Tentang Keutamaan Haji dan Yang Berkewajiban Haji

Tentang Keutamaan Haji dan Yang Berkewajiban Haji


HADITS KE-537

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( اَلْعُمْرَةُ إِلَى اَلْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا, وَالْحَجُّ اَلْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا اَلْجَنَّةَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Umrah ke umrah menghapus dosa antara keduanya, dan tidak ada pahala bagi haji mabruru kecuali surga." Muttafaq Alaihi.

 

HADITS KE-538

 

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( قُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! عَلَى اَلنِّسَاءِ جِهَادٌ ? قَالَ: نَعَمْ, عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لَا قِتَالَ فِيهِ: اَلْحَجُّ, وَالْعُمْرَةُ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ مَاجَهْ وَاللَّفْظُ لَهُ, وَإِسْنَادُهُ صَحِيحٌ. وَأَصْلُهُ فِي اَلصَّحِيحِ

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia bertanya: Wahai Rasulullah, apakah kaum wanita itu diwajibkan jihad? Beliau menjawab: Ya, mereka diwajibkan jihad tanpa perang di dalamnya, yaitu haji dan umrah." Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah dengan lafadz menurut riwayatnya. Sanadnya shahih dan asalnya dari shahih Bukhari-Muslim.

 

HADITS KE-539

 

وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( أَتَى اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَعْرَابِيٌّ. فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! أَخْبِرْنِي عَنْ اَلْعُمْرَةِ, أَوَاجِبَةٌ هِيَ? فَقَالَ: لَا وَأَنْ تَعْتَمِرَ خَيْرٌ لَكَ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ, وَالرَّاجِحُ وَقْفُهُ. وَأَخْرَجَهُ اِبْنُ عَدِيٍّ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ ضَعِيفٍ عَنْ جَابِرٍ مَرْفُوعًا: ( اَلْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ فَرِيضَتَانِ )

Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang Arab Badui datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam lalu berkata: Wahai Rasulullah, beritahukanlah aku tentang umrah, apakah ia wajib? Beliau bersabda: "Tidak, namun jika engkau berumrah, itu lebih baik bagimu." Riwayat Ahmad dan Tirmidzi. Menurut pendapat yang kuat hadits ini mauquf. Ibnu Adiy mengeluarkan hadits dari jalan lain yang lemah, dari Jabir Radliyallaahu 'anhu berupa hadits marfu': Haji dan umrah adalah wajib.

 

HADITS KE-540

 

وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ: ( قِيلَ يَا رَسُولَ اَللَّهِ, مَا اَلسَّبِيلُ? قَالَ: اَلزَّادُ وَالرَّاحِلَةُ )  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ, وَالرَّاجِحُ إِرْسَالُهُ

وَأَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ مِنْ حَدِيثِ اِبْنِ عُمَرَ أَيْضًا, وَفِي إِسْنَادِهِ ضَعْفٌ

Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah sabil (jalan) itu? beliau bersabda: "Bekal dan kendaraan." Riwayat Daruquthni. Hadits shahih menurut Hakim. Hadits mursal menuru pendapat yang kuat.

Hadits tersebut juga dikeluarkan oleh Tirmidzi dari hadits Ibnu Umar. Dalam sanadnya ada kelemahan.

 

HADITS KE-541

 

وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَقِيَ رَكْبًا بِالرَّوْحَاءِ فَقَالَ: مَنِ اَلْقَوْمُ? قَالُوا: اَلْمُسْلِمُونَ. فَقَالُوا: مَنْ أَنْتَ? قَالَ: رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَرَفَعَتْ إِلَيْهِ اِمْرَأَةٌ صَبِيًّا. فَقَالَتْ: أَلِهَذَا حَجٌّ? قَالَ: " نَعَمْ: وَلَكِ أَجْرٌ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ 

Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah bertemu dengan suatu kafilah di Rauha', lalu beliau bertanya: "Siapa rombongan ini?" Mereka berkata: Siapa engkau? Beliau menjawab: "Rasulullah." Kemudian seorang perempuan mengangkat seorang anak kecil seraya bertanya: Apakah yang ini boleh berhaji? Beliau bersabda: Ya boleh, dan untukmu pahala." Riwayat Muslim.

 

HADITS KE-542

 

وَعَنْهُ قَالَ: ( كَانَ اَلْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَتِ اِمْرَأَةٌ مَنْ خَثْعَمَ، فَجَعَلَ اَلْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَصْرِفُ وَجْهَ اَلْفَضْلِ إِلَى اَلشِّقِّ اَلْآخَرِ. فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ, إِنَّ فَرِيضَةَ اَللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي اَلْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا, لَا يَثْبُتُ عَلَى اَلرَّاحِلَةِ, أَفَأَحُجُّ عَنْهُ? قَالَ: نَعَمْ وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ اَلْوَدَاعِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَفْظُ لِلْبُخَارِيِّ

Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah al-Fadl Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu duduk di belakang Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu seorang perempuan dari Kats'am datang. Kemudian mereka saling pandang. Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memalingkan muka al-Fadl ini ke arah lain. Perempuan itu kemudian berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya haji yang diwajibkan Allah atas hamba-Nya itu turun ketika ayahku sudah tua bangka, tidak mampu duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya? Beliau menjawab: "Ya Boleh." Ini terjadi pada waktu haji wada'. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari.

 

HADITS KE-543

 

وَعَنْهُ: ( أَنَّ اِمْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ: إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ, فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ, أَفَأَحُجُّ عَنْهَا? قَالَ: نَعَمْ , حُجِّي عَنْهَا, أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ, أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ? اِقْضُوا اَللَّهَ, فَاَللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ )  رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang perempuan dari Juhainah datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu berkata: Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk menunaikan haji, dia belum berhaji lalu meninggal, apakah aku harus berhaji untuknya? Beliau bersabda: "Ya, berhajilah untuknya. Bagaimana pendapatmu seandainya ibumu menanggung hutang, tidakkah engkau yang membayarnya? Bayarlah pada Allah, karena Allah lebih berhak untuk ditepati." Riwayat Bukhari.

 

HADITS KE-544

 

وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَيُّمَا صَبِيٍّ حَجَّ, ثُمَّ بَلَغَ اَلْحِنْثَ, فَعَلَيْهِ ]أَنْ يَحُجَّ[  حَجَّةً أُخْرَى, وَأَيُّمَا عَبْدٍ حَجَّ, ثُمَّ أُعْتِقَ, فَعَلَيْهِ ] أَنْ يَحُجَّ [ حَجَّةً أُخْرَى )  رَوَاهُ اِبْنُ أَبِي شَيْبَةَ, وَالْبَيْهَقِيُّ وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ, إِلَّا أَنَّهُ اِخْتُلِفَ فِي رَفْعِهِ, وَالْمَحْفُوظُ أَنَّهُ مَوْقُوفٌ

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap anak yang haji kemudian setelah baligh, ia wajib haji lagi; dan setiap budak yang haji kemudian ia dimerdekakan, ia wajib haji lagi." Riwayat Ibnu Abu Syaibah dan Baihaqi. Para perawinya dapat dipercaya, namun kemarfu'an hadits ini diperselisihkan. Menurut pendapat yang terjaga hadits ini mauquf.

 

HADITS KE-545

 

وَعَنْهُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَخْطُبُ يَقُولُ: ( " لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِاِمْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ, وَلَا تُسَافِرُ اَلْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ " فَقَامَ رَجُلٌ, فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ, إِنَّ اِمْرَأَتِي خَرَجَتْ حَاجَّةً, وَإِنِّي اِكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا, قَالَ: اِنْطَلِقْ, فَحُجَّ مَعَ اِمْرَأَتِكَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika khutbah bersabda: "Janganlah sekali-kali seorang laki-laki menyepi dengan seorang perempuan kecuali dengan mahramnya, dan janganlah seorang perempuan bepergian kecuali bersama mahramnya." Berdirilah seorang laki-laki dan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku pergi haji sedang aku diwajibkan ikut perang ini dan itu. Maka beliau bersabda: "Berangkatlah dan berhajilah bersama istrimu." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.

HADITS KE-546

 

وَعَنْهُ: ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ, قَالَ:  مَنْ شُبْرُمَةُ?  قَالَ: أَخٌ ] لِي[ , أَوْ قَرِيبٌ لِي, قَالَ: حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ? قَالَ: لَا. قَالَ: حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ, ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَابْنُ مَاجَهْ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ, وَالرَّاجِحُ عِنْدَ أَحْمَدَ وَقْفُهُ

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mendengar seseorang berkata: Labbaik 'an Syubrumah (artinya: Aku memenuhi panggilan-Mu untuk Syubrumah. Beliau bertanya: "Siapa Syubrumah itu?" Ia menjawab: Saudaraku atau kerabatku. Lalu beliau bersabda: "Apakah engkau telah berhaji untuk dirimu?" Ia menjawab: Tidak. Beliau bersabda: "Berhajilah untuk dirimu kemudian berhajilah untuk Syubrumah." Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. Pendapat yang kuat menurut Ahmad ia mauquf.

 

HADITS KE-547

 

وَعَنْهُ قَالَ: خَطَبَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: ( إِنَّ اَللَّهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ اَلْحَجَّ فَقَامَ اَلْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ فَقَالَ: أَفِي كَلِّ عَامٍ يَا رَسُولَ اَللَّهِ? قَالَ: لَوْ قُلْتُهَا لَوَجَبَتْ, اَلْحَجُّ مَرَّةٌ, فَمَا زَادَ فَهُوَ تَطَوُّعٌ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, غَيْرَ اَلتِّرْمِذِيِّ

وَأَصْلُهُ فِي مُسْلِمٍ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه

Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berkhutbah di hadapan kami seraya bersabda: "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atasmu." Maka berdirilah al-Aqra' Ibnu Habis dan bertanya: Apakah dalam setiap tahun, wahai Rasulullah? Beliau bersabda: "Jika aku mengatakannya, ia menjadi wajib. Haji itu sekali dan selebihnya adalah sunat." Riwayat Imam Lima selain Tirmidzi.

Asalnya dari riwayat Muslim dari hadits Abu Hurairah.


 

Tentang I'tikaf dan Ibadah Bulan Ramadlan


Tentang I'tikaf dan Ibadah Bulan Ramadlan


HADITS KE-526

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا, غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa melakukan ibadah Ramadhan karena iman dan mengharap ridlo'Nya, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lewat." Muttafaq Alaihi.

 

HADITS KE-527

 

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه

'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila memasuki sepuluh hari -- yakni sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan-- mengencangkan kain sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya. Muttafaq Alaihi.

 

HADITS KE-528

 

وَعَنْهَا: ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri'tikaf sepeninggalnya. Muttafaq Alaihi.

 

HADITS KE-529

 

وَعَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ صَلَّى اَلْفَجْرَ, ثُمَّ دَخَلَ مُعْتَكَفَهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila hendak beri'tikaf, beliau sholat Shubuh kemudian masuk ke tempat i'tikafnya. Muttafaq Alaihi.

 

HADITS KE-530

 

وَعَنْهَا قَالَتْ: ( إِنْ كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَيُدْخِلُ عَلَيَّ رَأْسَهُ -وَهُوَ فِي اَلْمَسْجِدِ- فَأُرَجِّلُهُ, وَكَانَ لَا يَدْخُلُ اَلْبَيْتَ إِلَّا لِحَاجَةٍ, إِذَا كَانَ مُعْتَكِفًا )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ

Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah memasukkan kepalany ke dalam rumah -- beliau di dalam masjid--, lalu aku menyisir rambutnya dan jika beri'tikaf beliau tidak masuk ke rumah, kecuali untuk suatu keperluan. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.

 

HADITS KE-531

 

وَعَنْهَا قَالَتْ: ( اَلسُّنَّةُ عَلَى اَلْمُعْتَكِفِ أَنْ لَا يَعُودَ مَرِيضًا, وَلَا يَشْهَدَ جِنَازَةً, وَلَا يَمَسَّ امْرَأَةً, وَلَا يُبَاشِرَهَا, وَلَا يَخْرُجَ لِحَاجَةٍ, إِلَّا لِمَا لَا بُدَّ لَهُ مِنْهُ, وَلَا اعْتِكَافَ إِلَّا بِصَوْمٍ وَلَا اعْتِكَافَ إِلَّا فِي مَسْجِدٍ جَامِعٍ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَلَا بَأْسَ بِرِجَالِهِ, إِلَّا أَنَّ اَلرَّاجِحَ وَقْفُ آخِرِهِ

'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Disunatkan bagi orang yang beri'tikaf untuk tidak menjenguk orang sakit, tidak melawat jenazah, tidak menyentuh perempuan dan tidak juga menciumnya, tidak keluar masjid untuk suatu keperluan kecuali keperluan yang sangat mendesak, tidak boleh i'tikaf kecuali dengan shaum, dan tidak boleh i'tikaf kecuali di masjid jami'. Riwayat Abu Dawud. Menurut pendapat yang kuat hadits ini mauquf akhirnya.

 

HADITS KE-532

 

وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( لَيْسَ عَلَى اَلْمُعْتَكِفِ صِيَامٌ إِلَّا أَنْ يَجْعَلَهُ عَلَى نَفْسِهِ )  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَالْحَاكِمُ, وَالرَّاجِحُ وَقْفُهُ أَيْضًا

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak ada kewajiban shaum bagi orang yang i'tikaf, kecuali ia mewajibkan atas dirinya sendiri." Riwayat Daruquthni dan Hakim. hadits mauquf menurut pendapat yang kuat.

 

HADITS KE-533

 

وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: ( أَنَّ رِجَالاً مِنْ أَصْحَابِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أُرُوا لَيْلَةَ اَلْقَدْرِ فِي اَلْمَنَامِ, فِي اَلسَّبْعِ اَلْأَوَاخِرِ, فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي اَلسَّبْعِ اَلْأَوَاخِرِ, فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي اَلسَّبْعِ اَلْأَوَاخِرِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa beberapa shahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melihat lailatul qadr dalam mimpi tujuh malam terakhir, maka Rasulallah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, Aku telah ditunjukkan kebenaran tentang mimpimu pada tujuh malam yang terakhir, maka barangsiapa ingin mencarinya hendaknya ia mencari pada tujuh malam terakhir." Muttafaq Alaihi.

 

HADITS KE-534

 

وَعَنْ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا, عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ: ( لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالرَّاجِحُ وَقْفُهُ. وَقَدْ اِخْتُلِفَ فِي تَعْيِينِهَا عَلَى أَرْبَعِينَ قَوْلًا أَوْرَدْتُهَا فِي فَتْحِ اَلْبَارِي

Dari Muawiyah Ibnu Abu Sufyan Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang lailatul qadar: "Malam dua puluh tujuh." Riwayat Abu Dawud dan menurut pendapat yang kuat ia adalah mauquf. ada 40 pendapat yang berselisih tentang penetapannya yang saya paparkan dalam kitab Fathul Bari.

 

HADITS KE-535

 

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( قُلْتُ يَا رَسُولَ اَللَّهِ : أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيَّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ اَلْقَدْرِ, مَا أَقُولُ فِيهَا? قَالَ: قُولِي: اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اَلْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي " )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, غَيْرَ أَبِي دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَالْحَاكِمُ 

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku tahu suatu malam dari lailatul qadr, apa yang harus aku baca pada malam tersebut? Beliau bersabda: "bacalah (artinya: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampunan, maka ampunilah aku)." Riwayat Imam Lima selain Abu Dawud. Hadits shahih menurut Tirmidzi dan Hakim.

 

HADITS KE-536

 

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : ( لَا تُشَدُّ اَلرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: اَلْمَسْجِدِ اَلْحَرَامِ, وَمَسْجِدِي هَذَا, وَالْمَسْجِدِ اَلْأَقْصَى )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak ada perjalanan kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjidku ini, dan Masjidil Aqsho." Muttafaq Alaihi


 

Tentang Puasa Sunah dan Puasa Yang Dilarang


Tentang Puasa Sunah dan Puasa Yang Dilarang


HADITS KE-510

 

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ اَلْأَنْصَارِيِّ رضي الله عنه ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ. قَالَ: يُكَفِّرُ اَلسَّنَةَ اَلْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ , وَسُئِلَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ. قَالَ: يُكَفِّرُ اَلسَّنَةَ اَلْمَاضِيَةَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ اَلِاثْنَيْنِ, قَالَ: ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ, وَبُعِثْتُ فِيهِ, أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Qotadah al-Anshory Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam perna ditanya mengenai puasa hari Arafah, lalu beliau menjawab: "Ia menghapus dosa-dosa tahun lalu dan yang akan datang." Beliau juga ditanya tentang puasa hari Asyura, lalu beliau menjawab: "Ia menghapus dosa-dosa tahun yang lalu." Dan ketika ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab: "Ia adalah hari kelahiranku, hari aku diutus, dan hari diturunkan al-Qur'an padaku." Riwayat Muslim.

 

HADITS KE-511

 

وَعَنْ أَبِي أَيُّوبَ اَلْأَنْصَارِيِّ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ, ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ اَلدَّهْرِ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Ayyub Al-Anshory Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa shaum Ramadhan, kemudian diikuti dengan shaum enam hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti shaum setahun." Riwayat Muslim.

 

HADITS KE-512

 

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اَللَّهِ إِلَّا بَاعَدَ اَللَّهُ بِذَلِكَ اَلْيَوْمِ عَنْ وَجْهِهِ اَلنَّارَ سَبْعِينَ خَرِيفًا )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika seorang hamba shaum sehari waktu perang di jalan Allah, niscaya Allah akan menjauhkannya dengan puasa itu dari api neraka sejauh 70 tahun perjalanan." Muttafaq Alaihi.

 

HADITS KE-513

 

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ, وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ, وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ, وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasa shaum sehingga kami menyangka beliau tidak akan berbuka dan beliau berbuka sehingga kami menyangka beliau tidak akan shaum. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau shaum dalam suatu bulan lebih banyak daripada bulan Sya'ban. Muttafaq Alaihi.

 

HADITS KE-514

 

وَعَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه قَالَ: ( أَمَرَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَصُومَ مِنْ اَلشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ: ثَلَاثَ عَشْرَةَ, وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ )  رَوَاهُ النَّسَائِيُّ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ

Abu Dzar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kita untuk shaum tiga hari dalam sebulan, yaitu pada tanggal 13,14, dan 15. Riwayat Nasa'i dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

 

HADITS KE-515

 

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ. وَزَادَ أَبُو دَاوُدَ: ( غَيْرَ رَمَضَانَ )

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak diperbolehkan bagi seorang perempuan shaum di saat suaminya di rumah, kecuali dengan seizinnya." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim. Abu Dawud menambahkan: "Kecuali pada bulan Ramadhan."

 

HADITS KE-516

 

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ: يَوْمِ اَلْفِطْرِ وَيَوْمِ اَلنَّحْرِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Abu Said Al-Khudry bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang shaum pada dua hari, yakni hari raya Fithri dan hari raya Kurban. Muttafaq Alaihi.

 

HADITS KE-517

 

وَعَنْ نُبَيْشَةَ اَلْهُذَلِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَيَّامُ اَلتَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ, وَذِكْرٍ لِلَّهِ تعَالى )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Nubaitsah al-Hudzaliy Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hari-hari tasyriq adalah hari-hari untuk makan dan minum serta berdzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla." Riwayat Muslim.

 

HADITS KE-518

 

وَعَنْ عَائِشَةَ وَابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمْ قَالَا: ( لَمْ يُرَخَّصْ فِي أَيَّامِ اَلتَّشْرِيقِ أَنْ يُصَمْنَ إِلَّا لِمَنْ لَمْ يَجِدِ اَلْهَدْيَ )  رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Aisyah dan Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Tidak diizinkan shaum pada hari-hari tasyriq, kecuali orang yang tidak mendapatkan hewan kurban (di Mina saat ibadah haji). Riwayat Bukhari.

 

HADITS KE-519

 

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ اَلْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اَللَّيَالِي, وَلَا تَخْتَصُّوا يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اَلْأَيَّامِ, إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah mengkhususkan malam Jum'at untuk bangun beribadah dibanding malam-malam lainnya dan janganlah mengkhususkan hari Jum'at untuk shaum dibanding hari-hari yang lainnya, kecuali jika seseorang di antara kamu sudah terbiasa shaum." Diriwayatkan oleh Muslim.

 

HADITS KE-520

 

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ, إِلَّا أَنْ يَصُومَ يَوْمًا قَبْلَهُ, أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu shaum pada hari Jum'at, kecuali ia shaum sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." Muttafaq Alaihi.

 

HADITS KE-521

 

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( إِذَا اِنْتَصَفَ شَعْبَانَ فَلَا تَصُومُوا )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَاسْتَنْكَرَهُ أَحْمَدُ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila bulan Sya'ban telah lewat setengah, maka janganlah engkau shaum." Riwayat Imam Lima dan diingkari oleh Ahmad.

 

HADITS KE-522

 

وَعَنِ اَلصَّمَّاءِ بِنْتِ بُسْرٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( لَا تَصُومُوا يَوْمَ اَلسَّبْتِ, إِلَّا فِيمَا اِفْتُرِضَ عَلَيْكُمْ, فَإِنْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إِلَّا لِحَاءَ عِنَبٍ, أَوْ عُودَ شَجَرَةٍ فَلْيَمْضُغْهَا )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ, إِلَّا أَنَّهُ مُضْطَرِبٌ. وَقَدْ أَنْكَرَهُ مَالِكٌ. وَقَالَ أَبُو دَاوُدَ: هُوَ مَنْسُوخٌ

Dari al-Shomma' binti Busr Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah shaum pada hari Sabtu, kecuali yang telah diwajibkan atasmu. Jika seseorang di antara kamu hanya mempunyai kulit anggur atau ranting pohon, hendaknya ia mengunyahnya." Riwayat Imam Lima dan para perawinya dapat dipercaya, namun hadits itu mudltharib. Malik menilainya munkar dan Abu Dawud berkata: Hadits itu mansukh (oleh hadits nomer 43 berikut).

 

HADITS KE-523

 

وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ أَكْثَرَ مَا يَصُومُ مِنَ اَلْأَيَّامِ يَوْمُ اَلسَّبْتِ, وَيَوْمُ اَلْأَحَدِ, وَكَانَ يَقُولُ: إِنَّهُمَا يَوْمَا عِيدٍ لِلْمُشْرِكِينَ, وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَهُمْ )  أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ, وَهَذَا لَفْظُهُ

Dari Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam paling sering shaum pada hari Sabtu dan Ahad, dan beliau bersabda: "Dua hari tersebut adalah hari-hari raya orang musyrik dan aku ingin menentang mereka." Dikeluarkan oleh Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dengan lafadz ini.

 

HADITS KE-524

 

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ( نَهَى عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَةَ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ غَيْرَ اَلتِّرْمِذِيِّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ, وَالْحَاكِمُ, وَاسْتَنْكَرَهُ الْعُقَيْلِيُّ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang untuk shaum hari raya arafah di Arafah. Riwayat Imam Lima selain Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Hakim. Hadits munkar menurut Al-'Uqaily.

 

HADITS KE-525

 

وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا صَامَ مَنْ صَامَ اَلْأَبَدَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

وَلِمُسْلِمٍ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ بِلَفْظِ: ( لَا صَامَ وَلَا أَفْطَرَ )

Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak ada puasa bagi orang yang shaum selamanya." Muttafaq Alaihi.

Menurut riwayat Muslim dari hadits Abu Qotadah dengan lafadz: "Tidak puasa dan tidak berbuka."


 

Tentang Puasa


Tentang Puasa


HADITS KE-485

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ, إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا, فَلْيَصُمْهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah engkau mendahului Ramadhan dengan shaum sehari atau dua hari, kecuali bagi orang yang terbiasa shaum, maka bolehlah ia shaum." Muttafaq Alaihi.

Seputar Qiyam Ramadhan

Yang dimaksud di sini adalah shalat yang mendapatkan janji untuk diampuni. Penamaan shalat tersebut dengan ‘Qiyaam’ diambil dari sisi sebagian rukun-rukunnya sebagaimana ia juga dinamakan dengan ruku’. Allah Ta’ala berfirman, “Dan ruku’lah (shalatlah secara berejama’ah) beserta orang-orang yang ruku’.” (Qs.al-Baqarah:43). Ia juga dinamakan dengan sujud seperti firman Allah SWT, “Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud dan mereka dalam keadaan sejahtera.” (Qs.al-Qalam:43)

Rasulullah SAW bersabda, “Bantulah aku atas dirimu dengan memperbanyak sujud.”

Barangkali penamaan tersebut diberikan agar sesuai dengan keistimewaan yang dimilikinya berupa aktifitas memperbanyak bacaan al-Qur’an dan memperlama berdiri (Qiyaam).

Keutamaan Qiyamullail

Allah Ta’ala berfirman, “Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam.” (Qs.adz-Dzaariyaat:17). Dan firman-Nya, ”Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Seseorang tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs.as-Sajdah:16)

Dalam kitab ash-Shahihain, dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Wahai Abdullah, janganlah kamu seperti si fulan yang dulu pernah melakukan qiyamullail (shalat tahajjud) lalu meninggalkannya.”

Di dalam sunan at-Turmudzy dengan sanad yang sahih, dari Abdullah bin Sallam bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Tebarkanlah salam, berilah makanan, sambunglah tali rahim dan shalatlah di malam hari saat manusia sedang terlelap tidur; pasti kalian masuk surga dengan penuh kedamaian.”

Demikian juga, di dalam kitab as-Sunan dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya dalam satu malam itu terdapat waktu yang tidaklah seorang hamba Muslim mendapatkan taufiq padanya dengan memohon kebaikan dari perkara dunia dan akhirat kepada Allah melainkan Dia akan memberikan kepadanya.”

Di dalam Musnad Ahmad, sunan at-Turmudzy, al-Mustadrak karya al-Hakim dan kitab lainnya, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Hendaklah kalian melakukan qiyamullail, sebab ia adalah tradisi orang-orang shalih sebelum kamu, pendekatan diri kepada Rabb kamu, penebus dosa-dosa (kecil) dan pencegah dari melakukan dosa.”

Dan banyak lagi ayat-ayat, hadits-hadits serta atsar-atsar yang menunjukkan keutamaan Qiyamullail dan anjuran untuk melakukannya, segala puji bagi Allah.

Qiyam Ramadhan

Yang dimaksud dengan Qiyam di sini adalah shalat tarawih. Hal ini seperti hadits yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim, dari ‘Asyah RA, ia berkata, “Suatu malam di bulan Ramadhan, Nabi SAW melakukan shalat di masjid bersama beberapa orang. Kemudian beliau melakukannya lagi di malam kedua lalu berkumpullah orang dalam jumlah yang lebih banyak dari malam pertama. Maka tatkala pada malam ketiga dan keempatnya, penuhlah masjid oleh manusia hingga menjadi sesak. Karena itu, beliau tidak jadi keluar menemui mereka. Orang-orang memanggil beliau, lalu beliau berkata, “Ketahuilah, perkara yang kalian lakukan itu tidaklah tersembunyi bagiku (pahala, sisi positifnya), akan tetapi aku khawatir akan dicatat sebagai kewajiban bagi kalian nantinya.” Di dalam riwayat al-Bukhari terdapat tambahan, “Lalu Rasulullah SAW pun wafat dan kondisinya tetap seperti itu (tidak dilakukan secara berjema’ah di masjid-red).”

Imam an-Nasa’i mengeluarkan dari jalur Yunus bin Yazid, dari az-Zuhri dengan redaksi “Jazm” (pasti) bahwa malam di mana Rasulullah SAW tidak keluar tersebut adalah malam keempat.”

Imam at-Turmudzy meriwayatkan dengan sanad yang sahih, dari Abu Dzar, ia berkata, “Di kala kami berpuasa Ramadhan bersama Rasulullah SAW, beliau tidak melakukan Qiyamullail bersama kami dari bulan itu hingga tersisa tujuh hari lagi, lalu ia melakukannya bersama kami hingga melewati sepertiga malam. Pada malam kelimanya, ia melakukannya lagi bersama kami hingga melewati separuh malam. Lalu aku bertanya kepadanya, ‘Wahai Rasulllah, andai dengan sukarela engkau melakukan Qiyamullail bersama kami malam ini.’ Beliau menjawab, ‘Bila seseorang shalat bersama imam hingga ia keluar (berlalu), maka telah dihitung baginya Qiyam semalam penuh.’ Maka tatkala pada malam ketiganya, beliau mengumpulkan keluarganya dan orang-orang, lantas melakukan qiyamullail bersama kami hingga kami khawatir ketinggalan sahur. Kemudian pada sisa hari bulan itu beliau tidak lagi melakukannya bersama kami.”

Ibn ‘Abdil Barr berkata, “Ini semua menunjukkan bahwa pelaksanaan Qiyam Ramadhan boleh dinisbatkan kepada Nabi SAW sebab beliaulah yang menganjurkan dan mengamalkannya. Sedangkan yang dilakukan ‘Umar hanyalah upaya menghidupkan kembali apa yang telah menjadi sunnah Rasulullah SAW.”

Al-‘Iraqi berkata di dalam kitabnya Tharh at-Tatsrib, “Hadits ‘Aisyah dapat dijadikan dalil bahwa Qiyam Ramadhan lebih utama dilakukan di masjid secara berjema’ah karena Rasulullah SAW melakukannya. Beliau meninggalkan hal itu karena takut ia menjadi suatu kewajiban nantinya sementara setelah beliau wafat, maka sudah dapat terhindar dari jatuhnya hal tersebut sebagai kewajiban.”

Inilah pendapat jumhur ulama kaum Muslimin, di antaranya tiga imam madzhab; Abu Hanifah, asy-Syafi’i dan Ahmad. Hal ini kemudian telah menjadi syiar yang nampak (ditonjolkan).

Bilangan Raka’atnya

Al-‘Iraqi berkata, “Dalam hadits di atas, tidak dijelaskan bilangan raka’at yang dikerjakan Rasulullah SAW pada beberapa malam tersebut di masjid. ‘Aisyah RA telah mengatakan, ‘Baik di bulan Ramadhan mau pun lainnya, Nabi SAW tidak menambah lebih dari 11 raka’at.’ Secara implisit, bahwa demikian pulalah yang dilakukan beliau di tempat tersebut (ketika malam itu). Akan tetapi ketika ‘Umar mengumpulkan orang-orang untuk melakukan shalat tarawih di bulan Ramadhan dengan mengikuti Ubay bin Ka’b, maka ia melakukannya bersama mereka sebanyak 20 raka’at selain witir, yaitu 3 raka’at. Pendapat seperti ini dipegang oleh imam-imam madzhab seperti Abu Hanifah, asy-Syafi’i dan Ahmad. Juga diambl oleh imam ats-Tsauri dan jumhur ulama.”

Ibn ‘Abdil Barr berkata, “Ini adalah pendapat jumhur ulama dan pendapat yang kami pilih. Mereka menilai apa yang terjadi pada masa ‘Umar itu sebagai ijma’ (konsensus).”

Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah berkata, “Nabi SAW belum pernah menentukan bilangan tertentu terhadap Qiyam Ramadhan itu sendiri. Malahan, beliau melakukan tidak lebih dari 13 raka’at namun memperpanjang (memperlama) raka’at-raka’atnya. Tatkala ‘Umar mengumpulkan umat dengan mengikuti Ubay bin Ka’ab (sebagai imam), ia melakukan shalat itu sebanyak 20 raka’at, kemudian witir 3 raka’at, meringankan bacaan seukuran tambahan raka’atnya karena hal itu lebih ringan bagi para makmum daripada memperpanjang (memperlama) per-raka’atnya. Artinya, seseorang boleh melakukannya sebanyak 20 raka’at sebagaimana pendapat yang masyhur dari Ahmad dan asy-Syafi’i. Ia juga boleh melakukannya dengan 36 raka’at seperti pendapat imam Malik dan ia juga boleh melakukannya sebanyak 11 raka’at. Dengan demikian, memperbanyak raka’at atau menguranginya tergantung kepada panjang-pendeknya Qiyam itu. Sebaiknya, disesuaikan dengan perbedaan kondisi jema’ah shalat; jika di antara mereka ada yang mampu untuk memperpanjang Qiyam dengan 10 raka’at plus 3 raka’at setelahnya; maka ini lebih baik dan jika tidak mampu, maka qiyam dengan 20 raka’at tersebut lebih baik. Inilah yang dilakukan kebanyakan kaum Muslimin dan tidak dibenci sesuatu pun darinya.”

Syaikh Muhammad bin Ibrahim Ali Syaikh (mantan Mufti Arab Saudi-red) berkata, “Kebanyakan ulama seperti imam Abu Hanifah, asy-Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa shalat tarawih adalah 20 raka’at sebab ketika ‘Umar mengumpulkan umat dengan mengikuti Ubay bin Ka’b, ia melakukan shalat tersebut bersama mereka sebanyak 20 raka’at. Ini dilakukan di tengah kehadiran para shahabat yang lain sehingga menjadi ijma’. Karenanya, umat pun mengamalkan hal itu. Jadi, tidak semestinya mereka yang melakukan hal itu diingkari tetapi biarkan mereka melakukan seperti itu.” Wallahul Muwaffiq

INTISARI HADITS

1. Makna Qiyam Ramadhan adalah menghidupkan malam itu dengan ibadah dan shalat. Hadits di atas (yang kita kaji ini) menunjukkan disyari’atkannya shalat malam di bulan Ramadhan. Shalat tersebut secara valid telah dilakukan Rasulullah SAW di masjid, lalu pada masa ‘Umar para shahabat telah bersepakat atasnya, untuk selanjutnya dilaksanakan oleh seluruh kaum Muslimin setelah itu. Mereka mendirikan shalat tarawih.

2. Balasan Qiyam Ramadhan adalah ampunan dosa dan penghapusan dosa-dosa kecil. Tetapi ini dikaitkan dengan pengampunan dosa-dosa kecil yang berhubungan dengan hak Allah. Penyebutan dengan kata ‘Zanb’ (dosa) mencakup dosa besar dan kecil akan tetapi Imam al-Haramain telah memastikan bahwa hal itu hanya khusus dengan dosa-dosa kecil saja. Al-Qadhi ‘Iyadh menisbatkan pendapatkan ini kepada Ahlussunnah. Imam an-Nawawi berkata, “Bila tidak ada dosa kecil, maka diharapkan dosa-dosa besarnya diringankan.”

3. Diterimanya shalat malam itu dan diraihnya penghapusan dosa-dosa kecil bisa terealisasi bila terpenuhi dua persyaratan: Pertama, bila yang mendorong seseorang melakukan Qiyamullail itu adalah iman dan pembenaran akan pahala Allah SWT. Kedua, mengharap pahala amalan tersebut di sisi Alllah, ikhlas karena Allah. Bila suatu amalan kehilangan dua syarat penting ini, lalu disusupi oleh riya’ dan sikap berbangga-bangga; maka ia menjadi batal dan tertolak atas pelakunya, bahkan karenanya ia akan mendapatkan celaan dan siksa.

4. al-Karmani meriwayatkan adanya kesepakatan ulama bahwa yang dimaksud dengan Qiyamullail itu adalah shalat tarawih dan keutamaan ini didapat dengan apa pun bentuk qiyam (berdiri untuk shalat).

5. Hadits tersebut menunjukkan keutamaan Qiyam Ramadhan, bahwa ia sangat dianjurkan sekali, demikian pula dengan shalat tarawih secara berjema’ah di masjid. Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah dan ulama lainnya mengatakan, dulu di masa Nabi SAW, para shahabat melakukannya di masjid secara terpisah-pisah, dalam beberapa kelompok/jema’ah yang berbeda dan hal itu dilakukan atas sepengetahuan beliau SAW dan atas persetujuannya. Berdasarkan banyak hadits, shalat tarawih lebih baik dikerjakan secara berjema’ah daripada secara sendirian dan hal itu merupakan ijma’ para shahabat dan seluruh penduduk negeri Islam. Itu juga adalah pendapat jumhur ulama.

6. Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah berkata, “Shalat yang tidak disunnahkan dilakukan dengan berjema’ah secara tetap adalah seperti qiyamullail (tahajjud), sunnah-sunnah rawatib, shalat dhuha, tahiyyatul masjid dan lainnya. Tapi, boleh dilakukan berjema’ah untuk kadang waktu (tidak dirutinkan). Ada pun menjadikannya sebagai sunnah yang ratib/tetap (secara rutin) maka termasuk bid’ah yang dibenci.

(SUMBER: Tawdhiih al-Ahkaam Syarh Buluugh al-Maraam karya Syaikh Abdullah al-Bassam, Jld.III, hal.215-219)

 

HADITS KE-486

 

وَعَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ رضي الله عنه قَالَ: ( مَنْ صَامَ اَلْيَوْمَ اَلَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا اَلْقَاسِمِ صلى الله عليه وسلم )  وَذَكَرَهُ اَلْبُخَارِيُّ تَعْلِيقًا, وَوَصَلَهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ

Ammar Ibnu Yasir Radliyallaahu 'anhu berkata: Barangsiapa shaum pada hari yang meragukan, maka ia telah durhaka kepada Abdul Qasim (Muhammad) Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Hadits mu'allaq riwayat Bukhari, Imam Lima menilainya maushul, sedang Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban menilainya hadits shahih.

 

HADITS KE-487

 

وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: ( إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَلِمُسْلِمٍ: ( فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا  لَهُ  ثَلَاثِينَ ) . وَلِلْبُخَارِيِّ: ( فَأَكْمِلُوا اَلْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ ) 

وَلَهُ فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ ) 

Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) shaumlah, dan apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) berbukalah, dan jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah." Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim: "Jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah tiga puluh hari." Menurut riwayat Bukhari: "Maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tigapuluh hari."

Menurut riwayatnya dari hadits Abu Hurairah: "Maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya'ban 30 hari."

 

HADITS KE-488

 

وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( تَرَاءَى اَلنَّاسُ اَلْهِلَالَ, فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنِّي رَأَيْتُهُ, فَصَامَ, وَأَمَرَ اَلنَّاسَ بِصِيَامِهِ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ, وَالْحَاكِمُ 

Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Orang-orang melihat bulan sabit, lalu aku beritahukan kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bahwa aku benar-benar telah melihatnya. Lalu beliau shaum dan menyuruh orang-orang agar shaum. Riwayat Abu Dawud. Hadits shahih menurut Hakim dan Ibnu Hibban.

 

HADITS KE-489

 

وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: ( إِنِّي رَأَيْتُ اَلْهِلَالَ, فَقَالَ: " أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ? " قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: " أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اَللَّهِ? " قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: " فَأَذِّنْ فِي اَلنَّاسِ يَا بِلَالُ أَنْ يَصُومُوا غَدًا" )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ وَرَجَّحَ النَّسَائِيُّ إِرْسَالَهُ

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang Arab Badui menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu berkata: Sungguh aku telah melihat bulan sabit (tanggal satu). Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bertanya: "Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah?" Ia berkata: Ya. Beliau bertanya: "Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah." Ia menjawab: Ya. Beliau bersabda: "Umumkanlah pada orang-orang wahai Bilal, agar besok mereka shaum." Riwayat Imam Lima. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, sesang Nasa'i menilainya mursal.

 

HADITS KE-490

 

وَعَنْ حَفْصَةَ أُمِّ اَلْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا, عَنِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ اَلصِّيَامَ قَبْلَ اَلْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَمَالَ النَّسَائِيُّ وَاَلتِّرْمِذِيُّ إِلَى تَرْجِيحِ وَقْفِهِ, وَصَحَّحَهُ مَرْفُوعًا اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ. وَلِلدَّارَقُطْنِيِّ: ( لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِنَ اَللَّيْلِ )

Dari Hafshah Ummul Mukminin bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya." Riwayat Imam Lima. Tirmidzi dan Nasa'i lebih cenderung menilainya hadits mauquf. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban menilainya shahih secara marfu'. Menurut riwayat Daruquthni: "Tidak ada puasa bagi orang yang tidak meniatkan puasa wajib semenjak malam."

 

HADITS KE-491

 

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( دَخَلَ عَلَيَّ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ذَاتَ يَوْمٍ. فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ?  قُلْنَا: لَا. قَالَ:  فَإِنِّي إِذًا صَائِمٌ  ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ, فَقُلْنَا: أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ, فَقَالَ:  أَرِينِيهِ, فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا  فَأَكَلَ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ 

'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Suatu hari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam masuk ke rumahku, lalu beliau bertanya: "Apakah ada sesuatu padamu?" Aku menjawab: Tidak ada. Beliau bersabda: "Kalau begitu aku shaum." Pada hari lain beliau mendatangi kami dan kami katakan: Kami diberi hadiah makanan hais (terbuat dari kurma, samin, dan susu kering). Beliau bersabda: "Tunjukkan padaku, sungguh tadi pagi aku shaum." Lalu beliau makan. Riwayat Muslim.

 

HADITS KE-492

 

وَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا, أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( لَا يَزَالُ اَلنَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا اَلْفِطْرَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

وَلِلتِّرْمِذِيِّ: مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( قَالَ اَللَّهُ تعَالى أَحَبُّ عِبَادِي إِلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا )

Dari Sahal Ibnu Sa'ad Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang-orang akan tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka." Muttafaq Alaihi.

Menurut riwayat Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Allah 'Azza wa Jalla berfirman: Hamba-hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah mereka yang paling menyegerakan berbuka."

 

HADITS KE-493

 

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي اَلسَّحُورِ بَرَكَةً )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam makan sahur itu ada berkahnya." Muttafaq Alaihi.

 

HADITS KE-494

 

وَعَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ اَلضَّبِّيِّ رضي الله عنه عَنِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ, فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى مَاءٍ, فَإِنَّهُ طَهُورٌ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ

Dari Sulaiman Ibnu Amir Al-Dlobby bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu berbuka, hendaknya ia berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya, hendaknya ia berbuka dengan air karena air itu suci." Riwayat Imam Lima. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.

 

HADITS KE-495

 

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ اَلْوِصَالِ, فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اَلْمُسْلِمِينَ: فَإِنَّكَ يَا رَسُولَ اَللَّهِ تُوَاصِلُ? قَالَ: وَأَيُّكُمْ مِثْلِي? إِنِّي أَبِيتُ يُطْعِمُنِي رَبِّي وَيَسْقِينِي فَلَمَّا أَبَوْا أَنْ يَنْتَهُوا عَنِ اَلْوِصَالِ وَاصَلَ بِهِمْ يَوْمًا, ثُمَّ يَوْمًا, ثُمَّ رَأَوُا اَلْهِلَالَ, فَقَالَ: لَوْ تَأَخَّرَ اَلْهِلَالُ لَزِدْتُكُمْ كَالْمُنَكِّلِ لَهُمْ حِينَ أَبَوْا أَنْ يَنْتَهُوا )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang puasa wishol (puasa bersambung tanpa makan). Lalu ada seorang dari kaum muslimin bertanya: Tetapi baginda sendiri puasa wishol, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: "Siapa di antara kamu yang seperti aku, aku bermalam dan Tuhanku memberi makan dan minum." Karena mereka menolak untuk berhenti puasa wishol, maka beliau shaum wishol bersama mereka sehari, kemudian sehari. Lalu mereka melihat bulan sabit, maka bersabdalah beliau: "Seandainya bulan sabit tertunda aku akan tambahkan puasa wishol untukmu, sebagai pelajaran bagi mereka uang menolak untuk berhenti." Muttafaq Alaihi.

 

HADITS KE-496

 

وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ اَلزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ, وَالْجَهْلَ, فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ )  رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ, وَأَبُو دَاوُدَ وَاللَّفْظُ لَه

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengerjakannya serta berlaku bodoh, maka tidak ada keperluan bagi Allah untuk meninggalkan makanan dan minumannya." Riwayat Bukhari dan Abu Dawud. Lafadznya menurut riwayat Abu Dawud.

 

HADITS KE-497

 

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَلَكِنَّهُ أَمْلَكُكُمْ لِإِرْبِهِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ. وَزَادَ فِي رِوَايَةٍ: ( فِي رَمَضَانَ )

'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mencium sewaktu shaum dan mencumbu sewaku shaum, akan tetapi beliau adalah orang yang paling kuat menahan nafsunya di antara kamu. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim. Dalam suatu riwayat ditambahkan: Pada bulan Ramadhan.

 

HADITS KE-498

 

وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم اِحْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ, وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ )  رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah berbekam dalam keadaan ihram dan pernah berbekam sewaktu shaum. Riwayat Bukhari.

 

HADITS KE-499

 

وَعَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رضي الله عنه ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَتَى عَلَى رَجُلٍ بِالْبَقِيعِ وَهُوَ يَحْتَجِمُ فِي رَمَضَانَ. فَقَالَ:  أَفْطَرَ اَلْحَاجِمُ  ]وَالْمَحْجُومُ [  )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا اَلتِّرْمِذِيَّ, وَصَحَّحَهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ خُزَيْمَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ

Dari Syaddad Ibnu Aus bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah melewati seseorang yang sedang berbekam pada bulan Ramadhan di Baqi', lalu beliau bersabda: "Batallah puasa orang yang membekam dan dibekam." Riwayat Imam Lima kecuali Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban.

 

HADITS KE-500

 

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: ( أَوَّلُ مَا كُرِهَتِ اَلْحِجَامَةُ لِلصَّائِمِ; أَنَّ جَعْفَرَ بْنَ أَبِي طَالِبٍ اِحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ, فَمَرَّ بِهِ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: " أَفْطَرَ هَذَانِ ", ثُمَّ رَخَّصَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بَعْدُ فِي اَلْحِجَامَةِ لِلصَّائِمِ, وَكَانَ أَنَسٌ يَحْتَجِمُ وَهُوَ صَائِمٌ )  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَقَوَّاهُ

Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Pertama kali pembekaman bagi orang yang puasa itu dimakruhkan adalah ketika Ja'far Ibnu Abu Thalib berbekam sewaktu shaum. Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melewatinya dan beliau bersabda: "Batallah dua orang ini." Setelah itu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memberikan keringanan untuk berbekam bagi orang yang shaum. Dan Anas pernah berbekam ketika shaum. Riwayat Daruquthni dan ia menguatkannya.

 

HADITS KE-501

 

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا, ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم اِكْتَحَلَ فِي رَمَضَانَ, وَهُوَ صَائِمٌ )  رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ. قَالَ اَلتِّرْمِذِيُّ: لَا يَصِحُّ فِيهِ شَيْءٌ 

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memakai celak mata pada bulan Ramadhan sewaktu beliau shaum. Riwayat Ibnu Majah dengan sanad yang lemah. Tirmidzi berkata: Dalam bab ini tidak ada hadits yang shahih.

 

HADITS KE-502

 

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ, فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ, فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ, فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اَللَّهُ وَسَقَاهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

وَلِلْحَاكِمِ: ( مَنْ أَفْطَرَ فِي رَمَضَانَ نَاسِيًا فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ وَلَا كَفَّارَةَ )  وَهُوَ صَحِيحٌ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa lupa bahwa ia sedang shaum, lalu ia makan dan minum, hendaknya ia meneruskan puasanya, karena sesungguhnya ia telah diberi makan dan minum oleh Allah." Muttafaq Alaihi.

Menurut riwayat Hakim: "Barangsiapa yang berbuka pada saat puasa Ramadhan karena lupa, maka tak ada qodlo dan kafarat baginya." Hadits Shahih.

 

HADITS KE-503

 

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَنْ ذَرَعَهُ اَلْقَيْءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ, وَمَنْ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ اَلْقَضَاءُ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ. وَأَعَلَّهُ أَحْمَدُ. وَقَوَّاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang terpaksa muntah maka tak ada qodlo baginya dan barangsiapa sengaja muntah maka wajib qodlo atasnya." Riwayat Imam Lima. Dinilai cacat oleh Ahmad dan dinilai kuat oleh Daruquthni.

 

HADITS KE-504

 

وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم خَرَجَ عَامَ اَلْفَتْحِ إِلَى مَكَّةَ فِي رَمَضَانَ, فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ كُرَاعَ الْغَمِيمِ, فَصَامَ اَلنَّاسُ, ثُمَّ دَعَا بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ فَرَفَعَهُ, حَتَّى نَظَرَ اَلنَّاسُ إِلَيْهِ, ثُمَّ شَرِبَ, فَقِيلَ لَهُ بَعْدَ ذَلِكَ: إِنَّ بَعْضَ اَلنَّاسِ قَدْ صَامَ. قَالَ: أُولَئِكَ اَلْعُصَاةُ, أُولَئِكَ اَلْعُصَاةُ )

وَفِي لَفْظٍ: ( فَقِيلَ لَهُ: إِنَّ اَلنَّاسَ قَدْ شَقَّ عَلَيْهِمُ اَلصِّيَامُ, وَإِنَّمَا يَنْظُرُونَ فِيمَا فَعَلْتَ، فَدَعَا بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ بَعْدَ اَلْعَصْرِ، فَشَرِبَ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam keluar pada tahun penaklukan kota Mekah di bulan Ramadhan. Beliau shaum, hingga ketika sampai di kampung Kura' al-Ghomam orang-orang ikut shaum. Kemudian beliau meminta sekendi air, lalu mengangkatnya, sehingga orang-orang melihatnya dan beliau meminumnya. Kemudian seseorang bertanya kepada beliau bahwa sebagian orang telah shaum. Beliau bersabda: "Mereka itu durhaka, mereka itu durhaka."

Dalam suatu lafadz hadits shahih ada seseorang berkata pada beliau: Orang-orang merasa berat shaum dan sesungguhnya mereka menunggu apa yang baginda perbuat. Lalu setelah Ashar beliau meminta sekendi air dan meminumnya. Riwayat Muslim.

 

HADITS KE-505

 

وَعَنْ حَمْزَةَ بْنِ عَمْرٍو الْأَسْلَمِيِّ رِضَى اَللَّهُ عَنْهُ; أَنَّهُ قَالَ: ( يَا رَسُولَ اَللَّهِ! أَجِدُ بِي قُوَّةً عَلَى اَلصِّيَامِ فِي اَلسَّفَرِ, فَهَلْ عَلَيَّ جُنَاحٌ? فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم هِيَ رُخْصَةٌ مِنَ اَللَّهِ, فَمَنْ أَخَذَ بِهَا فَحَسَنٌ, وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصُومَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ. وَأَصْلُهُ فِي اَلْمُتَّفَقِِ مِنْ حَدِيثِ عَائِشَةَ; ( أَنَّ حَمْزَةَ بْنَ عَمْرٍو سَأَلَ )

Dari Hamzah Ibnu Amar al-Islamy Radliyallaahu 'anhu bahwa dia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku kuat shaum dalam perjalanan, apakah aku berdosa? Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ia adalah keringanan dari Allah, barangsiapa yang mengambil keringanan itu maka hal itu baik dan barangsiapa senang untuk shaum, maka ia tidak berdosa." Riwayat Muslim dan asalnya dalam shahih Bukhari-Muslim dari hadits 'Aisyah bahwa Hamzah Ibnu Amar bertanya.

 

HADITS KE-506

 

وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: ( رُخِّصَ لِلشَّيْخِ اَلْكَبِيرِ أَنْ يُفْطِرَ, وَيُطْعِمَ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا, وَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ )  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ, وَالْحَاكِمُ, وَصَحَّحَهُ

Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Orang tua lanjut usia diberi keringanan untuk tidak shaum dan memberi makan setiap hari untuk seorang miskin, dan tidak ada qodlo baginya. Hadits shahih diriwayatkan oleh Daruquthni dan Hakim.

 

HADITS KE-507

 

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( جَاءَ رَجُلٌ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: هَلَكْتُ يَا رَسُولَ اَللَّهِ. قَالَ: وَمَا أَهْلَكَكَ ? قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى اِمْرَأَتِي فِي رَمَضَانَ، فَقَالَ: هَلْ تَجِدُ مَا تَعْتِقُ رَقَبَةً? قَالَ: لَا قَالَ: فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ? قَالَ: لَا قَالَ: فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّينَ مِسْكِينًا? قَالَ: لَا, ثُمَّ جَلَسَ, فَأُتِي اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ. فَقَالَ: تَصَدَّقْ بِهَذَا , فَقَالَ: أَعَلَى أَفْقَرَ مِنَّا? فَمَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ إِلَيْهِ مِنَّا, فَضَحِكَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ، ثُمَّ قَالَ:اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ )  رَوَاهُ اَلسَّبْعَةُ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang laki-laki menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku telah celaka. Beliau bertanya: "Apa yang mencelakakanmu?" Ia menjawab: Aku telah mencampuri istriku pada saat bulan Ramadhan. Beliau bertanya: "Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memerdekakan budak?" ia menjawab: Tidak. Beliau bertanya: "Apakah engkau mampu shaum dua bulan berturut-turut?" Ia menjawab: Tidak. Lalu ia duduk, kemudian Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memberinya sekeranjang kurma seraya bersabda: "Bersedekahlan denan ini." Ia berkata: "Apakah kepada orang yang lebih fakir daripada kami? Padahal antara dua batu hitam di Madinah tidak ada sebuah keluarga pun yang lebih memerlukannya daripada kami. Maka tertawalah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sampai terlihat gigi siungnya, kemudian bersabda: "Pergilah dan berilah makan keluargamu dengan kurma itu." Riwayat Imam Tujuh dan lafadznya menurut riwayat Muslim.

 

HADITS KE-508

 

وَعَنْ عَائِشَةَ وَأُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ جِمَاعٍ, ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ زَادَ مُسْلِمٌ فِي حَدِيثِ أُمِّ سَلَمَةَ: ] وَ [ لَا يَقْضِي 

Dari 'Aisyah dan Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah memasuki waktu pagi dalam keadaan junub karena bersetubuh. Kemudian beliau mandi dan shaum. Muttafaq Alaihi. Muslim menambahkan dalam hadits Ummu Salamah: Dan beliau tidak mengqodlo' puasa.

 

HADITS KE-509

 

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa meninggal dan ia masih menanggung kewajiban puasa, maka walinya shaum untuknya." Muttafaq Alaihi.


 

RUKUN-RUKUN SHALAT JENAZAH

RUKUN-RUKUN SHALAT JENAZAH


وأركانها - أي الصلاة على الميت، سبعة: أحدهما: (نية) كغيرها، ومن ثم وجب فيها ما يجب في نية سائر الفروض، من نحو اقترانها بالتحرم، والتعرض للفرضية، وإن لم يقل فرض كفاية، ولا يجب تعيين الميت، ولا معرفته، بل الواجب أدنى مميز، فيكفي أصلي الفرض على هذا الميت. قال جمع: يجب تعيين الميت الغائب بنحو اسمه. (و) ثانيها: (قيام) لقادر عليه، فالعاجز يقعد، ثم يضطجع. (و) ثالثها: (أربع تكبيرات) مع تكبيرة التحرم - للاتباع، فإن خمس، لم تبطل صلاته. ويسن رفع يديه في التكبيرات حذو منكبيه، ووضعهما تحت صدره بين كل تكبيرتين.

Rukun shalat Jenazah ada 7 : (1) Niat, sebagaimana shalat-shalat lainnya. Oleh karenanya, wajib didalam sholat janazah hal-hal yang wajib dilakukan disholat fardlu lain, misalnya niat bersamaan dengan takbiratul ihram dan menyatakan kefardluannya, sekalipun tidak harus mengucapkan fardlu kifayah.Tidak wajib menentukan mayat yang dishalati dan tidak wajib mengetahuinya, tapi yang wajib adalah batas minimum yang dapat membedakan. Karena itu, cukuplah jika seseorang mengucapkan: (أصلي الفرض على هذا الميت) (Saya shalat fardlu atas mayat ini).31 Segolongan ulama berpendapat: Wajib menentukan mayat ghaib misalnya dengan menyebut namanya. (2) Berdiri bagi orang yang mampu . Orang yang tidak mampu berdiri, boleh shalat dengan duduk, kalau tidak bisa duduk, boleh shalat dengan tidur miring. (3) Takbir 4 kali termasuk takbiratul ihram sebab mengikuti nabi saw. Jika dikerjakan dengan 5 kali takbir maka shalat tetap sah. Sunah mengangkat kedua tangan setinggi pundak di waktu membaca takbir dan meletakkannya di bawah dada diantara dua takbir.

31Atau dengan niat: (أصلي الفرض علي من صلي عليه الامام) atau (أصلي الفرض علي من حضر من أموات المسلميك) Ianah Thalibin juz 2 Hal. 140 Darl Fikr

و - رابعها: (فاتحة)، فبدلها، فوقوق بقدرها. والمعتمد أنها تجزئ بعد غير الاولى - خلافا للحاوي، كالمحرر - وإن لزم عليه جمع ركنين في تكبيرة وخلو الاولى عن ذكر. ويسن إسرار بغير التكبيرات، والسلام، وتعوذ، وترك افتتاح، وسورة، إلا على غائب أو قبر.

(4) Membaca surat Al-Fatihah. Jika tidak bisa, maka boleh mengganti dengan yang lainnya,32 kalau tidak bisa maka boleh diam seukuran bacaan Al-Fatihah. Menurut pendapat yang Muktamad: Pembacaan Al-Fatihah boleh dikerjakan setelah takbir yang bukan pertama, hal ini berbeda dengan yang ada dalam kitab Al-Hawi, seperti juga Al-Muharrar,33 sekalipun masalah di atas mengharuskan akan terjadi dua rukun berkumpul pada satu takbir dan setelah takbir pertama tidak ada dzikir apa-apa. Sunah membaca dengan suara rendah, kecuali ketika takbir dan salam, dan sunah membaca Ta'awudz, meninggalkan bacaan doa Iftitah dan surat, kecuali jika menyalati mayat yang ghaib atau sudah dikubur.34

32Begitu pula hukum membaca doa kepada mayat. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 142 Darl Fikr
33Milik imam Rafi’ie yang sekaligus menjadi kitab asli Minhaj. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 143 Darl Fikr
34Sebab telah hilangnya makna disunahkannya untuk mempercepat sholat yakni takut mayat berubah baunya. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 140 Darl Fikr


و - خامسها: (صلاة على النبي) (ص) (بعد تكبيرة ثانية) أي عقبها، فلا تجزئ في غيرها. ويندب ضم السلام للصلاة، والدعاء للمؤمنين والمؤمنات عقبها، والحمد قبلها. (و) سادسها: (دعاء لميت) بخصوصه ولو طفلا، بنحو: اللهم اغفر له وارحمه، (بعد ثالثة)، فلا يجزئ بعد غيرها قطعا.

(5)Membaca shalawat kepada Nabi saw sesudah takbir yang kedua. Karena itu, tidaklah cukup jika dibaca setelah takbir yang lain. Sunah mengumpulkan shalawat kepada Nabi saw serta doa salamnya. Sunah berdoa untuk orang-orang mukmin dan mukminat setelah membaca shalawat dan membaca hamdalah sebelumnya. (6) Berdoa khusus untuk mayat,35 sekalipun mayatnya adalah kanak-kanak. Misalnya mengucapkan:(اللهم اغفر له وارحمه) (Ya, Allah, ampunilah dan berilah rahmat mayat ini), yang dilakukan setelah takbir yang ketiga. Secara pasti, doa ini tidak mencukupi jika dibaca setelah takbir lainnya.

35Sebab doa adalah tujuan utama dalam shalat mayoit sedangkan sebelumnya hanya sebagai permulaan saja. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 143 Darl Fikr

ويسن أن يكثر من الدعاء له، ومأثوره أفضل، وأولاه ما رواه مسلم عنه (ص) وهو: اللهم اغفر له وارحمه، واعف عنه وعافه، وأكرم نزله، ووسع مدخله، واغسله بالماء والثلج والبرد، ونقه من الخطايا كما ينقى الثوب الابيض من الدنس، وأبدله دارا خيرا من داره، وأهلا خيرا من أهله، وزوجا خيرا من زوجه، وأدخله الجنة، وأعذه من عذاب القبر وفتنته ومن عذاب النار. ويزيد عليه، ندبا: اللهم اغفر لحينا وميتنا إلى آخره. ويقول في الطفل مع هذا: اللهم اجعله فرطا لابويه، وسلفا وذخرا وعظة واعتبارا وشفيعا، وثقل به موازينهما، وأفرغ الصبر على قلوبهما، ولا تفتنهما بعده، ولا تحرمهما أجره. قال شيخنا: وليس قوله: اللهم اجعله فرطا - إلى آخره - مغنيا عن الدعاء له، لانه دعاء باللازم، وهو لا يكفي، لانه إذا لم يكف الدعاء له بالعموم الشامل كل فرد، فأولى هذا. ويؤنث الضمائر في الانثى، ويجوز تذكيرها بإرادة الميت أو الشخص، ويقول في ولد الزنا: اللهم اجعله فرطا لامه. والمراد بالابدال في الاهل والزوجة، إبدال الاوصاف لا الذوات، لقوله تعالى: * (ألحقنا بهم ذريتهم) * ولخبر الطبراني وغيره: إن نساء الجنة من نساء الدنيا أفضل من الحور العين. انتهى.

Sunah memperbanyak doa untuk mayat. Doa yang ma'tsur dari Nabi adalah lebih utama. Sedangkan yang lebih utama adalah doa riwayatImam Muslim, yaitu: (اللهم اغفر له وارحمه) sampai selesai - (Ya, Allah, ampunilah dosanya, berilah dia rahmat, sejahterakan dirinya, muliakan tempatnya, luaskan jalan masuknya, mandikanlah dia dengan air, salju dan embun; bersihkanlah kesalahan-kesalahannya, sebagaimana pakaian putih yang dibersihkan dari kotoran; gantikanlah untuknya rumah yang lebih baik daripada rumahnya, ahli yang lebih bagus daripada 'ahlinya, istri yang lebih bagus \daripada jodohnya; masukkanlah dia ke surga; dan selamatkanlah dia dari siksa kubur, fitnahnya serta dari siksa api neraka).Sunah doa tersebut ditambah: (اللهم اغفر) dan seterusnya. (Ya, Allah, ampunilah orang yang masih hidup dan yang sudah mati dalam golongan kami... dan seterusnya). Untuk mayat kanak-kanak, disamping doa tersebut, (sunah) ditambahkan: (اللهم اجعله) sampai akhir (Ya, Allah, jadikanlah anak ini sebagai persediaan untuk bapak-ibunya simpanan, nasihat, ibarat dan penolong bagi kedua orangtuanya; beratkanlah timbangan amal mereka, limpahkan- lah kesabaran dalam hati mereka; jangan Engkau turunkan fitnah pada mereka; dan janganlah Engkau halangi pahala mereka).Guru kami berkata: Doa (اللهم اجعله) dan seterusnya tidaklah cukup hanya itu saja sebagai doa khusus untuk mayat. Sebab, doa tersebut berisi permohonan sesuatu yang lazim terjadinya, di mana belum cukup sebagai syaratdoa untuk mayat dalam shalat Jenazah. Sebab, doa yang bersifat umum dan mencakup setiap individu saja tidak cukup sebagai doa untuk mayat maka lebih-lebih doa yang permohonannya lazim terjadi.36 Untuk mayat wanita dhamir yang ada dalam doa di atas diganti dengan dhamir Muannats. Namun, juga boleh tetap mudzakkar seperti di atas dengan menghendaki kembalinya dhamir pada (الميت) atau (الشخص. Untuk mayat anak hasil zina, doanya diganti dengan ucapan: (اللهم اجعله) sampai akhir (Ya, Allah, jadikanlah anak ini sebagai persediaan untuk ibunya). Yang dimaksud dengan "penggantian ahli dan istri" adalah penggantian dalam segi sifat- sifatnya, bukan zatnya. Berdasarkan firman Allah yang artinya: "... dan Kami temukan pada mereka keturunannya", dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani dan lainnya: Bahwa wanita-wanita surga yang berasal dari wanita dunia lebih utama daripada bidadari surga. – Selesai -.

36Berbeda dengan pendapat dari imam ramlie yang mengatakan cukup dengan doa tersebut begitu pula dengan imam khatib as-syirbinie. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 146 Darl Fikr.

و - سابعها: (سلام) كغيرها (بعد رابعة)، ولا يجب في هذه ذكر غير السلام، لكن يسن: اللهم لا تحرمنا أجره - أي أجر الصلاة عليه، أو أجر المصيبة - ولا تفتنا بعده - أي بارتكاب المعاصي - واغفر لنا وله. ولو تخلف عن إمامه بلا عذر بتكبيرة حتى شرع إمامه في أخرى بطلت صلاته. ولو كبر إمامه تكبيرة أخرى قبل قراءة المسبوق الفاتحة تابعه في تكبيره، وسقطت القراءة عنه. وإذا سلم الامام تدارك المسبوق ما بقي عليه مع الاذكار. ويقدم في الامامة في صلاة الميت - ولو امرأة -: أب، أو نائبه، فأبوه، ثم ابن فابنه، ثم أخ لابوين فلاب، ثم ابنهما، ثم العم كذلك، ثم سائر العصبات، ثم معتق، ثم ذو رحم، ثم زوج

7) Salam - sebagaimana halnya dengan shalatshalat lain - setelah takbir yang keempat. Sesudah takbir ini, tidak ada dzikir yang wajib selain salam. Tetapi (sebelum salam) sunah berdoa37 ( اللهم لا تحرمنا) dan seterusnya -Ya, Allah, janganlah Engkau menutup kami dari pahalanya - maksudnya adalah palaha menyalatinya atau pahala musibah - dan janganlah Engkau turunkan fitnah setelahnya - maksudnya setelah melakukan maksiat -, dan ampunilali dosa kami dan dosanya- .Apabila dalam shalat Jenazah ini seorang tertinggal dari imam satu takbir tanpa ada udzur sampai sang imam memulai takbir lainnya maka batallah shalat makmum tersebut.38 Apabila sang imam telah memulai takbir berikutnya, sedang makmum masbuk belum sempat membaca Fatihah, maka harus mengikuti bertakbir, dan fatihah gugur baginya. Setelah imamnya salam, maka bagi makmum masbuk tersebut harus menambah takbir-takbir yang belum ia kerjakan beserta dzikir- dzikirnya. Di dalam shalat Jenazah - sekalipun mayatnya seorang wanita yang didahulukan untuk menjadi imam adalah dengan urutan sebagai berikut: Ayah atau gantinya , kakek dari garis laki-laki, anak laki-laki mayat, cucu laki-laki dari garis laki- laki, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, keponakan laki-laki dari kedua mereka, paman seayah, waris ashabah lainnya, orang yang memerdekakan mayat dwazil arham, kemudian suami.39

37Walaupun untuk anak kecil sebab istighfar tidak harus berasal dari sebuah dosa. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 146 Darl Fikr.
38Sebab mengikuti imam dalam sholat janazah ini tidak dapat tampak kecuali mengikuti takbir imam. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 147 Darl Fikr.
39Urutan-urutan tersebur lebih didahukukan dari pada orang lain walaupun sultan atau imam masjid sebab itu adalah haknya. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 148 Darl Fikr


Syarat-syarat Shalat Jenazah


وشرط لها - أي للصلاة على الميت - مع شروط سائر الصلوات - (تقدم طهره) - أي الميت - بماء فتراب، فإن وقع بحفرة أو بحر وتعذر إخراجه وطهره لم يصل عليه - على المعتمد (وأن لا يتقدم) المصلى (عليه) - أي الميت -، إن كان حاضرا، ولو في قبر، أما الميت الغائب فلا يضر فيه كونه وراء المصلي. ويسن جعل صفوفهم ثلاثة فأكثر، للخبر الصحيح: من صلى عليه ثلاثة صفوف فقد أوجب - أي غفر له - ولا يندب تأخيرها لزيادة المصلين، إلا لولي. واختار بعض المحققين أنه إذا لم يخش تغيره، ينبغي انتظاره مائة أو أربعين رجي حضورهم قريبا، للحديث. وفي مسلم: ما من مسلم يصلي عليه أمة من المسلمين يبلغون مائة كلهم يشفعون له، إلا شفعوا فيه ولو صلي عليه فحضر من لم يصل، ندب له الصلاة عليه، وتقع فرضا، فينويه، ويثاب ثوابه. والافضل له فعلها بعد الدفن، للاتباع. ولا يندب لمن صلاها - ولو منفردا - إعادتها مع جماعة. فإن أعادها وقعت نفلا. وقال بعضهم: الاعادة خلاف الاولى.

Disyaratkan untuk shalat kepada mayat di samping syarat-syarat lain yang ada dalam selain shalat Jenazah (1) Mayat harus disucikan terlebih dahulu, baik dengan air atau debu . Karena itu, jika ada seseorang jatuh ke dalam jurang atau tenggelam dalam lautan yang sulit diambil dan disucikan maka menurut pendapat Muktamad40 orang itu tidak wajib dishalati.41 (2) Orang yang menyalati tidak berada didepan mayatnya,42 jika mayat hadir, sekalipun berada dalam kubur. Jika mayatnya ghaib maka boleh saja keberadaan mayit dibelakang orang yang menyalati. Sunah barisan dalam shalat Jenazah dijadikan tiga baris atau lebih, berdasarkan hadits shahih, yang artinya: "Jenazah yang dishalati oleh tiga baris, sungguh diampuni dosanya". Tidak sunah menunda shalat Jenazah lantaran menunggu orang yang menyalati agar banyak, kecuali menunggu walinya. Sebagian ulama Muhaqqiqin memilih bahwa selagi tidak dikhawatirkan mayatnya berbau maka seyogianya menunggu 100 atau 40 orang yang bisa diharapkan kehadirannya, berdasarkan sebuah hadits yang menerangkan seperti ini. Dalam kitab Hadits Muslim tdisebutkan : "Mayat muslim yang dishalati oleh golongan muslim yang jumlahnya mencapai 100 orang dan mereka memintakan syafaat, maka syafaatnya diterima." Apabila ada mayat yang sudah dishalati, lantas datang seseorang yang belum ikut shalat maka baginya sunah mengerjakannya dan shalat tersebut sah menjadi fardlu kifayah. Karena itu, hendaknya ia berniat fardlu pula, serta mendapatkan pahala shalat. Sedangkan yang lebih utama adalah mengerjakan shalat sesudah mayat dikubur karena mengikuti tindak Nabi saw. Tidak sunah bagi orang yang telah menyalatinya43 -sekalipun munfarid - untuk mengulangi shalatnya dengan berjama’ah. Kalau mengulanginya maka shalatnya menjadi shalat sunah. (Bahkan) sebagian ulama berkomentar: Mengulangi shalat Jenazah adalah khilaful aula hukumnya.

40Sedangkan menurut imam Ad-Daramie hukumnya tetap wajib dishalati . Ianah Thalibin juz 2 Hal. 149 Darl Fikr.
41Sebab tidak ditemukannya syarat, oleh karenanya bila mayit tidak dimandikan atau ditayamumi sebab tidak adanya du alat bersuci tersebut maka ia tidak dishalati. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 149.
42Sebab mayat seperti halnya imam. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 149 Darl Fikr.
43Imam Ali Sibaramalisi menghukumi mubah mengulanginya, Ianah Thalibin juz 2 Hal. 150 Darl Fikr.


وتصح - الصلاة (على) ميت (غائب) عن بلد، بأن يكون الميت بمحل بعيد عن البلد بحيث لا ينسب إليها عرفا، أخذا من قول الزركشي: إن خارج السور القريب منه كداخله. (لا) على غائب عن مجلسه (فيها) وإن كبرت. نعم، لو تعذر الحضور لها بنحو حبس أو مرض: جازت حينئذ - على الاوجه - (و) تصح على حاضر (مدفون) - ولو بعد بلائه (غير نبي) فلا تصح على قبر نبي، لخبر الشيخين. (من أهل فرضها وقت موته) فلا تصح من كافر وحائض يومئذ، كمن بلغ أو أفاق بعد الموت، ولو قبل الغسل، كما اقتضاه كلام الشيخين.

Sah hukumnya menyalati mayat yang ghaib dari daerah yang bersangkutan, sebagaimana mayat berada jauh dari daerah seseorang yang menurut penilaian umum44 tidak bisa dikatakan masih daerahnya, berdasarkan perkataan Imam AzZarkasyi: Tempat diluar batas sebuah daerah yang dekat dengannya45 seperti yang berada di dalamnya. Tidak sah menyalati mayat yang tidak berada di tempat shalat dan masih dalam lingkungan balad itu, sekalipun luas. Benar tidak sah namun jika dirasa sulit untuk hadir ke tempat di mana mayat berada, misalnya karena ditahan atau sakit maka boleh shalat yang dalam keadaan seperti ini, menurut pandapat aujah.46 Sah menyalati mayat yang hadir dan sudah dikubur - walaupun sudah lebur selain Nabi. Karena itu, tidaklah sah shalat Jenazah atas Nabi yang sudah berada dalam makamnya, berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam BukhariMusliin. Sah seperti ini, jika dilakukan oleh orang-orang yang memenuhi syarat untuk melakukan fardlu tersebut, di waktu kematian mayat. Karena itu, shalat tidaklah dilakukan oleh orang kafir dan orang yang haid disaat kematian mayat tersebut, sebagaimana halnya dengan anak yang baru baligh atau orang yang baru sembuh setelah kematian mayat, sekalipun belum dimandikan.47 Demikianlah yang sesuai dengan perkataan Imam Rafi'i-Nawawi.

44Sekira diatas Haddul Qarib. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 151 Darl Fikr.
45Batasan dekat atau Haddul Qarib adalah jarak yang wajib untuk mencari air dalam tayamum. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 151 Darl Fikr.
46Menurut imam Ramlie sedangkn imam ibnu Hajar melarangnya walaupun daerahnya luas. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 151 Darl Fikr.
47Ini adalah pendapat yang dlaif sedang yang mu’tamad adalah sah. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 152


وسقط الفرض - فيها (بذكر) ولو صبيا مميزا، ولو مع وجود بالغ، وإن لم يحفظ الفاتحة، ولا غيرها، بل وقف بقدرها، ولو مع وجود من يحفظها، لا بأنثى مع وجوده. وتجوز على جنائز صلاة واحدة، فينوي الصلاة عليهم إجمالا. وحرم تأخيرها عن الدفن، بل يسقط الفرض بالصلاة على القبر.

Hukum fardlu menyalati mayat menjadi gugur karena sudah dikerjakan oleh seorang laki- laki, kanak-kanak yang mumayyiz, sekalipun ada orang yang baligh, walapun tidak hafal fatihah dan lainnya bahkan hanya dengan diam seukuran fatihah dan sekalipun di situ ada orang yang hafal. Belum gugur fardlu shalat Jenazah sebab dikerjakan oleh wanita, padahal di situ ada lakilaki. Hukumnya boleh menyalati mayat yang banyak dengan satu kali shalat maka niatnya menyalati mereka semua secara glabal.48 Haram menunda menyalati mayat sampai setelah penguburannya. Bahkan penundaan semacam itu akan menggugurkan kefardluan shalat di atas kubur.

48Dengan cara berniat: أصلي الفرض علي من حضر من أموات المسلمين atau أصلي الفرض علي من صلي عليه الامام .Ianah Thalibin juz 2 Hal. 153 Darl Fikr

وتحرم صلاة - على كافر، لحرمة الدعاء له بالمغفرة. قال تعالى: * (ولا تصل على أحد منهم مات أبدا) *. ومنهم أطفال الكفار، سواء أنطقوا بالشهادتين أم لا، فتحرم الصلاة عليهم.

Haram menyalati jenazah orang kafir, sebab berdoa memintakan ampunan kepadanya adalah haram. (Beradasarkan) Firman Allah swt. yang artinya: "Janganlah engkau menyalati seseorang dari mereka untuk selama-lamanya.” Termasuk mereka di sini adalah anak-anak kecil orang kafir, baik mereka telah mengucapkan dua kalimat syahadat atau belum.49 Karena itu menyalati mereka hukumnya haram

49Walaupun kita berpendapat bahwa anak-anak kecil kafir tersebut nantinya masuk surga. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 153 Darl Fikr.

و (على شهيد) وهو بوزن فعيل، بمعنى مفعول، لانه مشهود له بالجنة، أو فاعل، لان روحه تشهد الجنة قبل غيره. ويطلق لفظ الشهيد على من قاتل لتكون كلمة الله هي العليا، فهو شهيد الدنيا والآخرة. وعلى من قاتل لنحو حمية، فهو شهيد الدنيا. وعلى مقتول ظلما وغريق، وحريق، ومبطون - أي من قتله بطنه - كاستسقاء أو إسهال. فهم الشهداء في الآخرة فقط. (كغسله) أي الشهيد، ولو جنبا، لانه (ص) لم يغسل قتلى أحد. ويحرم إزالة دم شهيد.

Haram menyalati jenazah orang yang mati syahid. Lafadz شهيد ikut wazan فعيل yang bermakna maf’ul sebab ia akan disaksikan masuk surga atau ikut wazan: فاعل karena nyawanya menyaksikan surga sebelum nyawa orang lain. Lafadz الشهيد diucapkan pada orang yang berperang menjunjung tinggi agama Allah dan orang ini disebut syahid dunia-akhirat, juga dapat diterapkan pada orang yang berperang bukan untuk membela agama Allah (tapi untuk tujuan lain) dan orang ini disebut syahid dunia. Juga bisa diterapkan untuk orang yang terbunuh akibat suatu kezaliman yang menimpanya, orang yang mati sebab tenggelam, terbakar dan akibat penyaki perut, misalnya muntah atau diare, dan orang- orang seperti ini dinamakan "syahid akhirat"50. Begitu juga hukum memandikan orang yang mati syahid adalah haram sekalipun masih dalam keadaan junub sebab Nabi saw. tidak memandikan orang-orang yang mati dalam Perang Uhud. Haram mengilangkan darah orang yang mati syahid.

50Maka tetap wajib untuk dirawat janazahnya sebagai mana yang lainnya seperti memandikan dan lain sebagainya. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 153 Darl Fikr.

وهو من مات في قتال كفار - أو كافر واحد، قبل انقضائه، وإن قتل مدبرا (بسببه) أي القتال، كأن أصابه سلاح مسلم آخر خطأ، أو قتله مسلم استعانوا به، أو تردى ببئر حال قتال، أو جهل ما مات به، وإن لم يكن به أثر دم (لا أسير قتل صبرا) فإنه ليس بشهيد على الاصح، لان قتله ليس بمقاتلة. ولا من مات بعد انقضائه، وقد بقي فيه حياة مستقرة، إن قطع بموته بعد من جرح به. أما من حركته حركة مذبوح عند انقضائه فشهيد جزما. والحياة المستقرة ما تجوز أن يبقى يوما أو يومين - على ما قاله النووي والعمراني -. ولا من وقع بين كفار فهرب منهم فقتلوه، لان ذلك ليس بقتال - كما أفتى به شيخنا ابن زياد رحمه الله تعالى -. ولا من قتله اغتيالا حربي دخل بيننا. نعم، إن قتله عن مقاتلة كان شهيدا - كما نقله السيد السمهودي عن الخادم

Syahid adalah orang yang gugur di medan perang melawan orang-orang kafir atau seorang saja sebelum peperangan selesai - sekalipun terbunuh waktu mundur dari musuh-, yang matinya sebab peperangan tersebut. Misalnya terkena senjata temannya yang muslim, dibunuh oleh muslim dengan permintaan orang- orang kafir, jatuh masuk ke sumur waktu berperang, atau tidak diketahui sebab kematiannya, sekalipun tidak terdapat bekas darahnya. Menurut pendapat yang Ashah: Tawanan yang dibunuh setelah selesai peperangan tidaklah termasuk mati syahid,51 sebab dibunuhnya bukan karena berperang. Demikian pula, orang yang mati setelah perang berakhir dan masih mengalami hidup mustaqirah (masih ada gerak yang disadari dengan beberapa alamat), sekalipun dapat dipastikan ia akan mati setelah itu akibat luka yang diderita. Mengenai orang yang setelah perang masih dapat bergerak seperti gerak hewan yang disembelih adalah dengan pasti dihukumi syahid. Hayat Mustaqirah menurut pendapat Imam An-Nawawi dan AlUmrani adalah keadaan orang itu yang masih dimungkinkan untuk hidup barang satu atau dua hari. Tidak termasuk syahid pula, orang yang tertangkap oleh orang-orang kafir, kemudian melarikan diri dan akhirnya dibunuh. Sebab kematiannya bukan karena berperang, sebagaimana fatwa yang dikeluarkan oleh Guru kami Ibnu Ziyad rahimahullah Ta'ala. Begitu juga orang yang dibunuh akibat tipuan orang kafir Harbi yang menelusup ditengah-tengah kita. Memang begitu, jika terbunuhnya akibat mengadakan pertempuran, maka menurut pendapat As-Sayid As-Samhudi yang dikutip dari kitab Al- Khadim, orang seperti itu adalah Syahid.

51Maksudnya tidak masuk katagori syahid dunia akhirat namun tetap syahid akhirat seperti yang telah dijelaskan oleh imam As-Syaubarie. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 156 Darl Fikr.

وكفن - ندبا (شهيد في ثيابه) التي مات فيها، والملطخة بالدم أولى، للاتباع، ولو لم تكفه بأن لم تستر كل بدنه تممت وجوبا، (لا) في (حرير) لبسه لضرورة الحرب، فينزع وجوبا.

Orang yang mati syahid, sunah dibungkus dengan pakaian yang dipakai waktu mati, sedangkan yang berlumuran darah adalah lebihutama, karena mengikuti dengan Nabi saw. Jika pakaiannya tidak mencukupi, misalnya belum menutup seluruh badannya, maka wajib menyempurnakan dengan menambah yang lain.52 Tidak boleh dikafani memakai pakaian dari sutera yang dipakai karena terpaksa waktu perang, karena itu, sutera yang dipakainya harus dilepas.53

52Ini berpijak pada pendapat yang mengatakan bahwa minimal mengkafani adalah menutup seluruh tubuh mayit. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 157 Darl Fikr.
53Ini adalah pendapat dari ibnu Hajar dan ibnu Qasim. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 153 Darl Fikr.


ويندب - أن يلقن محتضر - ولو مميزا على الاوجه - الشهادة: أي لا إله إلا الله، فقط - لخبر مسلم: لقنوا موتاكم - أي من حضره الموت - لا إله إلا الله مع الخبر الصحيح: من كان آخر كلامه لا إله إلا الله، دخل الجنة، أي مع الفائزين. وإلا فكل مسلم - ولو فاسقا - يدخلها، ولو بعد عذاب، وإن طال. وقول جمع: يلقن محمد رسول الله أيضا، لان القصد موته على الاسلام، ولا يسمى مسلما إلا بهما مردود بأنه مسلم، وإنما القصد ختم كلامه بلا إله إلا الله ليحصل له ذلك الثواب. وبحث تلقينه الرفيق الاعلى، لانه آخر ما تكلم به رسول الله (ص)، مردود بأن ذلك لسبب لم يوجد في غيره، وهو أن الله خيره فاختاره. وأما الكافر فيلقنهما قطعا، مع لفظ أشهد، لوجوبه أيضا - على ما سيأتي فيه - إذ لا يصير مسلما إلا بهما. وأن يقف جماعة بعد الدفن عند القبر ساعة يسألون له التثبيت ويستغفرون له،

Sunah mentalqin orang yang sedang sakit keras54 - sekalipun baru mumayyiz, menurut pendapat aujah -, yaitu dengan bacaan لا إله إلا الله saja. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang artinya: "Tuntunlah orang yang sedang sakit keras di antara kalian, dengan ucapan لا إله إلا الله. serta hadist shahih yang artinya: "Barang siapa yang diakhir ucapannya berupa لا إله إلا الله maka ia masuk bersama-sama orang-orang yang beruntung. Jika tidak diartikan seperti ini, maka setiap orang yang muslim pasti masuk surga, sekalipun fasik, dan meskipun terlebih dahulu disiksa lama sekali. Tentang perkataan segolongan Ulama: mayit juga ditalqin dengan محمد رسول اللهsebab supaya mati dalam keadaan Islam, sedang ia belum dikatakan muslim, jika belum mengucapkan dua kalimat tersebut adalah ditolak sebab orang yang ditalqin itu sendiri sudah muslim. Talqin hanya bertujuan untuk mengakhiri ucapannya dengan kalimat: لا إله إلا الله supaya mendapatkan pahala. Mengenai pembahasan tentang menalqin mayat memakai "Ar- Rafiqul A'Ia" (derajat tertinggi), sebab kalimat tersebut adalah kalimat yang diucapkan oleh Nabi saw adalah ditolak, sebab akhir perkataan Nabi tersebut merupakan suatu perkara yang tidak ditemukan pada selain beliau, yaitu Allah swt menyuruh Nabi memilih, lalu beliau memilih Rafiqul A'la. Adapun orang kafir maka pasti ditalqin memakai dua kalimat di atas, yang diawali memakai lafadz: أشهد saya bersaksi) sebab kata ini harus diucapkan seperti keterangan yang akan datang. Hal itu dikarenakan seseorang tidak bisa dikatakan muslim kecuali dengan dua kalimat tersebut. Sunah sesudah mayat dimakamkan segolongan orang berdiri sejenak di sekitar kubur untuk memohonkan ketetapan iman dan ampunan dosa.55

54Tanpa memaksa dan jangan mengatakan : ucapkan !!! namun berdzikirlah disampingnya agar ia berfikir Ianah Thalibin juz 2 Hal. 157 Darl Fikr.
55Ketahuilah bahwa pertanyaan malaikat pasti terjadi pada seluruh orang yang mukallaf dan sesuai dengan bahasanya menurut pendapat yang shahih. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 157 Darl Fikr.


و (تلقين بالغ، ولو شهيدا) كما اقتضاه إطلاقهم - خلافا للزركشي (بعد) تمام (دفن) فيقعد رجل قبالة وجهه ويقول: يا عبد الله ابن أمة الله: اذكر العهد الذي خرجت عليه من الدنيا: شهادة أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمدا رسول الله، وأن الجنة حق، وأن النار حق، وأن البعث حق، وأن الساعة آتية لا ريب فيها، وأن الله يبعث من في القبور، وأنك رضيت بالله ربا، وبالاسلام دينا، وبمحمد (ص) نبيا، وبالقرآن إماما، وبالكعبة قبلة، وبالمؤمنين إخوانا. ربي الله، لا إله إلا هو، عليه توكلت، وهو رب العرش العظيم. قال شيخنا: ويسن تكراره ثلاثا، والاولى للحاضرين الوقوف، وللملقن القعود. ونداؤه بالام فيه - أي إن عرفت، وإلا فبحواء - لا ينافي دعاء الناس يوم القيامة بآبائهم، لان كليهما توقيف، لا مجال للرأي فيه. والظاهر أنه يبدل العبد بالامة في الانثى، ويؤنث الضمائر. انتهى.

Sesudah sempurna pemakaman, hukumnya sunah menalqin mayat yang sudah baligh, sekalipun mati syahid56 sebagaimana menurut ketetapan ulama, berbeda dengan pendapat Imam Az- Zarkasyi. Maka pentalqin duduk berhadapan dengan wajah mayat dan berkata: يا عبد الله sampai selesai ّ (Wahai, hamba Allah, putra hamba wanita! Ingatlah janjimu yang engkau bawa dari alam dunia, yaitu persaksian tiada Tuhan selain Allah, yang tiada menyekutiNya; Nabi Muhammad adalah Rasul-Nya; sungguh surga itu hak adanya, neraka adalah hak, kebangkitan dari kubur adalah hak, hari kiamat pasti akan tiba yang tiada keraguan lagi, dan Allah akan membangkitkan orang- orang yang berada dalam kubur.Sesungguhnya engkau telah rela Allah swt. menjadi Tuhanmu; Islam sebagai agamamu, Nabi Muhammad saw. sebagai Nabimu; Alqur-an sebagai anutanmu; Ka'bah sebagai kiblatmu, orang- orang mukmin sebagai saudaramu, Tuhanku adalah Allah swt.; Tiada Tuhan selain Allah, kepada-Nya saya berserah diri, dan Dia Penguasa 'Arsy Yang Agung). Guru kami berkata: Sunah mengulang talqin sebanyak tiga kali. Yang lebih utama adalah peziarah-peziarah berdiri, sedangkan orang yang mentalqin duduk.57 Memanggil si mayat dalam talqin dengan menyebut nama ibunya - jika ibunya diketahui, jika tidak, maka dengan menyebut nama Hawa- tidak menafikan panggilan manusia di hari kiamat yang memakai nama ayahnya. Sebab keduanya merupakan ketentuan dari syara’ yang tidak dapat dinalar oleh pikiran. Sudah jelas bahwa lafadz العبد diganti dengan الانثى bagi mayat wanita dan dhamir-dhamirnya diganti dengan muannats. Selesai -.

56Berbeda dengan pendapat imam zarkasi yang menyatakan tidak perlu ditalqin sebab ia tidak akn ditanya malaikat dialam qubur. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 159 Darl Fikr.
57Supaya mayit dapat mendengar talqin tersebut. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 160 Darl Fikr.


و - يندب (زيارة قبور لرجل) لا لانثى، فتكره لها. نعم، يسن لها زيارة قبر النبي (ص). قال بعضهم: وكذا سائر الانبياء، والعلماء، والاولياء. ويسن - كما نص عليه - أن يقرأ من القرآن ما تيسر على القبر، فيدعو له مستقبلا للقبلة. (وسلام) لزائر على أهل المقبرة عموما، ثم خصوصا، فيقول: السلام عليكم دار قوم مؤمنين - عند أول المقبرة -. ويقول عند قبر أبيه - مثلا -: السلام عليك يا والدي. فإن أراد الاقتصار على أحدهما أتى بالثانية، لانه أخص بمقصوده، وذلك لخبر مسلم: أنه (ص) قال: السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون. والاستثناء للتبرك، أو للدفن بتلك البقعة، أو للموت على الاسلام.

Sunah bagi laki-laki untuk berziarah kubur, lain halnya wanita, ziarah kubur baginya hukumnya adalah makruh.58 Memang makruh namun bagi wanita tetap disunahkan berziarah ke makam Nabi saw.59 Sebagian ulama menambah: Demikian juga berziarah ke makam nabi-nabi yang lain, ulama dan para aulia. Sunah - sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Syafi'i- membaca sebagian Al-Qur-an yang terasa mudah di makam, lalu dengan menghadap kiblat dan berdoa untuk si mayat. Bagi orang yang berziarah, sunah mengucapkan salam untuk ahli kubur secara umum, lalu khusus yang dimaksudkan. Yaitu begitu masuk membaca: السلام عليكم دار قوم مؤمنين - عند أول المقبرة dan setelah sampai pada makam ayahnya misalnya, membaca: السلام عليك يا والدي Apabila ingin ُ mencukupkan dengan salah satunya maka yang dibaca adalah kalimat yang kedua tersebut karena salam tersebut lebih khusus pada tujuannya. Hal itu berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Nabi saw. berucap: Assalamu'alaikum ... dan seterusnya. (Semoga keselamatan buat kalian semua, wahai kaum mukmin. Dan insya Allah kami semua akan menyusul kalian). Istitsna' (ucapan insya Allah) di sini bertujuan mencari berkah atau dimakamkan di tempat itu atau mati dalam keadaan Islam.

58Sebab adanya praduga menyebabkan menangisnya wanita tersebut dan mengeraskan suaranya. Hal itu karena wanita hatinya tipis, banyak mengeluh dan tidak kuat menanggung musibah. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 161 Darl Fikr.
59Sebab berziarah kemakam nabi merupakan ibadah yang paling agung bagi lelaki dan wanita. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 162 Darl Fikr.


فائدة - ورد أن من مات يوم الجمعة أو ليلتها أمن من عذاب القبر وفتنته. وورد أيضا: من قرأ قل هو الله أحد، في مرض موته مائة مرة، لم يفتن في قبره، وأمن من ضغطة القبر، وجاوز الصراط على أكف الملائكة. وورد أيضا: من قال: لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين - أربعين مرة - في مرضه فمات فيه، أعطي أجر شهيد، وإن برئ برئ مغفورا له. غفر الله لنا، وأعاذنا من عذاب القبر وفتنته.

(Faedah) Tersebut dalam hadits bahwa orang yang mati di hari atau malam Jumat akan diselamatkan dari siksa dan fitnah kubur.60 Tersebut juga: Barang siapa membaca surat Ikhlash (Qulhu .. dan seterusnya) 100 kali ketika sakit yang mengantarkan kematiannya, maka di dalam kubur akan diselamatkan dari fitnah kubur, aman dari cepitan qubur61 dan melintasi Shiratal Mustaqim dalam telapak malaikat. Tersebut dalam hadits lagi, bahwa barangsiapa mau membaca: "Laa Ilaahailla anta ..." dan seterusnya. (Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suai Engkau, sungguh kami masuk golongan orang-orang yang zalim) sebanyak 40 kali di waktu sakit, lalu mati, maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana orang yang mati syahid. Kalau ia sembuh, maka diampunilah dosanya. Semoga Allah swt. berkenan mengampuni dosa kita, dan melindungi kita sekalian dari siksa dan fitnah kubur. Amin.62

60Dari situ dapat diambil bahwa ia tidak ditanya malaikat qubur namun jika memang hadist tersebut sah dari nabi atau sahabat. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 163 Darl Fikr.
61Cepitan Qubur berlaku bagi siapapun, baik orang shalih ataupun tidak , kecil ataupun dewasa kecuali orang yang membaca seperti diatas. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 164 Darl Fikr.
62Disunahkan pula untuk berta’ziah sebelum lewatnya tiga hari dari kematian mayit . Makruh hukumnya setelah lewatnya tiga hari. Ianah Thalibin juz 2 Hal. 165 Darl Fikr.