Anjuran Untuk Shalat Malam



Anjuran Untuk Shalat Malam
Al-Qur`an, sunnah dan ijma’, semuanya menunjukkan disyari’atkan shalat malam. adapun al-Qur`an, maka sudah dijelaskan ayat-ayat yang menunjukkan hal itu.
Adapun dari sunnah maka sangat banyak, di antaranya:
1.       Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya melaksanakan shalat malam di masjid di bulan Ramadhan hingga malam ke empat, sebagaimana dalam al-Bukhari dan Muslim dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha.
2.       Dalam hadits al-Bukhari dan Muslim, dari hadits Mughirah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam hingga bengkak kedua kakinya. Dikatakan kepada beliau: ‘Allah subhanahu wa ta’ala sudah mengampuni dosa-dosamu yang terdahulu dan kemudian.’ Beliau bersabda: ‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang bersyukur.’
3.       Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa dia shalat malam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4.       Diriwayatkan bahwa beliau bersabda: “Sesungguhnya Abdullah adalah laki-laki yang shalih jika ia shalat malam.” Muttafaqun ‘alaih dari hadits Hafshah radhiyallahu ‘anha.
5.       Diriwayatkan dalam keistimewaan bulan Ramadhan, sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama: “Barangsiapa yang mendirikan (shalat malam) bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya diampuni dosanya yang terdahulu.”Muttafaqun ‘alaih dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Para ulama menceritakan ijma’ dan mengutipnya dalam disyari’atkan shalat malam, terutama di bulan Ramadhan. Ibnu Abdil Barr berkata: shalat malam bulan Ramadhan adalah sunnah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memulainya kemudian meninggalkannya karena khawatir diwajibkan kepada umatnya, dan Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu mensunnahkannya di hadapan para sahabat, maka tidak ada yang mengingkarinya dan mereka ijma’ untuk mengamalkannya.[1]
An-Nawawi berkata: Shalat Tarawih hukumnya sunnah dengan ijma’ para ulama.[2] Dan ia berkata: para ulama sepakat mensunnahkannya.[3] Ibnu Rusyd berkata: Mereka (Ulama) ijma’ bahwa shalat bulan Ramadhan dianjurkan melebihi semua bulan.[4]
Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan secara berjamaah hukumnya sunnah. Al-Baghawi berkata: Shalat malam di bulan Ramadhan secara berjama’ah hukumnya sunnah, bukan bid’ah.[5] Bahkan as-Sarakhsi berkata: Shalat Tarawih adalah sunnah, tidak boleh meninggalkannya.[6]
Faidah: Shalat malam di bulan Ramadhan secara berjamaah lebih utama dari pada melakukannya sendirian di rumah.
Ibnu Mundzir berkata: Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Sesungguhnya apabila seorang laki-laki berdiri (shalat) bersama imam sehingga ia (imam) berpaling niscaya ditulis untuknya malamnya yang tersisa.’ Merupakan dalil bahwa shalat dalam jamaah bersama imam di bulan Ramadhan lebih utama dari pada shalat sendirian.[7]
                An-Nawawi berkata: Mereka berbeda pendapat dalam masalam bahwa yang lebih utama melaksanakan shalatnya sendirian di rumahnya atau berjamaah di masjid. Asy-Syafii, jumhur sahabatnya, Abu Hanifah, Ahmad dan sebagian ulama Maliki dan selain mereka berkata: Yang lebih utama adalah melaksanakannya secara berjamaah, seperti yang dilakukan oleh Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu dan para sahabat. Perbuatan kaum muslimin terus berlanjut karena ia termasuk syi’ar yang nampak, maka ia menyerupai shalat ied.
                Imam Malik, Abu Yusuf, sebagian ulama Syafii dan selain mereka berkata: Yang lebih utama adalah sendirian di rumah.[8]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Para ulama berbeda pendapat dalam masalah shalat malam di bulan Ramadhan, apakah melakukannya berjamaah di masjid lebih utama atau di rumah lebih utama? Ada dua pendapat yang masyhur, keduanya adalah dua pendapat bagi imam Syafii dan imam Ahmad. Satu golongan mengutamakan melakukannya di masjid berjamaah, termasuk di antara mereka imam Laits. Dan satu golongan mengutamakan melakukannya di rumah dan berhujjah dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((أَفْضَلُ الصَّلاَةِ صَلاَةُ اْلمَرْءِ فِى بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوْبَةَ)) (متفق عليه)
Shalat paling utama adalah shalat seseorang di rumahnya kecuali shalat fardhu.” Muttafaqun ‘alaih.
Imam Ahmad dan yang lainnya berhujjah dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Dzarr:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (( اَلرَّجُلُ إِذَا قَامَ مَعَ اْلإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كَتَبَ اللّه لَهُ قِيَامَ لَيْلَةٍ )) (رواه أحمد)
Apabila seseorang shalat bersama imam sehingga ia berpaling niscaya Allah subhanahu wa ta’ala menulis untuknya shalat satu malam.”
Adapun sabdanya: “Shalat paling utama adalah shalat seseorang di rumahnya kecuali shalat fardhu.” Maksudnya adalah selama tidak disyari’atkan berjamaah, adapun yang disyari’atkan berjamaah seperti shalat gerhana (kusuuf) maka melakukannya di masjid lebih utama dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mutawatir dan kesepakatan para ulama. Mereka berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengumpulkan manusia untuk melaksanakan shalat malam karena khawatir menjadi wajib, dan hal ini sudah terhindar dengan wafatnya beliau, maka hal ini sama seperti mengumpulkan al-Qur`an dan yang lainnya. Apabila shalat berjamaah disyari’atkan padanya maka melaksanakannya berjamaah lebih utama.
Adapun ucapan Umar radhiyallahu ‘anhu: ‘Dan yang kamu tidur darinya lebih utama’ maksudnya adalah akhir malam dan manusia melaksanakan shalat di permulaannya. Ini adalah pendapat yang shahih. Maka sesungguhnya akhir malam lebih utama, sebagaimana shalat isya di permulaannya lebih utama, dan waktu yang tidak utama terkadang ditentukan amal ibadah padanya padahal yang lebih utama adalah di waktu yang lain. Sebagaimana menjama’ di antara dua shalat di Arafah dan Muzdalifah lebih utama dari pada memisahnya karena suatu sebab yang mengharuskan hal itu. Sekalipun asalnya: bahwa shalat dalam waktunya dan mendinginkan shalat (Zhuhur) di saat cuaca sangat panas lebih utama.
Adapun hari Jum’at maka shalat setelah gelincir matahari lebih utama dan tidak disunnah ibrad(menunggu agak dingin) di hari Jum’at karena hal itu menyusahkan manusia. Dan menunda  shalat isya hingga sepertiga malam lebih utama kecuali bila manusia sudah berkumpul dan menunggu menyusahkan mereka, maka melaksanakannya sebelum hal itu lebih utama. Demikian pula berkumpul di bulan Ramadhan di separo malam yang kedua (setelah tengah malam) apabila menyusahkan manusia.
Di dalam sunnah, dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Shalat seseorang bersama seorang laki-laki lebih utama dari pada shalatnya sendirian, shalatnya bersama dua orang laki-laki lebih utama dari pada shalatnya bersama satu orang laki-laki, dan yang  lebih banyak maka ia lebih dicintai di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Karena alasan inilah, imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya:disunnahkan melakukan shalat Subuh apabila sudah mulai terang karena lebih banyak jamaah, sekalipun di saat masih gelap (setelah terbit fajar) lebih utama. Berdasarkan nash dan ijma’: Sesungguhnya waktu yang tidak utama, terkadang ditentukan melakukan padanya hukumnya lebih utama.
Catatan:  Apakah disyari’atkan berjamaah untuk shalat sunnat di luar bulan Ramadhan? Segolongan ulama menyebutkan bahwa shalat sunnah boleh dilaksanakan berjamaah, dengan syarat bahwa hal itu jangan dijadikan kebiasaan, berdasarkan dalil:
1.       Dalam Shahihain, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di rumah Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha. Anas berkata: ‘Maka aku shalat di belakang beliau bersama seorang yatim, dan Ummu Sulaim di belakang kami.”
2.       Hadits ‘Itban bin Malik radhiyallahu ‘anhu saat meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar berkunjung ke rumahnya lalu shalat di rumahnya, maka ia menjadikannya sebagai tempat shalat.’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkunjung kepadanya, lalu shalat di rumahnya dan para sahabatnya shalat di belakang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. HR. Al-Bukhari.
3.       Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dalam shalatnya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Muttafaqun ‘alaih.
4.       Hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu dan Jabbar radhiyallahu ‘anhu dalam shalat mereka bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat malam. HR. Muslim.
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa boleh shalat sunnah berjamaah dan al-Bukhari menyebutkan satu bab dalam shahihnya: ‘Bab shalat sunnah berjamaah’, disebutkan oleh Anas radhiyallahu ‘anhu dan Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu Quddamah berkata: ‘Boleh shalat sunnah secara berjamaah dan sendirian, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan keduanya, dan sebagian besar shalat beliau adalah sendirian. Beliau shalat dengan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu satu kali, dengan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu satu kali, dengan Anas, ibunya dan anak yatim satu kali, shalat bersama sahabatnya di rumah Itban sekali, mengimami mereka di malam-malam bulan Ramadhan tiga kali...dan semuanya shahih dan baik.[9]  Akan tetapi hal itu disyaratkan dengan syarat yang sudah disebutkan, yaitu: jangan dijadikan sebagai sunnah ratibah (terus menerus), agar tidak menyerupai shalat yang disyari’atkan berjamaah.
Syaikhul Islam berkata: Berkumpul untuk shalat sunnah terkadang termasuk yang disunnahkan berjamaah padanya apabila ia tidak menjadikannya sebagai kebiasaan, demikian pula apabila untuk mashlahat, seperti tidak bisa shalat sendirian atau tidak rajin sendirian, maka jama’ah lebih utama bila tidak dijadikan sebagai ratibah, dan melakukannya di rumah lebih utama kecuali untuk mashlahat yang lebih utama.[10]
Dan ia berkata: ‘Tidak dimakruhkan shalat sunnah berjamaah, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak menjadikan hal itu sebagai sunnah ratibah.[11]
Shalat sunnah berjamaah ada dua macam: salah satunya: yang disunnahkan berjamaah secara rutin seperti shalat gerhana, istisqa dan shalat bulan Ramadhan, maka ini selalu dilakukan berjamaah, sebagaimana disebutkan dalam sunnah.
Kedua, yang tidak disunnahkan berjamaah secara rutin, seperti shalat malam, sunah rawatib, shalat dhuha, tahiyatul masjid dan semisalnya, maka semua ini bila terkadang dilaksanakan berjamaah tidak mengapa. Adapun berjamaah secara rutin dalam hal itu maka tidak disyari’atkan, bahkan termasuk bid’ah. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat, dan para tabi’in tidak membiasakan berkumpul untuk hal itu. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang melakukan hal itu dalam jamaah yang sedikit, beliau biasanya shalat malam sendirian. Akan tetapi tatkala Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menginap, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat bersamanya. Di malam yang lain beliau shalat bersama Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu. Di malam yang lain beliau shalat bersama Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Demikian pula beliau shalat di sisi ‘Itban bin Malik al-Anshari radhiyallahu ‘anhu di satu tempat untuk dijadikan sebagai tempat shalat. Juga beliau shalat bersama Anas radhiyallahu ‘anhu, ibunya, dan anak yatim, dan shalat sunnah beliau secara umum dilakukan sendirian.[12]
Di dalam syarah al-Muntaha[13]: Shalat sunnah secara tersembunyi lebih utama, tidak mengapa berjamaah padanya. Al-Majd dan yang lainnya berkata: kecuali dijadikan sebagai kebiasaan dan sunnah (maka tidak dibolehkan).
Syaikhul Islam berkata: ‘Kamu harus mengetahui bahwa bila disunnahkan shalat sunnah mutlak di waktu tertentu dan dibolehkan shalat sunnah berjamaah, tidak berarti boleh shalat sunnah secara berjamaah secara turin yang tidak disyari’atkan, bahkan harus dibedakan di antara dua bab. Dan penjelasan hal itu bahwa berkumpul untuk shalat sunnah, atau mendengarkan al-Qur`an, atau dzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan semisal yang demikian itu, apabila hal itu dilakukan sewaktu-waktu maka ini sesuatu yang baik.
Diriwayatkan dalam hadits shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat sunnah berjamaah sewaktu-waktu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi para sahabatnya, dan di tengah mereka ada yang sedang membaca al-Qur`an dan yang lain mendengarkan, lalu beliau duduk bersama mereka ikut mendengarkan. Apabila para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkumpul, mereka menyuruh salah seorang membaca (al-Qur`an) dan mereka mendengarkan... hingga ia berkata: adapun menjadikan berkumpul secara rutin yang terus berulang dengan berputarnya minggu atau bulan atau tahun selain berkumpul yang disyari’atkan, maka hal itu menyerupai berkumpul untuk shalat lima waktu, shalat Jum’at, shalat dua hari raya dan haji, dan hal itu adalah bid’ah yang baru.
Maka berbeda di antara yang dijadikan sebagai sunnah dan kebiasaan, maka hal itu menyerupai yang disyari’atkan. Perbedaan inilah yang disebutkan dari imam Ahmad dan para imam yang lainnya.[14]
Imam Ahmad ditanya: Shalat sunnah berjamaah selain bulan Ramadhan? Ia menjawab: Aku tidak pernah mendengar.[15]






[1] Al-Kafi hal. 74.
[2] Al-Majmu’ 3/363.
[3] Syarah Shahih Muslim 6/282.
[4] Bidayah Mujtahid 1/287.
[5] Syarh Sunnah 4/119.
[6] Al-Mabsuth 2/197.
[7] Al-Ausath 5/187.
[8] Syarah Shahih Muslim 6/282.
[9] Al-Mughni 2/567 dan lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab 2/392.
[10] Mukhtashar Fatawa Mishriyah hal 109.
[11] Al-Fatawa 23/112 dan lihat 23/132
[12] Al-Fatawa 23/413-414.
[13] 1/541 dan lihat: al-Inshaaf 4/203.
[14] Iqtidha’ush shirathil mustaqim 2/139-140.
[15] Masa`il Abu Daud hal 90 no. 439.

TIGA NASIHAT DAN WASIAT



TIGA NASIHAT DAN WASIAT

Pertama : Memikirkan Dan Merenungi Tujuan Kita Diciptakan

Allah Azza wa Jalla berfirman, Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras". [Saba’ : 46].

FirmanNya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. [Ali Imran : 190-191].

Allah berfirman : Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa dimintai pertanggung-jawaban). [al Qiyamah : 36]

Artinya, dibiarkan begitu saja, tanpa perintah dan larangan. Tidak diragukan lagi, bahwa setiap muslim menyadari, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menciptakan kita tanpa tujuan, akan tetapi Allah menciptakan agar beribadah hanya kepada Allah, taat kepadaNya dan RasulNya.

Allah berfirman : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. [adz Dzariyaat : 56].

Allah berfirman : Hai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. [al Baqarah : 21]

Allah Azza wa Jalla memerintahkan kepada jin dan manusia dengan sebuah perintah yang menjadi tujuan penciptaan mereka; Allah mengirimkan para rasulNya dan menurunkan kitab-kitabNya untuk menjelaskan hal itu dan mendakwahkannya. Kemudian Allah berfirman : Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. [al Bayyinah : 5].

Allah berfirman : Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu". [an Nahl : 36]

Allah Azza wa Jalla berfirman : Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukanNya dengan sesuatupun. [an Nisaa` : 36].

FirmanNya : (Al Qur`an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Ilah Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran. [Ibrahim : 52].

Maka wajib bagi siapa saja yang hendak menasihati dirinya agar memberikan perhatian lebih kepada tujuan penciptaan dirinya dan lebih memprioritaskannya di atas segalanya. Dan hendaklah waspada, jangan sampai lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, hawa nafsu daripada petunjuk, lebih mentaati nafsu dan setan daripada mentaati ar Rahman. Allah Azza wa Jalla mengingatkan hal itu dengan keras : Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabb-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). [an Nazi’at : 37-41].

Kedua : Diantara Yang Aku Wasiatkan Kepada Anda Sekalian Dan Diri Saya Pribadi Yaitu, Hendaklah Tetap Membaca Dan Memperbanyak Membaca Al Qur`an Sambil Mentadabburi, Memahami Dan Memikirkan Makna-Maknanya Yang Bisa Membersihkan Jiwa, Menyadarkan Agar Tidak Mengikuti Hawa Nafsu Dan Setan.

Sesungguhnya Allah menurunkan al Qur`an itu sebagai hidayah, nasihat, pembawa kabar gembira, peringatan, pembimbing, pemandu serta sebagai rahmat bagi seluruh hamba. Orang yang berpegang teguh dengannya dan mengamalkan petunjuknya, maka dia adalah orang yang bahagia dan selamat. Sedangkan yang berpaling darinya, maka dia adalah orang sengsara dan binasa.

Allah Azza wa Jalla berfirman : Sesungguhnya al Qur`an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus. [al Israa` : 9]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Dan al Qur`an ini diwahyukan kepadaku supaya aku memberi peringatan kepada kalian dengannya dan kepada orang-orang yang sampai (kepadanya) al Qur`an. [al Israa` : 19].

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabb kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. [Yunus : 57].

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Katakanlah: "Al Qur`an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman”. [Fushilat:44].

Dalam hadits yang shahih, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَتَمَسَّكُوا بِهِ ... ثُمَّ قَالَ وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي

"Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara. Yang pertama, yaitu Kitabullah. Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Maka terimalah Kitab Allah ini, dan berpegang teguhlah dengannya … kemudian beliau n mengatakan : “Dan keluargaku, aku ingatkan kalian kepada Allah (agar hati-hati) dalam urusan keluargaku, aku ingatkan kalian kepada Allah (agar hati-hati) dalam urusan keluargaku, aku ingatkan kalian kepada Allah (agar berhati-hati) dalam urusan keluargaku”.[1]

Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan dorongan dan memotivasi (agar menerima dan berpegang) kepada Kitabullah. Dan dalam khutbah haji wada, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنْ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كِتَابُ اللَّهِ وَسُنَّتِي

"Aku tinggalkan kepada kalian sesuatu. Kalian tidak akan tersesat, selama kalian berpegang teguh dengannya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

"Sebaik-baik kalian, yaitu orang yang mempelajari al Qur`an lalu mengajarkannya".[2]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada para sahabatnya :

أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَوْمٍ إِلَى بُطْحَانَ أَوْ إِلَى الْعَقِيقِ فَيَأْتِيَ مِنْهُ بِنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ فِي غَيْرِ إِثْمٍ وَلَا قَطْعِ رَحِمٍ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ نُحِبُّ ذَلِكَ قَالَ أَفَلَا يَغْدُو أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَيَعْلَمُ أَوْ يَقْرَأُ آيَتَيْنِ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرٌ لَهُ مِنْ نَاقَتَيْنِ وَثَلَاثٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلَاثٍ وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَرْبَعٍ وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنْ الْإِبِلِ

“Siapakah di antara kalian yang ingin pergi ke Buthan (nama tempat di dekat Madinah) atau Aqiq, lalu dia kembali dengan membawa dua unta yang gemuk, sedangkan dia dalam keadaan tidak berdosa dan tidak memutus silaturrahim?” Para sahabat menjawab,”Wahai Rasulullah, semua kami ingin hal itu?” Rasulullah n bersabda,”Tidaklah salah seorang di antara kalian pergi ke masjid lalu membaca dua ayat Kitabullah, itu lebih baik baginya dari dua unta; tiga ayat lebih baik dari tiga unta, empat ayat lebih baik dari empat unta, dan lebih baik dari jumlah yang sama dari unta”. [3]

Semua ini adalah hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkan keutamaan al Qur`an, memotivasi agar membacanya, mempelajari dan mengajarkannya banyak sekali. Yang dimaksud dengan membaca, yaitu (membaca sambil) merenungi dan memahami maknanya, kemudian melakukan apa yang menjadi konsekwensinya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Apakah mereka tidak memperhatikan al Qur`an ataukah hati mereka terkunci. [Muhammad : 24]

Allah Azza wa Jalla berfirman : Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya, dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran. [Shaad : 29].

Saudara-saudaraku, bergegaslah untuk membaca Kitab Rabb kalian, mentadabburi (merenungi dan memperhatikan) maknanya, memanfaatkan waktu dan majlis untuk itu. Al Qur`an al Karim merupakan tali Allah yang kuat, dan jalanNya yang lurus. Orang yang berpegang teguh dengan al Qur`an, dia bisa sampai kepada Allah dan Surga. Dan barangsiapa yang berpaling darinya, dia akan sengsara di dunia dan akhirat.

Waspadalah rahimakumullah terhadap segala yang dapat menghalangi kalian dari Kitabullah dan yang bisa melalaikan kalian dari dzikir, yaitu yang berupa selebaran-selebaran, majalah-majalah atau sejenisnya yang lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya. Jika memang perlu untuk menelaah majalah-majalah atau selebaran-selebaran itu, maka jadwalkan waktu khusus dan lakukanlah seperlunya.

Hendaklah juga menyediakan waktu khusus untuk membaca atau mendengarkan Kitabullah dari orang yang membacanya, untuk mengobati penyakit hati dengannya, supaya terpacu untuk taat kepada khaliqnya, Rabb yang memiliki manfaat, madharat, hak memberi dan hak tidak memberi, tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah.

Di antara hal yang harus dihindari, yaitu mendatangi arena hura-hura, musik, mendengar siaran-siaran yang berbahaya, bergabung dengan majelis obrolan yang tidak jelas dan membicarakan harga diri orang. Dan yang lebih berbahaya dari ini, yaitu datang ke sinema atau yang semisalnya, menyaksikan film-film porno yang membuat hati menjadi sakit, serta menghalangi dzikir dan menghalangi membaca al Qur`an, mendorong untuk berperangai buruk dan hina, serta menanggalkan akhlak terpuji.

Demi Allah, sesungguhnya film-film ini lebih berbahaya daripada alat-alat musik, lebih buruk; dan akibatnya lebih menjijikkan, maka hindarilah ia – rahimakumullah.

Janganlah bergaul dengan mereka, dan janganlah ridha dengan perbuatan mereka yang buruk. Barangsiapa yang mengajak manusia kepadanya, maka dia akan memikul dosanya sendiri ditambah dosa sebesar dosa orang yang tersesat karena tergiur dengan ajakannya. Demikianlah, setiap orang yang mengajak kepada suatu kebathilan atau meninggalkan kebenaran, maka dia akan memikul dosanya ditambah dosa sebesar dosa orang-orang yang mengikutinya. Dan dalam hal ini, terdapat hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kami memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar membimbing kita dan seluruh kaum Muslimin kepada jalanNya yang lurus. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha dekat.

Ketiga : Mengangungkan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Gemar Mendengarkannya Dan Antusias Menghadiri Majlis Dzikir (Majelis Ilmu), Tempat Kitabullah Dan Hadits-Hadits Rasulullah Dibacakan.

Sesungguhnya, Sunnah itu bagian dari al Qur`an. Sunnah menjelaskan makna-makna al Qur`an, menjelaskan hukum-hukumnya, memerinci syari’at yang diperintahkan kepada para hamba. Maka wajib bagi setiap muslim untuk mengagungkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, antusias untuk menghafal dan memahaminya sesuai dengan kemampuan. Dan semestinya, juga lebih intensif bergaul dengan para ahli hadits, karena mereka merupakan teman yang tidak akan pernah membuat temannya sengsara.

Allah berfirman : Barangsiapa yang menta'ati Rasul itu (Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ), sesungguhnya ia telah menta'ati Allah. [an Nisaa` : 80].

Allah Azza wa Jalla berfirman : Apa yang diberikan oleh Rasul kepada kalian, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya dari kalian, maka tinggalkanlah. [QS al Hasyr : 7].

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ

“Jika kalian melewati taman-taman surga, maka lahaplah (nikmatilah) apa yang ada di dalamnya”. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya : “Wahai Rasulullah, apa itu taman-taman surga?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Halaqah-halaqah dzikir.”

Para ulama menjelaskan, halaqah-halaqah dzikir, maksudnya adalah majelis-mejelis tempat al Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dibacakan, tempat menjelaskan yang dihalalkan oleh Allah kepada para hamba, dan apa yang diharamkan atas mereka, serta hal yang berkait dengannya, seperti rincian-rincian hukum syari’ah, penjelasan macam-macamnya, dan segala hal yang berkait.

Maka manfaatkanlah waktu untuk menghadiri majelis dzikir, agungkanlah al Qur`an dan hadits, amalkan apa yang engkau pahami dari keduanya, bertanyalah tentang sesuatu yang susah engkau pahami, sehingga engkau bisa mengetahui al haq dengan dalil, sehingga engkau dapat mengamalkannya; dan kalian bisa mengetahui yang bathil berdasarkan dalil, sehingga kalian bisa menghindarinya. Dengan demikian, kalian termasuk orang yang faqih (paham) tentang agama. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

"Barangsiapa yang dikehendaki baik, maka Allah pahamkan dia tentang din (agama)".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada dalam ajaran kami, maka perbuatan itu tertolak".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

"Barangsiapa menempuh satu perjalanan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan jalannya menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah (masjid) di antara rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah, saling mengajarkan di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, mereka akan diliputi oleh rahmat dan dikeliingi oleh para malaikat, serta Allah memuji mereka di hadapan para malaikat yang ada di dekatNya. Orang yang diperlambat oleh amalnya (untuk mencapai derajat tinggi atau kebahagiaan), maka garis keturunannya tidak akan bisa mempercepatnya".

Hanya kepada Allah kita memohon. Semoga Allah menunjukan kami dan kalian kepada yang diridhaiNya. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita semua kepahaman dalam masalah din dan kekuatan untuk melaksanakan hak Rabb semesta alam. Semoga Allah menolong agamaNya dan meninggikan kalimatNya. Dan semoga Allah melindungi kami dan kalian dari fitnah yang menyesatkan dan tipu daya setan. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar do’a dan Maha Mudah mengabulkan do’a.
Washallahu ‘ala nabiyina Muhammad wa ‘alihi wa sallam.

[Diangkat dari Majmu Fatawa wa Maqalaatun Mutanawwi'ah (3/244-252)]