Bersemangatlah dan Jangan Lemah

Bersemangatlah dan Jangan Lemah 

Bismillaahirrahmaanirrahim

Segala puji hanya bagi Allah, Rabb seluruh alam. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, tidak ada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya semoga shalawat Allah serta salamNya tercurah atas beliau, keluarga dan seluruh sahabatnya.

Ya Allah, ajarilah kami perkara yang bermanfaat untuk kami, tambahkanlah manfaat pada ilmu kami dan tambahkanlah untuk kami ilmu serta jadikanlah ilmu yang telah kami pelajari menjadi hujjah yang akan menyelamatkan kami, bukan hujjah yang menjerumuskan kami, wahai Dzat Yang Maha Agung lagi Maha Mulia.

Amma ba’du

Saudara-saudaraku yang mulia, pembahasan ini adalah seputar sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Bersungguh-sungguhlah pada perkara-perkara yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah.”

Potongan hadits tersebut merupakan bagian dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah cintai daripada seorang mukmin yang lemah, dan masing-masing berada dalam kebaikan. Bersungguh-sungguhlah pada perkara-perkara yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu bersikap lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu katakan: ‘Seandainya aku berbuat demikian, pastilah akan demikian dan demikian’ Akan tetapi katakanlah: ‘Qoddarallah wa maa syaa fa’ala (Allah telah mentakdirkan hal ini dan apa yang dikehendakiNya pasti terjadi)’. Sesungguhnya perkataan ‘Seandainya’ membuka pintu perbuatan setan.” (HR. Ahmad 9026, Muslim 6945, dan yang lainnya).

Sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama, hadits ini mencakup kalimat-kalimat jaami’ (kalimat yang ringkas namun sarat makna), menjadi dasar-dasar agama yang agung, serta mengandung banyak pelajaran.

Kita fokuskan kajian kita untuk penggalan sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‘Bersungguh-sungguhlah pada perkara yang bermanfaat untukmu dan mintalah pertolongan kepada Allah’.

Kalimat ini adalah kalimat jaami’ yang sangat bermanfaat serta berfaidah, di dalamnya terkandung sumber kebahagiaan bagi seorang hamba baik untuk kehidupan dunianya maupun kehidupan akhiratnya. Dalam hadits ini juga terdapat perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan dua landasan yang agung serta pondasi yang kuat dimana tidak ada kebahagiaan dan keberuntungan bagi seorang hamba di dunia maupun akhirat kecuali dengan melaksanakan kedua perkara tersebut.

Perintah pertama terdapat pada perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘Bersungguh-sungguhlah pada perkara yang bermanfaat bagimu’. Dalam perkataan ini terdapat anjuran untuk mencurahkan segala bentuk sebab yang bermanfaat yang berfaidah bagi seseorang baik untuk perkara agama maupun dunianya.

Perintah kedua terdapat pada perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘Mintalah pertolongan kepada Allah’. Dalam perkataan ini terdapat perintah untuk tidak berpaling dan bersandar kepada sebab-sebab, serta perintah untuk bersandar dan tawakkal yang sempurna kepada Allah subhaanahu wa ta’ala dengan meminta pertolongan kepadaNya, taufiqNya dan meminta agar senantiasa diluruskan.

Perkataan beliau dalam hadits ‘Bersungguh-sungguhlah pada perkara-perkara yang bermanfaat bagimu’, perkara-perkara yang bermanfaat yang diperintahkan hadits ini untuk bersungguh-sungguh di dalamnya mencakup perkara yang bermanfaat dalam urusan agama maupun dunia. Hal ini karena seorang hamba membutuhkan perkara-perkara dunia sebagaimana dia membutuhkan perkara-perkara agama.

Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan umatnya untuk bersungguh-sungguh pada perkara-perkara yang bermanfaat baginya baik itu dalam perkara agama maupun dunianya. Beliau juga mengarahkan agar menyertai kesungguhan tersebut dengan cara mengambil berbagai sebab serta mencurahkan segala kemampuannya untuk menempuh jalan-jalan yang benar serta jalan-jalan yang lurus yang akan mengantarkannya untuk sampai kepada tujuan-tujuan yang agung, dan hendaknya semua itu disertai dengan meminta pertolongan kepada Allah Tabaaraka wa Ta’ala. Karena seorang hamba tidaklah mempunyai daya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Dan apa saja yang dikehendaki Allah pasti terjadi sedang apapun yang tidak dikehendakiNya tidak akan terjadi.

Perkara-perkara yang bermanfaat yang berkaitan dengan urusan agama kembali kepada dua landasan yang agung, yaitu Ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih. Firman Allah Ta’ala:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Dialah Dzat yang telah mengutus RasulNya dengan membawa Al Hudaa (petunjuk) dan Ad-Diinul Haqq (agama yang benar) untuk mengalahkan semua agama yang lainnya.” (Qs Ash Shaff: 9).

Yang dimaksud dengan Al Hudaa di sini adalah Ilmu yang bermanfaat, sedangkan yang dimaksud dengan Ad-Diinul Haq adalah amal shalih.

Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diambil dari Kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alihi wa sallam. Dia adalah ilmu yang dapat membersihkan hati, memperbaiki jiwa, serta dapat merealisasikan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Yang seharusnya memotivasi hamba untuk bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu yang bermanfaat. Dan menjadikan setiap hari dari hari-harinya suatu bagian untuk mencari ilmu ini. Tidak sepantasnya bagi seseorang salah satu harinya ada yang kosong dari aktivitas menuntut ilmu yang bermanfaat.

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau setiap hari setelah selesai melaksanakan shalat shubuh berdo’a (artinya): “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima.”

Hal ini menunjukkan bahwasanya ilmu yang bermanfaat merupakan target harian seorang muslim yang paling besar. Tidak sepantasnya seorang muslim melewatkan salah satu hari dari hari-harinya tanpa memperoleh ilmu yang bermanfaat di dalamnya. Sepantasnya seorang muslim menyusun jadwal khusus untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat di setiap hari-harinya, sehingga dia akan memperoleh sebagian dari ilmu tersebut meskipun hanya sedikit, dan dia tidak akan kehilangan kesempatan memperoleh ilmu yang bermanfaat di setiap harinya.

Kemudian, bersungguh-sungguhlah untuk beramal, karena amal adalah tujuan dari ilmu. Sebagaimana perkataan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu: “Ilmu memanggil untuk diamalkan, jika panggilan itu disambut maka ilmu akan tetap, namun jika panggilan itu tidak disambut maka ilmu akan pergi.” Maka bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan bagian amal yang akan mendekatkan dirinya kepada Allah subhaanahu wa ta’ala. Perkara yang paling penting dalam hal ini adalah perhatian seorang hamba terhadap perkara-perkara fardhu dalam agama dan kewajiban-kewajibannya.

Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan,

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ

Artinya:“Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada perkara-perkara yang telah Aku wajibkan kepadanya.” (HR Al Bukhari)

Tidak pantas bagi seorang yang beriman membiarkan hari-harinya berlalu dalam keadaan dia meremehkan kewajiban-kewajiban yang diberikan Islam kepadanya. Bahkan wajib baginya mengisi setiap hari-harinya dengan segenap kesungguhan untuk memperhatikan kewajiban-kewajiban tersebut dan bersungguh-sungguh untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Termasuk dalam pembahasan ini adalah seseorang menjauhi perkara haram dan membenci perbuatan dosa, sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan dalam rangka mencari keridhaan-Nya serta sebagai bentuk rasa takut akan siksaan Allah Yang Maha Luhur di dalam ketinggian-Nya.

Berkaitan dengan manfaat-manfaat duniawi bagi seorang hamba, terdapat sebuah hadits yang mendorong untuk bersungguh-sungguh memperolehnya. Sesungguhnya sabda Rasulullah (artinya), “Bersungguh-sungguhlah pada perkara yang bermanfaat bagimu,” mencakup perkara yang bermanfaat dari perkara-perkara dunia sebagaiamana hadits ini mencakup perkara yang bermanfaat dari perkara-perkara agama dan apa saja yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala.

Seorang hamba sangatlah butuh terhadap dunia, dimana hal ini merupakan sebab untuk terrealisasikannya berbagai kemaslahatan dan tujuan-tujuan agama. Maka sepantasnya hal itu diperhatikan, akan tetapi perhatian ini jangan sampai menghalangi perhatiannya akan tujuan penciptaan dirinya yaitu sebagai seorang hamba Allah Tabaaraka wa Ta’ala sebagaimana terdapat dalam firman Allah,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Ku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”(QS Adz Dzaariyaat:56)

Oleh karena itulah hadits ini merupakan bagian dari kalimat Jaami’-nya Nabi yang mulia semoga shalawat, salam dan barakah Allah tercurah atasnya. Hadits ini penuh dengan berbagai faidah yang agung, peringatan yang berharga yang sangat dibutuhkan oleh seorang muslim karena berkaitan dengan perkara-perkara agama dan dunianya.

Aku memohon kepada Allah Yang Maha Mulia semoga Dia memperbaiki agamaku dan agama kalian dimana hal itu merupakan penjaga semua perkara kita. Semoga Dia memperbaiki dunia kita yang merupakan tempat kehidupan kita. Semoga Dia memperbaiki akhirat kita yang merupakan tempat kembali kita. Semoga Dia menjadikan kehidupan ini menjadi penambah kebaikan bagi kita dan menjadikan kematian sebagai peristirahatan dari segala bentuk keburukan.

Sesungguhnya Dialah Allah Tabaaraka wa Ta’ala Dzat Yang Maha Mendengar do’a, Dia-lah tempat menggantungkan harapan, Dia-lah yang mencukupi kita dan Dia-lah sebaik-baik tempat bergantung.

Wallahu Ta’ala A’lam

Semoga shalawat serta salam Allah tercurah atas hamba dan Rasul-Nya Nabi kita Muhammad, para keluarganya dan sahabat-sahabatnya semuanya.

Wassalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh.

————————————————————————-

Diterjemahkan dari ceramah singkat Syaikh Abdurrazzaq bin ‘Abdulmuhsin Al ‘Abbad hafidhahullah yang berjudul “Ihrish ‘alaa maa yanfa’uka” 

Jangan Salah Pilih Idola

Jangan Salah Pilih Idola 

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Perkembangan kehidupan beragama Islam di negara kita

Alhamdulillah, banyak kaum muslimin di negara kita semakin meningkat kualitas keagamaan mereka. Hal ini nampak -di antaranya- dari semakin maraknya majelis-majelis ta’lim yang berciri khas sesuai dengan sunnah, diiringi dengan semangat yang semakin meningkat dalam mengamalkan ilmu-ilmu yang didapatkan di majelis-majelis ta’lim tersebut dalam kehidupan sehari-hari di berbagai bidang. Kalau dibandingkan kehidupan beragama Islam di negara kita sekarang dengan tempoe doeloe, saat tahun-tahun perjuangan kemerdekaan, tentu jauh berbeda, itu tidak bisa kita pungkiri dan itu harus kita syukuri.

Jangan terlena dan menutup mata

Geliat kehidupan beragama Islam di negara kita yang menggembirakan tersebut, memang harus kita syukuri, hanya saja tidaklah bijak jika kita terbuai dengan keberhasilan tersebut sembari menutup mata terhadap masih banyaknya kenyataan pahit di medan dakwah. Jika kita lihat kenyataan di masyarakat, masih sangat banyak kerusakan-kerusakan yang terjadi yang belum tergarap dan belum berubah. Kerusakan-kerusakan yang menggambarkan kerapuhan bangsa ini dalam banyak hal, menjadi PR kita semua. Dari mulai kerusakaan dalam masalah akhlak, perekonomian, olahraga, pendidikan, pariwisata,seni, budaya, sampai kerusakan yang terbesar yaitu kerusakan dalam bidang aqidah berupa kesyirikan dan kekafiran.

Bahkan tidak berlebihan barangkali jika dikatakan bahwa seluruh bentuk tipu daya setan ada “perwakilannya” di negara kita ini. Syirik, kekafiran/kemurtadan, ada, bahkan banyak. Bid’ah? ada juga kan? Bahkan mudah didapatkann. Dosa besar, zina, membunuh, mencuri sudah jadi berita media masa dan televisi sehari-hari, demikian pula tipu daya setan yang lainnya. Jika muncul sebuah pertanyaan Di negara kita, mana yang lebih banyak terjadi? Perkembangan yang baik di atas atau kenyataan yang pahit itu?” Atau dalam bahasa yang sederhana, “Banyak orang-orang baiknya atau banyak orang-orang buruknya?” Sebuah pertanyaan yang menjadi renungan kita bersama.

Apakah penyebabnya?

Bukan sikap yang bijak jika seseorang tenggelam dalam perdebatan menjawab pertanyaan di atas tanpa ada usaha nyata merubah keadaan. Namun untuk merubah keadaan, kita perlu tahu apa akar masalahnya. Jika Anda berpandangan, “Masalahnya kompleks”, kamipun mengatakan, “Jangan putus asa”. Jika Anda berkomentar, “Ah, kita bisa apa?”, kamipun menyemangati, “Bekerjalah sesuai kemampuan dan mulailah dari diri sendiri”. Bukankah kumpulan individu yang baik sama dengan keluarga yang baik, kumpulan keluarga yang baik sama dengan masyarakat yang baik, dan kumpulan masyarakat yang baik sama dengan negara yang baik?

Memang benar, kenyataan masih banyaknya kerusakan di berbagai bidang di negara kita ini, penyebabnya kompleks dan pelik, namun sesungguhnya bisa disimpulkan pada dua sumber kerusakan. Apakah itu?

Yaitu: kerusakan ilmu dan kerusakan amal, kedua hal inilah induk dari segala penyakit masyarakat.

Dua induk penyakit tersebut:

  1. Kerusakan ilmu (penyakit syubhat) meliputi seluruh bentuk kesalahan atau kerancuan dalam ilmu, keyakinan/ideologi, pemikiran, ide, pendapat, dan pemahaman.
  2. Kerusakan amal (penyakit syahwat) meliputi segala bentuk kesalahan dalam amalan termasuk pula tidak mengamalkan ilmu.

Berkata Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah :

جِمَاع أمراض القلب هى أمراض الشبهات والشهوات

Induk yang mengumpulkan seluruh penyakit hati itu ada dua: syubhat dan syahwat “ (Ighatsatul Lahfan:41). Dan sudah dimaklumi jika hati rusak, maka rusaklah anggota tubuh karena hati adalah raja bagi anggota tubuh.

Tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir penyebab kehancuran sebuah negara

Kerusakan-kerusakan yang banyak terjadi ,baik dalam bidang akhlak, perekonomian, olahraga, pariwisata, seni, budaya, politik, pendidikan sampai kerusakan yang terbesar, yaitu kerusakan dalam bidang aqidah berupa kesyirikan dan kekafiran yang terjadi di sebagian masyarakat kita, darimanakah asalnya?

Tahukah Anda dari mana asalnya budaya buruk tawuran, pacaran sampai hamil di luar nikah, kata-kata umpatan buruk yang lagi ngetren dan berbagai keburukan akhlak yang lainnya?

Tahukah Anda dari mana asalnya settingan bangunan mall-mall, pasar, sekolah, dan tempat-tempat pertemuan, rumah sakit yang bercampur aduk pria dan wanita?

Tahukah Anda dari mana asalnya perbankan ribawi, kredit, dan piutang jenis ribawi?

Tahukah Anda dari mana asalnya pakaian renang, senam aerobic, lari, balet, dan voley bagi wanita?

Tahukah Anda dari mana asalnya budaya tari yang menampakkan aurat, konser musik, pragawati, dan kontes kecantikan?

Tahukah Anda dari mana asalnya demokrasi, pemilu, demonstrasi, kampanye pemilu dan perkelahian antar anggota dewan dalam sidang dan berhukum dengan selain hukum Allah ?

Tahukah Anda darimanakah asalnya budaya korupsi, pornografi, pornoaksi, narkotik, dan mabuk-mabukan?

Tahukah Anda dari mana asalnya paham sekuler, liberal, dan pluralisme menyusup di sektor pendidikan?

Tahukah Anda dari mana asalnya perayaan hari raya natal, tahun baru masehi dan valentin?

Dan Tahukah Anda dari mana asalnya kerusakan terbesar berupa berbagai bentuk kesyirikan dan kekafiran, menyembah kuburan, menyembah patung?

Darimanakah semua itu berasal? Dan darimanakah diimpor?

Jelas, Islam tidak mengajarkan itu semua,Islam tidak pernah mengajarkan kerusakan karena Allah tidak mencintai kerusakan. Allah berfirman,

وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ

“Dan Allah tidak menyukai kerusakan” (Al-Baqarah:205).

Di antara penyebab terbesar dari semua itu adalah tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir atau tasyabbuh (menyerupai) fasiq (pelaku kerusakan). Berkata Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr hafizhahullah, Tasyabbuh dengan mereka (orang-orang kafir) kembali kepada dua macam kerusakan, kerusakaan ilmu atau kerusakan amal. Perhatikanlah bahwa hal ini ada dalam firman Allah Ta’ala :

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus”

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat” (Al-Fatihah: 6-7).

Jenis kerusakan yahudi adalah kerusakan amal, sedangkan jenis kerusakan nasrani adalah kerusakan ilmu. Yahudi tahu namun tidak mengamalkan ilmunya,sedangkan nasrani beramal tanpa ilmu” (‘Asyru Qowa’id fil Istiqomah:39, Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr hafizhahullah).

Faidah:

  1. Dalam kedua Ayat tersebut terdapat hubungan yang erat antara Shirot Mustaqim (pada Ayat ke-6) dengan menjauhi jalan yahudi dan nasrani (pada Ayat ke-7), yaitu tuntutan jalan yang lurus adalah menjauhi jalan orang-orang yang kafir sebagaimana tuntutan jalan penduduk surga adalah menjauhi jalan penduduk neraka. Oleh karena itu Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memberi judul salah satu bukunya denganاقتضاء الصراط المستقيم مخالفة أصحاب الجحيم“Tuntutan jalan yang lurus adalah menyelisihi penduduk neraka jahim”.
    Mengapa demikian? Jelas sekali penempuh jalan yang lurus berjalan menuju surga, sedangkan yahudi, nasrani, dan orang-orang kafir yang lainnya jalannya menuju ke neraka.
  2. Jika kita perhatikan, kerusakan yang ada di tengah-tengah kaum muslimin (masyarakkat) ada dua kemungkinan
    1. Seseorang berilmu, namun tidak mengamalkan ilmunya (baca kerusakan amal) yang berarti ini tasyabbuh dengan yahudi, atau
    2. Seseorang beramal tanpa ilmu (baca kerusakan ilmu) yang berarti ini tasyabbuh dengan nasrani.

Dengan demikian sesungguhnya semua bentuk kerusakan di muka bumi ini hakikatnya ada sisi keserupaanya dengan kerusakan yahudi dan nasrani. Padahal mereka mengajak kepada kehancuran dan masuk ke dalam neraka. Jadi, jelaslah bahwa tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir merupakan penyebab kehancuran sebuah negara.

Mereka mengajak Anda masuk ke ‘lubang dhab‘, waspadalah

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ

Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob , pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para Sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (HR. Muslim).

Faidah :

  1. Dhab itu tidak sama dengan biawak, walaupun mirip biawak. Oleh karena itu tidak tepat diartikan dengan biawak dengan sebab:
    1. Klasifikasi ilmiahnya berbeda :
      Biawak dalam bahsa Arab: ورل (varanus), 
      Namun kalau Dhob: ضب (Uromastyx ), lihat: http://ar.wikipedia.org/wiki/ ضب.
    2. Ukurannya lebih besar dari kadal dan lebih kecil dari biawak. Binatang ini biasanya hidup di padang pasir.
    3. Dikatakan mirip karena sama-sama hewan reptil (melata).
  1. Ciri Khas Lubang Dhab
    • Sempit, panjang, dan berkelak-kelok, menggambarkan sulitnya dimasuki manusia.
    • Dihuni kalajengking, menggambarkan bahaya memasukinya.
    • Kotor, dihuni serangga, dan yang lainnya, menggambarkan jorok tempatnya.
    Tepatlah permisalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang fenomena meniru-niru gaya hidup orang-orang kafir yang sekarang ini banyak menimpa sebagian besar kaum muslimin. Bahkan untuk perkara-perkara yang sulit, bahaya dan menjijikkan (kotor) sekalipun, tetap saja ada di antara kaum muslimin yang melakukannya.Dari mulai aliran musik yang neko-neko sampai aliran sekte-sekte keyakinan sesat mereka. Dari mulai dandanan yang menjijikkan sampai yang penampilan yang membahayakan kesehatan tubuh, semua ada saja sebagian kaum muslimin yang menirunya.
  2. Imam Nawawi rahimahullah berkata,والمراد بالشبر والذراع وجحر الضب التمثيل بشدة الموافقة لهم ، والمراد الموافقة في المعاصي والمخالفات ، لا في الكفر . وفي هذا معجزة ظاهرة لرسول الله صلى الله عليهوسلم ، فقد وقع ما أخبر به صلى الله عليه وسلم“Yang dimaksud dengan syibr(sejengkal) dan dzira’ (hasta) serta lubang dhab adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah yahudi dan nasrani. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal-hal kekafiran mereka yang diikuti. Sabda beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini”

Nasihat

Jangan sembarang memilih idola! Inilah idola kita, yang ada dalam firman Allah,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab:21).

Wallahu a’lam.

Doa Meminta Anak Yang Saleh

Doa Meminta Anak Yang Saleh 

Setiap orang yang telah berumah tangga atau akan pasti menginginkan si buah hati. Mungkin ada yang telah menanti bertahun-tahun, namun belum juga dikaruniai buah hati. Juga ada yang menginginkan agar anaknya menjadi sholeh. Maka perbanyaklah do’a akan hal tersebut. Banyak doa minta keturunan yang telah dicontohkan dalam Al Qur’an dan Al Hadits. Di antaranya ada do’a yang berasal dari para Nabi ‘alaihimush sholaatu was salaam.

Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam, berkata,

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

Robbi hablii minash shoolihiin” [Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh]”. (QS. Ash Shaffaat: 100). Ini adalah do’a yang bisa dipanjatkan untuk meminta keturunan, terutama keturunan yang sholeh. Dalam Zaadul Masiir (7/71), dijelaskan maksud ayat tersebut oleh Ibnul Jauzi rahimahullah, “Ya Rabbku, anugerahkanlah padaku anak yang sholeh yang nanti termasuk jajaran orang-orang yang sholeh.” Asy Syaukani rahimahullah mengatakan apa yang dikatakan oleh para pakar tafsir, “Ya Rabb, anugerahkanlah padaku anak yang sholeh yang termasuk jajaran orang-orang yang sholeh, yang bisa semakin menolongku taat pada-Mu”. Jadi yang namanya keturunan terutama yang sholeh bisa membantu seseorang semakin taat pada Allah.

Nabi Dzakariya ‘alaihis salaam berdo’a,

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Robbi hab lii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan, innaka samii’ud du’aa’” [Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mengdengar doa] (QS. Ali Imron: 38). Maksud do’a ini kata Ibnu Katsir rahimahullah, “Ya Rabb anugerahkanlah padaku dari sisi-Mu keturunan yang thoyyib yaitu anak yang sholeh. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar do’a.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3/54)

Seseorang yang telah dewasa dan menginjak usia 40 tahun memohon pada Allah,

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Robbi awzi’nii an asy-kuro ni’matakallatii an’amta ‘alayya wa ‘ala walidayya wa an a’mala shoolihan tardhooh, wa ash-lihlii fii dzurriyatii, inni tubtu ilaika wa inni minal muslimiin” [Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri] (QS. Al Ahqof: 15). Do’a ini juga berisi permintaan kebaikan pada anak dan keturunan.

Ibadurrahman (hamba Allah Yang Maha Pengasih) berdo’a,

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Robbanaa hab lanaa min azwajinaa wa dzurriyatinaa qurrota a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa” [Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa]. (QS. Al Furqon: 74)

Al Qurtubhi rahimahullah berkata,

ليس شيء أقر لعين المؤمن من أن يرى زوجته وأولاده مطيعين لله عز وجل

Tidak ada sesuatu yang lebih menyejukkan mata seorang mukmin selain melihat istri dan keturunannya taat pada Allah ‘azza wa jalla.” Perkataan semacam ini juga dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/333)

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendo’akan anak Ummu Sulaim, yaitu Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhuma dengan do’a,

اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ ، وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ

Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, serta berkahilah apa yang engkau karuniakan padanya.” (HR. Bukhari no. 6334 dan Muslim no. 2480). Dari sini seseorang bisa berdo’a untuk meminta banyak keturunan yang sholeh pada Allah,

اللَّهُمَّ أكْثِرْ مَالِي، وَوَلَدِي، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أعْطَيْتَنِي

Allahumma ak-tsir maalii wa waladii, wa baarik lii fiimaa a’thoitanii“ (Ya Allah perbanyaklah harta dan anakku serta berkahilah karunia yang Engkau beri).”

Semoga dengan lima doa minta keturunan di atas, Allah menganugerahkan pada kita sekalian keturunan bagi yang belum dianugerahi dan dikaruniai anak-anak yang sholeh nan sholehah. Aamiin Yaa Samii’ud Du’aa’.

Referensi:

  • Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, Mawqi’ At Tafasir.
  • Fiqhud Du’aa’, Musthofa bin Al ‘Adawi, Maktabah Makkah, cetakan pertama, 1422 H.
  • Syarh Ad Du’a minal Kitab was Sunnah (Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qohthoni), Mahir bin ‘Abdul Humaid bin Muqoddam, soft file (.doc)
  • Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ismail Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah.
  • Zaadul Masiir fi ‘Ilmi Tafsir, Ibnul Jauzi, terbitan Al Maktab Al Islami.