Urgensi Pembinaan Generasi Muda Islam

Urgensi Pembinaan Generasi Muda Islam

Sesungguhnya wajah masyarakat Islam 30 sampai 50 tahun di masa mendatang dapat dilihat atau ditentukan oleh seberapa handalnya pembinaan generasi muda Islam saat ini. Pemuda adalah jelas merupakan pilar dari semua kebangkitan umat di dunia ini. Juga Sejarah Islam telah membuktikan bahwa pendukung-pendukung awal penyampaian risalah Islam ini oleh Rasulullah SAW,  adalah para pemuda yang dengan tegar menjadi penyokong bagi penyampaian Risalah Islam. Di Negara kita sejarah telah mencatat momentu-momentu pergerakan bangsa yang telah diukir dengan peluh dan keringat kaum muda bangsa ini.
Potensi ini telah dipahami sepenuhnya oleh orang-orang yang memiliki kepentingan penguasaan terhadap suatu bangsa dalam jangka panjang, sehingga kalangan yang mengingingkan penguasaan tersebut sering menggunakan metode penghancuran generasi muda dari suatu bangsa yang ingin mereka kuasai. Hamtaman dan cobaan seperti ini telah dirasakan oleh generasi Islam di seluruh dunia. Tawaran-tawaran yang berbau hedonis telah disuguhkan kepada generasi muda kita yang dapat  menyebabkan mereka lupa terhadap harapan umat dan harapan bangsa yang digantungkan kepada mereka. Merajalelanya peredaran narkotika dan fornografi dalam lingkungan masyarakat kita adalah merupakan indikasi yang sangat besar mengenai program penghancuran generasi muda kita.
Potensi Generasi Muda
Apa yang sebenarnya dimiliki oleh pemuda sehingga mereka selalu memberikan kontribusi yang besar dalam kebangkitan sebuah peradaran? Dalam kaita tersebut Hasan Al-Banna, toko pergerakan Al Ikhwan Al Muslimin di Mesir mengngambarkan sosok pemuda dengan kalimat berikut: Allah SWT berfirman dalam QS Al-Kahfi 18:13:
نَّحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِالْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
Yang artinya:
Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.
Potensi-potensi iman, keikhlasan, semangat dan amal yang ada dalam diri pemuda, terutama pemuda Islam harus dipupuk dan ditumbhkan melalui proses tarbiyah (pendidikan) yang benar, pembinaan jiwa dan akhlak serta pembentukan generasi muda yang tangguh, sehingga mereka dapat bertahan menang dalam menghadapi segala tantangan.
Realitas Generasi Muda Harapan Umat
Kindisi generasi muda bangsa kita yang sangat memprihatinkan dalam beberapa tahun yang lalu tentunya bukanlah sebuah potret generasi yang kita ingingkan. Alhandulillah, dalam awalmilenium ketiga ini dimana terpaan budaya barat yang menawarkan pola-pola pergaulan yang tidak Islami semakain besar, justru terjadi perubahan yangsangat besar dalam perkembangan pergaulan remaja Islam.
Saat ini remaja-remaj Islam sudah tidak malu-malu lagi untuk menunjukkan identitas keislamannya dengan membawa Al-Quran ke sekolah-sekolah dan tempat-tempat aktifitas mereka.sehingga, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam kunjungannya ke Indonesia mensinyalir bahwa kebangkita Islam akan segera tiba dengan melihat indikasi semangat pemuda-pemuda Islam untuk kembali mempelajari agama mereka.
Pola Pembinaan Generasi Muda
Islam telah memberikan tuntunan kepada kita mengenai proses pembinaan anak dan genersai muda yang benar dengan memperhatikan semua faktor yang dapat mempengaruhi proses perkembangan jiwa dan mentalitas pemuda. Proses pembinaan tersebut harus dilakukan dalam berbagai lingkungan.
Pembinaan di Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal pleh seorang anak. Pengaruh yang dimunculkan dan lingkungan keluarga ini sangant besar bagi kehidupan sang anak. Dalam lingkungan keluargalah seorang bayi dalam fitrahnya adalah muslim dapat makin berkembang menjadi muslim yang tangguh atau menjadi menjadsi kafir berandalan.
Dalam hal ini orang tua harus dapat menciptakan keluarga yang sakinah, damai, tenteram, dan memiliki tanggung jawab yang besar dalam pembinaan anak dan menjadi teladan yang baik bagi sang anak, mewariskan keimanan yang kokoh kuat kepada keturunannya. Q.S.Ath Thuur 52:21:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
Yang artinya:
Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
Orang tua juga harus mampu mempersiapkan anaknya dalam keadaan yang tidak lemah kondisimental dan fisiknya lemah dalam bidang pendidikan dan lemah dalam kemampuan materi.Q.S.An-Nisa 4:9:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Yang artinya:
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Proses pembinaan anak dalam keluarga harus dimulai dengan pembinaan ketauhidan, pembinaan ibadah, pembinaan ahlak, dan pembinaan metalitas kepemimpinan, Q.s. Luqman 31: 13,17,18,19:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Yang artinya:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Dengan demikian lingkungan keluarga harus dapat  mendorong agar si anank bergaul dalam tata pergaulan yang baik, dengan menghindari diri dari lingkungan pergaulan yang tidak kondusif bagi perkembangan si anak.
Perkembangan Peranan Pribadi
Seorang remajah yangtelah memasuki masa mida juga harus dapat melakukan proses pembinaan dirinya sendiri. Tentunya bekas-bekas pembinaan keluarga yang telah dia lalui sangat besar artinya dalam mendorong pembinaan pengembangan pribadi remajaini.
Seorang pemuda harus mempersiapkan dirinya baik secara fikriyah, ruhaniyah dan jasadiyah. Sehingga dengan demikian mereka akan menjadi pemuda yang tangguh. Kuat pisik, kuat ruhaninya dan kuat terarah daya pikirannya.
Pembinaan di Lingkungan Masyarakat
Dalam masyarakat sendiri, harus tercipta kondisi yang positif dalam menciptakan lingkungan pergaulan yang baik bagi seorang remaja dan pemuda untuk menguji ketangguhan pribadi mereka. Lembaga-lembaga seperti organisasi-organisasi kepemudaan, kemahasiswaan, ikatan remaja mesjid, dan lembaga lain.
Eksistensi berbagai organisasi kemasyarakatan Islam ini sangan positif untuk wadah pengkaderan menyeluruh semua lapisan generasi muda Islam. Hal seperti inilah termasuk yang diistilahkan para intelektual sebagai penguatan civil society. Tegasnya, bahwa komunitas masyarakat Islam itu sangat kuat, termasuk pemuda dan remajanya. Dan perlu kita tekankan betul atau garis bawahi betul bahwa berbilang dan berbagai macam organisasi kemasyarakatan Islam itu adalah sekedar wadah pengkaderan, wadah perjuangan dan bukan untuk mensekat atau memecah kekuatan dan persatuan umat Islam.
Lembaga-lembaga Pendidikan formal
Lembaga-lembaga pend  idikan yang dibangun untuk membina generasi muda, apakah  itu miliknegara atau swasta, harus memahami benar peran, dan amanah yang mereka jalankan. Dalam lembaga pendidikan formal inilah seorang anak akan digembleng dalam jangka waktu yang cukup lama bertahun-tahun.
Jika lembaga pendidikan formal ini dikelolah tidak dengan serius dengan kata lain bila ada lembaga pendidikan formal yang dikelola asal-asalan, maka lembaga pendidikan yang demikian bukan menolong pembina generasi muda Islam, malah menghancurkan generasi. Mengapa? Karena mereka menghabiska usia 3 sampai 6 tahun di lembaga itu tapi mereka tidak mendapatkan pendidikan yang baik. Waktu generasi tersebut terbuat dengan sia-sia. Penyelenggara pendidikan formal harus benar-benar menonjolkan education oriented, bukan businees oriented, bukan mengejar keuntungan materi.
Sejarah telah mencatat betapa dengan semangat keikhlasan dalam mendidik dari beberapa Ulama besar di pesantren dan beberapa lembaga pendidikan Islam, telah melahirkan banyak pribadi-pribadi pemimpin ummat yang tangguh.semangat keikhlasan seperti ini dapat juga dilaksanakan oleh penyelenggara pendidikan dilembaga pendidikan milik pemerintah, mulai dari SD,SLTP,SLTA dan pendidikan Tinggi.
Target pembinaan Generasi Islam
Tantangan perkembangan dunia yang sangat cepat harus  dapat diantisipasi dengan perbaikan-perbaikan dalam pola pembinaan generasi muda Islam. Pembinaan generasi muda Islam dengan mencapai target generasi muda yang terlatih dan terdiri secara terluas adalah sebuah keharusan karena perkembangan dunia menuntut situasi tersebut. Generasi muda Islam harus dapat bersaing, bahkan menjadi yang terbaik disetiap aspek kehidupan ini. Dipemenuhan lapangan kerja misalnya.
Islam adalah agama yang mendukung kemajuan dan kemodernan. Rasululluah SAW telah menberikan dorongan bagi kita untuk mengikuti perkembangan zaman yang terjadi. Hadis Rasulullah: “kamulah semua yang lebih tahu tentang urusan keduniaanmu”. Hadis rasulullah yang lain: “siapa yang menghendaki kesuksesan didunia harus dengan ilmu, dan siapa yang menghendaki kesuksesan di akhirat harus dengan ilmu, dan siapa yang menghendaki keduanya harus dengan ilmu”.
Oleh sebab itu seperti saat ini, dimana kita berada pada abad globalisasi, serta abad informasi dan teknologi modern, maka generasi muda Islam harus didorong dan berjuang untuk menguasai perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sehingga kita tidak lagi tertinggal dalam penguasaan-penguasaan IPTEK tersebut.
Kesimpulan
Pembinaan generasi muda Islam yang tangguh adalah hal mutlak atau absolut yang harus diperhatikan oleh semua pihak. Tugas amat besar ini harus ditangani secara serius dan penuh keikhlasan.
Arahnya adalah terbinanya generasi muda Islam yang kokoh keimanannya, kuat ibadahnya, indah akhlaknya, teguh pendiriannya, berjiwa pejuang, kuat fisiknya, terdidik dan terlatih, dan tidak tertinggal bahkan pelopor dalam penguasaan IPTEK.
Implementasi atau pengamalan yang tegas, totalitas atau kaffah ajaran Islam seperti kejujuran, keadilan, bertanggung jawab, semangat kerja keras, berbudaya ilmu harus ditanamkan sejak dini pada generasi kita dalam rumah tangga, di pendidikan formal dan masyarakat. Inilah kunci utama masa depan bangsa, negara dan ummat Islam akan gemilang. Wallahu Muwaffiq ila aqwamittarieq. Fastabiqul khaerat.

Keluarga Sakinah

Keluarga Sakinah

Keluarga sakinah terdiri dari 2 kata, keluarga dan sakinah. Keluarga berarti unit terkecil terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Sakinah terambil dari kata sakana yang berarti diam/tetapnya suatu setelah bergejolak. Pernikah dinamakan sakinah karena ketenangan yang dinamis dan aktif.
Tujuan pernikahan dalam Islam, selain menjalankan syariat dan sunnah Rasul. Adalah untuk mencapai sakinah, yakni ketenangan lahir dan bathin, kedamaian jiwa, ketentrraman dan kesejahteraan, yang dalam bahasa Nabi tercetus dalam ungkapan Baiti jannati atau rumah tanggaku adalah surgaku. Tetapi jalan menuju kondisi ideal itu tidak selamanya mulus lakasana berlayar di lautan lepas. Tidak hanya riak gelombang, tetapi sering menemui badai mengguncang, ombak menghempas, topan menerpa, dukapun melanda.
Lukman al-Hakim pernah berpesan, kehidupan dunia ini laksana lautan luas dan dalam, di mana manusia berlayar di dalamnya. Karena itu jadikanlah taqwa sebagai perahumu. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah 2:197:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَ
Yang artinya:
Berbekallah kamu, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.
Karena itu untu menuju keluarga sakinah, maka dibutuhkan pasangan suami istri yang takwa. Indikator-indikator takwa bagi suami dan istri adalah sebagai berikut: suami yang taat adalah sumai yang memandang istri dan memperlakukannya sebagai amanah dari Allah, tidak menganggapnya sebagai barang komoditi yang memperlakukannya seenaknya. Dalam celakhutbah wa’da rasul SAW bersabda: wahai manusia, takutlah kepada Allah dalam urusan wanita sesungguhnya kamu telah mengambil mereka sebagai istri karena amanah Allah. Sesungguhnya kamu punya hak atas istri kamu, dan istri punya hak atas kamu. Ketahuilah aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada istri kalian. Mereka adalah penolong kalian. Suami yang tidak mendzalimi. Nabi bersabda: Ada dua dosa disegerakan Allah siksanya didunia (tidak ditangguhkan dikaherat), yakni dosa berbuat aniaya dan dosa kepada orang tua.
Suami yang memuliakan istri dan inilah standar seorang laki-laki yang baik. Didalam riwayat dinyatakan bahwa: sebaik-baik kamu adalah yang terbaik bagi keluarganya dan aku adalah yang terbaik diantara kamu terhdap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita (istri pertanda orang yang hina. (HR. Abu Syakir dari Ali).
Sedangkan indikator istri takwa adalah istri yang selalu tunduk dan patuh pada suami, selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama. Suami adalah qawwamun pada istri, yakni pemimpin, pengayom, penyangga, dan tempat bersandar. Nabi SAW pernah bersabda: Seandainya aku diperbolehkan untuk memerintahkan seseorang sujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan istri sujud kepada suaminya karena besarnya hak suami yang diberikan Allah atas mereka.(H.R. al-Turmudzi dari Abu Hurairah).
Istri yang selalu berusaha menciptakan rumah tangga menjadi surga. Nabi SAW bersabda: Maukah kamu kuberitakan dengan suatu kebaikan yang tersimpan pada seorang istri, yakni istri yang saleh, apabila kamu memandangnya ia akan membahagianmu, apabila kamu memerintahkannya, ia menaatimu, dan apabila kamu tidak ada disampingnya, ia mampu memelihara kehormatan dan menjaga hartamu. (H.R. Abu Dawud dari Umar r.a).
Hidup Bersuami Istri Dasar Pembinaan Keluarga Sakinah
Mendambakan pasangan merupakan fitrah sebelum dewasa, dan mendorong yang sulit dibendung setelah dewasa. Oleh Karena itu, agama mensyariatkan dijalinnya peretemuan pria dan wanita, dan kemudian mengarahkan pertemuan itu sehingga terlaksananya pernikahan, dan beralihlah kerisauan pria dan wanita menjadi ketentraman atau sakinah. QS Al-Rum 30:21;
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Yang Artinya:
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.
Dalam pandangan agama, hidup berumah tangga merupakan fitrah hidup manusia. Oleh karena itu hidup berumah tangga dinilai sebagai ibadah. Didalam suatu riwayat dinyatakan bahwa: separuh urusan agama sudah tercakup dalam kehidupan rumah tangga, separuh selebihnya ada dalam bidang-bidang di luar rumah tangga.
Dalam rumah tangga, suami isteri akan terpenuhi kebutuhan biologisnya secara terhormat dan dapat membangun mahligai atau istana di dalam jiwanya. Namun, dalam rumah tangga pun, selain ditemukan keindahan, juga dijumpai penderitaan, perjuangan, kesetiaan, impian dan kesinambungan generasi. Di dalam hidup rumah tangga akan terbangun dan teruji bakat-bakat keibuan, kebapaan, solidaritas, kepemimpinan, kelembutan, ketegasan dan sebagainya.
Untuk membangun dan membina rumah tangga yang sakinah, maka bangunan itu harus direkat oleh tali-temali rohani pernikahan, yaitu cinta, mawaddah, rahmah, dan amanah Allah, sehingga kalau cinta pupus dan mawaddah putus, masih ada rahmat, dan kalaupun ini tidak tersisa, masih ada amanah Allah.
Selama pasangan itu beragama, amanahnya terpelihara karena alquran memerintahkan dalam QS An-Nisa 4:19:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Cinta berarti menyerahkan seluruh diri kepada yang dicintai, memeluk kepatuhan padanya, sehingga merasa tidak mau kehilangan. Mawaddah berarti kelapangan dan kekosongan yakni kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk.
Mawaddah adalah cinta plus, seseorang yang mencintai sesekali hatinya kesal sehingga cintanya pudar, bahkan putus tetapi yang bersemai dalam hati mawaddah tidak lagi akan memutuskan hubungan, seperti yang biasa terjadi pada orang yang bercinta, ini disebabkan oleh hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan sehingga pintu-pintunya pun tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan bathin (yang mungkin datang dari pasangannya).
Rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul didalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan, sehingga mendorong yang bersangkutan untuk memberdayakannya. Karena itu, dalam kehidupan berumah tangga, masing-masing suami dan istri akan bersungguh-sungguh, bahkan bersusah payah demi mendatangi kebaikan bagi pasangannya serta menolak segala yang mengganggu dan mengeruhkannya.
Setiap orang memiliki kelemahan dan kekuatan. Karena itu suami dan istri harus salingmelengkapi, istri-istri kamu (pada suami) adalah pakaian kamu, dan kamu adalah pakaian untuk mereka. QS Al-Baqarah 2:187:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Yang Artinya:
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
Suami istri saling membutuhkan sebagaimana kebutuhan manusia pada pakaian yang harus berfungsi membungkus atau menutup kekurangan pasangan.
Pernikahan adalah amanah, nabi SAW bersabda: kalian menerima istri berdasar amanah Allah. Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepadfa pihak lain disertai dengan rasa aman dari pemberinya karena kepercayaannya bahwa apa yang diamanatkan itu, akan terpelihara dengan baik, serta keberadaan-Nya amat diperlukan suami, suamipun amanah di pangkuan istri. Pernikahan merupakan mitsaqan galiza (perjanjian yang amat kokoh). QS An Nisa 4:21:
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَاقًا غَلِيظً
Yang artinya:
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.
Aspek aspek Keluarga Sakinah
Untik membina keluarga sakinah sebagai tujuan pernikahan seperti diisyaratkan dalam QS Ar-Rum 30:21, maka harus terpenuhi aspek-aspek sebagai berikut: Hubungan keluarga yang demokratis, pembagian tanggung jawab secara adil, adanya pengambilan keputusan yang transparan dan adil, bebas dari sub ordinasi, bebas dari eksploitasi, bebas dari kekerasan fisik dan psikologis; terjaminnya kesejahteraan fisik, psikologi, spiritual dan terjaminnya aktualisasi diri sebagai anggota keluarga.
Sementara untuk memenuhi aspek-aspek diatas, maka suami dan istri harus mengetahui dan memahami kewajiban dan hak masing-masing, yakni:
Kewajiban suami istri: saling menghargai, menghormati, dan mempercayai dan berlaku jujur satu dengan yang lain; saling setia dan memegang teguh tujuan pernikahan; berlaku sopan santung dan menghormati keluarga masing-masing; menjaga kehormatan dirinya dan berlaku jujur terhadap diri sendiri dan pasangannya, dan setiap persengketaan harus dihadapi dengan makruf dan harus menerima penyelesaian.
Hak suami istri: halal bergaul dan masing-masing dapat bersenang – senang satu dengan yang lain; terjadinya hubungan mahram semenda, yaitu istri menjadi mahram ayah suami dan seterusnya keatas, dan suami menjadi mahram ibu istri dan seterusnya ke atas; terjadinya hubungan waris-mewarisi antara suami dan istri. Istri berhak mewarisi atas peninggalan suami dan suami mewarisi peninggalan istri; dan anak yang lahir menjadi anak berdua. Allah SWT mengajarkan doa dalam suami istri dalam QS Al-Furqan 25:74:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Yang Artinya:
Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Disamping itu, aspek-aspek tersebut hanya dapat dicapai apabila ada keseimbangan atau kufu dalam agama dan akhlak serta ditunjang dengan keseimbangan pendidikan, keturunan, kekayaan dan sebagainya. Sehingga antara suami dan istri serta anggota keluarga yang lain ada sikap saling menghormati dan menghargai, saling mendukung secara sportif dan melimpahkan kasih sayang antara anggota keluarganya.
Agama dan akhlak al-Karimah menjadi syarat utama pasangan pembina keluarga sakinah karena syarat inilah yang betul-betul akan menjadi sumber ketenangan keluarga. Pasangan suami istri yang taat beragama dan memiliki akhlak karimah akan dapat menghayati aspek-aspek yang diperlukan dalam membina keluarga sakinah dan dapat mendudukkan dirinya sebagai hamba Allah yang baik dalam kehidupan modern sekarang ini.
Di dalam keluarga sakinah, setiap anggotanya berhak mendapatkan suasana tentram, damai, aman, bahagia, dan sejahtera lahir, bathin dan sosial. Disamping itu suasana keluarga sakinah memberikan kemungkinan kepada setiap anggotanya untuk dapat mengembangkan kemampuan dasar potensi sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di bumi. Kedua potensi itu menjelma menjadi kesadaran langsung terhadap tanggung jawab untuk menciftakan kesejahteraan bagi diri, keluarga, masyarakat, dan Negara serta lingkungan alamnya. Demikian, wa Allah A’lam bi al-shawab.

2 Karakter Muslim yang harus Anda Miliki

2 Karakter Muslim yang harus Anda Miliki
 
Keimanan merupakan akar dari sifat-sifat positif dan sumber pencipta nilai-nilai keislaman yang sebenarnya, dan tidak ada nilai yang mungkin ada dalam Islam yang tidak berdasarkan keimanan. Seorang muslim yang mukmin akan mempunyai karakteristik mental yang baik. Diantara karakter mental muslim sejati itu adalah sabar, tawakal, tidak mudah putus asa/mempunyai semangat yang besar (pantang menyerah), dan istiqamah.Kesabaran merupakan salah satu manifestasi mental mulia[1] seorang muslim yang mukmin ketika menghadapi semua hal baik itu termasuk kategori musibah atau yang lainnya. Sebab ia menganggap semuanya itu dari Allah dan yang berhak melakukan atau membuat apapun adalah Allah. Dan sabar[2] adalah senjata ampuh bagi seorang muslim yang taat. Dalam hadisnya, Rasul mengatakan :
 
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ يَعْنِي ابْنَ دِينَارٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ ذَكْوَانَ عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ عَبَسَةَ قَالَ
 
أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ تَبِعَكَ عَلَى هَذَا الْأَمْرِ قَالَ حُرٌّ وَعَبْدٌ قُلْتُ مَا الْإِسْلَامُ قَالَ طِيبُ الْكَلَامِ وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ قُلْتُ مَا الْإِيمَانُ قَالَ الصَّبْرُ وَالسَّمَاحَةُ قَالَ قُلْتُ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ قَالَ قُلْتُ أَيُّ الْإِيمَانِ أَفْضَلُ قَالَ خُلُقٌ حَسَنٌ قَالَ قُلْتُ أَيُّ الصَّلَاةِ أَفْضَلُ قَالَ طُولُ الْقُنُوتِ قَالَ قُلْتُ أَيُّ الْهِجْرَةِ أَفْضَلُ قَالَ أَنْ تَهْجُرَ مَا كَرِهَ رَبُّكَ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ قُلْتُ فَأَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ عُقِرَ جَوَادُهُ وَأُهْرِيقَ دَمُهُ قَالَ قُلْتُ أَيُّ السَّاعَاتِ أَفْضَلُ قَالَ جَوْفُ اللَّيْلِ الْآخِرُ ثُمَّ الصَّلَاةُ مَكْتُوبَةٌ مَشْهُودَةٌ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ فَإِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الرَّكْعَتَيْنِ حَتَّى تُصَلِّيَ الْفَجْرَ فَإِذَا صَلَّيْتَ صَلَاةَ الصُّبْحِ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ فِي قَرْنَيْ شَيْطَانٍ وَإِنَّ الْكُفَّارَ يُصَلُّونَ لَهَا فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ حَتَّى تَرْتَفِعَ فَإِذَا ارْتَفَعَتْ فَالصَّلَاةُ مَكْتُوبَةٌ مَشْهُودَةٌ حَتَّى يَقُومَ الظِّلُّ قِيَامَ الرُّمْحِ فَإِذَا كَانَ كَذَلِكَ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ حَتَّى تَمِيلَ فَإِذَا مَالَتْ فَالصَّلَاةُ مَكْتُوبَةٌ مَشْهُودَةٌ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَإِذَا كَانَ عِنْدَ غُرُوبِهَا فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّهَا تَغْرُبُ أَوْ تَغِيبُ فِي قَرْنَيْ شَيْطَانٍ وَإِنَّ الْكُفَّارَ يُصَلُّونَ لَهَا (رواه أحمد : 18618)
 
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ ثَابِتٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى (رواه البخاري)
 
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Gundar telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Tsabit berkata aku telah mendengar Anas r.a. dari Nabi Saw. berkata: “ Sabar ketika awal kejadian (musibah)” (HR. Bukhari).
 
Setelah ditakhrij[3], ternyata ada hadis lain yang sama baik dari lafalnya maupun maknanya. 
 
Seorang muslim yang mukmin memiliki sikap yang sabar atas segala yang menimpa dirinya, karena ia menganggap semuanya itu berasal dari allah Swt. semata tidak dari yang lainnya. Seperti yang termaktub dalam ayat quran, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”[4] dan “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,”[5]
 
Seorang yang beriman sempurna juga membedakan diri melalui perhatian seksama yang diberikan pada laku ibadahnya. Sepanjang hidup – selama mampu – ia bergairah menegakkan shalat, berpuasa, membayar zakat, yakni, memenuhi laku ibadah yang ditetapkan Allah sebagai wajib. Dalam banyak ayat, Allah memberitahu kita tentang kegirangan yang dirasakan Muslim yang taat selagi menjalankan laku ibadah mereka:
 
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).”[6] 
 
Selain sabar, Sikap yang semestinya dimiliki setiap muslim adalah tawakal atau berserah diri/pasrah. Akan tetapi pada kenyataanya tidak semua muslim mempunyai sikap seperti itu. Hal itu dikarenakan hanya muslim sejatilah yang punya sikap tersebut.
 
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ أَخْبَرَنِي بَكْرُ بْنُ عَمْرٍو أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ هُبَيْرَةَ يَقُولُ إِنَّهُ سَمِعَ أَبَا تَمِيمٍ الْجَيْشَانِيَّ يَقُولُ سَمِعَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ إِنَّهُ سَمِعَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا (رواه الترمذي وابن ماجه)
 
Telah bercerita kepada kami Abu Abd Rahman telah bercerita kepada kami Haiwah telah memberi kabar kepadaku Bakar bin ‘Amr bahwasannya dia telah mendengar ‘Abdullah bin Hurairah berkata bahwasannya dia telah mendengar Abu Namim al-Jaisaniy berkata mendengar ‘Umar bin Khotob r.a. berkata bahwasannya dia mendengar Nabi Saw. bersabda “Jika saja kamu sekalian bertawakal kepada Allah dengan sepenuh hati niscaya Allah akan memberi rizki untukmu sekalian, sebagaimana Ia memberi rizki kepada burung, burung itu pergi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan keknyang.” (HR. al-Turmudzi dan Ibn majah).
 
Maksud dari hadis di atas menurut Imam Ahmad adalah tawakal tidak hanya pasrah begitu saja pada Tuhan, akan tetapi harus ada upaya kerja keras dan usaha semaksimal mungkin (ikhtiar). Sebab bukan tawakal jika hanya pasrah menunggu nasib sembari berpangku tangan tanpa berusaha. Sikap yang seperti itu (hannya pasrah semata) adalah bentuk kesalahpahaman mengartikan tawakal. Rasulullah memberikan perumpamaan burung dengan pulang perginya ia justru dalam rangka usaha mencari rizki. Jika burung itu hanya malas-malasan berdiam diri di sarangnya, tentulah rizkinya tidak akan datang menghampirinya.
 
Rasul pun pernah menegur atau memberi nasihat pada seorang badui yang hanya membiarkan ontanya tidak diikat karena menurut dia itulah cermin sikap tawakal.
 
اعقلها وتوكل
 
“Ikat dan bertawakallah!” (HR. Al-Turmudzi dan al-Tabrani)[7]
 
Nabi Daud pun pernah memberikan nasihat pada putranya, Sulaiman : “Hai putraku bukti taqwa seseorang ada tiga, yaitu : 
 
Bertawakal secara baik dalam menempuh sesuatu yang belum tercapai. 
Lega hati terhadap apa yang telah terlaksana (terjadi pada dirinya). 
Sabar dengan lepasnya sesusatu yang telah diraih (dipegang) tanganmu.[8] 
 
Tawakal berarti membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya hanya kepada-Nya. Seorang muslim sejati (mukmin) hanya akan bertawakal kepada Allah Swt. semata, itu dijelaskan dalam firman-Nya
 
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”[9]
 
Tawakal merupakan salah satu buah dari keimanan. Setiap orang yang beriman memandang bahwa semua urusan kehidudpan dan semua manfaat serta madharat ada di tangan Allah, dan ia akan menyerahkan semuanya itu kepada-Nya semata serta ia rela (ridho) atas segala kehendak-Nya. Dia tidak takut menghadapi masa depan, tidak akan kaget dengan segala kejutan. Hatinya akan tetap selalu tenang dan tenteram, karena ia yakin akan keadilan Allah Swt. Oleh sebab itu, Islam menetapkan bahwa iman harus diikuti oleh sikap tawakal. Allah berfirman :
 
“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.[10]
 
“(Dia-lah) Allah tidak ada Tuhan selain Dia. dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal kepada Allah saja.”[11]
 
Merefleksikan sikap-sikap tersebut pada era sekarang tidaklah mudah. Akan tetapi walaupun begitu kita harus mencobanya. Sebab dengan bermental kuat, manusia akan hidup dalam koridor yang benar. Misalnya ketika menghadapi ujian baik berupa ujian fisik maupun batin, maka pakailah senjata seorang muslim yang mukmin berupa sabar dan tabah jangan selalu menghujat Tuhan ataupun yang lainnya. Saat ini banyak sekali musibah-musibah yang menimpa bangsa kita, bangsa Indonesia. Maka jikalau kita tidak punya ketahanan mental yang amatm, maka kita akan tidak bisa mngendalikan keadaan.

Menumbuhkan Sifat Qana’ah dalam Kehidupan orang yang Beriman

Menumbuhkan Sifat Qana’ah dalam Kehidupan orang yang Beriman
 
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُون
 
Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan Kami karuniakan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka lakukan.” [QS. An-Nahl: 97]
 
Sarana paling agung yang merupakan pokok dan dasar bagi tergapainya hidup bahagia ialah: beriman dan beramal shalih seperti yang tercantum dalam firman Allah Azza wa Jalla di atas. Kepada orang yang memadukan antara iman dan amal shalih, Allah memberitahukan dan menjanjikan kehidupan yang baik di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Sebabnya jelas. Karena, orang-orang yang beriman kepada Allah dengan iman yang benar lagi membuahkan amal shalih mampu memperbaiki hati, akhlak, urusan duniawi dan ukhrawi. Mereka memiliki prinsip-prinsip mendasar dalam menyambut datangnya kesenangan dan kegembiraan, ataupun datangnya keguncangan, kegundahan dan kesedihan.
 
Mereka menyambut segala hal yang menyenangkan dan menggembirakan dengan menerima, mensyukurinya dan mempergunakannya untuk sesuatu yang bermanfaat. Sedang untuk hal-hal yang menyulitkan mereka, ujian, cobaan, musibah atau apa lah yang dapat menibulkan rasa sedih, mereka hadapi atau terima dengan kesabaran dan ketulusan. Hal ini bukan berarti mereka hanya akan diam atau asal terima cobaan-cobaan tersebut. Akan tetapi mereka akan berusaha melawan dengan kekuatan kesabaran dan ketulusan mereka. Tentu saja mereka melakukan semua itu dengan tujuan memperoleh ridha Allah. Pada akhirnya, mereka tidak akan bersedih sebab cobaan-cobaan tersebut jika mereka menghadapinya dengan terus-menerus berikhtiar, berdo’a, dan melakukan amalan-amalan yang baik seperti shalat, bertasbih dan lain-lain, mereka yakin bahwa Tuhan, Allah, akan segera menolong mereka dengan mengabulkan do’a-do’a mereka.
 
Allah berfirman:
 
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ 
 
Artinya: “dan Tuhan-mu berfirman, berdoalah kepadaku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” [QS. Al-Mu’min: 60]
 
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
 
Artinya: “berdo’lah kamu kepada Rabb-mu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [QS. Al-A’raf: 55]
 
Iman adalah kehidupan, begitulah kata ‘Aidh al-Qarni dalam bukunya yang fenomenal, La Tahzan. Sesungguhnya orang yang paling sengsara adalah orang yang miskin iman dan mengalami krisis iman. Allah berfirman:
 
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا…الاية
 
Artinya: “dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit..,” [QS. Thaha: 124][1]
 
Sebaliknya bagi imannya yang kuat, kehidupan yang baik (hayatan thayyibah)[2] akan diberikan kepadanya. Ini, adalah janji Allah untuknya sebab ketulusan hatinya mencintai Rabbnya, keteguhan imannya, kerelaan dan kepuasannya menerima semua yang telah diberikan dari Rabb-nya kepadanya selama hidup di dunia berupa kebahagiaan dan cobaan.
 
Lalu apa dan bagaimana iman yang sempurna dan rasa puas atau biasa disebut dengan qana’ah itu? Bagaiman pula korelasi antara keduanya? Apa dampak yang akan muncul jika keduanya dipisahkan atau keduanya malah tidak “dipakai” sama sekali dalam kehidupan seseorang? Maka, makalah ini disusun untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, selain tentunya guna memenuhi tugas akhir semester dua untuk mata kuliah Hadits 1, meski yang dipaparkan nantinya terdapat kesalahan, tapi setidaknya, untuk sementara, bisa digunakan untuk mengatasi masalah-masalah di atas.
 
Pengertian Iman
 
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” [QS. Al-Baqarah: 177]
 
Iman adalah pengatahuan yang telah mencapai derajat keyakinan, atau pengetahuan yang dibarengi dengan kepastian.[3] Yusuf Al-Qardlrawi berpendapat, Iman adalah kepercayaan yang meresap ke dalam hati dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku, dan perbuatan pemiliknya sehari-hari.[4] Sedangkan menurut hadits Nabi, iman berarti membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lidah, dan diamalkan dengan jasadnya.
 
Maka, Iman adalah pembenaran hati tentang sesuatu yang diketahui secara yakin dan pasti, yang dapat berpengaruh untuk pengamalan sehari-harinya. Iman yang ditegakkan dalam kehidupan adalah iman yang hakiki, bukan iman yang sekedar formalitas. Seperti yang dijelaskan oleh ayat di atas, bahwa Iman yang benar dapat membawa dampak positif untuk pemiliknya, sebab Iman tersebut membawanya kepada amalan-amalan yang baik, antara lain: memberikan harta kepada yang membutuhkan, menunaikan shalat, zakat dan sebaginya. Dalam hal ini, rukun Iman adalah Iman terhadap Allah, hari akhir, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Nabi-Nya, dan keputusan-Nya. Ini juga ditegaskan dalam hadits Nabi SAW, yang berbunyi:
 
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا أَبُو حَيَّانَ التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَارِزًا يَوْمًا لِلنَّاسِ فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ مَا الْإِيمَانُ قَالَ الْإِيمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَبِلِقَائِهِ وَرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ قَالَ مَا الْإِسْلَامُ قَالَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ قَالَ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ وَسَأُخْبِرُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا إِذَا وَلَدَتْ الْأَمَةُ رَبَّهَا وَإِذَا تَطَاوَلَ رُعَاةُ الْإِبِلِ الْبُهْمُ فِي الْبُنْيَانِ فِي خَمْسٍ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ تَلَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ الْآيَةَ ثُمَّ أَدْبَرَ فَقَالَ رُدُّوهُ فَلَمْ يَرَوْا شَيْئًا فَقَالَ هَذَا جِبْرِيلُ جَاءَ يُعَلِّمُ النَّاسَ دِينَهُمْ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ جَعَلَ ذَلِك كُلَّهُ مِنْ الْإِيمَانِ
 
Melalui Hadits di atas, Nabi menjelaskan bahwa rukun iman ada enam. Hal ini bisa dilihat dari jawaban beliau untuk pertanyaan malaikat Jibril tentang apa itu Iman. Akan tetapi, ternyata Iman tidak bisa terlepas dari Islam dan Ihsan. Sebab jika dilihat, Jibril, setelah bertanya kepada Nabi SAW tentang Iman, lalu dilanjut dengan bertanya tentang Islam dan Ihsan.
 
Jawaban Nabi tentang Islam adalah jika kita menyembah Allah lalu tidak menyekutukanNya, mendirikan shalat, membayar zakat, dan berpuasa Ramadhan. Dan inilah yang dimaksud dengan rukun Islam.sedangkan Ihsan adalah ketika kita menyembahNya dengan seolah-olah kita melihatNya, atau jika tidak mampu melihatNya maka kita telah merasa dilihat olehNya.
 
Hubungan antara ketiganya bisa dikatakan tidak boleh dipisah. Sebab seorang yang Muslim tidaklah disebut Muslim jika tidak ada iman di hatinya. Dan orang yang beriman tidaklah sempurna imannya tanpa melakukan rukun-rukun Islam. Sedangkan ihsan adalah cara bagaimana mengamalkan iman dan islam. Maka ketiganya memang saling melengkapi dan tidak bisa ditinggalkan salah satu, salah dua apalagi ketiganya.
 
Lalu apa hubungan antara Iman dengan Qanaah? Sebelum mengetahui lebih lanjut tentang hubungan antara keduanya, ada baiknya kita ketahui lebih dahulu pengertian Qanaah.
 
Definisi Qana’ah 
 
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ أَبِي رَجَاءٍ عَنْ بُرْدِ بْنِ سِنَانٍ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ
مُؤْمِنًا وَأَحْسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِلَّ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ ]رواه ابن ماجه[
 
Artinya: “ dari Abu Huraira berkata, Rasulullah telah bersabda: “hai Abu Hurairah Jadilah engkau wira’i, maka engkau akan menjadi orang yang paling berbakti (ibadat), dan jadilah engkau qana’ah, niscaya engkau menjadi orang paling bersyukur, dan cintailah manusia sebagaimana engkau mencintai dirimu, engkau akan menjadi mkmin, dan perbaikilah kehidupan bertetangga orang yang menjadi tetanggamu, engkau akan menjadi muslim, jadilah orang yang sedikit tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.” (HR. Ibn Majah)
 
Qanaah tidak lain adalah bersikap ikhlas dan bisa menerima apa yang ada. Sikap qanaah selalu identik dengan bisa mensyukuri nikmat yang Allah berikan kepadanya, sekecil apapun rejeki yang diterimanya. Qanaah menyuruh manusia untuk bersabar dalam menerima ketentuan Illahi jika ketentuan itu menyedihkan dan menyuruh manusia untuk bersyukur jika ketentuan itu berupa kenikmatan yang menyenangkan. Manusia harus ingat bahwa yang menentukan segala sesuatu atasnya adalah Dzat yang menguasai seluruh kehidupan.
 
Akan tetapi, Qanaah bukan berarti menyerahkan sepenuhnya kepada Allah lalu menunggu rejeki turun begitu saja. Namun dalam sikap qanaah manusia masih harus dituntut untuk selalu berikhtiar dan berikhtiar. Karena kebahagian tidak sepenuhnya disebabkan berlimpahnya materi, kebahagiaan datang dari hati dengan bersikap qanaah, selalu bersyukur dan tidak silau dengan kemewahan duniawi. 
 
Hadits Nabi Muhammad SAW: Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Nabi telah bersabda: ” Kekayaan itu bukan karena banyaknya harta yang dimiliki namun kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati ” .(HR Bukhari dan Muslim)
 
Disebutkan dari riwayat Al-Miswar bin Syaddad, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda:
 
ما الدنيا في الاخرة الا كمثل ما يجعل احدكم اصبعه في اليم فلينظر بما ترجع رواه مسلم والترمذي وابن ماجاه
 
Artinya: “dunia itu dibanding akhirat tidak lain hanyalah seperti jika seseorang di antara kalian mencelupkan jarinya ke lautan, maka hendaklah dia melihat air yang menempel di jarinya setelah dia menariknya kembali.”
 
Allah pun berfirman: “….dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185)
 
Artinya: “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20)
 
Artinya: “Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Najm: 29-30).
 
Orang-orang yang qanaah bisa saja memiliki harta yang sangat banyak, namun semua itu bukan untuk menumpuk kekayaan. Kekayaan dan dunia yang dimilikinya ia sikapi dengan rambu-rambu Allah SWT, sehingga apa pun yang dimilikinya tidak pernah melalaikannya dari mengingat Sang Maha Pemberi Rezeki. Mereka tahu kapan waktunya beribadah kepada Allah, seperti shalat, puasa dan lain-lain, dan kapan watunya beribadah, sebab mereka tahu perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhan mereka.
 
Artinya: “Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10). 

Qana’ah Obat Penyakit-Penyakit Hati 
 
Qanaah merupakan obat dari penyakit-penyakit hati seperti rakus, tamak, putus asa, malas, sombong, dan kikir / bakhil. Sebab dengan qanaah, manusia akan selalu merasa puas dengan apa yang sekedar dibutuhkan.Ia tidak akan tamak terhadap yang dimiliki oleh orang lain, tidak melihat apa yang ada di tangan mereka, dan tidak menjadi rakus mencari harta benda dengan menghalalkan cara apa pun.
 
Abu hazim berkata, “tiga perkara siapa yang berada di dalamnya, maka sempurnalah akalnya: orang yang mengenal siapa dirinya, menjaga lidahnya, dan puas terhadap apa yang dianugerahkan Allah SWT.”
 
Seorang bijak berkata, “Engkau adalah orang yang mulia selagi engkau berselimut kepuasan diri.” Dan ada juga pepatah yag menyatakan, “Tamak itu menghinakan seorang pemimpin dan putus asa bisa meninggikan orang miskin.”[5]
 
Orang yang qana’ah juga akan selalu suka mendermawankan hartanya, murah hati, dan mau menafkannya untuk orang yan membutuhkan, sebab ia tahu bahwa semua harta yang diperolehnya adalah berasal dari Tuhannya, Allah SWT. Orang yang kesusahan berhak akan hartanya. Hartanya hanyalah sebuah titipan dari-Nya. Bila sikap dermawan ini mulai mekar dalam pribadi seseorang, maka hal itu berarti suatu gejala terlepasnya sikap bakhil. Dan jaminan keberuntungan orang yang terlepas dari penyakit kikir atau bakhil, dikemukakan Allah dalam Al-Quran: Artinya: “….dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9) [6]
 
Salah satu sebab yang membuat hidup ini tidak tenteram adalah terpedayanya diri oleh kecintaan kepada harta dan dunia. Orang yang terpedaya harta akan senantiasa merasa tidak cukup dengan apa yang dimilikinya. Akibatnya, dalam dirinya lahir sikap-sikap yang mencerminkan bahwa ia sangat jauh dari rasa syukur kepada Allah Sang Maha Pemberi Rezeki. Ia akan takabbur atau sombong, sedangkang sombong termasuk sikap mental yang buruk dan tercela. Sikap tersebut adalah memandang rendah orang lain, sementara memandang tinggi dan mulia diri sendiri.[7] Sikap ini menyebabkan kerugian hidup di dunia juga di akhirat. Di dunia ia akan jauh dari orang-orang sekitarnya karena sudah pasti banyak orang yang tidak suka dengan sifat sombongnya. Sedangkan di akhirat, sifat ini bisa menghalangi orang masuk surga. Seperti yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW:
 
لايدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذرة من كبر رواه مسلم
 
Artinya: “Tidak akan masuk ke dalam surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar zarrah.”
 
Lain halnya jika orang tersebut telah “akrab” dengan sifat qana’ah, ia merasakan kecukupan dan kepuasan atas harta dan dunia miliknya. Ketenteraman hidup sesungguhnya hanya dapat diraih melalui penyikapan yang tepat terhadap harta dan dunia, sekecil dan sebesar apa pun harta yang dimilikinya. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang qana’ah.
 
Orang yang qana’ah juga akan terhindar dari sifat malas apalagi putus asa. Sebab orang-orang yang memiliki sikap qanaah tidak berarti fatalis menerima nasib begitu saja tanpa ikhtiar. Orang yang qanaah hidupnya senantiasa bersyukur. Makan dengan garam akan terasa nikmat tiada tara, karena ia tidak pernah berpikir tentang daging yang mungkin tidak akan pernah “mengunjungi” perutnya. Jika pun ada daging, ia pun akan sangat bersyukur lalu dengan senang hati akan berbagi dengan orang lain.
 
Semua hal yang telah ada dan terjadi pada orang yang qana’ah akan terasa nyaman dan indah. Ia tidak akan menyalahkan Tuhan atas apa yang telah ditetapkanNya pada hidupnya, sebab ia tahu masih banyak orang yang lebih tidak beruntung darinya.
 
اانظروا الى من هو اسفل منكم ولا تنظروا الى من هو فوقكم فانه اجدر ان لا تزدادوا نعمة الله عليكم  رواه مسلم و الترمذي
 
Artinya: “Lihatlah orang yang di bawah kalian dan janganlah melihat orang yang di atas kalian, karena yang demikian itu lebih layak bagi kalian untuk tidak memandang hina nikmat Allah yang dilimpahkan kepada kalian.”
 
Korelasi Iman Dengan Qana’ah 
 
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو هَانِئٍ أَنَّ أَبَا عَلِيٍّ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ فَضَالَةَ بْنَ عُبَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ طُوبَى لِمَنْ هُدِيَ إِلَى الْإِسْلَامِ وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا وَقَنَعَ
 
Artinya: “Beruntunglah orang yang diberi petunjuk kepada Islam dan kehidupannya tercukupi dan ia puas.”
 
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan jalur sanad yang semuanya termasuk tsiqah. Hal ini menjadikan hadits ini shahih, meski takhrij atau yang meriwayatkan dari jalur lain cuma ada satu, yakni periwayatan Al-Turmudzi:
 
حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ الدُّورِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ الْمُقْرِئُ أَخْبَرَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ أَخْبَرَنِي أَبُو هَانِئٍ الْخَوْلَانِيُّ أَنَّ أَبَا عَلِيٍّ عَمْرَو بْنَ مَالِكٍ الْجَنْبِيَّ أَخْبَرَهُ عَنْ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ طُوبَى لِمَنْ هُدِيَ إِلَى الْإِسْلَامِ وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا وَقَنَعَ قَالَ وَأَبُو هَانِئٍ اسْمُهُ حُمَيْدُ بْنُ هَانِئٍ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ 
 
Kontekstualisasi Hadits 
 
Hadits di atas, setelah menyebutkan bahwa keberuntungan adalah milik orang yang telah mendapatkan hidayah dari Allah berupa Islam, kemudian disertai dengan orang yang hidupnya hanya sekedar tercukupi, tidak berlebih, dan ia puas. Ini menunjukkan ada hubungan antara orang yang Islam (mencakup trilogi agama: Iman, Islam, dan Ihsan).
 
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa orang yang beragama Islam harus mempunyai Iman, Islam, dan Ihsan. Maka dia harus mengimani apa-apa yang harus diimani sebagai muslim dengan menjalankan syariat Islam secara Ihsan. Jika Tuhan memerintahkan “ini”, maka ia akan melaksanakannya dengan sepenuh hati, sebab ia percaya akan kebenaran perintah Tuhan yang termaktub dalam kitab suci-Nya atau ada pada sunnah-sunnah utusan-Nya sebagai petunjuk untuk kehidupannya.
 
Qana’ah adalah salah satu dari perintah atau petunjuk-Nya untuk kebaikan kehidupan hamba-hambaNya. Maka sebagai hambaNya, sudah seharusnya untuk menjalankan perintahNya. 
 
Dalam kitab-Nya disebutkan: “benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezki yang baik. Dan Sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezki.” [QS. Al-Hajj: 58]
 
Menurut sebagian penafsir, bahwa yang dimaksud dengan rizki yang baik adalah qana’ah.[8] Juga dalam ayat:
 
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُون
 
Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan Kami karuniakan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka lakukan.” [QS. An-Nahl: 97]
 
Yang dimaksud dengan حَيَاةً طَيِّبَةً pada ayat di atas, mesurut sebagian ahli tafsir adalah qana’ah. Orang yang beriman jelas akan mau melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Ia juga akan beribadah dengan ikhlas semata-mata hanya karena Allah. Maka untuk membalas amal yang telah dilakukan oleh hamba-Nya tersebut, Allah memberi nikmat berupa حَيَاةً طَيِّبَةً yang berarti qanaah.
 
Karena dengan qana’ah, orang akan selalu bahagia dalam keadaan apapun. Baik miskin atau kaya ia akan selalu merasa tercukupi dan puas dengan apa yang ada. Qana’ah merupakan pemberian Allah SWT yang sangat berharga, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
 
القناعة كنز لا يفنى
 
Artinya: “Qana’ah merupakan kekayaan yang tiada pernah sirna.”[9] 
 
Dalam kitab Zabur difirmankan: “Orang yang qana’ah adalah orang kaya walaupun ia lapar”. Allah SWT menjadikan lima perkara dalam lima tempat:
 
Kemuliaan dalam taat,
Kehinaan dalam maksiat,
Kharisma dalam sahalat malam,
Hikmah dalam batin yang sunyi, dan
Kaya dalam qana’ah.[10]
 
Orang yang beriman dan melakukan amal shalih menghadapi keberuntungan dengan rasa syukur dan sikap yang membuktikan kesungguhan syukur itu. jika menghadapi bencana maka ia akan bersabar dan berperilaku yang membuktikan kesungguhan kesabaran itu. Dengan demikian, hal itu dapat membuahkan di hatinya kesenangan kegembiraan dan hilangnya kegundahan, kesedihan, kegelisahan, kesempitan dada dan kesengsaraan hidup. Selanjutnya, kehidupan bahagia akan benar-benar menjadi realita baginya di dunia ini. Dan itulah qana’ah yang tumbuh dalam hati seseorang sebab kuatnya kadar imannya.
 
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِئُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي أَيُّوبَ حَدَّثَنِي شُرَحْبِيلُ وَهُوَ ابْنُ شَرِيكٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ(رواه مسلم و التترمذي و احمد)
 
Artinya: “Beruntunglah orang yang memasrahkan diri, dilimpahkan rizki yang sekedar mencukupinya dan diberi kepuasan oleh Allah terhadap apa yang diberikan kepadanya.”
 
Sedangkan orang yang di hatinya tidak ada seberkas iman, menghadapi kesenangan hidup dengan kecongkakan, kesombongan dan sikap melampui batas. Lalu, melencenglah moralnya. Ia menyambut kesenangan hidup seperti halnya binatang yang menyambut kesenangan dengan serakah dan rakus. Seiring itu, hatinya tidak tenteram. Hatinya kacau balau sebab dilanda oleh rasa cemas dan khawatiran terhadap sirnanya segala kesenangan. Ia terus gandrung kepada keinginan-keinginan lain, yang kadangkala dapat terwujud dan kadangkala tidak dapat terwujud. Jika tidak dapat terwujud, maka hal itu ia anggap sebagai cobaan yang sangat berat. Ia pun menyambut cobaan yang sulit dengan rasa gelisah, keluh kesah, khawatir dan gusar. Akibatnya, hidupnya dipenuhi dengan kesedihan dan kesedihan. 
 
Penutup
 
Dengan Iman, hidup di dunia akan terasa lebih berharga, bahagia dan nyaman sebab iman menjadikan manusia berbuat kebaikan. Iman membuat orang sabar, tahan uji dalam kesulitan dan bersyukur pada saat lapang. Iman juga membuat kita merasa berkecukupan akan semua yang ada. Dari sini, Qana’ah tidak bisa lari dari Iman, sebab iman adalah penyebab timbulnya qana’ah. Ia merupakan suatu sikap tentang rasa kepuasan menerima segala hal yang ada. Semakin kuat kadar iman seseorang, semakin puas pula ia akan ketetapan Sang Khaliq terhadapnya.
 
Qanaah merupakan obat dari penyakit-penyakit hati seperti rakus, tamak, putus asa, malas, sombong, dan kikir / bakhil. Sebab dengan qanaah, manusia akan selalu merasa puas dengan apa yang sekedar ia butuhkan. Maka dalam kamus hidup si empunya sifat Qana’ah, tidak akan yang namanya “kekurangan atau kemiskinan”.
 
Pandangan ia terhadap hal-hal yang bersifat duniawi atau materi selalu didasari dengan keyakinan bahwa sesungguhnya kekayaan duniawi adalah lahan ujian dan cobaan. Semua adalah milikNya. Maka ia tidak akan sombong apalagi bakhil dengan sesuatu yang bukan merupakan miliknya.
 
Pada intinya, jika seseorang mengaku ia beriman, ia akan selalu mempraktekkan cara hidup yang qana’ah. Sebaliknya, seseorang yang rakus, bebas dari qana’ah, imannya tidaklah merupakan iman yang sempurna.
 
Akhirnya, dengan kesadaran akan banyaknya kekurangan pemakalah, khususnya dalam pembuatan makalah ini, pemakalah pun sangat membuka saran dan kritik dari siapapun yang membaca tulisan ini, guna perbaikan tulisan-tulisan yang akan datang. Maka, kurang lebihnya pemakalah mohon maaf dan terimakasih sebanyak-banyaknya.

Syukur dan Sabar dalam Kehidupan

Syukur dan Sabar dalam Kehidupan
 Dalam sebuah kesempatan, Nabi Muhammad S.a.w pernah menggambarkan tentang sifat-sifat seorang muslim. Beliau mengatakan:
عَجَباً لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ. إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ. وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ. إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ. فَكَانَ خَيْراً لَهُ . وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ، فَكَانَ خَيْراً لَهُ. (رواه مسلم)
Sungguh menakjubkan perkaranya orang mukmin itu, karena semua urusan orang mukmin itu penuh dengan kebaikan. Hal ini tidak akan terjadi pada orang lain, kecuali orang mukmin saja. Jika mendapat kesenangan, (syakar) ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya. Dan apabila ditimpa kesulitan, (shabar) ia bersabar, maka hal itu pun menjadi kebaikan baginya. (HR. Muslim)
Bersyukur karena mendapat kesenangan adalah watak khas seorang mukmin. Karena ia menyadari sepenuhnya bahwa tanpa Allah dirinya tidaklah berarti apa-apa. Kalau pun ia sedang mendapatkan rizki yang melimpah, jelas bukan karena usahanya semata, tetapi karena Allah-lah yang melapangkan rizkinya melalui usahanya itu.
Kalau ada seorang mukmin yang sakit, lalu sembuh, jelas bukan karena keahlian dokter atau tabib dalam meracikkan obat-obatan, melainkan Allah-lah yang  menyembuhkannya. Itulah keyakinan seorang mukmin. Usaha adalah sarana menuju sukses, dan kesediaannya untuk berobat ke dokter adalah bagian dari ikhtiarnya untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ (الشعراء : 80
Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku. (Q, s. as-Syu’arā’/26:80)
Betapa banyak orang yang bekerja keras banting-tulang, namun tetap  saja selalu mengalami kegagalan. Betapa banyak pula orang sakit yang mendatangi dokter yang paling canggih sekalipun, namun tetap saja penyakitnya tidak kunjung hilang. Apa maknanya ini? Maknanya adalah bahwa manusia hanya bisa berusaha, Allah-lah Yang Menentukan segalanya. Maka, orang muslim yang mendapatkan kesenangan lalu bersyukur, pada hakekatnya ia paham betul bahwa apa yang diperolehnya itu adalah pemberian Allah.
Selain sifat syukur adalah sifat sabar. Orang mukmin itu penyabar. Ia tidak pernah mengeluh tentang berbagai cobaan hidup yang dihadapinya. Ia sadar sepenuhnya bahwa kesulitan yang menimpanya merupakan cobaan dari Allah. Ibarat anak sekolah, semakin tinggi kelasnya, maka semakin sulit soal-soal ujiannya. Tetapi begitu lulus, ia akan bahagia sekali.
Apabila siswa kelas satu dan kelas enam SD ujiannya sama, maka namanya bukan ujian. Karena ujian untuk menentukan tingkat, maka tingkat kesulitannya pun bervariasi sesuai dengan tingkatan pengetahuan yang dimiliki para siswa. Ujian untuk menaikkan derajat.
Apa artinya kelulusan bagi siswa SMU kalau soal-soal ujian yang dikerjakannya ternyata milik siswa kelas satu SD. Maka dari itu, harus disadari betul bahwa ujian Allah itu sebanding dengan kesanggupan hamba-Nya untuk menghadapinya. Mustahil Allah akan menimpakan ujian dan cobaan hidup kepada hamba-Nya di luar kemampuannya. Dan Allah Maha Mengetahui tentang kadar dan kemampuan hamba-Nya dalam menghadapi sebuah ujian.
لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Q, s. al-Baqarah / 2:286)
Maka dari itu, jika seorang mukmin sedang ditimpa kesulitan hidup, maka ia harus memahaminya sebagai bagian dari ujian Allah. Ia harus yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah sedang berniat untuk mengangkat derajatnya melalui ujian itu. Oleh karenanya, sikap sabar adalah pilihan yang tepat.
Namun demikian, harus tetap dipahami bahwa sabar itu bukan berarti sikap nerimo, pasrah atau nglokro. Sabar itu sikap menerima kenyataan tetapi yang didahului dengan perjuangan dan usaha keras, disertai kesinambungan upaya yang terus-menerus. Maka, jika ada orang yang ketika ditimpa kesulitan lalu buru-buru pasrah tanpa diiringi dengan usaha untuk mengatasinya, tidak dapat dikatakan sebagai sabar, melainkan sebagai pemalas!
Cobalah perhatikan firman Allah dalam surat Alu Imran ayat 200:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اصْبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَاتَّقُواْ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga, dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu menjadi orang-orang yang beruntung. (Q, s. Alu Imrān /3:200)
Itulah watak orang mukmin: syukur di kala senang, dan sabar di kala susah. Ketahuilah bahwa syukurnya itu akan menambah ni’mat yang ada pada dirinya, dan sabarnya itu akan menghilangkan musibah yang menimpanya.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q, s. Ibrahim / 14:7)