Hadits tentang Menegakkan Rukun Islam

Hadits tentang Menegakkan Rukun Islam

Assalamu’alaikum ...

Bismillah ...

A. PENDAHULUANHadis merupakan sumber ajaran islam kedua setelah al-Qur’an. Keberadaannya dalam kerangka ajaran agama islam berfungsi untuk menjelaskan yang mubham, merinci yang mutlak, mengkhususkan yang umum dan menguraikan hukum-hukum yang ada dalam al-Qur’an[1]. Peranan hadis semakin penting jika di dalam ayat-ayat al-Qur’an tidak ditemukan suatu ketetapan, maka hadis dapat dijadikan dasar dalam dalil-dalil keagamaan. Di samping itu, hadis juga harus diamalkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan keseharian sebagai bentuk ibadah dan rasa patuh terhadap Allah dan Nabi Muhammad, sehingga dalam keadaan apapun, kehidupan umat islam tentu harus berasaskan al-Qur’an dan Hadis.Dalam Islam, muslim diwajibkan untuk menjalankan segala apa yang diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh-Nya. Dalam al-Qur’an ditemukan banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan kepada manusia agar tunduk dan patuh terhadap Allah dan Rasul-Nya. Begitu juga dalam hadis, Rasulullah menyeru umat Islam untuk selalu beribadah kepada Allah kapanpun dan dimanapun. Sehingga tidak ada alasan sedikitpun bagi manusia untuk menentang Allah dan Rasul-Nya karena, Rasulullah telah menyampaikan risalahnya dengan sempurna.Salah satu yang diwajibkan bagi umat Islam adalah Rukun Islam. Apakah yang dimaksud dengan rukun Islam? Rukun Islam merupakan 5 pondasi utama yang menjadi penuntun bagi umat islam untuk menjadi muslim yang kuat keislamannya, terdiri dari:1. Syahadat2. Shalat3. Zakat4. Puasa5. HajiSeluruh umat islam – tanpa terkecuali – diwajibkan menjalankan ke-5 rukun ini dalam kehidupannya sebagai bentuk penghambaan sepenuhnya kepada Allah dan pembuktian atas dirinya bahwa ia adalah seorang muslim. Jika ada seorang yang mengaku muslim tetapi tidak menjalankan Rukun Islam yang lima, maka islamnya akan dipertanyakan. Jadi, Rukun Islam adalah cermin seorang Muslim.Sebagaimana sudah dijelaskan di awal, bahwa hadis merupakan sumber ajaran kedua setelah al-Qur’an. Tulisan ini akan mencoba untuk menggali sejauh mana dan seperti apa, hadis-hadis Rasulullah berbicara tentang kewajiban menegakkan rukun islam. Disertai landasan dari ayat-ayat al-Qur’an, hadis-hadis di pembahasan nantinya merupakan usaha penjelajahan mendalam melalui kitab-kitab hadis, terutama Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Sehingga, dapat dipahami seperti apa kedudukan menegakkan rukun islam jika dipandang dari implementasi atas hadis-hadis tersebut.Baca juga Artikel Hadis Lainnya:Hadis ta’lim MutaallimTabiin dalam Hadis NabiMemahami Hadis Alam BarzakhMemahami Hadis Mayat Akan disiksa Saat diratapiHadis Doa Mendapat Syafaat Allah SWT dan Nabi-Nya1. Pengertian Rukun IslamBerbicara tentang definisi rukun islam secara etilmologi berasal dari bahasa arab الركون: yang merupakan bentuk plural (jama’) dari الركن . Merupakan kata benda dari kata kerja ركن – يركن- ركونا yang artinya condong terhadap sesuatu. الركن sendiri bermakna ما يقوّى به (ma yuqawwa bihi) yang jika diterjemahkan: sesuatu akan menjadi kuat dengan rukun tersebut.Berawal dari definisi etimologi diatas, dapat disimpulkan bahwa rukun islam adalah: pondasi-pondasi dasar yang menguatkan keislaman seseorang, terdiri dari 5 rukun yaitu: Mengucapkan syahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di Bulan Ramadhan, menunaikan haji.2. Ayat-Ayat al-Qur’an tentang Rukun IslamMengucapkan Syahadat dan Mengesakan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya: Allah berfirman dalam Surat Muhammad ayat 19:Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.Shalat dan Zakat. Dalam al-Qur’an, perintah mendirikan shalat sangat sering dijumpai berdampingan dengan perintah menunaikan zakat: Firman Allah dalam Surat An-Nur: 56 dan al-Baqarah: 110Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.Berpuasa di Bulan Ramadhan. Allah berfirman dalam Surat al-Baqarah:183Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,Melaksanakan Haji: Allah berfirman Surat Ali Imran : 97Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[2]; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah[3]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.3. Hadis-Hadis Utama tentang Rukun IslamRukun islam pada awalnya merupakan hasil interpretasi dari lima pondasi (دعائم)[4] yang tertera dalam hadis Rasulullah. Banyak hadis yang berbicara tentang ini dengan sanad yang berbeda-beda tetapi dengan matan yang hampir sama. Berikut hadis-hadisnya :حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى قَالَ أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ خَالِدٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ):بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ ([5]حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ سُعَيْرِ بْنِ الْخِمْسِ التَّمِيمِىِّ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِى ثَابِتٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وَحَجُّ الْبَيْتِ ». وَفِى الْبَابِ عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رُوِىَ مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- نَحْوُ هَذَا. وَسُعَيْرُ بْنُ الْخِمْسِ ثِقَةٌ عِنْدَ أَهْلِ الْحَدِيثِ.[6]Terjemahan:Diriwayatkan dari Ibn Umar r.a, dari Nabi SAW. Beliau bersabda :Islam didirikan atas lima rukun: (1) Mengesakan Allah, (2) Mendirikan Shalat, (3) Membayar zakat, (4) Puasa Ramadhan, (5) Haji. Para sahabat bertanya, “apakah urutannya haji dulu lalu puasa Ramadhan?” Rasulullah menjawab,: “Tidak, puasa Ramadhan kemudian Haji.” Demikian telah saya dengar saya dengar dari Rasulullah SAW[7].حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ يَعْنِي سُلَيْمَانَ بْنَ حَيَّانَ الْأَحْمَرَ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ):بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسَةٍ عَلَى أَنْ يُوَحَّدَ اللَّهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَالْحَجِّ فَقَالَ رَجُلٌ الْحَجُّ وَصِيَامُ رَمَضَانَ قَالَ لَا صِيَامُ رَمَضَانَ وَالْحَجُّ هَكَذَا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ([8]حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ عُثْمَانَ الْعَسْكَرِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّاءَ حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ طَارِقٍ قَالَ حَدَّثَنِي سَعْدُ بْنُ عُبَيْدَةَ السُّلَمِيُّ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ) بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ عَلَى أَنْ يُعْبَدَ اللَّهُ وَيُكْفَرَ بِمَا دُونَهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ([9]حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ كَهْمَسِ بْنِ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ قَالَ كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَ رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ شَعَرِ الرَّأْسِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ سَفَرٍ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ فَجَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَهُ إِلَى رُكْبَتِهِ وَوَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ مَا الْإِسْلَامُ قَالَ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وَحَجُّ الْبَيْتِ فَقَالَ صَدَقْتَ فَعَجِبْنَا مِنْهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ مَا الْإِيمَانُ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَكُتُبِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ فَعَجِبْنَا مِنْهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ فَمَتَى السَّاعَةُ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ قَالَ فَمَا أَمَارَتُهَا قَالَ أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا قَالَ وَكِيعٌ يَعْنِي تَلِدُ الْعَجَمُ الْعَرَبَ وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبِنَاءِ قَالَ ثُمَّ قَالَ فَلَقِيَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ ثَلَاثٍ فَقَالَ أَتَدْرِي مَنْ الرَّجُلُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذَاكَ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ مَعَالِمَ دِينِكُمْ[0]Terjemahan:Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: pada suatu hari Rasulullah tampak ditengah-tengah orang banyak lalu ada seorang lelaki yang putih pakaiannya dan sangat hitam rambutnya tidak tampak sedikitpun tanda-tanda perjalanannyadan diantara kami tidak ada satupun yang mengetahui siapa dia. Dia datang dan duduk dengan Rasul sambil meletakkan tangannya di atas paha dan kepada beliau kemudian bertanya, Wahai Rasulullah! Apakah Iman itu?” Beliau menjawab, “Iman adalah hendaknya kamu beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat-Nya, beriman kepada kitab-Nya, beriman bahwa kamu akan bertemu dengan-Nya, beriman kepada Rasul-Nya, dan kau beriman dengan adanya kebangkitan di akhirat.” Lelaki itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah! Apakah Islam itu?” Beliau menjawab, “Hendaklah kamu menyembah Allah tanpa mempersekutukan-Nya dengan apapun, mendirikan shalat wajib, menunaikan zakat , berpuasa di bulan Ramadhan,” Laki-laki itu bertanya lagi “Wahi Rasulullah!, Apakah Ihsan itu? Beliau menjawab, Hendaknya kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, meskupun kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah!, Kapankah hari kiamat itu?”, Beliau menjawab,” Orang yang ditanya tentang itu tidak lebih tahu dari yang bertanya, tetapi akan aku beritahu kepadamu tanda-tandanya.Apabila budak perempuan melahirkan majikannya maka itulah tanda hari kiamat, apabila orang telanjang dan tidak beralas kaki menjadi pemimpin manusia maka itulah tanda-tanda hari kiamat, dan apabila penggembala telah bermewahan dengan gedung-gedung yang megah, maka itulah tanda-tanda hari kiamat. Laki-laki itu berkata:” Cukup..”. kemudian laki-laki itu meghilang dari penglihatan. Kemudian Rasulullah menghampiriku dan bertanya ”Tahukah kamu siapa dia?” aku menjawab “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui” Lantas beliau berkata:” Dialah Jibril, yang mengajarkan agama kepada kalian”[11]4. Analisis Sanad dan Matan dari Hadis بني الإسلام على خمس: (rukun Islam)Sanad dan Matn perlu diteliti lebih lanjut agar kita mengetahui kedudukan suatu hadis (maqbul atau mardud) dan kualitas hadis (Shahih, Hasan Dha’if)[12]. Mengingat hadis yang dibahas sangat populer dan penting, terlebih lagi banyak digunakan untuk berbagai macam dalil, maka perlu diteliti sanadnya dahulu kemudian matnnya[13].Dalam beberapa hadis diatas, ditemukan sejumlah hadis memiliki matn yang sama tapi sanad yang berbeda (variasi sanad). Takhrij al-Hadis akan dimulai sebagai kegiatan awal penelitian sanad: Dari Hadis no (1)Abdullah ibn Umar, Shahabat, Diterima‘Ikrimah ibn Khalid, Tabiin, DiterimaHanthalah ibn Abi Sufyan, Tabi’ Tabiin, DiterimaUbaidillah ibn Musa, As-Sughra min al-Atba’, DiterimaBukhari, Mushannif, DiterimaBerdasarkan tabel dan informasi tersebut, kelima periwayat hadis ini, dalam kitab-kitab Rijal al-Hadis dan penelusuran melalui CD Maushu’ah Hadis statusnya Shahih dan diterima (maqbul). Status hadis ini sendiri adalah Marfu’ (sanadnya tersambung sampai ke nabi). Oleh karena itu, penelitian tentang matan, tidak perlu dilaksanakan, karena tidak ditemukannya illah atau syadz dalam hadis tersebut.[14]Dilihat dari redaksi berbagi macam hadis antara no (1), (2), (3), (4) , tidak ditemukan perbedaan yang signifikan. Hadis no (3) menggunakan kata” خَمْسَةٍ” sedangkan hadis no 1,2 dan 4 memakai kata” خَمْس”.Hadis no (3) redaksinya berbunyi أَنْ يُوَحَّدَ اللَّهُ, berbeda dengan hadis no (4) yang berbunyi أَنْ يُعْبَدَ اللَّهُ وَيُكْفَرَ بِمَا دُونَهُ tetapi kedua redaksi ini memiliki makna yang sama. Begitu juga di hadis no (1) dan (2): شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ.Tentang urutan rukun islam, keempat hadis tersebut semuanya mendahulukan Syahadat kepada Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, kemudian yang kedua Mendirikan Shalat, diikuti dengan Menunaikan Zakat. Hanya saja tentang yang keempat dan kelima yaitu antara Puasa dan Haji terdapat perbedaan urutan. Adakalanya Haji berada di depan diikuti dengan puasa atau sebaliknya. Namun, telah disangkal sendiri oleh Rasulullah dalam hadis, bahwa Puasa di Bulan Ramadhan lebih didahulukan dari Haji, dari pemahaman atas redaksi hadis dari no (3): فَقَالَ رَجُلٌ الْحَجُّ وَصِيَامُ رَمَضَانَ قَالَ لَا صِيَامُ رَمَضَانَ وَالْحَجُّ هَكَذَا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Jadi, Puasa lebih didahulukan daripada Haji.5. Pemahaman atas Hadis بني الإسلام على خمس: (rukun Islam)Syahadat, sebagai rukun no (1), menjadi jembatan awal keislaman seseorang dan bukti bahwa seseorang telah masuk Islam. Dengan bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Utusan Allah, maka perbuatan baik yang ia lakukan setelahnya baik itu dari segi ibadah seperti shalat, zakat atau mu’amalah akan diterima amal kebaikannya. Sebaliknya, jika perbuatan yang baik dilakukan, tanpa terlebih dahulu masuk islam dengan mengucapkan 2 kalimat syahadat, maka amalannya tersebut akan ditolak.Diikuti dengan 4 pilar lainnya, rukun Islam harus berjalan bersamaan. Tidak ada yang berjalan terpisah antara satu dengan yang lain. Artinya jika seorang muslim sudah menjalankan kelima rukun tersebut, maka ia telah memenuhi 5 pondasi dasar seorang muslim. Telah kuatlah islamnya dan sempurnalah Islamnya. Terlebih lagi jika ditambah dengan kombinasi yang padu antara Iman dan Ihsan, sebagaimana ditinjau dari Hadis no (5).Shalat dan Zakat wajib hukumnya bagi setiap muslim yang telah sampai tahap taklif, seperti yang sudah baligh, mampu, dan memiliki akal yang sehat. Berbeda dengan anak bayi, dan orang yang tidak sehat akalnya tidak diwajibkan shalat dan zakat. Begitu juga tidak mampunya orang yang faqir untuk berzakat.Diantara hikmah diwajibkannya Shalat, kata Syaikh Jabir al-Jazairi dalam Minhajul Muslim, bahwa shalat membersihkan jiwa, mengondisikan seorang hamba untuk bemunajat kepada Allah, dan berdekatan dengannya di dunia dan akhirat. Selain itu Shalat juga menghindarkan pelakunya dari mengerjakan perbuatan keji dan mungkar. Allah berfirman:Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.Seorang muslim yang senantiasa shalat, hubungannya dengan Allah akan semakin dekat. Dalam kitab Fawaid Ash-Shalah karya M. Mahmud Abdullah dikatakan bahwa shalat dilaksanakan dengan tujuan rasa syukur kepada-Nya. Demikian pula shalat dilaksanakan untuk memanjatkan do’a kepada Allah dan memohon kasih sayang serta ampunan-Nya hingga seorang muslim mampu memetik kebajikan yang dilakukannya, baik di dunia maupun di akhirat[15].Berbeda dengan shalat yang hanya bersifat vertikal (habl min Allah), zakat memilki kedudukan sendiri di sisi sosial kemasyarakatan. Ibadah yang sifatnya horizontal ini merupakan pembentukan hubungan yang harmonis antara manusia dan manusia lainnya (habl min an-Nas) Dengan berzakat., seorang muslim diharapkan mempererat tali silaturrahim dengan saudaranya juga mendekatkan jarak antara si kaya dan si miskin, yang mampu dan tidak mampu dan berbagi dengan rezeki berlebih yang diberikan Allah kepadanya. Tidak ada kamus untuk bakhil atau pelit dalam kehidupan beragama islam. Rasulullah selalu mencontohkan untuk selalu memberi dan berlaku kasih sayang terhadap manusia yang lain. Sehingga terbentuk tatanan masyarakat yang harmonis dan tentram.Dinjau lagi dari segi ekonomi masyarakat. Zakat terbukti mampu menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan intensitas kehidupan berekonomi masyarakat. Hal ini jugalah salah satu bentuk Islam sebagai agama Rahmatan lil ‘Alamin dan satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah.Mengenai Puasa, satu rukun ini memiliki aspek religiuitas tinggi yang membuat pelakunya mampu merasakan apa yang dirasakan oleh saudaranya yang tidak mampu, baik itu menahan lapar menahan dan haus atau kemampuan untuk mensyukuri banyak nikmat yang telah Allah anugrahkan kepadanya. Disamping itu, dengan melakukan puasa, jika ditinjau dari aspek kesehatan. Orang yang berpuasa melatih lambungnya untuk mencerna tepat pada waktu. Coba kita lihat orang yang mempunyai sakit maag, penyakit itu akan sembuh jika ia berpuasa dengan penuh kesabaran dan niat yang ikhlas. Hal ini sekali lagi menunjukkan Islam adalah agama yang sempurna.Satu lagi, Haji: ke Mekkah. inilah puncak dari rukun islam yang hanya ditujukan pada orang yang mampu saja sebagaimana tertera dalam surat Ali Imran ayat 97. Kata-kata pada ayat tersebut menunjukkan syarat. Yang artinya jika ia tidak mampu menunaikannya baik itu ketidakmampuan dari segi fisik (kesehatan), finansial (keuangan), atau rohani (jiwa) maka haji tidak diwajibkan atasnya.6. Hadis-Hadis Tambahan tentang rukun IslamHadis-hadis utama diatas juga didukung oleh beberapa hadis tambahan yang berisi perintah untuk menegakkan setiap elemen dalam rukun islam. Berikut ini hadisnya:حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ عَمِّهِ أَبِي سُهَيْلِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَمِعَ طَلْحَةَ بْنَ عُبَيْدِ اللَّهِ يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ثَائِرَ الرَّأْسِ يُسْمَعُ دَوِيُّ صَوْتِهِ وَلَا يُفْقَهُ مَا يَقُولُ حَتَّى دَنَا فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ فَقَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصِيَامُ رَمَضَانَ قَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُ قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكَاةَ قَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ قَالَ فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لَا أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلَا أَنْقُصُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ[16]Datang seorang lelaki dari Najd yang rambutnya berantakan, terengah-engah suaranya, dan perkataannya tidak dapat dimengerti menghampiri Rasulullah SAW. Kemudian ia duduk dan bertanya kepada Rasulullah tentang Islam. Rasulullah SAW bersabda: Shalat lima waktu siang dan malam. Maka laki-laki itu bertanya: “apakah yang lain selain itu?” Rasulullah menjawab:”tidak ada, kecuali shalat sunnah.” Rasulullah melanjutkan: Puasa Ramadhan, lantas lelaki itu bertanya lagi:” apa ada yang lain selain itu?” Rasulullah menjawab: “tidak ada, kecuali puasa sunnah” beliau melanjutkan: Zakat. Lelaki itu bertanya lagi: apakah yang selain itu? Beliau menjawab:” tidak ada, kecuali zakat yang sunnah. Kemudian lelaki itu beranjak pergi sambil berkata: “aku tidak perlu menambahinya apalagi menguranginya” Rasulullah berkata: akan berbahagia jika ia melaksanakan itu. [17]و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ وَهُوَ ابْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ كَمَثَلِ نَهْرٍ جَارٍ غَمْرٍ عَلَى بَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ[18]Rasulullah SAW bersabda: perumpamaan orang yang shalat lima waktu seperti sungai yang mengalir di depan rumah seseorang yang membasuh dirinya 5 kali sehari dari air sungai tersebut.حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي جَمْرَةَ قَالَ كُنْتُ أَقْعُدُ مَعَ ابْنِ عَبَّاسٍ يُجْلِسُنِي عَلَى سَرِيرِهِ فَقَالَ أَقِمْ عِنْدِي حَتَّى أَجْعَلَ لَكَ سَهْمًا مِنْ مَالِي فَأَقَمْتُ مَعَهُ شَهْرَيْنِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ وَفْدَ عَبْدِ الْقَيْسِ لَمَّا أَتَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ الْقَوْمُ أَوْ مَنْ الْوَفْدُ قَالُوا رَبِيعَةُ قَالَ مَرْحَبًا بِالْقَوْمِ أَوْ بِالْوَفْدِ غَيْرَ خَزَايَا وَلَا نَدَامَى فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا لَا نَسْتَطِيعُ أَنْ نَأْتِيكَ إِلَّا فِي الشَّهْرِ الْحَرَامِ وَبَيْنَنَا وَبَيْنَكَ هَذَا الْحَيُّ مِنْ كُفَّارِ مُضَرَ فَمُرْنَا بِأَمْرٍ فَصْلٍ نُخْبِرْ بِهِ مَنْ وَرَاءَنَا وَنَدْخُلْ بِهِ الْجَنَّةَ وَسَأَلُوهُ عَنْ الْأَشْرِبَةِ فَأَمَرَهُمْ بِأَرْبَعٍ وَنَهَاهُمْ عَنْ أَرْبَعٍ أَمَرَهُمْ بِالْإِيمَانِ بِاللَّهِ وَحْدَهُ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِ وَحْدَهُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصِيَامُ رَمَضَانَ وَأَنْ تُعْطُوا مِنْ الْمَغْنَمِ الْخُمُسَ وَنَهَاهُمْ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ الْحَنْتَمِ وَالدُّبَّاءِ وَالنَّقِيرِ وَالْمُزَفَّتِ وَرُبَّمَا قَالَ الْمُقَيَّرِ وَقَالَ احْفَظُوهُنَّ وَأَخْبِرُوا بِهِنَّ مَنْ وَرَاءَكُمْ[19]Rasululah SAW bersabda: [20]4 perkara yang aku perintahkan dan 4 perkara pula yang aku larang: aku perintahkan kalian untuk: Beriman kepada Allah yang Maha Esa. Rasulullah bertanya: “tahukah kalian apakah iman kepada Allah ?” mereka berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau menjawab: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Kemudian mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di Bulan Ramadhan dan menyedekahkan 1/5 dari harta rampasan ke jalan Allah. Aku melarang kalian dari: duba, naqir, hantam, dan muzaffat.[21]C. KESIMPULANDalam menyimpulkan makalah ini, penulis akan mengulas kembali secara singkat ide-ide utama setiap bagian.Islam sebagai agama yang penuh rahmat (rahmatan lil ‘alamin ) selalu mengingatkan hambanya untuk selalu patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Terutama tentang rukun islam, seakan tidak cukup dengan ayat-ayat dalam al-Qur’an, Rasulullah menegaskannya lagi melalui hadisnya. Dengan begitu banyak hadis Shahih (diketahui kebenarannya bahwa hadis tersebut berasal dari nabi) yang menerangkan rukun islam, pasti itu sudah cukup untuk dijadikan dalil akan kewajiban menegakkan rukun islam.Terlebih lagi, dalam kewajiban melaksanakan dan menegakkan rukun islam, Allah menyisipkan makna-makna tersirat bagi kehidupan manusia. Syahadat contohnya Allah sudah menjamin jika seseorang telah mengucap 2 kalimat syahadat maka haram api neraka menyentuh tubuhnya. Dalam Puasa misalnya, Allah memberikan hikmah kesehatan jasmani berupa ketahanan dan kekebalan tubuh dari penyakit. Zakat, agar dapat terbinanya tatanan masyarakat yang seimbang antara yang berada dan tidak berada. Hal ini tentunya menjadikan seruan wajib untuk menegakkan rukun islam. Penulis sendiri berharap agar apa yang tertera dalam makalah ini membawa manfa’at bagi para pembaca. Wallahu a’alam.

Demikian semoga bermanfaat.

Wasalam...

Hadits-Hadits Tentang Ziarah Kubur

Hadits-Hadits Tentang Ziarah Kubur

Assalamu’alaikum ...

Bismillah ...

Sebagian orang secara gegabah telah berkata bahwa ziarah kubur adalah perbuatan yang terlarang, bid'ah dan syirik. Bahkan, terkhusus untuk kaum wanita, menurut mereka ziarah kubur itu haram, dan wanita yang melakukannya akan mendapatkan laknat dari Allah dan Rasul-Nya. Berikut akan kami sampaikan sebagian dari hadits-hadits Nabi Saw yang menjadi landasan pelaksanaan ziarah kubur. Simaklah dengan baik niscaya Anda akan temukan kesimpulan bahwa ziarah kubur merupakan suatu amalan yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw, dan kelompok yang mengharamkannya telah menyelisihi sunnah Rasulullah Saw.1. Hadits Buraidah ra :Rasulullah Saw bersabda: "Sungguh aku telah melarang kalian ziarah kubur, dan (sekarang) telah diizinkan kepada Muhammad untuk berziarah ke kubur ibunya, maka ziarah kuburlah kalian, karena ziarah kubur itu dapat mengingatkan kepada akhirat." (HR Muslim [1623], Nasa'i [2005-2006], Abu Dawud [2816/3312], Ahmad [21880/21925])2. Hadits Abu Hurairah ra :Dari Abu Hurairah ra berkata, "Rasulullah Saw menziarahi kuburan ibunya, kemudian menangis, dan tangisan itu membuat menangis orang-orang yang ada di sekitarnya, lalu bersabda, "Aku mohon izin (kepada) Tuhanku untuk memohonkan ampun untuknya, namun Dia tidak mengizinkan. Kemudian aku memohon izin kepada-Nya untuk menziarahi kuburnya, maka aku dizinkan. (Oleh karena itu) berziarah kuburlah, karena ia bisa mengingatkan kepada kematian." (HR Muslim [1622], Nasa'i [2007], Abu Dawud [2815], Ibnu Majah [1558/1561], Ahmad [9311]).3. Hadits Abu Hurairah ra :"Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah Saw berziarah ke kubur seraya berdoa: "Semoga keselamatan bagi kalian, penghuni rumah kaum mukmin, dan insya Allah kami akan menyusulmu kemudian." (HR Muslim [367], Bukhari [2367], Nasa'i [150], Abu Dawud [ 2818], Ibnu Majah [3296], Ahmad [7652/8523/8924], Malik [53]).4. Hadits Buraidah ra :"Dari Buraidah ra yang berkata bahwasanya Rasulullah Saw mengajarkan kepada para sahabat jika mereka keluar menuju ke kubur, maka hendaknya orang yang berziarah mengucapkan (menurut riwayat Abi Bakr), 'Keselamatan bagi penghuni rumah.' (Dan menurut riwayat Zuhair) ada yang berkata, 'Keselamatan bagi kalian wahai penghuni rumah, dari mukminin dan mukminat, kami insya Allah akan bertemu, aku mohon kepada Allah keselamatan untuk kami dan kalian." (HR Nasa'i [2013], Ibnu Majah [1536], Ahmad [21907/21961]).5. Hadits Aisyah ra :Aisyah ra berkata, "Ketika malam itu Rasulullah Saw keluar pada tengah malam menuju Baqi', beliau berdoa, "Keselamatan bagi kamu hai penghuni rumah mukmin, kalian akan menemukan apa yang telah dijanjikan kepada kalian, dan kelak insya Allah kami akan bertemu dengan kalian, 'Ya Allah, ampunilah penghuni Baqi' al-Gharqad'". (HR Muslim [1618], Nasa'i [2010/2012], Ibnu Majah [1535], Ahmad [23288/23335/23657]).6. Hadits Aisyah ra :"Bahwasanya Fatimah binti Rasulillah Saw menziarahi kubur pamannya, Hamzah, setiap hari Jumat. Ia mendoakan dan menangis di sisinya." (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi [7309]).7. Hadits Abdullah bin Abi Mulaikah ra :"Bahwasnya Aisyah ra suatu hari pulang dari kubur, aku bertanya kepadanya, 'Hai Ummil Mukminin, dari manakah engkau?' Aisyah ra menjawab, 'Dari kubur saudaraku, Abdurrahmah.' Maka aku berkata kepadanya, 'Bukankah Rasulullah Saw melarang ziarah kubur?' Ia menjawab, 'Benar, dulu beliau melarang ziarah kubur, kemudian (setelah itu) memerintahkan untuk ziarah kubur.'" (HR Imam Atsram).8. Hadits Anas bin Malik raAnas bin Malik ra berkata, "Rasulullah Saw melihat seorang perempuan menangis di kuburan, lalu beliau bersabda, "Takutlah kamu kepada Allah dan bersabarlah!" Perempuan itu menjawab, "Menjauhlah kamu dariku, karena engkau tak merasakan musibah yang sedang menimpaku!" Ia tidak mengenalnya, kemudian dikatakan kepadanya bahwa ia adalah Rasulullah Saw, ia lalu datang menghadap kepada Rasulullah Saw dan ia tidak menemukan penjaga pintu, dan ia berkata, "Maafkan aku yang tidak mengenalmu ya Rasulullah." Jawab Nabi Saw, "Sesungguhnya sabar itu ketika mendapat musibah pertama kali." (HR Bukhari [1283] .

Demikian semoga bermanfaat.

Wasalam...

Hadis Tentang Mesjid Serta Keutamaan Dalam Memakmurkan nya

Hadis Tentang Mesjid Serta Keutamaan Dalam Memakmurkan nya

Assalamu’alaikum ...

Bismillah ...

Bismillahirrahmannirahim,Keutamaan masjid dibandingkan tempat yang lainnyaImam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bagian negeri yang paling Allah cintai adalah masjid-masjidnya, dan bagian negeri yang paling Allah benci adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim)Keutamaan membangun masjid ikhlas karena AllahRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang membangun masjid ikhlas karena Allah maka Allah akan membangunkan baginya yang serupa dengannya di surga.” (HR. Muslim)Tidak boleh membangun masjid di tanah pekuburanDari ‘Aisyah -radhiyallahu’anha- bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menceritakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai sebuah gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah, di dalam gereja itu terdapat gambar-gambar. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya mereka itu apabila di antara mereka terdapat orang yang soleh yang meninggal maka mereka pun membangun di atas kuburnya sebuah masjid/tempat ibadah dan mereka memasang di dalamnya gambar-gambar untuk mengenang orang-orang soleh tersebut. Mereka itu adalah makhluk yang paling buruk di sisi Allah pada hari kiamat kelak.” (HR. Muslim)Larangan menjadikan kubur Para Nabi dan orang soleh sebagai tempat ibadahImam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :Dari Jundab -radhiyallahu’anhu-, dia berkata; Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lima hari sebelum beliau meninggal, “Sesungguhnya aku berlepas diri kepada Allah bahwa aku tidak akan menjadikan seorang pun dari kalian sebagai kekasihku, karena sesungguhnya Allah ta’ala telah menjadikan aku sebagai kekasih-Nya sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Kalau seandainya ku diijinkan untuk mengangkat seorang kekasih dari kalangan umatku, maka niscaya akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian biasa menjadikan kubur para nabi dan orang-orang soleh di antara mereka sebagai tempat ibadah, sesungguhnya aku melarang kalian melakukan hal semacam itu.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)Imam Muslim meriwayatkan di dalam Shahihnya :Dari ‘Aisyah -radhiyallahu’anha- dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika beliau sedang menderita sakit yang membuatnya tidak bisa bangun -menjelang wafat, pen-, “Allah melaknat Yahudi dan Nasrani; mereka menjadikan kubur-kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (HR. Muslim)Menjaga kebersihan masjid dari kotoranImam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :Dari Anas bin Malik -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Berludah di masjid adalah kesalahan dan peleburnya adalah dengan menguburkannya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)Boleh membawa anak kecil ke masjidImam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :Dari Abu Qatadah al-Anshari -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami para sahabat sedangkan Umamah binti Abi al-’Ash -yaitu anak perempuan Zainab putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- berada di atas bahunya. Apabila beliau ruku’ maka beliau meletakkannya dan apabila bangkit dari sujud maka beliau mengembalikannya.” (HR. Muslim)Tidak mengganggu jama’ah yang lain dengan bau yang tak sedap (rokok dsb)Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :Dari Ibnu Umar -radhiyallahu’anhuma- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang memakan sayuran seperti ini maka janganlah dia mendekat ke masjid-masjid kami sampai baunya telah hilang.” Maksudnya adalah bawang (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)KEUTAMAAN MEMAKMURKAN MASJIDNabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” … dan (seluruh permukaan) bumi ini telah dijadikan untukku sebagai tempat bersujud dan alat bersuci.” (Muttafaq ‘alaihi)Masjid adalah suatu bangunan yang memiliki batas-batas tertentu yang didirikan untuk tujuan beribadah kepada Allah seperti shalat, dzikir, membaca al-Qur’an dan ibadah lainnya.Allah Ta'ala berfirman,” … , (tetapi) janganlah kamu campuri mereka (istri-istri kamu) itu sedang kamu ber-i’tikaf dalam mesjid …” (QS. al-Baqarah: 187)“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. al-Jin:18)“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (QS. al-Baqarah:114)Bentuk-bentuk Memakmurkan Masjid dan KeutamaannyaSetiap muslim (khususnya kaum laki-laki) wajib memakmurkan masjid-masjid Allah dengan berbagai ibadah dan ketaatan, karena padanya ada keutamaan. Dan Allah menyifati orang-orang yang memakmurkan masjid-masjidNya sebagai orang-orang mukmin, sebagaimana dalam firman-Nya,“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. at-Taubah:18)Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Jika kamu melihat orang rajin mendatangi masjid, maka persaksikanlah ia sebagai orang yang beriman.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi)Semua bentuk ketaatan apapun yang dilakukan di dalam masjid atau terkait dengan masjid maka hal itu termasuk bentuk memakmurkannya. Di antaranya adalah:1. Membangun/mendirikan masjidMembangun masjid memiliki keutamaan yang besar sebagaimana disabdakan oleh Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam,“Barangsiapa membangun masjid –karena mengharap wajah Allah- maka Allah akan membangunkan untuknya yang semisalnya di dalam syurga.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dan dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafal: “rumah di dalam syurga.”Namun keutamaan tersebut hanya bisa dicapai dengan ikhlas semata-mata karena Allah dan mengharap wajah Allah sebagaimana teks hadits di atas. Meskipun masjid yang dibangun itu berukuran kecil, karena dalam hadits yang lain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa membangun sebuah masjid karena/untuk Allah walau seukuran sarang (kandang) burung atau lebih kecil dari itu, maka Allah akan membangunkan untuknya rumah di dalam syurga.” (HR. Ibnu Majah dan al-Baihaqi).Janganlah seseorang membangun masjid dengan tujuan ingin dipuji oleh manusia atau hanya untuk berbangga-banggaan semata maka ia tidak akan memperoleh keutamaan ini. Dan jika hal ini merajalela di tengah-tengah manusia maka itu salah satu pertanda dekatnya hari kiamat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Tidaklah kiamat akan tegak sehingga manusia berbangga-banggaan (bermegah-megah) dalam (membangun) masjid-masjid (namun sepi dalam kegiatan ibadah dan mengingat Allah lainnya).” (HR. Ahmad -Abu Daud Ibnu Majah)2. Membersihkannya dan memberinya wewangianHal itu telah diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diceritakan oleh ‘Aisyah“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membangun masjid-masjid di perkampungan-perkampungan, (lalu) dibersihkan dan diberi wewangian.”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kehilangan seorang wanita atau pemuda berkulit hitam yang biasa menyapu sampah di masjid, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya tentangnya, dan dijawab bahwa ia telah meninggal. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tidakkah kalian mengabarkan kepadaku?” Dia (Abu Hurairah radhiyallahu'anhu) berkata, “Seolah-olah mereka meremehkan kedudukan wanita atau pemuda tersebut.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tunjukkan kepadaku kuburannya!” Mereka pun menunjukkannya lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalatinya (yakni shalat atas jenazahnya) dan bersabda,“Sesungguhnya kuburan ini penuh kegelapan bagi penghuninya, tetapi Allah meneranginya untuk mereka dengan doaku buat mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim,).3. Dzikrullah, shalat dan tilawatul Qur’anPernah dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang a’rabi (badui) yang kencing di salah satu sudut masjid, setelah orang tersebut selesai dari kencingnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Sesungguhya masjid-masjid ini tidak pantas digunakan untuk tempat kencing dan berak, tetapi hanyasanya ia (dibangun) untuk dzikrullah, shalat dan membaca al-Qur’an.”Oleh karena itu masjid merupakan tempat yang paling dicintai oleh Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)Adapun dzikrulllah maka ia merupakan amalan yang agung, dan sebaik-baik tempat dzikrullah adalah masjid (khususnya bagi laki-laki). Ketika Allah mencela orang-orang yang menghalang-halangi manusia dari menyebut nama Allah di dalam masjid-masjidNya, Allah menyebut mereka sebagai orang-orang yang paling aniaya. Allah berfirman,“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (QS. al-Baqarah:114)Maknanya bahwa orang-orang yang menghidupkan masjid-masjid dengan dzikrullah dan memerintahkan manusia kepadanya merupakan sebaik-baik amal dan jauh dari perbuatan aniaya.Sedangkan shalat, khususnya shalat fardhu berjama’ah, di dalam masjid memiliki keutamaan yang besar, diantaranya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa berwudhu untuk shalat, lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian berjalan menuju shalat fardhu, lalu dia shalat bersama manusia –yakni bersama jama’ah di masjid-, niscaya Allah ampuni dosa-dosanya.” (HR. Muslim)Apalagi shalat berjama’ah itu pahalanya berlipat ganda, dua puluh lima atau dua puluh tujuh kali, dibandingkan dengan shalat bersendiri. Sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Shalat berjama’ah itu lebih baik 27 kali lipat daripada shalat bersendiri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar )dan ada pula dalam riwayat yang lain : ” … 25 kali lipat …”Seseorang yang hatinya telah terikat dengan masjid ketika dia keluar darinya hingga dia kembali ke masjid (yakni selalu menjaga waktu-waktu shalat berjama’ah di masjid) termasuk jua dari tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari tiada naungan selain naungan-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi mereka pada hari tiada naungan selain naungan Allah yaitu: … -diantaranya-: “dan seorang yang terikat (hatinya) dengan masjid ketika ia keluar hingga ia kembali ke masjid …” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra )Dan seorang yang pergi ke masjid pagi atau petang akan memperoleh pahala yang besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa pergi pagi hari ke masjid, atau petang hari, akan Allah sediakan untuknya tempat di syurga setiap kali dia pergi (pagi atau petang hari).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra ).“Tidakkah kamu mau aku tunjukkan apa yang dengannya Allah menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat? Menyempurnakan wudhu dalam keadaan yang berat, memperbanyak langkah ke masjid dan menanti shalat setelah shalat. Itulah penjagaan sesungguhnya, itulah penjagaan sesungguhnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).Adapun membaca al-Qur’an dan mempelajarinya bersama-sama di dalam masjid juga telah disebutkan keutamaannya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,” … dan tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid), untuk membaca Kitabullah (al-Qur’an) dan mempelajarinya di antara mereka melainkan akan turun ketentraman kepada mereka, rahmat akan menyelimuti mereka, para malaikat menaungi mereka dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para malaikat di sisi-Nya … ” (HR. Muslim dari Abu Hurairah )Dan semua halaqah ilmu yang bermanfaat termasuk dalam keutamaan tersebut. Bahkan orang-orang yang menuntut ilmu di majelis-majelis ilmu di dalam masjid, terutama di Masjid Nabawi, bagaikan mujahid di jalan Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa datang ke masjidku ini, tidak lain kecuali untuk mempelajari kebaikan atau mengajarkannya, maka dia bagaikan mujahid di jalan Allah, sedangkan yang datang untuk selain itu maka bagaikan orang yang cuma melihat-lihat harta orang lain.” (HR. Ibnu Majah dan al-Baihaqi)

Demikian semoga bermanfaat.

Wasalam...

Hadist Tentang Haji Dan Umroh

Hadist Tentang Haji Dan Umroh

Assalamu’alaikum ...

Bismillah ...

Labbaik allahumma labbaik…Labbaika la syarika laka labbaik…Inna al hamda wa an ni’mata laka wa al mulka la syarika laka.Demikianlah kalimat-kalimat talbiyah berulang kali dikumandangkan oleh para calon jemaah haji yang akan dan sedang menjalankan ibadah haji, sebagai rukun islam ke-5. Sungguh sebuah seruan yang mampu membangkitkan semangat dan kerinduan untuk menjemput panggilan-MU ya Rab, menjadi tamu di rumah Agung-Mu. Rindu untuk menjejakan kaki di halaman Masjidil Haram Makkah Al-Mukarramah, tempat terindah yang menjadi kiblat bagi mereka yang mengaku sebagai hamba-Mu ya Rab. Rindu bersungkur dan bersujud serta bertaubat kepada-Mu dihadapan kesaksian Ka’bah. Rindu untuk menyampaikan salam kepada kekasih-Mu, Muhammad SAW di Raudhah. Ya Rab, betapa ingin kami mendapatkan panggilan-Mu itu, sebelum kami kembali kepada-Mu.Sahabat Quran yang senantiasa mengharap kasih sayang Allah SWT, ibadah ke baitullah yang merupakan rukun islam terakhir adalah cita-cita setiap muslim di dunia. Kerinduan akan menginjakkan kaki di tanah haram, Makkah Al-Mukarramah, melihat Kabah, berdoa di tempat-tempat yang sangat mustajab dan istimewa serta melaksanakan berbagai ritual ibadah dalam pelaksanaan haji ataupun umroh merupakan harapan yang ada dalam setiap relung hati umat Nabi Muhammad SAW. Bahkan bagi yang sudah mampu memenuhinya pun, rasa rindu untuk dapat kembali ke sana tidak akan pernah hilang, bahkan menjadi semakin berlipat-lipat.Tak mengherankan bila jemaah haji maupun umroh yang datang ke tanah haram selalu mengalami kenaikan dari tahun ketahun. Bahkan Indonesia sebagai negara dengan pemeluk Islam terbesar di dunia, sampai harus diberikan pembatasan atau kuota terhadap calon jemaah haji yang akan berangkat pada setiap tahunnya. Semua itu tidak lain karena keutamaan dari ibadah haji maupun umroh yang merupakan satu ibadah penting dan mulia bagi setiap umat muslim di seluruh penjuru dunia, khususnya bagi mereka yang memiliki kemampuan secara rezeki, serta lahir dan batin.Ayat Al Quran dan Hadist Tentang Haji dan UmrohPerintah ibadah haji yang Allah perintahkan melalui ayat tentang haji dan umroh disampaikan dalam firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 96-97, yang artinya :“Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang berada di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali ‘Imran: 96-97)Rasulullah SAW pun menegaskan tentang kewajiban berhaji dalam hadist dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di tengah-tengah kami, beliau bersabda yang artinya :“Telah diwajibkan atas kalian ibadah haji, maka tunaikanlah (ibadah haji tersebut).” Lalu ada seorang berkata, “Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah?” Lalu beliau diam sampai orang tersebut mengatakannya tiga kali, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andaikata aku menjawab ya, niscaya akan menjadi suatu kewajiban dan niscaya kalian tidak akan mampu (melaksanakannya).” Kemudian beliau bersabda, “Biarkanlah aku sebagaimana aku membiarkan kalian. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian ialah banyak bertanya dan banyak berselisih dengan Nabi mereka. Apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka laksanakanlah semampu kalian. Dan apabila aku melarang sesuatu, maka tinggalkanlah.” (Shahih Muslim (no. 639)], Shahiih Muslim (II/970, no. 1337), Sunan an-Nasa-i (5/110) )Diantara keutamaan ibadah haji dan umroh tercantum dalam Al Quran dan disampaikan pula oleh Rasulullah SAW pada beberapa hadist tentang haji dan umroh yang penulis sarikan dari berbagai sumber, diantaranya sebagai berikut :Penghapus Dosa dan Mendapatkan Imbalan SurgaDari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,“Ibadah umrah ke ibadah umrah berikutnya adalah penghapus (dosa) di antara keduanya, dan haji yang mabrur tiada balasan (baginya) selain surga” (HR al-Bukhari dan Muslim)“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Amalan apa yang paling afdhol?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ada yang bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Ada yang bertanya kembali, “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 1519)“Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349)“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari no. 1521)Menjadi Tamu Kehormatan Allah“Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah no 2893. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)Meneguhkan KeimananPelaksanaan ibadah Haji sesungguhnya menyebabkan terhimpunnya jutaan manusia di tempat dan waktu yang sama dan dengan penuh keyakinan menjalankan perintah Allah SWT. Manusia dari seluruh penjuru dunia berkumpul untuk melaksanakan ritual ibadah haji secara serempak. Mereka terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, warna kulit dan budaya yang berbeda-beda. Akan tetapi semuanya bersatu untuk melakukan hal yang sama, yaitu menunaikan rukun islam yang ke-5, ibadah Haji dan Umroh.Semuanya ini membukakan mata dan pikiran kita akan arti ajaran Allah SWT dalam Al Quran, yang menerangkan tentang manfaat dan fungsi positif dari berkumpulnya sesama manusia dalam satu ikatan lillaahi ta’ala, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah SWT, yang artinya :“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, kemudian Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal mengenal -ta’aruf (selanjutnya menjadi tafahum – saling memahami; ta’awun – saling bekerja sama); itsar – saling membela dan tidak bertengkar.” (QS Al-Hujurāt : 13)“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu (bukan untuk saling bertengkar atau berperang melainkan saling ta’aruf – kenal mengenal; selanjutnya menjaditafahum – saling memahami; ta’awun – saling bekerja sama); itsar – saling membela dan tidak bertengkar.)” (QS Ar-Rūm : 22)Demikianlah sahabat Quran yang dimuliakan Allah, ayat atau dalil tentang haji dalam Al Quran beserta hadist tentang ibadah haji dan umroh beserta keutamaannya yang begitu luar biasa pahalanya . Dengan mengetahui berbagai keutamaan ini, tentunya kita berharap menjadi lebih termotivasi untuk berikhtiar sekuat tenaga, mempersiapkan rezeki yang halal dan kesiapan lahir batin untuk dapat menjadi bagian dari orang-orang yang mendapatkan undangan Allah SWT, yaitu sebagai tamu-Nya di rumah-Nya.Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi dan memberikan karunia-Nya kepada kita, agar dapat segera menunaikan ibadah haji/umroh dan menjadi haji yang mabrur, yang tiada lain balasannya selain surga. Aamiin.Wallahu’alam bishawab.

Ayat Dan Hadis Terkait Bencana

Ayat Dan Hadis Terkait Bencana

Assalamu’alaikum ...

Bismillah ...
Kerusakan alam di Indonesia semakin hari semakin parah. Kondisi ini secara langsung memberikan dampak bagi kehidupan manusia. Tingkat kerusakan alam meningkatkan resiko bencana alam.Banyaknya bencana yang melanda negeri ini memberikan tanda bahwa kerusakan pada lingkungan kita sudah memprihatinkan. Banjir yang kerap melanda, tanah longsor, kekeringan, perubahan cuaca yang sangat ekstrim menunjukkan bahwa keseimbangan alam sudah tidak ada lagi. Selain bencana alam yang kerap melanda, perubahan musim dan cuaca yang kian tak menentu, menjadi bukti bahwa kerusakan yang dilakukan oleh manusia tidak bisa lagi diseimbangkan dengan proses alamiyah yang dilakukan alam itu sendiri.Ada dua penyebab terjadinya kerusakan alam yang menyebabkan terjadinya bencana. Pertama karena faktor alam seperti gunung meletus, tsunami, gempa bumi, angin puting beliung, dan sebagainya. Sedangkan faktor kedua adalah akibat ulah manusia.Ketamakan dan kecerobohan manusia menjadi penyebab rusaknya alam ini. Penebangan kayu secara besar-besaran, pembuangan sampah di sungai, penggunaan pestisida dan obat-obatan secara berlebihan, dan lain sebagainya membuat ekosistem terganggu. Perilaku-perilaku itu merupakan perilaku tidak bertanggung jawab yang pada akhirnya pengaruhnya sangat signifikan dengan rusaknya alam ini.Alam dan lingkungan hidup menjadi tempat tinggal dan hidup manusia. Kondisi lingkungan akan berpengaruh langsung terhadap kehidupan manusia. Karena itu sudah selayaknya kita menjaganyaDalam Al Qur’an surat Ar Rum ayat 41 disebutkan bahwa kerusakan alam ini merupakan akibat dari ulah tangan manusia.“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.Dalam ayat tersebut di atas, Allah menyatakan bahwa kerusakan di alam ini baik di darat dan di laut adalah akibat ulah tangan manusia. Kerusakan di darat yang dapat kita saksikan saat ini misalnya hutan-hutan gundul, pendangkalan dan pencemaran sungai, kebakaran hutan, hilangnya kesuburan tanah, rusaknya keseimbangan alam karena perburuan hewan, penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia secara berlebihan, dan lain sebagainya. Kerusakan di laut diantaranya adalah rusaknya terumbu karang, rusaknya hutan bakau, pencemaran air laut, dan lain sebagainya. Kerusakan-kerusakan tersebut tentu saja menjadikan banyaknya bencana alam terjadi.Allah SWT menyatakan juga bahwa adanya kerusakan dan bencana alam yang ada merupakan pelajaran bagi manusia agar mereka mengetahui akibat dari perbuatan mereka tersebut.Manusia sebagai khalifah di bumi mempunyai tugas agar menjaga dan memelihara bumi ini. Pemanfaatan alam sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tidak dilarang, bahkan diperintahkan oleh Allah. Namun, pemanfaatan alam tersebut tidak boleh berlebihan atau sampai menjadikan alam ini rusak.Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk menjaga alam ini dengan baik. Dalam surat Al A’raf ayat 56-58“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur”.Pada ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah memperingatkan kepada manusia agar tidak merusak lingkungan. Dengan menjaga lingkungan maka Allah akan memberikan kebaikan. Dengan hujan yang diturunkan, Allah menjadikan tanah-tanah subur dan menghasilkan berbagai buah-buahan untuk kepentingan hidup manusia. Namun pada daerah yang sudah rusak alamnya, maka kekeringan dan tanah tandus akan menjadikan tumbuhan merana dan tidak dapat menghasilkan. Kekeringan dan kerusakan atau hilangnya kesuburan tanah tentu sangat terkait dengan perilaku manusia itu sendiri. Penggundulan hutan misalnya, menjadikan tanah yang mengandung humus terkikis air hujan, air-air hujan tidak dapat diserap dan disimpan oleh akar tanaman sebagai cadangan air yang akan mengalir melalui mata air, air hujan yang tidak diserap oleh akar tumbuhan juga akan langsung mengalir dengan deras ke sungai dan mengikis tanah di sekitar sungai. Akibatnya mata air banyak yang kering dan tanah-tanah pun menjadi tandus. Penggundulan hutan juga menjadikan keseimbangan alam terganggu, rusaknya ekosistem karena berkurangnya habitat hewan dan tumbuhan menjadikan keseimbangan alam ini rusak.Perintah Allah untuk menjaga alam ini dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dengan beberapa contoh tindakan nyata diantaranya adalah anjuran untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya dengan sebaik-baiknya dan larangan untuk menelantarkan kebun. Dalam sebuah hadist disebutkan:حَدِيْثُ جَابِرِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ رضى الله عنهما, قَالَ : كَانَتْ لِرِجَالٍ مِنَّا فُضُوْلُ اَرَضِيْنَ, فَقَالُوْا نُؤَاجِرُهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ, فَقَالَ النَّبِىُّ ص.م. : مَنْ كَانَتْ لَهُ اَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا اَوْلِيَمْنَحْهَا اَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ.“Hadist Jabir bin Abdullah r.a. dia berkata : Ada beberapa orang dari kami mempunyai simpanan tanah. Lalu mereka berkata: Kami akan sewakan tanah itu (untuk mengelolahnya) dengan sepertiga hasilnya, seperempat dan seperdua. Rosulullah S.a.w. bersabda: Barangsiapa ada memiliki tanah, maka hendaklah ia tanami atau serahkan kepada saudaranya (untuk dimanfaatkan), maka jika ia enggan, hendaklah ia memperhatikan sendiri memelihara tanah itu“Dari ungkapan Nabi SAW dalam hadits diatas yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan.Dalam hadits dari Jabir di atas menjelaskan bahwa sebagian para sahabat Nabi SAW memanfaatkan lahan yang mereka miliki dengan menyewakan lahannya kepada petani. Mereka menatapkan sewanya sepertiga atau seperempat atau malahan seperdua dari hasil yang didapat oleh petani. Dengan adanya praktek demikian yang dilakukan oleh para sahabat, maka Nabi meresponnya dengan mengeluarkan hadits diatas, yang intinya mengajak sahabat menanami sendiri lahannya atau menyuruh orang lain mengolahnya apabila tidak sanggup mengolahnya. Dengan diolah sendiri atau menyuruh orang lain, diharapkan tanah itu lebih dimanfaatkan secara optimal, sehingga lebih bermanfaat dan hasilnya lebih banyak. Disamping itu, jika dikelola sendiri tanah itu akan lebih terjaga, berbeda denga jika disewakan, orang yang menyewa karena merasa itu bukan tanah sendiri akan cenderung untuk mengeksploitasi sekehendak hatinya. Dengan seperti itu, kelestarian lahan itu sulit dipertahankan.Dari beberapa ayat dan hadist tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kerusakan dan bencana alam yang terjadi merupakan ulah tangan manusia yang kurang bertanggung jawab dan mengeksploitasi alam ini dengan tidak bijaksana dan memperhatikan keseimbangan alam. Karena itu sebagai muslim yang diperintahkan Allah dan Rasulullah SAW untuk memelihara dan menjaga alam ini.Memelihara dan menjaga alam ini merupakan tugas manusia sebagai khalifah di bumi. Selain di mulai dari diri sendiri dengan menjaga lingkungan kita juga diperintahkan untuk mengajarkan dan mengajak orang lain untuk menjaga lingkungan agar kelestarian alam dapat terjaga. Kita juga hendaknya mengingatkan dan mencegah orang lain untuk berbuat kerusakan dan mencemarkan lingkungan. Dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 104 disebutkan:“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.Dalam pendidikan karakter, salah satu karakter yang ditanamkan dan dibina adalah karakter peduli lingkungan. Agar siswa menjadi anak dengan karakter yang peduli lingkungan mereka harus memahami bahwa perbuatan-perbuatan merusak lingkungan pada akhirnya akan merugikan diri mereka sendiri. Untuk itu siswa harus diajarkan dan dibiasakan menjaga lingkungan. Dari hal paling sederhana yaitu membuang sampah pada tempatnya, memanfaatkan air sebaik-baiknya, dan lain sebagainya.

Demikian semoga bermanfaat.

Wasalam...

Hadis Tentang Kematian

Hadis Tentang Kematian

Assalamu’alaikum ...

Bismillah ...

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas segala limpahan nikmat. Tidak ada satu nikmat kecuali itu berasal dari-Nya. Karenanya, kita harus senantiasa bersyukur kepada-Nya dengan menggunakan segala nikmat untuk taat kepada-Nya.Sesungguhnya kematian merupakan misteri bagi manusia. Tak seorangpun yang tahu kapan datangnya. Namun satu kepastian bahwa ajal (waktu kematian) seseorang sudah tercatat jauh hari di Lauhul Mahfudz sebelum manusia diciptakan. Dan ketika seseorang sudah tiba ajalnya, maka tidak bisa diajukan barang sesaat ataupun diundurkan. Allah Ta’ala berfirman,وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al A’raf: 34)Setelah kematian maka kesempatan beramal telah habis. Manusia akan mendapatkan balasan dari amal-amal perbuatannya di alam kubur, berupa nikmat atau adzab kubur. Dan ketika sudah terjadi kiamat, dia akan dibangkitkan dan mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di hadapan Allah.“Maka barang siapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.“(QS.Al-A’raf:35)Sedangkan orang yang kafir dan ingkar terhadap kebenaran Islam, “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.“(QS.Al-A’raf:36)Kematian Mendadak Semakin Marak di Akhir ZamanDiungkapkan oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf al Wabil dalam kitabnya Asyratus Sa’ah.Dalam kitabnya tersebut, Yusuf al-Wabil menyebutkan bahwa kematian yang datang tiba-tiba atau mendadak merupakan salah satu dari tanda dekatnya kiamat. Hal ini didasarkan pada beberapa kabar hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah satunya hadits marfu’ dari Anas bin Malik radliyallah ‘anhu,إِنَّ مِنْ أَمَارَاتِ السَّاعَةِ . . . أَنْ يَظْهَرَ مَوْتُ الْفُجْأَةِ“Sesungguhnya di antara tanda-tanda dekatnya hari kiamat adalah . . . akan banyak kematian mendadak.” (HR. Thabrani dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ al-Shaghir no. 5899)Maksud Kematian MendadakBanyak sebab kematian, tapi kematian itu tetap satu. Hal ini menunjukkan bahwa kematian memiliki sebab, seperti sakit, kecelakaan, atau bunuh diri dan semisalnya. Sedangkan kematian yang tanpa didahului sebab itulah maksud kematian yang mendadak yang belum bisa diprediksi sebelumnya.Seiring majunya ilmu kedokteran, manusia bisa menyingkap tentang sebab kematian seperti kanker, endemik, atau penyakit menular. Penyakit-penyakit ini mengisyaratkan dekatnya kematian, tetapi sebab yang utama adalah mandeknya jantung secara tiba-tiba yang datang tanpa memberi peringatan.Para ulama mendefinisikan kematian mendadak sebagai kematian tak terduga yang terjadi dalam waktu yang singkat dan salah satu kasusnya adalah seperti yang dialami orang yang terkena serangan jantung.Imam al-Bukhari dalam shahihnya membuat sebuah bab, بَاب مَوْتِ الْفَجْأَةِ الْبَغْتَةِ “Bab kematian yang datang tiba-tiba”. Kemudian beliau menyebutkan hadits Sa’ad bin ‘Ubadah radliyallah ‘anhu ketika berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,“Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia secara mendadak dan aku yakin seandainya ia berbicara sebelum itu, pastilah dia ingin bersedekah. Maka dari itu, apakah dia akan mendapat pahala apabila jika aku bersedekah untuknya?” Beliaupun menjawab, “Ya“. (Muttafaq ‘alaih). . . kematian mendadak sebagai kematian tak terduga yang terjadi dalam waktu yang singkat dan salah satu kasusnya adalah seperti yang dialami orang yang terkena serangan jantung.Kematian Mendadak Dalam Pandangan UlamaSebagian ulama salaf tidak menyukai kematian yang datang secara mendadak, karena dikhawatirkan tidak memberi kesempatan seseorang untuk meninggalkan wasiat dan mempersiapkan diri untuk bertaubat dan melakukan amal-amal shalih lainnya. Ketidaksukaan terhadap kematian mendadak ini dinukil Imam Ahmad dan sebagian ulama madzhab Syafi’i. Imam al-Nawawi menukil bahwa sejumlah sahabat Nabishallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang shalih meninggal secara mendadak. An-Nawawi mengatakan, “Kematian mendadak itu disukai oleh para muqarrabin (orang yang senantiasa menjaga amal kebaikan karena merasa diawasi oleh Allah).” (Lihat (Fathul Baari: III/245)Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Dengan demikian, kedua pendapat itu dapat disatukan.” (Fathul Baari: III/255)Terdapat keterangan yang menguatkan bahwa kematian mendadak bagi seorang mukmin tidak layak dicela. Dari Abdullah bin Mas’ud radliyallah ‘anhu, dia berkata,“Kematian mendadak merupakan keringanan bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang-orang kafir.” Ini adalah lafadz Abdul Razaq dan al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, sedangkan lafadz Ibnu Abi Syaibah, “Kematian mendadak merupakan istirahat (ketenangan) bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang kafir.” (HR. Abdul Razaq dalam al Mushannaf no. 6776, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir no. no. 8865)Dari Aisyah radliyallah ‘anha, berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam mengenai kematian yang datang tiba-tiba. Lalu beliau menjawab,رَاحَةٌ لِلْمُؤْمِنِ وَأَخْذَةُ أَسَفٍ لِفَاجِرٍ“Itu merupakan kenikmatan bagi seorang mukmin dan merupakan bencana bagi orang-orang jahat.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad no. 25042, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman no. 10218. Syaikh al Albani mendhaifkannya dalam Dha’if al Jami’ no. 5896)Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dan Aisyah radliyallah ‘anhuma, keduanya berkata, “Kematian yang datang mendadak merupakan bentuk kasih sayang bagi orang mukmin dan kemurkaan bagi orang dzalim.“ (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al Mushannaf III/370, dan al-Baihaqi dalam al-Sunan al Kubra III/379 secara mauquf).Kematian mendadak yang dialami seorang mukmin adalah kebaikan baginya. Dia merdeka dari hiruk pikuk dunia yang menjemukan dan terbebas dari fitnah-fitnahnya.Alangkah indahnya hadits yang dijadikan sebagai penguat oleh Imam al-Baihaqi dalam al Sunan al-Kubra pada kitab “Al-Janaiz” Bab, “Fi Mautil Faj’ah”, dari hadits Abu Qatadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah dilalui iring-iringan jenazah. Beliau lalu bersabda, “Yang istirahat dan yang diistirahatkan darinya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa maksud yang istirahat dan yang diistirahatkan darinya?” Beliau menjawab,الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ يَسْتَرِيحُ مِنْ نَصَبِ الدُّنْيَا وَأَذَاهَا إِلَى رَحْمَةِ اللَّهِ ، وَالْعَبْدُ الْفَاجِرُ يَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلاَدُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ“Seorang hamba yang mukmin beristirahat dari keletihan dunia dan kesusahannya, kembali kepada rahmat Allah. Sedangkan hamba yang jahat, para hamba, negeri, pohon dan binatang beristirahat (merasa aman dan tenang) darinya.“ (HR. Muslim no. 950, Ahmad no. 21531)Kematian mendadak yang dialami seorang mukmin adalah kebaikan baginya. Dia merdeka dari hiruk pikuk dunia yang menjemukan dan terbebas dari fitnah-fitnahnya. Sedangkan Kematian mendadak yang dialami seorang fajir merupakan kabar gembira bagi hamba Allah. Mereka akan terbebas dari gangguannya. Di antara gangguannya adalah kedzalimannya terhadap mereka, kesenangannya melakukan kemungkaran dan jika diingatkan malah menantang dan itu menyulitkan mereka. Jika diingatkan malah menyakiti dan bila didiamkan mereka menjadi berdosa. Sedangkan istirahatnya binatang adalah dikarenakan sang fajir tadi selalu menyakiti dan menyiksanya serta membebani di luar kemampuannya, tidak memberinya makan dan yang lainnya. Sedangkan istirahatnya negeri dan pepohonan adalah karena perbuatan jahat sang fajir hujan tidak turun, dia mengeruk kekayaannya dan tidak mengairinya.“Kematian mendadak merupakan keringanan bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang-orang kafir.” Ibnu Mas’udMenyikapi Kematian MendadakBagi orang yang berakal sehat tentu akan mengambil pelajaran dari fenomena yang ia saksikan. Terlebih fenomena tersebut telah disampaikan oleh orang yang terpercaya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka sepantasnya ia segera kembali kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, sebelum kematian itu menjemputnya.Imam al-Bukhari pernah berkata,Peliharalah waktu ruku’mu ketika senggang.Sebab, boleh jadi kematian akan datang secara tiba-tibaBetapa banyaknya orang yang sehat dan segar bugarLantas meninggal dunia dengan tiba-tibaDan setelah memahami adanya kematian yang mendadak, dan semakin sering terjadi pada akhir zaman (termasuk zaman kita ini), hendaknya kita mempersiapkan diri dengan bersegera menyambut seruan Allah untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Dan perintah Allah yang paling utama adalah memurnikan tauhid kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, baik dalam masalah ibadah dan pengabdian, juga dalam masalah ketaatan dan ketundukan kepada syariat-Nya.Sesungguhnya kematian akan tetap datang ke manapun kita lari dan di manapun kita sembunyi. Tidak ada kekuatan di alam raya yang bisa melawan ketetapan ilahi ini. Dan setelah kematian, setiap orang akan mendapat balasan dari amal yang telah dikerjakannya di dunia. Maka bertakwalah kepada Allah, Wahai hamba-hamba Allah! Janganlah engkau menjadi orang yang menyesal ketika kematian datang dan minta diberi kesempatan untuk beramal. Sesungguhnya ajal tidak bisa ditangguhkan dan tidak bisa ditunda barang sesaat.Ketahuilah! sesungguhnya dunia ini terus berjalan ke belakang meninggalkanmu, dan akhirat berjalan mendatangi. Ingatlah saat kematian dan perpindahan ke alam Barzah. Dan (ingatlah) yang akan tergambarkan di hadapanmu, berupa banyaknya keburukan dan sedikitnya kebaikan. Maka, apa yang ingin engkau amalkan pada saat itu, segeralah amalkan sejak hari ini. Dan apa yang ingin engkau tinggalkan saat itu, maka tinggalkanlah sejak sekarang.Maka seandainya setelah mati, kamu dibiarkan. Sesungguhnya kematian itu merupakan kenyamanan bagi seluruh yang hidup. Namun. jika kamu telah mati, kamu pasti dibangkitkan dan akan ditanya tentang segala sesuatu, lalau diberi balasan dari setiap perbuatan. Kalau seperti itu, maka kematian merupakan sesuatu yang menakutkan dan menghawatirkan.KEMATIAN MENURUT AL-QUR’AN10- Sesungguhnya orang-orang yang kafir diserukan kepada mereka (pada hari kiamat): “Sesungguhnya kebencian Allah (kepadamu) lebih besar daripada kebencianmu kepada dirimu sendiri karena kamu diseru untuk beriman lalu kamu kafir”11- Mereka menjawab: “Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?”Ketika manusia dikumpulkan dipadang Mahsyar pada hari berbangkit kelak dan orang kafir telah melihat dengan jelas akibat perbuatan mereka menentang ayat ayat Allah selama ini, mereka mengeluh : ” Ya Allah Engkau telah mematikan kami dua kali, dan menghidupkan kami dua kali pula, lalu kami mengakui dosa kami, adakah jalan keluar bagi kami dari kesulitan yang dahsyat pada hari ini (neraka jahanam) “. Dialog antara orang kafir dengan Allah ini diabadikan dalam surat Al Mukmin ayat 10 -11, sebagaimana kami kutipkan diawal artikel ini.Selama hidup didunia ini kita hanya mengerti bahwa mati dan hidup itu hanya sekali saja, namun setelah diakhirat kelak kita baru, mengerti bahwa kita hidup dan mati sebanyak dua kali. Memperhatikan dialog diatas kita jadi bertanya, apakah yang dimaksud dengan kematian itu? Dalam Al Qur’an dikatakan bahwa kita mati dan hidup sebanyak dua kali, padahal yang kita ketahui selama ini kita hidup dan mati hanya satu kali.Definisi mati menurut Al-Qur’anMati menurut pengertian secara umum adalah keluarnya Ruh dari jasad, kalau menurut ilmu kedokteran orang baru dikatakan mati jika jantungnya sudah berhenti berdenyut. Mati menurut Al-Qur’an adalah terpisahnya Ruh dari jasad dan hidup adalah bertemunya Ruh dengan Jasad. Kita mengalami saat terpisahnya Ruh dari jasad sebanyak dua kali dan mengalami pertemuan Ruh dengan jasad sebanyak dua kali pula. Terpisahnya Ruh dari jasad untuk pertama kali adalah ketika kita masih berada dialam Ruh, ini adalah saat mati yang pertama. Seluruh Ruh manusia ketika itu belum memiliki jasad. Allah mengumpulkan mereka dialam Ruh dan berfirman sebagai disebutkan dalam surat Al A’raaf 172:Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, (Al A’raaf 172)Selanjutnya Allah menciptakan tubuh manusia berupa janin didalam rahim seorang ibu, ketika usia janin mencapai 120 hari Allah meniupkan Ruh yang tersimpan dialam Ruh itu kedalam Rahim ibu, tiba-tiba janin itu hidup, ditandai dengan mulai berdetaknya jantung janin tersebut. Itulah saat kehidupan manusia yang pertama kali, selanjutnya ia akan lahir kedunia berupa seorang bayi, kemudian tumbuh menjadi anak anak, menjadi remaja, dewasa, dan tua sampai akhirnya datang saat berpisah kembali dengan tubuh tersebut.Ketika sampai waktu yang ditetapkan, Allah akan mengeluarkan Ruh dari jasad. Itulah saat kematian yang kedua kalinya. Allah menyimpan Ruh dialam barzakh, dan jasad akan hancur dikuburkan didalam tanah. Pada hari berbangkit kelak, Allah akan menciptakan jasad yang baru, kemudia Allah meniupkan Ruh yang ada di alam barzakh, masuk dan menyatu dengan tubuh yang baru sebagaimana disebutkan dalam surat Yasin ayat 51:51- Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. 52- Mereka berkata: “Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul (Nya). (Yasin 51-52)Itulah saat kehidupan yang kedua kali, kehidupan yang abadi dan tidak akan adalagi kematian sesudah itu. Pada saat hidup yang kedua kali inilah banyak manusia yang menyesal, karena telah mengabaikan peringatan Allah. Sekarang mereka melihat akibat dari perbuatan mereka selama hidup yang pertama didunia dahulu. Mereka berseru mohon pada Allah agar dizinkan kembali kedunia untuk berbuat amal soleh, berbeda dengan yang telah mereka kerjakan selama ini sebagaimana disebutkan dalam surat As Sajdah ayat 12:Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin”. (As Sajudah 12)Itulah proses mati kemudian hidup, selanjutnya mati dan kemudian hidup kembali yang akan dialami oleh semua manusia dalam perjalanan hidupnya yang panjang dan tak terbatas. Proses ini juga disebutkan Allah dalam surat Al Baqaqrah ayat 28:Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? (Al Baqarah 28)Demikianlah definisi mati menurut Al-Qur’an, mati adalah saat terpisahnya Ruh dari Jasad. Kita akan mengalami dua kali kematian dan dua kali hidup. Jasad hanya hidup jika ada Ruh, tanpa Ruh jasad akan mati dan musnah. Berarti yang mengalami kematian dan musnah hanyalah jasad sedangkan Ruh tidak akan pernah mengalami kematian.Pada saat mati yang pertama, jasad belum ada namun Ruh sudah ada dan hidup dialam Ruh. Pada saat hidup yang pertama Ruh dimasukan kedalam jasad , sehingga jasad tersebut bisa hidup. Pada saat mati yang kedua, Ruh dikeluarkan dari jasad , sehingga jasad tersebut mati, namun Ruh tetap hidup dan disimpan dialam barzakh. Jasad yang telah ditinggalkan oleh Ruh akan mati dan musnah ditelan bumi. Pada saat hidup yang kedua, Allah menciptakan jasad yang baru dihari berbangkit, jasad yang baru itu akan hidup setelah Allah memasukan Ruh yang selama ini disimpan dialam barzak kedalam tubuh tersebut. Kehidupan yang kedua ini adalah kehidupan yang abadi, tidak ada lagi kematian atau perpisahan antara Ruh dengan jasad sesudah itu.Kalau kita amati proses hidup dan mati diatas ternyata yang mengalami kematian dan musnah hanyalah jasad, sedangkan Ruh tidak pernah mengalami kematian dan musnah. Ruh tetap hidup selamanya, ia hanya berpindah pindah tempat, mulai dari alam Ruh, alam Dunia, alam Barzakh dan terakhir dialam Akhirat. Pada saat datang kematian pada seseorang yang sedang menjalani kehidupan didunia ini, maka yang mengalami kematian hanyalah jasadnya saja, sedangkan Ruhnya tetap hidup dialam barzakh. Allah mengingatkan hal tersebut dalam surat Al Baqarah ayat 154 :Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu h idup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (Al Baqarah 154)Perjalanan panjang tanpa akhirKalau kita amati proses perjalan hidup dan mati seperti yang disebutkan diatas , maka yang mengalami kematian hanyalah jasad kita saja, sedangkan Ruh tidak pernah mengalami kematian. Sejak diciptakan pertama kali dan diambil kesaksiannya tentang ke Esaan Allah ketika dikumpulkan dialam Ruh sebagaimana disebutkan dalam surat Al A’raaf 172, mulailah Ruh menempuh perjalanan panjang yang tidak akan pernah berkahir.Sifat Ruh sama seperti energy, dalam ilmu fisika kita mengenal teori kekekalan Energy. Teori kekalan Energy mengatakan bahwa Energy bersifat kekal, tidak bisa dimusnahkan, dihancurkan ataupun dilenyapkan. Ia hanya mengalami perubahan bentuk. Ruh memiliki sifat seperti Energy ini, ia tidak bisa dimusnahkan, dilenyapkan ataupun dihancurkan, ia kekal selamanya, ia hanya berubah bentuk mulai dialam Ruh, alam Dunia, alam Barzakh dan alam Akhirat kelak.Kita bisa merasakan selama hidup didunia ini bahwa Ruh kita tidak pernah tidur atau beristirat. Kalau kita tidur pada malam hari, yang tidur adalah jasad atau jasmani kita sedang Ruh kita sendiri, pergi berjalan entah kemana. Ruh tidak bisa hancur, musnah dan lenyap namun ia bisa merasa lemah, sakit dan menderita. Ruh yang kurang mendapat perawatan akan menjadi lemah menderita dan sakit. Penyakit Ruh umumnya akan merembet pada penyakit fisik atau jasmani, penyakit ruh yang umum kita kenal antara lain, gelisah, kecewa, dengki, cemas, takut, sedih, tertekan dan stress berkepanjangan.Ruh mengalami proses pendewasaan selama hidup didunia. Semua bekal yang dibawa untuk perjalanan hidup dialam barzakh dan akhirat didapat dari alam dunia. Namun sayang selama hidup didunia banyak orang yang tidak memperdulikan kebutuhan Ruhnya untuk menghadapi perjalan panjang yang tak akan pernah berakhir ini. Kebanyakan manusia hanya fokus pada masalah kehidupan dunia, dan tidak perduli dengan masalah kehidupan akhirat yang lebih dahsyat dibandingkan dengan kehidupan dunia.Mereka baru menyadari kekeliruan mereka tatkala ruh telah sampai ditenggorokan, hingga tatkala mereka telah pindah kelam barzakh mereka mengeluh sebagaimana disebutkan dalam surat Al Mukminun ayat 99-100 :99- (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia),100- agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan (Al Mukminun 99-100)Penyesalan itu memang selalu terlambat datangnya, namun penyesalan yang muncul setelah datangnya kematian hanyalah sesuatu yang sia-sia. Masa lampau tidak akan pernah kembali, kita hanya terus maju menghadang masa yang akan datang, apapun keadaan kita. Orang yang bijaksana akan mengumpulkan bekal sebanyak banyaknya untuk menempuh perjalanan panjang dialam barzakh dan akhirat. Orang yang lalai hanya fokus pada kehidupan dunia, tidak pernah mempersiapkan diri untuk menempuh perjalanan panjang itu. Bahkan terkesan tidak peduli dengan kehidupan akhirat. Sebagian besar manusia didunia termasuk kedalam golongan orang yang lalai ini, sebagaimana disebutkan dalam surat Yunus ayat 92:” …sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” Lebih tegas lagi disebutkan dalam surat al Insan ayat 27 :Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat). (Al Insan 27)Mudah2an kita tidak termasuk orang yang lalai, seperti disebutkan dalam ayat Qur’an diatas. Mari kita persiapkan perbekalan kita untuk menempuh perjalanan panjang yang tidak akan pernah berakhir didunia dan akhirat. Penyesalan diakhirat kelak tidak ada gunanya, masa lalu tidak akan pernah kembali, masa yang akan datang pasti terjadi. Bersiaplah menghadap berbagai perubahan yang akan kita alami sepanjang perjalan hidup yang amat panjang dan melelahkan ini. Berbekallah sebaik baik bekal adalah Taqwa.

Demikian semoga bermanfaat.

Wasalam...

Hadis Tentang Gibah

Hadis Tentang Gibah

Assalamu’alaikum ...

Bismillah ...

I. PendahuluanSegala puji bagi Allah yang telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad yang telah bersabda:من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)Jika terjebak dalam situasi ghibah, ingatkanlah mereka akan kesalahannya. Jika tak mampu, setidaknya anda diam dan tak menanggapi ghibah tersebut. Atau anda memilih hengkang dan ‘menyelamatkan diri’. Ghibah/ gosip adalah tindakan yang paling dibenci Allah. Tapi celakanya, kebiasaan ini justru disukai banyak orang, baik di kantor, ditempat kerja atau bahkan di rumah, terurama kalangan ibu-ibu. Banyak hal yang bergeser dan berubah dengan hadirnya pesawat televisi ke rumah kita, terutama yang berkaitan dengan budaya dan akhlak. Salah satu yang jelas terlihat yaitu pergeseran makna bergunjing atau menggosip dalam masyarakat.Ghibah/ menggosip adalah tindakan yang kurang terpuji yang celakanya, kebiasaan ini seringkali dilekatkan pada sifat kaum wanita. Dulu, orang akan tersinggung jika dikatakan tukang gosip. Seseorang yang ketahuan sedang menggosip biasanya merasa malu. Namun, sekarang kesan buruk tentang menggosip mungkin sudah mengalami pergeseran. Beberapa acara informasi kehidupan para artis atau selebritis yang dikemas dalam bentuk paket hiburan atau infotainment dengan jelas-jelas menyebut kata gosip sebagi bagian dari nama acaranya. Bahkan pada salah satu dari acara tersebut pembawa acaranya menyebut dirinya atau menyapa pemirsannya dengan istilah “biang gosip”. Mereka dengan bangganya mengaku sebagai tukang gosip.Dalam Al Qur’an (QS 49:12), orang yang suka menggibah diibaratkan seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Jabir bin Abdullah ra. Meriwayatkan “ Ketika kami bersama Rasulullah SAW. Tiba-tiba tercium bau busuk yang menyengat seperti bau bangkai maka Rasul pun bersabda, “Tahukah kalian, bau apakah ini? Inilah bau dari orang-orang yang meng-ghibah orang lain”. (HR Ahmad). Saat ini hampir di setiap stasiun televisi memiliki paket acara seperti di atas. Bahkan satu stasiun ada yang memiliki lebih dari satu paket acara infotainment tersebut, dengan jadwal tayangan ada yang mendapat porsi tiga kali seminggu. Hampir semua isi acara sejenis itu, isinya adalah menyingkap kehidupan pribadi para selebritis. Walhasil, pemirsa akan mengenal betul seluk beluk kehidupan para artis, seolah diajak masuk ke dalam rumah bahkan kamar tidur para artis.II. PembahasanPengertian GhibahPengertian ghibah dapat diketahui dengan memperhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya. Beliau membawakan sebuah riwayat: Yahya bin Ayyub menceritakan kepada kami, demikian pula Qutaibah dan Ibnu Hajar. Mereka mengatakan: Isma’il bin Al-’Allaa’ menceritakan hadits kepada kami dari jalan ayahnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa sallam bersabda:أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ“Tahukah kalian apa itu ghibah?”, Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahinya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya (berbuat buhtan).” (HR. Muslim. 4/2001. Dinukil dari Nashihatii lin Nisaa’, hal. 26)Meskipun demikian ada sebagian ghibah yang diperbolehkan atau bahkan disyariatkan. Karena dengan cara itulah pemahaman agama ini akan selamat dari penyimpangan dan kesesatan. Dalam kesempatan ini kita akan sedikit mengkaji persoalan ini, agar kita bisa membedakan mana nasihat dan mana ghibah yang terlarang.Keharaman GhibahUmmu Abdillah Al-Wadi’iyah berkata: Ghibah itu diharamkan, sedikit maupun banyak. Di dalam Sunan Abu Dawud tercantum sebuah hadits yang diriwayatkan dari jalan ‘Aisyah. Beliau berkata:حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ تَعْنِي قَصِيرَةً فَقَالَ لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ“Wahai Rasulullah, cukuplah menjadi bukti bagimu kalau ternyata Shafiyah itu memiliki sifat demikian dan demikian.” Salah seorang periwayat hadits menjelaskan maksud ucapan ‘Aisyah bahwa Shafiyah itu orangnya pendek. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh engkau telah mengucapkan sebuah kalimat yang seandainya dicelupkan ke dalam lautan maka niscaya akan merubahnya.”Di dalam dua Kitab Shahih (Bukhari dan Muslim) juga terdapat riwayat hadits dari jalan Abu Bakrah yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, (dan juga kehormatan kalian) semua itu adalah haram atas kalian sebagaimana kesucian hari kalian ini (hari ‘Arafah), pada bulan kalian ini dan di negeri kalian yang suci ini.”Di dalam Sunan Tirmidzi terdapat riwayat yang menceritakan hadits dari jalan Ibnu ‘Umar, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam naik mimbar dan menyeru dengan suara yang lantang: “Wahai segenap manusia yang masih beriman dengan lisannya namun iman itu belum meresap ke dalam hatinya janganlah kalian menyakiti kaum muslimin. Dan janganlah melecehkan mereka. Dan janganlah mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka. Karena sesungguhnya barang siapa yang sengaja mencari-cari kejelekan saudaranya sesama muslim maka Allah akan mengorek-ngorek kesalahan-kesalahannya. Dan barang siapa yang dikorek-korek kesalahannya oleh Allah maka pasti dihinakan, meskipun dia berada di dalam bilik rumahnya.” (Hadits ini tercantum dalam Shahihul Musnad, 1/508)Di dalam Sunan Abu Dawud juga terdapat riwayat dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika aku dimi’rajkan aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga. Dengan kuku-kuku itu mereka mencakar-cakar wajah dan dada-dada mereka sendiri. Maka aku berkata: ‘Siapakah mereka itu wahai Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Mereka itu adalah orang-orang yang berani memakan daging-daging manusia serta menjatuhkan kehormatan dan harga diri orang lain’.” (Hadits ini Shahih)[1]Al Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah? Para shahabat berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Kemudian beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ، إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ“Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu yang dia membecinya, jika yang engkau sebutkan tadi benar-benar ada pada saudaramu sungguh engkau telah berbuat ghibah, sedangkan jika itu tidak benar maka engkau telah membuat kedustaan atasnya.”Di dalam Al Qur’anul Karim Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat mencela perbuatan ghibah, sebagaimana firman-Nya (artinya):“Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing (ghibah) kepada sebagian yang lainnya. Apakah kalian suka salah seorang diantara kalian memakan daging saudaramu yang sudah mati? Maka tentulah kalian membencinya. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan Maha Pengasih.” (Al Hujurat: 12)Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i berkata dalam tafsirnya: “Sungguh telah disebutkan (dalam beberapa hadits) tentang ghibah dalam konteks celaan yang menghinakan. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyerupakan orang yang berbuat ghibah seperti orang yang memakan bangkai saudaranya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala … (pada ayat di atas). Tentunya itu perkara yang kalian benci dalam tabi’at, demikian pula hal itu dibenci dalam syari’at. Sesungguhnya ancamannya lebih dahsyat dari permisalan itu, karena ayat ini sebagai peringatan agar menjauh/lari (dari perbuatan yang kotor ini -pent). ” (Lihat Mishbahul Munir)Suatu hari Aisyah radhiyallahu’anha pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tentang Shafiyyah bahwa dia adalah wanita yang pendek. Maka beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَو مُزِجَتْ بِمَاءِ البَحْرِ لَمَزَجَتْهُ“Sungguh engkau telah berkata dengan suatu kalimat yang kalau seandainya dicampur dengan air laut niscaya akan merubah air laut itu.” (H.R. Abu Dawud 4875 dan lainnya)Asy Syaikh Salim bin Ied Al Hilali berkata: “Dapat merubah rasa dan aroma air laut, disebabkan betapa busuk dan kotornya perbutan ghibah. Hal ini menunjukkan suatu peringatan keras dari perbuatan tersebut.” (Lihat Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin 3/25)Sekedar menggambarkan bentuk tubuh seseorang saja sudah mendapat teguran keras dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, lalu bagaimana dengan menyebutkan sesuatu yang lebih keji dari itu?Dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَصُدُوْرَهُمْ ، فَقُلْتُ مَنْ هؤُلاَءِ يَاجِبْرِيْلُ؟ قَالَ : هؤُلاَءِ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لُحُوْمَ النَّاسِ وَيَقَعُوْنَ فِي أَعْرَاضِهِمْ“Ketika aku mi’raj (naik di langit), aku melewati suatu kaum yang kuku-kukunya dari tembaga dalam keadaan mencakar wajah-wajah dan dada-dadanya. Lalu aku bertanya: “Siapakah mereka itu wahai malaikat Jibril?” Malaikat Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging-daging manusia dan merusak kehormatannya.” (H.R. Abu Dawud no. 4878 dan lainnya)Yang dimaksud dengan ‘memakan daging-daging manusia’ dalam hadits ini adalah berbuat ghibah (menggunjing), sebagaimana permisalan pada surat Al Hujurat ayat: 12.Dari shahabat Ibnu Umar radhiyallahu’anhu, bahwa beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانَهِ وَلَمْ يَفْضِ الإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لاَ تُؤْذُوا المُسْلِمِيْنَ وَلاَ تُعَيِّرُوا وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَّبَعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبَعِ اللهُ يَفْضَحْهُ لَهُ وَلَو في جَوْفِ رَحْلِهِ“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya yang belum sampai ke dalam hatinya, janganlah kalian mengganggu kaum muslimin, janganlah kalian menjelek-jelekkannya, janganlah kalian mencari-cari aibnya. Barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim niscaya Allah akan mencari aibnya. Barang siapa yang Allah mencari aibnya niscaya Allah akan menyingkapnya walaupun di dalam rumahnya.” (H.R. At Tirmidzi dan lainnya)Dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Suatu ketika kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mencium bau bangkai yang busuk. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkata: ‘Apakah kalian tahu bau apa ini? (Ketahuilah) bau busuk ini berasal dari orang-orang yang berbuat ghibah.” (H.R. Ahmad 3/351)Dari shahabat Sa’id bin Zaid radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:?إِنَّ مِنْ أَرْبَى الرِّبَا الإِسْتِطَالةَ فِي عِرْضِ المُسْلِمِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَفِي رِوَايَة : مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ“Sesungguhnya termasuk riba yang paling besar (dalam riwayat lain: termasuk dari sebesar besarnya dosa besar) adalah memperpanjang dalam membeberkan aib saudaranya muslim tanpa alasan yang benar.” (H.R. Abu Dawud no. 4866-4967)Dari ancaman yang terkandung dalam ayat dan hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan ghibah ini termasuk perbuatan dosa besar, yang seharusnya setiap muslim untuk selalu berusaha menghindar dan menjauh dari perbuatan tersebut.Asy Syaikh Al Qahthani dalam kitab Nuniyyah hal. 39 berkata:لاَتُشْغِلَنَّ بِعَيْبِ غَيْرِكَ غَافِلاًعَنْ عَيْبِ نَفْسِكَ إِنَّهُ عَيْبَانِJanganlah kamu tersibukkan dengan aib orang lain, justru kamu lalai dengan aib yang ada pada dirimu, sesungguhnya itu dua keaiban(Nashihati linnisaa’ hal. 32)Maksudnya, bila anda menyibukkan dengan aib orang lain maka hal itu merupakan aib bagimu karena kamu telah terjatuh dalam kemaksiatan. Sedangkan bila anda lalai dari mengoreksi aib pada dirimu sendiri itu juga merupakan aib bagimu. Karena secara tidak langsung kamu merasa sebagai orang yang sempurna. Padahal tidak ada manusia yang sempurna dan ma’shum kecuali para Nabi dan Rasul.Konteks dalam hadits:ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ“Engkau menyebutkan sesuatu pada saudaramu yang dia membecinya.”Hadits di atas secara zhahir mengandung makna yang umum, yaitu mencakup penyebutan aib dihadapan orang tersebut atau diluar sepengetahuannya. Namun Al Hafizh Ibnu Hajar menguatkan bahwa ghibah ini khusus di luar sepengetahuannya, sebagaimana asal kata ghibah (yaitu dari kata ghaib yang artinya tersembunyi-pent) yang ditegaskan oleh ahli bahasa. Kemudia Al Hafizh berkata: “Tentunya membeberkan aib di dahapannya itu merupakan perbuatan yang haram, tapi hal itu termasuk perbuatan mencela dan menghina.” (Fathul Bari 10/470 dan Subulus Salam hadits no. 1583, lihat Nashihati linnisaa’ hal. 29)Demikian pula bagi siapa yang mendengar dan ridha dengan perbuatan ghibah maka hal tersebut juga dilarang. Semestinya dia tidak ridha melihat saudaranya dibeberkan aibnya.Dari shahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:مَنْ رَدَّ عِرْضَ أَخِيْهِ رَدَّ اللهُ عَنْ وَجْهِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ“Barang siapa yang mencegah terbukanya aib saudaranya niscaya Allah akan mencegah wajahnya dari api neraka pada hari kiamat nanti.” (H.R. At Tirmidzi no. 1931 dan lainnya)Demikian juga semestinya ia tidak ridha melihat saudaranya terjatuh dalam kemaksiatan yaitu berbuat ghibah. Semestinya ia menasehatinya, bukan justru ikut larut dalam perbuatan tersebut. Kalau sekiranya ia tidak mampu menasehati atau mencegahnya dengan cara yang baik, maka hendaknya ia pergi dan menghindar darinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):“Dan orang-orang yang beriman itu bila mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya, dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, semoga kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.” (Al Qashash: 55)Dari shahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ وَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ وَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذالكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ“Barang siapa yang melihat kemungkaran hendaknya dia mengingkarinya dengan tangan. Bila ia tidak mampu maka cegahlah dengan lisannya. Bila ia tidak mampu maka cegahlah dengan hatinya, yang demikian ini selemah-lemahnya iman.” (Muttafaqun ‘alaihi)Namun bila ia ikut larut dalam perbuatan ghibah ini berarti ia pun ridha terhadap kemaksiatan, tentunya hal ini pun dilarang dalam agama.Lalu bagaimana cara bertaubat dari perbuatan ghibah? Apakah wajib baginya untuk memberi tahu kepada yang dighibahi? Sebagian para ulama’ berpendapat wajib baginya untuk memberi tahu kepadanya dan meminta ma’af darinya. Pendapat ini ada sisi benarnya jika dikaitkan dengan hak seorang manusia. Misalnya mengambil harta orang lain tanpa alasan yang benar maka dia pun wajib mengembalikannya. Tetapi dari sisi lain, justru bila ia memberi tahu kepada yang dighibahi dikhawatirkan akan terjadi mudharat yang lebih besar. Bisa jadi orang yang dighibahi itu justru marah yang bisa meruncing pada percekcokan dan bahkan perkelahian. Oleh karena itu sebagian para ulama lainnya berpendapat tidak perlu ia memberi tahukan kepada yang dighibahi tapi wajib baginya beristighfar (memohan ampunan) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menyebutkan kebaikan-kebaikan orang yang dighibahi itu di tempat-tempat yang pernah ia berbuat ghibah kepadanya. Insyaallah pendapat terakhir lebih mendekati kebenaran. (Nashiihatii linnisaa’: 31) [2]Ghibah yang DibolehkanUmmu Abdillah Al-Wadi’iyah berkata: Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan di dalam kitab Tafsir beliau, “Ghibah itu haram berdasarkan kesepakatan (kaum muslimin). Dan tidak dikecualikan darinya satu bentuk ghibah pun kecuali apabila terdapat maslahat yang lebih dominan sebagaimana dalam konteks jarh dan ta’dil (celaan dan pujian yang ditujukan kepada periwayat hadits dan semacamnya -pent) serta demi memberikan nasihat. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ada seorang lelaki bejat yang meminta izin untuk bertemu dengan beliau. Beliau bersabda, “Ijinkan dia masuk. Dia adalah sejelek-jelek kerabat bagi saudara-saudaranya.”Dan juga sebagaimana perkataan beliau kepada Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha ketika Mu’awiyah dan Abu Jahm melamar dirinya. Rasul bersabda, “Adapun Mu’awiyah, maka dia seorang yang tidak mempunyai harta. Sedangkan Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya.” Dan demikianlah dibolehkan pula (ghibah) untuk kepentingan yang serupa dengan itu. Kemudian selain untuk keperluan semacam itu maka hukumnya adalah sangat diharamkan.” (Nashihati lin Nisaa’, hal. 27-28)Imam Nawawi menjelaskan bahwa ghibah dibolehkan karena adanya tujuan yang dibenarkan oleh syariat yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan menempuh cara ini. Ghibah yang dibolehkan ini ada enam sebab:Mengadukan kezaliman orang kepada hakim, raja atau siapa saja yang mempunyai wewenang dan kemampuan untuk menolongnya. Seperti dengan mengatakan: “Si Fulan menganiaya saya dengan cara demikian.”Meminta bantuan orang demi mengubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat agar kembali kepada kebenaran. Seperti dengan mengatakan: “Si Fulan telah melakukan demikian maka cegahlah dia dari perbuatan itu!” atau ungkapan semisalnya. Tujuan dibalik pengaduan itu adalah demi menghilangkan kemungkaran, kalau dia tidak bermaksud demikian maka hukumnya tetap haram.Meminta fatwa. Seperti dengan mengatakan kepada seorang mufti (ahli fatwa): “Ayahku menganiayaku.” atau “Saudaraku telah menzalimiku.” Atau “Suamiku telah menzalimiku.” Meskipun tindakan yang lebih baik dan berhati-hati ialah dengan mengatakan: “Bagaimana pendapat anda terhadap orang yang melakukan perbuatan demikian dan demikian (tanpa menyebut namanya)?”Memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan sebagian orang dan dalam rangka menasihati mereka. Seperti mencela para periwayat hadits dan saksi, hal ini diperbolehkan berdasarkan kesepakatan kaum muslimin, bahkan hukumnya wajib karena kebutuhan umat terhadapnya.Menyebutkan kejelekan pelaku maksiat yang berterang-terangan dalam melakukan dosa atau bid’ahnya, seperti orang yang meminum khamr di depan khalayak, merampas harta secara paksa dan sebagainya, dengan syarat kejelekan yang disebutkan adalah yang terkait dengan kemaksiatannya tersebut dan bukan yang lainnya.Untuk memperkenalkan jati diri orang. Seperti contohnya apabila ada orang yang lebih populer dengan julukan Al-A’raj (yang pincang), Al-Ashamm (yang tuli), Al-A’ma (yang buta) dan lain sebagainya. Akan tetapi hal ini diharamkan apabila diucapkan dalam konteks penghinaan atau melecehkan. Seandainya ada ungkapan lain yang bisa dipakai untuk memperkenalkannya maka itulah yang lebih utama. [3]Imam Nawawi menyebutkan dalil-dalil yang mendasari pengecualian ini, yaitu:1. Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, beliau menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang meminta izin bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau bersabda:ائْذَنُوا لَهُ بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ أَوْ ابْنُ الْعَشِيرَةِ“Ijinkanlah dia, sejelek-jelek kerabat bagi saudaranya.” (Muttafaq ‘alaih)Imam Nawawi berkata: Al-Bukhari berhujjah dengan hadits ini untuk menyatakan bolehnya mengghibahi para penebar kerusakan dan keragu-raguan aqidah.2. Dari ‘Aisyah pula, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:مَا أَظُنُّ فُلَانًا وَفُلَانًا يَعْرِفَانِ مِنْ دِينِنَا شَيْئًا قَالَ اللَّيْثُ كَانَا رَجُلَيْنِ مِنْ الْمُنَافِقِين“Aku kira si Fulan dan si Fulan tidak mengerti tentang agama kita barang sedikitpun.” (HR. Bukhari) Laits bin Sa’ad salah seorang perawi hadits ini berkata: “Kedua orang ini termasuk kalangan orang munafiq.”3. Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, beliau berkata: Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku katakan:إَنَّ أَبَا جَهْمٍ و مُعَاوِيَةَ خَطَبَانِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ (متفق عليه). وفى رواية لمسلم: “وَأَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَرَجُلٌ ضَرَّابٌ لِلنِّسَاءِ” وهو تفسير لرواية: ” فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ”. وقيل معناه كثير الأسفار“Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah melamarku maka bagaimana?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun Mu’awiyah, dia itu miskin tidak berharta. Sedangkan Abul Jahm adalah orang yang tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya.” (Muttafaq ‘alaih). Dalam riwayat Muslim diriwayatkan, “Adapun Abul Jahm adalah lelaki yang sering memukuli isteri.” Ini merupakan penafsiran dari ungkapan, “tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya.” Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksud ungkapan itu adalah: orang yang banyak bepergian.4. Dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:خرجنا مع رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم في سفر أصاب الناس فيه شدة فقال عبد اللَّه بن أبي: لا تنفقوا على من عند رَسُول اللَّهِ حتى ينفضوا، وقال: لئن رجعنا إلى المدينة ليخرجن الأعز منها الأذل، فأتيت رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فأخبرته بذلك، فأرسل إلى عبد اللَّه بن أبي فاجتهد يمينه ما فعل، فقالوا: كذب زيد رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم، فوقع في نفسي مما قالوه شدة حتى أنزل اللَّه تعالى تصديقي (إذا جاءك المنافقون) المنافقين 1 (ثم دعاهم النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ليستغفر لهم فلووا رؤوسهم (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)Kami pernah berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menempuh suatu perjalanan. Pada saat itu orang-orang mengalami kondisi yang menyulitkan, maka Abdullah bin Ubay berkata: “Janganlah kalian berinfak membantu orang-orang yang ada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai mereka mau bubar.” Dia juga mengatakan, “Seandainya kita pulang ke Madinah, maka orang-orang yang kuat akan mengusir yang lemah.” Maka aku pun menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kukabarkan hal itu kepada beliau. Kemudian beliau pun mengutus orang untuk menanyakan hal itu kepada Abdullah bin Ubay. Maka dia justru berani bersumpah dengan serius kalau dia tidak pernah mengatakannya, maka mereka pun mengatakan, “Zaid telah berdusta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Maka ucapan mereka itu membuatku diriku susah dan tersakiti sampai akhirnya Allah menurunkan firman-Nya untuk membuktikan kejujuranku, “Apabila orang-orang munafiq datang kepadamu.” (QS. Al-Munafiquun: 1) Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil mereka supaya meminta beliau berdoa memintakan ampun bagi mereka akan tetapi mereka justru memalingkan kepala-kepala mereka. (Muttaafaq ‘alaih)5. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:قالت هند امرأة أبي سفيان للنبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : إن أبا سفيان رجل شحيح وليس يعطيني ما يكفيني وولدي إلا ما أخذت منه وهو لا يعلم، قال خذي ما يكفيك وولدك بالمعروف (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)Hindun isteri Abu Sufyan mengadu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Abu Sufyan adalah lelaki yang pelit, dia tidak memberikanku sesuatu yang bisa mencukupi kebutuhanku dan anak-anakku kecuali yang sengaja kuambil sendiri darinya dalam keadaan dia tidak tahu, lantas bagaimana?.” Beliau bersabda, “Ambilah sebanyak yang bisa mencukupimu dan anak-anakmu.” (Muttafaqun ‘alaihi)[4]Praktek Ulama SalafImam Ibnu Katsir mengatakan, “Berbicara tentang cela orang-orang (semacam para periwayat hadits) dalam rangka nasihat untuk membela agama Allah, Rasul dan Kitab-Nya serta untuk menasihati kaum mukminin bukanlah termasuk ghibah, bahkan pelakunya akan mendapat pahala apabila dia memiliki maksud yang tulus seperti itu.” (Al-Baa’itsul Hatsiits, hal. 228)Pada suatu kesempatan ditanyakan kepada Yahya bin Sa’id Al-Qaththaan: “Apakah engkau tidak merasa khawatir kalau orang yang engkau tinggalkan haditsnya (dinyatakan sebagai rawi yang matruk) menjadi musuhmu pada hari kiamat kelak?” Maka beliau menjawab: “Lebih baik bagiku orang-orang itu menjadi musuhku daripada aku harus bermusuhan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat itu sehingga beliau akan berkata kepadaku: “Mengapa kamu tidak melawan orang-orang yang berdusta atas namaku?” (Al-Baa’itsul Hatsiits, hal. 228)Dikisahkan oleh Abu Turab An-Nakhasyabi bahwa suatu saat dia mendengar Imam Ahmad bin Hambal sedang membicarakan kritikan atas sebagian periwayat hadits. Maka dia berkata kepada beliau: “Apakah anda hendak menggunjing para ulama?!” Maka Imam Ahmad menjawab: “Celaka kamu! Ini adalah nasihat, bukan menggunjing.” (Al-Baa’itsul Hatsiits, hal. 228)[5]III. PenutupIslam merupakan agama sempurna yang Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan kepada umat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam. Kesempurnaan Islam ini menunjukkan bahwa syariat yang dibawa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam itu adalah rahmatal lil’alamin. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengkhabarkan di dalam firman-Nya (artinya): “Tidaklah Aku mengutusmu melainkan sebagai rahmatal lil’alamin.” (Al Anbiya’: 107)Diantara wujud kesempurnaan agama Islam sebagai rahmatal lil’alamin, adalah Islam benar-benar agama yang dapat menjaga, memelihara dan menjunjung tinggi kehormatan, harga diri, harkat dan martabat manusia secara adil dan sempurna. Kehormatan dan harga diri merupakan perkara yang prinsipil bagi setiap manusia.Setiap orang pasti berusaha untuk menjaga dan mengangkat harkat dan martabatnya. Ia tidak rela untuk disingkap aib-aibnya atau pun dibeberkan kejelekannya. Karena hal ini dapat menjatuhkan dan merusak harkat dan martabatnya di hadapan orang lain.Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِم حَرَامٌ دَمُهُ وَ عِرْضُهُ وَ مَالُهُ“Setiap muslim terhadap muslim lainnya diharamakan darahnya, kehormatannya, dan juga hartanya.” (H.R Muslim no. 2564)Hadits di atas menjelaskan tentang eratnya hubungan persaudaraan dan kasih sayang sesama muslim. Bahwa setiap muslim diharamkan menumpahkan darah (membunuh) dan merampas harta saudaranya seiman. Demikian pula setiap muslim diharamkan melakukan perbuatan yang dapat menjatuhkan, meremehkan, atau pun merusak kehormatan saudaranya seiman. Karena tidak ada seorang pun yang sempurna dan ma’shum (terjaga dari kesalahan) kecuali para Nabi dan Rasul. Sebaliknya selain para Nabi dan Rasul termasuk kita tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan.Suatu fenomena yang lumrah terjadi di masyarakat kita dan cenderung disepelekan, padahal akibatnya cukup besar dan membahayakan, yaitu ghibah (menggunjing). Karena dengan perbuatan ini akan tersingkap dan tersebar aib seseorang, yang akan menjatuhkan dan merusak harkat dan martabatnya.Ghibah adalah menyebutkan, membuka, dan membongkar aib saudaranya dengan maksud jelek. Karena perbuatan ghibah ini berkaitan erat dengan lisan yang mudah bergerak dan berbicara, maka hendaknya kita selalu memperhatikan apa yang kita ucapkan. Karena ghibah erat kaitannya dengan perbuatan lisan, sehingga sering terjadi dalam masyarakat dan terkadang di luar kesadaran. Apakah ini mengandung ghibah atau bukan, jangan sampai tak terasa telah terjatuh dalam perbuatan ghibah. Bila kita bisa menjaga tangan dan lisan dari mengganggu atau menyakiti orang lain, insyaallah kita akan menjadi muslim sejati dalam kehidupan bermasyarakt. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ“Seorang muslim sejati adalah bila kaum muslimin merasa selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (H.R. Muslim)Demikian pembahasan yang bisa kami tuliskan, semoga bermanfaat.Wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aaliihi wa shahbihi ajma’iin.

Demikian semoga bermanfaat.

Wasalam...