karena rasa hormatku kepadanya.“
Dan berterima kasihlah kepada guru atas bimbinganya, karena tidak dianggap bersyukur kepada Allah SWT jika tidak berterima kasih kepada manusia, dan termasuk bentuk cinta seorang murid kepada guru adalah memaafkan segala kekuranganya dan mengembalikan celah kepada diri sendiri, berbicaralah kepadanya dengan baik,  lembutkanlah suara ketika bertanya dan ketika menjawab, hendarilah berdebat denganya, Az-Zuhri berkata:“Abu Salamah pernah mendebat Ibnu Abbas, maka akibatnya  ia tercegah dari memperoleh ilmu yang banyak.“
Dengarkanlah pembicaraan gurumu dengan seksama, jangan malu bertanya tentang agama jika ada yang tidak anda fahami, bertanya tentang agama adalah kemuliaan, sedang enggan bertanya dan memilih untuk tetap dalam kebodohan adalah kehinaan, Aisyah r.a. berkata:“Semoga Allah SWT merahmati para wanita Anshar, rasa malu mereka tidak mencegah mereka untuk memperdalam agama.“
Hindarilah gangguan-gangguan yang dapat menghambat perjalanan Anda dalam menuntut ilmu, karena belajar dan menghafal tidak akan efektif dengan kehadiran gangguan-gangguan. Begitu juga berada dalam situasi kehidupan yang glamor akan mengganggu fikiran dan menjadikan hidup seakan dalam alam angan-angan serta membuang waktu dengan percuma, menjauhi semua itu  yang jelek. Bersihkanlah pendengaran dan pengelihatanmu dari segala yang dapat mengotori pikiranmu, memperburuk perilakumu dan merusak akhlakmu, sehingga kamu mengesampingkan ilmu dan hidup dalam kehinaan. Teman adalah ibarat jiwa kedua, jika ia baik maka akan menolong, tapi jika buruk maka akan merusak. Jauhilah teman buruk karena ia dapat melunturkan kekuatan obsesi dan menjerumuskan Anda ke dalam lingkungan masyarakat terbelakang, karena teman dari kalangan pengangguran hanya akan mengganggu, mengajak untuk menunda-nunda pekerjaan dan hanya membisikkan angan-angan belaka.

Wahai para guru!
Tugas mengajar adalah tugas yang berat, amanat yang dibebankan kepada pengajar teramat besar, perjalanan hidup dan tanggung jawab para guru tidaklah ringan. Anda memikul amanah yang berat, mendapatkan warisan yang sarat dengan tanggung jawab. Umat ini senantiasa mengharapkan dari Anda lahirnya generasi yang memilki kemauan kuat dan pandangan yang tajam. Anda para guru adalah pelindung para pemuda, pendidik segenap generasi, penyiram pohon masa depan, pembawa risalah yang mulia. Penunjuk kebaikan bagi manusia senantiasa mendapat curahan salawat dari-Nya dan dari malaikat-Nya, alam seluruhnya memohonkan ampunan untuk Anda termasuk juga doa dari ikan di lautan dan burung di udara.
Guru adalah pembimbing yang meneladani para Nabi dan menapaki langkah para Rasul dalam mengajarkan ilmu pengetahuan. Ikhlaskanlah niat untuk Allah SWT, resapilah keutamaan ilmu dan keutamaan mengajarkanya dalam rangka menghidupkan syariat dan memelihara syiar agama, jadilah teladan dalam berakhlak dan beragama, berikanlah nasehat yang tulus kepada murid saat mengajar, dan di antara petunjuk Nabi SAW adalah berbelas kasihan terhadap murid, baik mereka yang masih kecil maupun yang telah besar.
Sebuah hadits berkisah tentang  seorang Arab Badui yang kencing di masjid cukup jelas menunjukan hal itu, berupayalah untuk senantiasa menyatukan hati anak-anak kaum muslimin dalam kebajikan dan takwa. Jauhkanlah segala gangguan dari mereka semua dalam menuntut ilmu. Boleh jadi terpengaruhnya murid Anda kepada Anda melebihi terpengaruhnya seorang anak kepada bapaknya. Bermurah hatilah dalam mengajar karena itu adalah watak orang-orang salih, bersabarlah dalam menghadapi mereka karena sesungguhnya menanam itu susah sedang saat memetik penuh dengan buah dan pahala. Jangan sekali-kali meremehkan murid Anda meski  kemampuanya lemah dan perolehannya rendah. Menjadi keburukan bagi seseorang apabila ia meremehkah saudara muslimnya. Berlakulah dengan adil dalam bersikap, memandang, mengganjar dan memberi sangsi terhadap murid-murid Anda, hindarilah dari berbuat dzalim dan menang sendiri. 
Syaikhul Islam Ibn Taimiyah berkata: “Setiap yang memutuskan perkara di antara dua pihak maka ia adalah hakim, bahkan yang memutuskan di antara anak-anak kecilpun demikian, karena para sahabat dulu juga menganggapnya hakim.  Hadits mengatakan: “hakim itu ada tiga; dua di neraka dan satu di surga.“
Guru termasuk di dalamnya, sesungguhnya membentengi para siswa dengan ilmu syari‘ah merupakan tuntutan syar’i, meskipun arah kecenderungan mereka bukan kepada ilmu agama, ilmu syari’ah akan membekali sisiwa dengan ketenangan dan kebahagiaan saat belajar.
Allah SWT berfirman:
" ألا بذكر الله تطمئن القلوب "                                                                              
“Ketahuilah bahwa dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.“ (QS. Ar-Ra’d).
Adalah merupakan aib bagi seseorang yang hanya mengetahui ilmu umum tetapi bodoh dengan ilmu syari’ah yang mendasar. Kebutuhanya akan agama semakin meningkat seiring dengan banyaknya fitnah dan cobaan yang ia hadapi. Seorang muslim akan menjadi insan yang unggul dengan ilmu dan keluasan pengetahuanya, didukung oleh cahaya iman yang memadukan antara dunia dan akhirat serta seluruh yang ada di alam dengan ke-Esaan Allah SWT.

Wahai guru dan pelajar perempuan:
Berdiam diri di rumah bagi perempuan adalah tuntutan dan aturan  syar’i, keluarnya perempuan dari rumah untuk mengajar terikat dengan syarat-syarat serta harus sejalan dengan kaidah-kaidah syari’ah. Jadilah Anda perempuan yang bangga ketika menjalankan perintah Tuhanmu. Hijab adalah penjelas dan cadar adalah penerang. Kecantikan wanita ada pada kesopanannya dan keindahannya terdapat dalam iffahnya (kehormatan dan kesucian). Jadilah seorang dai untuk agama Allah SWT melalui komitmen dengan agama-Nya. Hindarilah perilaku yang dapat mencederai kehormatan kaum muslim dengan ghibah, adu domba dan memperolok-olok orang lain. Jauhilah sifat sombong dan berbangga diri. Jadikanlah setiap tahapan pendidikan Anda sebagai sarana meningkatkan iman dan pelajaran yang efektif  untuk membangun generasi yang beriman.

         " قل هل يستوي الذين يعلمون والذين لا يعلمون "
Katakanlah, apakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.“ (QS. Az-Zumar: 9).
Ujub dan  marah adalah penyakit ilmu, sedangkan sifat ramah dan rendah hati adalah hiasannya. Orang yang bahagia adalah orang yang tahu jalan menuju Tuhanya, ia berjalan di atas jalan itu untuk menuju kepada-Nya, itulah orang yang dermawan kepada Tuhannya. Sedangkan orang yang tercegah dari kebahagiaan adalah orang yang tahu jalan menuju Tuhan-Nya kemudian ia berpaling dari-Nya. Kebaikan yang sempurna adalah memohon pertolongan kepada Allah SWT pada saat menuntut ilmu sebagai warisan dari Nabi SAW. Ilmu yang hak adalah ilmu yang sesuai dengan ilmu Allah SWT. Keinginan yang benar adalah yang mendatangkan kecintaan dan ridla-Nya. Ilmu yang bermanfaat adalah sumber petunjuk dan mengamalkan kebenaran adalah petunjuk. Kesesatan adalah beramal tanpa ilmu dan mengikuti hawa nafsu. Petunjuk tidak akan diraih kecuali dengan ilmu dan kesabaran. Pangkal kejahatan adalah kebodohan dan tidak berilmu. Malas dalam mencari nilai-nilai keutamaan adalah seburuk-buruk teman.
Bersiap-siaplah untuk meraih ilmu dengan membersihkan jiwa dari kelemahan dan mengikuti hawa nafsu. Tawadlu' (merendah) di hadapan ulama adalah memuliakan diri dari kehinaan. Sesalilah kelalaian yang lalu, dan bersungguh-sungguhlah  dalam mengejar jejak orang-orang yang memilki keutamaan dan  cita-cita mulia selama masih ada keluasan waktu dan usia. Semoga Allah SWT memberikan taufik-Nya kepadamu dan membimbing langkahmu menuju kebaikan. Amin...
Wasallallah 'alaa Nabiyina Muhammad.