AMAL PERBUATAN DAN PERKATAAN MANUSIA DICATAT

Amal Perbuatan dan Perkataan Manusia Dicatat
Allah ta’ala telah memberitakan bahwa Dia mengetahui apa yang akan diucapkan dan diperbuat setiap manusia -baik maupun buruk-, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Allah mengabarkan bahwa Dia telah mencatat semua itu di Lauh Mahfudz di sisi-Nya sebelum diciptakan-Nya langit dan bumi, manusia serta lainnya. Allah mengabarkan bahwa selain itu Dia juga telah menugaskan kepada setiap manusia dua malaikat; salah seorang berada di sebelah kanan guna menulis amal perbuatan baik, dan yang lainnya berada di sebelah kiri guna menulis amal perbuatan buruk. Tidak ada sedikitpun yang luput. Allah ta’ala mengabarkan bahwa di hari penghitungan kelak setiap manusia akan dibagikan buku yang tercatat didalamnya  semua perkataan dan amal perbuatannya. Lalu ia membacanya tanpa mengingkarinya sedikitpun. Siapa yang coba-coba mengingkari maka Alllah perintahkan pendengaran, penglihatan, tangan, kaki dan kulitnya untuk berbicara tentang seluruh apa yang dia perbuat.
Di dalam Al Qur’an hal itu dijelaskan secara rinci. Allah ta’ala berfirman :

“Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS.Qaff : 18)
Allah Ta’ala berfirman :
“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawaasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al Infithar : 10-12)
Uraian Ayat: Allah subhaanahu wa ta’ala mengabarkan bahwa Dia menugaskan untuk setiap manusia dua malaikat. Seorang berada disebelah kanan menulis amal perbuatan baik, sedang yang lain berada di sebelah kiri menulis amal perbuatan buruk. Allah mengabarkan dalam dua ayat terakhir bahwa Dia menugaskan untuk manusia malaikat-malaikat mulia yang menulis seluruh perbuatan mereka dan mengabarkan bahwa Dia menciptakan bagi mereka kemampuan mengetahui seluruh perbuatan manusia berikut menulisnya sebagaimana yang telah diketahui dan ditulis di Lauh Mahfudz sebelum mereka diciptakan.

Syahadat (persaksian) :
Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Alah. Aku bersaksi bahwa surga itu benar, neraka itu benar. Kiamat itu akan tiba tiada keraguan lagi. Allah akan membangkitkan semua yang ada di kubur untuk dihisab amal perbuatannya dan diberi balasan. Semua yang dikabarkan Allah dalam kitab-Nya atau melalui lisan Rasul-Nya adalah benar. Saya mengajak anda -wahai orang yang berakal- untuk beriman kepada persaksian ini, mengumandangkan dan mengamalkan maknanya. Inilah jalan keselamatan. 


KEBANGKITAN SETELAH MATI, HISAB, PEMBALASAN AMAL PERBUATAN, SURGA DAN NERAKA

Kebangkitan Setelah Mati, Hisab, Pembalasan Amal Perbuatan, Surga dan Neraka
Jika anda telah mengenal –wahai orang yang berakal- bahwa Allah menciptakan anda supaya beribadah kepada-Nya maka ketahuilah bahwa Allah memberitahukan dalam seluruh kitab yang Dia turunkan kepada para Rasul-Nya bahwa Dia akan membangkitkan anda setelah mati. Lalu memberi ganjaran amal perbuatan anda di akhirat setelah mati.
Hal ini dikarenakan, lewat kematian, manusia berpindah dari negeri tempat beramal nan fana’ –yakni kehidupan ini- menuju negeri pembalasan nan abadi, yaitu kehidupan setelah mati. Jika masa yang Allah tentukan untuk manusia hidup telah sempurna maka Allah menitahkan malaikat maut untuk mencabut ruhnya sendiri dari jasadnya, lalu iapun mati setelah sebelumnya merasakan sakitnya kematian di saat ruh keluar dari jasad.
Adapun ruh, maka Allah menempatkannya di negeri penuh kenikmatan (surga) jika ruh tersebut beriman dan taat kepada Allah. Dan jika ruh itu kafir kepada Allah, mendustakan hari kebangkitan dan pembalasan, maka Allah menempatkan ruh tersebut  di negeri azab (neraka). Sampai tiba masa akhir dunia yang dijanjikan lalu terjadilah Kiamat. Maka semua makhluk yang ada mati dan yang tinggal hanyalah Allah semata. Kemudian Allah membangkitkan seluruh makhluk dan dikembalikan semua ruh kepada jasadnya masing-masing. Setelah Allah mengembalikan jasad dengan sempurna sebagaimana Dia ciptakan pada awal mula. Hal itu dalam rangka Allah menghisab manusia, lalu memberikan balasan kepada mereka atas amal perbuatannya, baik laki maupun perempuan, pemimpin maupun rakyat, yang kaya dan yang miskin tanpa menzalimi seorangpun. Dia mengqishash (hukum balas) bagi yang terzalimi terhadap yang mendzalimi. Sampai-sampai hewan dibalaskan dari yang menzaliminya. Dia balaskan bagi sebagian terhadap sebagian yang lain kemudian berfirman kepada hewan: “Jadilah kamu tanah” karena hewan tidak masuk surga maupun neraka.
Allah memberikan balasan bagi manusia dan jin masing-masing sesuai amal perbuatannya. Lalu Dia memasukkan orang-orang mukmin yang mentaati-Nya dan mengikuti Rasul-Nya ke dalam surga sekalipun mereka itu orang paling fakir. Dan memasukkan orang-orang kafir yang ingkar ke dalam neraka, sekalipun mereka itu orang kaya dan berkedudukan di dunia. Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.” ( QS.Al Hujurat : 13)
Surga adalah tempat yang penuh kenikmatan. Didalamnya terdapat berbagai macam kenikmatan yang tak seorangpun mampu menggambarkannya. Di dalam surga terdapat seratus derajat. Setiap derajat mempunyai penghuni menurut kadar keimanan dan ketaatan mereka kepada Allah. Derajat terendah di surga ialah penghuninya diberi kenikmatan 70 kali lipat melebihi kenikmatan raja termewah di dunia.
Neraka –semoga Allah melindungi kita darinya- ialah tempat penuh azab di akhirat setelah mati. Di dalamnya terdapat berbagai macam siksaan dan hukuman yang bisa menimbulkan rasa takut yang dahsyat di hati  dan mata menangis jika dikisahkan.
Sekiranya kematian didapati di kampung akhirat niscaya matilah penghuni neraka dengan sekedar melihatnya. Akan tetapi kematian itu hanya sekali saja sebagai sarana manusia pindah dari kehidupan dunia menuju akhirat. Di dalam Al Qur’an disebutkan secara rinci tentang kematian, kebangkitan dan hisab (penghitungan amal perbuatan), pembalasan, surga dan neraka serta semua yang kami sebutkan tadi.    
Dalil-dalil adanya kebangkitan setelah mati, hisab dan pembalasan teramat banyak. Allah ta’ala berfirman di dalam Al Qur’an :
“Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan  kalian dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” (QS.Toha : 55)
Allah ta’ala berfirman:
 “Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiaannya; ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Rabb yang menciptakannya kali pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (QS.Yasin: 78-79)
Allah ta’ala berfirman:
 “Orang-orang yang kafir menyangka, bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: “Tidak demikian, demi Rabbku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS.At Taghabun : 7).
Makna global Ayat:
Pada ayat pertama Allah ta’ala memberitakan bahwa Dia menciptakan manusia mulanya dari tanah. Yaitu ketika menciptakan bapak mereka, Adam dari tanah. Kemudian Dia memberitakan akan mengembalikan manusia ke dalam tanah setelah mati yakni di dalam kubur sebagai kemuliaan bagi mereka. Lalu Dia memberitakan akan mengeluarkan mereka pada waktu yang lain sehingga manusia keluar hidup-hidup dari kuburnya dari manusia pertama hingga yang paling akhir. Kemudian Allah menghitung amal perbuatan mereka dan memberinya balasan.
Pada ayat kedua Allah membantah orang kafir yang mendustakan adanya kebangkitan setelah mati dimana menganggap mustahil tulang belulang bisa hidup kembali setelah hancur luluh. Allah membantah orang kafir tersebut dengan memberitakan bahwa Dia akan menghidupkan tulang belulang itu karena Dialah yang telah menciptakannya kali pertama dari sebelumnya tidak ada.
Pada ayat ketiga Allah membantah orang-orang kafir yang mendustakan adanya kebangkitan setelah mati bahwa mereka telah salah sangka. Dia memerintahkan Rasul-Nya supaya bersumpah kepada mereka dengan nama Allah untuk menunjukkan keseriusan bahwa Allah pasti akan membangkitkan mereka dan akan memberitakan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat, lalu memberi balasan kepada mereka atas perbuatan tersebut. Dan semua itu amatlah mudah bagi Allah.
Pada ayat lain Allah memberitakan bahwa apabila Dia telah membangkitkan orang-orang yang mendustakan adanya kebangkitan setelah mati dan adanya neraka, Dia akan siksa mereka di neraka Jahanam seraya dikatakan kepada mereka:
“Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya.” (QS.Sajdah : 20)

TUJUAN ALLAH MENCIPTAKAN MANUSIA DAN JIN

Tujuan Allah Menciptakan Manusia dan Jin
Jika anda telah mengenal –wahai orang berakal- bahwa  Rabbmu yang telah menciptakanmu. Maka ketahuilah bahwa Allah tidaklah menciptakan anda sia-sia begitu saja. Akan tetapi Dia menciptakan anda supaya anda beribadah kepada-Nya. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS.Adz Dzariat : 56-58)
Makna Global Ayat:
Allah ta’ala memberitahukan pada ayat pertama bahwa Dia menciptakan jin[1] dan manusia supaya mereka menyembah-Nya semata. Lalu pada ayat kedua dan ketiga Allah memberitahukan bahwa Dia Maha Kaya tidak membutuhkan hamba-Nya. Tidak menghendaki sedikitpun rizki maupun makanan dari mereka. Karena Dia Maha Pemberi rizki lagi Maha Kuat dimana tidak ada rizki bagi manusia maupun selainnya melainkan berasal dari-Nya. Dialah yang menurunkan hujan dan mengeluarkan rizki dari bumi.
Adapun makhluk lain tak berakal yang terdapat di bumi, maka Allah Ta’ala  memberitahukan bahwa Dia menciptakan mereka demi manusia, supaya manusia menggunakannya sebagai sarana ketaatan kepada-Nya dan mengolahnya sesuai syariat Allah. Jadi setiap makhluk, setiap gerakan maupun diam di alam semesta ini, maka Allah lah yang mengadakannya karena suatu hikmah yang Dia terangkan dalam Al Qur’an serta dikenal oleh para ulama melalui syariat Allah. Masing-masing menurut kadar ilmunya. Bahkan sampai perbedaan umur, rizki, berbagai peristiwa dan musibah semua itu berlaku atas izin Allah untuk menguji hamba-Nya yang berakal. Siapa yang ridha dengan takdir Allah, berserah diri disertai kesungguhan dalam melakukan amal yang diridhai-Nya maka ia mendapatkan ridha Allah serta kebagiaan di dunia dan akhirat setelah mati. Sebaliknya siapa yang tidak ridha dengan ketentuan Allah, tidak mau berserah diri dan tidak mentaati-Nya maka ia mendapatkan murka Allah dan celaka dunia dan akhirat. Kita memohon kepada Allah akan ridha-Nya dan berlindung dari murka-Nya.








[1] Jin adalah makhluk yang berakal yang diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya sama seperti anak Adam, mereka tinggal di bumi bersama manusia, akan tetapi manusia tidak dapat melihat mereka.  

MENGENAL ALLAH SANG PENCIPTA YANG MAHA AGUNG

MENGENAL ALLAH [[1]] SANG PENCIPTA YANG MAHA AGUNG
Ketahuilah -wahai manusia yang berakal- sesungguhnya Rabb yang menciptakan anda dari mulanya tidak ada dan telah memelihara anda dengan nikmat-Nya adalah (Allah) Rabb semesta alam. Dan orang-orang yang berakal mereka beriman kepada Allah Yang Maha tinggi[[2]], mereka tidak melihat-Nya dengan mata kepala mereka, namun mereka telah melihat bukti-bukti yang menunjukkan akan keberadaan-Nya, dan bahwa Dia adalah Pencipta yang Mengurus semua yang ada, mereka mengenal-Nya dengan bukti-bukti itu. Diantara bukti-bukti itu adalah :
Bukti pertama :
Keberadaan manusia dan kehidupan: adalah sesuatu yang baru yang memiliki permulaan dan akhir, membutuhkan pada yang lain. Sedangkan sesuatu yang baru dan butuh kepada yang lain adalah makhluk, dan makhluk tentu ada yang menciptakannya, dan Pencipta (Khalik) yang Maha Agung ini adalah ( Allah ).
Dan Allah sendiri telah mengabarkan akan Dzat-Nya  yang Suci, bahwasanya Dialah Pencipta (Khalik), Yang Mengurus semua yang ada, dan kabar ini datangnya dari Allah Ta’ala dalam kitab-kitab-Nya, yang telah diturunkan kepada para Rasul-Nya.
Dan Rasulullah telah menyampaikan Firman-Nya kepada manusia, mengajak mereka untuk beriman dan beribadah hanya kepada-Nya.
Allah Ta’ala telah berfirman dalam kitab-Nya yang Agung: 
"Sesungguhnya Rabb kalian semua adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam masa enam hari, kemudian Dia bersemayam diatas Arsy.Dia menutupkan malam pada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakannya pula( matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk pada perintah-Nya, Ingatlah menciptakan dan memerintah itu hanyalah hak Allah, Maha suci Allah Rabb semesta alam ." (QS. Al A`raaf:;54)
Makna global ayat yang mulia ini: “Allah mengabarkan kepada seluruh manusia bahwa Dia adalah Rabb yang telah menciptakan mereka dan menciptakan langit dan bumi dalam enam hari[1] dan mengabarkan bahwa Dia Bersemayam diatas Arsy-Nya.[2]
Arsy berada diatas langit, dan Arsy itu merupakan makhluk yang tertinggi dan terluas, Dan Allah berada diatas Arsy ini, Allah bersama seluruh makhluk dengan Ilmu, Pendengaran dan Penglihatan-Nya.
Tidak ada sesuatu urusan makhlukpun yang tersembunyi dari-Nya, dan Allah yang Maha Perkasa mengabarkan bahwa Dia menjadikan malam menutup siang dengan kegelapannya, kemudian siang mengikutinya dengan cepat, Diapun mengabarkan bahwa Dia menciptakan matahari, bulan dan bintang-bintang, semuanya tunduk dan berjalan diatas peredarannya dengan perintah Allah, dan Allah mengabarkan juga bahwa hanya bagi-Nya urusan penciptaan dan pengaturan alam semesta ini, Dia  yang Maha Sempurna; Dzat dan sifat-sifat-Nya, yang memberikan kebaikan yang banyak dan terus-menerus, dan Dialah Rabb alam semesta yang menciptakan dan memelihara mereka dengan nikmat-Nya.
Allah Ta’ala Berfirman :  
“ Dan sebagaian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari dan bulan . Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan,tapi bersujudlah pada Allah, yang menciptakannya,  jika kamu hanya kepada-Nya berserah diri ." (QS, Fushshilat:37)
Makna global ayat yang mulia:
Allah Ta’ala mengabarkan bahwa diantara tanda yang menunjukkan akan kekuasaan-Nya adalah : malam dan siang, matahari dan bulan dan Allah melarang untuk sujud kepada matahari, dan bulan karena keduanya adalah makhluk sebagaimana makhluk yang lainnya, makhluk itu tidak layak untuk diibadahi, sedangkan sujud termasuk jenis ibadah. Dan pada ayat ini Allah memerintahkan manusia, sebagaimana memerintahkan yang  lain, supaya mereka hanya bersujud kepada-Nya saja, karena Dialah Pencipta, Pengatur yang berhak diibadahi.
Bukti kedua:
Bahwa dia telah menciptakan laki-laki dan perempuan: keberadaan perempuan dan lelaki adalah sebagai bukti akan adanya Allah.
Bukti ketiga:
Perbedaan bahasa dan warna kulit: tidak pernah didapati dua orang yang suaranya satu atau warna kulitnya sama, tapi pasti ada perbedaan antara keduanya.
Bukti keempat:
Perbedaan nasib: Yang ini kaya, yang ini miskin, yang ini pemimpin dan yang itu yang dipimpin (rakyat) padahal mereka semuanya sama-sama memiliki akal, pikiran dan ilmu. Manusia menginginkan sesuatu yang tidak bisa dicapai, seperti; kaya, kemuliaan, istri yang cantik, namun tidak ada seorangpun yang mampu mencapai sesuatu kecuali yang telah di takdirkan Allah untuknya, hal itu karena hikmah yang besar yang telah dikehendaki Allah Subahanahu wa taala. Dan diantara hikmah perbedaan nasib; adalah menguji sebagian manusia dengan sebagian yang lain dan agar sebagian manusia menjdai pelayan bagi sebagian yang lain sehingga tercipta keseimbangan hidup bagi semua manusia.
Dan bagi yang tidak ditakdirkan oleh Allah bernasib baik didunia, Allah mengabarkan bahwa Dia akan memberikan kepada mereka keberuntungan yang lebih baik, yaitu; kenikmatan di surga jika ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah, sungguhpun demikian Allah telah memberi orang fakir suatu keistemewaan yang bisa dinikmati jiwa dan kesehatan, yang kebanyakan tidak didapatkan oleh orang-orang  yang kaya dan ini merupakan kebijaksanaan dan keadilan Allah .

Bukti kelima:
Tidur dan mimpi benar yang Allah tampakkan didalamnya kepada orang yang tidur suatu perkara ghaib sebagai berita gembira atau peringatan.
Bukti keenam:
Keberadaan ruh dimana tidak ada yang mengenal hakikatnya selain Allah saja.
Bukti ketujuh:
Manusia, berikut anggota tubuhnya berupa panca indra, urat saraf, otak, alat pencernaan dan selainnya.
Bukti kedelapan:
Allah menurunkan hujan pada tanah yang tandus lalu muncul tumbuh-tumbuhan serta pepohonan beraneka ragam bentuk, corak, manfaat dan rasanya. Ini merupakan sedikit diantara ratusan bukti yang Allah Ta’ala sebutkan dalam Al Qur’an  dan yang Dia kabarkan bahwa semua itu merupakan bukti kuat akan eksistensi Allah dan bahwa Dialah Pencipta sekaligus Pengatur seluruh makhluk yang ada.
Bukti kesembilan:
Fitrah yang Allah ciptakan pada manusia mengakui akan eksistensi Allah sebagai Pencipta dan Pengaturnya. Siapa yang mengingkari hal itu berarti dia hanya mencelakakan dirinya sendiri. Orang atheis misalnya, hidup di dunia ini dalam keadaan celaka sedang tempat kembalinya kelak setelah kematian adalah neraka sebagai balasan mendustakan Rabbnya yang telah menciptakan dirinya dari awalnya tidak ada dan memeliharanya dengan berbagai nikmat. Kecuali kalau dia mau bertaubat dan beriman kepada Allah, agama serta Rasul-Nya.
Bukti kesepuluh:
Keberkahan, yaitu: pertambahan yang cepat pada sebagian makhluk, seperti; kambing. Sebaliknya  kegagalan reproduksi pada sebagian binatang, seperti; anjing dan kucing. 
Diantara sifat Allah Ta’ala adalah ada-Nya tanpa permulaan, Hidup terus menerus, tidak akan mati dan tidak akan berakhir, Maha Kaya, berdiri sendiri, tidak membutuhkan yang lain serta Maha Esa tanpa sekutu. Allah Ta’ala berfirman :   
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Dzat yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS.Al Ikhlas:1- 4)
Makna ayat:
Tatkala orang-orang kafir bertanya kepada Rasulullah r tentang sifat Allah maka Allah menurunkan surat ini seraya memerintahkan kepada beliau untuk menyatakan kepada mereka: Allah itu Esa tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah itu Dia-lah Yang Maha Hidup Abadi lagi Maha Mengatur. Bagi-Nya semata kekuasaan mutlak atas alam semesta, manusia dan segala sesuatu. Hanya kepada-Nya saja seluruh manusia wajib kembali dalam rangka memenuhi segala kebutuhan mereka.
Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Tidak benar Dia mempunyai putra atau putri, ayah atau ibu. Bahkan Dia sangat menafikan itu semua dari diri-Nya dalam surat ini demikian pula pada surat yang lain. Sebab berketurunan dan beranak pinak merupakan sifat makhluk. Allah telah membantah ucapan kaum Nasrani: “Al Masih itu anak Allah” dan ucapan kaum Yahudi: “Uzair itu anak Allah. Serta ucapan yang menyatakan: “Malaikat putri Allah” dan Dia mengecam keras ucapan bathil ini.
Allah mengabarkan bahwa Dia menciptakan Al masih Isa u dari seorang ibu tanpa ayah dengan kuasa-Nya sebagaimana Dia menciptakan Adam bapak manusia dari tanah. Sebagaimana pula Dia menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam lalu tiba-tiba Adam melihat Hawa telah berada di sampingnya. Kemudian menciptakan anak keturunan Adam dari air mani laki-laki dan perempuan. Allah menciptakan segala sesuatu dari mulanya tidak ada. Dan  setelah itu Dia menciptakannya sesuai dengan sunnah dan aturan yang telah Dia tetapkan bagi semua makhluk-Nya, dan tak seorangpun mampu merubahnya. Jika  Allah menghendaki merubah aturan ini maka Dia ubah sesuai kehendak-Nya sebagaimana Dia mewujudkan Isa ‘alaihissalam dari seorang ibu tanpa bapak. Sebagaimana Dia menjadikan Isa mampu berbicara di buaian sebagaimana pula Dia merubah tongkat Musa ‘alaihis salam  menjadi seekor ular yang bergerak-gerak. Tatkala Musa memukulkan tongkat tersebut ke laut maka lautpun terbelah dan menjadi sebuah jalan yang bisa dilewati Musa beserta kaumnya. Sebagaimana Allah mampu membelah bulan sebagai mukjizat penutup para Rasul, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjadikan pohon bisa mengucapkan salam kepada beliau ketika melewatinya. Dia menjadikan hewan bersaksi atas kerasulan beliau di hadapan beliau dengan suara yang bisa didengar manusia. Hewan itu berkata: Aku bersaksi engkau utusan Allah. Beliau pernah diperjalankan di atas Buraq dari masjid Haram ke masjid Al Aqsa. Kemudian beliau dimi’rajkan ke langit ditemani malaikat Jibril hingga sampai ke langit. Lalu Allah ta’ala berbicara kepada beliau dan mewajibkan shalat atas beliau. Kemudian kembali ke masjid Al Haram di bumi. Beliau melihat di perjalanan para penghuni langit. Semua itu terjadi hanya dalam tempo semalam sebelum terbit fajar. Kisah Isra’ Mi’raj ini masyhur baik di Al Qur’an, hadits maupun buku-buku sejarah.
Diantara sifat Allah ta’ala: Mendengar, melihat, ilmu, qudrah (kuasa), iradah (kehendak). Dia mendengar dan melihat segala sesuatu. Tidak ada hijab apapun yang menghalang-halangi pendengaran dan penglihatan-Nya.
Allah mengetahui apa yang ada di dalam rahim dan apa yang tersembunyi dalam dada, apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Dialah yang Maha Kuasa lagi Maha berkehendak yang jika menghendaki sesuatu tinggal berkata: “Kun” (Jadilah) maka terjadi.
Diantara sifat Allah Ta’ala yang Dia sifatkan untuk diri-Nya: Berbicara sesuai apa yang dikehendaki-Nya dan kapan saja Dia berkehendak. Allah telah berbicara kepada Musa ‘alaihis salam berbicara kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Al Qur’an merupakan kalam Allah baik huruf maupun maknanya yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi ia merupakan satu sifat diantara sifat-sifat-Nya. Bukan makhluk sebagaimana yang dikatakan kelompok Mu’tazilah yang sesat.
Diantara sifat Allah Ta’ala yang Dia sifatkan bagi diri-Nya dan disifatkan pula oleh Rasul-Nya: wajah, dua tangan, istiwa’ (bersemayam), turun[3], ridha dan marah. Allah ridha terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin dan murka terhadap orang-orang kafir serta orang-orang yang mengerjakan hal-hal yang mengakibatkan murka-Nya. Ridha dan murka-Nya sebagaimana sifat-sifat yang lain, tidak serupa dengan sifat makhluk, tidak boleh dita’wilkan dan dijelaskan kaifiyyatnya.
Dinyatakan dalam Al Qur’an dan As Sunnah bahwa orang-orang mukmin kelak melihat Allah ta’ala dengan mata kepala di padang mahsyar dan di surga. Sifat-sifat Allah ta’ala disebutkan secara rinci dalam Al Qur’an dan hadits-hadits Rasul saw. maka hendaknya anda merujuk kepadanya.




[1]] Allah adalah nama khusus untuk Ilaah [Dzat Yang berhak disembah] alam semesta dan manusia, dan segala sesuatu, dan nama ini nama identitas Allah, Dia sendiri yang memberikan nama diri-Nya yang suci artinya llah Yang Haq.
[2]] Ta’ala kata pengagungan dan pujian untuk Allah, Dia disifati dengan ketinggian dan kesucian dari segala kekurangan, dan kata: subhaanahu artinya: Maha Suci Allah dan terbebas dari segala kekurangan.
1] Tahapan dalam penciptaan, karena hikmah yang dikehendaki oleh Allah, padahal Dia mampu menciptakan seluruh makhluk lebih cepat dari kejapan mata, sebab Dia telah memberitakan jika berkehendak untuk menciptakan sesuatu cukup dengan mengatakan “Jadilah” maka jadilah.
2]Istiwa’ dalam bahasa arab -yang merupakan bahasa Al-Qur’an- maknanya : Diatas dan tinggi, sedangkan istiwa’ (bersemayamnya) Allah diatas Arsy-Nya sesuai dengan kebesaran-Nya, dan tidak ada yang tahu akan bagaimana istiwa’Nya selain Dia. Dan bukanlah maknanya menguasai kerajaan, sebagaimana anggapan orang-orang yang sesat yang mereka mengingkari hakikat dari sifat yang Allah sifatkan bagi Diri-Nya, dan yang disifatkan oleh Rasul-Nya, karena anggapan bahwa  jika mereka menetapkan sifat Allah atas hakikatnya, mereka menyerupakan-Nya dengan makhluk-Nya, dan ini merupakan anggapan yang keliru, karena penyerupaan itu adalah jika dikatakan : “ dia itu menyerupai begini atau dari sifat-sifat makhluk-Nya. Adapun menetapkan sifat dari sisi yang layak dengan Allah dengan tidak menyerupakan, mengumpamakan, membagaimanakan, dan meniadakan makna, dan menta’wilkan itu adalah cara yang ditempuh para Rasul yang diikuti oleh ulama salaf shaleh. Itulah kebenaran yang seharusnya orang yang beriman berpegang teguh dengannya, sekalipun kebanyakan manusia meninggalkannya.

[3] Diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir.

Sepuluh Kaidah Penting Tentang istiqomah


Kaidah Pertama
               Istiqomah adalah anugerah Ilahiyyah dan hadiah Rabbaniyyah
Didalam ayat-ayat yang sangat banyak dari Kitabullah Subhanahu wa Ta'ala, Allah Azza wa jalla sering kali menyandarkan kepada dirinya Hidayah (petunjuk.pent) kepada jalanNya yang lurus. Bahwa setiap perkara semua ada ditanganNya Azza wa Jalla yang mana Allah memberi petunjuk kepada siapa yang di kehendakiNya dan menyesatkan siapa yang di kehendakiNya. Di tangan Allah lah hati-hati setiap hambaNya, siapa yang di kehendaki maka dia ditetapkan berada dijalanNya dan siapa yang di kehendaki maka dia di palingkan dari jalanNya.
Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {وَلَوۡ أَنَّا كَتَبۡنَا عَلَيۡهِمۡ أَنِ ٱقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ أَوِ ٱخۡرُجُواْ مِن دِيَٰرِكُم مَّا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٞ مِّنۡهُمۡۖ وَلَوۡ أَنَّهُمۡ فَعَلُواْ مَا يُوعَظُونَ بِهِۦ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۡ وَأَشَدَّ تَثۡبِيتٗا ٦٦ وَإِذٗا لَّأٓتَيۡنَٰهُم مِّن لَّدُنَّآ أَجۡرًا عَظِيمٗا ٦٧ وَلَهَدَيۡنَٰهُمۡ صِرَٰطٗا مُّسۡتَقِيمٗا ٦٨} [النساء: 66-68]
" Dan Sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. dan Sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). Dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, Dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus". QS an-Nisaa; 66-68.
Maka Hidayah (petunjuk) kepada jalanNya itu ada ditangan Allah Azza wa Jalla, Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَٱعۡتَصَمُواْ بِهِۦ فَسَيُدۡخِلُهُمۡ فِي رَحۡمَةٖ مِّنۡهُ وَفَضۡلٖ وَيَهۡدِيهِمۡ إِلَيۡهِ صِرَٰطٗا مُّسۡتَقِيمٗا ١٧٥} [النساء: 175]

"Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. dan menunjuki mereka kepada jalan yang Lurus (untuk sampai) kepada-Nya". QS an-Nisaa: 175.
Dalam ayat yang lain Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {وَٱللَّهُ يَدۡعُوٓاْ إِلَىٰ دَارِ ٱلسَّلَٰمِ وَيَهۡدِي مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ٢٥} [يونس: 25]
" Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang Lurus (Islam) ". QS Yunus: 25.
Allah Ta'ala juga berfirman:
قال الله تعالى: {وَٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِ‍َٔايَٰتِنَا صُمّٞ وَبُكۡمٞ فِي ٱلظُّلُمَٰتِۗ مَن يَشَإِ ٱللَّهُ يُضۡلِلۡهُ وَمَن يَشَأۡ يَجۡعَلۡهُ عَلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ٣٩} [الأنعام: 39]
"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu dan berada dalam gelap gulita. Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya, dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikan-Nya berada di atas jalan yang lurus". QS al-An'am: 39.
Allah Azza wa jalla juga berfirman:
قال الله تعالى: {.. وَٱللَّهُ يَهۡدِي مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ٤٦}  النور: 46]
" Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus ". QS an-Nuur: 46.
Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: { إِنۡ هُوَ إِلَّا ذِكۡرٞ لِّلۡعَٰلَمِينَ ٢٧ لِمَن شَآءَ مِنكُمۡ أَن يَسۡتَقِيمَ ٢٨ وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢٩} [التكوير: 27- 29]
"  Al Qur'aan itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam.  (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.. dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam ". QS at-Takwir: 27-29.
Masih banyak ayat yang semakna dengan ini, maka dari itu bisa diambil kesimpulan bahwa Hidayah itu, semuanya ada di tangan Allah Azza wa jalla yang Allah Ta'ala berikan kepada siapa yang dikehendaki dari hambaNya.
Oleh karena ini saya jadikan hal tersebut sebagai kaidah pertama tentang istiqomah. Dan pondasinya tidak lain adalah menghadap kepada Allah Ta'ala dengan penuh kejujuran untuk bisa meraihnya karena semuanya ada ditanganNya dan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah pemberi petunjuk kepada jalanNya yang lurus.
Ummu Salamah semoga Allah meridhoinya pernah berkata: "Saya pernah bertanya kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, Wahai Rasulallah! Apakah hati itu bisa terbolak balik? Beliau menjawab: "Iya, Tidak ada seorangpun dari anak cucu Adam kecuali hatinya itu berada diantara jari-jemarinya Allah, jika Allah menghendaki maka di tetapkan pada (jalanNya), jika Allah menghendaki maka di palingkan (dari jalanNya )". HR Ahmad no: 26576. at-Tirmidzi no: 3522 dan Beliau menghasankannya. Lihat ash-Shahihah al-Albani no: 2091.
Istiqomah itu ada di tangan Allah, siapa yang menginginkannya maka mintalah kepadaNya, dan bersungguh-sunguhlah di dalam memintanya. Dan telah tsabit (tetap) di dalam Shahih Muslim dari haditsnya Aisyah semoga Allah meridhoinya, bahwasannya dia pernah di tanya: "Dengan suatu (bacaan) apakah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam itu memulai sholat malamnya? Maka Aisyah menjawab: "Jika Beliau bangun pada malam hari maka beliau memulai bacaan sholat malamnya dengan membaca:
  اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ اهْدِنِى لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِى مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ.
"Ya Allah, Tuhan Jibrail, Mikail dan Israfil, pencipta langit dan bumi. Wahai, Tuhan yang mengetahui perkara yang ghaib dan perkara yang nampak. Engkau yang menghukumi di antara hamba-hambamu atas apa yang mereka perselisihkan. Tunjukanlah aku kepada kebenaran apa yang menjadi perselihan dengan seizinMu. Sesungguhnya Engkau Maha yang memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus". 
Dengan do'a inilah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam membacanya pada setiap malam ketika Beliau memulai sholat malamnya: "Sesungguhnya Engkau Maha yang memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus".
Manakala inilah yang di cari yaitu meminta hidayah kepada Allah Azza wa jalla yang merupakan hal  yang paling besar dan yang paling mulia untuk selalu dicari maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mewajibkan kepada para hambaNya agar mereka meminta hidayah serta petunjuk kepada jalanNya yang lurus, yang mana hal tersebut rutin berulang-ulang dalam sehari semalam, semua itu ada di dalam surat al-Fatihah, Allah berfirman:
قال الله تعالى: {ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ٦ صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ ٧} [الفاتحة: 6، 7]
"Tunjukilah Kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat". QS al-Fatihah: 6-7.
Sebagian ulama mengatakan: "Hendaknya orang-orang awam memperhatikan do'a ini, ketika dia mengatakan: "Tunjukilah Kami jalan yang lurus". Maka kamu sekarang sedang menyeru kepada Allah Ta'ala dengan do'a yang Allah wajibkan atasmu sebanyak tujuh kali dalam sehari semalam sebanyak bilangan raka'at dalam sholat wajib".
Oleh karena itu hendaknya seorang muslim selalu menghadirkan dalam hatinya bahwa kalimat tersebut adalah suatu do'a. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengatakan: "Saya telah meneliti do'a apa yang paling bermanfaat, maka saya temukan bahwa do'a tersebut adalah meminta pertolongan diatas ridho Ilahi, kemudian saya melihat bahwa itu semua ada di dalam surat al-Fatihah dalam sebuah ayat yang berbunyi:
قال الله تعالى: {إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ ٥} [الفاتحة: 5]
"Hanya Engkaulah yang Kami ibadahi, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan". QS al-Fatihah:5.[1]
Beliau melanjutkan:"Seorang hamba diperintahkan untuk selalu membiasakan meminta kepada Allah Azza wa jalla jalan hidayah kepada keistiqomahan".[2]
Maka pada intinya kamu selalu di tuntut mulai dari dirimu sendiri agar senantiasa terbiasa dengan do'a yang agung ini, berdo'a kepada Allah untuk mendapat hidayah agar selalu ditetapkan di dalam istiqomah. Yang  mana itu ada dalam surat al-Fatihah.
Adalah Imam Hasan al-Basri jika membaca firman Allah Ta'ala :
قال الله تعالى: { إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ ...} [الأحقاف: 13]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
Beliau lalu berdo'a: Ya Allah Engkaulah Rabb kami, berilah kami rizki untuk selalu di atas keistiqomahan".[3]







Kaidah Kedua
Istiqomah yang hakiki adalah berpegang diatas manhaj (metode atau cara) yang tegak dan berjalan di atas jalan yang lurus .
Kita bisa mengambil petunjuk untuk bisa memahami istiqomah yang hakiki dengan meneliti serta memahami penukilan-penukilan yang berbarakah dari perkataanya para sahabat dan  tabi'in serta orang-orang yang mengikuti cara mereka dengan baik di dalam menjelaskan makna istiqomah serta penjabarannya. Berikut nukilan dari perkataannya mereka:
Telah berkata Shodiqul Ummah (orang yang jujur dalam umat ini) Abu Bakar semoga Allah meridhoinya di dalam tafsir firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ ...} [الأحقاف: 13]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
Beliau mengatakan: "Mereka adalah orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun".[4]
Dan di riwayatkan dari Umar bin al-Khattab semoga Allah meridhoinya bahwasannya beliau jika membaca ayat ini di atas mimbar . Beliau mengatakan: "Mereka tidak mengaung seperti aungan srigala"  (diriwayatkan oleh Thabrani dalam tafsirnya [21/465])
Dan di riwayatkan dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoinya pada makna firman Allah Ta'ala :
قال الله تعالى: {إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ ...} [الأحقاف: 13]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
Beliau mengatakan: "Diatas kalimat  syahadah (persaksian) laa ilaha ilaa allah".
Demikian pula di riwayatkan semisal ini dari Anas, Mujahid, al-Aswad bin Hilal, Zaid bin Aslam as-Sudi, Ikrimah dan selain mereka.[5]
Demikian pula di riwayatkan dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoi keduanya ketika menafsirkan  makna ayat di atas, beliau mengatakan: "Mereka beristiqomah di atas faraid (kewajiban-kewajiban.pent) yang mereka kerjakan".[6]
Abu Aliyah mengatakan: "Kemudian mereka mengikhlaskan agama serta amalannya kepada Allah semata".[7]
Sedangkan di riwayatkan dari Qatadah ketika beliau menafsirkan firman Allah Ta'ala "kemudian mereka tetap istiqamah..". Beliau berkata: "Mereka istiqomah di atas ketaatan kepada Allah Ta'ala". Di riwayatkan oleh Abdurazzaq dalam Mushanifnya 2618.
Ibnu Rajab telah menyebutkan perkataan-perkataan salaf seperti di atas tadi di dalam kitabnya Jaami'ul ulum wal hikam[8]. Beliau juga menjelaskan yang berkaitan tentang istiqomah tersebut dengan mengatakan: "Istiqomah adalah menempuh jalan yang lurus, yaitu (jalan yang lurus tersebut adalah) agama yang tegak lurus tanpa ada kebengkokan sedikitpun baik ke kiri maupun ke  kanan, yang mencakup di dalamnya semua perbuatan taat baik yang dhohir (nampak) maupun yang bathin (tersembunyi), dan meninggalkan seluruh larangan. Sehingga menjadikan wasiat ini (untuk istiqomah) merupakan wasiat yang mencakup seluruh dari cabang agama semuanya".[9]
Makna-makna yang terkandung dari ucapan para ulama tersebut tidaklah saling jauh berbeda satu sama lainnya, namun yang ada adalah saling menafsirkan sebagian dengan sebagian yang lainnya, di karenakan istiqomah termasuk dari kumpulan kalimat yang mengandung makna agama secara keseluruhan. 
Ibnu Qoyim menegaskan: "Istiqomah adalah sebuah kalimat yang mencakup dan terambil dari semua cabang agama, yang mana agama tersebut tegak di hadapan Allah di atas kejujuran yang sejati dan mau memenuhi janji".[10]


Kaidah Ketiga
                Asal dari istiqomah adalah istiqomahnya hati, di riwayatkan oleh Imam Ahmad dari haditsnya Anas bin Malik semoga Allah meridhoinya dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda: "Tidaklah mungkin keimanannya seorang hamba (bisa istiqomah) sampai hatinya beristiqomah". HR Ahmad dalam musnadnya 13048. di hasankan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah 2841.
Maka asal dari istiqomah adalah istiqomahnya hati, dan hati jika baik dan dapat beristiqomah maka badan pun dengan sendirinya akan mengikutinya.
Hal itu sebagaimana di tegaskan oleh Imam Ibnu Rajab, dalam hal ini beliau mengatakan: "Asal dari istiqomah adalah istiqomahnya hati di atas tauhid. Hal itu sebagaimana tafsiran Abu Bakar Shidiq dan selain beliau ketika menafsirkan firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ ...} [الأحقاف: 13]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
Dengan mengatakan bahwasannya mereka tidak berpaling kepada yang lainnya. Maka kapan hati bisa istiqomah di atas ma'rifah (mengetahui) kepada Allah, takut kepadaNya, mengagungkanNya, mencintaiNya, rasa raja' (berharap) kepadaNya, berdo'a kepadaNya, bertawakal kepadaNya serta berpaling dari selain Allah. Maka anggota badan akan bisa beristiqomah di atas ketaatan kepadaNya. Sesungguhnya hati adalah rajanya anggota badan sedangkan anggota badan adalah pasukannya, maka jika rajanya berada di atas keistiqomahan maka pasukan serta yang di pimpinnya akan menjadi beristiqomah".[11]
Dalam shahihain (Bukhari dan Muslim) di riwayatkan dari Nu'man bin Basyir semoga Allah meridhoi keduanya, dia berkata saya pernah mendengar Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh anggota badan, dan jika ia rusak maka rusak pula semua anggota  badannya, ketahuillah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati". HR Bukhari no: 52, Muslim no: 1599.
 Ibnu Qoyyim berkata di dalam muqodimah kitabnya "Ighaatsatul Lahfan min mashaaid Syaithan".[12] Beliau mengatakan: "Ketika hati bagi anggota badan seperti rajanya yang berhak untuk mengatur  pasukan yang berada di bawah komandonya, menggunakan sesukanya, dan semuanya berada di bawah kekuasaannya, keistiqomah atau ketergelinciran berada di bawahnya, maka semua akan mengikuti apa yang menjadi keyakinannya dari keharaman seuatu perkara maupun kehalalannya. Nabi shalallah 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh anggota badan, dan jika ia rusak maka rusak pula semua anggota  badannya, ketahuillah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati". Hati adalah raja, hati pula yang memutuskan dalam perkara yang ingin di perintahkan kepada anggota badan, yang berhadapan dengan apa yang di dapat dari hidayahnya, yang mana tidak akan tegak dan bisa istiqomah sedikitpun dari amalan-amalan yang muncul darinya kecuali yang sudah berada di dalam niatnya, dan hati itu adalah penanggung jawab atas itu semua".
Oleh karena itu Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {يَوۡمَ لَا يَنفَعُ مَالٞ وَلَا بَنُونَ ٨٨ إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ ٨٩} [الشعراء: 88، 89]
"(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih".  QS asy-Syua'araa: 88-89.
Dan termasuk do'a yang biasa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam panjatkan adalah "Ya Allah sesungguhnya saya meminta kepadaMu hati yang sehat". HR Ahmad: 17114. Nasai no: 1304. Di shahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah: 2328.

                                             
Kaidah Keempat
Istiqomah yang di tuntut dari seorang hamba adalah berusaha untuk selalu berada pada sebuah keistiqomahan jika tidak mampu maka lebih mendekatinya
Dan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah menjadikan satu dari dua perkara ini di dalam sabdanya, "Sesungguhnya agama itu adalah mudah, tidak ada seorang pun yang mempersulit di dalam agama kecuali dia akan terkalahkan, maka dekatkanlah kepada sunah dan beri kabar gembira". HR Bukhari no: 39, 6463.
Maka yang di tuntut dalam masalah istiqomah adalah sadad dan sadad maknanya yaitu bertepatan dengan sunah.
Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada Ali semoga Allah meridhoinya ketika dia meminta kepada Nabi untuk mengajari do'a yang bisa ia panjatkan kepada Allah, Nabi mengajarinya dengan do'a: "Ya Allah berilah aku petunjuk dan cukupkanlah aku di atas sunah". Nabi juga bersabda, "Ingatlah dengan hidayah yang (dengan hidayah tersebut) engkau di atas jalan yang lurus, dan dengan sadad (ketepatan.pent) di atas sunah seperti tepatnya anak panah (yang mengenai sasarannya)". HR Muslim no: 2725.
Seorang hamba di tuntut agar berusaha dengan bersungguh-sungguh untuk sesuai dengan sunah, sesuai dengan petunjuk Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, metode dan perjalanan hidupnya. dan selalu berusaha untuk bisa mencapai hal tersebut. Jika tidak memungkinkan bagi dirinya untuk bertepatan dengan sunah secara sempurna maka setidaknya bisa mendekatinya dan Allah Ta'ala telah berfirman:
قال الله تعالى: {.. فَٱسۡتَقِيمُوٓاْ إِلَيۡهِ وَٱسۡتَغۡفِرُوهُۗ ..} [فصلت: 6]
"Maka tetaplah pada jalan yang Lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadaNya". QS Fushilat: 6.
Allah menyebutkan dalam ayat di atas agar meminta ampun kepadaNya yang sebelumnya di dahului perintah untuk beristiqomah, ini mengisyaratkan bahwa seorang hamba bagaimanapun usahanya serta kesungguhan untuk selalu bisa tetap di atas istiqomah tentu masih saja ada kekurangannya.
 Oleh karena itu al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan: "Dalam firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {.. فَٱسۡتَقِيمُوٓاْ إِلَيۡهِ وَٱسۡتَغۡفِرُوهُۗ ..} [فصلت: 6]
"Maka tetaplah pada jalan yang Lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadaNya". QS Fushilat: 6.
mengisyaratkan kepada bahwasannya ada saja kekurangan yang di dapati dalam masalah istiqomah yang Allah perintahkan dalam ayat tersebut yang mana itu semua dapat tertutupi dengan istighfar (minta ampun) yang mencakup taubat kepada Allah Ta'ala, dan ini seperti yang disabdakan oleh Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam kepada Mu'ad bin Jabal semoga Allah meridhoinya, beliau bersadba: "Bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada, dan ikutlah perbuatan buruk dengan kebaikan niscaya ia akan menghapusnya".
Dalam hadits yang lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa manusia tidak akan mungkin sanggup untuk bisa beristiqomah sebenar-benar istiqomah hal ini sebagaimana dalam hadits yang di keluarkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari haditsnya Tsauban dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Istiqomahlah kalian dan jangan menghitung-hitung, beramallah kalian dan sebaik-baik amalan yang kalian lakukan adalah sholat. Tidak ada yang menjaga wudhu kecuali seorang mu'min". HR Ahmad 22378, Ibnu Majah 277, Di shahihkan oleh al-Albani dalam Irwaul gholil no:412.
Dalam shahih Bukhori dan Muslim di riwayatkan dari Abu Hurairah semoga Allah meridhoinya bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesuaikanlah (amalan) kalian selalu dengan sunah dan (jika tidak mungkin) maka dekatilah". HR Bukhari no:6463, Muslim no: 2816.
Maka sesuai dengan sunah adalah istiqomah yang benar dan hakiki, yaitu mengena dalam sunah pada semua perkataan, perbuatan, maksud serta keinginan-keinginannya seperti halnya orang yang melempar sesuatu ke lubang lalu masuk tepat di lubangnya.
Dan sungguh Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah menyuruh Ali bin Abi Tholib semoga Allah meridhoinya supaya meminta kepada Allah Azza wa jalla amalan yang sesuai dengan sunah dan hidayah, Nabi mengatakan kepadanya, "Ingatlah dengan (amalanmu yang sesuai dengan sunah) seperti halnya panah yang tepat mengenai sasarannya. Dan ingatlah jalan hidayah seperti halnya engkau  menempuh sebuah jalan". Maka mendekatkan diri kepada sunah seperti lemparan yang setidaknya dekat dengan sasaran walaupun tidak masuk kepada lubangnya.
Namun dengan catatan hendaknya di bangun di atas niat yang benar dalam masalah ini, mengenai sasaran. Dan hendaknya mendekat dengan usaha yang tanpa mengenal lelah, karena seberapa usaha kita tetap saja kita tidak akan sanggup untuk bisa sesuai dengan sunah dalam segala sisi. Yang menunjukan hal ini adalah sebuah hadits yang di riwayatkan oleh al-Hakam bin Hazn al-Kulafi bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai manusia! Sesungguhnya kalian tidak akan mampu  mengerjakan – atau tidak akan sanggup –  (mengerjakan) semua yang saya perintahkan, akan tetapi (berusahalah) untuk lebih mengenai (yang saya perintahkan) dan berilah kabar gembira".  HR Abu Dawud no: 1097, Ahmad 17856, Dan di hasankan oleh al-Albani dalam Irwa no: 616.
Adapun maknanya yaitu sedikit dalam mengenai sunah dan tetap dalam keistiqomahan ketika mengerjakan sunah tersebut. Karena sesungguhnya jikalau kalian selalu berusaha untuk sesuai dengan sunah dalam setiap amalan maka seolah-olah kalian telah melakukan setiap perintah tersebut".[13]




Kaidah Kelima
                 Istiqomah itu selalu terkait dengan perkataan, perbuatan, dan niat.
Istiqomah yang di tuntut dari seorang muslim adalah istiqomah dalam perkataan, perbuatan dan dalam setiap keinginan dan kemauananya. Dengan artian lain bahwa perkataannya seorang muslim, demikian pula amal perbuatan dan juga hatinya hendaknya seluruhnya di kerjakan di atas keistiqomahan.
Imam Ibnu Qoyim mengatakan dalam kitabnya Madaariju Saalikin 2/105 : "Istiqomah erat kaitannya dengan perkataan, perbuatan, keadaan dan juga maksud dan keinginannya".
Diriwayatkan dalam Musnadnya Imam Ahmad dari hadirtsnya Anas bin Malik semoga Allah meridhoinya bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak akan bisa lurus (istiqomah.pent) imannya seorang hamba sampai hatinya lurus, dan tidak akan bisa lurus hatinya seorang hamba sampai lisannya lurus". Dan telah lewat tahrij haditsnya.
Al-Hafidhz Ibnu Rajab mengatakan: "Dan perhatian yang terbesar yang harus di perhatikan oleh seorang muslim dalam masalah istiqomah setelah hati dan amalan badannya adalah lisan, sesungguhnya lisan adalah penerjemah dan pengungkap apa yang ada dalam hatinya".[14] 
Yang perlu di beri perhatian di sini adalah bagaimana bahayanya hati dan lisan bagi seorang hamba di dalam masalah istiqomah bahkan bisa di katakana keduanya adalah seperti sayap bagi istiqomah.
Dalam masalah ini sebagian ulama mengatakan: "Seseorang itu berada dalam besar dan kecilnya apa yang ada dalam hati dan yang di keluarkan oleh lisannya".
Maka hati dan lisan keduanya adalah segumpal daging yang sangat kecil namun seluruh anggota badan seseorang itu mengikuti apa yang dalam kata hati dan ucapan lisan. Oleh karena itu jika hati seseorang itu bisa istiqomah (lurus.pent) demikian pula lisannya maka  anggota badan tentu akan mengikutinya dalam beristiqomah.
Adapun dalil pertama yang menunjukan istiqomahnya hati adalah haditsnya Nu'man bin Basyir semoga Allah meridhoinya yang telah lewat penjelasannya. Bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ketahuilah sesungguhnya di dalam jasad manusia ada segumpal daging, jika dia baik maka baik pula seluruh anggota badannya namun jika segumpal daging tersebut rusak maka akan rusak pula seluruh anggota badannya, maka ketahuilah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati".  
Adapun dalil yang menjelaskan istiqomahnya lisan adalah apa yang telah di riwayatkan oleh Tirmidzi dari haditsnya Abu Sa'id al-Khudri semoga Allah meridhoinya bahwasannya Nabi Shalallahu 'alihi wa sallam bersabda: "Jika anak cucu adam berada di pagi hari, sesungguhnya semua anggota badan mengingkari lisan seraya  mengatakan padanya: "Takutlah kepada Allah atas kami semua, sesungguhnya kami adalah bagian dirimu, jika kamu istiqomah (lurus.pent) maka kami pun akan istiqomah namun jika kamu bengkok (menyeleweng) maka kami pun akan terseret ikut (denganmu)". HR Tirmidzi no: 2407. Di Hasankan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no: 2871.
Maka jika hati seseorang sudah istiqomah maka amalan anggota badan pun akan ikut serta di dalamnya, begitu juga lisan jika ia istiqomah maka anggota badan pun ikut serta di dalam istiqomah. Karena lisan adalah penerjemah apa yang ada di dalam hati seseorang bahkan dia adalah pemimpin bagi amalan dhohir.
Jika hati telah memerintahkan kepada lisan untuk mengucapkan sesuatu maka lisan pun patuh mengucapkan apa yang menjadi kemauan hati, karena pada hakekatnya lisan adalah pengekor hati sedangkan amal perbuatan maka mereka mengikuti kemauan serta tunduk patuh kepada hati dan lisannya.
Oleh karenanya menjadi suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk selalu memperhatikan hatinya dan selalu berusaha untuk memperbaikinya, dengan memohon kepada Allah Ta'ala supaya di luruskan hatinya dan di jauhkan dari  segala macam penyakit hati dari iri, dengki, hasad dan lainnya. Sehingga pada akhirnya akan melahirkan ucapan dan perkataan yang baik sambil di iringi dengan amalan-amalan sholeh.
   
Kaidah Keenam
Tidak ada istiqomah kecuali hanya untuk Allah, bersama Allah dan berjalan di atas perintah Allah.
Adapun yang pertama maksudnya yaitu, hanya untuk Allah, maknanya adalah ikhlas karena mengharap wajah Allah dengan makna lain seorang hamba beristiqomah dan berpegang dengan kuat untuk selalu  berjalan di atas jalan yang lurus (shiroqthol mustaqim.pent). Ikhlas dengan istiqomahnya karena Allah Azza wa jalla mengharap pahala yang ada di sisiNya dan mengharap keridhoiNya, yang mana Allah Ta'ala telah berfirman:
قال الله تعالى: {وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ} [البينة: 5]
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus".  QS al-Bayyinah: 5.
Kedua: Bersama Allah, maknanya selalu meminta pertolongan dari Allah dalam mencari istiqomah, dalam beristiqomah dan agar bisa teguh di atas keistiqomahannya. Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {... فَٱعۡبُدۡهُ وَتَوَكَّلۡ عَلَيۡهِۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ ١٢٣} [هود: 123]
"Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan". QS Huud: 123.
Allah Ta'ala juga  berfirman:
قال الله تعالى: {إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ ٥} [الفاتحة: 5]
"Hanya Engkaulah yang Kami ibadahi, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan".  QS al-Fatihah: 5.
Di dalam sebuah hadits yang shahih di sebutkan: "Bersemangatlah untuk mendapat yang bermanfaat bagi dirirmu dan minta pertolonganlah (untuk itu) kepada Allah". HR Muslim no: 2664.
Ketiga: Dan berjalan di atas perintah Allah maknanya adalah hendaknya dalam beristiqomah dia menempuh manhaj (metode) yang benar, yaitu jalan yang lurus (shirothol mustaqim ) yang telah Allah Subhanahu wa Ta'ala perintahkan kepada hambaNya, sebagaimana hal itu termaktub dalam firmanNya:
قال الله تعالى: {فَٱسۡتَقِمۡ كَمَآ أُمِرۡتَ ...} [هود: 112]
"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu..". QS Huud: 112.
Dan telah lewat atsar dari sebagian ulama salaf tentang penjelasan makna kalimat ini, seperti perkataannya Ibnu Abbas ketika menafsirkan firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ..} [الأحقاف: 13]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
 Beliau mengatakan: "Mereka tetap istiqomah di dalam mengerjakan faraidh (kewajiban-kewajiban) yang Allah bebankan kepadanya.
Sedang al-Hasan mengatakan: "Mereka tetap beristiqomah di atas perintah Allah, beramal ketaatan kepadaNya, serta menjauhi segala sesuatu yang di larang olehNya".
Sedangkan makna perintah Allah Ta'ala adalah syari'atNya yang dengannya Allah mengutus NabiNya yang mulia yaitu syari'at yang di bawa oleh Nabi Muhammad Sholawatullah wa salam 'alaihi.

Kaidah Ketujuh
Bagi seorang muslim walupun sudah dapat beristiqomah namun jangan sampai bersandar kepada amalannya.
Sebesar apapun dan sebaik apapun istiqomah yang ditelah di miliki oleh seorang muslim maka jangan sampai dia menyandarkan pada amalanya serta tertipu dengan ibadahnya, tidak pula dengan banyaknya dzikir yang keluar dari bibirnya, serta ketaatan-ketaatan yang lainnya.
Dalam hal ini Imam Ibnu Qoyyim menegaskan, "Yang di tuntut dari seorang hamba dalam masalah istiqomah adalah mendekatinya (walaupun tidak bisa) seratus persen untuk bertepatan dengan istiqomah dalam segala sisi, maka jika tidak mampu untuk istiqomah setidaknya dia bisa lebih mendekati istiqomah. Sehingga jika itu juga sudah tidak mampu lagi maka yang ada adalah tafrith (kurang) dan idho'ah (menyia-nyiakan), hal itu sebagaimana hadits yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari haditsnya Aisyah semoga Allah meridhoinya dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, "Berusahalah agar (sesuai dengan) sunah, mendekatlah jika (tidak mampu  mengerjakan seluruhnya) dan berilah kabar gembira (pada orang lain), sesungguhnya tidak ada seorangpun yang akan masuk surga dengan sebab amalannya". Maka di katakan kepada Rasulallah: "Tidak pula engkau wahai Rasulallah? Beliau menjawab, "Tidak pula saya, kecuali bahwa Allah telah mengampuni saya dengan ampunanNya dan rahmatNya". HR Bukhari no: 6467, Muslim no: 2818.
Dalam hadits yang mulia ini telah terkumpul dan tercakup di dalamnya kedudukan agama secara sempurna, di dalamnya ada perintah agar beristiqomah yaitu berusaha (untuk selalu sesuai dengan sunah) dan berusaha agar amalannya baik itu niat maupun perkataan serta amalan perbuatannya tepat dan sesuai dengan sunah, dan telah datang hadits yang shahih dari haditsnya Tsauban: "Istiqomahlah kalian dan janganlah menghitung-hitung (amalan kalian), dan beramallah sesungguhnya amalan yang paling baik yang kalian kerjakan adalah sholat". Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa mereka tidak akan sanggup untuk beristiqomah secara sempurna sehingga ketika keadaannya sudah demikian maka di anjurkan supaya mereka lebih mendekati dalam beristiqomah yaitu berusaha agar dia bisa beristiqomah sesuai dengan kadar kemampuannya. Seperti halnya orang yang sedang melempar sesuatu kesebuah lubang (sasaran.pent) jika dia tidak bisa memasukan tepat kelubangnya maka lebih dekat dengan sasaran itu lebih baik baginya. Namun dengan ini semua Nabi mengkhabarkan bahwa walaupun mereka sudah berusaha untuk selalu istiqomah dan ketika tidak sanggup mereka berusaha untuk lebih dekat dengan istiqomah namnun semua itu tidak bisa menyelamatan mereka pada hari kiamat. Oleh karena itu jangan sampai  ada seseorangp yang bersandar dengan amalannya merasa bangga dengan amal perbuatannya, jangan berfikir bahwa dia akan selamat dengan sebab amalannya namun dia akan selamat dengan sebab rahmat Allah Tabaraka wa Ta'ala, ampunanNya dan keutamaanNya".[15]  

Kaidah Kedelapan
Buah dari istiqomah di dunia adalah bisa istiqomah ketika meniti shirot (jalan) pada hari kiamat nanti.
Siapa yang telah di beri hidayah (petunjuk) untuk meniti shirothol mustaqim (jalan yang lurus) yaitu jalannya Allah Azza wa jalla di dunia ini maka dia akan di beri hidayah di kampung akhirat nanti ketika sedang menyebrangi shirot yang di bawahnya adalah neraka jahanam. Maka pada hari kiamat seseorang akan berjalan melewati shiroth yang telah di bentangkan di atas neraka jahanam yang mana dia lebih tajam dari pada mata pedang dan lebih lembut dari pada rambut.
Setiap manusia di perintahkan untuk melewati shiroth (titian) ini, namun pada akhirnya setiap orang saling berbeda-beda di dalam cara melewatinya sesuai dengan kadar amal perbuatannya ketika masih di dunia, demikian pula sesuai dengan keistiqomahanya dalam menempuh shirothol mustaqim pada kehidupannya di dunia.
Imam Ibnu Qoyyim mengatakan, "Barangsiapa yang telah diberi hidayah (petunjuk) di dunia ini kepada shirothol mustaqim (jalan yang lurus) oleh Allah Azza wa jalla yang mana  Allah Ta'ala telah mengutus para rasulNya dengannya  dan menurunkan bersama mereka kitab-kitabNya, dengan sebab itu dia akan diberi hidayah ketika meniti shiroth yang akan mengantarkan kepada surgaNya dan negeri balasan. Namun ketetapan seorang hamba di atas shiroth (jalan yang lurus) ini yang mana di bentangkan oleh Allah Azza wa jalla di dunia akan menjadikan tetapnya dia ketika melewati shiroth yang berada di atas  neraka jahanam di akhirat nanti sesuai dengan kadar  amalannya, dan seberapa besar ia didalam (menempuh) pada jalan yang lurus ini (ketika didunia) maka begitu pula kadarnya ketika melewati shiroth di akhirat nanti sehingga di antara mereka ada yang melewatinya secepat kilat, di antara mereka ada yang melewatinya seperti kedipan mata, di antara mereka ada yang melewatinya secepat angin, ada yang seperti orang yang naik kendaraan, ada yang seperti orang yang berlari, ada yang seperti orang yang berjalan kaki,  dan ada di antara mereka yang merangkak, ada yang tersambar oleh api neraka dan ada yang terjatuh kedalamnya, maka seorang hamba dalam melewati shiroth sesuai kadar ia di dalam menjalani shirotol mustaqim sebagai balasan yang setimpal, Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {هَلۡ تُجۡزَوۡنَ إِلَّا مَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ٩٠} [النمل: 90]
"Tiadalah kamu dibalasi, melainkan (setimpal) dengan apa yang dahulu kamu kerjakan". QS an-Naml: 90.
Perhatikan serta berhati-hatilah terhadap syubhat (kerancuan.pent) dan syahwat (hafa nafsu) yang akan memalingkan dari jalan yang lurus ini, maka sesungguhnya shiroth adalah (seperti) besi bengkok yang akan menjauhkan dari shiroth tersebut kemudian ia tersambar oleh api neraka, dan terhalangi untuk melewatinya, walaupun demikian Allah berfirman:
قال الله تعالى: {وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٖ لِّلۡعَبِيدِ ٤٦} [فصلت: 46]
"Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu Menganiaya hamba-hambaNya". QS Fushilat: 46.[16]
Dalam kesempatan yang lain beliau menegeskan: "Barangsiapa yang dalam kehidupan di dunia ini telah tersambar fitnah syubhat serta syahwat (sehingga) berpaling dari jalan yang lurus, maka dia akan tersambar oleh jilatan api mana kala melewati shiroth pada hari kiamat nanti seperti halnya dia tersambar oleh (fitnah) syubhat dan syahwat didunia, dan pada tempatnya ada pembahasan yang lain dalam kitab ini (al-Jawabul kaafii)".[17]


Kaidah Kesembilan
Pencegah untuk istiqomah adalah syubhat yang menyesatkan dan syahwat yang melalaikan 
Segala macam bentuk syubhat (kerancuan.pent) dan syahwat (hawa nafsu.pent) maka keduanya adalah pencegah serta pemutus yang dapat menghadang seseorang untuk selalu bisa istiqomah. Seorang yang sedang berjalan menempuh jalan yang lurus, yang mana di dalam perjalanannya tersebut (tanpa sadar) dia terus menerus (terjatuh) di dalam fitnah syubhat dan syahwat yang memalingkannya dari jalan yang lurus (maka dirinya akan terpalingkan) jauh dari jalan  yang lurus .
Maka setiap orang yang telah melenceng dari istiqomah (dan dari jalan yang lurus), itu semua tidak bisa terlepas dari dua perkara ini, baik itu di sebabkan oleh fitnah syahwat maupun fitnah syubhat. Dengan syahwat dia akan merusak amalan yang telah di kerjakan, sedangkan dengan sebab fitnah syubhat maka dia akan merusak ilmunya.
Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦۚ ...} [الأنعام: 153]
"Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya". QS al-An'am: 153.
Telah tetap di dalam sebuah hadits dari Abdillah bin Mas'ud semoga Allah meridhoinya yang di riwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Mas'ud mengatakan: "Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah menggaris (di hadapan) kami sebuah garis yang lurus, kemudian Rasulullah mengatakan: "Ini adalah jalannya Allah", lalu beliau menggaris garis-garis (yang lain) di samping kiri dan kanannya. Kemudian mengatakan: "Ini adalah jalan-jalan yang pada setiap jalan tersebut ada setan yang mengajak kepadanya", beliau lalu membaca firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦۚ ...} [الأنعام: 153]
"Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya". QS al-An'am: 153.  HR Ahmad no: 4142.
Oleh karena itu setan yang mengajak manusia untuk berpaling dari jalan Allah Ta'ala yang lurus, maka ajakannya tersebut tidak lepas dari syubhat (kerancuan dan kesamaran)  yang telah di tebarkan oleh setan serta syahwat  yang melalaikan.
Maka jika setan melihat ada seseorang yang sedang dalam keadaan lalai (melampaui batas) maka setan jadikan dirinya cinta dengan hawa nafsu yang ada, namun jika setan mengetahui bahwa dirinya dalam kondisi yang fit, semangat serta selalu menjaga keistiqomahannya maka dirinya dijerumuskan kedalam keraguan serta kesamaran di dalam beragamanya. Sebagaimana yang di katakan oleh sebagian ulama salaf: "Tidaklah Allah memerintahkan kepada hambaNya sebuah perintah kecuali ada dua cara bagi setan untuk menggoda bani adam, adakalanya (supaya) mereka melalaikan serta meremehkan (pada perintah tersebut), dan adakalanya diantarkan mereka sampai (batas) yang tidak wajar sehingga mereka ghuluw (berlebih-lebihan.pent). maka dengan dua hal inilah setan menghasut anak cucu Adam dan setan tidak peduli dengan mana dari keduanya ia tancapkan kuku-kukunya kepada anak cucu Adam".
Imam Ibnu Qoyyim mengatakan: "Sungguh kebanyakan manusia, mereka tidak sanggup untuk bisa melewati dua lembah ini (dua perkara ini.pent) kecuali sedikit sekali diantara mereka yang bisa selamat. Lembah yang pertama yaitu lembah (bersikap) meremehkan dan yang kedua yaitu lembah (bersikap) berlebih-lebihan serta melampaui batas. Dan sangat sedikit sekali di antara mereka yang bisa tetap teguh di atas jalan yang lurus (yaitu jalan) sebagaimana yang telah di tempuh oleh Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya".[18]   
Di sini saya akan nukilkan sebuah contoh yang sangat agung serta besar faidahnya, bahkan contoh ini merupakan sebuah pelajaran yang sangat berfaidah bagi kita semua. Sebagaimana telah shahih di dalam Musnad Imam Ahmad dan dalam Sunan Imam Tirmidzi dan selain keduanya yang di riwayatkan dari Nawaas bin Sam'an semoga Allah meridhoinya dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Allah Ta'ala telah memberi sebuah permisalan bagi jalanNya yang lurus, maka pada samping kiri dan kanannya ada dua tembok (yang) masing-masing memiliki pintu yang  terbuka (hanya) tertutupi oleh penutup (korden.pent). maka di depan pintu shiroth (jalannya Allah yang lurus) ada penyerunya sambil mengatakan: "Wahai sekalian manusia masuklah kalian semua kejalannya Allah yang lurus jangan berbelok-belok". Dan ada pula yang menyeru di atas shiroth yang mana kala (manusia) akan mencoba untuk membuka (dua pintu) yang ada di kanan dan kirinya (shiroth) maka di seru kepadanya: "Celakalah kamu, jangan coba (untuk) sekali-kali membukanya! Sesungguhnya jika kamu membukanya maka kamu akan masuk kedalamnya". Maka (perumpamaan) shiroth adalah Islam sedangkan suuroon (dua tembok.pent) adalah batasan-batasannya Allah sedangkan pintu-pintu yang terbuka adalah larangan-larangannya Allah. (Adapun) penyeru yang berada di depan shirot adalah kitabullah sedangkan penyeru yang berada di atas shiroth adalah perasaan (yang akan mencegah) dalam hati setiap muslim". HR Ahmad 17634, Trimidzi no: 2859, di shahihkan oleh al-Hakim 1/144 dan di setujui oleh adz-Dzahabi, dan di shahihkan pula oleh al-Albani dalam shahihul Jami no: 3887.
Perhatikanlah perumpamaan di atas niscaya Allah akan memberi manfaat kepadamu, Allah Ta'ala telah memberi sebuah permisalan akan jalanNya yang lurus, yang mana pada kiri kanannya terdapat suuraan (dua tembok.pent), yang kalau di gambarkan maka engkau sedang berjalan di sebuah jalan yang lurus sedangkan disisi kananmu ada tembok demikian pula di sisi kirimu pun ada tembok, dan pada tembok teersebut ada pintu-pintu yang sangat banyak yang engkau lewati di sisi kiri dan kananmu. Ada pun pintu-pintu ini hanya tertutupi tirai (yang mudah sekali untuk disingkap), sebagaimana kamu ketahui bahwa pintu kalau hanya tertutupi oleh tirai tidak seperti pintu yang memiliki daun pintu, pintu itu sangat mudah sekali bagi dirimu untuk memasukinya dan tidak ada yang menghalanginya sama sekali. Seorang muslim yang jujur dan istiqomah jika dirinya menginginkan untuk masuk pada pintu syahwat maka akan ia dapati bahwa hatinya akan menolak serta berontak, tidak merasa tenang dan tentram, maka inilah teguran dari Allah yang ada pada hati setiap  muslim.
Dan yang menjadi penguat dalam hadits di atas adalah bahwasannya pada sisi kiri dan kanan jalan istiqomah tersebut ada pintu-pintu yang akan mengeluarkan seorang manusia dari jalan istiqomah, dan pintu-pintu tersebut semuanya kembali pada dua perkara, mungkin ke syubhat (kesamaran dan keraguan) dan yang kedua adalah ke hawa nafsu.    
Imam Ibnu Qoyyim berkata, "Allah Subhanahu wa ta'ala telah membentangkan jembatan yang akan di lewati oleh setiap orang menuju syurga, dan diciptakannya api yang menjulur-julur yang akan menyambar setiap orang sesuai dengan amalanya (ketika di dunia), demikian juga api kebatilan yang menjulur-julur dari syubhat serta kesesatan, adapun syahwat (hawa nafsu) yang melalaikan pelakunya akan mencegah orang yang melakukannya dari istiqomah dan dari jalan kebenaran serta (ketika) menempuh di jalan kebenaran, dan orang yang di jaga maka dialah yang telah di jaga (dan di selamatkan) oleh Allah Ta'ala".[19]
Dan seorang hamba pada keadaan seperti ini (masalah istiqomah) membutuhkan dua hidayah agar bisa selamat di dalam perjalanannya yaitu hidayah kepada jalan yang lurus serta hidayah ketika menempuh di jalan yang lurus tersebut.
Imam Ibnu Qoyyim menegaskan hal ini dengan mengatakan, "Maka (meminta) hidayah menuju shirothol mustaqim (jalan yang lurus) adalah perkara yang lain sedangkan hidayah di dalam menempuh jalan yang lurus tersebut adalah sesuatu yang lain, tidaklah kamu ketahui bahwa seseorang yang telah mengetahui bahwa ada jalan fulan pada sebuah kota adalah jalan yang sifatnya begini dan begitu, akan tetapi tidak mungkin bisa (melewati dengan) benar pada jalan tersebut, karena (ketika ingin) berjalan melewatinya membutuhkan petunjuk khusus pada jalan tersebut, seperti (harus) berjalan pada waktu tertentu (yang) tidak bisa di lewati pada waktu tertentu, membawa air sesuai dengan ukuran perjalanan yang akan di tempuh, berhenti pada tempat tertentu, (ini hanyalah permisalan) tentang petunjuk (yang dibutuhkan) pada sebuah perjalanan yang terkadang dilupakan oleh orang bahkan oleh orang yang paham akan jalan tersebut sehingga dia binasa tidak sampai pada tujuan".[20] 

Kaidah Kesepuluh
Tasyabbuh (menyerupai.pent) dengan orang-orang kafir termasuk perkara terbesar yang bisa memalingkan dari istiqomah
Adapun tasyabuh (menyerupai) dengan orang-orang kafir kembali pada dua perkara yang di sebabkan oleh kerusakan adakalanya karena ilmunya yang tidak benar atau adakalanya karena amalannya yang tidak sesuai (dan semua itu disebabkana oleh kerusakan).
Maka perhatikan makna kalimat ini yang terkandung dalam firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ٦ صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ ٧} [الفاتحة: 6، 7]
"Tunjukilah Kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai (yahudi) dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat (nashrani). QS al-Fatihah: 6-7.
Maka kerusakan serta penyelewengan kaum yahudi adalah di karenakan rusaknya di dalam mengamalkan agamanya, karena mereka berilmu namun tidak mau mengamalkan ilmunya. Sedangkan kerusakan yang timbul di antara nashrani adalah di karenakan rusaknya ilmu mereka, mereka beramal tanpa disertai dengan ilmu yang mumpuni.
Sedangkan kerusakan yang timbul dalam pembahasan kita adalah adakalanya (tidak bisa terlepas) mungkin di karenakan menyerupai yahudi di mana seseorang memiliki ilmu namun tidak mau mengamalkannya, atau kemungkinan yang kedua adalah menyerupai nashrani yang mana mereka beramal namun tidak di sertai dengan ilmu dan dalil.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah menamakan mereka di dalam bukunya yang berjudul "Iqtidho shirothol mustaqim mukholifata ashabal jahim" dan telah mengisyaratkan dalam bukunya tersebut beberapa perkara yang berkaitan dengan kebiasaan ahlu kitab (yahudi dan nashrani) yang sudah mempengaruhi umat ini. Sedangkan bagi seorang muslim maka hendaknya dia berpaling jauh-jauh dari tasyabuh dengan orang-orang kafir agar tidak melenceng dari jalan yang lurus sehingga ketika melenceng darinya dia akan berjalan di atas jalan yang dimurkai oleh Allah atau jalan yang sesat. Sebagaimana telah tergambar dalam firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {وَدَّ كَثِيرٞ مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ لَوۡ يَرُدُّونَكُم مِّنۢ بَعۡدِ إِيمَٰنِكُمۡ كُفَّارًا حَسَدٗا مِّنۡ عِندِ أَنفُسِهِم مِّنۢ بَعۡدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ ٱلۡحَقُّۖ ...} [البقرة: 109]
"Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran". QS al-Baqarah: 109.
Beliau syaikhul Islam mengatakan: "Maka yahudi dicela di karenakan hasadnya mereka kepada orang-orang yang beriman yang berada di atas petunjuk dan ilmu yang bermanfaat, namun sangat di sayangkan ada sebagian orang yang telah menasabkan dirinya kepada ilmu atau yang lainnya telah terfitnah dengan penyakit hasad ini yang mana pada kenyataannya orang tersebut telah Allah beri petunjuk mereka dengan ilmu yang bermanfaat dan amalan yang shaleh. Maka merekalah orang-orang yang tercela (dengan penuh kepastian), dan ini dalam permasalahan ini termasuk dalam akhlak yang di murkai oleh Allah Azza wa jalla".[21]
Kemudian beliau menyebutkan di dalam kitabnya tersebut beberapa contoh dari kebiasaan yang termasuk kebiasaan orang-orang yahudi maupun nashrani yang ditiru oleh banyak kaum muslimin, dan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah mengkhabarkan akan hal itu dalam sabdanya: "Sungguh akan ada orang-orang yang akan mengikuti sunah (perjalanan, kebiasaan) orang-orang sebelum mereka, sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sampai-sampai kiranya mereka masuk ke lubang biawak sekalipun pasti akan ada yang  mengikuti mereka". HR Bukhari no: 7320, Muslim no: 2669.

                                             
Penutup
Saya tutup risalah ini dengan perkataan yang sangat bagus dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yang mana diriwayatkan dari muridnya Ibnu Qoyyim beliau mengatakan: "Saya mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Karamah yang paling besar dan agung adalah tetap berpegang teguh dengan istiqomah".[22]
Berkata Syaikhul Islam dalam bukunya "Al-Furqaan baina auliyau ar-Rahman wa auliyau asy-Syaithan" (Pembeda antara wali-wali Allah dan wali-wali setan) , beliau mengatakan: "Adapun puncak dari karamah adalah menetapi istiqomah".[23]
Oleh karena itu Ibnu Qoyyim berkata menukil perkataan sebagian para ulama, beliau mengatakan: "Jadilah sebagai orang yang istiqomah bukan sebagi orang yang mencari-cari karamah, karena sesungguhnya hatimu selalu bergerak (sibuk) ketika dalam pencarian karamah (tersebut) sedangkan Rabbmu memintamu untuk selalu istiqomah".[24]
Maksud dari perkataannya beliau adalah bahwa seorang hamba hendaknya selalu dan selalu selama-lamanya berusaha agar dirinya menetapi di jalannya Allah Ta'ala yang lurus, dan menjaga di atas ketaatan kepadaNya Subhanahu wa ta'ala, bersungguh-sungguh dalam usahanya tersebut sehingga dia bisa memenangi sebesar-besar kemenangan yang ada dan ghonimah yang paling besar yaitu yang tersirat dalam firmanNya:
قال الله تعالى: {إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَبۡشِرُواْ بِٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِي كُنتُمۡ تُوعَدُونَ ٣٠ نَحۡنُ أَوۡلِيَآؤُكُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِۖ وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَشۡتَهِيٓ أَنفُسُكُمۡ وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ ٣١ نُزُلٗا مِّنۡ غَفُورٖ رَّحِيمٖ ٣٢} [فصلت: 30- 32]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". QS Fushshilat: 30-32.
Allah Ta'ala juga berfirman:
قال الله تعالى: {إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ١٣ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلۡجَنَّةِ خَٰلِدِينَ فِيهَا جَزَآءَۢ بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ١٤} [الأحقاف: 13، 14]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah,  Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. mereka Itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai Balasan atas apa yang telah mereka kerjakan". QS al-Ahqaaf: 13-14.
Saya memohon kepada Allah yang Maha Mulia Rabb Arys yang agung dengan Nama-namanya yang mulia serta sifat-sifatNya yang tinggi agar menjadikan kita semuanya sebagai orang-orang yang di tetapkan dan beri hidayah untuk selalu berjalan di jalanNya yang lurus, dan menjauhkan kita dari jalan yang di murkaiNya serta jalan  yang menyesatkan, memperbaiki urusan kita semuanya, dan memperbaiki agama kita yang menjadi penjaga segala urusan kita, dan memperbaiki dunia kita sebagai tempat kita mencari penghidupan serta memperbaiki akhirat kita sebagai tempat kembali kita semua, dan mudah-mudahan menjadikan hidup ini sebagai (tempat) untuk menambah amal kebaikan kita dan kematian sebagai tempat (istirahat) kita dari segala keburukan.
Shalawat serta salam dan barakah serta nikmah semoga Allah curahkan selalu kepada hamba dan RasulNya Nabi kita Muhammad, keluarga serta para sahabat beliau seluruhnya.






Daftar Isi
Pembukaan
Kaidah pertama:
        Istiqomah adalah nikmah serta hadiah ilahiyah
Kaidah kedua:
        Hakekat dari istiqomah adalah menetapi manhaj yang tegak luruh serta jalan Allah yang lurus
Kaidah ketiga:
        Asal dari istiqomah adalah istiqomahnya hati
Kaidah keempat:
        Istiqomah yang dituntut dari seorang hamba adalah bersikap tengah-tengah jika tidak mampu maka lebih dekat dengannya
Kaidah kelima:
          Istiqomah itu berkaitan erat dengan perkataan, perbuatan serta niat
Kaidah keenam:
          Tidaklah istiqomah itu ada kecuali untuk Allah, bersama Allah dan di atas perintah Allah Azza wa Jalla
Kaidah ketujuh:
         Bagiamanapun tingkatan istiqomahnya seseorang jangan sampai dia menyandarkan kepada amalannya
Kaidah kedelapan:
         Buah dari istiqomah di dunia adalah istiqomahnya nanti ketika meniti shiroth pada hari kiamat
Kaidah kesembilan:
        Pencegah dari istiqomah adalah syubhat-syubhat yang menyesatkan atau hawa nafsu yang melalaikan
Kaidah kesepuluh:
        Menyerupai dengan orang-orang kafir adalah termasuk hal terbesar yang dapat memalingkan dari istiqomah
Penutup



[1] . Madariju Saalikin Ibnul Qoyim 1/78.
[2] .  Iqtidho'u Shirothol Mustaqiim 1/83.
[3] .  Atsar di riwayatkan oleh Imam ath-Thabari dalam tafsirnya 21/465.
[4] . ideem 21/464. cet Muasasah Risaalah.
[5] . Lihat tafsir ath-Thabari 21/364-365.
[6] .  Diriwayatkan ole hath-Thabari dalam tafsirnya 21/465.
[7] .  Di nukil oleh Mawardi dalam kitab an-Nukatu wa al-Uyun 5/275,
[8] .  Jaami'ul ulum wal hikam hal 383-384.
[9]. Ideem  hal 385.
[10] . Madaariju Saalikin 2/105.
[11] .  Jaami'ul ulum wal hikam  hal: 386.
[12] .  juz 1/5.
[13] . Jaami'ul ulum wal hikam 1/5110-511.
[14] . Jaami'ul ulum wal hikam hal: 386.
[15] . Madaarijus Saalikin 2/105.
[16] . Madaarijus Saalikin 1/10.
[17] .  Jawabul kafi 123.
[18] . Ighatsatul lahfaan 1/136.
[19] . Shawa'iqul mursalah 4/1256.
[20] . Risalah Ibnu Qoyim ilaa ahadi ikhwanihi hal: 9.
[21] . Iqtidho shirothol mustaqim 1/83.
[22] .  Madarijus Saalikin 2/105.
[23] . Ideem hal: 349.
[24] . Madarijus Saalikin 2/105.