Meninggalkan Hal Yang Tidak Bermanfaat

Meninggalkan Hal Yang Tidak Bermanfaat 

Di antara tanda baiknya seorang muslim adalah ia meninggalkan hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Waktunya diisi hanya dengan hal yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya. Sedangkan tanda orang yang tidak baik islamnya adalah sebaliknya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Tanda Baiknya Islam Seorang Muslim

Hadits ini mengandung makna bahwa di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baik berupa perkataan atau perbuatan. (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 288)

Tanda baiknya seorang muslim adalah dengan ia melakukan setiap kewajiban. Juga di antara tandanya adalah meninggalkan yang haram sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Seorang muslim (yang baik) adalah yang tangan dan lisannya tidak menyakiti orang lain” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40).

Jika Islam seseorang itu baik, maka sudah barang tentu ia meninggalkan pula perkara yang haram, yang syubhat dan perkata yang makruh, begitu pula berlebihan dalam hal mubah yang sebenarnya ia tidak butuh. Meninggalkan hal yang tidak bermanfaat semisal itu menunjukkan baiknya seorang muslim.  Demikian perkataan Ibnu Rajab Al Hambali yang kami olah secara bebas (Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 289).

Menjaga Lisan, Tanda Baiknya Islam Seseorang

Kata Ibnu Rajab rahimahullah, “Mayoritas perkara yang tidak bermanfaat muncul dari lisan yaitu lisan yang tidak dijaga dan sibuk dengan perkataan sia-sia” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 290).

Tentang keutamaan menjaga lisan ini diterangkan dalam ayat berikut yang menjelaskan adanya pengawasan malaikat terhadap perbuatan yang dilakukan oleh lisan ini. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (16) إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (17) مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (18)

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaaf: 16-18). Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Yang dicatat adalah setiap perkataan yang baik atau buruk. Sampai pula perkataan “aku makan, aku minum, aku pergi, aku datang, sampai aku melihat, semuanya dicatat. Ketika hari Kamis, perkataan dan amalan tersebut akan dihadapkan kepada Allah” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13: 187).

Dalam hadits Al Husain bin ‘Ali disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ قِلَّةَ الْكَلاَمِ فِيمَا لاَ يَعْنِيهِ

Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah mengurangi berbicara dalam hal yang tidak bermanfaat” (HR. Ahmad 1: 201. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan adanya syawahid –penguat-).

Abu Ishaq Al Khowwash berkata,

إن الله يحب ثلاثة ويبغض ثلاثة ، فأما ما يحب : فقلة الأكل ، وقلة النوم ، وقلة الكلام ، وأما ما يبغض : فكثرة الكلام ، وكثرة الأكل ، وكثرة النوم

“Sesungguhnya Allah mencintai tiga hal dan membenci tiga hal. Perkara yang dicintai adalah sedikit makan, sedikit tidur dan sedikit bicara. Sedangkan perkara yang dibenci adalah banyak bicara, banyak makan dan banyak tidur” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 5: 48).

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,

من عدَّ كلامه من عمله ، قلَّ كلامُه إلا فيما يعنيه

Siapa yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat” Kata Ibnu Rajab, “Benarlah kata beliau. Kebanyakan manusia tidak menghitung perkataannya dari amalannya” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 291). Yang kita saksikan di tengah-tengah kita, “Talk more, do less (banyak bicara, sedikit amalan)”.

Ibnu Rajab berkata, “Jika seseorang meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat, kemudian menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat, maka tanda baik Islamnya telah sempurna” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 295).

Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Termasuk yang Bermanfaat

Mungkin ada sebagian yang menganggap bahwa meninggalkan hal yang tidak bermanfaat berarti meninggalkan pula amar ma’ruf nahi mungkar.

Jawabnya, tidaklah demikian. Bahkan mengajak pada kebaikan dan melarang dari suatu yang mungkar termasuk hal yang bermanfaat. Karena Allah Ta’ala berfirman,

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran: 104) (Lihat Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, 182). Sehingga dari sini menunjukkan bahwa nasehat kepada kaum muslimin di mimbar-mimbar dan menulis risalah untuk disebar ke tengah-tengah kaum muslimin termasuk dalam hal yang bermanfaat, bahkan berbuah pahala jika didasari dengan niat yang ikhlas.

Ya Allah, berilah kami petunjuk untuk mengisi hari-hari kami dengan hal yang bermanfaat dan menjauhi hal yang tidak bermanfaat.

Wa billahit taufiq.

Referensi:

Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, Tahqiq: Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Syaikh Ibrahim Yajus, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan kesepuluh, tahun 1432 H.

Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Dar Ats Tsaroya, cetakan ketiga, tahun 1425 H.

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Tahqiq: Musthofa Sayyid Muhammad, dkk, terbitan Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, tahun 1421 H.

Manusia Dibangkitkan Berdasarkan Amalannya Yang Terakhir

Manusia Dibangkitkan Berdasarkan Amalannya Yang Terakhir 

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ »

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap hamba Allah itu akan dibangkitkan dari kuburnya sama seperti keadaan ketika ia meninggal.” (HR. Muslim, no. 2878).


Faedah Hadist

Hadist ini memberikan faedah-faedah berharga, di antaranya:

1. Dorongan dan motivasi bagi setiap insan untuk memperindah amalan dengan amalan-amalan mulia dan terbaik, karena kelak akan dibangkitkan dari kuburnya sama seperti keadaan ketika ia meninggal, karena patokan amalan itu tergantung akhirnya.

2. Petunjuk tentang ketetapan hari kebangkitan, dan barang siapa yang mengingkarinya maka ia telah keluar dari agama islam dan islam berlepas diri darinya.

3. Setiap yang bernyawa pasti akan meninggalkan dunia ini tanpa pengecualian.

4. Setelah jasad hancur, manusia kemudian dibangkitkan yaitu mereka dihidupkan dan dikeluarkan dari kubur mereka. Sebagaimana Firman Allah ‘Azza wa Jalla;

زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا ۚ قُلْ بَلَىٰ وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ ۚ وَذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: “Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. At-Taghabun: 7)

5. Faedah berharga bahwa setiap hamba sepatutnya bersungguh–sungguh dalam menghabiskan setiap masa hidupnya dengan kesalehan dan berbagai macam ketaatan, tidak mencukupkan dengan kewajiban saja, bahkan berlomba-lomba dengan tidak menyia-nyiakan amalan-amalan sunnah yang dianjurkan.

6. Kematian itu termasuk rahasia ilahi, menyapa tanpa pemberitahuan, tidak mengenal muda maupun tua, maka setiap manusia perlu bersiap dengan bekal terbaik untuk perjalanan panjang setelah kematian.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Referensi Utama: Syarah Riyadhus Shalihin karya Syaikh Shalih al Utsaimin, & Kitab Bahjatun Naazhiriin Syarh Riyaadhish Shaalihiin karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaliy.

Baca selengkapnya: https://bimbinganislam.com/fawaid-hadist-89-manusia-dibangkitkan-berdasarkan-amalan-akhirnya/

Manfaat Teman Yang Baik

Manfaat Teman Yang Baik

Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita memiliki teman yang baik. Apa saja manfaatnya?

Allah Ta’ala berfirman,

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap wajah-Nya.”  (QS. Al-Kahfi: 28)

Diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wa sallam bersabda,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu Daud, no. 4833; Tirmidzi, no. 2378; dan Ahmad, 2:344. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Imam Al-Ghazali rahimahullah mengatakan, “Bersahabat dan bergaul dengan orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya.” (Tuhfah Al-Ahwadzi, 7: 94)

Teman yang shalih punya pengaruh untuk menguatkan iman dan terus istiqamah karena kita akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya hingga semangat untuk beramal. Sebagaimana kata pepatah Arab,

الصَّاحِبُ سَاحِبٌ

“Yang namanya sahabat bisa menarik (mempengaruhi).”

Ahli hikmah juga menuturkan,

يُظَنُّ بِالمرْءِ مَا يُظَنُّ بِقَرِيْنِهِ

“Seseorang itu bisa dinilai dari orang yang jadi teman dekatnya.”

Para ulama pun memiliki nasehat agar kita selalu dekat dengan orang shalih.

Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata,

نَظْرُ المُؤْمِنِ إِلَى المُؤْمِنِ يَجْلُو القَلْبَ

Pandangan seorang mukmin kepada mukmin yang lain akan mengilapkan hati.” (Siyar A’lam An- Nubala’, 8: 435)

Maksud beliau adalah dengan hanya memandang orang shalih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang-orang shalih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang-orang shalih lainnya.

‘Abdullah bin Al-Mubarak mengatakan, “Jika kami memandang Fudhail bin ‘Iyadh, kami akan semakin sedih dan merasa diri penuh kekurangan.”

Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati ini ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin Waasi’.” (Ta’thir Al-Anfas min Hadits Al-Ikhlas, hlm. 466)

Manfaat Berteman dengan Orang Shalih

1- Dia akan mengingatkan kita untuk beramal shalih, juga saat terjatuh dalam kesalahan.

Yang menjadi dalil teman shalih akan selalu mendukung kita dalam kebaikan dan mengingatkan kita dari kesalahan, lihat kisah persaudaraan Salman dan Abu Darda’ berikut.

Dari Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.”

Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali.

Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya,

إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ

Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.“

Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari, no. 1968).

2- Dia akan mendoakan kita dalam kebaikan.

Dari Shafwan bin ‘Abdillah bin Shafwan –istrinya adalah Ad Darda’ binti Abid Darda’-, beliau mengatakan,

“Aku tiba di negeri Syam. Kemudian saya bertemu dengan Ummu Ad-Darda’ (ibu mertua Shafwan, pen) di rumah. Namun, saya tidak bertemu dengan Abu Ad-Darda’ (bapak mertua Shafwan, pen). Ummu Ad-Darda’ berkata, “Apakah engkau ingin berhaji tahun ini?” Aku (Shafwan) berkata, “Iya.”

Ummu Darda’ pun mengatakan, “Kalau begitu do’akanlah kebaikan pada kami karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,”

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Sesungguhnya do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: Aamiin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.”

Shafwan pun mengatakan, “Aku pun bertemu Abu Darda’ di pasar, lalu Abu Darda’ mengatakan sebagaimana istrinya tadi. Abu Darda’ mengatakan bahwa dia menukilnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim, no. 2733)

Saat kita tasyahud, kita seringkali membaca bacaan berikut,

السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ

Assalaamu ‘alainaa wa ‘ala ‘ibadillahish shalihiin (artinya: salam untuk kami dan juga untuk hamba Allah yang shalih).”

Disebutkan dalam lanjutan hadits,

فَإِنَّكُمْ إِذَا قُلْتُمُوهَا أَصَابَتْ كُلَّ عَبْدٍ لِلَّهِ صَالِحٍ فِى السَّمَاءِ وَالأَرْضِ

Jika kalian mengucapkan seperti itu, maka doa tadi akan tertuju pada setiap hamba Allah yang shalih di langit dan di bumi.” (HR. Bukhari, no. 831 dan Muslim, no. 402).

Shalihin adalah bentuk plural dari shalih. Ibnu Hajar berkata, “Shalih sendiri berarti,

الْقَائِم بِمَا يَجِب عَلَيْهِ مِنْ حُقُوق اللَّه وَحُقُوق عِبَاده وَتَتَفَاوَت دَرَجَاته

“Orang yang menjalankan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap sesama hamba Allah. Kedudukan shalih pun bertingkat-tingkat.” (Fath Al-Bari, 2: 314).

3- Teman dekat yang baik akan dibangkitkan bersama kita pada hari kiamat.

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

قِيلَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الرَّجُلُ يُحِبُّ الْقَوْمَ وَلَمَّا يَلْحَقْ بِهِمْ قَالَ « الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ »

“Ada yang berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ada seseorang yang mencintai suatu kaum, namun ia tak pernah berjumpa dengan mereka.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, ‘Setiap orang akan dikumpulkan bersama orang yang ia cintai.’” (HR. Bukhari, no. 6170; Muslim, no. 2640)

Semoga Allah memberikan kita teman yang shalih di dunia dan akhirat.

Menangis Karena Allah

Menangis Karena Allah 

Pernahkah kita menangis karena Allah? Pernahkah kita menangis karena takut akan siksa-Nya, sebab begitu banyak dosa yang kita perbuat?

Jika belum …

Menangislah …

Menangislah karena takut pada-Nya.

Menangislah dengan ikhlas.

Menangislah karena ingin adanya perubahan.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al Anfal [8] : 2)

Ibnu Katsir mengatakan mengenai ayat ini, “Ini adalah sifat orang beriman yang sebenarnya. Yaitu ketika mengingat Allah, hatinya menjadi takut (gemetar). Sehingga dia mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.”

Sufyan Ats Tsauriy mengatakan bahwa dia mendengar As Sudiy berkata tentang ayat ini, bahwa orang yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang yang berbuat zholim atau ingin bermaksiat. Lalu ada yang mengatakan padanya, “Bertaqwalah pada Allah.” Maka hatinya takut (gemetar).

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala juga berfirman,

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk takut hati mereka ketika mengingat Allah.” (QS. Al Hadid [57] : 16), yaitu menjadi lembut (tenang) hati orang beriman ketika berdzikir, mendengar nasehat, mendengar Al Qur’an. Akhirnya hati tersebut menjadi memahami, mematuhi, mendengar dan taat ketika mengingat-Nya.

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ يَقُولُونَ رَبَّنَا آَمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ

Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur’an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri). seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur’an dan kenabian Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam).” (QS. Al Ma’idah [5] : 83)

Abdullah bin Az Zubair mengatakan bahwa ayat ini mengisahkan tentang Raja Najasiy dan pengikutnya.

Orang yang menangis karena takut kepada Allah Ta’ala, matanya tidak akan tersentuh api neraka.

Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Ibnu Abbas,

عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ

Dua mata yang tidak akan tersentuh oleh api neraka yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang bermalam (begadang) untuk berjaga-jaga (dari serangan musuh) ketika berperang di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi. Hadits ini shohih ligoirihi –yaitu shohih dilihat dari jalan lainnya- , sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1229)

Moga Allah menjadikan kita sebagai hamba yang kembali pada-Nya dengan tulus.

Maksud Tawakal Seperti Burung

Maksud Tawakal Seperti Burung 

Kita sudah memahami maksud tawakkal, dengan dua rukunnya:

1. Mengambil sebab dan melaksanakan usaha
2. Menyerahkan hasil akhir kepada Allah dan ridha apapun takdir Allah karena itu yang terbaik

-Sering sekali kita dengar hadits, bahwa tawakkalah sebagaimana burung

ﻟَﻮْ ﺃَﻧَّﻜُﻢْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﻮَﻛَّﻠُﻮﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺣَﻖَّ ﺗَﻮَﻛُّﻠِﻪِ ﻟَﺮُﺯِﻗْﺘُﻢْ ﻛَﻤَﺎ ﻳُﺮْﺯَﻕُ ﺍﻟﻄَّﻴْﺮُ ﺗَﻐْﺪُﻭ ﺧِﻤَﺎﺻًﺎ ﻭَﺗَﺮُﻭﺡُ ﺑِﻄَﺎﻧًﺎ

“Seandainya kalian sungguh-sungguh bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung yang pergi dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang “ (HR.Tirmidzi, hasan shahih)

-Maksudnya bagaimana sih, tawakkalnya burung?

-Maksudnya burung itu tawakkalnya tinggi sekali, burung tidak tahu makanan yang akan didapatkan, bisa jadi tempat kemaren ia dapatkan sekarang habis

Yang penting bagi burung adalah:
1. Berusaha keluar sarang dulu, yang penting berusaha (tidak meninggalkan sebab dan usaha)
2. Tidak stress dulu di sangkar terlalu lama memikirkan nasibnya
3. Optimis dengan rezeki dari Allah, untuk memenuhi kebutuhannya

Ini sebagaimana dijelaskan syaikh Al-mubarakfuri [1]

-Sekarang lihatlah bagaimana manusia yang tidak tawakkal

1. Tidak mau berusaha dan terkungkung di rumah saja, tidak mau berusaha walaupun kecil
2. Teralu lama stress dan depresi di rumah memikirkan nasibnya dan terlalu lama berkutat dalam rencana dan prediksi akhirnya tidak jalan
3. Pesimis dengan usaha yang dilakukan, bisa jadi karena gengsi dan malas, lebih baik tidak usaha daripada gengsi

-Padahal yang penting adalah USAHA DAHULU, bergerak walaupun peesentase keberhasilan sedikit, ini lebih baik daripada stress, depresi dan terkungkung tanpa usaha

Inilah maksudnya tawakkal dan akan mendapat rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka [2]

-Karenanya dalam hadits disebutkan akan masuk surga kaum yang hatinya seperti burung, maksudnya adalah tawakkal dan rasa takut kepada Allah yang tinggi [3]

-Dan yang TERPENTING dari tawakkal adalah menyerahkan hasil akhir kepada Allah SETELAH berusaha, apapun hasilnya itulah takdir terbaik bagi kita

Semoga bermanfaat

@Desa Pungka, Sumbawa Besar – Sabalong Samalewa

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel http://www.muslimafiyah.com

Footnote:

[1] beliau berkata,

ﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﺎ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﻜﺴﺐ ﺑﻞ ﻓﻴﻪ ﻣﺎ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻃﻠﺐ ﺍﻟﺮﺯﻕ ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺃﺭﺍﺩ ﻟﻮ ﺗﻮﻛﻠﻮﺍ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﺫﻩﺍﺑﻬﻢ ﻭﻣﺠﻴﺌﻬﻢ ﻭﺗﺼﺮﻓﻬﻢ
ﻭﻋﻠﻤﻮﺍ ﺃﻥ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﺑﻴﺪﻩ ﻟﻢ ﻳﻨﺼﺮﻓﻮﺍ ﺇﻻ ﻏﺎﻧﻤﻴﻦ ﺳﺎﻟﻤﻴﻦ ﻛﺎﻟﻄﻴﺮ .
(Tuhfatul Ahwadzi, syaikh Al-mubarakfury)

[2] Allah berfirman,

ﻭَﻣَﻦ ﻳَﺘَّﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺠْﻌَﻞ ﻟَّﻪُ ﻣَﺨْﺮَﺟﺎًﻭَﻳَﺮْﺯُﻗْﻪُ ﻣِﻦْ ﺣَﻴْﺚُ ﻟَﺎ ﻳَﺤْﺘَﺴِﺐُ ﻭَﻣَﻦ ﻳَﺘَﻮَﻛَّﻞْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﺣَﺴْﺒُﻪُ

”Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, Dia akan memberikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangaka. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, Dia akan memberikan kecukupan baginya …” (QS. Ath Thalaaq:2-3)

[3] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻳَﺪْﺧُﻞُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﺃَﻗْﻮَﺍﻡٌ ﺃَﻓْﺌِﺪَﺗُﻬُﻢْ ﻣِﺜْﻞُ ﺃَﻓْﺌِﺪَﺓِ ﺍﻟﻄَّﻴْﺮِ

“Akan masuk surga suatu kaum yang hati mereka seperti hati burung. ” (HR. Muslim).

Keutamaan Sholat Subuh

Keutamaan Sholat Subuh

Shubuh adalah salah satu waktu di antara beberapa waktu, di mana Allah Ta’ala memerintahkan umat Islam untuk mengerjakan shalat kala itu. Ada banyak sekali keutamaan shalat shubuh. Allah Ta’ala berfirman,

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh tu disaksikan (oleh malaikat).” (Qs. Al-Isra’: 78)

Betapa banyak kaum muslimin yang lalai dalam mengerjakan shalat shubuh. Mereka lebih memilih melanjutkan tidurnya ketimbang bangun untuk melaksanakan shalat. Jika kita melihat jumlah jama’ah yang shalat shubuh di masjid, akan terasa berbeda dibandingkan dengan jumlah jama’ah pada waktu shalat lainnya.

Keutamaan Shalat Shubuh

Apabila seseorang mengerjakan shalat shubuh, niscaya ia akan dapati banyak keutamaan. Di antara keutamaannya adalah

Salah satu penyebab masuk surga

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْبَرْدَيْنِ دَخَلَ الْجَنَّة

Barangsiapa yang mengerjakan shalat bardain (yaitu shalat shubuh dan ashar) maka dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari no. 574 dan Muslim no. 635)

Salah satu penghalang masuk neraka

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَنْ يَلِجَ النَّارَ أَحَدٌ صَلَّى قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا

Tidaklah akan masuk neraka orang yang melaksanakan shalat sebelum terbitnya matahari (yaitu shalat shubuh) dan shalat sebelum tenggelamnya matahari (yaitu shalat ashar).” (HR. Muslim no. 634)

Berada di dalam jaminan Allah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللَّهِ فَلَا يَطْلُبَنَّكُمْ اللَّهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ فَإِنَّهُ مَنْ يَطْلُبْهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ يُدْرِكْهُ ثُمَّ يَكُبَّهُ عَلَى وَجْهِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ

Barangsiapa yang shalat subuh maka dia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut sesuatu kepada kalian dari jaminan-Nya. Karena siapa yang Allah menuntutnya dengan sesuatu dari jaminan-Nya, maka Allah pasti akan menemukannya, dan akan menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim no. 163)

Dihitung seperti shalat semalam penuh

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ

Barangsiapa yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR. Muslim no. 656)

Disaksikan para malaikat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَتَجْتَمِعُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ

 “Dan para malaikat malam dan malaikat siang berkumpul pada shalat fajar (subuh).” (HR. Bukhari no. 137 dan Muslim no.632)

Ancaman bagi yang Meninggalkan Shalat Shubuh

Padahal banyak keutamaan yang bisa didapat apabila seseorang mengerjakan shalat shubuh. Tidakkah kita takut dikatakan sebagai orang yang munafiq karena meninggalakan shalat shubuh? Dan kebanyakan orang meninggalkan shalat shubuh karena aktivitas tidur. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

Sesungguhnya shalat yang paling berat dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari no. 657 dan Muslim no. 651)

Cukuplah ancaman dikatakan sebagai orang munafiq membuat kita selalu memperhatikan ibadah yang satu ini.

Semoga Allah selalu memberi hidayah kepada kita semua, terkhusus bagi para laki-laki untuk dapat melaksanakan shalat berjama’ah di masjid.

Pengaruh Makanan Yang Haram

Pengaruh Makanan Yang Haram

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Sebagian muslim tidak mempedulikan apa yang masuk dalam perutnya. Asal enak dan ekonomis, akhirnya disantap. Tidak tahu manakah yang halal, manakah yang haram. Padahal makanan, minuman dan hasil nafkah dari yang haram sangat berpengaruh sekali dalam kehidupan seorang muslim, bahkan untuk kehidupan akhiratnya setelah kematian. Baik pada terkabulnya do’a, amalan sholehnya dan kesehatan dirinya bisa dipengaruhi dari makanan yang ia konsumsi setiap harinya. Oleh karena itu, seorang muslim begitu urgent untuk mempelajari halal dan haramnya makanan. Dan yang kita bahas kali ini adalah seputar pengaruh makanan yang haram bagi diri kita. Moga bermanfaat.

Pertama: Makanan haram mempengaruhi do’a

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ ».

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.’” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” (HR. Muslim no. 1015)

Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada Sa’ad,

أطب مطعمك تكن مستجاب الدعوة

Perbaikilah makananmu, maka do’amu akan mustajab.” (HR. Thobroni dalam Ash Shoghir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if jiddan sebagaimana dalam As Silsilah Adh Dho’ifah 1812)

Ada yang bertanya kepada Sa’ad bin Abi Waqqosh,

تُستجابُ دعوتُك من بين أصحاب رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ؟ فقال : ما رفعتُ إلى فمي لقمةً إلا وأنا عالمٌ من أين مجيئُها ، ومن أين خرجت .

“Apa yang membuat do’amu mudah dikabulkan dibanding para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya?” “Saya  tidaklah memasukkan satu suapan ke dalam mulutku melainkan saya mengetahui dari manakah datangnya dan dari mana akan keluar,” jawab Sa’ad.

Dari Wahb bin Munabbih, ia berkata,

من سرَّه أنْ يستجيب الله دعوته ، فليُطِب طُعمته

“Siapa yang bahagia do’anya dikabulkan oleh Allah, maka perbaikilah makanannya.”

Dari Sahl bin ‘Abdillah, ia berkata,

من أكل الحلال أربعين يوماً  أُجيبَت دعوتُه

“Barangsiapa memakan makanan halal selama 40 hari, maka do’anya akan mudah dikabulkan.”

Yusuf bin Asbath berkata,

بلغنا أنَّ دعاءَ العبد يحبس عن السماوات بسوءِ المطعم .

“Telah sampai pada kami bahwa do’a seorang hamba tertahan di langit karena sebab makanan jelek (haram) yang ia konsumsi.”

Gemar melakukan ketaatan secara umum, sebenarnya adalah jalan mudah terkabulnya do’a. Sehingga tidak terbatas pada mengonsumsi makanan yang halal, namun segala ketaatan akan memudahkan terkabulnya do’a. Sebaliknya kemaksiatan menjadi sebab penghalang terkabulnya do’a.

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Melakukan ketaatan memudahkan terkabulnya do’a. Oleh karenanya pada kisah tiga orang  yang masuk dan tertutup dalam suatu goa, batu besar yang menutupi mereka menjadi terbuka karena sebab amalan yang mereka sebut. Di mana mereka melakukan amalan tersebut ikhlas karena Allah Ta’ala. Mereka berdo’a pada Allah dengan menyebut amalan sholeh tersebut sehingga doa mereka pun terkabul.”

Wahb bin Munabbih berkata,

العملُ الصالحُ يبلغ الدعاء ، ثم تلا قوله تعالى : { إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُه }

“Amalan sholeh akan memudahkan tersampainya (terkabulnya) do’a. Lalu beliau membaca firman Allah Ta’ala, “Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir: 10)

Dari ‘Umar, ia berkata,

بالورع عما حرَّم الله يقبلُ الله الدعاء والتسبيحَ

“Dengan sikap waro’ (hati-hati) terhadap larangan Allah, Dia akan mudah mengabulkan do’a dan memperkanankan tasbih (dzikir subhanallah).”

Sebagian salaf berkata,

لا تستبطئ الإجابة ، وقد سددتَ طرقها بالمعاص

“Janganlah engkau memperlambat terkabulnya do’a dengan engkau menempuh jalan maksiat.” (Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, 1: 275-276)

Kedua: Rizki dan makanan halal mewariskan amalan sholeh

Rizki dan makanan yang halal adalah bekal dan sekaligus pengobar semangat untuk beramal shaleh. Buktinya adalah firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thoyyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mu’minun: 51). Sa’id bin Jubair dan Adh Dhohak mengatakan bahwa yang dimaksud makanan yang thoyyib adalah makanan yang halal (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 10: 126).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala pada ayat ini memerintahkan para rasul ‘alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan makanan yang halal dan beramal sholeh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal adalah pembangkit amal shaleh. Oleh karena itu, para Nabi benar-benar memperhatikan bagaimana memperoleh yang halal. Para Nabi mencontohkan pada kita kebaikan dengan perkataan, amalan, teladan dan nasehat. Semoga Allah memberi pada mereka balasan karena telah member contoh yang baik pada para hamba.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 126).

Bila selama ini kita merasa malas dan berat untuk beramal? Alangkah baiknya bila kita mengoreksi kembali makanan dan minuman yang masuk ke perut kita. Jangan-jangan ada yang perlu ditinjau ulang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْخَيْرَ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ أَوَ خَيْرٌ هُوَ

Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan. Namun benarkah harta benda itu kebaikan yang sejati?”  (HR. Bukhari no. 2842 dan Muslim no. 1052)

Ketiga: Makanan halal bisa sebagai pencegah dan penawar berbagai penyakit

Allah Ta’ala berfirman,

وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang hanii’ (baik) lagi marii-a (baik akibatnya).” (QS. An Nisa’: 4).

Al Qurthubi menukilkan dari sebagian ulama’ tafsir bahwa maksud firman Allah Ta’ala “هَنِيئًا مَرِيئًا” adalah, “Hanii’ ialah yang baik lagi enak dimakan dan tidak memiliki efek negatif. Sedangkan marii-a ialah yang tidak menimbulkan efek samping pasca dimakan, mudah dicerna dan tidak menimbulkan peyakit atau gangguan.” (Tafsir Al Qurthubi, 5:27). Tentu saja makanan yang haram menimbulkan efek samping ketika dikonsumsi. Oleh karenanya, jika kita sering mengidap berbagai macam penyakit, koreksilah makanan kita. Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.

Keempat: Di akhirat, neraka lebih pantas menyantap jasad yang tumbuh dari yang haram

Dari Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

Siapa yang dagingnya tumbuh dari pekerjaan yang tidak halal, maka neraka pantas untuknya.” (HR. Ibnu Hibban 11: 315, Al Hakim dalam mustadroknya 4: 141. Hadits ini shahih kata Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 4519)

Lihatlah begitu bahayanya mengonsumsi makanan haram dan dampak dari pekerjaan yang tidak halal sehingga mempengaruhi do’a, kesehatan, amalan kebaikan, dan terakhir, mendapatkan siksaan di akhirat dari daging yang berasal dari yang haram.

اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

[Allahummak-finaa bi halaalika ‘an haroomika, wa agh-ninaa bi fadh-lika ‘amman siwaak]

“Ya Allah, limpahkanlah kecukupan kepada kami dengan rizqi-Mu yang halal dari memakan harta yang Engkau haramkan, dan cukupkanlah kami dengan kemurahan-Mu dari mengharapkan uluran tangan selain-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 3563 dan Ahmad 1: 153. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.[1]

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 17 Shafar 1433 H

Artikel Kajian Umum di Dammam, KSA, Jum’at 19 Shafar 1433 H


[1] Sebagian tulisan di atas adalah faedah dari tulisan Ustadz Dr. Muhammad Arifin Baderi di Majalah Pengusaha Muslim.

Keutamaan Kota Madinah

Keutamaan Kota Madinah 

Sesungguhnya kota Madinah adalah kota yang dirindukan oleh seluruh kaum muslimin, betapa kenyamanan dirasakan oleh para jama’ah haji dan umroh tatkala berada di kota Madinah. Kota ini memiliki banyak keistimewaan, diantaranya :

1 – Allah –ta’ala- menjadikan madinah kota haram sebagaimana Allah menjadikan makkah kota haram, Nabi  -shallallahu alaihi wa sallam- bersabda :

إِنَّ إِبْرَاهِيْمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِيْنَةَ

“Sesungguhnya Ibrahim menjadikan makkah tanah haram, dan sesungguhnya aku menjadikan madinah tanah haram” (HR Muslim no 1367)

Dan yang dimaksud haram disini adalah diharamkan di kota Mekah dan Madinah memotong pohon yang berduri, membunuh binatang buruan, dan mengangkat senjata untuk tujuan menumpahkan darah  ataupun berperang.  nabi –shallahu alaihi wa sallam- bersabda :

إِنِّي أُحَرِّمُ مَا بَيْنَ لَابَتَيْ الْمَدِيْنَةِ أَنْ يُقْطَعَ عَضَاهُهَا أَوْ يُقْتَلَ صَيْدُهَا

“sesungguhnya aku mengharamkan memotong pohon yang berduri dan membunuh hewan buruan di madinah”. (HR Muslim no 1363)

Dan Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda :

وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ حَرَامًا مَا بَيْنَ مَأْزِمَيْهَا، أَنْ لَا يُهْرَاقَ فِيهَا دَمٌ، وَلَا يُحْمَلَ فِيهَا سِلَاحٌ لِقِتَالٍ، وَلَا تُخْبَطَ فِيهَا شَجَرَةٌ إِلَّا لِعَلْفٍ

“Sesungguhnya  aku mengharamkan kota madinah yang batas  wilayahnya  antara dua gunung  yang ada di kota madinah agar tidak menumpahkan darah, tidak membawa senjata untuk berperang, dan tidak menggugurkan daun-daun pohon yang ada di kota madinah kecuali untuk makanan ternak” (HR Muslim no 1374)

2 – Nabi –shallahu alahi wa sallam- memberi nama kota madinah dengan sebutan thabah atau thayyibah yang bermakna baik, Nabi –shallahu alaihi wa sallam- bersabda :

إِنَّ اللهَ تَعَالَى سَمَّى الْمَدِيْنَةَ طَابَةً

“Sesungguhnya Allah –ta’ala-  menamakan kota madinah dengan sebutan thabah (dalam sebagian riwayat : Thoibah)”. (HR Muslim no 1385)

Dan طَابَةً atau طَيْبَةً diambil dari kata الطِّيْبُ yang artinya bersih, karena Madinah dibersihkan dari kesyirikan (lihat Kasyful Musykil min Hadiits As-Shahihahin, Ibnu Jauzi 1/458), atau karena tanah Madinah itu suci demikian juga udaranya, dan baik untuk dijadikan tempat tinggal (lihat Fathul Baari 4/89)

3 – Sesungguhnya Iman (agama) itu akan kembali ke kota  madinah, Nabi –shallahu alaihi wa sallam-bersabda :

إِنَّ الْإِيمَانَ لَيَأْرِزُ إِلَى الْمَدِيْنَةِ كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا

“Sesungguhnya iman (agama) akan kembali ke kota madinah sebagaimana ular akan kembali ke sarangnya” (HR Al-Bukhari no 1876)

Yaitu orang-orang yang beriman ingin kembali ke kota Madinah. Di zaman Nabi shallallahu álaihi wasallam para sahabat ingin tinggal di kota Madinah dengan berhijroh ke kota Madinah, demikian juga di zaman para Khulafaa Rosyidin orang-orang ingin menempati kota Madinah untuk belajar dari para sahabat, dan hingga zaman sekarang orang-orang yang beriman ingin ke kota Madinah untuk beribadah di Mesjid Nabawi.

4  – Nabi  -shallahu alaihi wa sallam- mensifati  madinah dengan kota yang menaklukan kota- kota lain, Nabi –shallahu alaihi wa sallam- bersabda :

أُمِرْتُ بِقَرْيَةٍ تَأكُلُ القُرَى، يَقُولُونَ يَثْرِبُ وَهِيَ الْمَدِيْنَةُ

“Aku diperintahkan untuk hijrah ke kota yang memakan kota – kota lain, mereka menyebutnya Yatsrib, padahal dia adalah kota Madinah”. (HR Al-Bukhari no 1871 dan Muslim no 1382)

Maksud dari kota Madinah “memakan” kota-kota yang lain, yaitu Kota Madinah akan menaklukan kota-kota atau negeri-negeri yang lain. Atau makna yang lain yaitu sumber pemasukan kota Madinah dari negeri-negeri yang lain yang telah ditaklukan oleh kaum Muslimin yang bermarkas di kota Madinah (lihat Syarh Shahih Muslim, An-Nawawi 9/154)

5 – Nabi –shallahu alaihi wa sallam- memberi jaminan  syafa’at  pada hari kiamat bagi orang – orang yang  hidup di kota Madinah dan bersabar dalam menghadapi musibah yang menimpa kota madinah, Nabi –shallahu alaihi wa sallam- bersabda :

الْمَدِيْنَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ، لَا يَدَعُهَا أَحَدٌ رَغْبَةً عَنْهَا إِلَّا أَبْدَلَ اللَّهُ فِيْهَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ، وَلَا يَثْبُتُ أَحَدٌ عَلَى لَأْوَائِهَا وَجَهْدِهَا إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا أَوْ شَهِيدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Madinah itu lebih baik bagi mereka kalau seandainya mereka tahu. Tidaklah ada seseorang yang meninggalkan kota Madinah karena tidak suka dengan kota Madinah kecuali Allah akan ganti dengan orang yang lebih baik darinya untuk tinggal di Madinah, dan tidaklah ada seseorang yang berusaha bertahan dan bersabar menghadapi kesulitan dan kesusahan yang ada di kota Madinah kecuali aku akan memberi syafa’at atau menjadi saksi baginya di hari kiamat”. (HR Muslim no 1363)

Yaitu Nabi shallallahu álaihi wasallam memberi syafaat orang-orang yang bermaksiat, dan Nabi menjadi saksi bagi orang-orang yang taát (lihat Syarh Shahih Muslim, An-Nawawi 9/137)

6 – Nabi –shallahu alaihi wa sallam- menjelaskan mulianya kota Madinah dan bahayanya berbuat bid’ah, kemungkaran  dan fitnah di kota Madinah, Nabi –shallahu alaihi wa sallam- bersabda :

الْمَدِيْنَةُ حَرَامٌ مَا بَيْنَ عَيْرٍ وَثَوْرٍ، وَمَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا، أَوْ آوَى مُحْدِثًا، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ، لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلاَ عَدْلٌ

“Madinah  adalah tanah haram yang batasnya antara gunung ‘Aer (yang terletak di dekat Miqot Bir Áli-pent) dan gunung Tsaur (yang terletak di belakang gunung Uhud-pent), barang siapa yang berbuat bid’ah dan kemungkaran di kota Madinah atau mengayomi pelakunya maka baginya la’nat dari Allah, malaikat, dan manusia, tidak akan diterima amal wajib dan amal sunnahnya”. (HR Al-Bukhari no 6755 dan Muslim no 1370)

Hadits ini menunjukan bahwa bidáh atau kemungkaran di Madinah merupakan dosa besar karena terancam dengan laknat dan tidak diterimanya amal ibadahnya. (lihat Syarh Shahih Muslim 9/140)

7 – Nabi –shallahu alaihi wa sallam- mendoakan keberkahan untuk kota Madinah, Nabi –shallahu alaihi wa sallam- bersabda :

اللهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي ثَمَرِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي مَدِينَتِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي صَاعِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي مُدِّنَا

“Ya Allah, berkahilah bagi kami buah – buah yang ada di kota madinah, berkahilah bagi kami kota madinah, serta berkahilah bagi kami shaa’ dan mudd kami”. (HR Muslim no 1373)

Shaa’ dan Mudd adalah ukuran takaran volume, dan itulah takaran yang digunakan oleh para penduduk Madinah ketika itu untuk jual beli. Mereka pada umumnya tidak menggunakan takaran timbangan, karena mata pencaharian mereka pada umumnya adalah berkebun. Sehingga yang mereka jual belikan adalah korma dan gandum, yang proses jual belinya adalah dengan takaran volume. 1 Shaa’ = ukuran bayar zakat fithrah = 4 Mudd. Dan 1 Mudd kira-kira seukuran dua genggam tangan.

Maksud dari doa Nabi ini, yaitu berkahilah makanan yang ditakar di kota Madinah, sehingga jika ada satu mudd kurma di tempat yang lain tidak cukup untuk pemiliknya maka jadikanlah ia berkah dan terasa cukup bagi penduduk kota Madinah. Dan ini merupakan keberkahan duniawi. Demikian juga bisa jadi maksudnya adalah keberkahan akhirat, yaitu jadikanlah penduduk kota Madinah tatkala berjual beli dengan takaran shaa’ atau mudd maka mereka bisa menakarnya dengan adil dan tidak curang. (lihat Faidul Qodiir, Al-Munaawi 2/126)

8 – Kota Madinah tidak akan terserang wabah dan tidak akan dimasuki oleh Dajjal, Nabi –shallahu alaihi wa sallam-  bersabda :

عَلَى أَنْقَابِ الْمَدِيْنَةِ مَلَائِكَةٌ لَا يَدْخُلُهَا الطَّاعُوْنَ وَلَا الدَّجَّالُ

“Di jalan-jalan kota madinah ada para malaikat (yang menjaga), wabah dan Dajjal tidaklah akan masuk ke dalam kota madinah”. (HR Al-Bukhari no 1880 dan Muslim no 1379)

9 – Kota madinah akan mengeluarkan orang-orang yang buruk, Nabi –shallahu alaihi wa sallam- bersabda :

أَلَا إِنَّ الْمَدِيْنَةَ كَالْكِيْرِ تُخْرِجُ الْخَبِثَ

“Ketahuilah bahwa kota Madinah itu seperti ububan (alat peniup api) tukang besi  yang mengehilangkan kotoran”. (HR Muslimi no 1381)

Orang-orang yang baik akan bertahan untuk tinggal di kota Madinah.

10 – Ancaman bagi orang-orang yang menginginkan kejelekan untuk penduduk Madinah. Nabi –shallahu alaihi wa sallam-  bersabda :

وَلَا يُرِيْدُ أَحَدٌ أَهْلَ الْمَدِيْنَةِ بِسُوْءٍ إِلَّا أَذَابَهُ اللهُ ذَوْبَ الرَّصَاصِ، أَوْ ذَوْبَ الْمِلْحِ

“Tidaklah seorangpun yang menginginkan kejelekan untuk penduduk Madinah kecuali Allah akan melelehkannya seperti melelehnya timah atau garam ”. (HR Muslim no 1363)

11 – Orang yang meninggal di kota Madinah akan mendapatkan syafa’at dari Nabi –shallahu alaihi wa sallam-, Nabi –shallahu alaihi wa sallam – bersabda :

مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَمُوْتَ بِالْمَدِيْنَةِ فَلْيَفْعَلْ؛ فَإِنِّي أَشْفَعُ لِمَنْ يَمُوْتُ بِهَا

“Barangsiapa yang mampu untuk meninggal di kota Madinah maka lakukanlah, sesungguhnya aku akan memberi syafa’at bagi orang-orang yang meninggal di kota Madinah”. (HR At-Tirmidzi no 3917)

Yaitu hendaknya seseorang berusaha untuk menetap di kota Madinah hingga ajal menjemputnya. Jika ia tidak mampu untuk menetap di Madinah selamanya, maka hendaknya jika nampak bahwa ajalnya telah dekat -karena tua, sakit, atau yang lainnya- ia segera menetap di kota Madinah agar ia meninggal di kota Madinah. (lihat Mirqootul Mafaatiih, Ali Al-Qoori 5/1884). Umar bin al-Khotthob pernah berdoa :

اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي شَهَادَةً فِي سَبِيلِكَ وَاجْعَلْ مَوْتِي بِبَلَدِ رَسُولِكَ

“Ya Allah anugrahkanlah kepadaku mati syahid dan jadikanlah wafatku di negeri RasulMu” (HR Al-Bukhari no 1890)

12 – kecintaan nabi –shallahu alaihi wa sallam- terhadap kota madinah sehingga nabi berdoa :

اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا المَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ

“Ya Allah, jadikanlah kami mencintai kota Madinah sebagaimana cinta kami terhadap kota Mekah atau lebih dari itu”. (HR Al-Bukhari no 1888 dan Muslim no 1376)

Pandanglah Orang yang di Bawahmu dalam Masalah Dunia

Pandanglah Orang yang di Bawahmu dalam Masalah Dunia

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي اللّه عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللّهِ صلّى اللّه عليه وسلّم اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

Dari Abū Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Lihatlah kepada yang di bawah kalian dan janganlah kalian melihat yang di atas kalian. Dengan demikian kalian tidak akan meremehkan nikmat yang telah Allah  berikan kepada kalian.” ([1])

Saudaraku, hadis ini mengajarkan agar dalam masalah dunia hendaknya kita melihat ke bawah. Bagaimana pun kekurangan yang ada pada diri kita dalam masalah dunia, pasti masih ada orang lain yang lebih parah kekurangannya daripada kita. Misalnya, alhamdulillah, saat ini kita dalam keadaan sehat, sementara betapa banyak orang yang sakit, bahkan terkapar tak bergerak di tempat tidurnya, cacat, atau sedang berjibaku menghadapi penyakitnya yang sangat parah. Andai saat ini kita sedang sakit pun, pasti masih ada orang lain yang lebih parah sakitnya daripada kita. Demikian pula dari segi harta, tempat tinggal, atau nikmat-nikmat duniawi lainnya, selalulah memAndang mereka yang taraf kehidupannya berada di bawah kita.

Senantiasa bersyukur bukanlah perkara yang mudah, oleh karenanya Allah ﷻ berfirman,

وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

“Hanya sedikit dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’: 13)

Hendaknya kita senantiasa berdoa semoga Allah menjadikan kita termasuk dari hamba-hamba Allah ﷻ yang sedikit tersebut. Dan salah satu usaha terbaik untuk mewujudkan harapan tersebut, adalah mengamalkan saran Rasulullah ﷺ pada hadis di atas.

Perlu kita ingat bahwa kesehatan adalah kekayaan sejati, yang banyak diimpikan oleh orang-orang kaya harta yang terkapar di rumah sakit. Namun sayangnya, seringkali kita lalai untuk mensyukuri nikmat yang sangat besar ini, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Dua kenikmatan yang banyak orang tertipu di dalamnya yaitu kesehatan dan waktu luang.” ([2])

Jika nikmat kesehatan belum bisa kita syukuri dengan baik, sementara mata kita sudah melirik kepada kenikmatan-kenikmatan harta yang dimiliki oleh tetanga-tetangga atau teman-teman kita, bagaimana mungkin kita akan bisa menjadi hamba yang bersyukur?

Maka, di antara hal yang membuat kita senantiasa bersyukur adalah melihat ke bawah dalam masalah dunia, termasuk masalah harta. Misalnya kita merasa mempunyai kendaraan yang kurang bagus. Namun lihatlah, masih banyak orang di bawah kita yang kendaraannya lebih jelek daripada kendaraan kita. Malah boleh jadi, masih banyak orang yang hanya memiliki motor butut atau memiliki sepeda kayuh tua, atau bahkan masih banyak orang yang hanya bisa berjalan kaki ke mana-mana karena ia tidak memiliki kendaraan sama sekali.

Ambisi terhadap dunia tidak akan pernah ada habisnya. Orang yang mencari dunia akan terus senantiasa haus akan dunia. Terkadang kita heran ketika melihat ada seorang yang sudah tua, umurnya sudah 60 tahun, 70 tahun, atau bahkan 80 tahun, namun masih sibuk tenggelam dalam urusan duniawi padahal hartanya sudah lebih dari cukup. Di usia senjanya, ia masih memikirkan bisnis ini dan itu, lalu kapan dia akan beristirahat? Kapan dia akan menikmati harta dunia yang selama ini ia kumpulkan? Lebih lagi, kapan lagi ia akan memfokuskan perhatiannya untuk menghamba kepada Sang Penciptanya ﷻ? Dunia itu bak air laut, semakin diteguk, ia akan semakin membuat haus seseorang. Hasrat terhadap dunia baru akan berhenti jika seseorang telah meninggal dunia. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ

“SeAndainya seorang anak Adam memiliki dua lembah harta, dia pasti akan mencari lembah yang ke-3 (tidak akan pernah merasa puas). Seorang anak Adam tidak akan berhenti (mengejar dunia), kecuali ketika tanah sudah menyumpal mulutnya (jenazahnya telah dikebumikan).” ([3])

Itulah gambaran tentang dunia beserta arahan Islam terkait bagaimana menyikapinya. Berbeda halnya dengan masalah akhirat. Dalam masalah akhirat, kita diperintahkan untuk melihat ke atas. Allah ﷻ mengajarkan kita untuk selalu bersemangat dalam masalah akhirat, sebagaimana pesan ini tersirat dalam perintah untuk senantiasa memohon minimal sebanyak 17 kali setiap harinya, pada momen terdekat seorang hamba dengan Tuhannya, yaitu doa:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ، صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ

“Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka.”

Siapakah orang-orang yang diberi nikmat itu? Mereka adalah para nabi, orang-orang shiddiq (jujur dalam keimanan), para syuhada, dan orang-orang saleh. Merekalah panutan dan role model kita dalam masalah akhirat. Demikianlah, Allah ﷻ memerintahkan kita untuk menatap ke atas dalam masalah akhirat, yaitu dengan senantiasa meminta petunjuk ke jalan yang pernah ditempuh oleh orang-orang yang saleh nan mulia tersebut.

Allah ﷻ lebih menegaskan perintah ini dalam ayat lainnya. Allah ﷻ berfirman:

وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ

“Dan untuk yang demikian (yaitu kenikmatan-kenikmatan surga), hendaknya orang-orang yang berlomba itu berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthaffifīn: 26)

Allah ﷻ juga berfirman:

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ

“Berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148)

Allah ﷻ juga berfirman:

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ

“Berlomba-lombalah untuk meraih ampunan Allah. Dan berlomba-lombalah untuk segera meraih surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (QS. Āli ‘Imrān: 133)

Demikianlah saudaraku, kita diperintahkan untuk bersikap qana’ah (rela menerima) dalam masalah dunia, namun jangan pernah merasa puas dalam masalah akhirat. Bukan sebaliknya, tidak pernah puas dengan dunia, namun malah legowo dan puas apa adanya dalam masalah agamanya.

Sebagai contoh, jangan sampai seseorang sudah memiliki mobil, namun masih bernafsu untuk memiliki mobil yang lebih mewah lantaran iri dengan tetangganya, teman-temannya, dan seterusnya. Sementara ketika ditegur perihal ibadahnya yang pas-pasan, ia dengan entengnya mengatakan, “Ah, alhamdulillāh saya sudah salat. Lihat tuh, masih banyak orang yang tidak salat sama sekali.

Benar, memang masih banyak orang yang tidak salat, dan kita bersyukur kepada Allah karena menjadi golongan orang yang mendirikan salat, akan tetapi lihatlah ke atas, agar dirimu terus terpacu dengan banyaknya orang-orang saleh yang jauh lebih baik kualitas agamanya darimu. Hendaknya kita berusaha mencapai kedudukan setinggi mungkin dalam masalah agama. Rasulullah ﷺ bersabda:

فإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ، فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ، وَأَعْلَى الْجَنَّةِ

“Jika engkau minta surgamintalah surga Firdaus, surga yang paling baik dan yang paling tinggi.” ([4])

Semoga Allah ﷻ menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang zuhud dan qana’ah dalam masalah dunia, dan selalu bersemangat dan tak pernah puas dalam masalah agama.

FAEDAH

Sebagian ulama menyebutkan bahwa jika seseorang yang miskin memandang kepada orang yang jauh lebih kaya darinya dengan kacamata syukur, ia pasti akan mendapati bahwa dirinya ternyata memiliki nikmat yang tidak kalah besarnya dibandingkan dengan nikmat harta yang dimiliki oleh si kaya tersebut.

Bisa jadi ia mendapati bahwa si kaya dengan hartanya yang melimpah harus merasakan berbagai penderitaan yang membuat hidupnya tidak tenang, seperti sakit yang datang silih berganti, tekanan hidup yang tinggi, kekhawatiran akan kehilangan hartanya, dan lain-lain.

Bisa jadi orang yang hartanya melimpah hidupnya tidak tenang karena senantiasa memikirkan pekerjaannya dalam rangka mencari dan mempertahankan kekayaan. Bisa jadi ia juga dipusingkan perihal cara menyimpan dan membelanjakan hartanya, dan seabrek permasalahan lain yang tidak pernah membebani orang-orang miskin.

Si miskin yang bersyukur sudah terpuaskan dengan makanan yang sangat sederhana, dan mampu tidur pulas di sembarang tempat, sementara si kaya harus bersikap super hati-hati perihal konsumsi sehari-harinya demi menjaga kesehatan atau pola dietnya, dan sulit tidur karena berbagai permasalahan yang selalu memenuhi otak dan pikirannya, sehingga meskipun si kaya berbaring di ranjang yang empuk dan mahal, di kamar yang luas nan mewah, ia tidak kunjung tertidur, sementara si miskin sudah tertidur pulas, kendati hanya beralaskan tikar lusuh atau emperan jalanan.

Yakinlah saudaraku, kunci kebahagiaan adalah rasa syukur kepada Allah ﷻ, bukan nominal harta atau tingginya taraf kehidupan dunia.

Footnote:
_____

([1]) HR Muslim No. 2963

([2]) HR. Al-Bukhari no. 6412

([3]) HR. Bukhari no. 6436

([4]) HR. Al-Bukhari No. 2790

Dahsyatnya Fitnah Wanita

Dahsyatnya Fitnah Wanita
(Khutbah Jumat)

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، ومِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا، أَمَّا بَعْدُ

فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهُدَى هدى مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عليهِ وَسلَّم، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ، أُوْصِيْكُم وَنَفْسِي بِتَقْوَى الله، فَقَد فَازَ الْمُتَّقُوْنَ

Sesungguhnya di antara fitnah yang berbahaya bagi laki-laki adalah fitnah wanita, bahkan dia adalah fitnah yang paling berbahaya. Hal ini sebagaimana telah diingatkan oleh Nabi Muhammad ﷺ dalam sabda beliau,

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

Aku tidak meninggalkan suatu fitnah yang paling berbahaya bagi laki-laki sepeninggalku melebihi fitnah wanita.”([1])

Nabi Muhammad ﷺ juga bersabda,

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau, dan sesungguhnya Allah telah menguasakannya kepadamu sekalian. Kemudian Allah menunggu (memperhatikan) apa yang kamu kerjakan (di dunia itu). Karena itu, takutlah pada fitnah dunia dan fitnah wanita, karena sesungguhnya sumber bencana Bani Israil adalah wanita.”([2])

Nabi Muhammad ﷺ dalam sabdanya ini telah mengingatkan bahwasanya dunia itu menipu dengan keindahannya dan manisnya fitnah-fitnah yang ada padanya. Kemudian, Nabi Muhammad ﷺ mengkhususkan bahwa di antara fitnah dunia tersebut adalah fitnah wanita, karena dia adalah fitnah yang paling berbahaya daripada fitnah dunia lainnya.

Hal ini mirip seperti sabda Nabi Muhammad ﷺ,

وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Dan barang siapa hijrahnya untuk memperoleh dunia atau seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang dia niatkan.”([3])

Pada hadis ini, Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan bahwasanya di antara hal yang bisa mengubah niat seseorang dalam ibadah yang agung yaitu hijrah adalah mencari dunia, dan bahkan Nabi Muhammad ﷺ mengkhususkan bahwa seseorang bisa berhijrah karena wanita.

Besar dan beratnya fitnah wanita bagi laki-laki ini juga ditandai dengan penyebutannya yang pertama dalam firman Allah ﷻ,

﴿زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ﴾

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran: 14)

Yang pertama kali Allah ﷻ sebutkan sebagai perhiasan dunia yang indah adalah wanita. Oleh karenanya, Ibnu Katsir ﷺ berkata mengomentari ayat ini,

فَبَدَأَ بِالنِّسَاءِ لِأَنَّ الْفِتْنَةَ بِهِنَّ أَشَدُّ

Allah memulainya dengan menyebut wanita, karena fitnah yang ditimbulkan oleh wanita itu lebih berat (daripada yang lainnya).”([4])

Fitnah wanita lebih berat daripada fitnah harta, lebih berat daripada fitnah kendaraan mewah, lebih berat daripada fitnah jabatan. Betapa banyak orang yang kuat dan tidak tergoda dengan fitnah jabatan, tidak bisa digoda dengan harta yang melimpah ruah, tapi dia jatuh tersungkur tatkala dia digoda dengan fitnah wanita.

Terlebih lagi ketika Nabi Muhammad ﷺ telah mengabarkan bahwa lelaki itu sangat lemah di hadapan para wanita. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,

مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ، أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَازِمِ، مِنْ إِحْدَاكُنَّ، يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ

Tidaklah aku pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya sehingga dapat menggoyangkan laki-laki yang teguh selain salah satu di antara kalian wahai wanita.”([5])

Allah ﷻ juga telah berfirman,

﴿وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا﴾

“Dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An-Nisa’: 28)

Sufyan ats-Tsauri ﷺ menjelaskan ayat ini bahwa maksudnya adalah laki-laki lemah di hadapan para wanita. Dia berkata,

الْمَرْأَةُ تَمُرُّ بِالرَّجُلِ فَلَا يَمْلِكُ نَفْسَهُ عَنِ النَّظَرَ إِلَيْهَا وَلَا يَنْتَفَعُ بِهَا فَأَيُّ شَيْءٍ أَضْعَفُ مِنْ هَذَا؟

Seorang wanita lewat di hadapan seorang laki-laki, dan laki-laki tersebut tidak mampu untuk menundukkan pandangannya dari melihat wanita tersebut, (dia pun melihat) dan dia tidak mendapat manfaat dari melihatnya. Maka kelemahan apa yang lebih lemah daripada ini?”([6])

Ma’asyiral muslimin yang dirahmati oleh Allah ﷻ.

Fitnah wanita semakin berbahaya ketika para wanita benar-benar dijadikan oleh setan sebagai jerat untuk menggelincirkan para lelaki. Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,

المَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki.”([7])

Nabi Muhammad ﷺ juga telah bersabda,

إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ

Sesungguhnya wanita itu datang dan pergi dalam bentuk setan.”([8])

Maksudnya adalah wanita senantiasa dihiasi oleh setan, sehingga tampilnya mereka di hadapan para laki-laki menimbulkan syahwat bagi para lelaki, baik ketika mereka datang ataupun berbalik.

Ini semua mengingatkan kita tentang bahayanya wanita. Oleh karenanya, hendaknya setiap dari kita bertakwa kepada Allah ﷻ, jangan mencoba-coba bermain api dalam perkara wanita, karena di situlah titik kelemahan para lelaki. Laki-laki tatkala digoda dengan harta dan jabatan mungkin bisa kuat, tapi bisa jadi ketika digoda dengan fitnah wanita menjadi lemah.

Ketahuilah bahwasanya setan tahu betul kelemahan laki-laki seperti ini. Terlebih lagi setan telah berjanji untuk menghiasi kemaksiatan. Kata setan di hadapan Allah ﷻ,

﴿رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ﴾

“Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. Al-Hijr: 39)

أَقٌولُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ وَخَطِيئَةٍ فَأَسْتَغْفِرُهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِه، وَأَشْهَدُ أَن لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ تَعْظِيمًا لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوَانِهِ، أَللَّهُمَّ صَلِى عَلَيهِ وعَلَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَإِخْوَانِهِ

Ma’syiral muslimin, zaman sekarang tidaklah sama dengan zaman dahulu. Jika zaman dahulu seseorang hanya tetap di rumahnya agar terhindar dari fitnah wanita. Adapun zaman sekarang, seseorang sangat susah untuk bisa terhindar dari fitnah wanita, karena di dalam rumahnya pun fitnah itu dibawa-bawa di dalam handphone dan di layar televisi kita.

Kondisi zaman sekarang ini semakin berat. Oleh karenanya, tidak ada jalan lain bagi para lelaki untuk terhindar dari fitnah para wanita kecuali dengan senantiasa berusaha menundukkan pandangan. Sesungguhnya, di antara dosa yang Allah ﷻ ingatkan dalam Al-Qur’an, meskipun diremehkan oleh sebagian kaum muslim adalah dosa mengumbar pandangan. Allah ﷻ memerintahkan kita untuk secara khusus bertobat dari dosa pandangan tersebut. Allah ﷻ berfirman,

﴿قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ﴾

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’.” (QS. An-Nur: 30)

Kemudian di akhir perintah menundukkan pandangan ini Allah ﷻ berfirman,

﴿وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾

“Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung’.” (QS. An-Nur: 31)

Kedua ayat ini menunjukkan bahwasanya mengumbar pandangan adalah dosa yang kita harus bertobat darinya.

Ma’asyiral muslimin yang dirahmati oleh Allah ﷻ.

Perintah menundukkan pandangan pada ayat ini tidak ditujukan kepada orang-orang kafir maupun orang-orang munafik, melainkan ditujukan kepada orang-orang yang beriman, ditujukan kepada orang-orang yang yakin akan adanya hari pembalasan, ditujukan kepada orang-orang yang yakin bahwasanya seluruh gerak-geriknya dicatat oleh para malaikat, ditujukan kepada orang-orang yang yakin bahwasanya apa yang ada di dalam hati pun akan dicatat, sebagaimana firman Allah ﷻ,

﴿يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ﴾

“Dia (Allah) mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghafir: 19)

Untuk apa Allah ﷻ mengingatkan kaum mukminin untuk menundukkan pandangan? Yaitu sebagaimana firman Allah ﷻ,

﴿ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ﴾

“Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur: 30)

Yaitu maksudnya agar mereka bisa lebih mulia di sisi Allah ﷻ, agar hati mereka bisa lebih khusyuk tatkala membaca Al-Qur’an, lebih khusyuk tatkala melaksanakan salat. Terlebih lagi Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا اتِّقَاءَ اللهِ إِلَّا أَعْطَاكَ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ

Tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah melainkan Allah akan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik darinya untukmu.”([9])

Ketika seseorang meninggalkan untuk memandang sesuatu yang haram baginya karena Allah ﷻ, maka Allah ﷻ akan ganti dengan yang lebih baik berupa cahaya iman di dalam hatinya, berupa kekhusyukan di dalam hatinya, dan justru mendapatkan pahala yang sangat besar. Adapun seseorang yang mengumbar pandangan dan syahwatnya, maka Allah ﷻ akan cabut kelezatan dalam dirinya, rumah tangganya akan hambar, kebahagiaan akan dicabut dari rumah tangganya, dan tentu dia akan mendapatkan dosa.

Sungguh, ketika Allah ﷻ telah mengatakan bahwa Dia mengetahui apa yang ada di dalam hati seseorang, maka tentu Allah ﷻ lebih tahu tentang apa yang seseorang lihat. Bisa jadi dua orang yang saling berbicara secara langsung tidak mengetahui apa yang diperhatikan oleh lawan bicaranya, namun Allah ﷻ tahu ke mana mata orang tersebut melirik. Sungguh, Allah ﷻ Maha Tahu apa yang dia lihat dengan matanya sebelum dia mengedipkan matanya. Maka merugilah orang yang diketahui oleh Allah ﷻ bahwa matanya melihat wanita-wanita yang haram untuk dia lihat.

Ma’asyiral muslimin yang dirahmati oleh Allah ﷻ.

Oleh karena itu, hendaknya kita berjuang untuk senantiasa bertakwa kepada Allah ﷻ. Ketika kita telah terlanjur terjerumus dalam dosa-dosa ini, maka bersegeralah untuk bertobat kepada Allah ﷻ.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتْ

اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا

اللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُوَّاتِنَا، أَبَدًا مَا أَحْيَيْتَنَا

اللَّهُمَّ نَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ أَسْمَاعِنَا، وَشَرِّ أَبْصَارِنَا

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Footnote:

__________

([1]) HR. Bukhari No. 5096.

([2]) HR. Muslim No. 2742.

([3]) HR. Muslim No. 1907.

([4]) Tafsir Ibnu Katsir (2/19).

([5]) HR. Bukhari No. 1462.

([6]) Dzamm al-Hawa’ (hlm. 89).

([7]) HR. Tirmidzi No. 1173.

([8]) HR. Muslim No. 1403.

([9]) HR. Ahmad No. 20739, Syu’aib al-Arnauth mengatakan sanad hadis ini sahih, dan Syekh al-Albani juga mengatakan sanadnya sahih berdasarkan syarat Imam Muslim dalam Silsilah adh-Dha’ifah (1/62).

Masuk Surga Karena Membuang Duri


Masuk Surga Karena Membuang Duri 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadis bahwa iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang yang paling tinggi dari cabang-cabang keimanan adalah perkataan “la ilaha illallah” dan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Secara tidak langsung, hadis tersebut juga mengisyaratkan bahwa keimanan seseorang itu bertingkat-tingkat sesuai dengan ilmu dan amal yang ia perbuat. Hanya saja, jangan remehkan suatu amal kebaikan, sekalipun terlihat sedikit dan dianggap remeh oleh manusia. Bisa jadi, Allah subhanahu wa ta’ala akan mengganjar amalan yang dikerjakan secara ikhlas tersebut dengan pahala yang berlipat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengisahkan bahwa ada seorang laki-laki yang masuk surga karena ia menyingkirkan duri yang berada di suatu jalan, yang dilakukan dengan tujuan agar tidak mengganggu kaum muslimin. Sebab itu, Allah subhanahu wa ta’ala menerima amal baiknya tersebut dan mengganjarnya dengan balasan yang lebih baik. Subhanallah … sungguh Maha Luas rahmat Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga hal ini dapat menjadi ibrah bagi kita semua. Allahul Muwaffiq.

Alkisah

Ada seorang laki-laki yang sedang berjalan-jalan di sebuah jalan. Ia menjumpai rerantingan yang berduri yang menghambat jalan tersebut, kemudian ia menyingkirkannya. Lalu ia bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka Allah mengampuni dosa-dosanya.

Dalam sebagian riwayat dari Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah pula, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada seseorang laki-laki yang melewati ranting berduri berada di tengah jalan. Ia mengatakan, ‘Demi Allah, aku akan menyingkirkan duri ini dari kaum muslimin sehingga mereka tidak akan terganggu dengannya.’ Maka Allah pun memasukkannya ke dalam surga.”

Dalam riwayat lain, juga dari sahabat Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sungguh, aku telah melihat seorang laki-laki yang tengah menikmati kenikmatan di surga disebabkan ia memotong duri yang berada di tengah jalan, yang duri itu mengganggu kaum muslimin.”

Kisah sahih di atas diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Kitab “Al-Adzan“, Bab “Fadhlu Tahjir ila Zhuhri“, no. 652; dan Kitab “Al-Mazhalim“, Bab “Man Akhadzal Ghuzna wama Yu’dzinnas fith Thariq“, no. 2472; juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab “Al-Bir wash-Shilah wal Adab“, no. 1914; dan Kitab “Al-Imarah“, no. 1914.

Ibrah

Dalam sebuah hadis qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

مَنْ آ ذَى لي وَليِّاًفَقَدْ اسْتَحَقَّ مُحَا رَبَتِي

Barang siapa yang menyakiti wali-Ku, ia berhak mendapatkan permusuhan-Ku.” (H.r. Abu Ya’la Al-Musili, 14:372)

Para wali Allah subhanahu wa ta’ala adalah kaum mukminin yang selalu taat kepada perintah-perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan memiliki komitmen dengan sunah-sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Yang dimaksud dengan wali Allah subhanahu wa ta’ala adalah orang yang berilmu tentang Allah subhanahu wa ta’ala, selalu menjalankan ketaatan kepada-Nya, dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.”

Sungguh mulia kedudukan kaum mukminin di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka adalah orang-orang yang mendapatkan kehormatan. Mereka tidak boleh diusik atau disakiti, apalagi dimusuhi dan diganggu. Bahkan dalam sebuah hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ دِ مَاءَ كُمْ وَأَمْوَا لَكُمْ حَرَا مٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْ مَةِ يَوْ مِكُمْ هَذَا في شَهْرِ كُمْ هَذَا

Sesungguhnya, darah-darah kalian dan harta-harta kalian itu haram seperti haramnya hari dan bulan kalian ini.” (H.r. Muslim, 6:245)

Dalam kisah di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan seseorang yang sedang berjalan di suatu jalan, kemudian menjumpai sebuah pohon yang memiliki banyak duri dan menghalangi jalan kaum muslimin sehingga dapat mengganggu orang-orang yang melewatinya. Kemudian, ia bertekad kuat untuk memotong dan membuangnya dengan tujuan menghilangkan gangguan dari jalan kaum muslimin. Dengan sebab itu, Allah subhanahu wa ta’ala mengampuni dosa-dosanya dan memasukkan ia ke dalam surga-Nya. Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya sedang menikmati kenikmatan di surga disebabkan amalannya tersebut.

Sungguh, laki-laki tersebut telah beramal dengan amalan yang terlihat remeh tetapi ia diganjar dengan balasan yang teramat besar. Sungguh, rahmat Allah subhanahu wa ta’ala mahaluas dan keutamaan-Nya mahaagung. Apa yang dilakukan laki-laki tersebut adalah salah satu bagian kecil dari petunjuk dan syariat yang telah dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memang benar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita untuk berbuat sebagaimana yang telah dilakukan oleh laki-laki tersebut. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari jalan Abu Barzah Al-Aslami, beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَا رَ سُوْ لَ الله ِدُ لَّنِي عَلَى عَمَلٍ أَ نْتَفِعُ بِهِ قَالَ:اِعْزِلْ الْأَ ذَى عَنْ طَرِ يْقِ الْمُسْلِمِيْنَ

“Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat bermanfaat bagiku.” Beliau menjawab, “Singkirkanlah gangguan dari jalan-jalan kaum muslimin.” (H.r. Muslim, 13:49; Ibnu Majah, 11:78)

Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela dan memperingatkan dengan keras dari perilaku yang dapat mengganggu kaum muslimin di jalan-jalan mereka, dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ آذَى الْمُسْلِمِينَ فِي طُرُ قِهِمْ وَجَبَتْ عَلَيْهِ لَعْنَتُهُمْ

Barang siapa mengganggu kaum muslimin di jalan-jalan mereka, wajib atasnya laknat mereka.”

Mutiara kisah

Kisah di atas banyak sekali mengandung mutiara faedah berharga, di antaranya:

1. Besarnya keutamaan menyingkirkan gangguan dari jalan kaum muslimin dan adanya pahala yang besar yang diberikan bagi siapa saja yang melakukannya.

2. Luasnya rahmat Allah subhanahu wa ta’ala dan agungnya pahala yang disiapkan buat hamba-hamba-Nya yang beriman. Allah subhanahu wa ta’ala memasukkan laki-laki tersebut ke dalam surga sekaligus dengan sebab amalannya yang sedikit, yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan kaum muslimin, karena memang seseorang masuk surga itu berkat fadilah Allah subhanahu wa ta’ala yang dianugerahkan kepadanya, bukan sekadar karena amalan yang ia perbuat. Seandainya bukan karena fadilah Allah subhanahu wa ta’ala, tentulah tidak ada seorang pun yang dapat masuk surganya Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Dekatkanlah diri kalian kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan tepatilah kebenaran. Ketahuilah, bahwa tidaklah salah seorang dari kalian akan selamat (dari neraka) dengan amalnya.” Mereka mengatakan, “Apakah engkau juga demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Demikian juga aku. Hanya saja, Allah telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepadaku.” (H.r. Muslim, no. 2816)

3. Pepohonan yang boleh ditebang dan dibuang adalah pepohonan yang mengganggu kaum muslimin. Adapun apabila bermanfaat bagi kaum muslimin seperti pohon yang digunakan untuk berteduh manusia maka tidak boleh ditebang, kecuali apabila ada maslahat tertentu. Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mendorong kaum muslimin untuk menanam tanaman-tanaman atau tumbuhan yang dapat berbuah dan bermanfaat bagi manusia. Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَامِنْ مُسْلِمٍ يَغْر سُ غَرْ سًا إِ لَّا كَانَ مَاأُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَ قَةٌوَمَاسُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدقَةٌوَمَا أَ كَلَ السَّبُحُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَ قَةٌ وَمَا أَ كَلنْ الطًيْرُ فَهُوُ فَهُوُ لَهُ صَدَ قَةٌ وَ لَا يَرْ زَؤُهُ أَ حَدٌ إِ لَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ

Tidak seorang muslim pun yang menanam suatu tanaman melainkan bagian yang dimakan dari pohon tersebut adalah sedekah baginya, bagian yang dicuri dari pohon tersebut adalah sedekah baginya, bagian yang dimakan oleh burung-burung adalah sedekah baginya, serta bagian yang dikurangi oleh seseorang juga sedekah baginya.” (H.r. Al-Bukhari, 8:118; Muslim, 8:176; At-Tirmidzi, 5:253)

4. Kisah di atas sekaligus merupakan peringatan keras kepada sebagian manusia yang tidak hanya enggan menyingkirkan gangguan dari jalan tetapi justru membuang sampah-sampah rumahnya dan sisa-sisa makanan mereka ke jalan-jalan yang dilewati kaum muslimin. Akibatnya, hal itu dapat mengganggu dan menghambat saudaranya yang lain yang melewati jalan tersebut. Wal’iyadzubillah. Seandainya mereka mengetahui pahala yang akan diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada siapa saja yang mau ikhlas berbuat baik kepada sesama kaum muslimin, tentulah mereka tidak akan berbuat sedemikian itu.

Wallahu a’lam. Walhamdulillahi Rabbil ’alamin.

Minuman Penduduk Surga

Minuman Penduduk Surga 

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan sahabatnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan jenis-jenis minuman penghuni surga. Dia berfirman,

فِيْهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍغَيْرِ ءَاسِنٍ وَ أَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَ أَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِّلشَّارِبِيْنَ وَ أَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيْهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ

“Di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari arak yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring. Dan di dalamnya mereka memperoleh segala macam buah-buahan.” (QS. Muhammad : 15).

Berbagai macam minuman ini adalah minuman bagi penduduk surga. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan bahwa minuman-minuman tersebut ada di surga. Akan tetapi tentu berbeda dengan minuman yang ada di dunia maupun yang dikenal oleh manusia. Meskipun minuman-minuman surga tersebut sama dengan minuman-minuman yang ada di dunia dalam hal nama dan maknanya, tetapi keduanya berbeda dalam hakikat dan sifatnya. Minuman di dunia akan habis, sedangkan minuman di surga tidak akan habis selamanya. Minuman di dunia sedikit jumlahnya, sedangkan minuman di surga berwujud sungai-sungai yang mengalir. Minuman di dunia akan berubah dan basi. Apabila air dibiarkan dalam waktu yang lama, ia akan berubah rasa dan baunya. Adapun air di surga tidak akan berubah dan basi selamanya, baik ia mengalir maupun menggenang.

Apabila susu yang ada di dunia dibiarkan, ia akan basi dan berubah menjadi masam dan menggumpal. Bahkan bisa berubah menjadi arak. Adapun susu di surga tidak akan berubah rasanya selamanya meskipun dibiarkan dalam jangka waktu yang lama dan tidak dimanfaatkan. Maka susu tersebut senantiasa segar tanpa berubah.

Arak yang ada di dunia merupakan minuman yang buruk, bau, menghilangkan akal, memabukkan, dan menyeret peminumnya kepada bencana, kerusakan, dan hilangnya akal. Bahkan ia adalah induk keburukan. Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya. Demikian pula syariat telah menyepakati haramnya arak di dunia. Selain itu, arak menyebabkan penyakit pada badan, membuat kecanduan sehingga akan merusak tubuh, mengantarkan kepada kebinasaan, dan terjadinya penyakit-penyakit kronis yang tidak mungkin disembuhkan. Allah Ta’ala menamai arak dengan sebutan kotoran yang diperbuat oleh setan.

Adapun arak di surga, maka ia adalah arak yang baik. Ia tidak mengandung bahaya maupun kotoran. Ia tidak pula menghilangkan akal

لاَ يُصَدَّعُوْنَ عَنْهَا وَلاَ يُنْزِفُوْنَ

“Mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk.” (QS. Al-Waqi’ah : 19).

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyucikan arak surga dari bahaya-bahaya yang dikandung oleh arak dunia. Arak dunia merupakan minuman yang buruk, sedangkan arak surga merupakan minuman yang baik. Oleh karena itu Allah berfirman, “Yang lezat rasanya bagi peminumnya” bertolak belakang dengan arak dunia yang tidak ada kelezatan saat meminumnya. Bahkan arak dunia itu pahit dan tidak enak rasanya, menyengat baunya, dan buruk dampaknya bagi peminumnya. Allah telah menetapkan hukuman bagi peminumnya yaitu cambuk 80 kali dan gugur status keadilannya sehingga persaksiannya tidak diterima. Kecuali jika pelakunya bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena ia telah melakukan salah satu dosa besar. Adapun arak surga, maka ia adalah minuman yang baik, bermanfaat, dan lezat, serta tidak mengandung sedikit pun bahaya sebagaimana arak dunia. Meskipun arak surga memiliki nama yang sama dengan arak dunia, tetapi makna dan hakikat keduanya sangat berbeda. Di antara minuman surga yang lain adalah madu. Madu juga telah dijumpai di dunia. Bahkan ia termasuk minuman yang paling enak dan bermanfaat. Ia pun mengandung obat sebagaimana telah disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di samping madu adalah minuman yang lezat dan baik, ia juga berkhasiat sebagai obat bagi manusia.

Madu surga lebih bagus dibandingkan madu dunia. Bahkan ia tidaklah menyerupai madu dunia kecuali sekedar nama. Oleh karena itu Allah berfirman, “Dari madu yang disaring.” Karena madu dunia itu keruh sehingga perlu disaring dan perlu usaha yang melelahkan setelah memperolehnya. Hal ini tentu berbeda dengan madu surga. Karena ia telah tersaring dari asalnya. Sehingga penduduk surga tidak perlu bersusah payah menyaring dan membersihkannya sebagaimana yang dilakukan pada madu dunia. Kemudian, madu dunia itu sedikit jumlahnya. Adapun madu surga berwujud sungai-sungai yang mengalir. “Dan sungai-sungai dari madu yang disaring.” Yakni sungai-sungai yang banyak. Dari Hakim bin Mu’awiyah, dari bapaknya, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِنَّ فِيْ الْجَنَّةِ بَحْرُ الْمَاءِ وَبَحْرُ الْعَسَلِ وَبَحْرُ اللَّبَنِ وَبَحْرُ الْخَمْرِ ثُمَّ تَشَقَّقَ الْأَنْهَارُ بَعْدُ

“Sesungguhnya di surga ada samudera air, samudera madu, samudera susu, dan samudera arak. Kemudian, sungai-sungai bercabang-cabang darinya.” (HR. Tirmidzi no. 2576. Tirmidzi berkata : “Hadits ini hasan shahih”).

Inilah di antara keajaiban tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di surga Dia alirkan sungai-sungai dari berbagai jenis minuman yang telah dikenal manusia bahwa jumlahnya sangat terbatas di dunia. Ini menunjukkan bahwa minuman yang ada di surga sangat berbeda dengan yang ada di dunia. Bahkan minuman yang ada dunia dan dijumpai di surga hanyalah sebagai permisalan yang sedikit. Sampai-sampai Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Tidaklah minuman yang ada di dunia lantas ditemukan di surga kecuali sebatas nama.” Yaitu, bahwa minuman yang ada di surga benar-benar berbeda dengan yang ada di dunia. Meskipun minuman yang ada di dunia tersebut mirip dari beberapa sisi dan sama dalam hal nama, tetapi keduanya memiliki perbedaan yang sangat banyak.

Demikian pula, nikmat surga yang lain berupa buah-buahan. Buah-buahan surga sangatlah berbeda dengan buah-buahan dunia. Tiada yang mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Manusia hanyalah mengetahui buah-buahan yang ada di surga sesuai dengan buah-buahan yang semisal yang mereka jumpai di dunia. Adapun kenikmatan yang tidak dijumpai kemiripannya di dunia, maka Allah menyembunyikannya dari manusia. Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُوْنَ

“Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang sejuk dipandang sebagai balasan bagi mereka atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah : 17).

Tidak ada seorang pun yang mengetahui sifat-sifat surga beserta isinya secara sempurna kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, dijelaskan kepada kita sebagian isinya supaya kita mengetahuinya. Sehingga kita pun bersungguh-sungguh mencarinya dan berupaya untuk mendapatkannya dengan cara beramal shalih. Sebagaimana Allah juga menunjukkan contoh isi neraka yang kita jumpai di dunia dalam rangka membuat kita takut dengan neraka dan menjauhi sebab-sebab yang memasukkan ke neraka. Semua rasa sakit yang dialami manusia di dunia, semua yang dibenci manusia di dunia, semua penyakit, dan semua keburukan di dunia, itu semua ada di neraka wal ‘iyadzu billah. Bahkan kesengsaraan di neraka jauh lebih dahsyat dan lebih kekal.

Apabila seseorang mengetahui sebagian isi neraka yang ada di dunia, hal itu akan mendorongnya untuk takut dan menjauh dari neraka. Permisalan yang ada di dunia, panas yang menyengat dan dingin yang menggigil, keduanya akan ditemukan di neraka. Bahkan di neraka jauh lebih hebat, lebih besar, dan lebih kekal. Demikian pula api yang ada di dunia. Tentu api di akhirat lebih besar, lebih awet, dan lebih panas.

قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوْا يَفْقَهُوْنَ

“Katakanlah, api Jahannam itu lebih panas. Seandainya mereka memahami.” (QS. At-Taubah : 81).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نَارُكُمْ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِيْنَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ

“Sesungguhnya api kalian ini adalah satu bagian dari tujuh puluh bagian api Jahannam.” Ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, satu bagian itu saja sudah cukup untuk menyiksa pelaku maksiat?”

Beliau bersabda,

فُضِّلَتْ عَلَيْهِنَّ بِتِسْعَةٍ وَسِتِّيْنَ جُزْءًا كُلُّهُنَّ مِثْلُ حَرِّهَا

“Ditambahkan atasnya dengan enam puluh sembilan kali lipat yang sama panasnya.” (HR. Bukhari no. 3265 dan Muslim no. 2843).

Demikian juga rasa sakit. Di dalam neraka ada kepedihan yang hanya diketahui oleh Allah. Neraka mampu melelehkan gunung yang kokoh. Meskipun demikian, tubuh penghuni neraka akan disiksa dan kekal di dalamnya wal ‘iyadzu billah. Mereka tidak akan mati dan tidak akan beristirahat. Mereka berangan-angan mendapatkan kematian supaya mereka dapat beristirahat. Akan tetapi mereka tidak akan mati. Bahkan mereka terus-menerus diadzab selama-lamanya. Nas’alullahal ‘afiyah.

Demikianlah, semestinya jika seseorang mengingat siksaan di neraka, hal itu akan menumbuhkan rasa takut dan menjauhi maksiat. Sedangkan jika ia mengingat kenikmatan di surga, hal itu akan memunculkan rasa harap dan menginginkan rahmat Allah. Lantas ia mengerjakan amal shalih dan kebaikan yang akan mendekatkannya dengan surga dan menyebabkannya dimasukkan ke dalamnya dengan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah di antara hikmah Allah Jalla wa ‘Ala. Dia tunjukkan berbagai permisalan di dunia ini yang nantinya akan dijumpai di dua kampung akhirat yakni surga dan neraka. Hal ini supaya manusia mengambil pelajaran dan ibrah serta memiliki rasa khauf (takut) dan raja’ (harap).

Kami memohon kepada Allah agar memberikan taufik kepada semua agar selalu di atas amalan yang Dia cintai dan ridhai. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad dan keluarganya.

***

Diterjemahkan dari Majalis Syahri Ramadhan Al-Mubarak, karya Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan, cetakan Darul ‘Ashimah, cetakan kedua, tahun 1422 H, Riyadh, hal. 34-37. 

Sebab Musibah Menimpa

Sebab Musibah Menimpa 

Banyak manusia yang tidak mengetahui tentang berbagai hal yang menjadi sebab musibah menimpa, hikmah Allah dalam hal ini, dan berbagai pengaruh bencana serta musibah—yang syar’i (secara syariat) atau qadari (alam)—terhadap orang yang terkena musibah.

Yang perlu dipahami, bukanlah suatu kemestian bahwa musibah menimpa sebagian orang karena dosa mereka lebih besar ketimbang dosa selain mereka yang tidak terkena musibah.

Musibah yang terjadi di negeri muslim dan tidak terjadi di negeri-negeri yang zalim, tidak menunjukkan bahwa negeri zalim itu selamat dari bencana. Ketahuilah, bencana yang terjadi tidak hanya berwujud gempa, tsunami, letusan gunung berapi, badai, dan yang lainnya. Akan tetapi, bencana bisa berwujud kekacauan keamanan, lemahnya perekonomian, menyebarnya penyakit, kebakaran yang menakutkan, peperangan yang menghancurkan, yang semuanya berujung pada kematian sekian ribu jiwa.

Semua ini terjadi di negeri-negeri zalim yang secara lahir selamat dari bencana alam. Berapa ratus ribu jiwa penduduk Eropa yang mati selama dua kali perang dunia? Berapa banyak Amerika dan Rusia kehilangan tentaranya pada tahun-tahun terakhir invasi yang mereka lakukan?

Britania Raya (Inggris) dulu dikenal sebagai negara yang tidak pernah matahari tenggelam di sana. Uni Soviet terkenal dengan berpuluh-puluh negara bagiannya. Namun, tiba-tiba kedua negara tersebut tercerai-berai menjadi negara-negara kecil. Berapa banyak negara yang dahulu mereka cerai-beraikan serta berapa banyak mereka dahulu melakukan penindasan dan kezaliman?

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata,

“Sesungguhnya mayoritas manusia pada hari ini mengaitkan musibah yang terjadi—baik dalam hal perekonomian, keamanan, maupun politik—dengan sebab yang bersifat materi saja. Tidak diragukan, hal ini menunjukkan dangkalnya pemahaman, lemahnya keimanan, serta kelalaian mereka dari menelaah Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.

“Sesungguhnya, di balik sebab-sebab tersebut ada sebab lain yang bersifat syariat. Sebab yang secara syariat ini lebih kuat dan lebih besar pengaruhnya daripada sebab-sebab yang bersifat materi. Namun, sebab yang bersifat materi terkadang menjadi perantara untuk terjadinya musibah atau azab karena adanya tuntutan dari sebab yang secara syariat.

“Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ

“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan, disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah ingin merasakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (ar-Rum: 41)

Kehidupan manusia yang semakin jauh dari bimbingan agama mengakibatkan terbentuknya pola pikir yang senantiasa berorientasi kepada keduniaan dan materi semata. Berbagai bencana dan musibah yang terjadi sering dicermati sebatas kejadian (fenomena) alam dan keterkaitannya dengan materi, tanpa dihubungkan dengan kehendak Allah Yang Mahakuasa, kemudian disebabkan oleh perbuatan tangan (dosa, kesalahan) manusia.

Menurut para ahli geologi, bencana adalah suatu kejadian alam. Disebut bencana apabila mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, sarana dan prasarana, serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan masyarakat. Penebangan hutan menjadi penyebab utama banjir. Namun, apabila kejadian alam itu tidak sampai mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, apalagi kerugian harta benda dan kerusakan sarana/prasarana lain, kejadian alam itu disebut sebagai fenomena alam biasa.

Bencana alam sebenarnya merupakan proses alam dengan intensitas yang melebihi normal, seperti gempa bumi, letusan gunung api, longsoran, dan gelombang badai.

Bencana dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik alam maupun oleh aktivitas manusia. Faktor alam yang menyebabkan bencana ada yang berasal dari luar, seperti banjir, erosi, gerakan tanah, kekeringan, dan ada yang berasal dari dalam seperti gempa bumi, gelombang pasang, letusan gunung api (hujan abu, aliran lahar panas dan dingin).

Adapun bencana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, di antaranya adalah menurunnya kualitas lingkungan, penggundulan hutan yang mengakibatkan bencana kekeringan, erosi/banjir, gempa bumi akibat pembangunan dan penurunan tanah/amblesan, longsoran, dan akibat tindakan manusia (yang mengembangkan wilayah tanpa berwawasan lingkungan).

Menurut mereka, gempa bumi adalah getaran atau goncangan yang terjadi di permukaan bumi yang biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Para ahli gempa mengklasifikasikan gempa menjadi dua katagori: gempa intralempeng (intraplate), yaitu gempa yang terjadi di dalam lempeng itu sendiri dan gempa antarlempeng (interplate) yaitu gempa yang terjadi di batas antara dua lempeng.

Ditinjau dari proses terjadinya, ahli geologi membagi gempa bumi menjadi lima jenis.

  1. Gempa bumi vulkanik (gunung api)

Menurut mereka, gempa ini disebabkan oleh aktivitas magma yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Jika keaktifannya semakin tinggi, akan menimbulkan ledakan yang mengakibatkan gempa bumi. Getaran terkadang dapat dirasakan oleh manusia dan hewan di sekitar gunung berapi itu. Salah satu perkiraan meletusnya gunung tersebut ditandai dengan sering terjadinya getaran-getaran gempa vulkanik.

  1. Gempa bumi tektonik

Menurut mereka, gempa ini disebabkan oleh aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng-lempeng tektonik secara mendadak, yang mempunyai kekuatan bervariasi dari sangat kecil hingga sangat besar. Gempa bumi ini sering menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi. Getaran gempa yang kuat mampu menjalar ke seluruh bagian bumi. Seperti yang diketahui, kulit bumi terdiri dari lempeng-lempeng tektonik yang terdiri dari lapisan-lapisan batuan. Tiap-tiap lapisan memiliki kekerasan dan massa jenis yang berbeda. Lapisan kulit bumi tersebut mengalami pergeseran akibat arus konveksi yang terjadi di dalam bumi.

  1. Gempa bumi runtuhan

Biasanya terjadi di daerah kapur atau pertambangan. Gempa bumi ini bersifat lokal dan jarang terjadi. Gempa runtuhan atau terban adalah gempa yang terjadi karena adanya runtuhan tanah atau batuan. Lereng gunung, pantai yang curam, kawasan tambang atau terowongan tambang bawah tanah, memiliki energi potensial yang besar ketika runtuh yang dapat menimbulkan getaran di sekitar daerah runtuhan. Namun, dampaknya tidak begitu membahayakan. Justru dampak yang berbahaya adalah akibat timbunan batuan atau tanah longsor itu sendiri.

  1. Gempa jatuhan

Menurut mereka, gempa ini disebabkan oleh benda-benda dari luar atmosfir bumi yang jatuh dan kadang sampai ke permukaan bumi. Benda yang jatuh ini akan menimbulkan getaran bumi jika massanya cukup besar. Getaran ini disebut getaran jatuhan dan jarang sekali terjadi.

  1. Gempa buatan

Gempa buatan ialah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir, atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi. Suatu percobaan peledakan nuklir bawah tanah atau bawah laut dapat menimbulkan getaran bumi yang dapat tercatat oleh seismograf di seluruh permukaan bumi, tergantung kekuatan ledakan. Ledakan dinamit di bawah permukaan bumi juga dapat menimbulkan getaran meskipun efeknya sangat kecil.

Menurut catatan sejarah, letusan gunung berapi yang paling dahsyat yang pernah diketahui dan hampir memusnahkan generasi kehidupan di masa itu adalah letusan yang terjadi di Indonesia dari Toba supervolcano (sekarang menjadi Danau Toba). Letusan itu tidak bisa dibandingkan dengan apa pun yang telah dialami di bumi ini. Bahkan, Krakatau yang menyebabkan puluhan ribu korban jiwa hanyalah sebuah sendawa kecil jika dibandingkan dengannya. Padahal, Krakatau memiliki daya ledak setara dengan 150 megaton TNT (trinitrotoluena, satu jenis bahan peledak, -red.). Sebagai perbandingan, ledakan bom nuklir Hiroshima hanya memiliki daya ledak 0,015 megaton. Walhasil, secara perhitungan daya musnah bom nuklir Hiroshima 10.000 kali lebih lemah dibandingkan Krakatau.

Tsunami, menurut sebagian orang, kata ini berasal bahasa Jepang, tsu (pelabuhan) dan name (gelombang). Secara harfiah berarti “ombak besar di pelabuhan”. Penyebabnya adalah perpindahan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal (tegak) secara tiba-tiba. Perubahan ini bisa disebabkan gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut.

Banyak orang memandang semua kejadian di atas dari sisi ilmu pengetahuan alam semata. Mereka menyatakan bahwa ini hanya merupakan proses alam, tidak ada hubungannya dengan azab.

Pada hakikatnya, semua yang terjadi tidak lepas dari kehendak Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan demikian, musibah dan bencana bukan proses alam semata. Kalau saja proses alam itu mampu memberi manfaat (berbuat), sungguh ia akan bermanfaat dengan sendirinya. Proses alam tidak memiliki daya pengaruh melainkan dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala dan kehendak-Nya.

Alam yang berupa tanah (baik yang padat, keras, tandus, bebatuan, lembek, maupun gembur), gunung, laut, dan yang lainnya adalah makhluk Allah subhanahu wa ta’ala yang tergolong benda mati. Akan tetapi, jika Allah subhanahu wa ta’ala menghendaki bumi bernapas, akan terjadi pula. Hal ini seperti dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَإِذَا ٱلۡأَرۡضُ مُدَّتۡ ٣ وَأَلۡقَتۡ مَا فِيهَا وَتَخَلَّتۡ ٤ وَأَذِنَتۡ لِرَبِّهَا وَحُقَّتۡ ٥

“Dan apabila bumi diratakan, dan ia memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong, dan ia patuh kepada Rabb-nya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya).” (al-Insyiqaq: 3—5)

Sesungguhnya, Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan segala sesuatu memiliki sebab. Kebaikan memiliki sebab, demikian pula keburukan. Barang siapa menjalani sebab kebaikan, ia akan dekat untuk mencapai kebaikan. Sebaliknya, siapa yang menempuh jalan keburukan dan mengambil sebab-sebabnya, akan terjatuh padanya pula. Sebab-sebab yang disebutkan dalam syariat menjelaskan bahwa barang siapa terlibat dengannya, pantas diturunkan hukuman atasnya.

Di antara perkara yang menjadi sebab terjadinya musibah adalah sebagai berikut.

  1. Syirik dan mendustakan (ajaran) para rasul

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata dalam nasihat beliau seputar masalah gempa bumi,

“Abu Syaikh al-Ashbahani telah meriwayatkan dari Mujahid rahimahullah tentang tafsir ayat,

قُلۡ هُوَ ٱلۡقَادِرُ عَلَىٰٓ أَن يَبۡعَثَ عَلَيۡكُمۡ عَذَابٗا مِّن فَوۡقِكُمۡ

“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu’.” (al-An’am: 65)

Ia berkata, ‘Maksudnya, suara keras yang mengguntur, batu, dan angin.’

أَوۡ مِن تَحۡتِ أَرۡجُلِكُمۡ

‘Atau dari bawah kaki kalian.’

Ia berkata, ‘Maksudnya, gempa bumi, dibenamkan ke dalam bumi (beserta segala sesuatu yang ada di atasnya).’

Tidak diragukan bahwa gempa bumi yang terjadi pada hari-hari ini di berbagai tempat termasuk bagian dari tanda-tanda (kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala). Dengannya, Allah subhanahu wa ta’ala ingin menakut-nakuti para hamba-Nya. Segala yang terjadi di alam ini—baik gempa bumi maupun yang lain—yang membahayakan dan merugikan manusia serta menyebabkan timbulnya berbagai macam bahaya, kesusahan, kerugian, hal yang menyakitkan, semua itu terjadi karena kesyirikan dan kemaksiatan.”

Adapun para rasul, Allah subhanahu wa ta’ala menguatkan kedudukan mereka melalui ayat-ayat yang hissi (indrawi) maupun maknawi (abstrak) dengan berbagai argumen yang mematahkan hujah lawan. Ayat-ayat tersebut menjadi hujah yang tak terbantahkan, baik yang tersebar di alam luas maupun yang terdapat di dalam jiwa manusia.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

سَنُرِيهِمۡ ءَايَٰتِنَا فِي ٱلۡأٓفَاقِ وَفِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمۡ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّۗ أَوَ لَمۡ يَكۡفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ شَهِيدٌ

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar.” (Fushshilat: 53)

Allah subhanahu wa ta’ala menjanjikan kenikmatan yang tetap kepada orang-orang yang beriman kepada para rasul. Di sisi lain, Dia mengancam orang-orang yang menyelisihi (mereka) dengan azab dan siksaan di dunia dan akhirat.

Di antara ayat yang memberitakan tentang peristiwa yang menimpa umat yang terdahulu adalah,

فَكَذَّبُوهُ فَأَنجَيۡنَٰهُ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥ فِي ٱلۡفُلۡكِ وَأَغۡرَقۡنَا ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِ‍َٔايَٰتِنَآۚ إِنَّهُمۡ كَانُواْ قَوۡمًا عَمِينَ

“Maka mereka mendustakan Nabi Nuh. Kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam kapal (bahtera) dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya).” (al-Araf: 64)

  1. Dosa dan kemaksiatan

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَكُلًّا أَخَذۡنَا بِذَنۢبِهِۦۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ أَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِ حَاصِبًا وَمِنۡهُم مَّنۡ أَخَذَتۡهُ ٱلصَّيۡحَةُ وَمِنۡهُم مَّنۡ خَسَفۡنَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ وَمِنۡهُم مَّنۡ أَغۡرَقۡنَاۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ

“Semuanya Kami siksa dengan sebab dosa yang diperbuatnya. Di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil. Di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur. Di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (al-Ankabut: 40)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

“Di antara perkara yang dimaklumi bersama tentang sebagian tanda (kekuasan) Allah subhanahu wa ta’ala yang Dia tampakkan kepada kita di segala tempat, pada diri kita, dan apa yang dinyatakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur’an adalah bahwa dosa dan kemaksiatan merupakan penyebab terjadinya musibah.”

Kaab berkata, “Gempa di bumi hanya terjadi apabila dilakukan kemaksiatan di sana.”

  1. Menyuburkan riba, memusnahkan sedekah (zakat)

Dalam hadits disebutkan,

مَا مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكَاةَ إِلاَّ ابْتَلَاهُمُ اللهُ بِالسِّنِينَ

“Tidaklah suatu kaum menahan zakat, melainkan Allah menurunkan bencana musim paceklik.” (HR. ath-Thabarani dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya)

وَلَا مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكَاةَ إِلَّا حَبَسَ اللهُ عَنْهُمُ الْقَطْرَ

“Dan tidaklah suatu kaum menahan zakat, melainkan Allah menahan dari mereka turunnya hujan.” (HR. al-HakimIbnu Majah, dan al-Baihaqi, dari sahabat Ibnu Umar radhiallahu anhuma)

Utsman bin Affan radhiallahu anhu berkata, “Tidaklah satu kaum menghalalkan riba melainkan Allah menimpakan kefakiran dan kebutuhan kepada mereka.”

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,

“Perhatikanlah hikmah Allah subhanahu wa ta’ala ketika menahan turunnya hujan kepada para hamba-Nya dan menimpakan kekeringan kepada mereka ketika mereka tidak mengeluarkan zakat serta menghalangi orang-orang miskin dari haknya. Bagaimana bisa mereka memandang boleh menahan hak orang-orang miskin yang ada pada mereka berupa makanan, dengan risiko Allah menahan materi yang menjadi sebab keluarnya makanan dan rezeki, Allah menghalanginya dari mereka.

“Seakan-akan, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada mereka, ‘Kalian telah menahan hak orang-orang miskin, maka hujan pun ditahan dari kalian. Lalu mengapa kalian tidak meminta turunnya hujan dengan mengeluarkan milik Allah subhanahu wa ta’ala yang ada pada kalian?’.”

  1. Ketika umat tidak beramar makruf nahi mungkar

Apabila umat terdiam dan meninggalkan amar makruf nahi mungkar, hal itu menjadi sebab hukuman bagi seluruhnya, termasuk orang-orang yang saleh di antara mereka.

Dalam sebuah riwayat dari jalan Qais bin Abi Hazim,

“Aku mendengarkan Abu Bakr berkata di atas mimbar, ‘Wahai manusia, aku memerhatikan kalian menafsirkan ayat ini,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ عَلَيۡكُمۡ أَنفُسَكُمۡۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا ٱهۡتَدَيۡتُمۡۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرۡجِعُكُمۡ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ

‘Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu, tiadalah yang sesat itu memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.’ (al-Maidah: 105)

Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْقَوْمَ إِذَا رَأَوُا الْمُنْكَرَ فَلَمْ يُغَيِّرُوهُ عَمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ

‘Sesungguhnya, apabila suatu kaum melihat kemungkaran dan tidak mengubahnya, Allah akan menimpakan hukuman (musibah) yang merata kepada mereka’.” (HR. Abu Dawudat-TirmidziIbnu Majahan-Nasaial-Baihaqi, dan Ibnu Hibban)

  1. Munculnya kebid’ahan (perkara baru) dalam agama

Ketika terjadi gempa bumi di Madinah pada masa kekhalifahan Umar bin al-Khaththab radhiallahu anhu, beliau berkata, “Kalian telah mengada-adakan perkara baru dalam agama! Demi Allah, kalau ini kembali berulang, aku akan pergi dari tengah-tengah kalian.”

  1. Munculnya berbagai kekejian

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma, beliau berkata, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menghadapkan wajahnya kepada kami, lalu bersabda,

يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ، وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ: لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ، حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا، إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ، وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا

‘Wahai segenap kaum Muhajirin, ada lima perkara yang jika kalian diuji dengannya—dan aku berlindung kepada Allah agar kalian tidak sampai menjumpainya—tidaklah bermunculan perbuatan keji pada suatu kaum lalu mereka melakukannya terang-terangan melainkan akan menyebar di kalangan mereka penyakit tha’un dan kelaparan yang belum pernah terjadi pada pendahulu mereka di masa lalu’.” (HR. al-Hakim dan Ibnu Majah)

  1. Musik dan minuman keras

Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

فِي هَذِهِ الأُمَّةِ خَسْفٌ وَمَسْخٌ وَقَذْفٌ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَتَى ذَاكَ؟ قَالَ: إِذَا ظَهَرَتِ القَيْنَاتُ وَالمَعَازِفُ وَشُرِبَتِ الخُمُورُ

“Pada umat ini akan ada azab berupa pembenaman (ke dalam bumi), pengubahan wujud mereka, dan hujan batu.”

Salah seorang kaum muslimin bertanya, “Kapan itu terjadi, wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab, “Apabila bermunculan biduanita, alat-alat musik, dan khamar banyak diminum.” (HR. at-Tirmidzi)