Hari tasyrik

Hari tasyrik 

Hari tasyrik itu apa sih? Yang jelas hari tersebut adalah tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.

Dari Nubaisyah Al Hudzali, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

Hari-hari tasyrik adalah hari makan dan minum.” (HR. Muslim no. 1141)

Hari tasyrik adalah tiga hari setelah Idul Adha (hari nahr). (Lihat Al Iqna’, 1: 412).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hari tasyrik adalah tiga hari setelah Idul Adha (yaitu 11, 12, 13 Dzulhijjah). Disebut tasyrik karena tasyrik itu berarti mendendeng atau menjemur daging qurban di terik matahari. Dalam hadits disebutkan, hari tasyrik adalah hari untuk memperbanyak dzikir yaitu takbir dan lainnya.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 18).

Nah itulah kenapa disebut hari tasyrik, maksudnya adalah menjemur daging qurban di terik matahari karena di masa silam tidak ada pendingin atau freezer seperti saat ini. Yang ada biar daging itu awet, daging tersebut dijemur atau didendeng.

Kalau hari tasyrik disebut hari makan dan minum berarti ketika itu tidak dibolehkan untuk berpuasa apa pun di hari-hari tersebut (11, 12, 13 Dzulhijjah). Inilah pendapat yang lebih dikuatkan dalam madzhab Syafi’i. (Lihat Idem).

Selamat menikmati daging qurban dengan berbagai macam menu spesial. Semoga hari tasyrik menjadi hari penuh berkah.

Ujian dalam Perjalanan Hidup Manusia

Alhamdulillâh, wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillah…

Ujian dalam Perjalanan Hidup Manusia

Siapapun yang hidup di dunia pasti akan menghadapi hal-hal yang tidak enak. Berupa musibah, sakit, sedih, problematika, kekurangan harta dan yang semisalnya. Itu sudah merupakan sunnatullah yang pasti terjadi. Allah Ta’ala menjelaskan,

“وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

Artinya: “Kami (Allah) pasti akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa juga buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”.  [QS. Al-Baqarah (2): 155]

Kiat Menghadapi Ujian Kehidupan

Dalam menghadapi berbagai ujian tersebut, agar hati terasa lapang, ada beberapa hal yang perlu kita realisasikan. Antara lain:

Beratnya Ujian Tidak Akan Melebihi Batas Kemampuan Kita

Seberat apapun ujian yang Allah timpakan pada kita, pasti hal itu tidak akan melewati batas kemampuan kita. Alias kita akan mampu untuk menghadapinya, dengan izin Allah. Sebab Allah Ta’ala tidak akan membebani hamba-Nya melampaui batas kemampuannya.

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. [QS. Al-Baqarah (2): 286]

Berkurangnya Dosa dengan Kesabaran dalam Menghadapi Ujian

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menjelaskan,

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ”

“Tidaklah ada kelelahan, rasa sakit, kesedihan, kekhawatiran, gangguan dan kegundah-gulanaan yang diderita seorang muslim, bahkan sampai duri yang menancap di tubuhnya; melainkan Allah akan menjadikannya sebagai penggugur sebagian dosa-dosanya.” [HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah radhiyallahu’anhuma.]

Habis Gelap Terbitlah Terang

Andaikan kita mau jujur membandingkan antara kenikmatan yang Allah karuniakan dengan musibah yang Allah timpakan pada kita, niscaya akan kita temukan bahwa musibah tersebut jauh lebih sedikit. Contoh kecilnya adalah masalah kesehatan. Antara sehatnya tubuh kita dengan sakitnya, pasti rata-rata kehidupan kita didominasi oleh kesehatan dibandingkan sakit.

Kemudian, musibah itu ada selesainya. Bahkan semakin berat ujian, biasanya itu pertanda bahwa sebentar lagi akan berakhir. Allah Ta’ala menjelaskan,

“فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا”

Artinya: “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”. [QS. Al-Insyirah (94): 5]

Yakinlah, bahwa cahaya itu akan muncul setelah kegelapan! Habis gelap terbitlah terang…

Hikmah Berkurban

Hikmah Berkurban 

Tidak lama lagi kita akan menyaksikan salah satu syiar Islam, yaitu berkurban. Menjalankan perintah Allah ‘Azza Wajalla,

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ ࣖ

Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak. Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!” (QS. Al Kautsar: 1-3)

Syekh Abdurrahman bin Nashir as Sa’diy rahimahullahu menjelaskan,

خص هاتين العبادتين بالذكر، لأنهما من أفضل العبادات وأجل القربات. ولأن الصلاة تتضمن الخضوع [في] القلب والجوارح لله، وتنقلها في أنواع العبودية، وفي النحر تقرب إلى الله بأفضل ما عند العبد من النحائر، وإخراج للمال الذي جبلت النفوس على محبته والشح به

Allah mengkhususkan dua ibadah ini karena keduanya adalah di antara ibadah yang paling utama dan jalan mendekatkan diri kepada Allah yang paling baik. Salat sendiri adalah ibadah yang menggabungkan antara tunduknya hati dan anggota tubuh hanya kepada Allah. Dan di dalam ibadah kurban juga terdapat bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan mengurbankan hewan paling baik dan mengeluarkan harta yang dicintai oleh hati.” (Tafsir As-Sa’diy, hal. 935)

Dalam ayat yang lain, Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ لَا شَرِيْكَ لَهٗ ۚوَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ

Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Itulah yang diperintahkan kepadaku. Aku adalah orang yang pertama dalam kelompok orang muslim.’” (QS. Al An’am: 162-163)

Begitu pun ibadah ini dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama yang diceritakan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

ضحى النبي صلى الله عليه وسلّم بكبشين أملحين ذبحهما بيده وسمى وكبر، وضع رجله على صفاحهما

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama berkurban dengan dua kambing kibasy yang bertanduk. Beliau menyembelihnya dengan tangannya, mengucapkan basmalah, dan bertakbir serta meletakkan kaki beliau di leher kambing.” (HR. Bukhari no. 5558 dan Muslim no. 1966)

Dan tidak dipungkiri bahwa setiap syariat Allah akan menyimpan hikmah bagi hamba-Nya, diketahui atau tidak. Beberapa hikmah ibadah kurban adalah sebagai berikut:

Menghidupkan sunah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam

Sebagaimana disebutkan oleh Allah ‘Azza Wajalla,

ثُمَّ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ اَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا ۗوَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

Kemudian, Kami wahyukan kepadamu (Nabi Muhammad), ‘Ikutilah agama Ibrahim sebagai (sosok) yang hanif dan dia tidak termasuk orang-orang musyrik.’” (QS. An-Nahl: 123)

Belajar arti sabar Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam menjalankan perintah Allah

Jika sekarang kita hanya diperintahkan untuk menyembelih seekor hewan, maka beliau dulu harus bersabar ketika diuji dengan perintah menyembelih putra tersayangnya. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ ۙ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ اِنَّهٗ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِيْنَ

Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?’ Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.’ Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) meletakkan pelipis anaknya di atas gundukan (untuk melaksanakan perintah Allah), Kami memanggil dia, ‘Wahai Ibrahim, sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian, ‘Salam sejahtera atas Ibrahim.’ Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba Kami yang mukmin.” (QS. Ash-Shaffat: 102-111)

Menambahkan rasa cinta antar sesama muslim

Di hari yang penuh berkah, yakni Iduladha, tidak setiap orang memiliki kelapangan untuk makanan di hari itu. Dengan ibadah kurban dan anjuran membagikannya kepada sekitar akan semakin menambah rasa cinta di hati sesama muslim.

Bentuk syukur kepada Allah ‘Azza Wajalla

Nikmat Allah yang ada pada diri kita tidaklah terbatas. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَاٰتٰىكُمْ مِّنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُۗ وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ ࣖ

Dia telah menganugerahkan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar sangat zalim lagi sangat kufur.” (QS. Ibrahim: 34)

Bersyukur atas nikmat harta kemudian menggunakannya untuk ibadah kepada Allah adalah sebaik-baik cara bersyukur kepada Allah ‘Azza Wajalla.

***

Cacat yang menghalangi keabsahan hewan kurban

Cacat yang menghalangi keabsahan hewan kurban 

Cacat yang menghalangi keabsahan hewan kurban dibagi menjadi dua:

1. Yang disepakati oleh para ulama

Diriwayatkan dari al-Bara bin Azib radhiallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah berdiri di depan kami. Beliau bersabda,

أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأُضْحِيَّةِ: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا، وَالْـمَرِيْضُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْعَجْفَاءُ الَّتِي لَا تُنْقِي

‘Empat hal yang tidak diperbolehkan pada hewan kurban: (1) yang rusak matanya dan jelas kerusakannya, (2) yang sakit dan jelas sakitnya, (3) yang pincang dan jelas pincangnya, dan (3) yang kurus dan tidak bersumsum’.” (HR. Abu Dawud no. 2802, at-Tirmidzi no. 1502, Ibnu Majah no. 3144 dengan sanad yang dinilai sahih oleh an-Nawawi rahimahullah dalam al-Majmu’, 8/227)

Dalam hadits ini ada empat cacat yang dilarang pada hewan kurban menurut kesepakatan ulama, sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Qudamah rahimahullah dalam Syarhul Kabir (5/175) dan an-Nawawi dalam al-Majmu’ (8/231, cet. Dar Ihyaut Turats al-Arabi).

Keempat cacat tersebut adalah:

a. الْعَوْرَاءُ (al-‘auraa`), yaitu hewan yang telah rusak dan memutih matanya dengan kerusakan yang jelas.

b. الْمَرِيْضُ (al-mariidh), yaitu hewan yang tampak sakitnya

Sakitnya hewan tersebut dapat diketahui dengan dua cara:

  • keadaan penyakitnya yang dinilai sangat tampak, seperti tha’un, kudis, dan semisalnya.
  • pengaruh penyakit yang tampak pada hewan tersebut, seperti kehilangan nafsu makan, cepat lelah, dan semisalnya.

c. الْعَرْجَاء (al-‘arjaa`) yaitu hewan yang pincang dan tampak kepincangannya.

Ketentuannya adalah dia tidak bisa berjalan bersama dengan hewan-hewan yang sehat sehingga selalu tertinggal. Adapun hewan yang pincang dan masih dapat berjalan normal bersama kawanannya, maka tidak mengapa.

d. الْعَجْفَاءُ (al-‘ajfaa`), dalam riwayat lain الْكَسِيْرَةُ (al-kasiirah), yaitu hewan yang telah tua usianya, pada saat yang bersamaan dia tidak memiliki sumsum.

Ada dua persyaratan yang disebutkan dalam hadits ini:

  • الْعَجْفَاءُ, yang kurus
  • لَا تُنْقِي, yang tidak bersumsum

2. Menurut pendapat yang rajih

Ada beberapa cacat yang masih diperbincangkan para ulama, tetapi yang rajih adalah tidak boleh ada pada hewan kurban.

Disebutkan dalam asy-Syarhul Mumti’ (3/394—397) di antara cacat jenis ini adalah:

a. الْعَمْيَاءُ (al-‘amyaa`), yaitu hewan yang sudah buta kedua matanya walaupun tidak jelas kebutaannya.

An-Nawawi dalam al-Majmu’ (8/231) bahkan menukilkan kesepakatan ulama tentang masalah ini.

b. الـْمُغْمَى عَلَيْهَا (al-mughma ‘alaiha), yaitu hewan yang jatuh dari atas lalu pingsan.

Selama dia dalam kondisi pingsan, tidak sah dijadikan hewan kurabn, sebab termasuk hewan yang jelas sakitnya.

c. الْـمَبْشُومَةُ (al-mabsyuumah), yaitu kambing yang membesar perutnya karena banyak makan kurma.

Ia tidak bisa buang angin dan tidak diketahui keselamatannya dari kematian kecuali apabila buang air besar. Maka dari itu, ia termasuk hewan yang jelas sakitnya selama belum buang air besar.

d. مَقْطُوعَةُ الْقَوَائِمِ (maqthuu’tul qawaa`im), yaitu hewan yang terputus salah satu tangan/kakinya atau bahkan seluruhnya.

Sebab, kondisinya lebih parah daripada hewan yang pincang (al-‘arjaa`).

e. الزُّمْنَى (az-zamna), yaitu hewan yang tidak bisa berjalan sama sekali.

Cacat yang tidak Mempengaruhi Keabsahan Hewan Kurban

Di antara cacat tersebut ada yang tidak berpengaruh sama sekali karena sangat sedikit atau ringan sehingga dimaafkan. Ada pula cacat yang mengurangi keafdalannya, tetapi hewan tersebut masih sah untuk dijadikan hewan kurban.

Di antara cacat jenis ini adalah:

a. الْـحَتْمَى (al-hatma), yaitu hewan yang telah ompong giginya.

b. الْـجَدَّاءُ (al-jaddaa`), yaitu hewan yang telah kering kantong susunya, tidak bisa lagi mengeluarkan air susu.

c. الْعَضْبَاءُ (al-‘adhbaa`), yaitu hewan yang hilang mayoritas telinga atau tanduknya, baik memanjang atau melebar.

Adapun hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu,

نَهَى النَّبِيُّ  أَنْ يُضَحَّى بِأَعْضَبِ الْقَرْنِ وَالْأُذُنِ

“Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang berkurban dengan hewan yang hilang mayoritas tanduk dan telinganya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2805), at-Tirmidzi (no. 1509), Ibnu Majah (no. 3145), dan yang lainnya, dan dinilai dha’if oleh Syaikh Muqbil dalam Tahqiq al-Mustadrak (4/350) karena dalam sanadnya ada Jurai bin Kulaib as-Sadusi. Ibnul Madini berkata, “Dia majhul.” Abu Hatim berkata, “(Seorang) syaikh, haditsnya tidak bisa dijadikan hujah.”

d. الْبَتْرَاءُ (al-batraa`), yaitu hewan yang tidak berekor, baik karena asal penciptaannya memang seperti atau karena dipotong.

e. الْـجَمَّاءُ (al-jamaaa`), yaitu hewan yang memang asalnya tidak bertanduk.

f. الْـخَصِيُّ (al-khashiy), yaitu hewan yang dikebiri.

g. الْـمُقَابَلَةُ (al-muqabalah), yaitu hewan yang terputus ujung telinganya.

h. الْـمُدَابَرَةُ (al-mudabarah), yaitu hewan yang terputus bagian belakang telinganya.

i. الشَرْقَاءُ (asy-syarqaa`), yaitu hewan yang pecah telinganya.

j. الْـخَرْقَاءُ (al-kharqaa`), yaitu hewan yang telinganya berlubang.

Adapun hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu yang berisikan larangan berkurban dengan al-muqabalahal-mudabarahasy-syarqaa`, dan al-kharqaa`, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1503), Abu Dawud (no. 2804), Ibnu Majah (no. 3142), adalah hadits yang dinilai dha’if oleh Syaikh Muqbil dalam Tahqiq al-Mustadrak (4/350), karena dalam sanadnya ada Syuraih bin Nu’man. Abu Hatim berkata, “Mirip orang majhul, haditsnya tidak bisa dijadikan hujah.” Al-Bukhari berkata tentang hadits ini, “Tidak sahih secara marfu’.”

Cacat yang disebutkan di atas dan yang semisalnya dinilai tidak berpengaruh karena dua alasan:

  • Tidak ada dalil sahih yang melarangnya. Sementara itu, hukum asal hewan kurban adalah sah hingga ada dalil sahih yang melarangnya.
  • Dalil yang melarangnya adalah dha’if.

Wallahul Muwaffiq.

Bacalah Bismillah

Bacalah Bismillah 

Demikian petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan dalam hal etika makan yang mesti dipatuhi oleh seorang muslim. Pertama kali, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar tidak lupa membaca bismillah di awal menyantap makanan dan mengambilnya dengan menggunakan tangan kanan.

Dari ‘Umar bin [Abi] Salamah Radhiyallahu anhu, bahwasanya ia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan di sisinya ada makanan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيِمِيْنِكِ وَكُلْ مِمَّ يَليْكَ

Sebutlah nama Allah Ta’ala, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada di dekatmu. [Muttafaqun ‘alaih].

Pentingnya tasmiyah (membaca bismillah) ini kian jelas dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang lupa membacanya. Disebutkan dalam satu hadits dari ‘Aisyah, ia berkata: Rasulullah bersabda, yang artinya: “Jika salah seorang dari kalian akan makan, hendaklah menyebut nama Allah Ta’ala. Apabila lupa menyebut nama Allah Ta’ala, hendaklah mengucapkan: ‘Bismillah awwalahu wa akhirahu’.” [HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni].

Dalam masalah ini, hukum membaca tasmiyah adalah wajib. Jika meninggalkannya dengan sengaja, maka seseorang berdosa dan setan akan menyertainya dalam hidangan tersebut, dan pasti, tidak ada seorang pun yang ingin musuhnya bersama dia menyantap makanan miliknya. (Lihat Syarhu Riyâdhish-Shâlihin, Syaikh Muhammad al-‘Utsaimin, 2/1051). Karena, di antara manfaat membaca tasmiyah, ialah untuk menghindari campur tangan setan dalam makanan dan minuman yang hendak dikonsumsi oleh seorang muslim. Sehingga ia pun akan memperoleh keberkahan dengan makanan yang disantapnya.

Jika menyantap makanan atau menikmati minuman tanpa disertai membaca bismillah, berarti seseorang telah menyediakan rizki bagi Iblis (setan). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan:

قَاَلَ إِبْلِيْسُ : كُلُّ خَلْقَكَ بَيَّنْتَ رِزْقَهُ, فَفِيْمَ رِزْقِيْ؟ قَالَ : فِيْما لَمْ يُذْكَرْ اسْمِيْ عَلَيْهِ

Iblis berkata kepada Allah: “Setiap makhluk-Mu telah Engkau terangkan rizkinya. Mana rizkiku?” Kemudian Dia menjawab: “Pada makanan yang tidak disebut nama-Ku padanya”. [Lihat ash-Shahîhah, 708].


Manakala tasmiyah tidak diucapkan, maka setan melakukan “intervensi” kepada manusia. Sehingga berakibat, keberhakan makanan yang tengah disantapnya tercabut. Yang pada gilirannya, bisa menyebabkan seseorang akan menghabiskan makanan maupun minuman yang lebih banyak dari kebutuhan.

Dari ‘Aisyah, ia berkata: “Nabi makan bersama enam sahabatnya. Kemudian ada seorang Badui datang dan ikut makan (dengan) dua suapan (tanpa membaca bismillah, Pen.). (Maka) Rasulullah bersabda: ‘Seandainya ia mengucapan bismillah, maka akan menjadi cukup bagi kalian’.” [Dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni].

Usai makan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan supaya seorang hamba bersyukur kepada Allah ar-Razzâq. Di antara doa yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا الطَّعَامَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ

Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan ini kepadaku dan yang telah memberi rizki kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku. [Shahîh Sunan at-Tirmidzi, no. 2751]

Demikian secara ringkas etika makan yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Tidak hanya bermanfaat dalam mendatangkan keberkahan, tetapi, sekaligus mencerminkan rasa syukur hamba kepada Allah, Dzat Pemberi kenikmatan.

Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XII/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

MANFAAT MEMBACA BASMALAH
Bismilah, sebuah kalimat yang tidak asing di telinga dan lisan seorang muslim. Bismillah diucapkan ketika akan memulai setiap perkara yang bermanfaat. Dzikir ini mengandung keutamaan, diantaranya sebagai berikut.

Terjaga Dari Setan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَإِذَا لَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ

Apabila salah seorang masuk ke rumahnya dan mengingat Allah (berdzikir) ketika masuknya dan ketika makan, maka setan berkata : “Tidak ada tempat istirahat dan makan malam untuk kalian”. Dan apabila ia masuk dan tidak mengingat Allah ketika masuk, maka setan berkata :”Kalian telah mendapatkan tempat istirahat dan makan malam. [1]


Imam Nawawi berkata, “Dengan demikian disunnahkan untuk mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika masuk rumah dan makan”.[2]

Menyempurnakan Barakah
Dengan bismillah akan dapat menyempurnakan keberkahan pada amal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِبِسْمِ اللَّهِ (وفي رواية بِذِكْرِاللّه) فَهُوَ أَ قْطَع (وفي رواية فَهُوَ أبتر)

Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan bismillah (dalam riwayat lain : dengan mengingat Allah) maka amalan tersebut terputus (kurang) keberkahannya.[3]

Dilindungi Allah Subhanahu Wa Ta’ala Dari Gangguan Jin

سَتْرُ بَيْنَ أَعْيُنِ الْجِنِّ وَبَيْنَ عَوْرَاتِ بَنِي أَدَمَ إِذَا وَضَعَ أَحَدُهُمْ شَوْبَهُ أَنْ يَقُولُ بسْم اللّه

Dan sabdanya : “Penghalang antara mata jin dan aurat Bani Adam, apabila salah seorang dari mereka melepas pakaiannya, ialah dengan membaca bismillah” [4]

Pengalaman Nyata
Ketika Khalid bin Walid tertimpa kebimbangan, mereka berkata kepadanya :”Berhati-hatilah dengan racun. Jangan sampai orang asing memberikan minum padamu”, maka ia berkata, “Berikanlah kepadaku,” dan ia mengambil dengan tangannya dan membaca : “Bismillah”, lalu ia meminumnya. Maka sedikitpun tidak memberikan bahaya kepadanya. [5]

(Al-Hisnu al-Waqi, Syaikh Dr Abdullah bin Muhammad as-Sad-han, dengan pengantar dari Syaikh Dr Abdullah bin Abdir-Rahman bin Jibrin)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429h/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]


Footnote
[1]. HR Muslim, 2018
[2]. Syarh Nawawi ‘ala Muslim, 7/54
[3]. Disahihkan oleh jama’ah, seperti Ibnu Shalah, Nawai dalam Adzkar-nya, Syaikh Bin Baz berkata : “Hadits ini hasan dengan syawahidnya”.
[4]. Sebagaimana terdapat dalam al-Jami Shagir. Dan dihasankan oleh Munawi dalam syarhnya
[5]. DIkeluarkan oleh al-Baihaqi, Abu Nu’aim, Thabrani, Ibnu Sa’ad dengan sanad yang shahih. Lihat Tahdzib at-Tahdzib, Ibnu Hajar 3/125