Meninggalkan Perkara Mubah

WASIYAT KE 2

(وَاتْرُكِ الْمُبَاحَاتِ طَلَبًا لَتَرَقِّى الْمَقَامَاتِ الْعَلِيَّةِ)
“Dan tinggalkanlah olehmu perkara mubah karena untuk meraih derajat yang luhur”
قال سيدى على المرصفى رحمه الله تعالى : "لايصح لمريد قدم فى الإرادة حتى يترك فعل المباحات ويجعل مكان كل مباح تركه مأمورا شرعيا من مندوب أو أولى ويجتنب المباح كأنه منهي عنه كراهة تنزيه"
 
Tuanku ‘Aliy Al-Murshifiy rahimahullahu Ta’ala berkata; “Tidak sah bagi seorang murid (orang yang mengharapkan) derajat luhur hingga ia meninggalkan perkara mubah dan mengganti kedudukan setiap perkara mubah yang ditinggalkannya dengan perkara yang diperintah syara’ berupa kesunnatan atau ‘amal yang lebih utama, serta menjauh dari perkara mubah seolah-olah hal itu merupakan larangan berupa makruh tanzih”.
 
وقد أجمعوا على أن كل من مهد لنفسه ارتكاب الرخص دون العزائم لا يجيء منه شيء فى الطريق.
 
Para ‘ulama’ sepakat bahwa setiap orang yang mempersiapkan dirinya untuk menempuh jalan rukhshah (yang ringan) bukan yang berat, hendaknya tidak ada suatu pun yang datang di tengah-tengah perjalanannya menuju Allah.
 
وقال سيدى على الخواص رحمه الله تعالى : ما جعل الله تعالى المباح إلا تنفيسا لبنى آدم عليه الصلاة والسلام من مشقة التكليف حين ركب الله تعالى فى ذواتهم الملل من التكاليف، ولو أن الله تعالى لم يركب فى ذواتهم الملل لم يشرع لهم المباح كما فعل بالملائكة لأنهم لايعرفون الملل طعما، فلذلك كانوا يسبحون الليل والنهار (لَا يَفْتُرُوْنَ)،
 
Tuanku ‘Aliy Al-Khowwash rahimahullahu Ta’ala berkata; “Allah Ta’ala tidaklah menjadikan perkara mubah kecuali untuk memberi kemurahan bagi anak Adam ‘alaihissalam dari beratnya beban dikala Allah Ta’ala meletakkan rasa bosan pada diri mereka dari beberapa beban. Seandainya Allah Ta’ala tidak meletakkan rasa bosan pada diri mereka, tentu Dia tidak akan memberlakukan hukum mubah kepada mereka sebagaimana apa yang berlaku bagi para malaikat, karena mereka tidak pernah mengenal bosan, dan karena itulah mereka sentiasa bertasbih siang dan malam tanpa henti”.

قال ولما كان القوم من شأنهم الأخذ بالعزائم دون الرخص طلبا للترقى كما هو معلوم من أحوالهم طلبوا من المريدين العمل على تقليل المباحات جهدهم ويجعلون مكان ذلك طاعة يثابون عليها،
 
‘Aliy Al-Khowwash rahimahullahu Ta’ala berkata; Ketika para ‘ulama’ memilih menempuh jalan yang berat, bukan yang ringan demi menggapai derajat luhur sebagaimana hal itu dapat diketahui dari keadaan mereka, mereka pun menuntut murid-muridnya untuk ber’amal mengurangi pekerjaan mubah semampu mereka dan menggantinya dengan keta’atan sehingga mereka mendapatkan pahala atasnya.
 
فإن لم يجدوا طاعة نووا بالمباح من أكل وكلام خيرا كالتقوى على العبادات بأكل تلك الشهوة وزوال العبوسة بمباسطة اخوانهم ببعض كلامهم ونحو ذلك، وأخذوا المريد بالنوم من غير ضرورة، وبالأكل من غير جوع، وبالكلام من غير حاجة، وبمخالطة الناس ألا لضرورة، فأرادوا أن يثاب مريدهم ثواب الواجبات فى سائر أحواله، فيأكل حين يجب عليه الأكل، ويتكلم حين يجب عليه الكلام مثلا، فإن نزل على ذلك فلا ينزل عن الإستحباب، فيأكل حين يستحب الأكل، ويتكلم حين يستحب الكلام،
 
Lalu apabila mereka tidak menemukan keta’atan (sebagai gantinya), mereka berniyat dalam mengerjakan pekerjaan mubah seperti makan dan berbicara dengan niyat yang baik, seperti mencari kekuatan untuk ‘ibadah dengan makan makanan yang di senangi, atau menghilangkan sikap cemberut dengan membahagiakan saudara-saudara mereka dengan sebagian pembicaraan dan lain sebagainya. Dan mereka menekankan kepada murid-muridnya untuk tidak tidur kecuali dalam keadaan darurat, tidak makan kecuali bila telah lapar, tidak berbicara kecuali bila dibutuhkan dan tidak bergaul dengan orang-orang kecuali terpaksa. Karena mereka berharap agar murid-muridnya mendapatkan pahala seperti pahala mengerjakan kewajiban di dalam setiap langkah-langkahnya. Misalnya, para murid baru boleh makan bila tiba saatnya wajib makan dan boleh berbicara bila tiba saatnya wajib bicara. Sebab jika merosot dari perkara wajib, tidak sampai merosot dari perkara sunnat, hingga akhirnya mereka makan bila tiba saat disunnatkannya makan dan berbicara bila tiba saat disunnatkannya berbicara.
 
وكذلك آخذوا المريد بالنسيان وبالاحتلام ويمد الرجل فى ليل او نهار إلا لحاجة، وآخذوه بالخواطر ولو لم تستقر، وآخذوه بأكل الشهوات المباحات لكونها توقف على الترقى.
 
Demikian pula, mereka menekankan kepada murid-muridnya agar lupa makan, tidak mimpi basah dan tidak menjulurkan kakinya diwaktu siang atau malam hari kecuali karena ada hajat. Menekankan kepada mereka agar mengendalikan bisikan hati walaupun belum bisa terarah, dan menekankan kepada mereka agar tidak makan makanan mubah yang disenangi, karena hal itu dapat menghentikan perjalanannya menuju derajat luhur.
 
وفى زبور السيد داود عليه السلام : "يا داود حذر وأنذر قومك عن أكل الشهوات، فإن قلوب أهل الشهوات محجوبة عنى"
 
Didalam kitab Zaburnya Nabi Dawud ‘alaihissalam difirmankan; “Wahai Dawud! Peringatkanlah dan takut-takutilah kaummu dari makan makanan yang disenangi, karena sesungguhnya orang yang ahli menuruti kesenangan hatinya akan terhalang dari-Ku”.
 
وكما أن أكل الشهوات يطرد العبد عن حضرة الله تعالى فكذلك مد الرجل من غير حاجة بجامع سوء الأدب.
 
Sebagaimana halnya makan makanan yang disenangi dapat menjauhkan seorang hamba dari hadirat Allah Ta’ala, demikian pula menjulurkan kaki dengan segala adab yang buruk tanpa ada hajat.
 
وقال أيضا : لايبلغ  المريد مقام الصدق  حتى يزيد فى تعظيم أمر الله تعالى ونهيه فيفعل المندوب كأنه واجب، ويجتنب المكروه كأنه حرام، ويجتنب الحرام كأنه كفر وينوى بجميع المباحات خيرا ليثاب على ذلك، فينوى بالنوم فى القيلولة التقوى على قيام الليل، ويتناول بعض الشهوات لمداواة نفسه إذا نفرت من العبادات بالكلية، فإن لسان حال النفس يقول لصاحبها : كن معى فى بعض اغراضى وإلا صرعتك، وكذلك ينوى بلباس الثياب الفاخرة إظهار نعمة الله تعالى دون الحظوظ النفسانية، وكذلك يأكل الزائد من الطعام البارد الحلو من الشراب لأجل استجابة أعضائه ليشكر الله تعالى بعزم،
 
Dan tuanku ‘Aliy Al-Khowwash juga berkata; Seorang murid (penempuh jalan menuju Allah Ta’ala) tidak akan sampai pada maqam sidiq hingga ia memperbesar rasa mengagungkan perintah dan larangan Allah Ta’ala, lalu menjalankan kesunnatan seolah-olah itu adalah kewajiban, meninggalkan kemakruhan seolah-olah itu adalah keharaman dan menjauhi keharaman seolah-olah itu adalah kekufuran. Dan berniyat dalam segala perbuatan mubah dengan niyat yang baik agar mendapatkan pahala atas hal tersebut, seperti tidur diwaktu qoilulah (di tengah hari) dengan niyat untuk mencari kekuatan ‘ibadah di malam hari, dan memenuhi sebagian keinginan hati karena untuk mengobati nafsunya ketika enggan ber’ibadah secara keseluruhan, karena sesungguhnya lisan nafsu berkata kepada tuannya; “Patuhlah engkau kepadaku didalam memenuhi sebagian keinginanku, sebab bila tidak aku akan membantingmu”. Begitu pula dengan mengenakan pakaian indah, hendaknya berniyat karena menampakkan ni’mat Allah Ta’ala, bukan karena menuruti hawa nafsu, dan juga dengan makan makanan enak, minum minuman manis dan segar hendaknya diniyati karena untuk memenuhi kebutuhan raganya agar dapat bersyukur kepada Allah Ta’ala dengan kokoh.
 
وقد كان أبو الحسن الشاذلى رحمه الله تعالى يقول لأصحابه :"كلوا من أطيب الطعام واشربوا من ألذ الشراب وناموا على أوطاء الفراش والبسوا ألين الثياب فإن أحدكم إذا فعل ذلك وقال الحمد لله يستجيب كل عضو فيه للشكر، بخلاف ما إذا أكل خبز الشعير بالملح ولبس العباءة ونام على الأرض وشرب الماء المالح السخن وقال الحمد لله فإنه يقول ذلك وعنده اشمئزاز وبعض سخط على مقدور الله تعالى، ولو أنه نظر بعين البصيرة  لوجد الاشمئزاز والسخط الذى عنده يرحج فى الإثم على من تمتع بالدنيا بيقين، فإن المتمتع بالدنيا  فعل ما أباحه الحق تعالى، ومن كان عنده اشمئزاز وسخط فقد فعل ما حرمه الحق عز وجل" وافعل ذلك يا أخى.
 
Abu Al-Hasan As-Syadzili rahimahullahu Ta’ala berkata kepada murid-muridnya; “Makanlah oleh kalian makanan yang paling lezat, minumlah minuman yang paling ni’mat, tidurlah diatas alas tidur yang paling halus dan pakailah pakaian yang paling lembut, karena apabila salah seorang dari kalian melakukan hal itu dan mengucapkan “Alhamdulillah”, maka seluruh tubuh akan menjawab karena bersyukur. Berbeda dengan orang yang makan roti gandum dengan garam, memakai pakaian kasar, tidur beralaskan tanah, minum air tawar yang dimasak dan mengucapkan “Alhamdulillah”, maka sesungguhnya ia mengucapkan Alhamdulillah, namun jiwanya merasa, muak dan marah atas apa yang telah ditaqdirkan Allah Ta’ala. Seandainya ia dapat melihat dengan mata bathinnya, tentu ia akan menemukan sikap jiwanya yang muak dan marah itu, yang mana hal tersebut lebih berdosa daripada orang yang murni bersenang-senang dengan keni’matan dunia, karena orang yang bersenang-senang dengan keni’matan dunia masih tergolong melakukan sesuatu yang dimubahkan Allah Al Haqq Ta’ala, sedangkan orang yang jiwanya merasa muak dan marah, sungguh ia telah melakukan perkara yang diharamkan oleh Allah Al-Haqq ‘Azza wa Jalla”.
Kerjakannlah qaul itu wahai saudaraku!.

Peringatan

                                                      (تنبيه)
ينبغى للعبد أن يفتش أعضاءه الظاهرة والباطنة صباحا ومساء هل حفظت حدود الله تعالى التى حدها لها أو تعدت؟ وهل قامت بما امرت به من غض البصر وحفظ اللسان والأذن والقلب وغير ذلك على وجه الإخلاص أو لم تقم؟
Bagi seorang hamba hendaknya senantiasa meneliti anggota dzohir dan bathinnya setiap pagi dan sore, apakah seluruh anggotanya telah menjaga peraturan-peraturan Allah Ta’ala atau apakah telah melanggarnya? Apakah telah menegakkan apa yang diperintahkan Allah Ta’ala yang berupa menundukkan pandangan, menjaga lisan, telinga, hati dan lainnya, atau tidak?

فإن رأى جارحة من جوارحه أطاعت شكر الله تعالى ولم ير نفسه لذلك، وإن رآها تلطخت بمعصية من المعاصى أخذ فى الندم والإستغفار، ثم يشكر الله تعالى إذا لم يقدر عليه أكثر من تلك المعصية، ولم يبتل جوارحه التى عصت بالأمراض والجراحات والدمامل والقروح، فإن كل عضو استحق نزول البلاء، فاعلم ذلك يا أخى والزم التوبة وابغض الدنيا تبعا لله تعالى فإن الله تعالى لم ينظر اليها منذ خلقها لشدة بغضه لها،
 
Lalu apabila seorang hamba mendapati salah satu dari beberapa anggotanya telah berbuat ta’at, maka bersyukurlah kepada Allah Ta’ala dan jangan pernah beranggapan bahwa dirinya termasuk orang yang ahli dalam menjalankan keta’atan. Namun apabila ia mendapati anggotanya berlumuran dosa, maka segeralah menyesalinya dan beristighfar, kemudian bersyukur kepada Allah Ta’ala karena Dia tidak mentakdirkan kepadanya kema’shiyatan yang lebih besar, dan tidak menyiksa anggota yang digunakan untuk berma’shiyat dengan beberapa penyakit, luka, bisul dan borok. Karena setiap anggota yang digunakan untuk ma’shiyat berhak mendapatkan siksa. Ketahuilah hal itu wahai saudaraku, tetaplah bertaubat dan benci terhadap dunia karena mengikuti Allah Ta’ala, sebab Allah Ta’ala tidak pernah melihat pada dunia sejak Dia menciptakannya karena sangat benci terhadapnya.

وفى الحديث "حب المال والسرف ينبتان النفاق فى القلب كما ينبت الماء البقل"
Di sebutkan dala sebuah hadits; “Cinta harta dan melampaui batas, keduanya dapat menumbuhkan sifat munafiq didalam hati sebagaimana air yang dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan”.
 
وقد كان أبو عبد الله سفيان الثورى رحمه الله تعالى يقول : لو أن عبدا عبد الله تعالى بجميع المأمورات إلا أنه يحب الدنيا إلا نودي عليه يوم القيامة على رؤس الجميع "ألا إن هذا فلان بن قلان قد أحب ما أبغض الحق تعالى" فيكاد لحم وجهه يسقط.
 
Dan Abu ‘Abdillah Sufyan Ats-Tsauri rahihullahu Ta’ala berkata; Sekiranya seorang hamba membaktikan diri kepada Allah Ta’ala dengan menjalankan segala perintah-Nya, hanya saja ia cinta dunia, maka pada hari kiamat kelak ia akan diumumkan dihadapan seluruh makhluk; “Ingatlah! Bahwa fulan bin fulan ini adalah orang yang cinta pada apa yang dibenci Allah Al Haq subhanahu wa Ta’ala”, maka hampir daging wajahnya jatuh berguguran.
 
والمراد بالدنيا ما زاد على الحاجة الشرعية،
Yang dimaksud cinta dunia disini yaitu menumpuk-numpuk harta dunia melebihi kebutuhannya secara syar ‘i.
 
وكان ابو الحسن على بن المزين رحمه الله تعالى يقول : لو زكيتم رجلا حتى جعلتموه صديقا لا يعبأ الحق تعالى به وهو يساكن الدنيا بقلبه،
Abu Al-Hasan ‘Aliy bin Muzayyin berkata; Seandainya kalian mensucikan seseorang sehingga kalian menjadikannya orang yang paling benar, maka Allah Al Haqq Ta’ala tidak akan perduli dengannya manakala didalam hatinya masih ada setitik rasa cinta dunia.
 
فقيل  له فإذا ساكنها لأجل إخوانه وعياله وغيرهم من الملازم لينفقها عليهم؟
فقال : دعونا من هذا الزلفات، والله ما هلك من هلك من أهل الطريق الا من حلاوة الغنى فى نفوسهم، والله الذى لا إله إلا هو إنى لأعرف من يدخل عليه عرض الدنيا فيقسمه على حقوق الله تعالى فيصير ذلك مع براءة ساحته حجابا قاطعا له عن الله تعالى،
 
Beliau ditanya; Bagaimana bila ia mencintai dunia karena untuk menafkahi saudaranya, keluarganya dan orang-orang yang wajib dinafkahi? 
Abu Al-Hasan ‘Aly bin Muzayyin menjawab; Hindarkanlah kami dari kesalahan ini, demi Allah, tidaklah hancur orang-orang yang hancur dari golongan ahli thariqat kecuali karena rasa manisnya kaya harta yang ada didalam hatinya, demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, sungguh aku mengetahui orang yang kerasukan cinta terhadap harta dunia yang disalurkan atas dasar memenuhi hak-hak Allah Ta’ala, kemudian bersamaan dengan bebasnya tangung jawab, harta dunia itu menjadi penghalang yang dapat memutuskan dirinya dari Allah Ta’ala.
 
وكان سيدى أبو الحسن الشالى رحمه الله تعالى يقول : "لا يترقى مريد قط إلا أن صحت له محبة الحق تعالى، ولا يحبه الحق تعالى حتى يبغض الدنيا وأهلها ويزهد فى نعيم الدارين".
 
Tuanku Abu Al Hasan As-Syadziliy rahimahullahu Ta’ala berkata; “Seorang murid sama sekali tidak akan mampu menempuh jalan wushul ilallah, kecuali ia benar-benar mencintai Allah Al Haqq Ta’ala, dan tidaklah ia cinta kepada Allah Al Haqq Ta’ala sehingga ia benci terhadap dunia dan orang-orang yang cinta dunia, serta berlaku zuhud terhadap keni’matan dunia”.
 
وقال أيضا : كل مريد أحب الدنيا فالحق تعالى يكرهه على حسب محبتها له كثرة وقلة، فيجب على المريد أن يرمى الدنيا من يده ومن قلبه أول دخوله فى الطريق، ومتى تلقن على شيخ أو أخذ عليه العهد وهو يميل إلى الدنيا فلا بد أن يرجع من حيث جآء، وترفضه الطريق، فإن أقل أساس يضعه المريد فى الطريق الزهد فى الدنيا، فمن لم يزهد فى الدنيا لا يصح له بناء شيء فى الآخرة.
 
Beliau (Abu Al Hasan As-Syadziliy rahimahullahu Ta’ala) juga berkata; “Allah Al-Haqq Ta’ala benci terhadap setiap murid (penempuh jalan menuju Allah) yang cinta dunia sesuai dengan besar dan kecilnya kecintaanya terhadap dunia, karena itu wajib bagi seorang murid untuk mengosongkan harta dunia dari tangan dan hatinya pada saat pertama ia masuk thariqat. Bilamana ia memohon bimbingan kepada seorang guru atau di bai’at, sedang didalam hatinya masih ada rasa cinta terhadap dunia, maka tidak boleh tidak ia akan kembali ke asalnya dari mana ia datang, dan tertolak dari jalan menuju Allah, karena minimal pondasi yang harus ditanamkan oleh seorang murid dalam menempuh jalan menuju Allah adalah berlaku zuhud terhadap dunia, barangsiapa yang tidak berlaku zuhud terhadap dunia, maka ia tidak akan dapat menegakkan bangunan apapun di akhirat”.
 
وكان سيدى عبد القادر الجيلى رحمه الله تعالى يقول : "من أراد الآخرة فعليه بالزهد فى الدنيا، ومن أراد الله تعالى فعليه بالزهد فى الآخرة".
 
Tuanku Syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jaily rahimahullahu Ta’ala berkata: ”Barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan akhirat, maka wajib baginya berlaku zuhud terhadap dunia, dan barangsiapa yang hendak menempuh jalan menuju Allah Ta’ala, maka wajib baginya berlaku zuhud terhadap akhirat”.
وما دام فى قلب العبد شهوة من شهوات الدنيا او لذة من لذاتها من مأكول أو ملبوس أو منكوح أو ولاية أو رياسة أو تدقيق فى فن من فنون العلم الزائد عن الفرض كروا ية الحديث الآن وقرآءة القرآن بالقراآت السبع وكالنحو والفقه والفصاحة، فليس هذا محبا فى الآخرة، إنما هو راغب فى الدنيا تابع لهواه.
 
Selama dalam hati seorang hamba masih terdapat bermacam-macam keinginan terhadap dunia, atau suatu keni’matan dari beberpa keni’matan dunia yang berupa makanan, pakaian, pernikahan, kekuasaan, jabatan atau memperdalam salah satu bidang dari beberapa bidang ‘ilmu yang melebihi batas kewajiban seperti: merawikan hadits pada saat sekarang, membaca Al-Qur’an dengan tujuh macam bacaan, ‘ilmu nahwu, ‘ilmu fiqih dan ‘ilmu balaghoh, maka semua itu bukanlah termasuk orang yang cinta akhirat, melainkan ia adalah orang yang cinta dunia yang menuruti hawa nafsunya.
 
وكان أبو عبد الله المغربى رحمه الله تعالى يقول : الفقير المجرد عن الدنيا وإن لم يعمل شيأ من أعمال الفضائل أفضل من هؤلاء المتعبدين ومعهم الدنيا، بل ذرة من عمل الفقيء المجرد أفضل من الجبال من أعمال أهل الدنيا.
 
Abu ‘Abdillah Al-Maghribiy rahimahullahu Ta’ala berkata; “Orang faqir harta dunia walaupun ia tidak mengamalkan suatu ‘amal utama apapun, adalah lebih utama daripada mereka orang-orang yang ahli ‘ibadah namun mereka masih ada rasa cinta terhadap dunia, bahkan seberat biji sawi ‘amal orang faqir, lebih utama daripada beberapa gunung ‘amal ahli dunia”.
 
وكان سيدى أبو المواهب الشاذلى رحمه الله تعالى يقول : "العبادة مع محبة الدنيا شغل قلب وتعب جوارح، فهى وإن كثرت قليلة، وإنما هى كثيرة فى وهم صاحبها، وهى صورة بلا روح واشاح خالية غير حالية"
 
Tuanku Abu Al-Mawahib As-Syadzily rahimahullahu Ta’ala berkata; “’Ibadah yang disertai cinta dunia, dapat menyibukkan hati dan melelahkan raga, ‘ibadah seperti itu walaupun banyak, nilainya tidak seberapa, ‘ibadah seperti itu dianggap besar nilainya hanya menurut dugaan pelakunya saja, ‘ibadah seperti itu laksana gambar yang tidak memiliki ruh, bagaikan raga yang kosong tiada bernilai”.
 
ولهذا ترى كثيرا من أرباب الدنيا يصومون كثيرا، ويصلون كثيرا، ويحجون كثيرا، وليس لهم نور الزهاد، ولا حلاوة العبادة،
 
Karena itu, engkau menyaksikan banyak sekali orang-orang berharta yang rajin berpuasa, shalat dan hajji, namun mereka sama sekali tidak memiliki cahaya zuhud dan tidak pernah merasakan manisnya ‘ibadah.
 
وحقيقة الزهد هو ترك الميل إليها بالمحبة، لا بخلو اليد من الدنيا لعدم نهى الشارع عن التجارة وعن عمل الحرف، ولا قائل بذلك، وإنما درج جمهور الصحابة والتابعين عن حلو اليد من الدنيا ليقتدى بهم المحجوبون عن مشاهدة الأكابر، فلذلك أظهروا لهم الزهد فى الدنيا بخلو اليد ونهوهم عن التبسط فى الدنيا خوفا عليهم أن يدخلوا فى محبتها فلا يهتدون بعد ذلك للخروج عن حبها والمزاحمة عليها، فإن الكاملين لا يشغلهم عن الله تعالى شيء فى الكونين بخلاف القاصرين،
 
Hakikat zuhud yaitu; Menjauhkan hati dari merasa senang terhadap harta dunia, bukan berarti benar-benar mengosongkan tangan dari harta dunia, karena tidak adanya larangan dari  pembawa syari’at untuk berniaga dan berprofesi, dan tidak seorang ‘ulama’ pun yang menyatakan demikian itu. Hanyasaja pada kalangan mayoritas shahabat dan tabi’in telah berlaku mengosongkan tangan dari dunia dengan tujuan agar jejak mereka di ikuti oleh orang-orang yang terhalang dari bermusyahadah dengan orang-orang agung. Karena itulah para shahabat dan tabi’in menampakkan kepada mereka sikap zuhud terhadap dunia dengan mengosongkan tangan dan melarang mereka hidup bergelimang harta dunia karena hawatir akan terjebak cinta dunia hingga mereka tidak mendapatkan petunjuk untuk lepas dari rasa cintanya dan berlomba-lomba mendapatkan harta dunia. Sesungguhnya orang-orang yang sempurna tidak tersibukkan dari Allah Ta’ala oleh sesuatu pun perihal dunia maupun di akhirat, berbeda dengan orang awam.
 
فسلم يا أخى لكل من تراه متجملا بالثياب من القوم إلا إن خفت على أتباعه أن يتبعوه مع الجهل بمقصده، فلك أن تنهاه عن ذلك خوفا عن تلامذه، أو تأمره بأن يقول لهم لا تقتدوا بى فى حسن الملابس والمناكح والمراكب فإن هذا ليس لكم الآن، هذا إن وجد ذلك من مال حلال وإلا فالإنكار على ذلك الشيخ واجب فافهم،
 
Maka hormatlah wahai saudaraku kepada orang-orang besar yang engkau lihat berpakaian mewah, kecuali apabila engkau menghawatirkan pengikut-pengikutnya akan mengikuti jejaknya tanpa mengetahui maksudnya, maka hendaknya engkau melarangnya dari hal itu karena hawatir pada murid-muridnya, atau engkau menyuruhnya untuk berkata pada murid-muridnya; “Janganlah kalian mengikutiku dalam masalah berpakaian mewah, pernikahan dan kendaraan, karena itu semua bukanlah untukmu saat ini”. Demikian itu apabila hal tersebut hasil dari harta halal, jika dari harta haram, maka inkar terhadap guru itu adalah wajib. Fahamilah itu!.
 
ثم لا يخفى ان الزاهدين ما زهدوا حقيقة إلا فى ما لم يقسم، وأما ما قسم لهم فلا يصح لأحد الزهد فيه بأن يتركه، وإنما الزهد فيه يكون بترك الميل إليه عادة بحيث لا يبخل به عن مستحقه ولا يشتغل به عن ربه فاعلم ذلك يا أخى.
 
Kini tidak diragukan lagi bahwa orang-orang yang zuhud itu hakikatnya tidaklah zuhud kecuali terhadap perkara yang belum bibagikannya, sedangkan zuhud dengan meninggalkan perkara yang telah dibagikan kepada mereka, maka zuhudnya tidak sah, karena zuhud dalam hal itu hanya berupa meninggalkan condongnya hati kepadanya sehingga ia tidak kikir terhadap orang yang berhak untuk mendapatkannya dan tidak tersibukkan olehnya dari ber’ibadah kepada Tuhannya. Ketahuilah hal itu wahai saudaraku!...

Istiqomah Dalam Bertaubat

بسم الله الرحمن الرحيم
 
الحمد لله الذى فرض التوبة وحرم الإصرار، وأشهد أن لا اله إلا الله وحده لا شريك له كاتب الأثار، وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدا عبده ورسوله صفة الأخيار، صلى الله وسلم عليه وعلى آله وصحبه السادة الأبرار.
 
Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah yang mewajibkan bertaubat dan mengharamkan menetapi berbuat dosa. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah yang Esa yang tiada sekutu bagi-Nya yang memerintahkan mencatat ‘amal. Dan aku bersaksi bahwa baginda dan Nabi kita Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang terpilih. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat sejahtera atas Nabi kita, keluarganya dan para sahabat-sahabatnya yang mulia lagi berbakti.
 
(وبعد) فهذا تعليق على وصية الشيخ العارف بالله تعالى أبى إسحاق إبراهيم المتبولى طيب الله ثراه، وجعل الجنة متقلبه ومثواه، ونفعنا والمسلمين ببركاته، وأعاد علي وعليهم من صالح دعواته، والله تعالى أسأل أن ينفع به وأن يجعله خالصا لوجهه، إنه على كل شيء قدير.
 
Kitab kecil ini merupakan catatan kaki (Sayyid ‘Abdul Wahhab As-Sya’rani) tentang wasiyat tuan guru yang ma’rifat billahi Ta’ala yaitu Syaikh Abu Ishaq Ibrahim Al-Matbuliy. Semoga Allah mengharumkan kuburannya, menjadikan surga sebagai tempat kembali dan tempat tinggalnya, memberikan manfa’at kepada kami dan kaum muslimin lantaran barakahnya, dan melimpahkan kepadaku juga kepada mereka kebaikan do’a-do’anya. Hanya kepada Allah sajalah aku memohon agar Dia senantiasa menjadikan buku kecil ini buku yang bermanfa’at yang murni hanya karena mengharapkan ridla-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.


Wasiyat Pertama
 
(اول الوصية : عَلَيْكَ أَيُّهَا الْأَخُ بِالْإِسْتِقَامَةِ فِى التَّوْبَةِ)
“Wahai saudaraku! Hendaklah engkau senantiasa istiqamah dalam bertaubat”
 
التوبة فى اللغة الرجوع، يقال  : تاب، اى رجع، وفى الشرع : الرجوع عما كان مذموما فى الشرع إلى ما هو محمود فى الشرع،
 
Taubat, menurut bahasa adalah; Kembali secara umum. Sedangkan taubat menurut Syara’ yaitu; Kembali dari perbuatan yang tercela menurut syara’ kepada perbuatan yang terpuji menurut Syara’.
 
ولها بداية ونهاية،
 
Taubat memiliki tahap permulaan dan puncak.
 
فبدايتها التوبة من الكبائر، ثم الصغائر، ثم المكروهات، ثم من خلاف الأولى، ثم من رؤيته الحسنات، ثم من رؤيته أنه صار معدودا من فقراء الزمان، ثم من رؤيته أنه صدق فى التوبة، ثم من كل خاطر يخطر له فى غير مرضاة الله تعالى.
 
Permulaan taubat yaitu; Bertaubat dari dosa-dosa besar, kemudian dari dosa-dosa kecil, dari perkara makruh, dari perbuatan yang berlawanan dengan yang lebih utama, dari anggapan bahwa dirinya termasuk orang yang baik, dari anggapan bahwa dirinya telah menjadi kekasih Tuhan, dari anggapan bahwa dirinya telah benar dalam bertaubat, dan selanjutnya bertaubat dari segala bisikan hati yang tidak diridlai Allah Ta’ala.
 
وأما نهايتها فالتوبة كلما غفل عن شهود ربه تعالى طرفة عين.
 
Sedangkan puncaknya yaitu; Bertaubat setiap kali lupa dari bermusyahadah (mengingat) kepada Allah walau sekejap.
 
وذكر المحققون من أهل الطريق أن من ندم على ذنبه واعتىرف به فقد صحت توبته، لأن الله تعالى لم يقص علينا فى توبة أبينا السيد آدم عليه الصلاة والسلام إلا الإقتراف والندم، فلو كان ثم أمر زائد لقصه علينا.
 
‘Ulama’ ahli tahqiq dari kalangan penempuh jalan menuju Allah mengemukakan bahwa; Barangsiapa yang menyesal atas dosa-dosanya dan mengakui kesalahan yang telah dilakukannya, maka taubatnya dianggap sah, karena Allah ta’ala tidak mengisahkan kepada kita tentang taubatnya bapak kita Nabi Adam ‘Alaihissalam kecuali pengakuan dan penyesalan, sebab bilamana ada yang lain dari itu, niscaya Allah pasti mengisahkannya kepada kita.
 
وقول العلماء : أن من شرط التوبة الإقلاع، والعزم أن لا يعود: إنما أخذوه بطريق الإستنباط، إذ النادم على شيء من لوازمه الإقلاع، والعزم أن لا يعود،
 
Sedangkan pernyataan para ‘Ulama yang mengatakan bahwa; “Syarat taubat yaitu harus berhenti dan bermaksud kuat untuk tidak mengulangi kembali”, hal itu mereka kemukakan berdasarkan hasil istinbath, sebab orang yang menyesali perbuatannya dapat dipastikan akan berhenti dan bermaksud kuat untuk tidak mengulangi kesalahannya kembali.
 
ومعلوم أن بالتوبة تغفر حقوق الله تعالى وظلم العبد لنفسه بارتكاب المعاصى، دون الشرك بالله تعالى وإن كان هو يرجع الى ظلم النفس ايضا، ودون حقوق الخلق من مال وعرض، وسيأتى الكلام عليهما إن شاء الله تعالى،
 
Dan sudah ma’lum bahwa dengan taubat yang benar, segala dosa akan diampuni, baik yang berhubungan dengan Allah Ta’ala, maupun kedzaliman seorang hamba terhadap diri sendiri dengan melakukan kema’siyatan selain menyekutukan Allah Ta’ala, walaupun syirik juga termasuk dzalim terhadap diri sendiri, dan selain yang berhubungan dengan sesama manusia yang berupa harta dan kehormatan yang akan dijelaskan nanti insya Allah Ta’ala.
 
وبدأ الشيخ بالتوبة لأنها أساس لكل مقام يترقى اليه العبد حتى يموت، فكما أن من لا أرض له لا بناء له، كذلك من لا توبة له فلا حال له ولا مقام.
 
Syaikh Al-Matbuly mengawali washiyatnya dengan masalah taubat, karena taubat merupakan pondasi bagi setiap kedudukan yang kepadanyalah seorang hamba hendak menaiki hingga meninggal dunia. Ibarat orang yang tidak memiliki tanah, ia pun tidak memiliki bangunan, demikian pula dengan orang yang tidak bertaubat, maka baginya tidak ada kedudukan dan derajat.
 
ومن كلامهم "من أحكم مقام توبته حفظ الله تعالى من سائر الشوائب التى فى الأعمال" فهى نظير مقام الزهد فى الدنيا يحفظه صاحبه من سائر ما يحجب عن الحق تعالى،
 
Para ‘ulama’ menyatakan; “Barangsiapa yang memperkuat taubatnya, maka Allah Ta’ala akan menjaganya dari segala kotoran yang mencampuri dan merusak kemurnian ‘amalnya”. Demikianlah kedudukan taubat yang sebanding dengan maqam zuhud terhadap dunia, dimana pelaku zuhud akan dapat menjaganya dari setiap sesuatu yang menghalangi dirinya dari Allah Al Haqq Ta’ala.
 
وحث على "الإستقامة فى التوبة" لأنه متى ما كان فى التوبة اعوجاج انسحب حكمه فى كل مقام بعده فيصير بناؤه مهلهلا كمن بنى حائطه من اللبن اليابس بغير طين.
 
Dan Syaikh Al-Matbuliy menganjurkan istiqamah dalam bertaubat, karena ketika terdapat kesalahan dalam bertaubat, semua maqam setelah maqam zuhud akan hilang kekuatannya, maka taubat yang telah dibangunnya menjadi hancur, demikian itu bagaikan seseorang yang membangun sebuah bangunan hanya berupa susunan bata tanpa perekat.
 
قال سيدى محمد ابن عنان رحمه الله تعالى : من إستقام فى توبته عن المعاصى ارتقى الى التوبة من كل ما لا يعنى، ومن لم يستقم فيها لا يشم من التوبة عن الفضول رائحة، ولا يقدر على رعاية خاطره أبدا، بل تغلب عليه خواطر المعاصى حتى فى صلاته،
 
Tuanku Muhammad bin ‘Inan rahimahullahu Ta’ala berkata; Barangsiapa yang istiqamah dalam bertaubat dari segala bentuk kema’shiyatan, maka ia akan dapat menaiki tingkatan bertaubat dari semua perkara yang tidak berfaidah, dan barangsiapa yang tidak istiqamah dalam bertaubat, maka ia tidak akan dapat mencium aroma yang keluar dari taubatnya, dan selama-lamanya ia tidak akan mampu menjaga bisikan hatinya, bahkan bisikan-bisikan ma’shiyat akan selalu memperdayanya hingga di dalam shalatnya.

 

وتأمل قوله تعالى للمعصوم الأكبر صلى الله عليه وسلم : "فاستقم كما أمرت ومن تاب معك"
 
Renungkanlah firman Allah kepada Nabi agung yang ma’shum shallallahu ‘alaihi wasallam; “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat bersamamu”. (Qs. Hud 112).
 
فأمره الله تعالى بالإستقامة فى التوبة، ومن تاب معه من جميع أتباعه وأمته"
 
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kepada Nabi, orang yang bersama dengannya serta ummatnya agar istiqamah dalam bertaubat.
 
وقال سيدى على الخواص رحمه الله تعالى : من استقام فى توبته وزهد فى الدنيا فقد انطوى فيه سائر المقامات والأحوال الصالحة.
 
Tuanku ‘Aliy Al-Khowwash rahimahullahu Ta’ala berkata; “Barangsiapa istiqamah dalam taubatnya dan zuhud terhadap harta duniawi, maka ia akan mampu menyelesaikan semua kedudukan dan hal-hal yang baik”.