PENGOBATAN DAN PEMURNIAN AKIDAH

PENGOBATAN DAN PEMURNIAN AKIDAH


الْحَمْدُ لِلهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، أَمَرَ بِالتَّوَكُّلِ عَلَيْهِ مَعَ الْأَخْذِ بِالْأَسْبَابِ النَّافِعَةِ، وَنَهَى عَنِ الْإِعْتِمَادِ عَلَى غَيْرِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَتْبَاعِهِ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ، أَمَّا بَعْدُ؛ أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْااللهَ تَعَالَى فِيْ السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ فَإِنَّ التَّقْوَى سَبَبٌ لِتَفْرِيْجِ الْكُرُوْبِ وَمَحْوِ الذُّنُوْبِ

Jama’ah Jum’ah rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan apapun. Sesungguhnya dengan bertakwa kepada-Nya seseorang akan diberikan jalan keluar oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari berbagai kesulitan yang dihadapinya.

Hadirin rahimakumullah,

Kita semua adalah makhluk yang lemah dan senantiasa membutuhkan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, janganlah orang yang sehat dan kuat tertipu dengan kekuatannya, sehingga merasa dirinya bisa melakukan apa saja yang dikehendakinya tanpa memohon pertolongan Rab-nya. Sebaliknya, jangan pula orang yang tertimpa musibah atau dalam kondisi lemah berputus asa dari rahmat-Nya. Ingatlah bahwa putus asa adalah sifat yang sangat tercela. Orang yang berputus asa sama artinya telah berburuk sangka kepada Rab-nya, serta menganggap bahwa rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala itu sangat sedikit terhadap hamba-hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, mengabarkan perkataan Nabi-Nya Ibrahim ‘alaihissalam,

قَالَ وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِ إِلاَّ الضَّالُّونَ

“Telah berkata (Ibrahim ‘alaihissalam), ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabb-nya, kecuali orang-orang yang sesat’.” (QS. Al-Hijr: 56)

Hadirin rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa mencontoh akhlak para nabi, yang senantiasa yakin akan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di antaranya Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan tentang Nabi-Nya, Ibrahim ‘alaihissalam yang berkata,

وَإِذَامَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

“Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku.” (QS. Asy-Syu’ara: 80)

Begitu pula tentang Nabi-Nya, Ayyub ‘alaihissalam,

وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia berdoa kepada Rabb-Nya, ‘Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua yang penyayang’.” (QS. Al-Anbiya’: 83)

Hadirin rahimakumullah,

Demikianlah keadaan sosok orang-orang yang mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan pengenalan yang sebenar-benarnya. Sehingga dengan sebab itu, mereka menjadi orang-orang yang senantiasa yakin akan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan senantiasa berprasangka baik kepada-Nya. Begitu pula, dengan sebab keimanan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang kokoh menancap di dalam hatinya, mereka menjadi orang yang yakin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Mahakuasa untuk melakukan apa yang dikehendaki-Nya dan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat luas rahmat-Nya serta sangat besar kebaikan dan keutamaan-Nya kepada hamba-hamba-Nya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Dalam kehidupannya di dunia, setiap orang tentu sangat mungkin untuk jatuh sakit. Bahkan terkadang dalam satu waktu seseorang bisa terkena beberapa jenis penyakit. Maka perlu kiranya kita ingatkan, bahwa orang yang sedang sakit disyariatkan baginya untuk memerhatikan dua perkara, yaitu: Pertama, tidak mengucapkan kata-kata atau melakukan perbuatan yang menunjukkan ketidaksabaran terhadap ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas dirinya. Namun dia harus bersabar atas ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada dirinya. Karena kesabaran seorang muslim menandakan keimanan dirinya, sebagaimana disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَه

“Sungguh menakjubkan keadaan seorang muslim, (karena) sesungguhnya semua urusannya berakibat baik (baginya), dan yang demikian ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang muslim, (yaitu) apabila mendapat nikmat dia bersyukur sehingga akibatnya baik baginya dan apabila tertimpa musibah dia bersabar dan akibatnya (juga) baik baginya.” (HR. Muslim dan yang lainnya) Begitu pula hendaknya orang yang sakit juga melakukan introspeksi diri dari kesalahan-kesalahannya. Karena musibah yang menimpa seseorang merupakan akibat dari kesalahannya, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan di dalam firman-Nya,

وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)

Sehingga dengan kesabarannya dan upaya mengintrospeksi diri tersebut akan menjadi sebab terhapuskan dosa-dosanya.

Hadirin rahimakumullah,

Adapun perkara kedua yang perlu diperhatikan oleh orang yang sakit adalah berobat dengan pengobatan yang bermanfaat. Tidak boleh baginya untuk mencari bentuk pengobatan yang menyelisihi syariat. Hal ini karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan bahwa segala penyakit itu ada obatnya. Maka hendaknya yang dia lakukan adalah berusaha untuk mencari tahu tentang obat atau tatacara pengobatannya, karena tidak setiap orang mengetahuinya. Al-Imam Muslim rahimahullah di dalam kitab Shahih-nya menyebutkan dalam salah satu hadits yang beliau riwayatkan dengan sanadnya melalui jalan sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Setiap penyakit ada obatnya, apabila obat penyakit tersebut mengenai (orang yang sakit), maka dia akan sembuh atas izin Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Muslim)

Hadis tersebut dan yang semisalnya menunjukkan bahwa orang yang sakit tidak dilarang untuk berobat. Begitu pula berobatnya orang yang sakit tidaklah berarti menentang ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta tidak pula bertentangan dengan kewajiban bertawakkal kepada-Nya. Bahkan orang yang berobat ibarat orang yang berusaha menghilangkan rasa lapar dan hausnya dengan makan dan minum. Tentunya hal tersebut sebagaimana telah kita ketahui bersama merupakan perkara yang tidak terlarang. Bahkan berobat selama menggunakan cara yang tidak bertentangan dengan syariat merupakan salah satu bentuk usaha yang menunjukkan benarnya tawakkal seseorang. Di samping itu, telah menjadi sunnatullah bahwa segala sesuatu telah ditetapkan sebab untuk mendapatkannya. Sehingga justru dengan berobat akan menjadi sebab semakin sempurnanya tauhid seseorang.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Ketahuilah, bahwa berobat yang sesuai dengan syariat secara umum bisa dilakukan dengan dua cara. Cara yang pertama adalah berobat dengan menggunakan ayat-ayat Alquran atau dengan doa-doa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu dengan cara dibacakan ayat dan doa tersebut dengan diniatkan untuk mengobati pada bagian yang terkena sakit. Pengobatan cara seperti ini disebut dengan istilah ruqyah. Cara ini, dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan menjadi sebab sembuhnya orang yang terkena penyakit. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberitakan kepada kita bahwa kalam-Nya adalah obat. Sebagaimana pula telah disebutkan dalam banyak hadis yang menunjukkan disyariatkannya pengobatan dengan cara ini. Di antaranya disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullah dalam Shahih-nya,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالمُعَوِّذَاتِ

“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu apabila terkena sakit beliau membaca untuk (mengobati) dirinya dengan mu’awwidzat (yaitu surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas).” (HR. Muslim) Adapun cara yang kedua adalah berobat dengan menggunakan pengobatan yang bermanfaat dan diperbolehkan secara syariat. Adapun obat-obatan yang terbuat dari sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tidak boleh dijadikan sebagai obat. Hal ini sebagaimana disebutkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, ketika ada salah seorang sahabat yaitu Thariq bin Suwaid radhiallahu ‘anhu menanyakan tentang khamr, yaitu sesuatu yang memabukkan, untuk dijadikan sebagai obat. Maka beliau menjawab,

إِنَّهُ لَيْسَ بِدَوَاءٍ وَلَكِنَّهُ دَاءٍ

“Sesungguhnya (khamr) itu bukan obat, bahkan (khamr)itu adalah penyakit.” (HR. Muslim)

Hadirin rahimakumullah,

Termasuk pengobatan yang tidak diperbolehkan adalah pengobatan dengan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan penyakit. Misalnya dengan mengikatkan benang di leher atau di tangan, dengan maksud untuk menghilangkan penyakit yang mengenainya atau untuk mencegah datangnya penyakit. Perbuatan ini bahkan dikategorikan sebagai perbuatan syirik yang bisa mengurangi kesempurnaan iman, bahkan bisa menghilangkannya. Oleh karena itu, apa yang dilakukan sebagian orangtua dengan mengalungkan benang di leher atau di tangan anaknya ketika ingin mengobatinya dari penyakit panas atau yang semisalnya adalah cara pengobatan yang dilarang dalam syariat. Karena benang atau semisalnya yang dikalungkan itu tidak ada kaitannya secara langsung untuk mengurangi atau menghilangkan penyakit. Oleh karena itu, disebutkan dalam hadis, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendapatkan ada sahabatnya yang mengenakan sejenis logam di lengannya untuk menghilangkan sakit pada lengannya tersebut, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

انْزِعْهَا فَإِنَّهَا لاَ تَزِيْدُكَ إِلاَّ وَهْنًا، فَإِنَّكَ لَوْ مُتَّ وَهُوَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا

“Lepaskan dan buanglah (logam yang engkau lingkarkan di tanganmu), karena sesungguhnya (apa yang kamu lingkarkan di tanganmu itu) tidak akan membuat engkau kecuali semakin lemah. Seandainya engkau mati dalam keadaan masih memakainya, sungguh engkau tidak akan mendapatkan keberuntungan selamanya.” (HR. Ahmad dengan sanad yang dikatakan baik oleh sebagian para ulama)

Hadirin rahimakumullah,

Akhirnya, marilah kita senantiasa berhati-hati dalam masalah yang berkaitan dengan pengobatan dan tatacaranya. Jangan sampai keinginan untuk mendapatkan kesembuhan baik untuk diri kita, keluarga kita, atau yang lainnya, membuat kita tidak memerhatikan aturan yang telah disyariatkan. Ingatlah! bahwa sakit yang menimpa seseorang itu tidaklah seberapa dibandingkan siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala di akhirat kelak. Maka janganlah kita mengorbankan agama kita dengan terjatuh pada pelanggaran dan menyalahi syariat-Nya, terkhusus dalam masalah berobat. Begitu juga dalam masalah yang lainnya. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjaga dan menunjuki kita semua ke jalan yang diridhai-Nya. Wallahu a’lamu bish-shawab. Walhamdulillahi rabbil ’alamin.

Khutbah Ke 2

الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Marilah kita berusaha untuk mengenal Rabb kita dengan sebenar-benarnya. Semakin mengenal-Nya, maka kita akan semakin mengerti apa yang harus kita lakukan dalam kehidupan di dunia ini. Seseorang yang mengetahui Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Rabb yang memiliki sifat hikmah dan Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya, tentu akan bersabar dan tetap istiqamah di atas syariat-Nya. Karena dia mengerti bahwa di balik datangnya musibah itu ada hikmah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki. Di antaranya adalah sebagai ujian bagi hamba-hamba-Nya yang beriman. Sehingga dengan ujian tersebut terbedakanlah antara orang yang bersabar dengan yang tidak bersabar. Oleh karena itu, seseorang yang telah mengenal Rab-nya tidak akan melanggar syariat-Nya tatkala dirinya ditimpa musibah. Termasuk dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan masalah berobat. Seorang muslim tentu tidak akan mengorbankan agamanya, dengan melakukan pengobatan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hadirin rahimakumullah,

Termasuk dari cara berobat yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah cara pengobatan dengan mendatangi para dukun atau yang semisalnya. Bahkan para ulama telah menghukumi para dukun atau tukang ramal sebagai orang-orang kafir. Karena mereka dalam praktik pengobatannya menggunakan bantuan dan beribadah kepada setan. Begitu pula, karena mereka adalah orang-orang yang terang-terangan atau sembunyi-sembunyi mengaku bahwa dirinya bisa mengetahui perkara yang ghaib. Maka tidak boleh bagi orang yang menderita sakit untuk mendatangi dukun atau orang-orang yang dianggap bisa meramal nasib atau mengetahui apa yang akan terjadi di masa datang. Begitu pula tidak boleh bagi kaum muslimin untuk membenarkan berita yang datang dari mereka.

Hadirin rahimakumullah,

Di dalam Shahih-nya, Al-Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً

“Barangsiapa mendatangi dukun dan menanyakan sesuatu (kepadanya) maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari.” (HR. Muslim)

Dalam hadits lainnya disebutkan,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا وَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

“Barangsiapa mendatangi dukun dan membenarkan ucapannya maka dia telah mengingkari wahyu yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Muslim)

Kedua hadis tersebut dan hadis-hadis lainnya yang semakna menunjukkan larangan dan ancaman yang sangat keras bagi orang yang mendatangi serta membenarkan berita dari dukun dan yang semisalnya.

Hadirin rahimakumullah,

Perlu diketahui bahwa pada masa sekarang banyak praktik perdukunan yang dikemas dalam bentuk praktik pengobatan. Oleh karena itu, jangan sampai kita tertipu dengan istilah-istilah yang mereka pakai untuk mengaburkan keadaan mereka yang sesungguhnya. Janganlah kita tertipu dengan istilah ruqyah, pengobatan alternatif, atau yang semisalnya yang mereka gunakan dalam praktik perdukunan mereka. Janganlah kita tertipu ayat-ayat Alquran yang mereka gunakan. Karena mereka menggunakannya tidak sebagaimana mestinya. Begitu pula janganlah kita tertipu dengan penamaan diri mereka dengan sebutan paranormal, orang pintar, tabib, bahkan kyai atau ustadz sekalipun. Berhati-hatilah dalam perkara ini dengan bertanya kepada para ulama atau penuntut ilmu yang kokoh di atas agama Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kita tidak melanggar syariat-Nya. Sungguh mereka adalah orang-orang yang sangat berbahaya dan tidak ada kebaikannya.video kajian nikmat Maka sudah semestinya bagi kaum muslimin untuk tidak mendatangi praktik-praktik perdukunan yang mereka lakukan, serta tidak menyaksikan pertunjukan-pertunjukan yang menggunakan bantuan setan yang mereka peragakan. Sebagaimana pula hendaknya pemerintah melarang praktik dan pertunjukan tersebut. Karena semua itu bertentangan dengan syariat Allah Subahanahu wa Ta’ala. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada kita dan para pemimpin bangsa kita sehingga bisa menjalankan syariat-Nya.

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينَ، اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ، اللَّهُمَّ احْفَظْ وُلاَةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَفْعَالِ، يَا حَيُّ، يَا قَيُّوْمُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

YANG TERBAIK ADALAH PILIHAN ALLAH

YANG TERBAIK ADALAH PILIHAN ALLAH


إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ … فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ

Amma ba’du

Kaum muslimin jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala

Khatib mewasiatkan kepada diri khatib pribadi dan jamaah sekalian agar senantiasa bertakwa kepada Allah Tabarak awa Ta’ala. Takwa dalam pengetian sebenarnya menaati perintahnya dan menjauhi semua larangan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللهَ

“Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah.” (QS. An Nisa: 131)

Takwa adalah wasiat Allah, wasiat rasul-rasul-Nya, dan wasiat orang-orang shaleh kepada sahabat-sahabat mereka.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita, kekasih kita, penyejuk hati kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah Ta’ala

Yang terbaik adalah pilihan Allah. Sesungguhnya yang lebih mengetahui tentang kemaslahatan kita adalah pencipta kita. Dia-lah Allah yang telah menciptakan kita dan mengetahui apa yang terbaik untuk kita, Dia mengetahui perkara-perkara gaib di masa depan, Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

أَلاَيَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al Mulk: 14)

Terkadang kita merencanakan sesuatu, menurut prasangka dan perkiraan kita, apa yang kita rencanakan adalah yang terbaik bagi diri kita. Kita pun berusaha untuk meraihnya. Namun ternyata kita gagal setelah berusaha, tidak sesuai dengan apa yang kita kehendaki. Atau terkadang ada musibah yang menimpa kita, yang membuyarkan semua yang kita cita-citakan.

Namun ingatlah, kaum muslimin yang dirahmati Allah Ta’ala

Jika seorang hamba telah berusaha dan telah berdoa, maka hasil akhir yang Allah tetapkan adalah yang terbaik bagi hamba tersebut. Kenapa? Karena yang terbaik adalah pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

وَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Kemudian Allah tutup ayat ini dengan kalimat,

وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa: 19)

Ada seorang ulama di masa lalu, ia memiliki seorang anak yang sangat berbakti. Bakti sang anak ini sangat luar biasa, hingga membuat orang-orang takjub dengan perbuatannya tersebut. Mereka pun bertanya, apa rahasianya sehingga anak ini bisa begitu berbakti. Ulama tersebut menjawab, ini lantaran saya sangat bersabar menghadapi ibunya. Ibunya mungkin bukan seorang wanita yang shalehah, mungkin bukan wanita yang begitu diharapkan, akan tetapi karena sabarnya ulama tersebut menghadapi istrinya, lahirlah seorang anak yang begitu berbakti dari rahim istri tersebut. Kalau seandainya ia ceraikan istrinya, mungkin ia tidak mendapatkan anak yang sangat berbakti seperti anaknya saat ini. Ternyata Allah mengharapkan kebaikan yang begitu banyak kepada ulama tersebut dengan lantaran ia bersabar menghadapi istrinya yang tidak begitu shalehah.

Kaum muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah.

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan beberapa contoh di dalam Alquran, bahwa pilihan Allah adalah yang terbaik, yang terkadang di luar imajinasi kita, di luar dugaan kita, di luar daya hayal kita. Contohnya seperti kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Allah Ta’ala menyebutkan kisah yang sangat luar biasa tentang Nabi Yusuf di dalam Alquran.

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ

“Kami kisahkan kepadamu (wahai Muhammad) kisah yang terbaik.” (QS. Yusuf: 3)

Kisah siapa? Kisah Nabi Yusuf. Kisah yang dipenuhi dengan peristiwa-peristiwa yang menakjubkan. Bagaimana Allah Subahanahu wa Ta’ala memberikan karunia kepada Nabi Yusuf dalam bentuk ujian-ujian. Oleh karenanya kata para ulama –di antaranya Ibnu Qayyim rahimahulla– terkadang karunia atau anugerah Allah berikan dalam bentuk ujian. Dan ini yang pernah dialami oleh Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Kita tahu bagaimana nanti di akhir kisah Nabi Yusuf menjadi seorang al-aziz, seorang menteri yang mulia, yang dihormati oleh pendudu negeri Mesir. Bagaimana ceritanya Nabi Yusuf bisa menjadi seorang yang mulia? Ternyata dengan rangkai ujian dan cobaan. Dari awal kisah, Allah sebutkan dalam surat Yusuf. Diawali dengan hasadnya saudara-saudara Nabi Yusuf terhadapnya, akhirnya ia dipisahkan dari ayahandanya dan dilemparkan ke dalam sumur. Ini ujian yang pertama, dipisahkan dari sang ayah dan dilemparkan ke dalam sumur, namun Nabi Yusuf sabar dalam menghadapinya. Dipisahkan dari sang ayah, yang mebuat sang ayah, Nabi Ya’qub, begitu sedih, demikian juga Yusuf kecil, beliau sangat bersedih atas musibah ini. Ayah yang mencitainya, ayah yang menyayanginya, ayah yang mengayominya selama ini, harus terpisah darinya. Beliau diuji dengan ujian ini dan dilemparkan oleh saudara-saudaranya ke adalam sumur. Ternyata di masa mendatang ini adalah sebuah anugerah, namun anugerah tersebut akan digapai melalui jalan ujian-ujian. Kemudian yang kedua. Ada orang yang sedang lewat, lalu ingin mengambil air dari sumur tersebut, ternyata ada anak kecil, Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Orang yang menemukan ini, bukan malah menyelamatkan dan membebaskan Nabi Yusuf, malah dia menjadikan beliau seorang budak untuk dijual. Bayangkan! seorang yang merdeka dijadikan barang dagangan untuk dijual. Ini musibah kedua yang dialami Nabi Yusuf. Akan tetapi ternyata, tatkala Nabi Yusuf menjadi budak ini, ini adalah langkah menuju kebahagiaan. Nabi Yusuf dibeli oleh pembesar negeri Mesir, kemudian dirawat di istana yang megah, dan akhirnya Nabi Yusuf menjadi seorang pemuda yang sangat tampan. Lalu muncullah musibah berikutnya. Nabi Yusuf dirayu oleh pemaisuri untuk diajak berzina. Nabi Yusuf menolak sehingga beliau dijebloskan ke dalam penjara. Ini ujian yang ketiga. Bayangkan! Ujian setelah ujian. Beliaupun tetap bersabar. Kemudian setelah beberapa saat di penjara, datanglah dua orang yang ingin ditafsirkan mimpinya. Nabi Yusuf menafsirkan mimpi kedua orang tersbut dengan mengatakan ‘engkau akan dibunuh. Sedangkan engau akan selamat dan menjadi pelayan yang menuangkan minuman untuk sang raja’. Lalu Nabi Yusuf berpesan kepada orang yang akan selamat ini, ‘Jangan lupa engkau sebutkan kebaikan-kebaikanku di sisi sang raja’. Apa maksud Nabi Yusuf? Apabila sang raja mengetahui bahwasanya Nabi Yusuf adalah orang yang shaleh, yang mampu menafsirkan mimpi, maka Nabi Yusuf akan dibebaskan dari penjara. Ternyata Allah menakdirkan lain, orang yang telah bebas ini lupa untuk menyebutkan kebaikan-kebaikan Nabi Yusuf di sisi sang raja. Akhirnya, bertambah beberapa tahun lagi Nabi Yusuf harus mendekam di penjara gara-gara orang ini lupa. Ternyata Allah punya sekenario yang lain. Lupanya orang tersebut ternyata adalah sebuah anugerah. Sampai kapan? Sampai sang raja sendiri yang bermimpi.

إِنِّي أَرَى سَبْعَ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعَ سُنبُلاَتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ

“Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.” (QS. Yusuf: 43)

Tatkala itu tidak ada seorang pun yang mampu menafsirkan mimpi sang raja, akhirnya ingatlah orang tersebut bahwa Nabi Yusuf mampu menafsirkan mimpi. Ia mengatakan,

وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَا أُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيلِهِ فَأَرْسِلُونِ

Orang itu teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya: “Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) mena’birkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya).” (QS. Yusuf: 45) Allah menjadikan orang ini ingat tatkala sang raja langsung yang bermimpi. Nabi Yusuf pun menafsirkan mimpi sang raja dan masyhurlah Nabi Yusuf sebagai seorang yang hebat. Akhirnya Nabi Yusuf pun diangkat menjadi seorang menteri yang mulia.

Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah.

Lihatlah! Rentetan ujian yang dihadapi Nabi Yusuf ternyata semua itu kesimpulannya adalah anugerah, kesimpulannya adalah karunia, Allah hendak mengangkat Nabi Yusuf sebagai seorang pembesar di negeri Mesir bahkan seorang raja. Tidak hanya itu, dengan lantaran itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menakdirkan Nabi Yusuf membawa ayah, ibu, saudara-saudaranya tinggal bersama di negeri Mesir dari kehidupan yang sulit menuju kehidupan yang lapang. Ini adalah anugerah yang sangat luar biasa, walaupun ceritanya tidak seperti yang kita bayangkan. Tidak semua anugerah datang dengan jalan penuh kenikmatan, sebagaimana karunia yang didapatkan Nabi Yusuf haru melewati berbagai ujian.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Ke 2

الحمد لله الذي ظهر لأوليائه بنعوت جلاله. وأنار قلوب أصفيائه بمشاهدة صفات كماله. وتحبب إلى عباده بما أسداه من إنعامه وإفضائه. أحمده سبحانه حمد عبد أخلص لله في أقواله وأفعاله. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ولا معين في تدبيره وأفعاله. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله نبي أنعم الله على جميع أهل الأرض ببعثه وإرساله. اللهم صل على عبدك ورسولك محمد وعلى جميع أصحابه وآله وسلم تسليما كثيرا

Kaum muslimin yang dirahmati Allah Ta’ala

Demikianlah karunia Allah, terkadang didapatkan dengan penuh kesedihan yang harus dihadapi dengan kesabaran. Takdir dan ketetapan Allah adalah yang terbaik. Allah adalah Maha Bijaksana dalam takdir-Nya, Maha Mengetahui apa yang akan terjadi. Hendaknya kita berbaik sangka terhadap Allah, bukan malah meratapi apa yang kita hadapi. Ingatlah setelah kesulitan itu ada kemudahan.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah Ta’ala.

Kisah berikutnya adalah kisah ringan yang juga penuh pelajaran agar kita berbaik sangka kepada pilihan Allah. Walaupun kisah ini apakah shahih benar-benar terjadi atau tidak, namun ini sebuah ilustrasi yang bisa kita petik pelajaran di dalamnya.

Ada sebuah kisah seorang raja dan seorang menteri. Menterinya ini senantiasa berkata

الخَيْرُ خِيْرَةُ اللهِ

Yang terbaik adalah pilihan Allah.

Setiap ada orang yang terkena musibah, akan dinasehati oleh sang menteri dengan mengatakan, yang terbaik adalah pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Suatu saat sang raja yang terkena musibah, jari raja ini terputus karena suatu hal. Sang menteri datang dengan tetap mengatakan, wahai raja yang terbaik adalah pilihan Allah. Jarimu putus itu adalah yang terbaik. Mendengar ucapan menterinya ini, raja pun tersinggung dan marah. Dia mengatakan, “Jari saya putus yang terbaik?! Penjarakan dia!” Tatkala di penjara, dengan mudah menteri ini mengatakan, yang terbaik adalah pilihan Allah.

Ternyata benar, suatu saat sang raja pergi berburu bersama bawahannya untuk berburu atau suatu keperluan. Mereka terjebak, pergi ke tempat yang jauh, lalu mereka ditangkap oleh segeromblan orang penyembah dewa tertentu. Mereka ditangkap dan disembelih satu per satu sebagai tumbal untuk dewa-dewa mereka. Tatkala Tiba giliran sang raja, mereka dapati jari raja ini putus, mereka anggap raja ini orang yang cacat yang tidak pantas dikorbankan untuk sesembahan mereka. Raja pun dibebaskan. Saat itulah sang raja sadar akan kebenaran perkataan menterinya. Jarinya yang putus ini adalah suatu kebahagiaan, merupakan anugerah, sehingga dia tidak jadi dibunuh oleh orang-orang tersebut. Ia pulang dengan begitu semangat, lalu membebaskan sang menteri. Raja mengatakan, “Benar perkataanmu, yang terbaik adalah pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Saya selamat dari cengkraman mereka. Namun saya ingin bertanya, mengapa waktu engkau di penjara, kau katakan yang terbaik adalah pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala? Apa kebaikan yang kau alami di penjara?” Menteri menjawab, “Seandainya saya tidak di penjara, maka saya akan pergi turut serta berburu bersamamu, saya akan ditangkap dan disembelih oleh mereka. oleh karena itu, saya dipenjara adalah yang terbaik.” Mudah-mudahan pelajaran-pelajaran dan kisah-kisah hikmah yang kami sampaikan ini bermanfaat bagi para jamaah sekalian. Mudah-mudahan kita menjadi seseorang yang senantiasa berprasangka baik terhadap Allah, dan meyakini bahwa takdirnya adalah pilihan yang terbaik untuk kita setelah kita berdoa dan berusaha.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار