Menyelami Fitrah Kemanusiaan Kita

Menyelami Fitrah Kemanusiaan Kita

Khutbah I

الحمدُ لِلّٰهِ العَلِيِّ العَظِيْم العَزِيْزِ الحَكِيْمِ الَّذِيْ فَطَرَنَا بِاقْتِدَارِهِ، وَطَوَّرَنَا بِاخْتِيَارِهِ، وَرَتَّبَ صُوَرَنا فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ، وَمَنَّ عَلَيْنَا بِالعَقْلِ السَّلِيْمِ ، وَهَدَانَا إِلى الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْئ ٍقَدِيْرٌ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَأَفْضلِ اْلأَنْبِيَاءِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبه أَجْمَعِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَدْ قَالَ اللّٰهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ


Ada perilaku yang sudah mentradisi di kalangan masyarakat Indonesia tiap kali datang hari raya Idul Fitri. Mereka ramai-ramai merayakannya dengan ekspresi suka cita yang dalam. Sebagian besar orang menyebutnya “hari kemenangan” meskipun seringkali kita sendiri ragu: benarkah kita sedang mengalami kemenangan? Kalaupun iya, kemenangan dari apa dan untuk siapa?


Orang dikatakan menang ketika ia telah sukses mengalahkan sesuatu yang menjadi lawannya. Sesuatu itu bisa berupa hal-hal yang membelenggu, menjajah, menyerang, dan menindas. Dan musuh utama manusia selama puasa Ramadhan sebelum akhirnya merayakan Idul Fitri adalah hawa nafsu. Masalahnya, hawa nafsu membelenggu, menjajah, menyerang manusia bukan dengan penampilan yang seram nanjorok. Sebaliknya, ia justru menghampiri anak Adam sebagai hal yang memikat dan disukai. Di titik inilah puasa menjadi superberat, karena mensyaratkan seseorang tak hanya sanggup menahan lapar dan haus tapi juga sanggup melawan dirinya sendiri yang sering dikuasai kesenangan-kesenangan ego pribadi.


Rasulullah mengingatkan,


رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ حَظٌّ مِنْ صَوْمِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَالْعَطَشُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ حَظٌّ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ وَالنَّصَبُ


“Kadang orang yang berpuasa tak mendapat hasil dari puasanya kecuali lapar dan dahaga. Kadang pula orang yang qiyamul lail tak memperoleh hasil dari usahanya tersebut kecuali begadang dan rasa letih.”


Jika demikian, benarkah kita sedang mengalami kemenangan? Kalaupun iya, kemenangan dari apa dan untuk siapa?


Hadirin shalat Jum’at hafidhakumullâh,


Dalam suasana masih Idul Fitri ini penting bagi khatib pribadi dan jamaah sekalian untuk berinstropeksi tentang kualitas ketakwaan yang menjadi tujuan diwajibkannya berpuasa (la‘allakum tattaqûn). Bulan Syawal menjadi ukuran bagi kita untuk memeriksa segenap ibadah, tingkah laku, dan sikap batin kita, apakah mengalami peningkatan mutu, biasa-biasa saja, atau justru mengalami penurunan. Bagaimana tingkat kepekaan kita kepada sesama, terutama yang membutuhkan? Sudah seberapa jauh sifat riya’, ujub, dengki, suka membual, dan bertindak tidak penting menghindar dari diri kita? Dan lain sebagainya.


Tantangan kita selanjutnya adalah mengungkapkan suka cita pada hari Lebaran dengan penuh makna, bukan sebatas pesta kue hari raya, pamer busana, dan hura-hura. Suasana Idul Fitri sejatinya adalah suasana kemanusiaan. Di momen ini, kita dibangkitkan untuk kian berempati dengan sesama, membuka pintu maaf, serta melepas gengsi untuk mengakui kesalahan lalu meminta maaf. Sebagian orang yang berpunya mengisi saat-saat ini untuk berbagi dengan sanak saudara.


Itulah sebabnya, Islam mengajarkan setiap manusia yang mampu untuk mengeluarkan zakat fitri atau kita sering menyebutnya zakat fitrah. Fithri artinya “suci, karakter asli, bawaan lahir”. Islam—melalui simbol zakat itu—menjadikan solidaritas terhadap sesama, terutama kepada mereka yang sedang butuh uluran tangan, sebagai bagian dari fitrah kemanusiaan kita.


Naluri manusiawi selalu menaruh kepedulian yang tinggi kepada manusia lainnya, bahkan kepada makhluk lain secara umum, seperti air, tanah, binatang, dan tumbuhan. Garis sikap inilah yang kerap terabaikan dan berat dilaksanakan. Salah satu faktornya adalah manusia kalah dengan hawa nafsunya yang cenderung mengutamakan kepentingan sempit untuk kepuasan diri sendiri. Puasa adalah di antara jalan yang disediakan agama untuk berjihad menaklukkan nafsu yang menjelma seperti “anak manja” itu.


Hadirin shalat Jum’at as‘adakumulâh,


Agama juga disebut-sebut sebagai sesuatu yang fitrah. Artinya, petunjuk-petunjuknya selaras dengan jati diri, watak bawaan, dan naluri manusiawi. Agama memposisikan manusia tak sebatas jasad tapi juga ruh, mempercayai kekuatan adikodrati yakni Tuhan, dan menuntut tiap manusia berakhlak mulia. Semua ini bersifat fitrah.


Justru karena agama ini fitrah inilah agama tidak perlu dipaksakan karena petunjuknya tidak ada yang bertentangan dengan jati diri dan naluri manusia. Kalau pun ada maka cepat atau lambat akan ditolak oleh penganutnya sendiri, dan inilah bukti bahwa agama memang fitrah.


فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ


“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,


Demikianlah, semoga Idul Fitri benar-benar menjadi momentum yang sesuai dengan artinya, yakni kembali ke kondisi fitrah. Kembali ke jati diri kemanusiaan kita sebagai hamba Allah yang total, kembali tabiat asli manusia sebagai makhluk sosial, dan kembali kepada naluri manusia sebagai makhluk penyayang terhadap lingkungan dan alam secara luas.



Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَاللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا


أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللّٰهّ أَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللّٰهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللّٰهُـمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اَللّٰهُـمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اَللّٰهُـمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَالِلّٰهِ ! إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللّٰهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ الِلّٰهِ أَكْبَرْ



Perbaiki Kualitas Hidup pada Lailatul Qadar

Perbaiki Kualitas Hidup pada Lailatul Qadar

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الّذي فَتَحَ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ. أَشْهَدُ أَنْ لااِلهَ اِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةٌ تُنْجِي قَائِلَهَا مِنَ النِّيْرَانِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللّٰهُـمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أمَّا بَعْدُ. فَيَا أيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ .تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ. سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر


Jamaah shalat Jumat Rohimakumullah

Segala puji dan syukur hanya milik Allah. Mari kita bersyukur atas semua limpahan anugerah dan karunia-Nya. Hanya atas anugerah Allah, kita bisa sehat wal afiat dan dapat menjalankan aktifitas kita, semoga ibadah kita mampu menyempurnakan puasa kita di bulan penuh berkah ini. Shalawat dan salam mari kita sanjungkan kepada baginda Rasulullah SAW,  keluarga, sahabat, dan pengikut yang setia meneladani beliau. Semoga semua urusan kita dimudahkan oleh Allah, dan kelak di akhirat kita mendapat perlindungan syafaat beliau. Amin

Pada kesempatan ini marilah kita senantiasa memperkuat keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah ﷻ dengan iman dan takwa yang sebenar-benarnya. Berusaha keras melaksanakan semua yang diperintahkan oleh Allah dan berusaha sekuat tenaga menjauhi semua yang dilarang oleh Allah ﷻ.


Jama’ah Jum’at rahimakumullah


Kehadiran malam lailatul qadar yang menurut para ulama pasti akan datang, sangat ditunggu-tunggu oleh para hamba-hamba yang “berburu” kemuliaan di malam itu. Lail artinya malam, seperti termaktub dalam QS. Al-Isra’ :78


أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا


Artinya : “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Sesungguhnya shalat shubuh itu disaksikan (oleh malaikat)”.


Kata lail artinya sebagian malam, dan al-qadar artinya penentuan baik. Lailatul Qadar atau Lail al-Qadar (bahasa Arab: لَيْلَةِ الْقَدْرِ, malam ketetapan) adalah satu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadhan, yang dalam Al-Qur'an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dan juga diperingati sebagai malam diturunkannya Al-Qur'an. Jika demikian, maka malam lailatul qadar itu bisa saja diawali pada tengah malam, atau bisa juga sejak dari awal terbenamnya matahari.


Jama’ah Jum’at yang berbahagia


Pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malam Lailatul Qadar, malam penentuan atau ketetapan di suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Pada malam yang penuh berkah itu, semua urusan manusia atau hamba-hamba yang “berjuang” dan “berburu” keberkahan malam lailatul qadar bisa merubah dan memperbaiki “takdir” jalan dan kualitas hidup yang lebih baik lagi.

Di antara kemuliaan malam tersebut ditandai dengan malam yang penuh keberkahan sebagaimana Allah berfirman dalam QS Ad Dukhan:3-4


إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ .  فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ


Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. Dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah”.

Malam yang diberkahi ini dijelaskan secara jelas dalam satu surat khusus yakni QS Surat Al-Qadr:


إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ .تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ. سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر


Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”.


Soal kapan Lailatul Qadar itu terjadi, ada beberapa riwayat yang perlu dicermati. Di antaranya, pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi SAW:


تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan” (HR. Bukhari)


Namun turunnya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi SAW:

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)


Turunnya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan Ramadhan itu ditekankan lagi dalam hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi SAW bersabda:


الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ – يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ – فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى

“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia lemah atau letih, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa” (HR. Muslim).


Tampaknya tidak ada yang pasti, atau memang ini menjadi rahasia Yang Maha Kuasa. Ada yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab RA. Ada yang mengatakan, karena diambil dari jumlah huruf ليلة القدر sebanyak 9 huruf, dan disebut tiga kali dalam QS. Al-Qadar. Jadi, 9x3 = 27 kali. Berarti malam lailatul qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadhan.


Pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat tersebut adalah pendapat Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, tergantung kehendak Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:


الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى

“Carilah ia (lailatul qadar) di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada malam ke sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa”  (HR. Bukhari).


Sidang jum’at yang berbahagia


Tampaknya Allah memang menyembunyikan tentang kapan terjadinya malam lailatul qadar secara pasti. Sebab jika diinformasikan secara pasti, seseorang tidak lagi semangat beribadah di hari lain.  Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencari dan berburu malam kemuliaan tersebut. Berburu dan mencari malam lailatul qadar adalah  bentuk kesyukuran hamba terhadap rahmat Allah dengan memperbanyak amalan di hari-hari tersebut.  Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini.

Adapun tanda lahiriyah tentang malam lailatul qadar berdasarkan sabda Rasulullah SAW di antaranya pertama, udara dan angin terasa tenang. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda:


لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء

“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan” (HR. Ath-Thayalisi).


Tanda kedua adalah malaikat turun membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari lain. Tanda ketiga, manusia tertentu dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat. Tanda keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih dan sejuk.

hal ini juga sesuai dengan hadits Rasulullah dari Ubay bin Ka’ab bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Shubuh dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik” (HR. Muslim).


Saudaraku, di sisa sepuluh hari-hari terakhir ini, mari kita ikhtiarkan untuk bisa berburu dan mencari malam lailatul qadar, semoga Allah Yang Maha Mengatur alam ini mengijinkan dan menghendaki kita sebagai hamba-hamba yang mendapatkan kemuliaan malam lailatul qadar. Semoga Allah merubah hidup kita menjadi lebih baik dan lebih berkualitas. Hanya kepada Allah lah kita menuju dan menggapai keridhaan-Nya.


بَارَكَ اللّٰهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبِّلْ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ



Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللّٰهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اَللّٰهُـمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللّٰهُـمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اَللّٰهُـمَّ أَعِزِّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اَللّٰهُـمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَالِلّٰهِ ! إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ الِلّٰهِ أَكْبَرْ


Bagaimana Mengisi Jelang Akhir Ramadhan?

Bagaimana Mengisi Jelang Akhir Ramadhan?

Khutbah I


اَلْحَمْدُ للّٰه، اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ الْفُرْقَانَ لِلْعَالَمِيْنَ بَشِيْرًا وَنَذَيِرًا، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَيْنَا بِأَنْوَاعِ النِّعَمِ مِدْرَارًا. اَللّٰهُـمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُطَهِّرُوْنَ اللّٰهَ تَطْهِيْرًا. فَيَا اَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللّٰهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللّٰهُ فِىْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ. بسم اللّٰه الرحمن الرحيم، إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ، لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ، تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ ، سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ


Hadirin sidang Jumat hafidhakumullah,  


Saya berwasiat kepada pribadi saya sendiri, juga para hadirin sekalian, marilah kita tingkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan berusaha menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.


Hadirin,


Kita sekarang sudah memasuki bagian-bagian akhir pada bulan Ramadhan. Kita perlu mengoreksi diri kita sendiri sebagai bahan evaluasi. Mulai awal Ramadhan kemarin sampai hari ini: apakah kualitas dan kuantitas ibadah kita sudah sesuai yang kita harapkan?. Apabila sudah, mari kita jaga sekuat tenaga hingga akhir Ramadhan. Jika belum sesuai dengan ekspektasi kita, mari kita tingkatkan dengan sebaik-baiknya. Karena,


اِنَّمَا الْاَعْمَالُ بِالْخَوَاتِمِ


Artinya: “Setiap amal tergantung dengan endingnya”


Seperti orang yang sedang membangun rumah. Kita ini sudah membangun rumah 70 persen. Bagaimana yang 30 persen sisanya, ini sangat menentukan. Kalau finishing-nya bagus, akan jadi rumah yang indah, tapi jika finishing-nya dikerjakan secara asal-asalan, tentu rumah yang dibangun dengan permulaan susah payah, hanya akan mendapatkan nilai buruk hanya masalah 30 persen yang akhir adalah buruk.


Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan pada sepertiga bulan Ramadhan akhir ini. Di antaranya bahwa Allah menciptakan umat Muhammad penuh dengan keistimewaan. Sebagian keistimewaannya adalah Allah menciptakan umat Muhammad sebagai umat yang lahir di muka bumi ini pada bagian paling akhir. Kenapa? Karena apabila ada umat  Muhammad yang menjadi seorang pendosa, seumpama ia mati, di kuburan disiksa tidak terlalu lama lagi kiamat akan datang, ia akan dientaskan dari siksaan kubur. Jika ia dalam keadaan membawa iman, ia akan berpeluang besar mendapatkan syafa’at Rasulullah ﷺ. Kata Rasulullah ﷺ:


شَفَاعَتِيْ لِاَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ اُمَّتِىْ


Artinya: “Syafa’atku untuk para pendosa besar dari umatku.” (HR Abu Dawud dan At- Tirmidzi)


Ada keutamaan lain, umat Muhammad tidak diciptakan oleh Allah dengan umur yang panjang-panjang, 500 tahun, 700 tahun dan lain sebagai. Umur umat Muhammad rata-rata antara 60 sampai 70 tahun. Hal ini sebutkan dalam hadits Nabi:


أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ.


Artinya: “Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun. Sedikit di antara mereka yang melewati usia tersebut.” (HR At-Tirmidzi)


Umur yang pendek-pendek ini di antara hikmahnya adalah supaya umat Muhammad tidak capek-capek beribadah yang panjang. Umat Muhammad diberi oleh Allah umur yang pendek, namun dalam pendeknya umur, Allah memberikan peluang lailatul qadar sehingga apabila lailatul qadar ini bisa digunakan dengan baik, hal tersebut lebih baik daripada seribu bulan atau 83 tahun lebih yang tidak malam lailatul qadarnya. Maka, seumpama ada umat Muhammad mulai ia baligh sekitar umur 13 tahun, setiap tahun ia bisa menggunakan malam laitalul qadar dengan sebaik mungkin sedangkan umurnya sampai 63 tahun, ia berarti telah menjalankan ibadah lebih baik dari 4.500 tahun yang tidak ada lailatul qadarnya. Betapa Allah sungguh memuliakan umat Muhammad dibandingkan umat yang lain.


Lailatul qadar tidak bisa dipastikan jatuhnya kapan. Bisa pada awal Ramadhan, tengah ataupun di bagian akhir Ramadhan. Hal ini tidak dijelaskan secara pasti supaya kita mau menjaring terus menerus. Dengan begitu, selama Ramadhan kita berusaha memenuhinya dengan ibadah-ibadah. Hanya saja, secara umum memang lailatul qadar itu banyak yang jatuh pada kisaran 10 hari terakhir bulan Ramadhan.


Rasulullah begitu tampak sikapnya bagaimana beliau memenuhi sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Di antaranya Rasulullah telah memberikan contoh kepada kita melalui hadits yang diriwayatkan oleh istrinya Aisyah radliyallahu anha:


كانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ


Artinya: “Nabi ﷺ ketika memasuki sepuluh hari terakhir mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari Muslim)


Pengertian “mengencangkan sarungnya”, sebagaimana disebutkan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam tafsirnya Fathul Bari, adalah Rasulullah ﷺ memisahkan diri dari istrinya, tidak menggauli istri beliau selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah lebih fokus ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.


Hadits tersebut terkandung maksud bahwa cara Rasulullah menghidupkan malam lailatul qadar adalah dengan tidak menjadikan sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan tersebut sebagai momen bermals-malasan dan sarat tidur. Orang tidur sama dengan mati, maka lawan katanya adalah menghidupkan. Rasulullah menghidupkan malam dengan terjaga, beribadah, tidak mengisinya dengan tidur.


Selain itu, Baginda Nabi juga memperhatikan masalah ibadah keluarganya. Beliau tidak ibadah sendirian sedangkan keluarga yang lain santai-santai, tidak. Rasulullah membangunkan keluarganya untuk beribadah malam, bersujud kepada Allah subhanahu wa ta’ala.


Hadirin hafidhakumullah, 


Amalan lain yang selalu dilakukan oleh Rasulullah pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan adalah i'tikaf. Kisah ini diceritakan oleh Sayyidatina Aisyah radliyallahu anha, istri beliau:


أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ


Artinya: “Sesungguhnya Nabi Muhammad ﷺ i'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau dipanggil oleh Allah subhanahu wa ta’ala kemudian istri-istri beliau i'tikaf setelah beliau kembali ke rahmatullah.” (HR Bukhari)


Hadirin… 


Hadits di atas menunjukkan bahwa i'tikaf merupakan perkerjaan penting sehingga Rasulullah melaksanakan tidak hanya beberapa hari saja di sepuluh akhir bulan Ramadhan. Tidak juga hanya melaksanakan pada salah satu Ramadhan, namun setiap sepuluh akhir Ramadhan sampai beliau meninggalkankan dunia. Kita patut mencontoh sunnah Nabi yang seperti ini. Dalam kitab Al-Majmu’ syarah Al-Muhadzab disebutkan:


قَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ وَمَنْ أَرَادَ الِاقْتِدَاءَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اعتكاف الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ


Kata Imam As-Syafi’i dan murid-muridnya “Barangsiapa yang ingin mengikuti Nabi ﷺ dalam menjalankan I’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan


فَيَنْبَغِي أَنْ يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ قَبْلَ غُرُوبِ الشَّمْسِ لَيْلَةَ الْحَادِي وَالْعِشْرِينَ منه


Maka hendaknya ia masuk masjid pada tanggal 20 Ramadhan sore hari sebelum memasuki malamnya tanggal 21.


Hal ini penting dilakukan supaya apa?


لِكَيْلاَ يَفُوْتُهُ شَيْئٌ مِنْهُ


Supaya tidak terlewatkan sedikitpun waktu untuk i’tikaf.


Kemudian kapan selesai i’tikafnya? Kalau ingin secara total mengikuti Rasul seratus persen dalam hal ini, Imam Nawawi melanjutkan


وَيَخْرُجُ بَعْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ لَيْلَةَ الْعِيدِ


Keluarnya setelah melewati maghrib malam hari raya Idul Fitri


سَوَاءٌ تَمَّ الشَّهْرُ أَوْ نَقَصَ


Baik hitungan bulannya penuh 30 hari atau pun hanya 29


وَالْأَفْضَلُ أَنْ يَمْكُثَ لَيْلَةَ الْعِيدِ فِي الْمَسْجِدِ حَتَّى يُصَلِّيَ فِيهِ صَلَاةَ الْعِيدِ أَوْ يَخْرُجَ مِنْهُ إلَى الْمُصَلَّى لِصَلَاةِ العيد اِنْ صَلَّوْهَا فِي الْمُصَلَّى


Namun yang paling utama adalah tetap berdiam di masjid sampai melaksanakan shalat id sekalian.


Sebagaimana kita ketahui bahwa I’tikaf hukumnya adalah sunnah, namun I’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan hukumnya lebih sunnah atau sunnah muakkadah, sunnah yang sangat kuat. (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, juz 6, halaman 375)


Hadirin hafidzkumullah, 


Pada bulan Ramadhan juga disebutkan sebagai bulan Al-Quran.


شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ


Artinya: “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan menjadi penjelas dari petunjuk dan dari petunjuk-petunjuk itu dan menjadi pembeda (dari perkara yang haq dan bathil).” (QS Al-Baqarah: 185)


Pada bulan Ramadhan Rasulullah juga memperlakukan dengan istimewa. Tidak sebagaimana bulan-bulan yang lain, pada bulan ini beliau bertadarus dengan malaikat Jibril. Rasulullah ﷺ membaca satu ayat, malaikat Jibril membaca satu ayat secara bergantian sampai khatam dalam sebulan. Kemudian kita melestarikan tradisi bertadarus bersama dengan keluarga dan saudara kita berawal dari kisah ini.


Imam Syafi’i apabila di luar Ramadhan selalu mengkhatamkan Al-Qur'an sehari sekali dalam shalatnya. Namun apabila pada bulan Ramadhan, dalam sehari semalam beliau menghatamkan Al-Qur'an dalam shalat sebanyak dua kali khataman.


Oleh karena itu, mari pada bulan Al-Qur'an ini, kita perbanyak bacaan Al-Qur'an kita. Bagi yang belum bisa, jadilah Ramadhan ini sebagai tonggak awal kita dalam mempelajari Al-Qur'an sesuai tajwid kepada guru yang mumpuni dan di kemudian hari bisa sebagai bahan dasar untuk membaca Al-Qur'an.


Pada akhirnya, dalam khutbah ini, saya mengajak kepada para hadirin, untuk bersungguh-sungguh memenuhi puasa Ramadhan dan beribadah malamnya dengan sebaik mungkin. Semoga kita dan keluarga kita senantiasa mendapatkan pertolongan dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk menjalankan ketaatan-ketaatan yang pada akhirnya kelak kita meninggalkan dunia ini dalam keadaan husnul khatiman, amin.


بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ البَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ. أعُوذُ بِالِلّٰهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم، بسم اللّٰه الرحمن الرحيم، وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣) ـ

وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرّاحِمِيْنَ ـ


Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَاللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا


أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللّٰهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اَللّٰهُـمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللّٰهُـمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اَللّٰهُـمَّ أَعِزِّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اَللّٰهُـمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَالِلّٰهِ ! إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ الِلّٰهِ أَكْبَرْ


Pesan Damai Bulan Ramadhan

Pesan Damai Bulan Ramadhan

Khutbah I

اَلْحَمْدُ ِلِلّٰهِ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ لِأَجْلِ التَّقْوٰى. أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . اَللّٰهُـمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مَحَمَّدٍ الْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللّٰهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: أَعُوْذُ بِالِلّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. يَاۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءٰمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ


Ma`âsyiral Muslimîn, Jamaah Jumat hafidhakumullâh! 


Kini, kita memasuki sepuluh kedua Ramadhan, bulan yang penuh berkah dan ampunan. Tidak ada dosa yang diperbuat seorang yang berpuasa, yang puasanya dilakukan dengan khusyu’, ikhlas, imanan, dan ihtisaban, kecuali akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. Rasulullah bersabda:


مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ


“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”  (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).


Menurut catatan Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari bi Syarh Sahih al-Bukhari, yang dimaksud Imanan adalah berpuasa karena meyakini akan kewajiban puasa, sedangkan yang dimaksud ihtisaban adalah mengharap pahala dari Allah Ta’ala. Itulah alasan mengapa Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 183 menyebutkan bahwa seruan kewajiban berpuasa itu diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman. Yâ ayyuhal ladzîna âmanû, kutiba ‘alaikumush shiyâm. Atas dasar imanan dan ihtisaban, itulah tata cara puasa yang benar, yang membuat pelakunya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.


Kalau seseorang mendasari puasanya karena dasar iman, mengharap pahala dan ridha Allah, maka tentu hatinya semakin tenang, lapang dan bahagia. Ia pun akan bersyukur atas nikmat puasa Ramadhan yang ia dapati tahun ini. Hatinya tentu tidak merasa berat dan susah ketika menjalani puasa. Sehingga ia pun terlihat berhati ceria dan berakhlak yang baik. 


Ma’asyiral Muslimin yang dimuliakan Allah!


Di antara hikmah Ramadhan adalah ada bahwa berpuasa itu adalah benteng atau perisai bagi pelakunya. Rasulullah bersabda:


وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ


“Puasa adalah perisai. Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, janganlah berkata keji dan berteriak-teriak. Jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘Aku sedang berpuasa” (H.R. Bukhari dan Muslim).


Hadits tersebut menjelaskan bahwa puasa merupakan perisai, selama tidak dinodai dengan perkataan dan perbuatan kotor yang dapat merusak hakikat puasa itu sendiri. Yang dimaksud puasa itu جُنَّةٌ (junnatun) adalah bahwa puasa akan menjadi pelindung, yang akan melindungi pelakunya di dunia dan juga di akhirat. Di dunia, puasa akan menjadi pelindung bagi pelakunya untuk tidak mengikuti godaan syahwat yang terlarang di saat puasa. Oleh karena itu tidak boleh bagi orang yang berpuasa untuk membalas orang yang menganiaya dirinya dengan balasan serupa. Sehingga jika ada yang mencela ataupun menghina dirinya, maka hendaklah dia mengatakan “Aku sedang berpuasa”. Kemudian di akhirat, puasa akan menjadi perisai bagi pelakunya untuk tidak dimasukkan ke dalam api neraka pada hari kiamat.


Dalam konteks puasa sebaga junnah, setidaknya ada tiga manfaat puasa, yaitu fâ’idah rûhiyyah, fâ’idah ijtimâ’iyyah, dan fâ’idah shihhiyyah. Di antara faedah rûhiyyah berpuasa Ramadhan adalah bahwa berpuasa menjadikan kita membiasakan diri agar berlaku sabar, mengekang hawa nafsu, dan membuat kita untuk selalu mengekspresikan sikap dan karakter takwa dalam segala keadaan, karena memang takwa itulah yang menjadi tujuan khusus dalam berpuasa. La’allakum tattaqûn. 


Kemudian, di antara faedah ijtimâ’iyyah dalam puasa Ramadhan adalah bahwa kita dibiasakan untuk hidup tertib, disiplin, rukun, damai, dan bersatu padu. Puasa juga mengajarkan kita untuk cinta keadilan dan kesetaraan di antara umat: antara yang kaya dan yang miskin, antara yang pejabat dan rakyat, antara pengusaha dan karyawan, dan seterusnya. Tidak ada perbedaan di antara mereka, semuanya wajib berpuasa ketika telah memenuhi persyaratannya. Bahkan, puasa juga menjadi ajang pembentukan rasa kasih dan sayang, untuk selalu berbuat baik terhadap sesama, karena memang dengan berpuasa, segala pintu dosa dan kemaksiatan menjadi tertutup karenanya. Sedangkan faedah shihhiyyah berpuasa Ramadhan adalah bahwa berpuasa itu membersihkan usus-usus dan pencernaan, memperbaiki perut yang terus-menerus beraktivitas, membersihkan badan dari lemak dan kolesterol yang menjadi sumber penyakit, sehingga orang yang berpuasa menjadi sehat adanya. Shûmû tashihhû, kata Nabi. Berpuasalah, niscaya kalian sehat.


Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah!


Oleh karena itu, marilah bulan Ramadhan tahun ini kita jadikan sebagai perisai spiritual, perisai sosial dan perisai kesehatan. Pemilu 2019 sudah berlalu. Biarkah KPU dan Bawaslu yang menentukan proses selanjutnya. Dengan berpuasa, kita bina Indonesia damai. Damai jiwa kita, rukun sosial kita, dan sehat raga kita.


Selaku intelektual Muslim moderat, kita jaga perdamaian pasca Pemilu 2019 ini dengan Junnahnya puasa. Jangan sampai puasa kita kali ini, dirusak lagi dengan perkataan keji (qaul az-zûr), ghibah, menebar hoaks, fitnah,  ujaran kebencian, dan adu domba, baik secara langsung maupun melalui media digital, media elektronik, televisi, radio, internet, dan media sosial. Biarlah semua itu terjadi di masa kampanye. Tetapi setelah Pemilu, perkataaan dan perbuatan itu kita bersihkan dengan puasa kita yang imanan wa ihtisaban. Kalau semua itu masih kita lakukan di bulan Ramadhan ini, maka kita termasuk orang yang disabdakan Rasulullah:


كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ


“Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya, selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad).


Intinya, marilah kita jadikan momen Ramadhan tahun ini sebagai bulan penyucian badan dan rohani dari segala keburukan Pemilu. Kita suarakan pesan damai Ramadhan melalui rekonsiliasi nasional. Karena inilah sikap intelektual Muslim moderat. Hal ini perlu kita gaungkan, agar kita mendapatkan hikmah damai Ramadhan, sehingga bangsa dan negara Indonesia yang tercinta ini, dapat kita jaga dari kehancuran moral.


Saudara-saudara jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah!


Sebagai penutup khutbah pertama ini, marilah kita renungkan firman Allah Ta’ala dalam QS. al-A’raf ayat 96:


أَعُوْذُ بِالِلّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٓ ءٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوْا فَأَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ.


“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”.


Semoga puasa kita yang imanan dan ihtisaban itu menjadi Junnah bagi kita untuk dapat terus menjaga dan merawat Indonesia yang damai, dengan mendapatkan keberkahan Ramadhan dari langit dan bumi. Amîn yâ rabbal ‘âlamîn.


بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهٗ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ



Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَاللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا


أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللّٰهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللّٰهُـمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اَللّٰهُـمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اَللّٰهُـمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَالِلّٰهِ ! إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ الِلّٰهِ أَكْبَرْ


Hikmah dan Berkah Bulan Ramadhan

Hikmah dan Berkah Bulan Ramadhan

Khutbah I

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ الِلّٰهِ وَبَرَكَاتُهْ

اَلْحَمْدُ ِلِلّٰهِ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ لِأَجْلِ التَّقْوٰى. أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . اَللّٰهُـمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ

فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللّٰهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : أَعُوْذُ بِالِلّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

يَاۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءٰمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ


Ma`âsyiral Muslimîn jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh, 


Pada kesempatan yang mulia ini marilah kita tingkatkan kualitas takwa kita, di antaranya dengan berusaha melaksanakan ibadah Ramadhan dengan sebaik-baiknya.


Kita saat ini berada di bulan suci Ramadhan, yaitu  bulan yang diberkahi. Terutama karena di bulan Ramadhan ini ada peristiwa agung, yaitu Nuzul al-Qur’an (turunnya kitab suci al-Qur’an). Al-Qur’an ini berfungsi sebagai nûr (cahaya), hudan (petunjuk), dan rahmat bagi manusia.


Telah maklum bahwa Ramadhan adalah bulan keberkahan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ الِلّٰهِ ﷺ يُبَشِّرُ أَصْحَابَهُ، يَقُوْلُ : " قَدْ جَاۤءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللّٰهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ النَّارِ، فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَها فَقَدْ حُرِمَ " (وَهٰذَا لَفْظُ حَمَّادِ بْنِ زَيْدٍ، أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ، عَنْ بِشْرِ بْنِ هِلَالٍ)


Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah s.a.w. memberikan kabar gembira kepada para sahabat beliau. Beliau bersabda: telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, yaitu bulan yang diberkahi, Allah telah memfardhukan (mewajibkan) atas kalian berpuasa di bulan itu, di bulan itu dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan di bulan itu pula ada Lailatul Qadar (Malam Qadar) yang lebih baik dari seribu bulan”, Siapa saja yang terhalang dari kebaikan malam itu maka ia terhalang dari rahmah Tuhan (HR. al-Nasa’i).


Oleh karena itu, sesungguhnya kita diajarkan oleh Nabi Muhammad agar menyambut bulan Ramadhan ini dengan mempersiapkan diri sebaik-baiknya sejak jauh-jauh hari, dari bulan Rajab. Sejak bulan Rajab kita diajarkan untuk memohon keberkahan hidup di bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, kita diajarkan agar berdoa:


اَللّٰهُـمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِيْ رَمَضَانَ


”Wahai Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan bulan Sya’ban, dan berkahilah pula kami di bulan Ramadhan.”


Mengapa kita diajarkan untuk memohon keberkahan? Apakah keberkahan penting bagi kita? Ini karena keberkahan hidup menjadi dambaan setiap orang yang berakal sehat. Berkah berarti bertambah. Dalam makna luas berkah berarti bertambah kebaikan (ziyâdat al-khair fî al-syai’), termasuk kesejahteraan baik dari segi material maupun immaterial.


Berkah dalam arti materi, seperti harta benda yang kita miliki makin bertambah, dan usaha semakin maju. Berkah dalam arti immateri, seperti ketenteraman hati kita makin terasa, dan pengetahuan dan wawasan yang semakin bertambah luas, yang mengarahkan kepada sikap dan perbuatan yang penuh hikmah kebijaksanaan, sikap dan perbuatan yang moderat, tidak ekstrem, sikap dan perbuatan yang mencerminkan rahmatan lil ‘alamin.


Ma’asyiral Muslimin yang semoga dimuliakan Allah,


Di antara hikmah bulan Ramadhan adalah ada pengabulan doa bagi orang yang berdoa; ada penerimaan tobat orang yang bertobat, dan ada pengampunan bagi orang yang mohon ampunan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Qudsi yang panjang, yang diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas radhiyallau ‘anhuma, di dalam bagian hadits ini disebutkan:


يَقُوْلُ اللّٰهُ - عَزَّ وَجَلَّ - فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ ثَلاثَ مَرَّاتٍ : هَلْ مِنْ سَاۤئِلٍ فَأُعْطِيَهُ سُؤَلْهُ ؟ هَلْ مِنْ تَاۤئِبٍ فَأَتُوْبَ عَلَيْهِ ؟ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ؟


“Dalam setiap malam bulan Ramadhan Allah ‘azza wa jalla berseru sebanyak tiga kali: Adakah orang yang meminta maka aku penuhi permintaannya? Adakah orang yang bertobat maka aku terima tobatnya? Dan adakah orang yang memohon ampunan maka aku ampuni dia?” (HR. Al-Thabrâni dan al-Baihaqî).


Jamaah shalat Jumat yang semoga dimuliakan Allah,


Pada bulan Ramadhan kita diwajibkan berpuasa, yang tujuan utamanya adalah untuk menjadikan kita orang-orang yang bertakwa. Sejarah kewajiban puasa Ramadhan ini ditetapkan pada bulan Sya’ban Tahun Kedua Hijriyah, yang mengandung banyak hikmahnya.


Di antara hikmah berpuasa Ramadhan adalah mensyukuri nikmat Tuhan yang diberikan kepada kita selama ini. Karena makna ibadah secara mutlak, termasuk ibadah puasa, adalah ungkapan syukur dari seorang hamba kepada Tuhannya atas nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, bahwa kita tidak akan dapat menghitung nikmat Tuhan (QS. Ibrâhim [14]: 34).


Dalam puasa Ramadhan setidaknya ada 3 faedah (manfaat), yaitu fâ’idah rûhiyyah (manfaat psikologis/spiritual/kejiwaan), fâ’idah ijtimâ’iyyah (manfaat sosial-kemasyarakatan) dan fâ’idah shihhiyyah (manfaat kesehatan).


Di antara faedah kejiwaan dari berpuasa Ramadhan adalah pembiasaan diri kita agar berlaku sabar, ajaran agar kita mengekang hawa nafsu, dan ekspresi atau ungkapan mengenai karakteristik takwa yang tertanam dalam hati. Takwa itulah yang menjadi tujuan khusus dalam berpuasa Ramadhan. 


Di antara faedah sosial-kemasyakatan dalam puasa Ramadhan ini adalah pembiasaan kita, umat Islam, untuk tertib, disiplin dan bersatu padu, cinta keadilan dan kesetaraan di antara umat Islam: antara yang kaya dan yang miskin, antara yang pejabat dan rakyat, antara pengusaha dan karyawan, dan seterusnya. Tidak ada perbedaan di antara mereka, semuanya wajib berpuasa ketika telah memenuhi persyaratannya. Juga di antara faedah sosial dari puasa adalah pembentukan rasa kasih sayang dan berbuat baik di antara kaum Muslim, sebagaimana puasa Ramadhan ini melindungi masyarakat dari keburukan-keburukan dan kemafsadatan.


Adapun di antara manfaat kesehatan dari berpuasa Ramadhan adalah berpuasa itu membersihkan usus-usus dan pencernaan, memperbaiki perut yang terus-menerus beraktifitas, membersihkan badan dari lendir-lendir/lemak-lemak, kolesterol yang menjadi sumber penyakit, dan puasa dapat menjadi sarana diet atau pelangsing badan.


Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Oleh karena itu, marilah Bulan Ramadhan ini, kita jadikan bulan kesederhanaan, bulan peribadatan, bulan memperbanyak berbuat kebajikan kepada orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan bantuan, bulan perlindungan badan kita, ucapan kita dan hati kita dari hal-hal yang dilarang agama, seperti perkataan keji (qaul az-zûr), ghibah, menebar hoaks, fitnah, hate speech (ujaran kebencian), dan adu domba, baik secara langsung maupun melalui media-media digital, media elektronik, televisi, radio, internet, dan media sosial (medsos). Intinya marilah kita jadikan bulan Ramadhan ini bulan penyucian badan dan rohani kita dari segala keburukan, agar kita mendapatkan hikmah yang berharga dan keberkahan hidup.


Saudara-saudara jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,


Sebagai penutup khutbah pertama ini marilah kita renungkan firman Allah Ta’ala dalam QS. al-A’raf (7): ayat 96:


أَعُوْذُ بِالِلّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٓ ءٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوْا فَأَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ.


Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.


Semoga kita mendapatkan hikmah yang berharga dan keberkahan di bulan Ramadhan ini. Amîn yâ rabbal ‘âlamîn.


بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهٗ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ



Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَاللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا


أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللّٰهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللّٰهُـمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اَللّٰهُـمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اَللّٰهُـمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَالِلّٰهِ ! إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ الِلّٰهِ أَكْبَرْ


Berteman yang Baik, Cara Memperbaiki Kualitas Diri

Berteman yang Baik, Cara Memperbaiki Kualitas Diri

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ، اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَوْصَلَ الْمُقْبِلِيْنَ إلَيْهِ بِفَضْلِهِ إِلَى الْمَرَاتِبِ الْعَلِيَّةِ، وَبَلَّغَهُمْ بِبَرَكَةِ نَبِيِّهِ كُلَّ أُمْنِيَّةٍ، وَصَلَّى اللّٰهُ وَسَلَّمَ عَلَى حَبِيْبِناَ مُحمّدٍ الْعَبْدِ الصَّالِحِ الْقَائِمِ بِمَا اسْتَطَاعَ مِنْ حَقِّ الرُّبُوْبِيَّةِ، وَآلِهِ وَصَحْبِهِ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّداً ﷺ صَاحِبُ الْأَخْلَاقِ السَّنِيَّةِ، اَلَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهْ. أَمَّا بَعْدَه فَيَا عِبَادَ الِلّٰهِ، أُوْصِيْنِيِ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللّٰهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ


Ma’asyiral hadirin jamaah Jumah hafidhakumullah,


Pada hari Jumat yang mulia ini, di tempat yang mulia ini, kami berwasiat kepada pribadi kami sendiri, juga kepada para hadirin sekalian, marilah kita tingkatkan takwa kita kepada Allah subhânahu wa ta’âlâ dengan selalu menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.


Hadirin jamaah jumah hafidhakumullah,


قَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ إِنَّ اللّٰهَ قَسَمَ بَيْنَكُمُ الْأَخْلَاقَ كَمَا قَسَمَ بَيْنَكُمُ الْاَرْزَاقَ


Artinya: “Sebagian ulama ahli hikmah berkata, ‘Sesungguhnya Allah membagi-bagi akhlak kalian sebagaimana Ia membagikan rezeki kepada kalian’.”


Secara material, ada orang yang diberikan rezeki melimpah ruah, serba kecukupan; ada pula yang sederhana, tak begitu banyak. Demikian pula akhlak. Ada orang yang diberi anugerah oleh Allah mempunyai akhlak yang sangat bagus, menjadi orang yang shalih. Ada juga yang akhlaknya lumayan bagus. Dan ada pula yang kurang punya adab.


Mari kita introspeksi diri kita masing-masing, kita termasuk golongan orang yang mana? Sayyidina Umar ibn Khattab mengatakan:


حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا


Artinya: “Introspeksilah pribadi kalian masing-masing sebelum kalian dihisab pada hari kiamat nanti.”


Hadirin,


Di sini Sayyidina Umar tidak mengatakan:


حَاسِبُوْا غَيْرَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا


Artinya: “Hitung-hitunglah amal orang lain sebelum kalian dihisab.”


Maksudnya Sayyidina Umar supaya kita tidak suka mengoreksi pribadi orang lain. Namun kita koreksi pribadi kita masing-masing. Ar-Rafi’i berkata:

مَنْ شَغَلَهُ بِعُيُوْبِ النَّاسِ، كَثُرَتْ عُيُوْبُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِيْ


Artinya: “Barangsiapa sibuk mencari kekurangan orang lain, cacat pribadinya akan menumpuk banyak sedangkan ia sendiri tidak mengetahui.”


Pepatah mengatakan, “Semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak terlihat.” Menggambarkan bagaimana orang yang suka mencari kesalahan orang lain namun lupa mengoreksi dirinya sendiri.


Hadirin hafidhakumullah,


Baginda Nabi Agung Muhammad ﷺ adalah pribadi sangat mulia. Ia diciptakan sebagai teladan atau prototipe orang yang akhlaknya benar-benar diakui oleh Allah dalam Al-Quran dengan sanjungan Allah berupa:


وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ


Artinya: “Sesungguhnya kamu (Muhammad) pasti mempunyai akhlak yang sangat agung.” (QS Al-Qalam: 4)


Nabi Muhammad adalah pribadi yang perhatiannya kepada masyarakat di sekitarnya sangat besar. Keberadaannya membuat orang yang di sekitarnya merasa terayomi. Ia tidak pernah merugikan orang lain. Apalagi sampai merugikan, mengecewakan saja Nabi tidak pernah kecuali jika memang pribadi orang yang kecewa adalah orang yang iri atau hasud atas kebaikan dan kerasulan Baginda Nabi Muhammad ﷺ.


Suatu ketika Nabi Muhammad pernah mendapatkan uang 90.000 dirham atau setara dengan sekitar Rp350 juta. Rasulullah kemudian membagikannya kepada masyarakat di sekitar sampai benar-benar habis. Setelah uang habis, tiba-tiba ada seorang miskin datang sowan kepada Nabi.


“Ya Rasulallah, kami belum dapat.”


Kata Nabi, “Wah, ini sudah habis semua. Tapi kamu tetaplah tenang. Jangan khawatir! Sana pergilah ke toko. Belanjalah sesuai dengan kebutuhanmu. Dan bilang sama penjualnya, nanti insyaallah aku yang akan membayar.”


Seperti demikianlah profil Rasulullah yang all out dalam membela masyarakat. Tidak menumpuk kekayaan pribadi sedangkan di sampingnya susah, diabaikan pura-pura tidak tahu. Banyak orang yang inginnya ditokohkan di tengah-tengah masyarakat. Namun belum mau meneladani bagaimana Nabi memposisikan dirinya sebagai tokoh masyarakat.


Nabi Muhammad bukanlah tokohnya umat Islam saja. Dalam membangun peradaban Madinah, Nabi Muhammad berdiri di atas semua golongan. Orang-orang non-Muslim pun, asalkan dzimmi atau tidak melawan, memerangi Islam, akan mendapat perlindungan penuh dari Rasulullah ﷺ.


Hadirin jamaah Jumah hafidhakumullah,


Para sahabat, orang yang hidup pada generasi terbaik sepanjang sejarah juga berusaha melakukan hal-hal yang dicontohkan oleh baginda Nabi Agung Muhammad ﷺ. Sahabat Abud Darda’ mengaku:


إِنِّيْ لَأَدْعُوْ سَبْعِيْنَ مِنْ إِخْوَانِيْ فِيْ سُجُوْدِيْ أُسَمِّيْهِمْ بِأَسْمَائِهِمْ وَاحِدًا بَعْدَ وَاحِدٍ (أو كما قال) ـ


Artinya: “Sesungguhnya aku mendoakan 70 orang dari saudara-saudaraku dalam sujudku. Saya sebut nama mereka masing-masing satu persatu.”


Potret orang shalih adalah orang yang berkepribadian baik. Entah itu saat di depan khalayak, atau pun bahkan saat sendirian di tengah malam, saat memanjatkan doa-doa munajat, saat sujud dalam sunyi, mereka tetap berkepribadian baik. Orang baik bukanlah orang yang apabila ada orang lain ia menghardik setan namun saat mereka sendiri di kamar atau sejenisnya, ia justru memuja setan.


Hadirin hafidhakumullah,


Agar kita menjadi orang baik, salah satu caranya adalah melalui berteman dengan orang-orang baik. Ciri-ciri orang yang baik adalah orang yang jika kita semakin mendekat, semakin hari semakin dekat, saat itu pula akan semakin tampak kebaikan-kebaikan yang terkuak, berarti orang yang demikian adalah orang baik.


Sebaliknya, apabila kita berteman kepada seseorang, semakin hari semakin lama semakin tampak keburukan-keburukan yang ia lakukan, berarti orang yang mempunyai tipe seperti ini adalah orang buruk.


Di antara cara kita untuk menyeleksi teman itu termasuk baik atau tidak adalah dengan cara melihat siapa saja teman yang ia kumpuli. Jika kita lihat teman-teman orang tersebut baik, setidaknya kita bisa menilai secara umum bahwa orang itu adalah orang baik. Sebaliknya, jika perkumpulannya adalah orang-orang buruk, suka minuman keras, narkoba dan lain sebagainya, secara umum ia masuk kategori mereka. Adapun orang-orang khusus yang dalam rangka dakwah atau misi-misi tertentu, itu adalah pengecualian.


Dalam sebuah syair dikatakan:


عَنِ الْمَرْءِ لاَ تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ # فَكُلُّ قَرِيْنٍ بِالْمُقَارَنِ يَهْتَدِيْ


Artinya: “Jangan menanyakan tentang profil seseorang secara langsung. Tanyakan saja bagaimana profil kawan-kawannya. Sebab setiap teman akan selalu mengekor kepada sikap orang yang ditemani.”


Hadirin yang dirahmati Allah…


Ada sebuah ilmu yang membahas tentang hipnotis. Hipnotis yang kita kenal bisa memasuki alam bawah sadar tersebut bentuknya beraneka ragam. Ada yang melalui tangan, gerakan, maupun perkataan.


Ada iklan satu produk yang diiklan di televisi dengan diulang-ulang bisa jadi sampai 100 kali sehari. Tujuannya apa? Kalau hanya mengenalkan satu produk, cukup sekali atau lima kali tayang sudah cukup. Namun bukan begitu tujuannya. Ia mempunyai tujuan menghipnotis. Memasukkan satu produk ke dalam alam bawah sadar kita dengan cara disampaikan melalui audio visual secara masif, berulang-ulang. Dengan begitu, jika sudah tertanam, penonton akan membeli produk sesuai perintah alam bawah sadarnya.


Begitu pula orang berteman. Orang yang berteman atau mempunyai lingkungan baik, karena kebaikan selalu diulang secara terus menerus di depan mata baik siang maupun malam, secara otomatis alam bawah sadar seseorang akan memerintahkan kebaikan. Begitu pula orang yang kumpulnya dengan preman yang suka berkelahi, biasa bergumul dengan tetangga yang suka ngerumpi, senang menonton sinetron yang isinya pacaran, berkelahi, KDRT, dan lain sebagainya, jika hal ini berkesinambungan secara terus menerus, akan merusak kepribadian seseorang.


Oleh karena itu, Nabi Ibrahim sampai meninggalkan istrinya Hajar dan Ismail di samping Ka’bah persis. Nabi Ibrahim meninggalkan mereka untuk menuju Palestina karena wahyu dari Allah. Nabi Ibrahim tega meninggalkan mereka di lembah nan tandus, tidak ada sumber mata air dan tumbuh-tumbuhan. Tekad Ibrahim sangat kuat. Hanya ada satu alasan meninggalkan mereka di situ, yaitu di lembah yang berada di sisi Baitul Haram, di samping Ka’bah yang mulia. Sehingga harapan Ibrahim adalah karena dekat Ka’bah, nantinya mereka rajin melakukan ibadah kepada Allah berupa shalat.


Dalam Al-Quran disebutkan doa Ibrahim:


رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ


Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami menempatkan keturunan kami di sebuah lembah yang tandus, tidak ada tanaman di samping Baitul Haram. Tuhan kami supaya mereka menunaikan shalat. Jadikan hati-hati manusia ingin mendatangi mereka. Berilah mereke rezeki supaya mereka bersyukur. (QS Ibrahim: 37)


Dengan demikian, sudah semestinya kita membangun komunitas-komunitas, pertemanan-pertemanan kita dengan komunitas dan pertemanan yang isinya orang-orang baik. Supaya kita bisa ikut-ikutan berubah menjadi semakin lebih baik-lebih baik.


Hadirin yang dirahmati Allah…


Semoga kita senantiasa diberi pertolongan oleh Allah untuk selalu berbuat baik secara istiqamah, nantinya kita diberi anugrah oleh Allah pada saatnya kita kembali kelak kita meninggal, kita dan keluarga kita meninggal dalam keadaan husnul khatimah. Amin Allahumma amin.


بارك اللّٰه لي ولكم في القرأن العظيم، وجعلني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم. إنه هو البَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْم. أعُوذُ بِالِلّٰهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم، بسم اللّٰه الرحمن الرحيم، وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣) ـ وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرّاحِمِيْنَ ـ



Khutbah II

الحمد لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَاللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا


أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللّٰهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اَللّٰهُـمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللّٰهُـمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اَللّٰهُـمَّ أَعِزِّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اَللّٰهُـمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَالِلّٰهِ ! إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ الِلّٰهِ أَكْبَرْ


Keistimewaan Hari Jumat yang Kerap Dilupakan

 Keistimewaan Hari Jumat yang Kerap Dilupakan

Khutbah I

الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللّٰهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ، فَقَدْ قَالَ اللّٰهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


Jamaah shalat Jumat Rahimakumullah,


Hari Jumat tergolong unik dalam Islam. Dari segi penamaan, pilihan nama “Jumat” berbeda dari nama-nama hari lainnya. Kata “Jumat “ Qamus Al-Lughah Al-Arabiyah Al-Ma'ashir dapat dibaca dalam tiga bentuk: Jumu'ah, Jum'ah, dan Juma'ah, yang berarti berkumpul. Sementara hari-hari lain memiliki makna yang mirip dengan urutan angka hari dalam sepekan: Ahad (hari pertama), Isnain (hari kedua),  tsulatsa (hari ketiga), arbi’a (hari keempat) dan khamis (hari kelima), serta sabt yang berakar kata dari sab’ah (hari ketujuh).


Pada masa Arab Jahiliyah nama-nama hari terdiri dari Syiyar (Sabtu), Awwal (Ahad), Ahwan (Senin), Jubar (Selasa), Dubar (Rabu), Mu’nis (Kamis), dan ‘Arubah (Jumat). Nama-nama tersebut kemudian diubah dengan datangnya Islam. Rasulullah tidak hanya melakukan revolusi moral tapi juga revolusi bahasa. Kata-kata dianggap kurang tepat dimaknai ulang sehingga sesuai dengan nilai-nilai Islam. Di kalangan masyarakat Arab Jahiliyah, ‘Arubah merupakan momentum untuk menampilkan kepongahan, kebanggaan, berhias, dan semacamnya.


Dalam Islam ‘Arubah berubah menjadi Jumu‘ah yang mengandung arti berkumpul. Tentu saja lebih dari sekadar berkumpul, karena dalam syari’at, Jumat mendapatkan julukan sayyidul ayyâm atau rajanya hari. Dengan kata lain, Jumat menduduki posisi paling utama di antara hari-hari lainnya dalam sepekan.


Al-Imam al-Syafi’i dan al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Sa’ad bin ‘Ubadah sebuah hadits:


سَيِّدُ الْأَيَّامِ عِنْدَ الِلّٰهِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَهُوَ أَعْظَمُ مِنْ يَوْمِ النَّحَرِ وَيَوْمُ الْفِطْرِ وَفِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ فِيْهِ خَلَقَ اللّٰهُ آدَمَ وَفِيْهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيْهِ تُوُفِّيَ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ الْعَبْدُ فِيْهَا اللّٰهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ إِثْمًا أَوْ قَطِيْعَةَ رَحِمٍ وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَمَا مِنْ مَلَكٍ مُقّرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا رِيْحٍ وَلَا جَبَلٍ وَلَا حَجَرٍ إِلَّا وَهُوَ مُشْفِقٌ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ


“Rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jumat. Ia lebih agung dari pada hari raya kurban dan hari raya Fithri. Di dalam Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Di dalam hari Jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali shilaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di hari Jumat. Tiada Malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat.”


Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Di antara kita kadang lupa, tak merasakan, keutamaan hari Jumat karena tertimbun oleh rutinitas sehari-hari. Kesibukan yang melingkupi kita tiap hari sering membuat kita lengah sehingga menyamakan hari Jumat tak ubahnya hari-hari biasa lainnya. Padahal, di tiap tahun ada bulan-bulan utama, di tiap bulan ada hari-hari utama, dan di tiap hari ada waktu-waktu utama. Masing-masing keutamaan memiliki kekhususan sehingga menjadi momentum yang sangat baik untuk merenungi diri, berdoa, bermunajat, berdzikir, dan meningkatkan ibadah kepada Allah ﷻ.


Keistimewaan hari Jumat bisa dilihat dari disunnahkannya mandi Jumat. Dalam Al-Hawi Kabir karya al-Mawardi, Imam Syafi’i menjelaskan bahwa kendati shalat Jumat dilaksanakan pada waktu shalat dhuhur, mandi Jumat boleh dilakukan semenjak dini hari, setelah terbit fajar. Mandi adalah simbol kebersihan dan kesucian diri. Setelah mandi, seseorang dianjurkan untuk memakai pakaian terbaik, terutama warna putih, sebelum berangkat menuju shalat Jumat.


Dalam hal ini, umat Islam diperingatkan untuk menyambut hari istimewa itu dengan kesiapan dan penampilan yang juga istimewa.


Dalam Bidâyatul Hidâyah, Imam Abu Hamid al-Ghazali menyebut hari Jumat sebagai hari raya kaum mukmin (‘îdul mu’minîn). Imam al-Ghazali bahkan menyarankan agar umat Islam mempersiapkan diri menyambut hari Jumat sejak hari Kamis, dimulai dengan mencuci baju, lalu memperbanyak membaca tasbih dan istighfar pada Kamis petang karena saat-saat tersebut sudah memasuki waktu keutamaan hari Jumat. Selanjutnya, kata Imam al-Ghazali, berniatlah puasa hari Jumat sebagai rangkaian dari puasa tiga hari berturut-turut Kamis-Jumat-Sabtu, sebab ada larangan puasa khusus hari Jumat saja.


Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Hari Jumat juga menjadi semacam konferensi mingguan bagi umat Islam, karena di hari Jumatlah ada shalat berjamaah dan khutbah Jumat. Setiap umat Islam laki-laki yang tak memiliki uzur syar’I wajib ‘ain melaksanakannya. Artinya, lebih dari sebatas berkumpul, Jumat adalah momen konsolidasi persatuan umat sekaligus memupuk ketakwaan melalui nasihat-nasihat positif dari sang khatib. Tentu keutamaan ini bersamaan dengan asumsi bahwa jamaah melaksanakan shalat Jumat dengan kesungguhan penuh, menyimak khutbah secara baik, bukan cuma rutinitas sekali sepekan untuk sekadar menggugurkan kewajiban.


Amalan-amalan utama hari Jumat juga bertebaran. Di antaranya adalah memperbanyak baca shalawat, memperbanyak doa, bersedekah; membaca Surat al-Kahfi, Surat al-Ikhlas, Surat al-Falaq, dan Surat an-Nas, serta ibadah-ibadah lainnya. Masing-masing amalan memiliki fadhilah yang luar biasa.


Imam as-Suyuthi dalam kitabnya, ‘Amal Yaum wa Lailah, mengatakan:


ويقرأ بعد الجمعة قبل أن يتكلم: الإخلاص والمعوذتين (سبعا سبعا). ويكثر من الصلاة على النبي صلى اللّٰه عليه وسلم سوم الجمعة وليلة الجمعة.ويصلى راتبة الجمعة التي بعدها في بيته لا في المسجد. وما ذا يفعل بعدها؟ ويمشى بعدها لزيارة أخ أو عيادة مريض أو حضور جنازة أو عقد نكاح


“Nabi ﷺ membaca Surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nas usai shalat Jumat sebanyak tujuh kali dan beliau juga memperbanyak shalawat pada hari Jumat dan malamnya. Ia juga mengerjakan shalat sunah setelah shalat Jumat di rumahnya, tidak di masjid. Setalah itu apa yang dilakukan Nabi SAW? Beliau mengunjungi saudaranya, menjenguk orang sakit, menghadiri jenazah (bertakziah), atau menghadiri akad nikah.”


Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Dengan demikian, umat Islam seolah diajak untuk menjadikan hari Jumat sebagai hari khusus untuk memperbanyak ibadah. Tidak jarang, Jumat dijadikan oleh para ulama untuk mengistirahatkan diri sejenak dari hiruk-pikuk kesibukan duniawi, untuk mengkhususkan diri beramal saleh di hari Jumat. Sebagaimana dilakukan Rasulullah, hari Jumat bukan semata untuk meningkatkan ritual ibadah kepada Allah tapi juga berbuat baik kepada sesama, seperti bersilaturahim, berempati kepada orang yang kena musibah, dan lain-lain.


Karena itu pula dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Qadla’i dan ibnu Asakir dari Ibnu Abbas disebutkan:


الجمعة حج الفقراء


“Jumat adalah hajinya orang-orang fakir.”


Hadits tersebut adalah penegasan tentang betapa istimewanya hari Jumat dibanding hari-hari biasa lainnya. Karena itu patut bagi kita untuk meluangkan waktu sejenak untuk berkontemplasi (muhasabah), menaikkan kualitas ibadah kepada Allah, memperbaiki hubungan sosial, serta memperbanyak amal-amal sunnah lainnya. Cukuplah enam hari kita sibuk dan larut dalam kesibukan duniawi. Apa salahnya menyisihkan satu hari untuk menyegarkan kondisi rohani kita agar tidak layu, kering, atau bahkan mati. Semoga khatib al-faqir dan jamaah sekalian dapat melaksanakan anjuran ini dengan sungguh-sungguh dan penuh kesadaran diri.


بَارَكَ اللّٰه لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللّٰهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللّٰهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم



Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَاللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا


أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللّٰهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللّٰهُـمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اَللّٰهُـمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اَللّٰهُـمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَالِلّٰهِ ! إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ الِلّٰهِ أَكْبَرْ


Celaan Syariat terhadap Sikap Adu Domba

Celaan Syariat terhadap Sikap Adu Domba

Khutbah I

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ الِلّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ للّٰه الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اله إِلاَّ اللّٰه وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰه.اَللّٰهُـمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ الِلّٰهِ، أُوْصِيْنِيِ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللّٰهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللّٰهُ العَظِيمْ

Hadirin Sidang Jumat yang berbahagia

Marilah kita senantiasa saling berwasiat dalam perkara-perkara yang haq dan kesabaran. Perkara yang haq merupakan perkara yang tidak menyimpang dari syariat. Sementara sabar adalah merupakan watak dan perilaku kuat dalam menjalankan ketaatan, kuat dalam menghadapi ujian atau musibah yang datang dari Allah, dan kuat dalam menjauhi dan menghindari segala kemaksiatan. Satu dari kesekian kemaksiatan yang harus dihindari oleh kita adalah menjauhi sikap adu domba.


Sidang Jumat yang dirahmati oleh Allah SWT

Adu domba dalam syariat sering diistilahkan sebagai namimah. Ada banyak hadits yang menjelaskan buruknya sikap tersebut. Sebagaimana dikutip dalam kitab Tanbihu al-Ghafilin, shahifah 61, Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Hudzaifah radliyallahu ‘anhum:


لَايَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ يَعْنِيْ نَمَامَ


“Tidak akan masuk surga qattatun, yakni orang yang gemar adu domba”


Karakter dari pelaku namimah ini disebutkan di dalam sebuah hadits, yang diriwayatkan oleh Sahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, Rasulullaah SAW bersabda: "(Suatu ketika Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat) Tahukah kalian, siapakah seburuk-buruk orang di antara kalian? (Dengan rasa ta’dhim) para sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang paling tahu. Beliau Rasulullah SAW menjelaskan: Seburuk-buruk kalian adalah orang yang bermuka dua. Mereka datang ke suatu kelompok dengan satu muka dan mendatangi lainnya dengan muka lainnya.”


Jelas sudah bahwa orang yang gemar adu domba itu digambarkan sebagai orang yang bermuka dua. Mereka adalah orang penjilat. Datang ke satu kelompok seolah berada di pihaknya, dan mendatangi kelompok lainnya yang berbeda sebagai seolah berada di pihaknya pula. Mereka orientasinya mencari keuntungan dunia yang sifatnya sementara. Bermain di air keruh. Mengadu sana, mengadu sini. Setelah pihak yang diadu bertempur, berperang, saling ejek, hingga bertindak di luar kendali, bahkan mungkin saling bunuh, dia menimba dan mengambil keuntungan dari padanya. Tokoh demikian ini digambarkan sebagai Abdullah bin Salul yang menjadi latar belakang turunnya Al-Qur’an Surat Al-Baqarah [2] ayat 14:


وَاِذَا لَقُوا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قَالُوْٓا اٰمَنَّا ۚ وَاِذَا خَلَوْا اِلٰى شَيٰطِيْنِهِمْ ۙ قَالُوْٓا اِنَّا مَعَكُمْ ۙاِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِءُوْنَ


“Dan apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman, mereka berkata, ‘Kami telah beriman.’ Tetapi apabila mereka kembali kepada setan-setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya berolok-olok.”


Tapi, tahukah kita bahwa Allah SWT senantiasa akan membalas tabiat kaum bermuka dua seperti ini, sebagaimana Firman-Nya dalam Surat Al-Baqarah [2] ayat 15:


اَللّٰهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِيْ طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُوْنَ


“Allah akan memperolok-olokkan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan.”


Allah SWT mengumpamakan orang yang bermuka dua ini sebagai orang yang melakukan niaga, jual beli informasi yang menyesatkan. Sungguh, bila hal ini yang dilakukan, maka tiada berkah niaga mereka. Sebagaimana hal ini disinggung dalam Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah [2] ayat 16:


اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ اشْتَرَوُا الضَّلٰلَةَ بِالْهُدٰىۖ فَمَا رَبِحَتْ تِّجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوْا مُهْتَدِيْنَ


“Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka perdagangan mereka itu tidak beruntung dan mereka tidak mendapat petunjuk.”


Sidang Jumat yang berbahagia

Lantas bagaimana kita seyogyanya menyikapi pihak yang seperti ini? Al-Faqih Al-Qadli Abu Laits, dalam kitabnya Tanbihu al-Ghafilin, shahifah 63, menjelaskan, ada 6 perkara yang wajib dilakukan oleh kita sebagai kaum Muslimin.


Al-Qadli Abu Laits, berkata: “Apabila ada seorang insan datang kepadamu, lalu memberi warta kepadamu tentang satu hal tentang perilaku Si Fulan yang berkaitan denganmu sebagai yang begini dan begini, dan kemudian ternyata ia juga diketahui suka berkata tentangmu kepada Si Fulan sebagai yang begini dan begini, maka karena track record-nya yang demikian itu, wajib bagimu melakukan 6 hal, yaitu:

“Pertama, jangan engkau telan mentah-mentah kesaksiannya. Karena kesaksian ahli adu domba adalah tertolak di sisi orang Islam.”


"Kedua, kamu harus melarangnya dari melakukan perbuatan itu. Karena mencegah perbuatan munkar hukumnya adalah wajib.”


“Ketiga, hendaknya kamu membencinya karena Allah SWT. Karena dia adalah seorang pelaku maksiat. Marah atau membenci pelaku maksiat hukumnya adalah wajib.”


"Keempat, hendaknya engkau tidak berburuk sangka kepada saudaramu yang tidak ada di hadapanmu. Karena sesungguhnya buruk sangka terhadap orang Islam hukumnya adalah haram.”


“Kelima, hendaknya engkau jangan mencari-cari kesalahan saudaramu itu. Karena sesungguhnya Allah SWT telah melarang dari bersikap suka mencari-cari kesalahan tersebut.”


“Keenam, sesuatu yang tidak membuatmu ridla karena sikap dan watak pengadu domba ini, jangan engkau balik melakukannya, seperti memberitahu orang lain perihal pengadu domba itu datang kepadamu.”


Begitulah sikap namimah dicela oleh syariat. Semua itu disebabkan karena sikap dan watak yang suka mengadu domba inilah terletak suatu sebab bagi timbulnya mafsadah yang besar. Tidak hanya bahaya dari sisi adab dan tata krama sosial dan etika pergaulan, melainkan juga secara syariat, pelakunya sering disebut sebagai orang yang fasik, pelaku maksiat, dan berbagai sebutan lainnya.


Semoga kita senantiasa dilimpahi kekuatan untuk menjauh dari sikap adu domba ini. Sikap mengadu antar sesama. Alangkah lebih indah bila sikap ini kita ganti dengan sikap semanak, demulur atau sikap ukhuwah, yang salah satu pintunya adalah melalui jalan silaturahmi.


بَارَكَ اللّٰهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِكْرِ الْحَكِيْمْ. وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْر.


Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللّٰهُـمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إلَى يَوْمِ الدِّيْنِ


أمَّا بعدُ: فَياَ أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ، وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى. وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ، وَثَـنَى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُـمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. وَارْضَ اَللّٰهُـمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللّٰهُـمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ. اَللّٰهُـمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً، وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ عِبَادَ الِلّٰهِ، إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ الِلّٰهِ أَكْبَرْ